Anda di halaman 1dari 50

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Keluarga

1. Pengertian

Istilah keluarga didefinisikan berbeda-beda tergantung dari

orientasi teoritis yang digunakan. Secara umum, keluarga didefinisikan

sebagai unit sosial ekonomi terkecil dalam masyaakat yang merupakan

landasan dasar dari semu institusi. Keluarga merupakan kelompok primer

yang terdiri dari dua atau lebih orang yang mempunyai jaringan interaksi

interpersonal, hubungan darah, hubungan perkawinan dan adopsi.

Untuk lebih detail mengenai batasan keluarga, berikut ini

dihimpun beberapa pandangan menurut para ahli.

a. Logan’s

Keluarga adalah sebuah sistem social dan kumpulan dari

beberapa komponen yang saling berintraksi satu dengan yang lainnya

b. Depkes RI (2012)

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari

kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu

tempat di bawah satu atap dan dalam keadaan saling

ketergantungan (dalam Andarmoyo, 2012).


c. Allender dan Spradley (2011)

Keluarga adalah satu atau lebih individu yang tinggal

bersama, sehingga mempunyai ikatan emosional, dan mengembangkan

dalam interelasi sosial, peran dan tugas (dalam Tantut, 2012).

2. Jenis/Tipe keluarga

Secara umum, tipe keluarga dibagi menjadi dua yaitu keluarga

tradisional dan keluarga modern (nontradisional).

a. Keluarga Tradisional

Tipe keluarga tradisional menunjukan sifat-sifat homogen, yaitu

keluarga yang memiliki struktur tetap dan utuh. Tipe keluarga ini

merupakan yang paling umum kita temui di mana saja, terutama di

negara-negara Timur menjunjung tinggi norma-norma.

Ada beberapa ciri atau tipe keluarga tradisional, sebagai berikut.

1) The nuclear family (Keluarga Inti)

Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak tinggal dalam satu

rumah. Dalam keeharian, anggota keluarga inti hidup bersama

dan saling menjaga. Mereka adalah ayah, ibu, dan anak-anak

2) The dyad (Pasangan Inti)

Tipe keluarga ini biasanya terjadi pada sepasang suami istri

yang baru menikah. Mereka telah membina rumah tangga tetapi

belum dikaruniai anak atau keduanya bersepakat untuk tidak memiliki

anak lebih dulu. Akan tetapi jika di kemudian hari memiliki anak,

maka status tipe keluarga ini menjadi keluarga inti.


3) The extended family(Keluarga Besar)

Keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang hidup bersama

dalam satu rumah seperti nuclear family disertai paman, tante,

orangtua (kakek nenek), keponakan. Keluarga besar cenderung tidk

hidup bersama-sama dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan

karena keluarga besar merupakan gabungan dari beberapa keluarga

inti yang bersumbu dari satu keluarga inti. Satu keluarga memiliki

beberapa anak, lalu anak-anaknya menikah dan memiliki anak, lalu

anak-anaknya menikah dan memiliki anak, an kemudian menikah lagi

dan memiliki anak pula.

4) The single-parent family

Single parentadalah kondisi sesorang tidak memiliki

pasangan lagi. Hal ini bisa di sebabkan karna perceraian atau

meninggal dunia. Jika ia sendirian, maka tidak bisa dikatakan sebagai

keluarga meski sebelumnya pernah membina rumah tangga.

5) Keluarga Single Adult (Bujang Dewasa)

Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri

karena pilihannya atau perpisahan (separasi) seperti: perceraian

atau ditinggal mati.

b. Non Tradisional

Keberadaan keluarga modern merupakan bagian dari

perkembangan sosial di masyarakat. Banyak faktor yang melatar

belakangi kenapa muncul keluarga modern. Salah satu faktor tesebut


adalah munculnya kebutuhan berbagi dan berkeluarga yang tidak hanya

sebatas keluarga inti.

c. The unmarried teenage mother

Keluarga yang terdiri dari orangtua (terutama ibu) dengan anak

dari hubungan tanpa nikah.Kehidupan seorang ibu bersama anaknya

tanpa pernikahan inilah yang kemudian masuk dalam kategori

keluarga.

d. The stepparent family

Keluarga dengan orangtua tiri. Dengan berbagai alasan, dewasa ini

kita temui seorang yang sudah memiliki anak maupun belum.

Kehidupan anak dengan orang tua tirinya inilah yang dimaksud

dengan the stepparent family.

e. Commune family

Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada

hubungan saudara yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan

fasilitas yang Sama, pengalaman yang Sama; sosialisasi anak dengan

melalui aktivitas kelompok/membesarkan anak bersama.

f. The nonmarital heterosexual cohabiting family

Keluarga yang hidup bersama berganti-ganti pasangan

tanpa melalui pernikahan. Seseorang memutuskan untuk hidup bersama

dengan pasangannya. Namun dalam waktu yang relatif singkat,

seseorang itu kemudian berganti pasangan lagi dan tetap tanpa

hubungan pernikahan.
g. Gay and lesbian families

Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama

sebagaimana marital partners‟.

h. Cohabitating family

Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan

karena beberapa alasan tertentu. Misalnya dalam perantauan, karna

merasa satu negara

i. Group-marriage family

Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah tangga

bersama, yang saling merasa menikah satu dengan yang lainnya,

berbagi sesuatu termasuk sexual dan membesarkan anak.

j. Group nework family

Keluarga inti yang dibatasi oleh aturan/nilai-nilai, hidup

berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan barang-barang rumah

tangga bersama, pelayanan, dan bertanggung jawab membesarkan

anak.

k. Foster family

Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan

keluarga/saudara di dalam waktu sementara, pada saat orangtua anak

tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali

keluarga yang aslinya.


l. Homeless family

Keluarga yang berbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang

permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan

keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.

m. Gang

Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda

yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai

perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam

kehidupannya.

3. Struktur dalam Keluarga

Strukturini didasarkan pada perorganisasian dalam keluarga, baik

dari sisi perilaku maupun pola hubungan antara anggota

keluarga.Hubungan yang terjadi ini bisa sangat kompleks, tidak

terbatas pada anggota keluarga tertentu, bahkan bisa melebar hingga

keluarga besar, yang saling membutuhkan, memiliki peran dan harapan

yang berbeda.

a. Pola komunikasi keluarga

Pola interaksi yang berfungsi dalam keluarga memiliki karakteristik:

1) Terbuka, jujur, berpikiran positif, dan selalu berupaya

menyelesaikan konflik keluarga;


2) Komunikasi berkualitas antara pembicaraan dan pendengaran. Dalam

pola komunikasi, hal ini biasa disebut dengan stimulus-respons.

Dengan pola komunikasi yang berfungsi dengan baik ini,

penyampaiaan pesan (pembicaraan) akan mengemukakan pendapat,

meminta dan menerima umpan balik.

b. Struktur Peran

` Struktur peran murupakan serangkaian perilaku yang

diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan. Bapak berperan

sebagai kepala rumah tangga, ibu berperan dalam wilayah domestik, anak

dan lain sebagainya memiliki peran masing-masing dan diharapkan

saling mengerti dan mendukung.

c. Struktur Kekuatan

Struktur kekuatan keluarga menggambarkan adanya kekuasaan

atau kekuatan dalam sebuah keluarga yang digunakan untuk

mengendalikan dan memengaruhi anggota keluarga. Kekuasaan ini

terdapat pada inividu di dalam keluarga untuk mengubah perilaku

anggotanya ke arah positif, baik dari sisi perilaku maupun

kesehatan. Ada beberapa faktor yang mendasari terjadinya struktur

kekuatan keluarga.

1) Legitimate power (kekuatan/wewenang yang sah)

Dalam konteks keluarga, kekuatan ini sebenarnya tumbuh

dengan sendiri karena ada hierarki yang merupakan konstruk

masyarakat kita. Seseorang kepala keluarga adalah pemegang


kekuatan interaksi dalam keluarga. Ia memiliki hak untuk

mengontrol tingkah laku anggota keluarga lainnya, terutama pada

anak-anak.

2) Referent power

Dalam masyarakat kita, orangtua adalah panutan utama

dalam keluarga, terlebih posis ayah sebagai kepala keluarga.

Apa yang dilakukan ayah akan menjadi contoh, baik oleh

pasangannya maupun anak-anaknya.

3) Reward power

Kekuasaan penghargaan berasal dari adanya harapan bahwa

orang yang berpengaruh dan dominan akan melakukan sesuatu

yang positif terhadap ketaatan seseorang.

4) Coercive power

Ancaman dan hukuman menjadi pokok dalam membangun

kekuatan keluarga mendefinisikan kekuatan ini sebagai kekuasaan.

4. Peran Keluarga

Peranan keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan

oleh seseorang dalam konteks keluarga. Sehingga peran keluarga

menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang

berhubungan dengan individu dalam posisi dalam situasi tertentu. Peranan

individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari

keluarga, kelompok, dan masyarakat.Setiap anggota keluarga mempunyai

peran masing-masing, antara lain adalah:


a. Ayah

Ayah sebagai pemimpin keluarga mempunyai peran sebagai

pencari nafkah, pendidik, pelindung/ pengayom, pemberi rasa aman

bagi setiap anggota keluarga dan juga sebagi anggota masyarakat

kelompok sosisal tertentu.

b. Ibu

Ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh danpendidik anak-

anak, pelindung keluarga dan juga sebagai pencari nafkah

tambahan keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial

tertentu.

c. Anak

Anak berperan sebagai pelaku psikososial sesuai dengan

perkembangan fisik, mental, sosial, dan spiritual (Setiadi, 2008).

5. Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga menurut Friedman, Bowden, & Jones (2003)

(dalam Tantut, 2012) dibagi menjadi lima, yaitu:

a. Fungsi afektif dan koping: keluarga memberikan kenyamanan

emosional anggota, membantu anggota dalam membentuk identitas dan

mempertahankan saat terjadi stress.

b. Fungsi sosialisasi: keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan,

nilai, sikap, dan mekanisme koping; memberikan feedback; dan

memberikan petunjuk dalam memecahkan masalah.

c. Fungsi reproduksi: keluarga melahirkan anak.


d. Fungsi ekonomi: keluarga memberikan finansial untuk anggota

keluarganyadan kepentingan di masyarakat.

e. Fungsi fisik atau perawatan kesehatan: keluarga memberikan

keamanan, kenyamanan lingkungan yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan, perkembangan dan istirahat termasuk untuk

penyembuhan dari sakit

6. Tahapan Perkembangan dan Tugas Perkembangan Keluarga

Tahap perkembangan keluarga dibagi sesuai dengan kurun

waktu tertentu yang dianggap stabil, misalnya keluarga dengan anak

pertama berbeda dengan keluarga dengan remaja. Menurut Rodgers

(Friedman, 1998), meskipun setiap keluarga melalui tahap

perkembangannya secara unik, namun secara umum seluruh keluarga

mengikuti pola yang sama. Tiap tahap perkembangan membutuhkan

tugas atau fungsi keluarga agar dapat melalui tahap tersebut dengan sukses.

Tahap-tahap perkembangan keluarga yang paling banyak digunakan

untukkeluarga inti dengan dua orang tua adalah delapan tahap siklus

kehidupan keluarga dari Duvall (1977):

a. Tahap I Pasangan Baru (Keluaraga Baru)

Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-

laki (suami) dan wanita (istri) membentuk keluarga melalui perkawinan

yang sah dan meninggalkan keluarga masing-masing dan yang

berakhir ketika lahirnya anak pertama. Dua orang yang membentuk

keluarga perlu mempersiapkan kehidupan keluarga yang baru karena


keduanya membutuhkan penyesuaian peran dan fungsi dalam

kehidupan sehari-hari. Tugas perkembangan pada tahap pasangan

baru adalah:

1) Membina hubungan intim yang memuaskan, yaitu pemenuhan

kebutuhan psikologis suami dan istri. Suami maupun istri perlu

saling memerhatikan, menciptakan komunikasi terbuka

danmenyenangkan, serta saling menghargai dan

menghormati keberadaannya (fungsi afektif keluarga).

2) Membina hubungan persaudaraan secara harmonis, suami maupun

istri harus saling menjalin hubungan dengan keluarga pasangannya

sehingga terbentuk interak si sosial yang harmonis (fungsi

sosialisasi keluarga).

3) Mendiskusikan rencana memiliki anak, pasangan suami istri harus

mulai merencanakan, kapan dimulainya kehamilan sampai berapa

anak yang diinginkan dengan mempertimbangkan kemampuan

yang dimiliki (fungsi perawatan anak secara fisik, psikologis

maupun sosial dan fungsi ekonomi) (diadaptasi dari Tantut (2012),

Andarmoyo (2012)).

b. Tahap II keluarga “Child-bearing” (Kelahiran Anak Pertama)

Dimulai dari lahirnya anak pertama sampai dengan anak berusia 30

bulan atau 2, 5 tahun. Kehadiran bayi pertama ini akan

menimbulkan suatu perubahan yang besar dalam kehidupan rumah

tangga. Kelahiran anak pertama merupakan pengalaman keluarga yang


sangat penting dan sering merupakan krisis keluarga. Masalah-

masalah yang lazim ditemukan pada tahap ini adalah:

1) Suami merasa diabaikan.

2) Terdapat peningkatan perselisihan dan argument antara suami dan

istri.

3) Interupsi dalam jadwal yang kontinu.

4) Kehidupan seksual dan sosial terganggu dan menurun.

Oleh karena itu, keluarga dituntut untukmampu beradaptasi

terhadap peran baru yang dimilikinya dan harus mampu

melaksanakan tugas dari peran baru tersebut. Tugas

perkembangan pada tahap child bearing adalah:

1) Persiapan menjadi orang tua, yaitu keluarga mulai

mengintegrasi bayi ke dalam kehidupan keluarga sehingga

keluarga mulai memainkan peran sebagai orangtua. Bayi

membutuhkan perhatian besar untuk pertumbuhan dan

perkembangannya.

2) Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga: peran, interaksi,

hubungan seksual dan kegiatan, keluarga perlu mengidentifikasi

tugas perkembangan pribadi dan perannya sebagi orangtua. Hal ini

dibutuhkan agar tidak terjadi penyimpangan dalam menjalankan

tugasnya, serta membantu menyelesaikan tugas yang dibebankan.

3) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan,

Hubungan yang kokoh dan bergairah sangat penting bagi


stabilitas dan moral keluarga. (Diadaptasi dari Tantut (2012),

Andarmoyo (2012))

c. Tahap III keluarga dengan anak Prasekolah

Tahap ini dimulai saat anak pertama berusia 2,5 tahun dan

berakhir saat anak berusia 5 tahun. Pada tahap ini kesibukan akan

bertambah sehingga menuntut perhatian yang lebih banyak dari

orangtua. Orangtua adalah arsitek keluarga sehingga orangtua

harus merancang dan mengarahkan perkembangan keluarga agar

dapat semakin memperkokoh kemitraan dan perkawinan mereka

(dalam Tantut (2012), Andarmoyo (2012)). Tugas perkembangan pada

tahap prasekolah:

1) Memenuhi Kebutuhan anggota keluarga seperti tempat tinggal,

privasi dan rasa aman Membantu anak untuk bersosialisasi.

2) Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara anak yang

lain juga harus terpenuhi.

3) Mempertahankan hubungan yang sehat baik di dalam maupun

diluar keluaga (keluarga lain dan lingkungan sekitar).

4) Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.

5) Pembagian tanggung jawabanggota keluarga.

6) Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak

(dalamTantut, 2012).

d. Tahap IV keluarga dengan anak usia sekolah


Tahap ini dimulai saat anak berusia 6 tahun dan mulai masuk

sekolah dasar dan berakhir pada usia 12 tahun. Keluarga perlu membantu

meletakan dasar penyesuaian diri anak dengan teman sebaya. Tugas

perkembangan pada tahap anak usia sekolah adalah:

1) Membantu sosialisasi anak: tetanga, sekolah dan lingkungan,

kegiatan mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya

intelektual, menyediakan aktivitas untuk anak dan membantu

sosialisasi anak keluar rumah merupakan kegiatan yang harus

dilakukan oleh orangtua.

2) Mempertahankan keintiman pasangan, saat ini hubungan

perkawinan sering mengalami penurunan.orangtua lebih fokuspada

karir dan pendidikan anak.

3) Memenuhi kebutuhan fisik anggota keluarga, keluarga perlu

menyediakan kebutuhan gizi bagi anggota keluarganya.

Keluarga perlu pula menyediakan kebutuhan anak akan kesehatan

terutama kesehatan kulit dan gigi. (Diadaptasi dari Tantut (2012),

Andarmoyo (2012))

e. Tahap V keluarga dengan Remaja

Tahap ini dimulai saat anak pertama berusia 13 tahun dan

berakhir pada 6-7 tahun kemudian. Tahap ini merupakan tahap yang

paling sulit, karena orangtua melepas otoritasnya dan

membimbinganak untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul

konflik antara orangtua dan remaja karena anak menginginkan


kebebasan untuk melakukan aktivitasnya sementara orangtua

mempunyai hak untuk mengontrol. Tugas perkembangan pada tahap

remaja adalah:

1) memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab,

orangtua harus mempercayai anak agar mandiri secara prematur,

dengan mengabaikan kebutuhan ketergantungannya.

2) Mempertahankan hubungan yang intim dalam keluarga, pada

masa ini anak telah lebih bertanggung jawab terhadap diri

sendiri sehingga pasangan suami istri akan lebih banyak waktu

untuk dapat meniti karir atau menciptakan kesenangan

perkawinan.

3) Mempertahankan komunikasi terbuka.

4) Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang

keluarga, meskipun peraturan dalam keluarga perlu diubah, etika

dan standar moral keluarga perlu dipertahankan oleh orangtua,

sementara remaja mencari nilai dan keyakinan mereka sendiri (dalam

Tantut, (2012) & Andarmoyo, (2012)).

f. Tahap VI keluarga dengan dewasa awal

Tahap ini dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah

dan berakhir saat anak terakhir meninggalkan rumah. Keluarga

menyiapkan/ membantu anak tertua dalam melepaskan diri untuk

membentuk keluarga sendiri dan tetap membantu anak terakhir/yang


lebih kecil untuk mandiri. Tugas perkembangan pada tahap dewasa awal

adalah:

1) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.

2) Mempertahankan keintiman pasangan.

3) Membantu orangtua suami/isteri yang memasuki

lansia.Penataan kembali peran dan kegiatan rumah

tangga(DalamTantut, 2012).

g. Tahap VII keluarga usia pertengahan

Tahap ini dimulai saat anak terakhir meninggalkan rumah dan

berakhir pada saat pensiun atau kematian salah satu pasangan. Atau pada

saat orangtua berusia 45-55 tahun dan berakhir 16-18 tahun kemudian.

Tugas perkembangan pada tahap usia pertengahan adalah:

1) Mempertahankan kesehatan

2) Mempertahankan hubungan sebaya dan anak-anak

3) Memperkokoh hubungan perkawinan (Dalam Tantut, 2012 dan

andarmoyo, 2012).

h. Tahap VIII keluarga Lansia

Tahap ini merupakan tahap terakhir dimana, dimulai ketika

salah satu atau ke dua pasangan pensiun, sampai salah satu

pasangan meninggal dan berakhir ketika ke dua pasangan meninggal.

Proses lanjut usia dan pensiun merupakan realitas yang tidak dapat

dihindari karena berbagai stressor dan kehilangan yang harus

dialami keluarga. Dengan memenuhi tugas perkembangan pada fase ini


diharapkan orangtua mampu beradaptasi menghadapi stressor

tersebut.Tugas perkembangan pada tahap lansia adalah:

1) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.

2) Menyesuaikan diri dengan perubahan.

3) Mempertahankan hubungan perkawinan.

4) Mempertahankan ikatan keluarga antargenerasi.

5) Melakukan life review(Dalam Tantut, 2012 dan andarmoyo, 2012).

B. Peran Perawat memberikan Asuhan Keperawatan Kesehatan Keluarga.

Dalam (Setiadi,2008), memberikan asuhan keperawatan kesehatan

keluarga ada beberapa peranan yang dapat dilakukan oleh perawat antara lain :

1. Pemberian Asuhan Keperwatan kepada anggota keluarga.

2. Pengenal/pengamat masalah dan kebutuhan kesehatan keluarga.

3. Koordinator pelayanan kesehatan dan perawatan kesehatan keluarga.

4. Fasilitator menjadikan pelayanan kesehatan itu mudah dijangkau.

5. Pendidikan kesehatan, perawat dapat berperan sebagai pendidikan

untuk merubah perilaku keluarga dari perilaku tidak sehat.

6. Penyulun dan konsultan, perawat dapat berperan memberikan petunjuk

tentang Asuhan Keperawatan dasar terhadap keluarga disamping

menjadi penasehat dalam mengatasi masalah-masalah perawatan keluarga

C. Proses keperawatan keluarga

1. Pengkajian
Pengkajian adalah suatu tahapan dimana seorang perawat

mengambil informasi secara terus-menerus terhadap anggota keluarga

yang dibinanya (Murwani, 2008).Hal-hal yang dikaji dalam keluarga

adalah:

a. Data umum

Pengkajian terhadap data umum keluarga meliputi :

1) Nama kepala keluarga (KK)

2) Alamat dan telepon

3) Pekerjaan kepala keluarga

4) Pendidikan kepala keluarga

5) Komposisi keluarga

6) Tipe keluarga

Menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga beserta kendala

atau masalah-masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga

tersebut.

7) Tipe bangsa

Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut serta

mengidentifikasi budaya suku bangsa tersebut terkait dengan

kesehatan.

8) Agama

Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta

kepercayaan yang dapat mempengaruhi kesehatan.


9) Status sosial ekonomi keluarga

Status ekonomi sosial keluarga ditentukan oleh pendapatan baik

dari kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu

status sosialekonomi keluarga ditentuka pula oleh kebutuhan-

kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang

yang dimiliki oleh keluarga.

10) Aktivitas rekreasi keluarga

Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat kapan saja keluarga

pergi bersama-sama untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu

namun dengan menonton TV dan mendengarkan radio juga

merupakan aktivitas rekreasi.

b. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga

Yang perlu dikaji pada tahap perkembangan adalah :

1) Tahap perkembangan keluarga saat ini

Tahap perkembangan keluarga ditentukan dengan anak

tertua dari keluarga inti.

2) Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi

Menjelaskan mengenai tugasperkembangan keluarga yang

belum terpenuhi oleh keluarga serta kendala mengapa tugas

perkembangan tersebut belum terpenuhi.

3) Riwayat keluarga Inti.


Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada inti, yang

meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan

masing-masing anggota keluarga, perhatian terhadap pencegahan

penyakit (imunisasi), sumber pelayanan kesehatan yang bisa

digunakan serta riwayat perkembangan dan kejadian-kejadian

atau pengalaman penting yang berhubungan dengan kesehatan.

4) Riwayat keluarga sebelumnya

Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga dari

pihak suami dan istri.

c. Data lingkungan

1) Karakteristik rumah

Karakteristik rumah dididentifikasikan dengan melihat luas

rumah, tipe rumah, jumlah ruangan, jumlah jendela,

pemanfaatan ruangan, peletakan perabotan rumah tangga, jenis septic

tank, jarak septic tank dengan sumber air, sumber air minum

yang digunakan serta denah rumah.

2) Karakteristik tetangga dan komunitas RW

Menjelaskan mengenai karakteristik dari tetangga dan

komunitas setempat, yang meliputi kebiasaan, lingkungan fisik,

aturan/ kesepakatan penduduk setempat, budaya setempat yang

mempengaruhi kesehatan.

3) Mobiltas geografis keluarga


Mobilitas geografis keluarga ditentukan dengan kebiasaan

keluarga berpindah tempat.

4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat

Menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga

untuk berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh

mana keluarga interaksinya dengan masyarakat.

5) Sistem pendukung keluarga

Yang termasuk pada sistem pendukung keluarga adalah

jumlah keluarga yang sehat, fasilitas-fasilitas yang dimiliki

keluarga untuk menunjang kesehatan. Fasilitas mencakup,

fasilitas fisik, fasilitas psikologis atau dukungan dari anggota

keluarga dan fasilitas sosial atau dukungan dari masyarakat

setempat.

d. Struktur keluarga

1) Pola komunikasi keluarga

Menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antar anggotakeluarga.

2) Struktur kekeuatan keluarga

Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan

mempengaruhi orang lain untuk merubah perilaku.

3) Struktur peran

Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga

baik secara formal maupun informal.

4) Nilai atau norma keluarga


Menjelaskan mengenai nilai dan norma yang dianut oleh

keluarga, yang berhubungan denga kesehatan.

e. Fungsi-fungsi keluarga

1) Fungsi afektif

Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga,

perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan

keluarga terhadap anggota keluarga lainnya, bagaimana

kehangatan tercipta pada anggota keluarga, dan bagaimana

keluarga mengembangkan sikap saling menghargai.

2) Fungsi sosialisasi

Hal yang perlu dikaji bagaimana interaksi atau hubungan

dalam keluarga, sejauh mana anggota keluarga belajar disiplin, norma,

budaya dan perilaku.

3) Fungsi perawatan kesehatan

Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanan,

pakaian, perlindungan serta merawat anggota keluarga yang sakit.

Sejauh mana pengetahuan keluarga mengenai sehat sakit.

Kesanggupan keluarga di dalam melaksanakan perawatan

kesehatan dapat dilihat dari kemampuan keluarga melaksanakan 5

tugas kesehatan keluarga, yaitu keluarga mampu mengenal

masalah kesehatan, mengambil keputusan untuk melakukan

tindakan,melakukan perawatan terhadap anggota keluarga yang

sakit, menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan


kesehatan, dan keluarga mampu memanfaatkan fasilitas

kesehatan yang terdapat dilingkungan setempat.

4) Fungsi reproduksi

Hal yang perlu dikaji megenai fungsi reproduksi keluarga adalah:

a) Berapa jumlah anak

b) Bagaimana keluarga merencanakan jumlah anggota

keluarga

c) Metode apa yang digunakan keluarga dalam upaya

mengendalikan jumlah anggota keluarga.

5) Fungsi ekonomi

Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi keluarga adalah:

a) Sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan

dan papan

b) Sejauh mana keluarga memanfaatkan sumber yang ada di

masyarakat dalam upaya peningkatan status kesehatan

keluarga.

f. Stres dan koping keluarga

1) Stresor jangka pendek dan panjang

a) Stresor jangka pendek yaitu stresor yang dialami keluarga yang

memerlukan penyelesaian dalam waktu ± 6 bulan.


b) Stresor jangka panjang yaitu stresor yang dialami keluarga

yang memerlukan penyelesaian dalam waktu lebih dari 6

bulan.

a) Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi / stresor

Hal yang perlu dikaji adalah sejauh mana keluarga

berespon terhadap situasi / stresor.

2) Strategi koping yang digunakan

Strategi koping apa yang digunakan keluarga bila

meghadapi permasalahan.

3) Strategi adaptasi disfungsional

Dijelaskan mengenai strategi adaptasi disfungsional yang

digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan.

g. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga.

Metode yang digunakan pada pemeriksaan fisik berbeda dengan

pemeriksaan fisikdi klinik.

h. Harapan keluarga

Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan

keluarga terhadap petugas kesehatan yang ada.

2. Penerapan prioritas masalah

Skala untuk menentukan prioritas


Asuhan Keperawatan Keluarga
(Bailon dan Maglaya, 1978 dalam Murwani, 2008)
No KRITERIA BOBOT
1. Sifat masalah 1
Skala : tidak/ kurang sehat 3
Ancaman kesehatan 2
Keadaan sejahtera 1
2. Kemungkinan masalah dapat dirubah 2
Skala : Mudah 2
Sebagian 1
Tidak dapat 0
3. Potensial masalah untuk dicegah 1
Skala : Tinggi 3
Cukup 2
Rendah 1
4. Menonjolnya masalah 1
Skala : Masalah berat harus segera ditangani 2
Ada masalah tetapi tidak perlu 1
ditangani 0
Masalah tidak dirasakan
Skoring :
a) Tentukan skore untuk setiap kriteria
b) Skore dibagi dengan angka tertinggi dan kalikanlah dengan
bobot
c) Jumlahkanlah skore untuk semua kriteria

3. Prioritas diagnosa keperawatan

Dengan melihat kriteria yang pertama, yaitu sifatnya masalah,

bobot yang lebih berat diberikan pada tidak / kurang sehat karena pertama

memerlukan tindakan segera dan biasanya disadari dan dirasakan oleh

keluarga. Untuk kriteria kedua, yaitu untuk kemungkinan masalah dapat

diubah perawat perlu memperhatikan terjangkaunya faktor-faktor sebagai

berikut :

a. Pengetahuan yang ada sekarang, teknologidan tindakan untuk

menangani masalah.

b. Sumber daya keluarga : dalam bentuk fisik, keuangan dan tenaga.


c. Sumber daya perawat : dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan

waktu.

d. Sumber daya masyarakat : dalam bentuk fasilitas, organisasi dalam

masyarakat, dansokongan masyarakat.

Untuk kriteria ketiga, yaitu potensial masalah dapat dicegah,faktor-

faktor yang perlu diperhatikan ialah :

a. Lamanya masalah, yang berhubungan dengan jangka waktu maslah

itu ada.

b. Tindakan yang sedang dijalankan adalah tindakan-tindakanyang tepat

dalam memperbaiki masalah.

c. Adanya kelompok “high risk” atau kelompok yang sangat peka

menambah potensi untuk mencegah masalah.

Untuk kriteria keempat, yaitu menonjolnya masalah perawat

perlumenilai persepsi atau bagaimana keluarga melihat masalahkesehatan

tersebut. Nilai skore yang tinggi yang terlebih dahulu dilakukan intervensi

keperawatan keluarga (Murwani, 2008).

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai,

keluarga,atau masyarakat yang diperoleh melalui suatu proses

pengumpulandata dan analisa data secaracermat, memberikan dasar

untukmenetapkan tindakan-tindakan dimana perawat

bertanggungjawabuntuk melaksanakannya (Mubarak, 2007).

4. Tahapan tindakan keperawatan keluarga


Tindakan keperawatan terhadap keluarga mencakup hal-hal berikutini

(Murwani, 2007) :

a. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenal masalah-

masalah kesehatan dengan cara :

1) Memberikan informasi

2) Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan

3) Mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah

b. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang

tepat, dengan cara :

1) Mengidentifikasi konsekuensi tidak melakukan tindakan

2) Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga

3) Mendiskusikan tentang konsekuensi tiap tindakan

c. Memberikan kepercayaandiri dalam merawat anggota keluarga

yang sakit dengan cara :

1) Mendemonstrasikan cara perawatan

2) Menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah

3) Mengawasi keluarga melakukan perawatan

d. Membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimana

membuat lingkuan menjadisehat, dengan cara :

1) Menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga

2) Melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal

mungkin.
e. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang

ada, dengan cara :

1) Mengenakan fasilitas kesehatan yang adadi lingkungan keluarga

2) Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan antara hasil

implementasi dengan kriteria yang telah ditetapkan untuk melihat

keberhasilannya. Kegiatan evaluasi meliputi mengkaji kemampuan status

kesehatankeluarga, membandingkan respon keluarga dengan kriteria hasil

danmenyimpulkan hasil kemajuan masalahdan kemajuan percapaian

tujuankeperawatan. Bila hasil evaluasi tidak / berhasil sebagian, perlu

disusunrencana keperawatan yang baru. Perlu diperhatikan juga evaluasi

yangdilakukan beberapa kali dengan melibatkan keluarga sehingga perlu

puladirencanakan waktu yang sesuai dengan kesediaan keluarga

(Murwani,2008).

Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP secara

operasionalmenurut Murwani (2008) :

S : adalah hal-hal yang dikemukakan oleh keluarga secara subjectif

setelahdilakukan intervensi keperawatan.

O : adalah hal-hal yang ditemui oleh perawat secara objektif setelah

dilakukanintervensi keperawatan.

A : adalah analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada

tujuanyang terkait dengan diagnosis.


P : adalah perencanaan yang akan datang setelah melihat respon dari

keluargapada tahapan evaluasi.

D. Konsep Dasar Diare

1. Konsep Medis Diare

a. Pengertian diare

Diare adalah tinja encer keluar lebih sering, diare bukan

merupakan suatu penyakit tetapi kelihatan dalam keadaan seperti

enteritis regionalis, sprue, colitis ulcerosa, berbagai infeksi usus dan

kebanyakan karena jenis radang lambung dan usus (Sasongko, 2009).

Menurut Dewi, (2010) Diare adalah pengeluaran feses yang tidak

normal dan cair dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas penulis dapat mengambil

kesimpulan pengertian diareadalah suatu keadaan dimana terjadi pola

perubahan BAB lebih dari biasanya (> 3x/hari) disertai perubahan

konsistensi tinja lebih encer konsistensi tinja lebih encer atau berair

dengan atau tanpa darah dan tanpa lendir.

b. Patogenesis

Menurut Ngastiyah (2005) dalam Sukartika (2013), mekanisme

dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:

1) Gangguan osmotik

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat

diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus


meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam

rongga usus. Isi rongga 9 usus yang berlebihan ini akan merangsang

usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

2) Gangguan sekresi

Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding

usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam

rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat

peningkatan isi rongga usus.

3) Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya

kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul

diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan

bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare

pula.

c. Patofisiologi

Menurut Hidayat (2006), proses terjadinya diare dapat

disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor diantaranya:

1) Faktor infeksi

Faktor ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman)

yang masuk dalam saluran pencernaan yang kemudian

berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang

dapat menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi

perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan


gangguan fungsi usus dalam absorbs cairan dan elektrolit.

Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri akan menyebabkan system

transport aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang

kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat.

2) Faktor malabsorbsi

Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang

mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi

pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat

meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare.

3) Faktor makanan

Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap

dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang

mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan

yang kemudian menyebabkan diare.

4) Faktor psikologis

Dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan pristaltik

usus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan

yang dapat menyebabkan diare

d. Etiologi

1) Infeksi

Enternal yaitu infeksi yang terjadi dalam saluran

pencernaan dan merupakan penyebab utama terjadinya diare. Infeksi

enternal meliputi:
a) Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella

Compylobacter, Yersenia dan Aeromonas.

b) Infeksi virus: Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie

dan Poliomyelitis, Adenovirus, Rotavirus dan Astrovirus).

c) Infeksi parasit: Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris,

dan Strongylodies), Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia

lamblia, dan Trichomonas homonis), dan jamur (Candida albicans).

d) Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar

alat pencernaan, seperti Otitis Media Akut (OMA),

tonsilofaringitis, bronkopeneumonia, ensefalitis dan sebagainya.

Keadaan ini terutama pada bayi dan anak dibawah 2 tahun

2) Faktor malabsorbsi

a) Malabsorbsi kabohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa

dan sukrosa), monosakarida (intiloransi glukosa, fruktosa dan

galaktosa), pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering

(intoleransi laktosa).

b) Malabsorbsi lemak

c) Malabsorbsi protein

3) Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

4) Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang tetapi dapat

terjadi pada anak yang lebih besar. (Ngastiyah, 2005).


e. Manifestasi Klinik

Menurut Ngastiyah (2005)dalam Sukartika (2013), manifestasi

klinik penyakit diare antara lain cengeng, rewel, gelisah, suhu

meningkat, nafsu makan menurun, feses cair dan berlendir, kadang juga

disertai dengan adanya darah. Kelamaan, feses ini akan berwarna

hijau dan asam, anus lecet, dehidrasi, bila menjadi dehidrasi berat akan

terjadi penurunan volume dan tekanan darah, nadi cepat dan kecil,

peningkatan denyut jantung, penurunan kesadaran dan diakhiri dengan

syok, berat badan menurun, turgor kulit menurun, Mata dan ubun-ubun

cekung, dan selaput lendir dan mulut serta kulit menjadi kering.

f. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk mengetahui

terjadinya penyakit diare pada balita menurut Staf pengajaran

ilmu kesehatan anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)

2007:

1) Pemeriksaan tinja

a) Makroskopis dan mikroskopis

b) pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan

tablet clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula.

c) Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.

2) Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah,

dengan menentukan pH dan cadangan alkali atau pemeriksaan

analisa gas darah menurut Satrup (bila memungkinkan).


3) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.

4) Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium

dan fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai

kejang).

5) Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik

atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama

dilakukan pada penderita diare kronik.

g. Komplikasi Diare

Menurut Sukartika (2013), akibat diare dan kehilangan cairan serta

elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai komplikasi sebagai

berikut dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik,

hipertonik), hipokalemia, hipokalsemia, cardiac dysrhythmias akibat

hipokalemi dan hipokalsemi, hiponatremia, syok hipovolemik, dan

asidosis.

h. Prinsip Penatalaksanaan Diare

1) Mencegah terjadinya dehidrasi

Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari

rumah dengan memberikan minum lebih banyak dengan cairan

rumah tangga yang dianjurkan, seperti air tajin, kuah sayur, air sup.

Macam cairan yang dapat digunakan akan tergantung pada:

a) Kebiasaan setempat dalam mengobati diare.

b) Tersedianya cairan sari makanan yang cocok

c) Jangkauan pelayanan kesehatan


d) Tersedianya oralitBila tidak mungkin memberikan cairan rumah

tangga yang dianjurkan, berikan air matang.

2) Mengobati dehidrasi

Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus

segera dibawa ke petugas kesehatan atau sarana kesehatan untuk

mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat, yaitu dengan

oralit. Bila terjadi dehidrasi berat, penderita harus segera diberikan

cairan intravena dengan Ringer Laktat sebelum dilanjutkan terapi oral.

3) Memberi makanan

Berikan makanan selama serangan diare untuk memberikan

gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan

tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Berikan cairan

termasuk oralit dan makanan sesuai yangdianjurkan.

a) Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI.

b) Anak yang minum susu formula diberikan lebih sering dari

biasanya.

c) Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah

mendapat makanan padat harus diberikan makanan yang

mudah dicerna sedikit-sedikit tetapi sering.

d) Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan

selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak.

4) Mengobati masalah lain


Apabila dikemukakan penderita diare disertai dengan

penyakit lain, maka diberikan pengobatan sesuai indikasi, dengan

tetap mengutamkan rehidrasi. Tidak ada obat yang aman dan

efektif untuk menghentikan diare.(WHO, 1987) dalam Sukartika

(2013).

5) Penatalaksanaan diare selama dirumah

a) Berikan air susu ibu (ASI) lebih sering. Bila anak mendapatkan

susu formula. Berikan lebih sering.

b) Makan seperti biasa dan minum lebih sering. Pemberian

makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi agar

anak tetap mencegah berkurangnya berat badan.

c) Setelah diare berhenti, anak di berikan makanan ektra selama

2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.

d) Berikan segera cairan oralit setiap kali bayi/anak balita buang

air besar. Bila tidak ada oralit, berikan air matan, kuah

sayur/beredar di pasaran pada umumnya oralit dengan osmolaritas

rendah yang dapat mengurangi rasa mual muntah.

e) Jika anak balita muntah, tunggu 10 menit kemudian lanjutkan

lagi pemberian cairan oralit sedikit demi sedikit.

f) Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.

g) Jangan berikan obat apapun kecuali obat dari

petugas kesehatan/dokter. Pemberian obat anti diare dapat

membahayakan bayi dan anak balita (WHO, 2009).


i. Pencegahan

Pencegahan diare menurut Pedoman Tatalaksana Diare Depkes

RI (2006) adalah sebagai berikut:

1) Pemberian ASI

ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan

adanya antibodi dan zatzat lain yang dikandungnya. ASI turut

memberikan perlindungan terhadap diare pada bayi yang baru

lahir. Pemberian ASI eksklusif mempunyai dayalindung 4 kali

lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai

dengan susu botol. Florausus pada bayi-bayi yang disusui mencegah

tumbuhnya bakteri penyebab diare (Depkes RI, 2006).Pada bayi

yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama kehidupan

resiko terkena diare adalah 30 kali lebih besar. Pemberian susu

formula merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan

botol untuk susu formula biasanya menyebabkan risiko tinggi

terkena diare sehingga bisa mengakibatkan terjadinya gizi buruk

(Depkes RI, 2006).

2) Pemberian Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi

secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa.

Pada masa tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayi

sebab perilaku pemberian makanan pendamping ASI dapat

menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diare ataupun


penyakit lain yang menyebabkan kematian (Depkes RI, 2006).

Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian

makanan pendamping ASI yang lebih baik yaitu :

a) Memperkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4-6

bulan tetapi masih meneruskan pemberian ASI. Menambahkan

macam makanan sewaktu anak berumur 6 bulan atau lebih.

Memberikan makanan lebih sering (4 kali sehari) setelah anak

berumur 1 tahun, memberikan semua makanan yang dimasak

dengan baik 4-6 kali sehari dan meneruskan pemberian ASI bila

mungkin.

b) Menambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan

biji-bijian untuk energi. Menambahkan hasil olahan susu, telur,

ikan, daging, kacang–kacangan, buah-buahan dan sayuran

berwarna hijau ke dalam makanannya. Mencuci tangan

sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak, serta

menyuapi anak dengan sendok yang bersih.

c) Memasak atau merebus makanan dengan benar, menyimpansisa

makanan pada tempat yang dingin dan memanaskan dengan

benar sebelum diberikan kepada anak (Depkes RI, 2006).

3) Menggunakan air bersih yang cukup

Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan

melalui jalur fecal-oral mereka dapat ditularkan dengan memasukkan

kedalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja


misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam

panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2006). Masyarakat

yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih

mempunyai resiko menderita diare lebih kecil dibandingkan

dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih (Depkes

RI, 2006).

Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare

yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air

tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai

penyimpanan di rumah (Depkes RI, 2006). Yang harus diperhatikan

oleh keluarga adalah:

a) Air harus diambil dari sumber terbersih yang tersedia.

b) Sumber air harus dilindungi dengan menjauhkannya dari

hewan, membuat lokasi kakus agar jaraknya lebih dari 10 meter

dari sumber yang digunakan serta lebih rendah, dan menggali

parit aliran di atas sumber untuk menjauhkan air hujan dari

sumber.

c) Air harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah bersih.

Dan gunakan gayung bersih bergagang panjang untuk mengambil

air.

d) Air untuk masak dan minum bagi anak harus dididihkan. (Depkes

RI, 2006)

4) Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan

perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah

mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama

sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak,

sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan

anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian

diare (Depkes RI, 2006).

5) Menggunakan Jamban

Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya

penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam

penurunan resiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak

mempunyai jamban harus membuat jamban, dan keluarga harus

buang air besar di jamban (Depkes RI, 2006). Yang harus diperhatikan

oleh keluarga :

a) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan

dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga.

b) Bersihkan jamban secara teratur.

c) Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke

tempat buang air besar sendiri, buang air besar hendaknya

jauh dari rumah, jalan setapak dan tempat anak-anak bermain

serta lebih kurang 10 meter dari sumber air, hindari buang air

besar tanpa alas kaki. (Depkes RI, 2006).

6) Membuang Tinja Bayi yang Benar


Banyak orang beranggapan bahwa tinja anak bayi itu tidak

berbahaya. Hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula

menularkan penyakit pada anak-anak dan orangtuanya. Tinja bayi

harus dibuang secara bersih dan benar, berikut hal-hal yang harus

diperhatikan:

a) Kumpulkan tinja anak kecil atau bayi secepatnya, bungkus

dengan daun atau kertas koran dan kuburkan atau buang di kakus.

b) Bantu anak untuk membuang air besarnya ke dalam wadah

yang bersih dan mudah dibersihkan. Kemudian buang ke dalam

kakus dan bilas wadahnya atau anak dapat buang air besar di

atas suatu permukaan seperti kertas koran atau daun besar dan

buang ke dalam kakus.

c) Bersihkan anak segera setelah anak buang air besar dan

cuci tangannya (Depkes RI, 2006).

7) Pemberian Imunisasi Campak

Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian

imunisasi campak juga dapat mencegah diare oleh karena itu beri

anak imunisasi campak segerasetelah berumur 9 bulan (Depkes

RI, 2006). Anak harus diimunisasi terhadap campak secepat

mungkin setelah usia 9 bulan. Diare dan disentri sering terjadi dan

berakibat berat pada anak-anak yang sedang menderita campak

dalam 4 mingggu terakhir. Hal ini sebagai akibat dari penurunan

kekebalan tubuh penderita. Selain imunisasi campak, anak juga


harus mendapat imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi BCG

untuk mencegah penyakit TBC, imunisasi DPT untuk mencegah

penyakit diptheri, pertusis dan tetanus, serta imunisasi polio yang

berguna dalam pencegahan penyakit polio (Depkes RI, 2006).

Pencegahan terhadap diare atau pencarian terhadap pengobatan

diare pada balita termasuk dalam perilaku kesehatan. Adapun

perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2007) adalah suatu respon

seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan

dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan

minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat

diklasifikasikan menjadi 3 kelompok:

1) Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance).

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk

memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha

untuk penyembuhan bilamana sakit.

2) Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas

kesehatan (health seeking behavior)

Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang

pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan

3) Perilaku kesehatan lingkungan

Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik

lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya

2. Konsep Asuhan Keperawatan Diare


a. Pengkajian

Menurut Musliha, (2010) pengkajian yang sistematis meliputi

pengupulkan data, analisa data dan penentuan masalah. pengumpulan

data diperoleh dengan cara intervensi,observasi ,psikal assessment.

Mengingat diare sebagian besar menular, maka perlu dilakukan

penataan lingkungan sehingga tidak terjadi penularan pada klien lain.

Data fokus

1) Hidrasia.

a) Turgor kulit

b) Membrane Mukosa

c) Asupan dan Haluaran

2) Abdomen

a) Nyeri

b) Kekauan

c) Bising usus

d) Muntah-Jumlah, frekukensi dan karakteristik

e) Kram

f) Tenesmus

Pengkajian data menurut Cyndi Smith Greenberg, 1992 dalam

Musliha, (2010) adalah :

1) Identitas Klien

2) Riwayat keperawatan.
a) Awalan serangan : awalnya anak cengeng, gelisah, suhu tubuh

meningkat, anoreksia, kemudian timbul Diare

b) Keluhan Utama : Faeces semakin cair, muntah bila kehilangan

banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi, berat

badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan

turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering,

frekwensi BAB lebih dari 4 dengan konsistensi encer.

3) Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian Imunisasi.

4) Riwayat Psikososial Keluarga

Di rawat akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun

bagi keluarga, kecemasan meningkat jika orang tua tidak

mengetahui prosedur dan pengobatan anak, setelah menyadarkan

penyakit anaknya, mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa

bersalah.

5) Kebutuhan Dasar

a) Pola eleminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih

dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang.

b) Pola Nutrisi : di awali dengan mual, muntah,anopreksia,

menyebabkan penurunan berat badan pasien.

c) Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya

distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.

d) Pola Hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.


e) Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lamah

dan adanya nyeri akibat distensi abdomen.

6) Pemeriksaan Fisik

a) Pemeriksaan Psiskologis: keadaan umum tampak lemah,

kesadaran composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi

cepat dan lemah, pernapasan agak cepat.

b) Pemeriksaan sistematik :

i. Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput Lendir, mulut

dan bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan.

ii. Perkusi: adanya distensi abdomen

iii. Palpasi: turgor kulit kurang elastic

iv. Auskultasi : terdengarnya bising usus

c) Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang

Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak

dehidrasi sehingga berat badan menurun,

d) Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan duodenum intubation

yaitu untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.

(Musliha, 2010)

a. Diagnosis Keperawatan
Menurut Musliha (2010), diagnosa keperawatan yang mungkin

muncul yaitu:

1) Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.

2) Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan mualdan muntah.

3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi

BAB yang berlebihan

4) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.

5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

tentang penyakit, prognosis dan pengobatan.

6) Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,

prosedur yang menakutkan.

b. Intervensi Keperawatan

1) Defisit Volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.

Tujuan: Defisit cairan dan elektrolit teratasi

Kriteria hasil:

Tanda-tanda dehidrasi tidak ada.

Mukosa mulut dan bibir lembab

Balance cairan seimbang

Intervensi:

a) Observasi tanda-tanda vital


b) Observasi tanda-tanda dehidrasi

c) Ukur input dan output cairan (balance ccairan)

d) Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang

banyak kurang lebih 2000-2500cc per hari.

e) Kolaborasi dengan tim Gizi dalam pemberian cairan rendah

sodium.

2) Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan mual dan muntah.

Tujuan: Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi

Kriteria hasil: Intake Nutrisi klien meningkat, diet habis 1 porsi

yang disediakan, mual, muntah tidak ada.

Intervensi:

a) Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi.

b) Timbang berat badan klien

c) Kaji factor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi

d) Lakukan penerikasaan fisik abdomen (palpasi, perkusi,

dan auskultasi).

e) Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering.

f) Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.

g) Cegah iritabilitas saluran gastro intestinal lebih lanjut

h) Kaji kemampuan anak untuk mengkonsumsi melalui

mulut (misalnya: pertama diberi cairan rehidrasi oral, kemudian


meningkat kemakanan biasa yang mudah di cernakan seperti :

pisang, nasi, roti atau asi.)

i) Hindari memberikan susu produk

j) Konsultasikan dengan ahli gizi tentang pemilihan makanan.

3) Diagnosa 3

Gangguan intregritaskulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi

BAB yang berlebihan.

Tujuan: Gangguan integritas kulit teratasi

Kriteria hasil Intregasi: kulit kembali normal, iritasi tidak ada,

tanda-tanda infeksi tidak ada

Intervensi:

a) Ganti popok anak jika basah

b) Bersihkan bokong perlahan sabun non alcohol

c) Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit

d) Observasi bokong dan perineum dari infeksi

e) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi anti pungi

sesuai indikasi.

4) Diagnosa 4

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen

Tujuan: Nyeri dapat teratasi

Kriteria hasil: Nyeri dapat berkurang / hilang, ekspresi wajah tenang

Intervensi:

a) Observasi tanda-tanda vital


b) Kaji tingkat rasa nyeri

c) Atur posisi yang nyaman bagi klien

d) Beri kompres hangat pada daerah abdoment

e) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi analgetik

sesuai indikasi

5) Diagnosa 5

Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

tentang penyakit, prognosis dan pengobatan.

Tujuan: Pengetahuan keluarga meningkat

Kriteria hasil: Keluarga klien mengeri dengan proses penyakit

klien, ekspresi wajah tenang, keluarga tidak banyak bertanya lagi

tentang proses penyakit klien.

Intervensi:

a) Kaji tingkat pendidikan keluarga klien

b) Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses keluarga klien

c) Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui penkes.

d) Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum

dimengertikan

e) Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien

6) Diagnosa 6

Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,

prosedur yang menakutkan.

Tujuan: Kecemasan hilang


Intervensi:

a) Kaji tingkat kecemasan klien

b) Kaji factor pencetus cemas

c) Penuhi kebutuhan perkembangan anak selama hospitalisasi

d) Buat jadwal kontak dengan klien

e) Kaji hal yang disukai klien

f) Berikan mainan sesuai kesukaan klien

g) Masukan rutinitas di rumah selama hospitalisasi

h) Dorong pengungkapan perasaan dengan cara-cara yang sesuai usia

i) Libatkan keluarga dalam setiap tindakan

j) Anjurkan pada keluarga untuk selalu mendampingi klien

k) Berikan dukungan emosional keluarga

l) Dorong untuk mengekspresikan kekhawatirannya.

m)Rujuk layanan social bila perlu

n) Beri kenyamanan fisik dan psikologis

o) Rencana pemulangan

p) Ajarkan orang tua dan anak tentang hygiene personal

dan lingkungan

q) Kuatkan informasi tentang tanda-tanda dehidrasi pada orang tua.

r) Ajarkan orang tua tentang perjanjian pemeriksaan ulang.

Musliha, (2010)

Anda mungkin juga menyukai