Anda di halaman 1dari 12

Sistem Pengembangan Manajemn Kinerja Klinik (SPMKK)

MANAJEMEN PELAYANAN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT Penerapan Lima Komponen Sistem Pengembangan Manajemen Kinerja Klinik (SPMKK) Perawat. Oleh : Muhlisin Nalahudin. A. Sejarah Sistem Pengembangan Manajemen Kinerja Klinik (SPMKK) Perawat. SPMKK adalah upaya peningkatan kemampuan manajerial dan kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan disarana atau institusi pelayanan kesehatan untuk mencapai pelayanan kesehatan yang bermutu (Depkes, 2006) Pada bulan Oktober 2000 - Maret 2001, Tim Konsultan WHO bekerja sama dengan Kelompok Kerja Perawat Tingkat Nasional Depkes, mengembangkan satu model Sistim Pengembangan Manajemen Kinerja Klinik (SPMKK) guna meningkatkan kemampuan manajerial dan kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan pada tatanan rumah sakit dan puskesmas. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2000 oleh WHO dan Keperawatan Depkes di Provinsi Kaltim, Sumut, Sulut, Jabar dan DKI menunjukan gambaran sebagai berikut : 1. 70,9 % perawat selama 3 tahun terakhir tidak pernah mengikuti pelatihan. 2. 39,8 % perawat masih melakukan tugas-tugas kebersihan. 3. 47,4 % perawat tidak memiliki uraian tugas secara tertulis. 4. Belum dikembangkan monitoring dan evaluasi Kinerja Klinis bagi perawat secara khusus (Depkes, 2006). B. Tujuan upaya pengembangan SPMKK 1. Jangka pendek Agar supaya tenaga keperawatan dapat membuat standar dan diskripsi pekerjaan sesuai dengan tupoksinya. Mempunyai kemampuan manajerial dalam mengelola kegiatan keperawatan. Mempunyai hubungan sistem monitoring indikator kinerja. Senantiasa mengembangkan proses pembelajaran penyelesaian kasus secara berkesinambungan melalui RDK (Refleksi Diskusi Kasus). 2. Jangka panjang Meningkatkan profesionalisme perawat, karena bagaimanapun tuntutan akan profesionalisme dalam melaksanakan pekerjaannya akan menjadi syarat dalam mewujudkan bentuk akuntabilitas publik. C. Prinsip Pengembangan SPMKK 1. Komitmen Komitmen dapat diartikan sebagai janji atau tanggungjawab. Hal ini dapat diartikan bahwa setiap orang/pihak/institusi yang berkomitmen terhadap SPMKK berjanji untuk melaksanakan SPMKK. Adanya komitmen ini sangat diperlukan mulai dari tingkat pimpinan/pengambilan keputusan dipemerintahan sampai kelevel yang paling bawah. Komitmen merupakan suatu komponen yang dapat menjamin kesinambungan kegiatan. 2. Kualitas Pelaksanaan SPMKK diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) keperawatan meliputi kinerja dan hasil pelayananya. Peningkatan kinerja

perawat akan mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan menjadi lebih baik sehingga akan meningkatkan citra pelayanan keperawatan disarana pelayanan kesehatan. 3. Kerja tim SPMKK baru difokuskan kepada perawat tetapi mendorong adanya kerjasama kelompok (team work) antar tenaga kesehatan, karena kerjasama tim merupakan salahsatu penentu keberhasilan pelayanan kesehatan. 4. Pembelajaran berkelanjutan Penerapan SPMKK memberikan kondisi terjadinya pembelajaran yang memungkinkan setiap individu untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya sehingga dapat mengikuti perkembangan IPTEK. 5. Efektif dan efisien Dengan menerapkan SPMKK perawat dapat bekerja secara efektif dan efisien karena mereka bekerja sesuai dengan standar dan uraian tugas serta diikuti dengan monitoring dan evaluasi yang dapat meminimalkan kesalahan-kesalahan dalam pekerjaan. Adanya kejelasan tugas memungkinkan setiap orang bekerja pada area yang telah ditetapkan. D. Strategi Penerapan SPMKK 1. Membangun komitmen Membangun komitmen dengan semua pihak yang terkait/stakeholder dengan pengembangan SPMKK untuk itu perlu adanya sosialisasi dan koordinasi. 2. Melibatkan stakeholder Dengan komitmen, keterlibatan stakeholder dapat memberikan dukungan moril dan material dalam penerapan SPMKK. 3. Mengelola sumber daya Pengelolaan SDM, sumber dana, dan fasilitas mengoptimalkan keberhasilan SPMKK perawat. dapat ditingkatkan untuk

4. Profesionalisme Pengelolaan SPMKK secara profesional dengan perencanaan yang matang serta diimplementasikan secara sungguh-sungguh berdasarkan pada pedoman SPMKK, standar profesi, SOP keperawatan, serta pedoman pelayanan kesehatan lainnya. 5. Desentralisasi Dalam rangka otonomi daerah SPMKK dapat dikembangkan sesuai kondisi masingmasing daerah dengan tetap berpedoman pada pedoman yang telah ditetapkan. E. Komponen dasar SPMKK. Dalam rangka mewujudkan terciptanya pelayanan profesional keperawatan perlu disediakan pedoman pelaksanaan SPMKK yang mengacu pada lima komponen SPMKK yaitu : Standar, Uraian tugas, Indikator kinerja, Refleksi Diskusi Kasus (RDK), Monitoring dan Evaluasi. 1. Standar

Komponen utama yang menjadi kunci dalam SPMKK adalah standar, yang meliputi standar profesi, Standar Operasioanal Prosedur (SOP), dan pedomanpedoman yang digunakan oleh perawat disarana pelayanan kesehatan. Standar keperawatan bermanfaat sebagai acuan dan dasar bagi perawat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan yang bermutu. Standar juga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pekerjaan, dapat meningkatkan motivasi dan pendayagunaan staf, dapat digunakan untuk mengukur mutu pelayanan serta melindungi masyarakat atau klien dari pelayanan yang tidak bermutu. Standar adalah suatu pedoman atau model yang disusun dan disepakati bersama serta dapat diterima pada suatu tingkat praktik untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (Reyers, 1983). Standar yang ditetapkan harus memenuhi kreteria yaitu : spesifik(specific), terukur (measurable), tepat (appropriate), andal (reliable), tepat waktu(timely).(Donabedian, 1982) a. 1. 2. 3. 4. Ketentuan standar Harus ditulis dan dapat diterima untuk dilaksanakan oleh para pelaksana. Mengandung komponen struktur, proses, hasil. Standar dibuat berorientasi pada pelanggan, staf dan sitem dalam organisasi. Standar harus disyahkan atau disetujui oleh yang berwenang.

b. Komponen standar 1. Standar struktur atau standar input menjelaskan praturan, kebijakan tatanan dalam organisasi, meliputi filosofi dan obyektif organisasi dan administrasi, kebijakan dan peraturan, staffing dan pembinaan, deskripsi pekerjaan, fasilitas dan peralatan. 2. Standar proses adalah kegiatan dan interaksi antara pemberi dan penerima asuhan yang berfokus pada kinerja petugas secara profesional dalam tatanan klinis meliputi fungsi, tanggungjawab, dan akontabilitas, manajemen kinerja klinis, monitoring dan evaluasi kinerja klinis. 3. Standar hasil adalah hasil asuhan dalam kaitannya dengan status pasien. Standar ini berfokus pada asuhan pasien yang prima meliputi kepuasan pasien, keamanan pasien, kenyamanan pasien. c. Manfaat standar 1. Menetapkan norma dan memberikan kesempatan anggota masyarakat dan perorangan mengetahui bagaimana tingkat pelayanan yang diharapkan/diinginkan karena standar tertulis sehingga dapat dipublikasikan/diketahui secara luas. 2. menunjukkan ketersediaan yang berkualitas dan berlaku sebagai tolok ukur untuk memonitor kualitas kinerja. 3. berfokus pada inti dan tugas penting yang harus ditunjukkan pada situasi aktual dan sesuai dengan kondisi lokal. 4. meningkatkan efisiensi dan mengarahkan pada pemanfaatan sumber daya dengan lebih baik; 5. meningkatkan pemanfaatan staf dan motivasi staf. 6. dapat digunakan untuk menilai aspek praktis baik pada keadaan dasar maupun post basic pelatihan dan pendidikan. 2. Uraian tugas Uraian tugas adalah seperangkat fungsi, tugas, dan tanggungjawab yang dijabarkan dalam suatu pekerjaan yang dapat menunjukan jenis dan spesifikasi

pekerjaan, sehingga dapat menunjukan perbedaan antara pekerjaan yang satu dengan yang lainnya. Uraian tugas merupakan dasar utama untuk memahami dengan tepat tugas dan tanggugjawab serta akuntabilitas setiap perawat dalam melaksanakan peran dan fungsinya. a. Dalam lingkup keperawatan uraian tugas meliputi : 1. Posisi struktural Ketentuan dari posisi struktural ditetapkan oleh pemerintah ditentukan oleh adanya jabatan sesuai dengan sistem yang ditentukan oleh organisasi, dibuktikan dengan adanya Surat Keputusan (SK). Posisi struktural ini ditentukan oleh masing-masing organisasi misal : kepala bangsal, koordinator puskesmas, penanggungjawab puskesmas pembantu, ketua PPNI dan lain-lain yang dikukuhkan dengan terbitnya SK pengangkatan. 2. Posisi klinis Posisi klinis berhubungan dengan kompetensi, tanggungjawab dan kewenangan yang sangat berhubungan pula dengan tingkat pendidikan. Misalnya : jabatan fungsional pada jenjang perawat pelaksana, perawat penyelia SPK, D1, D2, D3, D4, S1 atau tingkat profesi yang memiliki batas kewenangan masing-masing. b. Enam langkah untuk mengembangkan uraian tugas yaitu : 1. Identifikasi pekerjaan 2. Analisa pekerjaan 3. Analisa kegiatan setiap pekerjaan 4. Evaluasi fungsi melalui analisis kinerja dengan menggunakan penilaian kinerja. 5. Analisis indikator kinerja untuk setiap kompetensi 6. Metode penilaian kinerja. c. Tujuh kriteria yang harus dipertimbangkan dalam uraian tugas sebagai berikut : 1. Diskripsi pekerjaan harus terkini dan akurat untuk persyaratan fungsi dan tugas yang diperlukan. 2. Posisi/jabatan klinis harus jelas berdasarkan ketentuan dan jenjang karir yang ditetapkan oleh organisasi. 3. Diskripsi pekerjaan menunjukan jenis dan spesifikasi pekerjaan, bagaimana dan untuk apa pekerjaan tersebut berbeda satu dengan yang lainnya. 4. Diskripsi pekerjaan harus lengkap dan tidak mendetail, sehingga dapat mengembangkan fungsi dan tugas lebih luas. 5. Adanya rancangan standar yang digunakan pada semua pekerjaan bagi masingmasing kategori. 6. Diskripsi pekerjaan harus realistis untuk aspek teknis dan sumber daya manusia yang memungkinkan. 7. Diskripsi pekerjaan harus selalu direvisi sesuai dengan kondisi terkini. 3. Indikator kinerja Indikator kinerja perawat adalah variabel untuk mengukur prestasi suatu pelaksanaan kegiatan dalam waktu tertentu. Indikator yang berfokus pada hasil asuhan keperawatan kepada pasien dan proses pelayanannya. Indikator klinis adalah ukuran kuantitas sebagai pedoman untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas asuhan pasien yang berdampak terhadap pelayanan. a. Tujuan :

1. Meningkatkan prestasi kerja staf sehingga mendorong peningkatan kinerja staf 2. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan meningkatkan hasil kerja melalui prestasi pribadi. 3. Memberikan kesempatan kepada staf untuk menyampaikan perasaannya tentang pekerjaan, sehingga terbuka jalur komunikasi dua arah antara pimpinan dan staf. b. Karakteristik Indikator : 1. Sahih (valid) artinya indikator benar-benar dapat dipakai untuk mengukur aspekaspek yang akan dinilai. 2. Dapat dipercaya (reliable) artinya mampu menunjukkan hasil yang sama pada saat yang berulangkali, untuk waktu sekarang maupun yang akan datang. 3. Peka (sensitive) artinya cukup peka untuk mengukur sehingga memberikan hasil yang sesuai. 4. Spesifik (specific) artinya memberikan gambaran perubahan ukuran yang jelas dan tidak tumpang tindih. 5. Berhubungan (relevan) artinya sesuai dengan aspek kegiatan yang akan diukur dan kritikal. Contoh : pada unit bedah indikator yang di buat berhubungan dengan pre operasi dan post operasi. c. Klasifikasi indkator : 1. Indikator input : merujuk pada sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas misalnya personil, alat, informasi, dana , peraturan. 2. Indikator proses : memonitor tugas atau kegiatan yang dilaksanakan. 3. Indikator out put : mengukur hasil meliputi cakupan, pengetahuan, sikap dan perubahan perilaku yang dihasilkan oleh tindakan yang dilakukan. Indikator ini juga disebut indikator effect. 4. Indikator out come : dipergunakan untuk menilai perubahan atau dampak (impact) suatu program, perkembangan jangka panjang termasuk perubahan status kasehatan masyarakat/penduduk.

4. Refleksi Diskusi Kasus (RDK) RDK adalah suatu metode merefleksikan pengalaman klinis perawat dalam menerapkan standar dan uraian tugas. Pengalaman klinis yang direfleksikan merupakan pengalaman aktual dan menarik baik hal-hal yang merupakan keberhasilan maupun kegagalan dalam memberikan pelayanan keperawatan termasuk untuk menemukan masalah dan menetapkan upaya penyelesaiannya. Misal dengan adanya rencana untuk menyusun SOP baru. a. Tujuan RDK 1. Untuk mengembangkan profesionalisme. 2. Meningkatkan aktualisasi diri. 3. Meningkatkan motivasi untuk belajar. 4. Meningkatkan pemahaman terhadap standar. 5. Memacu untuk bekerja sesuai standar. b. Persyaratan Pelaksanaan RDK 1. Sistem yang didukung oleh manajer lini pertama (supervisor) dan didukung oleh atasan langsung yang mendorong serta mewajibkan anggotanya untuk

melaksanakan RDK secara rutin, terencana dan terjadual dengan baik. Diatur dalam SK dan Prosedur Tetap Pelaksanaan RDK. 2. Merupakan satu kelompok profesi 3. Kasus/issu yang menarik diambil dari pengalaman kinerja klinik 4. Ditunjuk satu orang sebagai penyaji kasus, satu orang sebagai fasilitator dan beberapa orang sebagai peserta diskusi, posisi fasilitator, penyaji dan peserta lain dalam diskusi setara/sejajar. 5. Persyaratan administratif : jadual, laporan kasus, lembar daftar hadir, lembar notulen. 6. Kasus yang disajikan oleh penyaji merupakan pengalaman kinerja klinis yang menarik dan memberikan motivasi pada peningkatan kinerja. 7. Waktu pelaksanaan tidak terlalu lama : singkat, padat dan terorganisir dengan baik 1 jam. 8. Posisi duduk sebaiknya melingkar dan saling berhadapan sehingga bisa berkomunikasi secara bebas. 9. Tidak boleh ada interupsi saat penyajian kasus, klarifikasi kasus disampaikan secara bergantian. 10. Tidak diperkenankan ada dominasi dan memberikan kritik yang dapat memojokan peserta lainnya. 11. Membawa catatan diperbolehkan, namun perhatian tidak boleh tertumpu pada catatan, sehingga dapat mengurangi perhatian dalam diskusi. 5. Monitoring dan Evaluasi Kegiatan monitoring meliputi pengumpulan data dan analisis terhadap indikator kinerja yang telah disepakati yang dilaksanakan secara periodik untuk memperoleh informasi sejauhmana kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana. Monitoring bermanfaat untuk mengidentifikasi adanya penyimpangan dan mempercepat pencapaian target. Hasil monitoring yang dilaksanakan diinformasikan kepada staf dan dilaporkan kepada pimpinan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan tindaklanjut. a. Tujuan monitoring dan evaluasi 1. Memperoleh informasi tentang kegiatan apakah telah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan memberikan umpan balik. 2. Mempertanggung jawabkan tugas/kegiatan yang telah dilakukan. 3. Sebagai bahan untuk mengambil keputusan dan tindaklanjut dalam pengembangan program. 4. Menentukan kompetensi pekerja dan meningkatkan kinerja dengan menilai dan mendorong hubungan yang baik diantara pegawai. 5. Menghargai pengembangan staf dan memotivasi kearah pencapaian kualitas yang tinggi. 6. Menggiatkan konseling dan bimbingan dari manajer. 7. Memilih pegawai yang berkualitas untuk pertimbangan jenjang karir. 8. Mengidentifikasi ketidakpuasan terhadap sistem. b. 1. 2. 3. Manfaat monitoring dan evaluasi Mengidentifiaksi masalah keperawatan Mengambil langkah korektif untuk perbaikan secepatnya Mengukur pencapaian sasaran/target.

4. Mengkaji kecenderungan status kesehatan pasien yang mendapat pelayanan. c. Prinsip-prinsip monitoring dan evaluasi 1. Libatkan staf dalam perencanaan dan implementasi, diskusikan dengan staf untuk memberikan kesempatan mengerti konsep, ide-ide dan keuntungan sehingga evaluasi menjadi berguna. 2. Bentuk tim monev yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan monev. 3. Pastikan ada kesepakatan pelaksanaan evaluasi. 4. Siapkan sumber-sumber pengambilan data dan analisa, jika memungkinkan melibatkan pendapat ahli. 5. Mendorong evaluator untuk melaporkan kemajuan. 6. Dokumentasikan seluruh proses monev, jika ditemukan ketidaksesuaian dengan standar berikan peluang untuk langkah-langkah perbaikan. 7. Hasil temuan bukan kesalahan tetapi merupakan awal proses perubahan ke arah perbaikan. Referensi 1. Donabedian, A. (1982) Explorations in Quality Assessment and Monitoring. Volume II : The Criteria and Standars of Quality, Michigan: Health Administration Press. 2. Departemen Kesehatan RI. (1997) Instrumen Evaluasi Penerapan Standar Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit. Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Direktorat RSU dan Pendidikan, Jakarta. 3. Departemen Kesehatan RI., WHO., PMPK-UGM. (2003) Implementasi Sistem Pengembangan Manajemen Kinerja Klinik Untuk Perawat Dan Bidan Di Rumah Sakit Dan Puskesmas. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 4. Departemen Kesehatan RI. (2006) Modul Pengembangan Manajemen Kinerja Klinik (PMKK) Perawat & Bidan. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. 5. Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, (2008) Modul Materi Komponen Dasar SPMKK, Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
SP2KP ( Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Professional ) 2.2.1 Pengertian SP2KP adalah sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional yang merupakan pengembangan dari MPKP ( Model Praktek Keperawatan Profesional ) dimana dalam SP2KP ini terjadi kerjasama profesional antara perawat primer (PP) dan perawat asosiet (PA) serta tenaga kesehatan lainnya. Pada aspek proses ditetapkan penggunaan metode modifikasi keperawatan primer (kombinasi metode tim dan metode keperawatan primer). Penetapan metode ini didasarkan pada beberapa alasan sebagai berikut : 1. Pada metode keperawatan primer, pemberian asuhan keperawatan dilakukan secara berkesinambungan sehingga memungkinkan adanya tanggung jawab dan tanggung gugat yang merupakan esensi dari suatu layanan profesional. 2. Terdapat satu orang perawat professional yang disebut PP, yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang diberikan. Pada MPKP , perawat primer adalah perawat lulusan sarjana keperawatan/Ners. 3. Pada metode keperawataan primer , hubungan professional dapat ditingkatkan

terutama dengan profesi lain. 4. Metode keperawatan primer tidak digunakan secara murni karena membutuhkan jumlah tenaga Skp/Ners yang lebih banyak, karena setiap PP hanya merawat 4-5 klien dan pada metode modifikasi keperawatan primer , setiap PP merawat 9-10 klien. 5. Saat ini terdapat beberapa jenis tenaga keperawatan dengan kemampuan yang berbeda-beda. Kombinasi metode tim dan perawat primer menjadi penting sehingga perawat dengan kemampuan yang lebih tinggi mampu mengarahkan dan membimbing perawat lain di bawah tanggung jawabnya. 6. Metode tim tidak digunakan secara murni karena pada metode ini tanggung jawab terhadap asuhan keperawatan terbagi kepada semua anggota tim, sehingga sukar menetapkan siapa yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas semua asuhan yang diberikan. Apabila ditinjau dari 5 sub sistem yang diidentifikasi oleh Hoffart & Woods (1996), secara sederhana dapat diartikan sebagai berikut : 1. Nilai-nilai profesional sebagai inti model Pada model ini, PP dan PA membangun kontrak dengan klien/keluarga sejak klien/keluarga masuk ke suatu ruangr rawat yang merupakan awal dari penghargaan atas harkat dan martabat manusia. Hubungan tersebut akan terus dibina selama klien dirawat di ruang rawat, sehingga klien/keluarga menjadi partner dalam memberikan asuhan keperawatan. Pelaksanaan dan evaluasi renpra, PP mempunyai otonomi dan akuntabilitas untuk mempertanggungjawabkan asuhan yang diberikan termasuk tindakan yang dilakukan PA di bawah tanggung jawab untuk membina performa PA agar melakukan tindakan berdasarkan nilai-nilai professional. 2. Pendekatan Manajemen Model ini memberlakukan manajemen SDM, artinya ada garis komunikasi yang jelas antara PP dan PA. performa PA dalam satu tim menjadi tanggung jawab PP. PP adalah seorang manajer asuhan keperawatan yang harus dibekali dengan kemampuan manajemen dan kepemimpinan sehingga PP dapat menjadi manajer yang efektif dan pemimpin yang efektif. 3. Metode pemberian asuhan keperawatan Metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah modifikasi keperawatan primer sehingga keputusan tentang renpra ditetapkan oleh PP. PP akan mengevaluasi perkembangan klien setiap hari dan membuat modifikasi pada renpra sesuai kebutuhan klien. 4. Hubungan professional Hubungan professional dilakukan oleh PP dimana PP lebih mengetahui tentang perkembangan klien sejak awal masuk ke suatu ruang rawat sehingga mampu member informasi tentang kondisi klien kepada profesi lain khususnya dokter. Pemberian informasi yang akurat tentang perkembangan klien akan membantu dalam penetapan rencana tindakan medic. 5. Sistem kompensasi dan penghargaan PP dan timnya berhak atas kompensasi serta penghargaan untuk asuhan keperawatan yang professional. Kompensasi san penghargaan yang diberikan kepada perawat bukan bagian dari asuhan medis atau kompensasi dan penghargaan berdasarkan prosedur. Kompensasi berupa jasa dapat diberikan kepada PP dan PA dalam satu tim yang dapat ditentukan berdasarkan derajat ketergantungan klien. PP dapat mempelajari secara detail asuhan keperawatan klien tertentu sesuai dengan gangguan/masalah yang dialami sehingga mengarah pada pendidikan ners spesialis. Metode modifikasi Perawat Primer-Tim yaitu seorang PP bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap asuhan keperawatan yang diberikan pada sekelompok pasien mulai dari pasien masuk sampai dengan bantuan beberapa orang PA. PP dan PA selama kurun waktu tertentu bekerjasama sebagai suatu tim yang relative tetap baik dari segi kelompok pasien yang dikelol, maupun orang-orang yang berada dalam satu tim tersebut . Tim dapat berperan

efektif jika didalam tim itu sendiri terjalin kerjasama yang professional antara PP dan PA. selain itu tentu saja tim tersebut juga harus mampu membangun kerjasama professional dengan tim kesehatan lainnya. 2.2.3 Peran Managerial dan Leadership Ketua dalam tim betugas untuk membuat rencana asuhan keperawatan, mengkoordinir kegiatan semua staf (PA) yang berada dalam tim, mendelegasikan sebagian tindakan-tindakan keperawatan yang telah direncanakan pada renpra dan bersama-sama dengan PA mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan. Seorang PP harus memiliki kemampuan yang baik dalam membuat renpra untuk klien yang menjadi tanggungjawabnya. Adanya renpra merupakan tanggung jawab profesional seorang PP sebagai landasan dalam memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar. Renpra tersebut harus dibuat sesegera mungkin pada saat klien masuk dan dievaluasi setiap hari. PP dituntut untuk memiliki kemampuan mendelegasikan sebagian tindakan keperawatan yang telah direncanakan pada PA. pembagian tanggung jawab terhadap klien yang menjadi tanggung jawab tim, didasarkan pada tingkat ketergantungan pasien dan kemampuan PA dalam menerima pendelegasian. Metode tim PP-PA dituntut untuk memiliki keterampilan kepemimpinan. PP bertugas mengarahkan dan mengkoordinasikan PA dalam memberikan asuhan keperawatan pada kelompok klien. PP berkewajiban untuk membimbing PA agar mampu memberikan asuhan keperawatan seuai dengan standar yang ada. Bimbingan tersebut dapat dilaksanakan secara langsung, misalnya mendampingi PA saat melaksanakan tindakan tertentu pada klien atau secara tidak langsung pada saat melakukan konferens. PP juga harus senantiasa memotivasi PA agar terus meningkatkan keterampilannya,misalnya memberikan referensi atau bahan bacaan yang diperlukan. Selain terkait dengan bimbingan keterampilan pada PA, sebagai bagian dari peran kepemimpinan seorang PP, PP seharusnya juga memiliki kemampuan untuk mengatasi konflik yang mungkin terjadi antar PA. PP harus menjadi penengah yang bijaksana sehingga konflik bisa teratasi dan tidak mengganggu produktifitas PA dalam membantu memberikan asuhan keperawatan. 2.2.4 Komunikasi tim melalui renpra, konferensi, dan ronde keperawatan Komunikasi yang efektif merupakan kunci keberhasilan dalam melakukan kerjasama profesional tim antara PP-PA. Komunikasi tersebut dapat melalui ;renpra, konferensi, dan ronde keperawatan yang terstruktur dan terjadwal. Rencana asuhan keperawatan ( renpra ) selain berfungsi sebagai , 1. Pedoman bagi PP-PA 2. Landasan profesional bahwa asuhan keperawatan diberikan berdasarkan ilmu pengetahuan Kerjasama profesional PP-PA, renpra selain berfungsi sebagai penunjuk perencanaan asuhan yang diberikan juga berfungsi sebagai media komunikasi PP pada PA. Berdasarkan renpra ini, PP mendelegasikan PA untuk melakukan sebagian tindakan keperawatan yang telah direncanakan oleh PP. Oleh sebab itu, sangat sulit untuk tim PP-PA dapat bekerjasama secara efektif jika PP tidak membuat perencanaan asuhan keperawatan ( renpra ). Hal ini menunjukan bahwa renpra sesungguhnya dibuat bukan sekedar memenuhi ketentuan ( biasanya ketentuan dalam menentukan akreditasi rumah sakit ). Renpra seharusnya dibuat sesegera mungkin, paling lambat 1 kali 24 jam setelah pasien masuk karena fungsinya sebagai pedoman dan media komunikasi. Berdasarkan ketentuan tugas dan tanggung jawab PP tidak sedang bertugas ( misalnya pada malam hari atau hari libur ), PA yang sebelumnya telah didelegasikan dapat melakukan pengkajian dasar dan menentukan satu diagnosa keperawatan yang terkait dengan kebutuhan dasar pasien. Selanjutnya segera setelah PP bertugas kembali maka pengkajian dan renpra

yang telah ada harus divalidasi dan dilengkapi. Penting juga diperhatikan bahwa renpra yang dibuat PP harus dimengerti oleh semua PA. Semua anggota tim harus memiliki pemahaman yang sama tentang istilah-istilah keperawatan yang digunakan dalam renpra tersebut. Misalnya dalam renpra, PP menuliskan rencana tindakan keperawatan ; " monitor I/O ( Intake/Output = pemasukan / pengeluaran ) tiap 24 jam". Maka harus dipahami oleh semua anggota tim yang dimaksud dengan monitor I/O, contoh lain dalam perencanaan PP menuliskan "berikan dukungan pada pasien dan keluarganya" , maka baik PP dan PA dalam timnya harus memiliki persepsi yang sama tentang tindakan yang akan dilakukan tersebut. Oleh sebab itu PP harus menjelaskan kembali pada PA tentang apa yang disusunnya tersebut. Pendelegasian tindakan keperawatan yang berdasarkan pada renpra, PP terlebih dahulu harus memiliki kemampuan masingmasing PA. Hal yang tidak dapat didelegasikan pada PA adalah tanggung jawab dan tanggung gugat seorang PP (Dunville dan McCuock, 2004). Tindakan yang telah didelegasikan pada PA, PP tetap berkewajiban untuk tetap memonitor dan mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh PA. 2.2.5 Komunikasi tim oleh konferensi Konferensi adalah pertemuan yang direncanakan antara PP dan PA untuk membahas kondisi pasien dan rencana asuhan yang dilakukan setiap hari. Konferensi biasanya merupakan kelanjutan dari serah terimashift. Hal-hal yang ingin dibicarakan lebih rinci dan sensitif dibicarakan didekat pasien dapat dibahas lebih jauh didalam konferensi. Konferensi akan efektif jika PP telah membuat renpra, dan membuat rencana apa yang akan dibicarakan dalam konferensi. Konferensi ini lebih bersifat 2 arah dalam diskusi antara PPPA tentang rencana asuhan keperawatan dari dan klarifikasi pada PA dan hal lain yang terkait. 2.2.6 Komunikasi tim melalui Ronde Keperawatan Ronde keperawatan yang dilakukan dalam tim ini harus dibedakan dengan ronde keperawatan yang dilakuan dengan clinical manager (ccm). Tujuan ronde keperawatan dalam tim adalah agar PP dan PA bersama-sama melihat proses yang diberikan. 2.2.6.1 Kerjasama dengan tim lain Tim kesehatan lain adalah dokter, ahli gizi, ahli farmasi, fisioterapi, staf laboratorium dll. Peran PP dalam melakukan kerjasama dengan tim lain tersebut adalah : 1. Mengkolaborasikan. 2. Mengkomunikasikan. 3. Mengkoordinasikan semua aspek perawatan pasien yang menjadi tanggung jawabnya. 4. PP dituntut untuk memiliki pengetahuan yang memadai baik segi tingkat pendidikan dalam pengalamannya. PP bertanggung jawab untuk memberikan informasi kondisi pasien yang terkait dengan perawatannya. PP dapat memberikan informasi yang akurat bagi tenaga kesehatan lain, sehingga keputusan medis atau gizi misalnya akan membantu perkembangan pasien selama dalam perawatan, agar PP melakukan komunikasi yang efektif dengan tim kesehatan lain tersebut, maka haruslah disepakati waktu yang tepat untuk mengkomunikasikan pada tim kesehatan yang lain, misalnya melalui ronde antar profesional. Kondisi dimana dokter tidak berada di ruang perawatan dapat menyebabkan komunikasi langsung sangat sulit dilakukan oleh karena itu komunikasi antar tim kesehatan dapat juga terbina melalui dokumentasi keperawatan. Dokumentasi tersebut dibuat oleh PP tetapi sebelumnya harus telah disepakati oleh semua tim kesehatan bahwa dokumentasi yang ada juga dimanfaatkan secara efektif sebagai alat komunikasi. Terciptanya komunikasi yang efektif dengan tim kesehatan dari profesi lain, seorang PP harus memenuhi kepribadian yang baik serta keterampilan berkomunikasi, misalnya memiliki sikap mampu menghargai orang lain, tidak terkesan memerintah atau menggurui atau bahkan menyalahkan orang lain dalam hal ini tim kesehatan dari profesi

lain, merupakan kemampuan yang harus dimiliki PP. Melakukan komunikasi antar profesi ini PP dituntut untuk selalu berpegang pada etika keperawatan. Seorang PP harus melakukan tugas mengkordinasikan semua kegiatan yang terkait dengan pengobatan dan perawatan pasien, misalnya dokter menjadwalkan pasien untuk di rontgen dada dan di USGabdoment sekaligus pemeriksaan mata pada hari yang sama, maka seorang PP harus mampu mengkoordinasikan semua kegiatan tersebut agar tidak melelahkan dan membingungkan bagi pasien dan keluarganya. Misalnya dalam hal ini perawat dapat menjadwal ulang semua kegiatan tadi. 2.3. Tantangan yang dihadapi dalam dinamika tim PP-PA dan tenaga kesehatan lainnya. Tim PP-PA dapat dipandang sebagai suatu kelompok. Masalah atau tantangan yang dapat dialami dalam membina kerjasama profesional dalam kelompok dan antar profesi. Tersebut diantaranya adalah : PP tidak mampu ( tidak kompeten ) melakukan perannya, misalnya tidak mampu membuat renpra, atau memberikan pendelegasian kepada PA yang tidak sesuai dengan kemampuan PA tersebut. PA tidak mampu menjalankan perannya, misalnya PA tidak mampu melakukan tindakan yang sesuai dengan tugas yang telah didelegasikan oleh PP. Sikap tenaga kesehatan lain yang kurang menghargai keberadaan profesi keperawatan. Adanya friksi diantara sesama PA. Tantangan seperti disebutkan diatas dapat di pandang sebagai dinamika yang terjadi dalam kelompok. Menghadapi tantangan tersebut seluruh pihak yang terkait dalam komunikasi perawat pasien baik secara tidak langsung seperti CCM (Clinical Care Manajer) , kepala ruangan, dan secara langsung PP dan PA sendiri harus melakukan evaluasi dan mencari alternatif penyelesaiannya. 2.4. Peran dan Tangguna Jawab Perawat sesuai dengan Jabatannya Peran Kepala Ruangan ( KARU) 1. Sebelum melakukan sharing dan operan pagi KARU....melakukan ronde keperawatan kepada pasien yang dirawat. 2. Memimpin sharing pagi. 3. Memimpin operan. 4. Memastikan pembagian tugas perawat yang telah di buat olek Katim dalam pemberian asuhan keperawatan pada pagi hari. 5. Memastikan seluruh pelayanan pasien terpenuhi dengan baik, meliputi : pengisian Askep, Visite Dokter (Advise), pemeriksaan penunjang (Hasil Lab), dll. 6. Memastikan ketersediaan fasilitas dan sarana sesuai dengan kebutuhan. 7. Mengelola dan menjelaskan komplain dan konflik yang terjadi di area tanggung jawabnya. 8. Melaporkan kejadian luar biasa kepada manajer. Peran Ketua Tim ( KATIM ) Tugas Utama : Mengkoordinir pelaksanaan Askep sekelompok pasien oleh Tim keperawatan di bawah koordinasinya. 1. Mengidentifikasi kebutuhan perawatan seluruh pasien oleh Tim keperawatan di bawah koordinasinya pada saat Pre Croference 2. Mengidentifikasi seluruh PP membuat rencana asuhan keperawatan yang tepat untuk pasiennya. 3. Memastikan setiap PA melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah dibuat PP 4. Melaksanakan validasi tindakan keperawatan seluruh pasien di bawah koordinasinya pada saat Post Conference. 2.5 Penanggung Jawab Shift (PJ Shift) Tugas Utama : menggantikan fungsi pengatur pada saat shift sore/malam dan hari libur. 1. Memimpin kegiatan operan shift sore-malam 2. Memastikan PP melaksanakna follow up pasien tanggung jawabnya 3. Memastikan seluruh PA Melaksanakan Asuhan Keperawatan sesuai dengan rencana yang telah dibuat PP 4. Mengatasi permasalahan yang terjadi di ruang perawatan 5. Membuat laporan kejadian kepada pengatur ruangan. Perawat Pelaksana (PP) dan Perawat Asosiet (PA) : Tugas Utama : Mengidentifikasi seluruh kebutuhan perawatan pasien yang menjadi tanggung jawabnya, merencakan asuhan keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan dan melakukan evaluasi (follow Up)

perkembangan pasien. 1. Mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah dilaksanakan oleh Pa 2. Memastikan seluruh tindakan keperawatan sesuai dengan rencana.

Anda mungkin juga menyukai