Cerita Dewasa Novel Karya Jonathan Stroud The Amulet of Samarkand Compress
Cerita Dewasa Novel Karya Jonathan Stroud The Amulet of Samarkand Compress
SAMARKAND
JONATHAN STROUD
Jakarta, 2007
by Jonathan Stroud
Untuk Gina
Awan sulfur itu memadat menjadi gumpalan asap tebal yang memuntahkan
sulur-sulur tipis; sulur-sulur itu menjilat-jilat ke udara seperti lidah sebelum
akhirnya menghilang. Gumpalan asap itu tergantung di atas bagian tengah
pentacle, menggelegak 9
Bartimaeus
1
naik menuju langit-langit seperti awan gunung berapi yang meletus. Hampir tak
tampak jeda sedikit pun. Lalu dua mata kuning yang menatap lurus terbentuk di
tengah-tengah asap.
Dan aku berhasil. Anak laki-laki berambut gelap itu berdiri di tengah-tengah
pentacle-nya. sendiri yang lebih kecil, dipenuhi berbagai tulisan kuno, satu meter
jauhnya dari pentacle besar.
Wajahnya sepucat mayat, tubuhnya gemetar seperti daun mati yang ditiup angin
kencang. Gigi-giginya bergemeletuk karena dagunya bergetar. Keringat menetes
dari alisnya, setiap butir membeku menjadi es ketika terjatuh melewati udara.
Butiranbutiran keringat itu berderak seperti hujan es batu saat jatuh ke lantai.
Semua baik dan lancar, tapi memangnya kenapa? Maksudku, dia tampaknya
baru dua belas tahun. Mata besar, pipi cekung.
Tak banyak kepuasan yang didapatkan dari menakut-nakuti bocah kurus kering.1
Maka aku melayang dan menunggu, berharap anak ini tak memerlukan waktu
lama untuk akhirnya merapalkan mantra pembebasan. Agar tidak bosan, aku
membuat lidah-lidah api biru menjilati bagian dalam tepi pentacle, seakan
mencari jalan keluar untuk menyergapnya. Itu tipuan, tentu saja. Aku telah
memeriksa dan tanda itu digambar dengan cukup baik. Tak ada kesalahan mantra
di mana pun, sayangnya.
Biasanya paling tidak kau akan membuat pemanggilmu bermimpi buruk, tapi
kadang kala muslihat ini begitu berhasil sehingga para murid itu biasanya
langsung panik dan melangkah keluar dari lingkaran perlindungan mereka. Itu
berarti semua berjalan lancar?bagi kami. Tapi ini perbuatan yang berisiko.
Sering kali para murid itu berlatih dengan baik. Lalu mereka tumbuh dewasa dan
membalas dendam.
10
Akhirnya tampaknya bocah menyedihkan itu mulai memberanikan diri
berbicara. Aku menebak ini dari getaran di bibirnya yang sepertinya bukan
akibat rasa takut semata. Aku menyingkirkan lidah-lidah api biru, menggantinya
dengan bau busuk.
Ocehan yang tak berarti. Dia sudah tahu, dan aku tahu dia tahu, namaku; jika
tidak, bagaimana mungkin dia bisa memanggilku?
Kau butuh kata-kata yang tepat, tindakan yang tepat, dan yang paling penting
nama yang tepat. Maksudku, ini kan tidak seperti memanggil taksi?kau tidak
bisa mendapatkan siapa saja jika memanggil.
Aku memilih suara yang dalam dan kental seperti cokelat, yang bergema dari
setiap arah tapi juga seolah tidak dari manamana, yang membuat bulu kuduk di
leher orang-orang yang tak berpengalaman berdiri.
“Bartimaeus.”
Aku melihat anak itu menelan ludah dengan susah payah ketika mendengar
namaku. Bagus?berarti dia tidak sepenuhnya tolol; dia tahu siapa dan apa aku.
Dia tahu reputasiku.
Setelah terdiam beberapa saat untuk menelan segumpal dahak, dia berbicara lagi.
“A-aku memerintahkanmu lagi untuk menjawab. Apakah kau sang B-
Bartimaeus yang pada zaman dahulu dipanggil para penyihir untuk
membetulkan tembok Praha?”
Anak ini benar-benar tukang buang waktu. Siapa lagi kalau bukan aku? Aku
meninggikan volume suara untuk menjawab.
Es yang terbentuk di lampu bohlam bergemeretak seperti gula yang mengeras
menjadi karamel. Di balik tirai yang kotor, 11
kaca jendela berkilau dan bergetar. Tubuh anak itu mendoyong ke belakang.
“Aku Bartimaeus! Aku Sakhr al-Jinni, N’gorso yang Hebat, dan sang Ular dari
Silver Plumes! Aku membangun kembali temboktembok Uruk, Karnak, dan
Praha. Aku berbicara dengan Solomon. Aku pernah berlari bersama nenek
moyang kerbau-kerbau di padang rumput. Aku menjaga Zimbabwe Tua hingga
hujan batu menghancurkannya dan anjing-anjing memakan tuan-tuan mereka.
Aku Bartimaeus! Aku tak bertuan.
Maka aku memerintahkanmu menjawab sekarang, bocah. Siapa kau yang berani
memanggilku?”
Keren, kan? Plus, semua keterangan itu memang benar sehingga efeknya lebih
kuat. Dan aku melakukannya bukan hanya untuk menyombongkan diri. Aku
berharap anak itu akan tegertak sehingga menyebutkan namanya, yang akan
memberiku sesuatu yang dapat digunakan jika dia lengah.2
Ada sesuatu yang amat memuakkan bila mendengar tingkah menyebalkan ini
dilakukan anak tanggung yang penampilannya acak-acakan, dengan suara
melengking konyol pula. Aku menahan keinginan mengutarakan isi hati dan
menyuarakan jawaban yang biasa. Apa saja asal bisa mempercepat proses ini.
“Apa keinginanmu?”
Aku mengakui bahwa aku sudah dibuatnya terkesan. Kebanyakan penyihir yang
masih hijau melihat dulu, baru ber-2 Aku tak dapat berbuat apa-apa selama
berada di dalam lingkaran, tentu saja. Tapi nanti aku akan mendapatkan
informasi tentang siapa ia sebenarnya, mencari kelemahan karakternya, hal-hal
di masa lalu yang dapat dieksploitasi. Mereka semua memilikinya. Atau lebih
tepatnya, kalian semua memilikinya.
12
tanya. Mereka memeriksa, mengira-ngira potensi kekuatan mereka sendiri, tapi
terlalu gugup untuk mencobanya. Lagi pula kau jarang menemukan penyihir bau
kencur seperti ini memanggil makhluk sekaliber aku.
Dia telah memimpikan hal ini selama bertahuntahun, ketika seharusnya dia
berbaring di tempat tidur memikirkan mobil balap atau cewek. Aku menunggu
perintahnya yang menyedihkan dengan geram. Apa gerangan permintaannya?
Membuat beberapa objek melayang adalah hal yang biasa mereka minta, atau
menggeser benda-benda dari sisi ruangan yang satu ke sisi yang lain. Mungkin
dia menginginkan aku membuat suatu ilusi. Mungkin akan menyenangkan: ada
saja cara untuk pura-pura salah mengartikan permintaannya dan membuatnya
kesal.3
“Apa?”
“Ya, aku dengar apa katamu.” Aku tak bermaksud terdengar naik pitam.
Kelepasan saja, dan nada suaraku yang seram agak terpeleset juga.
“Pergilah!”
“Tunggu sebehtar!” Aku merasakan sensasi mual di perutku yang selalu timbul
jika ada yang mengusirmu. Seolah ada yang menyedot isi perutmu dari
punggung. Pengusirannya harus disebutkan tiga kali sebelum dapat membuatmu
pergi, jika kau berkeras tinggal. Biasanya kau tak ingin berlama-lama. Tapi 3
Seorang penyihir pernah menyuruhku menampakkan cinta sejatinya. Aku
menampilkan bayangan cermin yang kabur.
13
kali ini aku tetap berada di tempatku, berwujud dua mata yang menyala di dalam
asap menggeiegak.
Anak itu mengangguk. Ya, memang London. Dalam rumah bobrok di tengah
kota. Aku mengamati ruangan dari balik asap kimia. Langit-langit rendah, kertas
pelapis dinding yang terkelupas; poster pudar di dinding. Poster itu
menampakkan pemandangan suram di Belanda?pilihan aneh untuk ukuran
bocah. Aku mengharapkan melihat poster-poster cewek penyanyi pop, pemain
sepak bola… Kebanyakan penyihir adalah konformis, bahkan meskipun masih
muda.
“Ah, malangnya…” Kubuat suaraku lembut dan sedih. “Dunia ini kejam dan
mereka hanya mengajarimu sedikit.”
“Aku tak takut padamu! Aku telah memberikan perintah dan aku menuntut kau
segera pergi!”
Aku merasakan wujudku mulai meredup, berkedip. Anak ini memiliki kekuatan,
walaupun ia masih amat muda.
“Bukan aku yang harus kautakuti; paling tidak, untuk saat ini. Simon Lovelace
akan mendatangimu sendiri jika sadar amuletnya hilang dicuri. Dia takkan
membiarkanmu hidup hanya karena kau masih belia.”
14
“Kau terikat untuk melaksanakan perintahku.”
Aku pergi. Aku tak mau bersusah payah membuat special effect lagi.
15
2
Saat aku mendarat di tiang lampu jalanan petang itu di London, hujan deras
sedang turun. Nasibku yang buruk. Aku mengambil wujud burung hitam, jenis
yang lincah dengan paruh kuning terang dan bulu hitam pekat. Dalam beberapa
detik saja aku telah menjadi unggas paling basah kuyup yang pernah
mengepakkan sayap di Hampstead. Sambil menolehkan kepalaku ke kanan dan
ke kiri, aku melihat pohon beech besar.
yang menyertai setiap kali aku mengambil wujud fisik. Aku dapat merasakannya
di tiap helai buluku. Mengubah bentuk akan melenyapkan rasa sakit untuk
sementara, tapi juga mungkin akan menarik perhatian pada tahap penting
perubahan.
Sebelum yakin akan keamanan situasi sekitar, aku harus tetap menjadi burung.
Ketiga, aku melupakan batas-batas yang dimiliki wujud nyata. Ada rasa gatal di
sebelah atas paruhku, dan aku terus berusaha dengan sia-sia menggaruknya
dengan sayap. Keempat, anak itu. Banyak pertanyaan di benakku tentang
dirinya. Siapa dia? Mengapa dia mencari mati? Bagaimana caranya agar aku
dapat membalas dendam padanya sebelum dia mati karena menyuruhku
melakukan tugas ini? Kabar tersiar cepat, dan sudah dapat dipastikan aku akan
mendapat pelecehan karena berkeliaran atas nama anak bau kencur seperti dia.
Kelima… amiiletnya. Dari segi mana pun amulet itu jimat ampuh. Aku sama
sekali tak dapat menebak apa yang akan dilakukan anak itu terhadapnya. Dia tak
mungkin tahu kekuatan sejati benda itu. Mungkin ia hanya akan memakainya
sebagai aksesori fashion yang nyentrik. Mungkin mengutil amulet adalah tren
terbaru, seperti mencungkil velg ban mobil versi penyihir. Bagaimanapun, aku
harus mendapatkannya dulu, dan ini tidak akan mudah, bahkan untukku.
Aku menutup mata burungku dan membuka mata benak, satu demi satu, masing-
masing dalam plane?tingkatan keberadaan?
Plane pertama aman, tapi Simon Lovelace melengkapi plane kedua dengan
jaringan pertahanan?jaringan itu bersinar bagaikan jaring labalaba tipis berwarna
biru di sepanjang tembok tinggi. Tapi tidak berhenti di situ saja; jaring itu terus
menjalar ke atas hingga cukup tinggi, melampaui atap rumah putih yang rendah,
dan menurun lagi ke sisi seberang, membentuk semacam kubah besar yang
bersinar.
Tak ada apa-apa di plane ketiga dan keempat, tapi pada plane kelima aku melihat
tiga sentry?penjaga gaib?berpatroli di udara, tepat di balik bibir tembok
halaman. Seluruh tubuh mereka kuning redup, masing-masing memiliki tiga kaki
berotot yang berotasi di tulang rawan mereka. Di atas tulang rawan itu terdapat
setumpuk gumpalan, yang dilengkapi dua mulut dan beberapa mata yang awas.
Makhluk-makhluk itu melintas tanpa aturan, bolak-balik mengelilingi garis batas
pekarangan.
Aku meringkuk di belakang dahan pohon beech secara refleks, tapi aku tahu
mereka tak mungkin dapat melihatku dari jarak itu. Dalam jarak itu aku hanya
tampak sebagai burung hitam di seluruh tujuh plane. Barulah jika aku mendekat,
mereka bakal dapat melihat menembus ilusiku.
Plane keenam aman. Tapi plane ketujuh… ini aneh. Aku tak melihat ada apa-
apa?rumah, jalan, suasana malam tampak tak berubah?tapi, sebut ini intuisi jika
kau suka, aku yakin ada sesuatu di sana, mengintai.
berkekuatan tinggi di sini. Aku pernah mendengar tentang Lovelace. Dia dinilai
sebagai penyihir hebat dan master pemberi tugas yang sulit. Aku beruntung
karena tak pernah dipanggil untuk melayaninya, aku juga tak ingin bermusuhan
dengannya atau para abdinya.
Burung hitam yang kuyup itu mengudara dari dahan dan melayang
menyeberangi jalan, dengan lincah menghindari pancaran sinar lampu jalan
terdekat. Burung tersebut mendarat di rumput rimbun di sudut tembok. Empat
kantong sampah hitam diletakkan di sana untuk diambil esok pagi. Si burung
hitam melompat-lompat ke balik kantong-kantong itu. Seekor kucing yang telah
mengawasi burung itu2 dari kejauhan menunggu beberapa saat hingga burung
tersebut muncul kembali, kehilangan kesabaran, dan berlari mengejar. Di balik
kantong-kantong itu si kucing tak menemukan si burung, baik hitam maupun
warna lain. Tak ada apa-apa di sana selain tikus tanah yang baru saja menjelma.
Aku benci rasa lumpur. Lumpur tak pantas bagi makhluk udara dan api. Beban
tanah yang menyesakkan mengimpitku dengan kuat setiap kali aku
menyentuhnya. Itulah sebabnya aku begitu pemilih mengenai penjelmaanku.
Burung, bagus.
Serangga, bagus. Kelelawar, oke. Semua yang berlari dengan kecepatan tinggi
juga boleh. Penghuni pepohonan lebih bagus lagi. Makhluk bawah tanah, tidak
bagus. Tikus tanah, buruk.
Tapi tak ada gunanya rewel jika kau harus melewati perisai proteksi. Aku benar
saat menebak perisai itu tak’ mencakup bawah tanah. Si tikus tanah menggali
liang dalam-dalam, jauh ke dalam, ke bawah pondasi tembok. Tak ada alarm
sihir yang menyala, walaupun kepalaku terantuk kerikil lima kali.1 Aku
menggali ke arah atas lagi, menggapai permukaan setelah dua puluh menit
mengendus, menggaruk, dan menghadapkan hidungku yang seperti manik ke
arah cacing-cacing gemuk.
1 Lima kerikil yang berbeda. Bukan kerikil yang sama lima kali. Hanya ingin
memperjelas masalah ini. Karena terkadang kalian umat manusia begitu bebal.
20
Si tikus tanah menjulurkan kepala dengan hatihati, keluar dari gundukan tanah
kecil yang didorongnya ke permukaan pekarangan Simon Lovelace yang amat
rapi. Tikus itu memandang sekeliling, memeriksa keadaan. Lampu menyala di
dalam rumah, di lantai dasar. Tirainya tertutup. Lantai-lantai atas, dalam jarak
pandang si tikus tanah, semua gelap. Rentangan biru tembus pandang sistem
keamanan sihir melengkung di atas. Satu sentry kuning melintas dengan konyol
tiga meter di atas semak-semak. Yang dua lagi mungkin berada di belakang
rumah.
Aku mencoba lagi melihat plane ketujuh. Masih tidak ada apa-apa, namun masih
terasa adanya bahaya yang tak menyenangkan itu. Oh, well.
Si tikus tanah kembali masuk ke liang dan menggali di bawah akar-akar rumput
menuju rumah. la muncul di petak bunga persis di bawah jendela terdekat. la
berpikir keras. Tak ada gunanya mempertahankan penyamaran ini, meski ia
tergoda menyusup melalui gudang bawah tanah. Ia harus mencari metode yang
berbeda.
Telinga si tikus tanah yang berbulu menangkap suara gelak tawa dan gelas-gelas
beradu. Suara itu begitu nyaring terdengar, bergema dari jarak yang dekat.
Ventilasi udara, retak dimakan usia, terpasang di dinding tak lebih dari setengah
meter jauhnya.
Dari balik perlindungan ventilasi udara, aku mengintip dengan mata multifasetku
ke dalam ruang duduk yang ditata dengan selera agak tradisional. Karper tebal
yang terhampar di lantai, kertas pelapis dinding bergaris-garis yang jelek, benda
kristal mengerikan yang berpura-pura menjadi kandelir, dua lukisan minyak
yang gelap termakan usia, sofa dan dua kursi malas (juga bergaris-garis), meja
kopi rendah yang memuat baki perak, lalu, di atas baki itu, sebotol anggur merah
dan tak ada gelas. Gelas-gelas itu berada di tangan dua manusia.
Salah satunya wanita. la tampak masih muda (untuk manusia, yang artinya amat
sangat muda) dan mungkin cukup cantik meski agak berisi. Mata besar, rambut
gelap, model bob.
Aku langsung menghafal wajahnya. Aku akan muncul dengan wujud wanita itu
besok ketika kembali mengunjungi si bocah.
Tapi telanjang. Mari kita lihat bagaimana respons wataknya yang sekeras baja
tapi masih begitu hijau itu!1
1 Bagi yang penasaran, aku tak memiliki kesulitan menjelma jadi wanita.
Ataupun 22
Tapi saat ini aku lebih tertarik memerhatikan si pria yang membuat wanita itu
tersenyum dan mengangguk-angguk. Pria itu jangkung, kurus, tampan, sedikit
berkesan kutu buku, dengan rambut yang licin disisir ke belakang dan dilumuri
minyak rambut berbau tajam. la mengenakan kacamata bundar kecil dan
memiliki bibir lebar dengan gigi-gigi rapi. Rahangnya kuat. Sesuatu
memberitahuku inilah si penyihir, Simon Lovelace.
Apakah karena aura kekuatan dan wibawanya yang tak dapat dijelaskan? Atau
apakah karena gerak tubuhnya yang mengisyaratkan penguasaan penuh atas
seluruh ruangan? Atau karena imp?setan peliharaan?kecil yang melayang-layang
di atas bahunya (pada plane kedua), dengan waspada memerhatikan keadaan
sekeliling, mengawasi bahaya yang mungkin mengintai?
Aku menggosok-gosokkan kedua kaki depanku dengan kesal.
Aku harus berhati-hati sekali. Imp itu membuat segalanya menjadi lebih rumit.2
Sayang sekali aku bukan labalaba. Labalaba dapat duduk diam berjam-jam tanpa
masalah. Lalat jauh lebih tak bisa diam. Tapi jika aku berubah di sini, abdi si
penyihir pasti akan merasakannya. Aku harus memaksa tubuh engganku
bergerak, dan mengabaikan rasa sakit yang mulai mendera lagi, kali ini di dalam
lapisan kulit luarku yang keras.
Si penyihir berbicara. Dia nyaris tak melakukan apa-apa selain itu. Si wanita
memandangnya dengan mata bak anjing pria. Dalam beberapa hal kurasa
menjelma menjadi wanita sedikit lebih sulit, tapi aku takkan menjelaskannya
sekarang. Wanita, pria, tikus tanah, belatung?jika sudah terbentuk, mereka
semua sama, kecuali sedikit variasi dalam kemampuan kognitif.
2. Jangan salah. Aku tidak takut pada imp itu. Aku dapat meremukkannya tanpa
berpikir dua kali. Tapi dia ada di sana karena dua alasan: loyalitas penuhnya
kepada sang master dan matanya yang tangkas. Dia takkan tertipu
penyamaranku scbagai lalat meski hanya sedetik pun.
23
spaniel lebar dan konyol, penuh kekaguman sehingga aku tergoda untuk
menggigitnya.
“…Akan menjadi acara yang paling menyenangkan, Amanda. Kau akan menjadi
pusat perhatian masyarakat London!
Apakah kau tahu Perdana Menteri sendiri berharap bisa melihat tanah milikmu?
Ya, aku mendengarnya dari sumber tepercaya. Musuh-musuhku mendesaknya
selama bermingguminggu dengan tuduhan-tuduhan keji, tapi dia tetap
berkomitmen menyelenggarakan konvensi itu di Hall. Jadi kaulihat, sayangku,
aku masih dapat memengaruhinya saat diperlukan.
derajat dan dia menatap pintu di sisi lain ruangan. Makhluk itu menarik telinga si
penyihir perlahan untuk memberi peringatan.
Pelayan itu keluar. Si penyihir meletakkan kembali gelas anggurnya (yang masih
penuh) ke meja kopi dan meraih tangan si wanita. Dia mengecup tangan itu
dengan sopan santun pria terhormat. Di balik punggungnya si imp menunjukkan
raut wajah muak.
“Amat menyakitkan bagiku karena kau harus pergi, Amanda, tapi tugas
memanggil. Aku takkan berada di rumah malam ini.
Mengikuti mereka, seekor lalat yang waspada perlahan keluar dari tempat
persembunyian dan melayang tanpa suara melintasi ruangan ke tempat strategis
yang dapat memperlihatkan pemandangan ke seluruh ruang selasar depan.
Selama beberapa menit terdapat aktivitas, mantel-mantel diserahkan, perintah
diberikan, pintu-pintu dibanting tertutup. Lalu si penyihir meninggalkan
kediamannya.
Aku terbang ke selasar. Ruangan itu besar dan dingin, lantainya dilapisi tegel
hitam-putih. Tanaman pakis hijau terang tumbuh di pot-pot keramik raksasa.
Aku terbang mengelilingi lampu kristal, mendengarkan. Suasana amat hening.
Satusatunya suara yang terdengar bersumber dari dapur di kejauhan, dan suara
itu cukup wajar?hanya bunyi benturan panci dan piring lalu beberapa suara
sendawa keras, mungkin berasal dari si juru masak.
25
Aku berdebat dengan diriku sendiri apakah akan mengirimkan sinyal sihirku
dengan hatihati untuk menemukan artefakartefak milik si penyihir, tapi
memutuskan itu terlalu berisiko.
Di landasan tangga, koridor yang dilapisi karpet tebal membentang ke dua arah,
setiap dinding digantungi lukisanlukisan minyak. Aku segera tertarik dengan
lorong yang mengarah ke kanan, karena di tengahnya ada mata-mata. Bagi mata
manusia, itu alarm kebakaran, tapi pada plane yang lain bentuk aslinya
terungkap: katak bermata menonjol tak menyenangkan yang duduk jungkir balik
di langit-langit. Setiap sekian menit sekali, katak itu melompat di tempatnya,
berputar sedikit. Jika si penyihir kembali, makhluk itu akan membeberkan segala
hal yang telah terjadi.
Aku mengirimkan sihir ringan ke arah katak itu. Asap tebal yang berminyak
muncul dari langit-langit dan mengelilingi si mata-mata, menghalangi
pandangannya. Ketika dia melompat dan mendengkung kebingungan, aku
terbang dengan kecepatan tinggi melewatinya melintasi lorong menuju pintu di
ujung.
Selain terpisah dari pintu-pintu lain di koridor itu, yang satu ini tak memiliki
lubang kunci; di balik cat putih, kayunya diperkuat dengan lempengan besi. Dua
alasan bagus untuk mencoba pintu ini terlebih dahulu.
Ada celah sempit di bawah pintu itu. Celahnya terlalu sempit untuk dimasuki
serangga, tapi aku toh sudah gatal ingin berubah wujud. Si lalat menjelma
menjadi asap, yang lolos tanpa terlihat melalui celah di bawah pintu persis
sebelum asap yang meliputi si katak menipis dan menghilang.
Di dalam ruangan aku menjadi anak kecil.
26
Kalau tahu siapa nama murid penyihir itu, aku akan membalas dendam dengan
mengambil wujudnya, hanya untuk memberi Simon Lovelace petunjuk saat dia
menyelidiki pencurian ini. Tapi tanpa nama, aku tak dapat menguasainya.
Maka aku menjelma menjadi bocah lelaki yang pernah kukenal dulu, seseorang
yang dulu pernah kusayangi. Abunya telah lama mengalir bersama sungai Nil,
maka kejahatanku tak akan menyakitinya, lagi pula mengingatnya seperti ini
membuatku senang. Kulitnya cokelat, matanya bersinar, tubuhnya mengenakan
jubah putih. Anak lelaki itu melihat sekeliling dengan gerakan yang biasa
dilakukannya dulu, kepalanya sedikit ditelengkan ke samping.
Ruangan itu tak berjendela. Ada beberapa lemari yang menempel ke dinding,
dipenuhi perlengkapan sihir. Kebanyakan barangbarang itu tak berguna, hanya
cocok untuk aksi panggung,4 tapi ada beberapa barang yang menarik di sana.
Ada terompet pemanggil yang aku tahu asli, karena melihatnya saja membuatku
mual. Hanya dengan satu tiupan, segala yang berada dalam kekuasaan sang
penyihir akan datang bersimpuh di kakinya memohon ampun dan mendesak
diberi tugas. Itu instrumen yang jahat serta amat tua dan aku tak mau dekat-
dekat. Di kabinet lain ada mata yang terbuat dari 4 Oh, semua itu memang cukup
mengesankan bila kau bukan penyihir. Coba kulihat, ada bola kristal, cermin
pengintai, tengkorak dari makam-makam, persendian orang-orang suci, tongkat-
tongkat perantara sihir yang dirampas dari para shaman di Siberia, botol-botol
berisi darah yang asalnya diragukan, topeng dukun, buaya yang diawetkan,
koleksi tongkat sihir, satu rak jubah untuk segala jenis upacara, dan banyak
sekali buku tebal tentang sihir yang tampaknya dilapisi kulit manusia sejak
permulaan zaman, tapi kemungkinan telah diproduksi masal minggu lalu oleh
pabrik di Catford. Para penyihir menyukai semua ini; mereka menyukai segala
misteri simsalabim yang meliputi benda-benda itu (dan setengah
memercayainya, beberapa dari mereka) dan mereka tergila-gila akan efek yang
ditimbulkan benda-benda tersebut kepada orang-orang yang bukan penyihir. Di
balik semua alasan itu, benda-benda omong kosong ini mengalihkan perhatian
orang pada sumber kekuatan mereka yang sebenarnya: kami.
27
tanah liat. Aku pernah melihat yang seperti itu, di kepala golem?boneka tanah
liat yang bisa dihidupkan dengan sihir.
Aku ingin tahu apakah si bodoh itu mengetahui potensi benda tersebut.
Kemungkinan besar tidak?dia bisa saja mendapatkannya untuk koleksi benda
antiknya setelah perjalanan pesiar ke Eropa Tengah. Pariwisata penyihir… yang
benar saja.5 Well, kalau mujur, benda itu akan membunuhnya suatu hari nanti.
Amulet itu kecil, warnanya pudar, dan terbuat dari emas tempaan. Amulet itu
tergantung di rantai emas pendek. Di tengah-tengahnya terdapat batu giok
berbentuk oval. Emasnya dicetak dengan motif timbul yang menggambarkan
kuda-kuda berlari. Kuda adalah harta yang berharga bagi orang-orang Asia
Tengah pembuat amulet itu tiga ribu tahun lalu. Mereka kemudian menguburnya
di dalam makam salah seorang putri raja mereka. Seorang arkeolog dari Rusia
menemukannya pada tahun 1950-an, dan tak lama setelah itu amulet tersebut
dicuri para penyihir yang menyadari nilainya. Bagaimana amulet itu berada di
tangan Simon Lovelace?siapa persisnya yang ia bunuh atau tipu untuk
mendapatkannya?aku tak tahu.
Denyutan energi sihir bergetar pada ketujuh plane. Aku menyambar amulet itu
dan menggantungkannya di leherku. Aku berbalik dengan cepat. Ruangan masih
seperti sebelumnya, tapi aku dapat merasakan sesuatu di plane ketujuh, bergerak
cepat dan menghampiriku.
Ketika berlari menuju pintu, aku menyadari dari ujung mataku ada portal yang
tibatiba terbuka di udara kosong. Di dalam portal itu terdapat kegelapan hitam
yang segera tertutup begitu sesuatu melangkah keluar.
Aku menyerang pintu dengan kepalan tangan anak lelakiku yang kecil. Pintu itu
remuk terbuka seperti kartu remi yang terlipat. Aku berlari melewatinya tanpa
berhenti.
Aku melontarkan petir Kompresi ke arah si katak. Bersama suara koakan penuh
penderitaan, dia meletus menjadi gumpalan kental sebesar kelereng dan terjatuh
ke lantai. Aku tak mengurangi kecepatan. Ketika berlari menyusuri koridor, aku
membuat Perisai pelindung di sekeliling wujud fisikku kalaukalau ada peluru
susulan.
hulu ke sudut koridor dan nyaris menembus dinding. Api hijau menjilat-jilat di
sekelilingku, meninggalkan bekas pada dekorasi koridor seperti jari-jari tangan
raksasa.
Aku berjuang bangkit di antara reruntuhan bata yang pecah dan menoleh ke
belakang.
Berdiri di depan pintu yang rusak di ujung koridor, tampak sesuatu yang
berwujud pria yang bertubuh amat tinggi, berkulit merah terang, dan berkepala
serigala.
“Bartimaeus!”
Aku berdiri dan melihat ke arah pintu depan. Melalui kaca buram di sebelah
pintu, aku dapat melihat sosok kuning besar salah satu sentry di luar. Makhluk
itu diam menunggu, tak menyadari dia dapat terlihat dari dalam. Aku
memutuskan mencari jalan keluar yang lain. Maka terbuktilah bahwa otak yang
lebih cerdas akan selalu menang melawan otot, kapan saja!
Kebodohan mereka yang membiarkan diri mereka dapat dilihat hanya dapat
diimbangi kesigapanku mengelak dari senjata sihir macam apa pun yang mereka
bawa.
Di belakangku, namaku diteriakkan dengan suara penuh kemurkaan. Dengan
rasa frustrasi yang meningkat, aku mem-30
Tak ada lagi pintu yang menuju ke dalam, tapi ada satu yang membuka ke
ruangan yang tampaknya rumah kaca yang menempel di sisi rumah utama,
dipenuhi tumbuhan obat dan pepohonan. Setelah itu terbentang pekarangan?juga
ketiga prajurit penjaga itu, yang datang meluncur mengitari rumah dengan
kecepatan menakjubkan kaki-kaki mereka yang berputar.
Untuk mencuri waktu, aku memasang Perisai pada pintu di belakangku. Lalu
aku memutar tubuh dan menatap si juru masak.
Dia duduk bersandar di kursinya dengan kaki di atas meja, pria itu gemuk
dengan raut periang dan wajah merah serta pisau daging besar di tangannya. Dia
tampak tekun sekali memotong kuku-kukunya dengan pisau itu, menjentikkan
setiap potongan kuku dengan ahli ke udara, yang kemudian mendarat di perapian
di sebelahnya. Sambil melakukan itu, dia menatapku tak berkedip dengan kedua
matanya yang kecil dan gelap.
Aku resah. Tampaknya dia tidak kebingungan melihat bocah Mesir berlari
masuk ke dapurnya. Aku memeriksa pria itu pada plane-plane berbeda. Satu
sampai enam dia tetap tampak sama, juru masak gemuk dalam balutan celemek
putih. Tapi pada plane ketujuh…
Oh-oh.
“Bartimaeus.”
“Faquarl.”
“Apa kabar?”
“Lumayan.”
“Ya. Kurasa.”
“Sayang sekali ya?”
“Ya, dia masih sama. Hanya saja kupikir dia agak sedikit lapar, Bartimaeus. Itu
satusatunya perubahan yang kulihat dalam dirinya. Dia tampaknya tak pernah
merasa puas, bahkan setelah diberi makan. Dan itu amat jarang dilakukan
akhirakhir ini, seperti yang dapat kaubayangkan.”
“‘Perlakukan dengan kejam, bikin mereka jadi tajam’, itu kata-kata mutiara
mastermu, bukan? Tetap saja, dia pasti cukup berkuasa sehingga dapat
memeliharamu dan Jabor sebagai budaknya.”
Si juru masak menyunggingkan senyum tipis dan dengan jentikan pisaunya dia
membuat sepotong kuku melayang berputarputar ke langit-langit. Potongan kuku
itu menancap pada plester pelapis langit-langit dan tetap bercokol di sana.
“Nah, nah, Bertimaeus, kita tak menggunakan kata B itu dalam perbincangan
beradab, bukan? Jabor dan aku hanya menunggu waktu.”
“Tentu saja.”
“Kau baik sekali, tapi kau tahu aku tak dapat melakukan itu.”7
Tidak ada masalah pribadi, tentu; suatu hari mungkin kita akan bekerja sama
lagi. Tapi sekarang aku pun terikat, sama seperti dirimu. Aku juga memiliki
tugas untuk kuselesaikan.
Maka kita tiba, seperti biasa, pada pertanyaan mengenai kekuatan. Koreksi jika
aku keliru, tapi aku melihat kau tak memiliki rasa percaya diri seperti biasanya
hari ini?jika memilikinya, kau tentu telah kabur melalui pintu depan, menumpas
para triloid itu saat kau melintas, alih-alih membiarkan mereka menggiringmu
mengelilingi rumah ke arahku.”
Dia berdiri dan mengulurkan tangan. Jeda beberapa saat. Di belakang Perisaiku,
Detonasi-Detonasi Jabor yang sabar (meski tak imajinatif) masih terdengar.
Pintunya sendiri telah lama menjadi abu. Di pekarangan, ketiga penjaga
melayang-layang, 7 Tidak seluruhnya betul. Aku bisa saja menyerahkan amulet
itu dan gagal dalam tugas. Tapi kemudian, meski aku dapat kabur dari Faquarl,
aku masih harus kembali dengan tangan kosong kepada anak lelaki berwajah
pucat itu. Kegagalanku akan membuatku tunduk padanya, melipatgandakan
kekuasaannya, dan entah bagaimana aku tahu ini bukan ide yang bagus.
8 Aduh.
33
mata mereka tertuju padaku. Aku melihat ke sekeliling ruangan mencari
inspirasi.
“Amuletnya, Bartimaeus.”
Aku mengangkat lengan, dan dengan desahan berat yang agak dramatis,
mengambil amulet itu. Lalu aku melompat ke kiri. Pada detik yang sama aku
melepaskan Perisai di pintu.
Ketika melakukan itu, dia terhantam telak ledakan Detonasi dahsyat yang datang
dari celah terbuka tempat Perisaiku tadinya berada. Detonasi itu melontarkannya
ke belakang ke dalam perapian, batu-batu bata runtuh menimpanya.
Aku melesat ke arah rumah kaca persis ketika Jabor masuk melalui celah terbuka
ke dalam dapur. Saat Faquarl bangkit dari reruntuhan, aku melintasi pekarangan.
Ketiga penjaga itu mengepungku, mata mereka terbuka lebar dan kaki-kaki
mereka berputar. Cakar-cakar mirip sabit muncul dari ujung gumpalan kaki
mereka. Aku merapalkan mantra Iluminasi yang paling terang. Seluruh
pekarangan terang benderang bagaikan dibanjiri sinar matahari yang meledak.
Mata para penjaga itu terbutakan; mereka mencicit kesakitan. Aku melompati
mereka dan berlari melintasi pekarangan, menghindari peluru-peluru sihir yang
berdesingan dari arah rumah, membakar pepohonan.
Burung rajawali Peregrine adalah binatang tercepat dalam sejarah. Burung itu
dapat mencapai kecepatan dua ratus kilo-34
meter per jam bila terbang menukik. Jarang yang dapat mencapai kecepatan ini
secara horisontal di atas atap-atap rumah di London Utara. Beberapa mungkin
ragu apakah ini dapat dilakukan, apalagi sambil membawa amulet berat yang
tergantung di leher. Apa pun yang pernah dikatakan orang, saat Faquarl dan
Jabor menapakkan kaki di jalan belakang Hampstead, sambil membuat rintangan
tak kasatmata yang segera diterobos mobil van yang melaju kencang, aku sudah
tak tampak di manamana.
“Tidak?” Alisnya yang seperti sikat terangkat mengejek. Terpana, si anak lelaki
memerhatikan alis-alis itu menghilang di balik rambut putih yang berumbai-
rumbai. Di sana, nyaris secara malu-malu, kedua alis itu bersembunyi beberapa
saat, sebelum akhirnya tibatiba turun dengan tajam mengerikan.
“Ingat ini” katanya dengan suara lirih. “Demon adalah makhluk yang amat jahat.
Mereka akan melukaimu jika mampu.
MR. Collection’s
Lagi pula, rasanya jauh lebih baik memerhatikan alis-alis itu daripada bertemu
pandang dengan mata masternya.
“Oh?ya, Sir.”
“Well, nah, kau bilang mengerti, dan aku yakin kau memang bersungguh-
sungguh?tapi…” Sebelah alis terangkat tinggi-tinggi dengan menakjubkan.
“Tapi aku belum yakin betul kau memang benar-benar dan sungguh-sungguh
mengerti.”
“Oh, ya, Sir; ya, saya mengerti. Demon adalah makhluk jahat juga keji dan akan
melukaimu jika kaubiarkan, Sir.” Si anak lelaki bergerak-gerak gelisah di
bantalan yang didudukinya.
Tapi hanya seberkas cahaya siang menyilaukan yang dapat menyinari tepi tirai
merah yang berat di dalam ruangan si penyihir; udara di dalam ruangan pengap
dan menyesakkan. Anak lelaki itu berharap pelajaran akan segera berakhir, agar
ia dapat diperbolehkan pergi.
“Saya telah mendengarkan dengan saksama, Sir,” katanya.
“Berdiri.”
37
Anak lelaki itu berdiri dengan cepat, sebelah kakinya nyaris tergelincir dari
bantalan. la menunggu dengan canggung, kedua lengan di samping tubuh. Sang
master menunjuk pintu di belakangnya dengan sambil lalu. “Kau tahu ada apa di
balik itu?”
“Bagus. Pergilah menuruni tangga dan masuk ke sana. Di ujung ruangan ada
meja kerjaku. Di meja ada kotak. Di dalam kotak itu ada sepasang kacamata.
Pakai kacamata itu dan kembali ke sini. Mengerti?”
“Ya, Sir.”
“Baiklah. Pergilah.”
Di bawah tatapan awas masternya, si anak lelaki menghampiri pintu yang terbuat
dari kayu berwarna gelap tanpa dicat, pada permukaannya tampak banyak alur
dan sulur. Dia harus berusaha keras ketika memutar kenop kuningannya, tapi
rasa dingin kenop itu menyenangkan. Pintu membuka tanpa suara di engsel-
engselnya yang diminyaki, si anak lelaki melewatinya dan mendapati dirinya
berdiri di ujung teratas tangga yang dilapisi karpet. Dinding-dindingnya dilapisi
kertas berbungabunga dengan elegan. Jendela kecil yang terdapat di pertengahan
tangga memasukkan seberkas cahaya matahari yang bersahabat.
Anak lelaki itu menuruni tangga dengan hatihati, satu demi satu. Keheningan
dan cahaya matahari membuatnya tenang dan menguapkan sebagian rasa
takutnya. Karena belum pernah masuk ke bagian rumah ini, dia tak tahu apa-apa
kecuali dongeng anakanak yang dapat memenuhi khayalannya tentang apa saja
yang menunggu di dalam ruang kerja sang master.
Tanpa sadar dia menahan napas ketika masuk; sekarang dia mengembuskan
napas kembali, nyaris dengan rasa kecewa.
Tak ada apa-apa. Namun begitu dia merasa ada yang aneh… Entah kenapa pintu
yang terbuka sedikit, yang dilaluinya hanya beberapa saat lalu, sekarang
memberikan sensasi tidak nyaman. Dia jadi menyesal karena tidak terpikir untuk
menutupnya.
Dia menggeleng. Tidak perlu. Dia akan melaluinya lagi dalam beberapa detik.
Empat langkah tergesa-gesa membawanya ke sisi meja. Dia menoleh lagi. Dia
mendengar suara…
Ruangan itu kosong. Anak lelaki itu mendengarkan dengan kesungguhan kelinci
di semak-semak. Tidak, tak ada suara yang terdengar selain suara lalu lintas
samar-samar di kejauhan.
Dengan mata terbuka lebar, napas berat, anak lelaki itu mengalihkan perhatian
ke meja kerja. Kotak metal itu memantulkan sinar matahari. Dia meraihnya
melintasi permukaan 39
kulit meja kerja. Ini sebetulnya tak perlu?dia bisa saja mengitari meja ke sisi
seberangnya dan mengambil kotak tersebut dengan mudah?tapi sepertinya dia
ingin menghemat waktu, menyambar barang itu, dan keluar. Dia
mencondongkan tubuh di atas meja dan merentangkan tangan, tapi dengan keras
kepala kotak itu tetap berada di luar jangkauan. Anak itu mendorong tubuhnya
ke depan, mengayunkan jari-jarinya dengan membabi buta. Jemarinya tak dapat
mencapai kotak, tapi lengannya yang menebas-nebas membuat wadah pena
terjatuh.
Anak lelaki itu merasakan sebutir keringat mengalir dari ketiaknya. Dengan
panik, dia mulai mengumpulkan pena-pena itu dan menjejalkannya kembali ke
dalam wadah.
Dia memutar tubuh dengan cepat, menahan teriakan. Tapi tak ada apa pun di
sana.
Beberapa saat anak lelaki itu menyandarkan punggung pada meja, lumpuh akibat
ketakutan. Lalu sesuatu merasuki pikirannya. Lupakan pena-pena itu, benaknya
seperti berkata.
Kotak itu yang kauinginkan. Dengan lambat, dengan gerakan yang tak kentara,
dia mulai merayap mengitari meja, punggungnya menghadap jendela, mata
menatap ruangan.
Sesuatu mengetuk kaca jendela, dengan ketukan mendesak, tiga kali. Dia
berbalik. Tak ada apa-apa; hanya ada pohon horse chestnut di balik jendela,
bergoyang lembut diterpa angin musim panas.
Detik itu sebuah pena yang dijatuhkannya menggelinding dan jatuh dari meja ke
karpet. Pergerakan itu tak menimbulkan suara, tapi dia menangkapnya dari sudut
matanya. Pena yang lain mulai bergoyang maju-mundur?mula-mula per-40
lahan, lalu makin cepat. Tibatiba pena itu berputar, terpental ke bagian bawah
komputer, dan jatuh melalui sisi meja ke lantai. Sebuah pena lagi melakukan hal
yang sama. Lalu satu lagi. Secara mengejutkan, semua pena itu menggelinding,
menuju beberapa arah sekaligus, bergulir dengan cepat ke pinggir meja,
bertabrakan, jatuh, mendarat di lantai, terdiam.
Sambil berteriak dia mengibaskan lengan kiri, tapi tak menyentuh apa-apa.
Kibasan lengannya membuatnya berputar menghadap meja. Kotak itu berada
tepat di hadapannya. Dia menyambarnya tapi lalu langsung menjatuhkannya?
besi kotak itu pasti telah lama terpapar sinar matahari sehingga permukaannya
yang panas menyengat telapak tangan si bocah. Kotak tersebut membentur
permukaan meja dan tutupnya terbuka.
Dia hampir berada di pintu; dia dapat melihat tangga di baliknya yang akan
membawanya kepada sang master.
tukan lembut dan langkah-langkah kaki kecil, seakan karpet, buku-buku, rak-rak,
bahkan langit-langit bergesekan dengan benda-benda tak kasatmata yang
bergerak. Salah satu kerai di atas kepala anak lelaki itu bergoyang perlahan
meski tak ada angin yang berembus.
Di sela-sela air matanya, di antara rasa takut, anak lelaki itu menemukan kata-
kata untuk diucapkan.
Sambil mereguk udara untuk bernapas, anak lelaki itu berdiri dengan punggung
menempel di pintu, mengawasi ruangan.
Dan mereka semua berusaha keras menjadi amat sangat diam seakan tengah
meyakinkan si anak lelaki bahwa tak ada siapasiapa di sana. Mereka berusaha
sekuat tenaga membeku tak bergerak, meski ekor dan sayap mereka bergetar dan
gemetar serta mulut-mulut mereka yang tak mau diam berkedutkedut.
Tapi begitu si anak lelaki mengenakan kacamatanya dan melihat mereka, mereka
sadar dia dapat melihat mereka juga.
Anak lelaki itu menjerit, terbanting ke pintu lalu meluncur miring ke lantai. Dia
mengangkat tangan untuk melindungi diri, gerakan ini melontarkan kacamata itu
dari hidungnya.
Tak dapat melihat mereka sekarang, dia menutup wajahnya dan bergelung
seperti bola, tercekik suara sayap, sisik, dan cakar-cakar kecil yang mengerikan
di atas, di sekeliling, di sampingnya.
Anak lelaki itu masih berada di sana dua puluh menit kemudian, ketika
masternya masuk untuk menjemputnya dan mengusir kawanan imp itu. Anak
tersebut dibawa ke kamarnya.
Sehari semalam dia tidak makan. Selama seminggu berikutnya dia tak bersuara
dan tak merespons apa-apa, tapi akhirnya berangsur-angsur dia kembali dapat
berbicara dan melanjutkan pelajaran.
Masternya tak pernah berkata apa-apa mengenai insiden tersebut, tapi dia puas
akan hasil akhir pelajaran itu?sumur 43
kebencian dan kengerian telah tergali dalam diri muridnya di ruangan bermandi
cahaya itu.
Ini salah satu pengalaman awal Nathaniel. Dia tak pernah menceritakan kejadian
itu kepada orang lain, tapi bayangbayang yang mengikuti tak pernah
meninggalkan hatinya. Dia berusia enam tahun waktu itu.
44
Masalah dengan benda magis berkekuatan tinggi seperti Amulet Samarkand
adalah benda ini memiliki getaran aura1
sangat jelas yang menarik perhatian, seperti pria bugil di pemakaman. Aku tahu
segera setelah Simon Lovelace diberitahu tentang pelarianku, dia akan
mengirimkan pasukan pencari untuk menemukan getaran pengkhianat ini, dan
lebih lama aku berada di satu tempat, kemungkinan ketahuan akan lebih besar.
Anak lelaki itu takkan memanggilku hingga 1 Semua makhluk hidup memiliki
aura. Bentuk aura seperti awan nimbus berwarna yang mengelilingi tubuh sang
individu dan sebenarnya adalah fenomena visual yang paling dekat dengan bau-
bauan. Aura tampak pada plane pertama, tapi tak kasatmata bagi kebanyakan
manusia. Banyak hewan, seperti kucing, dapat melihatnya; jin dan makhluk-
makhluk sejenisnya juga. Aura berganti warna tergantung suasana hati dan
merupakan indikasi yang berguna untuk mendeteksi rasa takut, benci, sedih, dsb.
Inilah sebabnya mengapa begitu sulit mengelabui kucing (atau jin) jika kau
bermaksud buruk.
45
subuh,2 maka aku memiliki beberapa jam menggelisahkan yang harus kulalui
dengan selamat.
Apa yang akan dikirimkan Simon Lovelace kepadaku? Kecil kemungkinan dia
dapat menyuruh lebih banyak jin berkekuatan seperti Faquarl dan Jabor, tapi
pasti dia dapat mengerahkan segerombolan abdi berkekuatan lebih lemah untuk
ikut mencari.
Biasanya aku dapat membantai foliot dan sejenisnya dengan satu cakar di
belakang punggung, tapi jika mereka datang berombongan, dan aku telah lelah,
bisa timbul kesulitan.3
Aku terbang dari Hampstead dengan kecepatan tinggi dan berlindung di bawah
naungan atap rumah kosong di tepi sungai Thames, di sana aku bersolek
merapikan bulu-buluku dan menatap langit. Setelah beberapa waktu, tujuh
sphere kecil berupa sinar merah melintas rendah di langit. Ketika mencapai
pertengahan sungai, mereka berpencar: tiga melanjutkan ke selatan, dua ke barat,
dua ke timur. Aku mendesakkan tubuhku ke dalam lindungan bayangan atap
rumah, tapi tak dapat 2 Sebenarnya lebih mudah segera kembali kepada anak
gembel itu agar dapat terbebas dari amulet ini. Tapi para penyihir selalu berkeras
melakukan panggilan spesifik dalam waktu spesifik. Hal itu meniadakan
kemungkinan bagi kami untuk menangkap basah mereka (besar kemungkinan
berakibat fatal) dalam keadaan yang tak menguntungkan.
3 Bahkan para penyihir pun bingung akan variasi jenis kami yang tak terbatas,
yang berbeda satu sama lain seperti gajah dengan serangga, atau elang dengan
amuba.
Meski begitu, bicara secara umum, ada lima tingkatan dasar yang biasanya dapat
kautemukan bekerja melayani penyihir. Mereka adalah, dalam urutan semakin ke
bawah semakin kecil kekuatan dan kedahsyatannya: marid, afrit, jin, foliot, imp.
(Ada berkompi-kompi jenis sprite yang lebih lemah daripada imp, tapi para
penyihir tak buang-buang waktu untuk memanggil mereka. Begitu juga, jauh di
atas kekuatan marid, ada beberapa entitas dengan kekuatan luar biasa; mereka
jarang ditemukan di bumi, karena hanya sedikit penyihir yang berani bahkan
hanya untuk mengungkap nama mereka). Pengetahuan mendetail akan hierarki
ini amat vital bagi penyihir maupun kami, karena keselamatan biasanya
tergantung pada pengetahuan akan keberadaanmu. Contohnya, sebagai spesimen
jin yang amat bagus, aku memperlakukan jin-jin lain dan semua yang berada di
tingkat atasku dengan hormat, tapi foliot dan imp akan kuberikan dengusan.
46
memungkiri amulet itu mengeluarkan getaran ekstra saat sphere-sphere pemburu
itu menghilang di sepanjang sungai. Hal ini membuatku gelisah; tak lama
kemudian aku berangkat menuju kerangka kayu yang tingginya setengah crane
di tepi seberang sungai, tempat mereka membangun kondominium mewah
pinggir sungai untuk para penyihir ningrat.
Lima menit yang hening berlalu. Air sungai menggelegak dan berputar di sekitar
pancang dermaga yang berlumpur.
Awan berarak melewati bulan. Cahaya hijau memualkan tibatiba memancar dari
jendela-jendela rumah kosong di seberang sungai. Bayangan-bayangan yang
membungkuk berkeliaran di dalam, mencari-cari. Mereka tak menemukan apa-
apa; cahaya itu membeku dan berubah menjadi kabut bersinar yang melayang
dari jendela dan tertiup pergi. Aku segera terbang ke selatan, melesat dan
meluncur dari jalan ke jalan.
Setengah malam itu aku melanjutkan dansa pelarianku yang penuh kepanikan
melintasi London. Sphere-sphere itu4 berkeliaran dengan jumlah yang lebih
banyak daripada yang kukhawatirkan (jelas lebih dari satu penyihir yang
memanggil mereka) dan muncul di atasku dalam selang-selang waktu beraturan.
Agar tetap aman aku harus terus bergerak, meski begitu aku nyaris tertangkap
dua kali. Suatu kali aku terbang mengelilingi blok perkantoran dan hampir
bertabrakan dengan sphere yang datang dari arah berlawanan; sebuah lagi
menghampiriku saat aku meringkuk di pohon birch Green Park karena terlalu
capek. Dalam dua kejadian itu aku berhasil minggat sebelum bala bantuan
mereka datang.
4 Sphere pemburu seperti ini adalah sejenis imp yang lebih kokoh. Mereka
memiliki cuping telinga besar bersisik dan satu lubang hidung berbulu, yang
membuat mereka amat sensitif pada getaran sihir dan sangat sebal bila terjebak
dalam suarasuara keras atau bau menyengat. Akibatnya sebagian malam itu aku
terpaksa bersembunyi di tengah-tengah Pipa Pembuangan Rotherhithe.
47
Tak lama kemudian aku kelelahan. Menyeret wujud fisikku terus-menerus
membuatku lelah dan mengeluarkan banyak energi yang berharga. Maka aku
merangkai rencana baru?
me’ncari tempat yang bisa meredam getaran Amulet dengan pancaran getaran
sihir lain. Waktunya untuk berbaur dengan kelompok yang jumlahnya besar, ras
yang tak terpunahkan: dengan kata lain, manusia. Sebegitu putus asanya aku.
Aku terbang kembali ke pusat kota. Bahkan di jam-jam selarut ini, para turis di
Trafalgar Square masih berkeliaran di kaki Nelson’s Column dalam arus
keceriaan yang norak, membeli jimat-jimat diskonan dari kios-kios penjualan
resmi yang diapit dua patung singa. Suarasuara getaran sihir yang
menjengkelkan meruak dari lapangan itu. Tempat yang terbaik untuk
bersembunyi.
Aku merasakan amulet itu membakar dadaku. Pada selang waktu tertentu amulet
itu mengeluarkan panas intens dalam dua getaran, seperti degup jantung. Aku
sungguh-sungguh berharap getaran itu akan tenggelam di antara sekian banyak
aura di sekitarku.
kecil yang telah disetujui untuk dijual kepada umum.5 Turisturis dengan mata
terbelalak dari Amerika Utara dan Jepang dengan antusias mengaduk-aduk
tumpukan batu multiwarna dan perhiasan-perhiasan tak berguna, berusaha
mengingat batu kelahiran anggota-anggota keluarga mereka di rumah sementara
para penjual beraksen Cockney yang ceria dengan sabar merayu mereka. Kalau
tak ada sinar lampu kamera, aku mungkin berada di desa Karnak, Mesir, lagi.
Tawarmenawar di manamana, seruan-seruan gembira menggema, semua orang
tersenyum.
Namun tak semua barang di lapangan itu tak berguna. Di sana-sini pria-pria yang
berwajah lebih bersungguh-sungguh berdiri di pintu masuk tenda-tenda kecil
yang tertutup. Para pengunjung dipersilakan masuk satu demi satu. Tampaknya
ada artefak asli yang bernilai di dalamnya, karena tanpa kecuali pengamat-
pengamat kecil berkeliaran di dekat tiap tenda.
kebanyakan burung dara; aku berusaha tidak terlalu dekat, kalaukalau mereka
lebih awas daripada tampaknya.
Kecil kemungkinan mereka membeli sesuatu dari sini; lebih mungkin mereka
dinas malam di kantor pemerintahan Whitehall dan sedang keluar mencari angin.
Salah satunya (dalam balutan setelan berkelas) ditemani imp dalam plane kedua
yang mengikuti sambil melompat-lompat; yang lain 5 Yang paling populer
adalah potongan kristal yang berfiingsi menebarkan aura perpanjangan
kehidupan. Orangorang menggantungkan benda itu di leher mereka untuk nasib
baik. Potongan itu tak memiliki kekuatan gaib sama sekali, tapi kukira dalam
satu segi benda itu memang memiliki fungsi proteksi: orang yang memakainya
segera menunjukkan mereka orang-orang tolol yang buta sihir, dan hasilnya
mereka tak diacuhkan berbagai partai penyihir yang saling berseteru. Di London,
keadaannya berbahaya bagi orang yang, walaupun sedikit, pernah mengecap
pendidikan sihir: orang itu bisa jadi berguna dan/atau berbahaya?dan akibatnya
orang itu akan menjadi lawan seimbang bagi penyihir-penyihir lain.
49
(berpenampilan lebih kumuh) hanya mengikuti aroma dupa, keringat kering, dan
lilin wangi.
Polisi juga ada di sana?beberapa petugas biasa dan sepasang pria berewok
dengan air muka tajam dari Polisi Malam, membiarkan diri mereka terlihat
cukup jelas untuk mencegah timbulnya masalah.
Atau tidak.
Aku berjalan mendekati kios yang tampak amat bobrok dan mengamati barang
dagangannya ketika mendapatkan perasaan tak enak seperti sedang diawasi. Aku
menolehkan kepala sedikit dan memeriksa kerumunan. Gerombolan orang tak
beraturan.
Aku menyisir semua plane. Tak ada bahaya tersembunyi: kawanan orang dungu,
semua membosankan dan
Tampaknya tak seorang pun memerhatikanku. Tapi aku tahu apa yang
kurasakan. Lain kali aku akan siap. Aku berpura-pura tertarik untuk membeli
cermin itu. SALAH SATU OLEHOLEH
Lalu perasaan itu timbul lagi. Aku berputar lebih cepat dari-50
pada kucing dan?sukses! Aku menatap para pengamatku langsung ke bola mata
mereka. Dua dari mereka, anak lelaki dan anak perempuan, dalam segerombolan
anak. Mereka tak sempat mengalihkan pandangan. Si anak lelaki berusia
pertengahan belasan; jerawat menggempur wajahnya dengan sukses.
Si anak. perempuan lebih muda namun matanya tampak dingin dan keras. Aku
menatap balik. Apa peduliku? Mereka manusia, mereka tak dapat mengetahui
siapa aku sebenarnya.
Merampok? Jika begitu, mengapa memilih aku? Banyak kandidat yang lebih
baik, lebih gemuk, lebih kaya. Untuk mengetes, aku mendekati turis bertubuh
kecil dan tampak kaya raya dengan kamera raksasa dan kacamata tebal. Jika aku
ingin merampok seseorang, turis ini berada paling atas dalam daftarku.
Aneh. Dan menjengkelkan. Aku tak ingin berubah dan terbang pergi; aku terlalu
capek. Aku hanya ingin dibiarkan sendirian.
Aku mempercepat langkah; anakanak itu juga. Lama sebelum kami melakukan
tiga putaran mengelilingi lapangan, aku sudah bosan. Dua polisi memerhatikan
kami berputarputar dan pasti akan menghentikan kami sebentar lagi, meski 51
hanya untuk mencegah diri mereka menjadi pusing. Waktunya untuk pergi. Apa
pun yang diincar anakanak ini, aku tak ingin menarik perhatian lebih banyak
orang.
Satu-dua mobil melaju melewati ujung gang. Tak ada yang membuntutiku.
Aku keliru.
52
Anak lelaki Mesir itu berjalan di sepanjang gang, berbelok ke kanan beberapa
kali dan keluar ke salah satu dari sekian banyak jalan raya yang mengelilingi
Trafalgar Square. Aku mengkaji ulang rencanaku sambil melangkah.
Rasa sakit itu mulai lagi, berdenyut-denyut di dada, perut, tulangku. Tidak sehat
untuk terjebak dalam sebuah tubuh selama ini. Bagaimana manusia dapat
menahannya tanpa menjadi gila, aku tak pernah tahu.1
Aku melangkah menyusuri jalan yang gelap dan dingin, 1 Atau… mungkin itu
malah menjelaskan banyak hal.
53
mengamati bayanganku berpindah-pindah melompati celahcelah segi empat
jendela di sepanjang sisi jalan. Bahu si anak lelaki itu mengerut melawan angin,
tangannya terbenam dalam-dalam di saku jaket. Sepatu olahraganya menggesek
beton jalanan. Postur tubuhnya menggambarkan dengan sempurna suasana
hatiku yang kesal. Seiring langkahku, amulet itu membentur-bentur dadaku. Jika
saja memiliki kuasa, aku akan segera menariknya dan melemparkannya ke
keranjang sampah terdekat sebelum buruburu menghilang. Tapi aku terikat pada
perintah anak itu.2 Aku harus terus menjaganya.
Aku mengambil jalan samping menghindari lalu lintas. Kegelapan total akibat
bayangan gedung-gedung tinggi menyelimuti kedua sisinya, menekanku.
Perkotaan membuatku murung, nyaris seperti bila berada di bawah tanah.
London tempat yang paling buruk?dingin, kelabu, dipenuhi bau-bauan tajam dan
hujan.
Kota ini membuatku merindukan daerah Selatan, karena gurun pasirnya dan
langit birunya yang kosong.
Sebuah gang lagi menuju ke kiri, dipenuhi kardus-kardus basah dan surat-surat
kabar. Secara otomatis aku menyisir ketujuh plane, tak melihat apa-apa. Gang ini
bolehlah. Aku 2 Ada beberapa kasus ketika si makhluk halus mencoba menolak
perintah. Pada salah satu kejadian penting, Asmoral the Resolute diinstruksikan
masternya membunuh sang jin Ianna. Tapi Ianna telah lama menjadi sekutu
terdekat Asmoral dan mereka saling mencintai. Meski masternya terus
memberikan perintah tegas yang semakin kejam, Asmoral menolak berbuat apa-
apa. Sayangnya, walaupun keteguhannya sebanding dengan tantangan yang
diberikan kepadanya, inti rohnya telah terikat pada tarikan perintah sang master
yang tak dapat ditolak. Tak lama kemudian, karena Asmoral tetap pada
pendiriannya, dia benar-benar terbelah dua.
Kecuali urusanku dengan anak lelaki itu. Dia akan membayarnya, mahal. Kau
tak dapat menurunkan derajat Bartimaeus dari Uruk dengan menjadikannya
gembel di gang belakang West End dan berharap dapat selamat. Pertama-tama,
aku akan mencari tahu namanya, lalu?
Tunggu…
Siapa pun yang datang mungkin sedang pulang melalui jalan pintas.
Aku merapat pada kegelapan ambang pintu dan membuat mantra Pelapis
Perlindungan di seputar wujudku. Selapis anyaman benang hitam melindungiku
di tempat aku duduk dalam bayangan, membuatku melebur dengan kegelapan.
Aku menunggu.
Banyaknya bahan pada celana itu dapat dipakai untuk membuat sepasang celana
lagi bagi orang cebol. Mereka datang menyusuri gang, menerobos sampah. Aku
menyadari sekarang betapa anehnya keheningan mereka.
Dalam keraguan, aku mengecek kembali seluruh plane. Pada setiap plane, semua
tampak seperti seharusnya. Enam anakanak.
Sebelum aku punya kesempatan untuk tersadar dari kekagetan, tiga anak lelaki
yang paling tegap melompat ke ambang pintu dan menyerangku. Saat mereka
menyentuh jalinan Pelapis Perlindungan, benangnya terkoyak dan menguap
menjadi kehampaan. Sesaat aku terjebak di antara gelombang pasang yang
terdiri atas tekanan bahan-bahan kulit, aftershave murahan, dan bau badan. Aku
diduduki, ditonjok, dan dipukul di kepala. Aku tergopoh-gopoh berdiri dengan
gerakan canggung memalukan.
56
Lalu aku membuat diriku tegak kembali. Bagaimanapun, aku kan Bartimaeus.
Aku mengulangi efek yang kubuat dengan tekanan lebih tinggi. Alarm mobil di
jalan sebelah mulai menyala. Kali ini, kuakui, aku berharap dicengkeram tangan-
tahgan gosong tiga sosok mayat rontok.3
Tapi anakanak lelaki itu masih di sana, mendenguskan napas berat dan bertahan
seperti maut yang mencengkeram.
Aku menatapnya, dia menatapku. Dia sedikit lebih tinggi daripada wujudku
sekarang, dengan mata gelap, rambut gelap panjang. Dua anak lelaki yang lain
berdiri di kedua sisinya seperti pengawal kehormatan berjerawat. Aku menjadi
tak sabaran.
“Kata siapa?”
“Serahkan.”
“Tidak.”
Ini pemakamanmu.”
“Penyihir tahu tidak boleh bermairi-main dengan lawan seperti aku.” Aku sibuk
membangun faktor kedahsyatan reputasiku lagi, walaupun ini cukup sulit
dilakukan bila ada seonggok otot tak berotak mencengkeram pinggangmu.
Gadis itu menyeringai dengan tatapan dingin. “Apakah penyihir dapat melawan
kelicikanmu sehebat kami?”
Dalam hal ini, dia benar juga. Pertama-tama, penyihir takkan mau mendekatiku,
bahkan dalam jarak terdengarnya gonggongan anjing, tanpa perlindungan hingga
ke ujung pedang dengan mantra dan pentacle. Kemudian dia akan membutuhkan
bantuan imp untuk menemukanku di balik Pelapis Perlindunganku; dan
akhirnya, dia harus memanggil sesosok jin kelas berat untuk menaklukkanku.
Jika dia berani. Tapi gadis ini beserta kawan-kawan lelakinya telah melakukan
semuanya sendiri, tanpa tampak kerepotan.
“Aku tak peduli akan keduanya,” kata si gadis, menurunkan tangannya. “Aku
hanya ingin apa pun itu yang melingkar di lehermu.”
“Kau tak bisa mendapatkannya. Tapi kau bisa mendapatkan perlawanan jika kau
mau. Selain kerusakan yang akan timbul di pihakmu, aku akan memastikan
melontarkan sinyal yang bakal membawa Polisi Malam menyerbu kita seperti
setansetan dari neraka. Kau tidak menginginkan perhatian mereka, bukan?”
Entah karena ancamanku atau tuduhan bahwa dia naif yang membuatnya kesal,
gadis itu terpengaruh. Aku dapat melihatnya dari bibirnya yang cemberut.
Aku mencoba menggerakkan sedikit salah satu sikuku. Anak lelaki yang
memegangnya menggeram dan mengeraskan cengkeramannya di lenganku.
Suara sirene meraung dari beberapa jalan jauhnya. Si gadis beserta para
bodyguard-nya memandang ujung gang ke arah 59
kegelapan dengan gelisah. Beberapa tetes air hujan turun dari langit yang
tersembunyi.
“Hatihati,” kataku.
Dia mengulurkan tangan. Saat dia melakukannya, aku membuka mulut dengan
amat sangat perlahan. Lalu dia meraih rantai yang melingkari leherku.
Gadis itu menjerit dan menarik tangannya lebih cepat daripada yang kukira
dapat dilakukannya. Gigi-gigiku yang siap merobek hanya terpisah setitik dari
kuku-kuku jarinya. Aku mencoba menggigitnya lagi, meronta-ronta ke kiri dan
ke kanan dalam cengkeraman penangkapku. Gadis itu berteriak, tergelincir, dan
terjatuh di atas tumpukan sampah, menabrak salah seorang dari kedua
pengawalnya hingga terjatuh. Transformasiku yang tibatiba membuat ketiga
anak lelaki yang memegangiku terkejut, terutama yang mencengkeram bagian
tengah tubuhku yang besar dan bersisik. Genggamannya melemah, namun yang
dua lagi masih bertahan. Ekorku yang panjang dan keras menyabet ke kiri, lalu
ke kanan, membuat kontak memuaskan dengan dua tengkorak keras yang
bergemeretak.
Pertukaran cepat dari besar (si buaya) menjadi kecil (rubah) adalah tindakan
pandai, jika aku boleh menyombongkan diri.
Enam lengan yang berjuang menangani tubuh bersisik skala besar tibatiba
mendapati diri mereka mencengkeram udara 60
saat seonggok bulu merah kecil dan cakar-cakar yang berputar terjatuh ke tanah
di sela jari-jari mereka yang meraba-raba.
Pada detik yang sama, senjata perak melesat melewati tempat tadinya leher si
buaya berada dan tertancap di daun pintu besi.
Rubah itu berlari melintasi gang, kaki-kakinya tergelincir di kerikil yang licin.
Ketika seberkas sinar terayun ke arahku, aku melompat dengan lincah ke dalam
kantong plastik sampah yang terbuka.
Mr. Underwood belum pernah memiliki murid, dan ia tak menginginkannya. Dia
cukup bahagia bekerja seorang diri.
Tapi dia tahu cepat atau lambat, seperti penyihir-penyihir lain, dia akan
mendapatkan giliran dan menerima seorang anak dalam rumahnya.
Benar saja, hal yang tak dapat dihindari itu terjadi: suatu hari sepucuk surat
datang dari Kementerian Tenaga Kerja, berisi permintaan yang dibencinya itu.
Sambil menerima meski dengan hati dongkol, Mr. Underwood melaksanakan
tugas.
Pada sore hari yang telah ditentukan, dia berangkat ke kantor Kementerian untuk
mengambil tanggung jawabnya yang tak bernama.
nurulkariem@yahoo.com
MR. Collection’s
masuk ke selasar yang bergenia. Selasar itu berupa ruangan luas tanpa dekorasi;
para pekerja kantoran berlalu-lalang dalam diam, bolak-balik melalui pintu-pintu
kayu di tiap sisinya, sepatusepatu mereka membuat suara berderak di lantai. Di
seberang lorong, dua patung mantan Menteri Tenaga Kerja dibangun dalam skala
besar, ada meja terhimpit di antara dua payung itu, di atasnya tampak tumpukan
tinggi kertas. Mr. Underwood mendekat. Barulah setelah mencapai meja itu, dia
dapat mengintip melalui gundukan berkas yang berantakan dan melihat wajah
petugas kantor yang kecil dan sedang tersenyum.
“Anak lelaki, lima tahun. Amat pandai, jika hasil tesnya dapat dijadikan penentu.
Jelas sedang sedikit sedih sekarang ini…” Si petugas menemukan berlapis-lapis
kertas dan mengambil pena yang bertengger di telinganya. “Tolong paraf tiap
halaman, tanda tangani di titik-titik yang disediakan…”
“Ya, Sir. Mereka pergi sesegera mungkin. Pasangan yang seperti biasa: ambil
uangnya dan kabur, jika Anda mengerti maksud saya, Sir. Nyaris tak sempat
mengucapkan selamat tinggal pada bocah itu.”
“Akta kelahirannya telah diambil dan dihancurkan, Sir, dan dia telah dengan
tegas diperintahkan melupakan nama lahirnya dan tak mengatakannya kepada
siapa pun. Dia sekarang secara 63
resmi telah tak ternoda. Anda dapat mulai mengajarnya dari nol.”
Dia menyusuri beberapa koridor sepi dan melalui pintu berpanel berat menuju
ruangan bercat terang yang dipenuhi mainan untuk menghibur anakanak yang
tak bahagia. Di sana, di antara kuda-kudaan yang tersenyum lebar dan boneka
penyihir dari plastik yang mengenakan topi kerucut konyol, dia menemukan
anak lelaki berwajah pucat. Anak itu habis menangis, tapi untungnya telah
berhenti. Dua mata merah bengkak memandangnya tanpa ekspresi. Mr.
Underwood berdeham.
Anak itu menyedot ingus dengan keras. Mr. Underwood melihat dagu anak itu
bergetar, tangisnya hampir meledak.
Dengan rasa tidak suka, dia meraih tangan anak lelaki itu, menariknya hingga si
bocah berdiri, dan menuntunnya keluar menyusuri koridor-koridor bergema ke
mobilnya yang telah menunggu.
menggiring anak lelaki itu ke ruang duduk yang nyaman, di mana api telah
menyala di perapian.
“Dan kau heran? Dia ketakutan, anak malang. Serahkan dia padaku.” Mrs.
Underwood adalah wanita gemuk yang luar biasa, berambut amat putih yang
dipotong pendek sekali. Dia menyuruh anak lelaki itu duduk di kursi dekat
perapian dan menawarkan sepotong biskuit. Anak itu tak mengacuhkan sama
sekali.
Setengah jam berlalu. Mrs. Underwood mengoceh ceria tentang apa saja yang
terlintas di kepalanya. Anak lelaki itu minum sedikit cokelat dan menggigit
sepotong kecil biskuit, tapi selebihnya hanya memandang perapian sambil
membisu.
“Nah, Sayang,” katanya, “ayo kita buat kesepakatan. Aku tahu kau telah dilarang
menyebutkan namamu kepada siapa pun, tapi kau dapat membuat pengecualian
untukku. Aku tak dapat mengenalmu dengan baik hanya dengan memanggilmu
‘Nak’, bukan? Nah, jika kau memberitahuku namamu, aku akan memberitahumu
namaku?dengan kepercayaan penuh.
Bagaimana? Apakah itu anggukan? Baiklah kalau begitu. Aku Martha. Dan kau
adalah…?”
“Nama yang indah, Sayang, dan jangan khawatir, aku takkan memberitahu siapa
pun. Kau sudah merasa lebih baik, bukan? Nah, sekarang, makan sepotong
biskuit lagi, Nathaniel, dan aku akan mengantarmu ke kamarmu.”
Setelah anak itu diberi makan, dimandikan, lalu akhirnya dibaringkan di tempat
tidur, Mrs. Underwood melapor kepada suaminya, yang berada di ruang
kerjanya.
65
“Akhirnya dia tertidur,” katanya. “Aku takkan kaget jika anak itu mengalami
shock?dan tidak aneh, orangtuanya meninggalkannya begitu saja. Kupikir
sungguh memalukan, merenggut seorang anak dari rumahnya di usia amat
muda.”
“Begitulah cara yang dilakukan selama ini, Martha. Para murid harus datang dari
suatu tempat.” Si penyihir tetap menundukkan kepala mempelajari buku di
hadapannya, menunjukkan kesibukan.
Istrinya tak menangkap sindiran itu. “Dia seharusnya diizinkan tinggal bersama
keluarganya,” dia terus mengoceh. “Atau setidaknya bertemu mereka sekali-
sekali.”
Dengan lagak capek, Mr. Underwood meletakkan buku di meja. “Kau tahu persis
itu mustahil. Nama lahirnya harus dilupakan, jika tidak, musuh-musuhnya yang
akan datang bakal menggunakannya untuk melukainya. Bagaimana dia bisa
melupakan namanya jika keluarganya terus berhubungan dengannya?
Lagi pula, tak ada yang memaksa orangtuanya berpisah dengan anak bengal
mereka. Mereka tak menginginkannya, itu faktanya, Martha. Jika tidak, mereka
takkan menjawab iklaniklan itu. Kesepakatannya jelas sekali. Mereka
mendapatkan sejumlah uang pembayaran yang wajar sebagai kompensasi, dia
berkesempatan melayani negaranya pada level tertinggi, dan negara
mendapatkan murid baru. Simpel. Semua orang menang.
“Tetap saja…”
“Kesepakatan itu tak merugikan aku, Martha.” Mr. Underwood meraih bukunya.
ngenai anak itu. Dia masih muda. Dia akan melupakannya dengan cepat.
Sekarang, bagaimana jika kaubuatkan aku makan malam?”
Kamar tidurnya dilengkapi perabotan murah dari kayu lapis, bufet kecil, meja
belajar dan kursi, juga lemari buku di sisi tempat tidur. Setiap minggu Mrs.
Underwood meletakkan serumpun bunga segar dari kebun dalam vas di meja.
Sejak hari pertama yang menyedihkan itu, istri si penyihir melindungi Nathaniel.
Dia menyukai anak itu dan amat baik terhadapnya. Di dalam rumah yang
terlindung, dia sering memanggil anak itu dengan nama lahirnya, melawan
ketidaksetujuan suaminya.
“Kita bahkan seharusnya tidak mengetahui nama bocah bengal itu,” dia berkata
kepada istrinya. “Dilarang! Dia bisa 67
kena bahaya. Saat dia dua belas tahun, saat umurnya telah cukup, dia akan
diberikan nama baru, nama yang dikenal orang, sebagai penyihir dan pria,
sepanjang sisa hidupnya. Sebelum itu, amat salah jika?”
“Ini untukmu,” katanya. “Sudah agak tua dan lusuh, tapi kukira kau mungkin
akan menyukainya.”
Benda itu lukisan perahu-perahu yang berlayar di sungai kecil, dikelilingi tanah
berlumpur dan lahan pertanian datar.
“Kau akan menjadi penyihir, Nathaniel,” kata wanita itu, “dan itu hadiah terbesar
yang dapat diperoleh anak laki-laki atau perempuan. Orangtuamu telah
berkorban dengan merelakanmu menjalani takdir mulia ini. Tidak, jangan
menangis, Sayang. Maka untuk membalasnya kau harus menjadi tegar, berusaha
sekeras yang kau bisa, dan mempelajari segala yang ditugaskan guru-gurumu.
Dengan mengerjakan itu semua, kau akan memberikan penghormatan kepada
orangtua dan dirimu sendiri. Lihatlah keluar jendela. Berdiri di atas kursi itu.
Seka-68
“Yang itu?”
“Bukan, itu gedung perkantoran, Sayang. Yang kecil berwarna cokelat itu, di
sebelah kiri? Itu dia. Itu Gedung Parlemen, sayangku, tempat seluruh penyihir
andal pergi, untuk memerintah Inggris dan kerajaan kita. Mr. Underwood pergi
ke sana setiap waktu. Dan jika kau bekerja keras dan melakukan semua yang
diperintahkan mastermu, suatu hari nanti kau akan pergi ke sana juga, dan aku
akan merasa bangga, sebangga dirimu sendiri.”
“Ya, Mrs. Underwood.” Nathaniel menatap menara itu sampai matanya terasa
sakit, merekam letaknya di kepala. Pergi ke Parlemen… Suatu hari nanti itu akan
terjadi. Dia akan bekerja keras dan membuat Mrs. Underwood bangga.
Panggilan ini ritual yang berasal dari suatu pagi, ketika, dalam perjalanan ke
kamar mandi di bawah, Nathaniel menghambur keluar dari kamarnya dalam
keadaan kebelet, kakinya menabrak gelas, dan melontarkan teh panas ke dinding
di dasar tangga. Nodanya masih tampak bertahuntahun kemudian, seperti noda
percikan darah. Untung masternya tak pernah mengetahui insiden ini. Dia tak
pernah pergi ke loteng.
lantai bawah kamarnya, Nathaniel akan mengenakan kemeja, celana pendek abu-
abu, kaus kaki panjang abu-abu, sepatu hi tarn resmi dan, jika sedang musim
dingin dan udara di dalam rumah terasa dingin, jumper Irlandia tebal yang
dibelikan Mrs. Underwood. Dia akan menyisir rambut dengan hatihati di depan
cermin tinggi di kamar mandi, matanya menyapu bayangan tubuh kurus dan rapi
dengan wajah pucat yang menatapnya dari cermin. Lalu dia turun lewat tangga
belakang menuju dapur, membawa pekerjaan sekolahnya. Sementara Mrs.
Underwood menyiapkan cornflake dan roti panggang, dia akan berusaha
menyelesaikan pekerjaan rumah yang ditinggalkannya semalam. Mrs.
Underwood biasanya membantu sebisanya.
“Mr. Purcell berkata aku harus menguasai Timur Tengah minggu ini?
mempelajari negara-negara dan sebagainya.”
“Jangan murung begitu. Roti bakarnya sudah siap. Well, penting bagimu untuk
mempelajari ‘sebagainya itu?kau harus mengetahui latar belakangnya sebelum
melanjutkan ke bagianbagian yang menarik.”
“Itu yang kau tahu. Aku pernah ke Azerbaijan. Baku kota kumuh, tapi tempat itu
pusat penting untuk mempelajari afrit.”
“Apa itu?”
“Demon yang berasal dari api. Makhluk halus kedua yang paling kuat. Elemen
apinya sangat kuat di pegunungan Azerbaijan.
Itu juga tempat dimulainya keyakinan Zoroastrian; mereka memuja api kelahiran
yang berada dalam setiap makhluk hidup. Jika kau mencari selai cokelat, ada di
belakang sereal.”
Purcell menunggu.”
Dia mengenakan setelan abu-abu yang agak kebesaran dan serangkaian dasi
mengerikan berganti-ganti. Nama depannya Walter. Banyak yang membuatnya
gugup, dan berbicara dengan Mr. Underwood (yang harus dilakukannya sekali-
kali) membuatnya kedutan. Sebagai akibat .sarafnya yang selalu tegang, dia
menumpahkan rasa frustrasi pada Nathaniel. Dia pria yang terlalu bermoral
sehingga tidak bisa bertindak terlalu brutal pada anak itu, yang merupakan murid
kompeten; sebagai gantinya, biasanya dia? akan cepat membentak jika Nathaniel
berbuat kesalahan, menyalak seperti anjing kecil.
Nathaniel tidak belajar ilmu sihir dari Mr. Purcell. Gurunya itu tak tahu apa-apa
mengenai sihir. Maka dia harus mengajar pelajaran-pelajaran lain: matematika
dasar, bahasa modern (Prancis, Ceko), geografi, dan sejarah. Pelajaran politik
juga penting.
“Apakah tujuan utama pemerintah kita yang mulia?” Nathaniel menatap kosong.
“Ayolah! Ayolah!”
“Melindungi kita. Jangan lupa bahwa negara kita dalam keadaan perang. Praha
masih menguasai dataran sebelah timur Bohemia, dan kita sedang berjuang
menghalangi angkatan daratnya memasuki wilayah Italia. Sekarang ini adalah
masamasa berbahaya. Para penghasut dan mata-mata berkeliaran di London. Jika
kerajaan kita ingin tetap tegak, pemerintahan 71
yang kuat harus mengaturnya, dan kuat berarti penyihir.
Bayangkan negara ini tanpa mereka! Akan tak terkirakan: orang-orang biasa
akan berkuasa! Kita akan terperosok ke dalam kekacauan, dan pengambilalihan
kekuasaan akan segera terjadi. Semua yang berada di pihak lawan dan anarki
akan memimpin kita. Inilah hal yang harus menjadi cita-citamu, Nak. Menjadi
bagian dari Pemerintah dan memimpin dengan terhormat. Ingadah itu.”
“Ya, Sir.”
Dulu, para penyihir liar pernah berniat menggulingkan kekuasaan: mereka selalu
dikalahkan. Mengapa? Karena penyihir sejati berjuang dengan kebajikan dan
keadilan di sisi mereka.”
Aku… tidak terpilih. Tapi aku tetap melaksanakan tugas sebaik mungkin.
Sekarang…”
Segala aktivitas ini membuat Nathaniel sibuk sejak pukul 09.00 hingga saat
makan siang pukul 13.00, ketika dia turun ke dapur sendirian untuk melahap
sandwich yang telah disiapkan Mrs. Underwood dalam bungkus berembun Saran
Wrap.
Pada sore hari, jadwal pelajaran Nathaniel bervariasi. Dua hari seminggu,
Nathaniel melanjutkan pelajaran bersama Mr.
72
Purcell. Pada dua sore lain, dia dikawal ke ujung jalan menuju kolam renang
umum, tempat pria gemuk yang bentuk kumisnya mirip spatbor mobil
mengawasi latihan yang melelahkan.
Pada dua sore yang lain lagi, aktivitas Nathaniel adalah musik (Kamis) dan
menggambar (Sabtu). Nathaniel lebih membenci musik daripada berenang.
Gurunya, Mr. Sindra, adalah pria gendut lekas marah yang dagunya bergetar jika
dia berjalan.
Kemarahan selalu datang disertai depresi. Mr. Sindra nyaris tak pernah dapat
menahan kemurkaannya jika Nathaniel bermain terlalu cepat, salah membaca
not, atau tak berhasil membaca not tanpa memainkannya, dan hal-hal seperti ini
sering terjadi.
“Bagaimana,” Mr. Sindra berteriak, “kau dapat memanggil lamia jika kau
memetik seperti itu? Bagaimana? Keterlaluan!
Kemarikan benda itu!” Dia merampas dengan kasar lyre di tangan Nathaniel dan
memeluk alat musik itu di dadanya yang Iebar. Lalu, dengan kedua mata
terpejam seolah terbuai, dia mulai memainkannya. Suara melodi yang indah
memenuhi ruang belajar. Jari-jari Mr. Sindra yang pendek dan gemuk bergerak
seperti sosis yang menari di antara senar-senar lyre; di luar burung-burung
berhenti berkicau untuk mendengarkan.
Mata Nathaniel dipenuhi air mata. Memori dari masa lampau yang jauh
melayang-layang bagaikan hantu di depan matanya…
73
“Sekarang kau!” Musik itu berhenti dengan suara mendecit nyaring. Lyre itu
diserahkan kembali kepadanya. Nathaniel mulai memetik senarnya. Jari-jarinya
tergelincir dan bertautan; di luar bebetapa burung terjatuh dari pohon dalam
keadaan pingsan. Rahang Mr. Sindra gemetar seperti puding tapioka dingin.
apa pun yang dicoba Nathaniel, usahanya yang sia-sia selalu berujung
kemarahan dan keputusasaan. Jauh berbeda keadaannya dengan pelajaran
menggambar, yang berlangsung dengan damai dan baik di bawah asuhan
gurunya, Ms. Lutyens. Dengan tubuh langsing dan sifat manis, dia satusatunya
guru yang dapat diajak Nathaniel bicara dengan bebas. Seperti Mrs.
Underwood, Ms. Lutyens tak memedulikan status Nathaniel yang “tanpa nama”.
Dengan percaya diri, dia menanyakan nama Nathaniel, dan Nathaniel
memberitahukannya tanpa berpikir dua kali.
“Mengapa,” Nathaniel pernah bertanya pada suatu sore musim semi, ketika
mereka duduk di ruang belajar sementara angin sepoi-sepoi bertiup melalui
jendela yang terbuka, “mengapa aku menghabiskan seluruh waktuku untuk
meniru pola ini? Pola ini sulit dan membosankan. Aku lebih memilih
menggambar kebun, atau ruangan ini?atau Anda, Ms. Lutyens.”
Ms. Lutyens tertawa. “Menggambar sketsa bagus untuk para seniman, Nathaniel,
atau untuk wanita-wanita muda kaya yang tak punya pekerjaan lain. Kau takkan
menjadi seniman atau wanita muda kaya, tujuanmu mengangkat pensil sama
sekali berbeda dengan mereka. Kau akan menjadi ahli, ahli gambar teknis?kau
harus dapat meniru segala pola yang kauinginkan, dengan cepat, dengan percaya
diri, dan di atas segalanya, dengan akurat.”
74
Nathaniel memandang muram kertas yang terletak di meja di antara mereka.
Kertas itu menunjukkan gambar rumit daundaun bersulur, bungabunga, dan
tanaman rambat, dengan bentuk-bentuk abstrak terimpit di tengah-tengahnya.
Nathaniel menyalin gambar itu di buku sketsanya dan telah mengerjakannya
selama dua jam tanpa henti. Gambar itu kini setengah jadi.
“Bukan tak ada gunanya,” jawab Ms. Lutyens. “Coba kulihat hasil pekerjaanmu.
Well, tidak jelek, Nathaniel, sama sekali tidak jelek, tapi lihat?tidakkah kaupikir
kubah menara ini tampak lebih besar daripada gambar aslinya? Lihat di sini?
Dan kau meninggalkan satu celah pada batang ini?ini kesalahan yang cukup
buruk.”
“Bukan itu intinya. Jika kau menyalin pentacle dan meninggalkan celah di
gambarmu, apa yang akan terjadi? Nyawamu akan menjadi taruhannya. Kau
belum ingin mati kan, Nathaniel?”
“Belum.”
“Ms. Lutyens!”
“Mr. Underwood takkan menerima kurang dari ini.” Dia terdiam sesaat,
menimbang-nimbang. “Tapi mendengar seruanmu itu kupikir tak ada gunanya
mengharapkanmu membuat yang lebih baik pada kali kedua. Kita akan berhenti
sampai di sini hari ini. Bagaimana kalau kau keluar ke kebun saja?
dan beristirahat sementara. Tak ada pelajaran yang diadakan di kebun. Tempat
itu tidak memiliki memori tak menyenangkan.
Kebun itu panjang dan sempit serta dikelilingi tembok tinggi dari bata merah.
Rumpun tanaman mawar merambati tembok pada musim panas, dan enam
pohon apel menebarkan pucuk bunga putih di sekitar halaman. Dua semak
tanaman rhododendron terentang melebar ke tengah-tengah kebun?di seberang
semak-semak itu ada area tertutup yang terlindung dari pandangan jendela-
jendela di rumah. Di tempat ini rerumputan tumbuh tinggi dan basah. Pohon
horse chestnut dari halaman sebelah menjulang tinggi, dan bangku dari batu,
hijau tertutup lumut, terletak terlindung di bawah bayangan tembok tinggi.
Di sebelah bangku itu ada patung marmer berbentuk pria yang memegang
seberkas kilat di tangannya. Patung itu mengenakan jaket model Victoria dan
memiliki sepasang cambang raksasa yang menonjol di kedua pipinya seperti
capit kumbang.
Patung itu telah aus termakan cuaca dan ditutupi lapisan tipis lumut, namun tetap
memberikan kesan berkekuatan besar dan berkuasa. Nathaniel terkagum-kagum
padanya dan bahkan berani bertanya kepada Mrs. Underwood siapa sebetulnya
pria itu, tapi wanita itu hanya tersenyum.
Tempat yang nyaman ini, dengan keterkucilannya, bangku batunya, dan patung
penyihir yang tak dikenal, adalah tempat Nathaniel datang kapan saja dia butuh
menimbun keberanian sebelum memulai pelajaran dengan masternya yang
dingin dan tegas.
76
Saat berusia antara enam sampai delapan tahun, Nathaniel hanya bertemu
masternya sekali seminggu. Pada kesempatankesempatan itu, setiap Jumat sore,
berlangsung ritual besar.
Setelah makan siang, Nathaniel harus pergi ke lantai atas untuk membersihkan
diri dan mengganti kemeja. Lalu, tepat pada pukul 14.30, dia muncul di pintu
ruang duduk masternya di lantai satu. Dia akan mengetuk pintu tiga kali,
kemudian terdengar suara yang mempersilakannya masuk.
dapat menangkap setiap nada suara masternya, takut bila ada yang terlewatkan.
Perbuatannya dapat menghasilkan sesuatu yang baik atau buruk, tapi satusatunya
penyihir buruk adalah yang tidak kompeten.
Apakah definisi inkompetensi, Nak?”
“Demon, Nak. Sebut mereka seperti apa adanya. Apakah yang tak boleh
dilupakan seseorang?”
“Demon adalah makhluk jahat dan akan melukai kita jika bisa, Sir.” Suara
Nathaniel bergetar ketika mengucapkan ini.
“Ya, Sir.”
“Sembilan? Bagus. Kalau begitu, minggu depan kita akan mulai mempelajari
ilmu sihir yang sesungguhnya. Mr. Purcell sekarang sibuk memberikan basis
pelajaran yang memadai soal pengetahuan dasar. Setelah ini kita akan bertemu
dua kali seminggu, dan aku akan mulai memperkenalkanmu dengan dalil sentral
orde kita. Meski begitu, hari ini kita akhiri dengan kau mengulang alfabet
Yahudi dan dua belas angka pertamanya.
Lanjutkan.”
Dua hari setelah ulang tahunnya yang kesembilan, masternya muncul di dapur
saat dia sarapan.
“Ini bahan bacaanmu untuk tiga tahun ke depan,” kata masternya, mengetuk-
ngetuk permukaan rak buku. “Saat berusia dua belas tahun, kau sudah harus
menghafal seluruh isinya. Buku-buku ini ditulis dalam bahasa Inggris
Pertengahan, Latin, Ceko, dan Yahudi sebagian besar, walaupun kau juga akan
menemukan yang dalam bahasa Coptic tentang ritual kematian Mesir. Ada
kamus Coptic untuk membantumu membaca.
Terserah padamu bagaimana kau membaca semuanya; aku tak punya waktu
untuk menolongmu. Mr. Purcell akan membantumu meningkatkan kemampuan
bahasamu dengan cepat. Mengerti?”
“Apa, Nak?”
“Jika saya telah selesai membaca ini semua, Sir, apakah saya akan mengetahui
semua yang diperlukan? Untuk menjadi penyihir, maksud saya. Tampaknya
semua amat banyak.”
yang menjulang dari lantai hingga langit-langit; dipenuhi ratusan buku, setiap
buku lebih tebal dan lebih berdebu dibandingkan sebelumnya, jenis buku yang,
orang dapat mengetahuinya tanpa membukanya, berisi tulisan-tulisan kecil
dalam dua kolom di setiap halamannya. Nathaniel menelan ludah.
“Baca semua buku itu;” kata masternya dengan nada kering, “dan kau mungkin
akan berhasil menuju ke suatu tempat. Rak itu memuat ritual dan mantra yang
kauperlukan untuk memanggil demon tertentu; dan kau bahkan belum akan
memulainya hingga kau berusia remaja, maka singkirkanlah dari pikiranmu. Rak
milikmu”?dia mengetuk-ngetukkan jari di permukaan kayunya
lagi?”memberikan pengetahuan persiapan dan sudah lebih dari cukup untuk saat
ini. Sekarang, ikut aku.”
Dengan enggan, Nathaniel melihat. Dia merasa sulit memandang mata galak
berwarna cokelat milik pria tua itu, dan akibatnya otaknya membeku. Dia tak
melihat apa-apa.
81
“Well?”
“Mm…”
“Oh, dasar bodoh!” Masternya berseru frustrasi dan menarik kulit bawah
matanya, menampakkan bagian merah di dalamnya.
“Tak dapatkah kau melihat? Lensa, Nak! Lensa kontak! Di seputar bagian tengah
mataku! Lihat?”
Dengan putus asa, Nathaniel melihat lagi, dan kali ini dia memang melihat
lingkaran samar, tipis seperti garis pensil di seputar biji mata, menutupinya.
“Untuk mencegah demon menguasai diri saya dengan cara mengetahui nama
lahir saya, Sir.”
“Ya, Sir. Bagaimana cara kacamata ini membantu melihat menembus sesuatu,
Sir?”
“Saat demon berubah wujud, mereka dapat menjadi bentuk apa saja, bukan
hanya dalam dunia keberadaan ini, tapi juga dalam beberapa tingkatan
keberadaan?aku akan memberikan pelajaran mengenai beberapa plane ini
segera, jangan bertanya sekarang. Beberapa demon tingkat tinggi bahkan bisa
menjadi 82
Lensa-lensa itu, dan kacamata itu bagi skala yang lebih kecil, akan membantumu
melihat dalam beberapa plane sekaligus, memberikan kesempatan bagimu untuk
melihat menembus ilusi mereka. Perhatikan?”
Master Nathaniel meraih rak penuh berisi botol di belakangnya dan memilih
botol kaca besar yang mulutnya ditutup sumbat dan lilin perekat. Di dalamnya
ada cairan garam kehijauan dan tikus mati, bulu-bulunya cokelat dan berdaging
pucat. Nathaniel mengernyit. Masternya menatapnya.
“Jenis apa?”
“Bagus. Bahasa Latin pula, heh? Bagus sekali. Salah sama sekali, tapi tetap saja
bagus. Ini sama sekali bukan tikus. Pakai kacamatamu dan lihat lagi.”
Nathaniel mengerjakan apa yang disuruh. Kacamata itu terasa dingin dan berat
di hidungnya. Dia memandang melalui kacanya yang buram, butuh satu atau dua
detik untuk menjadi fokus. Ketika botol itu tampak di depan matanya, Nathaniel
tersentak. Tikus itu telah hilang. Sebagai gantinya tampak makhluk kecil
berwarna hitam dan merah dengan wajah seperti spons, sayap seperti kumbang,
dan perut bagian bawah berbentuk akordion. Mata makhluk itu terbuka dan
ekspresinya terluka. Nathaniel membuka kacamata dan melihat lagi. Si tikus
cokelat tampak mengambang dalam cairan, seperti acar.
“Astaga,” katanya.
“Hmm? Mati? Kupikir begitu. Jika tidak, dia pasti akan marah. Dia telah berada
dalam botol itu selama setidaknya lima puluh tahun?aku mewarisinya dari
masterku.”
Dia mengembalikan botol itu ke rak. “Kaulihat, Nak,” dia melanjutkan, “bahkan
demon yang paling kecil pun kekuatannya jahat, berbahaya, dan licik. Kita tak
boleh melepaskan kesiagaan walau sebentar saja. Perhatikan ini.”
Dari belakang pembakar bunsen, dia mengambil kotak segi empat dari kaca yang
sepertinya tak memiliki tutup. Enam makhluk kecil berdengung di dalamnya,
membentur-bentur dinding penjara mereka. Dari kejauhan mereka tampak
seperti serangga; setelah melihat dari jarak dekat, Nathaniel menyadari kaki
mereka terlalu banyak untuk ukuran serangga.
Kau tak memerlukan kacamata untuk melihat wujud asli mereka. Tapi bahkan
mereka ini dapat menimbulkan masalah jika tak ditangani dengan tepat. Kau
lihat sengat berwarna jingga di bawah ekor mereka? Sengat-sengat itu
menimbulkan bengkak menyakitkan pada tubuh korbannya; jauh lebih buruk
daripada sengatan lebah atau tawon. Mereka menjadi metode yang dikagumi
untuk menghukum seseorang, entah dia pesaing menyebalkan… atau murid yang
tak menurut.”
Nathaniel segera mengetahui bahwa masih lama sekali baru dia akan diizinkan
menggunakan peralatan-peralatan itu sendiri.
Dia belajar dengan masternya dalam ruangan itu dua kali seminggu, dan selama
berbulan-bulan dia tak melakukan apaapa selain mencatat. Dia belajar tentang
prinsip penggunaan pentacle dan seni tulisan kuno. Dia mempelajari ritual
pensucian yang benar yang harus diperhatikan penyihir sebelum mulai
memanggil makhluk halus. Dia disuruh mengaduk dan menumbuk campuran
dupa yang akan menarik demon atau menyingkirkan yang tak diinginkan. Dia
memotong-motong lilin menjadi berbagai ukuran dan mengaturnya menjadi
beberapa pola. Tapi tak sekali pun masternya memanggil sesuatu.
“Sabar,” wanita itu berkata padanya. “Kesabaran adalah hal terpenting. Jika
terburuburu, kau akan gagal. Dan kegagalan amat menyakitkan. Kau harus selalu
rileks dan berkonsentrasi pada pekerjaanmu sekarang. Nah, kalau kau sudah
siap, aku ingin kau membuat gambar itu lagi, tapi kali ini dengan mata tertutup.”
“Bagaimana saya bisa melihat?” dia bertanya, agak terlalu kasar daripada
biasanya bila berbicara dengan masternya; tatapan masternya dengan mata agak
menyipit segera membuatnya tutup mulut.
Mendadak, dia menyadari dengan terkejut bahwa beberapa lilin di salah satu
pojok ruangan telah tumbang. Setumpuk kertas terbakar, dan apinya menyebar.
Nathaniel berseru kaget dan melangkah…
“Diam di tempat!”
Jantung Nathaniel nyaris berhenti berdetak karena ketakutan.
Dia membeku dengan satu kaki terangkat. Mata masternya terbuka dan
memandangnya tajam dengan tatapan marah. Dengan suara menggelegar,
masternya merapalkan tujuh Kata Pembebasan. Api di pojok ruangan lenyap,
beserta kertas-kertas yang terbakar; lilin-Iilin itu kembali tegak berdiri dan
menyala dengan tenang. Jantung Nathaniel bagai mengerut di dadanya.
“Melangkah keluar dari lingkaran, ya?” Tak pernah dia mendengar suara
masternya begitu bengis. “Aku telah memberitahumu bahwa beberapa dari
mereka tetap tak terlihat. Mereka ahli ilusi dan tahu seribu cara untuk
mengalihkan perhatian serta 86
membujukmu. Satu langkah lagi dan kau sendiri akan tersambar api. Pikirkan itu
sementara kau kelaparan malam ini.
Pergi ke kamarmu!”
Dia belajar melawan segala jenis bujukan. Beberapa roh tak kasatmata
menyerangnya dengan bau memuakkan yang membuatnya muntah; yang lain
memesonanya dengan bau parfum yang mengingatkannya akan parfum Ms.
Lutyens atau Mrs.
Beberapa, yang sedikit lebih kuat, dapat mempertahankan ilusi mereka bahkan
pada plane-plane lain yang terdeteksi. Terhadap seluruh persepsi
membingungkan ini Nathaniel menyesuaikan diri dengan tenang dan percaya
diri. Pelajaran-pelajarannya 87
Dia menjadi lebih tegar, lebih lentur, lebih bertekat untuk maju. Dia
menghabiskan seluruh waktu senggangnya mempelajari manuskrip-manuskrip
baru.
Sang master puas akan kemajuan muridnya dan Nathaniel, biarpun tak sabar
dengan kecepatan tahapan pelajarannya, amat senang akan apa yang telah
dipelajarinya. Mereka memiliki hubungan yang produktif, biarpun tidak dekat,
dan mungkin akan terus berlanjut seperti itu jika tak ada insiden mengerikan
yang terjadi pada musim panas sebelum ulang tahun Nathaniel yang kesebelas.
88
Akhirnya, subuh datang juga.
Aku dikasari gadis berusia tiga belas tahun. Aku bersembunyi di tong sampah.
Dan sekarang, untuk menutup segalanya, aku meringkuk di atap Westminster
Abbey, berpura-pura menjadi patung gargoyle. Keadaan tak mungkin lebih
buruk daripada ini.
Seberkas sinar matahari terbit menimpa bagian pinggir Amulet, yang tergantung
di leherku yang berlumut. Amulet itu memantulkan sinar matahari, terang
bagaikan pantulan kaca. Otomatis aku mengangkat sebelah cakarku untuk me-89
nutupinya, kalaukalau ada yang mengawasi, tapi aku tak terlalu khawatir.
Aku meringkuk dalam tong sampah di gang itu selama dua jam, cukup lama
untuk beristirahat, dan bau sayuran busuk terserap di sekujur tubuhku. Lalu ide
cemerlang muncul di kepalaku untuk menyamar sebagai salah satu patung
penghuni gereja. Di sana aku terlindung ornamen-ornamen sihir yang melimpah
di dalam gedung?ornamen-ornamen itu menutupi sinyal Amulet.1 Dari sudut
pandangku yang menguntungkan, sekarang aku melihat beberapa sphere di
kejauhan, tapi tak ada yang mendekat. Akhirnya malam berlalu, dan para
penyihir yang memburuku telah lelah. Sphere-sphere yang berkeliaran di langit
meredup dan padam. Ketegangan telah lewat.
Ketika matahari terbit, aku menunggu panggilan dengan tidak sabar. Anak lelaki
itu berkata akan memanggilku saat subuh, tapi tak diragukan lagi dia akan terus
tidur seperti umumnya remaja malas.
Sementara menunggu, aku menyusun pikiran-pikiranku.
Satu hal yang pasti adalah anak itu telah dikibuli penyihir dewasa, semacam
bayangbayang pengaruh yang ingin mengalihkan kesalahan kepada anak itu. Tak
sulit menebaknya?tak ada anak seumurnya yang sanggup memanggilku untuk
melaksanakan tugas sebesar ini sendiri. Kemungkinannya adalah si penyihir
misterius ini ingin menjatuhkan Lovelace dan merebut kekuatan Amulet. Jika
benar, dia mempertaruhkan segalanya.
1 Banyak penyihir besar dari abad kesembilan belas dan kedua puluh
dimakamkan di Westminster Abbey setelah (dan dalam satu atau dua kasus,
beberapa saat sebelum) mereka meninggal. Nyaris semua membawa minimal
satu artefak berkekuatan tinggi ke dalam kubur. Ini lebih daripada sekadar untuk
memamerkan kekayaan dan kekuatan mereka, sekaligus membuat benda-benda
tersebut mubazir.
Ini cara untuk dengan licik menghindari benda-benda itu jatuh ke tangan pewaris
mereka?penyihir-penyihir lain tidak mau mengambil benda-benda dari kuburan
tersebut karena takut akan pembalasan dari dunia supernatural.
90
Dilihat dari besarnya jumlah pemburu yang baru saja berhasil kuhindari,
beberapa manusia berpengaruh amat merisaukan hilangnya amulet ini.
Fakta bahwa dia dapat mempekerjakan (dan mengikat) Faquarl dan Jabor
membuktikan itu. Rasanya anak itu takkan memiliki kesempatan hidup jika si
penyihir menemukannya.
Lalu ada gadis itu, anak non-penyihir yang kawan-kawannya dapat melawan
sihirku dan melihat menembus ilusiku. Beberapa abad telah berlalu sejak
terakhir kali aku berurusan dengan manusia sejenis mereka, karena itulah
menemukan mereka di London sini membuatku tertarik. Apakah mereka
mengerti atau tidak akibat kekuatan mereka, sulit diketahui.
Si gadis sepertinya tak tahu persis apa amulet ini, hanya bahwa barang ini cukup
berharga untuk dimiliki. Dia pasti tidak berkomplot dengan Lovelace atau si
bocah. Aneh… aku tak dapat melihat apa sebetulnya kepentingan gadis itu
dalam hal ini.
Oh well, ini takkan menjadi masalahku. Sinar matahari menerpa atap gereja.
Aku mengizinkan sayap-sayapku meregang sedikit dengan nyamannya.
Seribu kail pancing seakan menancap pada diriku. Aku ditarik ke beberapa arah
sekaligus. Bertahan terlalu lama akan merobek inti rohku, tapi aku memang tak
ingin berlama-lama.
Dengan harapan yang menjulang tinggi dalam benakku, aku mematuhi panggilan
itu, menghilang dari atap…
Tak lama akan menjadi milik Simon Lovelace lagi. Ambil dan nikmatilah
konsekuensinya. Aku tadi mau bertanya tentang pentacle yang kaugambar ini:
huruf kuno apa ini? Garis tambahan ini?”
Jika aku tidak berpengalaman, aku berani bersumpah dia menyeringai mengejek,
raut wajah yang tak wajar untuk orang semuda dia.
“Aha!” aku mengaum. “Kau salah melafalkan yang ini! Dan kau tahu apa itu
artinya, bukan…?” Aku menekuk tubuhku seperti kucing yang siap menerkam.
Wajah anak itu berubah menjadi campuran warna putih dan merah yang
menarik; bibir bawahnya bergetar; matanya melotot. Tampaknya dia sangat ingin
melarikan diri, tapi dia tak melakukannya, maka rencanaku pun berantakan.2
Cepatcepat dia memeriksa tulisan-tulisan di lantai.
2 Jika penyihir meninggalkan lingkarannya sementara pemanggilan berlangsung,
kuasanya terhadap si korban akan terputus. Aku berharap itu terjadi, maka aku
akan terbebas. Kebetulan, hal itu juga memungkinkan aku melangkah keluar dari
pentacle dan menyerangnya.
92
“Demon bernyali ciut! Pentacle ini rapat?mengikatmu dengan ketat!”
“Oke, aku bohong.” Tubuhku mengerut. Sayap-sayapku yang terbuat dari batu
melipat di bawah punukku. “Kau mau amulet ini atau tidak?”
Mangkuk sabun kecil terletak di lantai di antara lingkaran terluar kedua pentacle.
Aku mengambil Amulet dan dengan rasa lega yang besar melemparkannya
dengan santai ke mangkuk.
Anak lelaki itu membungkuk untuk mengambilnya. Dari ujung mataku aku
memerhatikannya dengan saksama?jika satu kaki, satu jari, keluar dari
lingkarannya, aku akan menyergapnya lebih cepat daripada belalang yang
sedang berburu.
Tapi anak itu tahu apa yang harus dilakukan. Dia mengeluarkan sebatang ranting
dari saku jaketnya yang lusuh. Di ujung ranting itu tertempel kaitan dari kawat
yang kelihatannya mirip penjepit kertas yang bengkok-bengkok. Dengan
beberapa sodokan dan entakan, dia berhasil mengait tepi mangkuk itu dan
menariknya ke dalam lingkarannya. Lalu dia mengambil rantai amulet itu,
sambil mengernyitkan hidung.
“Oleh setengah kompi makhluk halus di London.” Aku memutar bola mata
batuku dan mengatupkan paruhku yang bertanduk.
“Jangan salah, Nak, mereka akan datang kemari, bermata kuning dan haus darah,
siap membekukmu. Kau akan tak berdaya, tak memiliki perlindungan untuk
melawan ke-93
kuatan mereka. Kau hanya punya satu kesempatan; bebaskan aku dari lingkaran
ini dan aku akan membantumu lolos dari genggaman mereka.”3
“Amulet yang berada di tanganmu telah menjawab pertanyaan itu. Well, tak
mengapa. Aku telah melaksanakan perintah, tugasku selesai. Untuk sisa masa
hidupmu yang singkat, selamat tinggal!” Wujudku meredup, mulai lenyap. Riak-
riak kecil uap mengepul dari lantai seakan hendak menelanku dan membawaku
pergi. Cuma harapan kosong?Pentacle Adelbrand takkan membiarkan hal itu
terjadi.
“Kau tak dapat pergi! Aku memiliki tugas lain untuk engkau.”
Tak ada yang menggunakan bahasa seperti itu sekarang, dan sudah tak pernah
terdengar sejak dua ratus tahun lalu. Setiap orang bisa menganggap dia
mempelajari ini semua dari buku kuno.
Tapi ada engkau atau tidak, dia benar. Kebanyakan pentacle biasa akan
mengikatmu pada satu tugas saja. Laksanakan, lalu kau bebas untuk pergi. Jika si
penyihir membutuhkanmu lagi, dia harus mengulangi dari awal semua ritual
tetek-bengek melelahkan untuk memanggilmu. Tapi Pentacle Adelbrand
mengenyahkan semua kerepotan itu: garisgaris dan mantramantra tambahannya
seperti mengunci pintu dengan kunci dobel dan menahanmu secara paksa untuk
tugas-tugas selanjutnya.
Ini formula sihir yang kompleks dan membutuhkan stamina serta konsentrasi
orang dewasa, dan ini memberiku amunisi untuk seranganku berikutnya.
Anak lelaki itu sibuk membolak-balik Amulet di tangannya yang pucat. Dia
menengadah heran. “Siapa yang di mana?”
“Si bos, mastermu, sang eminence grise, yang berkuasa di balik takhta. Pria yang
menyuruhmu melakukan pencurian ini, yang memberitahumu apa yang harus
kaukatakan dan harus kaugambar. Pria yang akan berdiri tak tersentuh di balik
bayangan saat jin-jin Lovelace melemparkan mayatmu yang tercabik-cabik ke
atas atap-atap rumah London. Dia bermainmain dengan sesuatu yang tak
kaupahami, memanfaatkan kebodohan dan kesombongan jiwa mudamu.”
“Aku ingin tahu, apa yang dikatakannya kepadamu?” Aku berkata dengan nada
sok berkuasa yang berirama: “Pekerjaan yang baik sekali, anak muda, kau
penyihir kecil terhebat yang pernah kulihat sejak lama. Katakanlah, apakah kau
ingin membangunkan jin yang kuat? Mau? Well, mari kita lakukan! Kita juga
bisa mempermainkan seseorang?mencuri amulet?”
Anak lelaki itu tertawa. Aku tak menduganya. Aku siap menghadapi kemarahan
yang menyembur atau keputusasaan.
Dia membalik amulet itu untuk terakhir kali, lalu membungkuk dan
meletakkannya kembali ke mangkuk. Itu juga tak kuduga. Dengan menggunakan
ranting berkait tadi, dia mendorong mangkuk itu kembali ke tempatnya semula
di lantai.
“Mengembalikannya.”
“Ambil.”
95
Aku tak ingin saling melontarkan penghinaan sok sopan dengan anak dua belas
tahun, terutama yang dapat memaksakan kehendaknya padaku, maka aku meraih
keluar dari lingkaranku dan memungut amulet itu.
“Sekarang apa? Saat Simon Lovelace datang, aku tak mau mempertahankan
benda ini, kau tahu? Aku akan segera mengembalikannya disertai senyuman dan
lambaian. Dan menunjukkan di balik tirai mana kau bersembunyi sambil
gemetar.
Tunggu.
Anak itu mengambil sesuatu dari saku bagian dalam jaketnya yang kedodoran.
Apakah aku sudah menyebutkan bahwa jaket itu tiga ukuran terlalu besar
untuknya? Jaket tersebut jelas tadinya milik penyihir ceroboh, karena, meskipun
telah dipenuhi tambal sulam, jaket itu masih menunjukkan kerusakan yang tak
diragukan lagi akibat api, darah, dan cakaran binatang. Aku berharap anak ini
memiliki nasib yang sama dengan pemilik jaket sebelumnya.
cermin pengintai dari perunggu yang digosok hingga berkilau. Dia mengusapkan
tangan kanannya ke permukaan benda itu beberapa kali dan mulai memandangi
besi yang memantul itu dengan konsentrasi tinggi. Entah imp jenis apa yang
terperangkap di dalamnya, tapi piringan itu segera merespons.
harapan yang terlalu tinggi?tapi nama resminya bolehlah untuk permulaan.4 Tapi
aku tak beruntung. Barang yang paling pribadi, paling intim, paling
mengungkapkan siapa dirinya?
melakukan hal ini dengan amat lihai sehingga tak ada seorang pun, baik itu
manusia maupun makhluk halus, dalam plane ini atau plane-plane lain, dapat
melihatmu masuk atau keluar; aku kemudian memerintahkanmu segera kembali
kepadaku, diam-diam dan tak terlihat, untuk menunggu perintah selanjutnya.
4 Semua penyihir memiliki dua nama, nama resmi mereka dan nama lahir. Nama
lahir adalah yang diberikan orangtua mereka, dan karena nama lahir
berhubungan kuat dengan sifat dasar dan tabiat mereka, nama itu merupakan
sumber kekuatan sekaligus kelemahan mereka. Mereka merahasiakannya dari
semua orang, karena jika musuh mengetahuinya, dia dapat menguasai si pemilik
nama, caranya mirip dengan penyihir yang hanya bisa memanggil jin jika dia
mengetahui nama aslinya.
Maka para penyihir menyembunyikan nama lahir mereka dengan hatihati sekali,
menggantinya dengan nama resmi saat mereka cukup umur. Selalu berguna jika
mengetahui nama resmi penyihir?tapi jauh, jauh lebih menguntungkan jika
mengetahui nama rahasianya.
97
Karena telah mengatakannya dalam satu napas, wajahnya membiru setelah itu.5
Aku merengut di balik alis batuku.
5 Sangat dianjurkan bila berurusan dengan entitas halus dan cerdik seperti
diriku.
Amat biasa jika tarikan napas diartikan sebagai kaliraat yang telah selesai, yang
dapat mengubah arti instruksinya atau merabuat kalimat itu raenjadi tak berarti.
Jika kami dapat menyalahartikan sebuah kalimat, kami akan dengan senang hati
melakukannya.
98
Di bawah… Well, memang mengejutkan.
“Aku tidak menjebaknya. Aku hanya ingin amulet itu aman, di balik
perlindungan apa pun yang dia miliki. Takkan ada yang menemukannya di
sana.” Dia berhenti sebentar. “Tapi jika mereka menemukannya…”
“Kau akan terbebas dari tuduhan. Taktik khas penyihir. Kau belajar lebih cepat
daripada kebanyakan orang.”
Tetap saja, aku tak dapat melayang-layang di sana bergosip sepanjang hari. Aku
menyelimuti amulet itu dengan mantra, membuatnya mengecil untuk sementara
dalam bentuk sarang labalaba yang melayang terbawa angin. Lalu aku melesak
melalui lubang mata kayu pada lempengan papan terdekat, merayap sebagai asap
menembus celah pada lantai, dan dalam wujud labalaba merangkak dengan
hatihati keluar dari retakan langit-langit ruangan yang berada tepat di bawah.
99
a
MR. Collection’s
Ruangan itu kamar mandi kosong. Pintunya terbuka; aku berlari menuju pintu
melalui eternit secepat delapan kaki dapat membawaku. Sembari jalan, aku
menggeleng-gelengkan rahangku mengingat kekurangajaran anak itu.
Menjebak penyihir lain: itu hal biasa. Sudah lumrah bila menjadi penyihir,
karena berhubungan dengan daerah kekuasaan.
1 Tapi menjebak mastermu sendiri, itu baru luar biasa?bahkan sungguh unik
pada penyihir dua belas tahun. Tentu, setelah dewasa, para penyihir kadang kala
melakukan hal-hal yang melanggar aturan, tapi tidak saat mereka baru saja
memulai; tidak saat mereka baru saja mempelajari peraturannya.
Bagaimana aku bisa yakin penyihir yang dimaksud adalah masternya? Well,
kecuali praktik yang telah lama dilakukan sekarang diubah dan murid-murid
penyihir dibawa dengan bus ke sekolah berasrama (nyaris tak mungkin terjadi),
tak ada penjelasan lain. Para penyihir mendekap ilmu pengetahuan dekat dengan
jiwa mereka yang keriput, melindungi kekuatan dengan tamak seperti orang
kikir mendekap emas mereka, dan mereka hanya akan mewariskannya dengan
penuh kehatihatian.
Sejak zaman Median Magi, murid-murid selalu tinggal sendiri di rumah guru
mereka?satu master untuk satu murid, menerima pelajaran mereka dalam
kerahasiaan dan diam-diam.
1 Para penyihir adalah kelompok manusia yang paling licik, dengki, dan pandai
memanipulasi di dunia, bahkan jika dibandingkan pengacara dan kalangan
akademis. Mereka memuja kekuasaan dan berusaha mendapatkannya, juga
mencari setiap kesempatan untuk menyikut pesaing mereka. Menurut perkiraan
kasar, setidaknya delapan puluh persen pemanggilan makhluk halus ada
hubungannya dengan menipu sesama penyihir, atau mempertahankan diri dari
hal yang sama.
Maka kesimpulannya: sepertinya untuk melindungi dirinya sendiri, anak tak tahu
terima kasih ini mengambil risiko mengarahkan kemurkaan penyihir berkuasa ke
masternya yang tak bersalah. Aku amat terkesan. Meskipun dia hams
bersekongkol dengan orang dewasa?beberapa musuh masternya, mungkin?
rencana jahat ini cukup mengagumkan untuk dilakukan seseorang yang begitu
muda.
Arthur Underwood. Aku menduga dia penyihir kelas rendahan, tukang tipu dan
pembual yang tak pernah berani mengganggu makhluk dengan tingkatan lebih
tinggi seperti aku. Benar saja, saat dia melangkah di bawahku memasuki kamar
mandi (aku keluar di saat yang tepat), penampilannya pantas menjadi penyihir
kelas dua. Penegas pasti dugaan ini bisa dilihat dari atribut-atribut terkenal
sepanjang masa yang ada pada dirinya, yang oleh manusia lain dikaitkan dengan
sihir hebat dan luar biasa: rambut panjang tak terurus berwarna abu tembakau,
janggut panjang putih yang menjulur ke depan seperti haluan kapal, dan
sepasang alis yang rimbun.2 Aku dapat membayangkan pria ini mengendap-
endap di jalan-jalan London mengenakan setelan beludru hitam, rambut berkibar
dramatis ala penyihir dalam dongeng di belakangnya. Dia mungkin memiliki
tongkat dengan ujung berhiaskan emas, bahkan mungkin sehelai jubah gaya. Ya,
dia cocok sekali dengan gambaran 2 Penyihir-penyihir kelas bawah mau
bersusah payah mempertahankan penampilan penyihir tradisional seperti ini.
Kebalikannya, para penyihir yang benar-benar hebat malah lebih senang
berpenampilan seperti akuntan.
101
itu: amat mengesankan. Kebalikan dari sekarang, terseok-seok memakai celana
piama, menggaruk-garuk bagian tubuh yang tak pantas disebutkan dan mengepit
surat kabar yang terlipat di ketiak.
“Martha!” Dia berteriak persis sebelum menutup pintu kamar mandi. Wanita
kecil dan bulat keluar dari kamar tidur.
“Ya, Sayang?”
“Oh, aku melihatnya. Kotor sekali. Jangan khawatir, aku akan berbicara pada
wanita itu. Dan aku akan segera membersihkannya dengan kemoceng.”
Penyihir hebat itu menggerutu dan menutup pintu. Wanita itu menggeleng
dengan raut wajah maklum dan, sambil menggumamkan lagu riang, menghilang
ke lantai bawah. Si labalaba “menjijikkan” membuat tanda tidak sopan dengan
dua kakinya dan melangkah melintasi langit-langit, menyeret benang sarang di
belakangnya.
Dan di sini aku berhenti. Pintunya diberi perlindungan dari orang-orang tak
berkepentingan berupa jampi berbentuk bintang bersudut lima. Ini rintangan
mudah. Bintang itu tampak dibuat dari cat merah yang mengelupas; meski
begitu, jika pelanggar yang tak sadar membuka pintunya, jebakan itu akan
bereaksi dan cat di pintu itu akan berubah kembali menjadi wujud aslinya?bola
api yang berputar.
trik dasar. Pelayan rumah yang mau tahu mungkin akan histeris, tapi Bartimaeus
tidak. Aku membuat Perisai di seputar wujudku dan, sambil menyentuh bagian
bawah pintu dengan cakar kecilku, pintu itu kudorong membuka beberapa
sentimeter.
Garisgaris tipis oranye muncul di bagian dalam tepi bintang bersudut lima itu.
Selama sedetik garisgaris itu mengalir bagaikan sesuatu yang cair, menjalar
mengitari bentuk bintang. Lalu semburan api melesat dari ujung teratas bintang,
memantul di dinding dan menukik ke arahku.
Aku telah siap menghadapi hantaman dengan Perisaiku, tapi hantaman itu tak
pernah menyentuhku.
Semburan api melewatiku dan mengenai jejak benang sarang yang kutarik. Dan
benang sarang itu menyedotnya, mengisap api dari bintang itu bagaikan
mengisap jus dengan sedotan.
Dalam sekejap semua berakhir. Api itu lenyap. Api menghilang terisap ke dalam
benang sarang, yang tetap dingin seperti semula.
Dengan sedikit terkejut, aku menoleh. Bentuk bintang yang hangus terpapar
pada pintu ruang kerja. Saat aku memerhati_
kan, jampi itu mulai berubah kembali menjadi merah?gambar bintang tengah
mengisi kembali amunisinya untuk dilontarkan ke pengganggu selanjutnya.
Tibatiba aku menyadari apa yang terjadi. Jelas sekali. Amulet Samarkand
melakukan sesuatu yang memang selayaknya dilakukan amulet-amulet?benda
itu melindungi pemakainya.3
Dengan amat baik pula. Amulet itu telah menyerap jampi 3 Amulet adalah jimat
pelindung; benda yang menghalau kekuatan jahat. Benda ini objek pasif dan
meskipun dapat mengisap atau memantulkan segala jenis sihir berbahaya, amulet
tak dapat secara aktif dikontrol si pemilik. Maka benda ini kebalikan dari
talisman, yang memiliki kekuatan magis aktif yang dapat digunakan sesuai
kehendak pemiliknya. Tapal kuda adalah amulet (primitif); sepatu bot tujuh
league (bot ajaib yang bisa membuat pemakainya bergerak sejauh tujuh league
dalam satu langkah) adalah salah satu bentuk talisman.
103
tanpa kesulitan berarti. Oke-oke saja buatku. Aku membuka Perisaiku,
menyusup ke sela pintu yang terbuka, dan masuk ke ruang kerja Underwood.
Setelah pintu, aku tak menemukan jebakan lain dalam plane mana pun, satu lagi
tanda bahwa penyihir ini berasal dari kelas rendahan. (Aku teringat jaringan
panjang perlindungan yang disebarkan Simon Lovelace dan telah kutembus
dengan amat mudah. Jika anak lelaki itu beranggapan amulet ini akan aman
dalam “lindungan” masternya, dia akan mendapati kebalikannya.) Ruangan itu
rapi, meski berdebu, dan berisi antara lain lemari terkunci yang kuanggap
sebagai tempat penyimpanan harta karun. Aku masuk melalui lubang kunci,
menarik benang sarang di belakangku.
Setelah berada di dalam aku membuat mantra Iluminasi kecil. Tumpukan benda
sihir rongsokan yang menyedihkan disusun dengan kasih sayang dalam rak kaca
tiga susun. Beberapa dari benda-benda itu, seperti Dompet Tinker, dengan saku
rahasianya yang dapat membuat uang “menghilang”, sama sekali tidak
berkekuatan sihir. Membuat perkiraanku yang menyatakan Underwood sebagai
penyihir kelas dua terdengar melebih-lebihkan. Aku nyaris merasa kasihan pada
pria tua bodoh itu. Demi keselamatannya kuharap Simon Lovelace tak pernah
mampir ke sini.
Ada totem burung Jawa di bagian belakang lemari, paruh dan bulunya kelabu
terselaput debu. Aku menarik benang sarang di antara dompet dan kaki kelinci
era Edward dan meletakkannya di belakang totem. Bagus. Takkan ada yang
menemukannya di sana kecuali mereka mencari. Akhirnya aku mengenyahkan
mantra dari benang sarang itu, mengembalikan ukuran dan bentuk amuletnya
seperti semula.
Dengan begitu, tugasku selesai. Aku keluar dari lemari dan ruang kerja tanpa
sekali pun cegukan lalu kembali ke lantai atas.
104
Pada saat inilah dimulai sesuatu yang menarik.
Aku sedang kembali menuju loteng, tentu saja, melalui langit-langit yang miring
di atas tangga, ketika tanpa diduga anak lelaki itu melewatiku menuju ke bawah.
Dia mengikuti istri si penyihir, wajahnya tampak kesal. Rupanya dia baru saja
dipanggil dari kamarnya.
Aku segera menegakkan tubuh. Ini tak bagus untuknya, dan aku dapat melihat
dari wajahnya bahwa dia pun menyadarinya.
Dia tahu aku akan kembali, bahwa perintah yang dia berikan adalah untuk segera
kembali kepadanya, diam-diam dan tak terlihat, untuk menunggu perintah
selanjutnya. Maka dari itu dia tahu aku mungkin sedang mengikutinya sekarang,
mendengarkan dan mengamati, mengetahui lebih banyak mengenai dirinya, dan
bahwa dia tak dapat melakukan apa pun sampai dia kembali berada di kamarnya
dan berdiri kembali dalam pentode.
Singkatnya, dia telah kehilangan kontrol situasi, keadaan yang berbahaya bagi
semua penyihir.
Sesuai dengan yang diperintahkan, tak ada yang melihat atau mendengarku saat
aku merayap mengikuti dari belakang.
Wanita itu menggiring si anak lelaki ke pintu di lantai dasar. “Dia di sana,
Sayang,” katanya.
“Oke,” sahut anak itu. Suaranya ramah dan pasrah, tepat seperti yang
kuinginkan.
Mereka masuk, wanita itu terlebih dahulu, anak lelaki itu kemudian. Pintu
tertutup dengan amat cepat sehingga aku hams dua kali melontarkan benang
secara kilat dan mengayunkan tubuhku melalui celah pintu sebelum tertutup.
Pertunjukan yang canggih?kalau saja ada yang menyaksikannya. Tapi tidak.
Diam-diam dan tak terlihat, itulah aku.
105
Kami berada di dalam ruang makan yang muram. Si penyihir, Arthur
Underwood, duduk sendirian di kepala meja makan yang berwarna gelap dan
mengilat. Cangkir, piring, dan teko kopi dari perak dalam jangkauannya. Dia
masih terbenam dalam surat kabarnya, yang terletak setengah terlipat di meja.
Ketika si wanita dan anak itu masuk, dia mengangkat surat kabar, membuka
lipatannya, menyentakkan halamannya hingga terbuka dengan bergemeresak dan
melipatnya lagi. Dia tak menengadahkan kepala.
Mendengar kata-kata ini dia tetap tak bergerak, seperti biasanya labalaba. Tapi
dalam hati dia bersorak.
Aku senang melihat wajah si anak lelaki mengernyit. Matanya dengan cepat
menyapu sekitar, pasti bertanya-tanya apakah aku ada di sana.
Si penyihir tak memberikan tanda bahwa dia telah mendengar, tetap terpaku
pada surat kabarnya. Istrinya mulai menyusun ulang rakaian bunga kering yang
agak menyedihkan di rak perapian. Aku segera menebak siapa yang bertanggung
jawab atas vas bunga di kamar anak lelaki itu. Bungabunga mati untuk sang
suami, yang segar untuk si murid?menarik sekali.
Dia tak memiliki tanda yang jelas?tak ada tahi lalat, keanehan, tak ada bekas
luka. Rambutnya gelap dan lurus, wajahnya cenderung kecut. Kulitnya pucat
sekali. Jika dilihat sambil lalu, dia biasa-biasa saja. Tapi dari pengamatanku yang
lebih bijaksana dan saksama, ada hal lain yang dapat dilihat: mata yang cerdas
dan penuh perhitungan; jari-jemari yang mengetuk-ngetuk tak sabat di kertas-
kertas yang dikepitnya; yang terpenting adalah raut wajah yang berhati-hati
sehingga dengan halus dapat berubah ke ekspresi apa pun yang orang lain
harapkan.
Saat ini dia menunjukkan wajah patuh dan penuh perhatian yang akan membuat
orang-orang tua tersanjung. Tapi secara terus-menerus matanya menyapu seluruh
ruangan, mencariku.
Aku akan mempermudah usahanya. Ketika dia melihat ke arahku, aku berlari-
lari kecil di tempat, melambaikan beberapa lengan, menggotang-goyangkan
perutku dengan ceria. Dia langsung melihatku, wajahnya menjadi semakin pucat,
menggigit bibirnya. Tapi ia tak dapat berbuat apa-apa terhadapku tanpa
membongkar rahasianya.
“Dan aku mengutip: ‘…ketika misionaris muda yang baik hati dari Chiswick
jatuh cinta pada sesosok jin berkulit sawo matang…’?bukan hanya roman
picisan tapi juga amat berbahaya.
“Kau pernah melihat jin, Martha. Pernahkah kau melihat yang ‘bermata sayu
sehingga dapat melumerkan hatimu’? Melumerkan wajahmu, lebih mungkin.”
“Makepiece harusnya lebih tahu. Memalukan. Aku akan melakukan sesuatu, tapi
dia terlalu dekat dengan Perdana Menten.
Ketika dia keluar, si penyihir melemparkan surat kabarnya dan akhirnya sudi
menyadari bahwa muridnya ada di sana.
“Memang. Nah, aku telah berbicara pada guru-gurumu, dan terkecuali Mr.
Sindra, semua memberikan laporan yang memuaskan.”
Dia mengatakan kalimat terakhir itu dengan nada lambat bergaung yang
tentunya disengaja agar si anak lelaki dipenuhi perasaan kagum. Tapi Nathaniel,
dengan senang aku sekarang memanggilnya begitu, pikirannya tengah
bercabang. Ada labalaba dalam benaknya.
“Lagi pula, aku akan terus bersamamu selama pemanggilan berlangsung, dalam
lingkaran tambahan. Aku akan mempersiapkan selusin mantra pelindung dan
banyak bubuk rosemary.
Kita akan mulai dengan demon tingkat rendah, sesosok imp natterjack muda.4
Jika sukses, kita akan melanjutkan ke mouler.”5
Ini dapat menjadi ukuran betapa tak perhatiannya si penyihir sehingga dia tak
menyadari adanya kilatan pandangan menghina yang memancar dari mata si
anak lelaki. Dia hanya mendengar jawabannya yang bersemangat. “Ya, Sir. Saya
sangat menantikannya, Sir.”
4 Imp natterjack muda: makhluk tidak menarik yang memiliki kesamaan sifat
dengan jenis katak yang membosankan.
5 Mouler. bahkan lebih tidak menarik daripada imp natterjack, jika itu mungkin.
109
“Ya, Sir. Lensanya datang minggu lalu.”
“Bagus. Maka tinggal satu persiapan lagi yang harus kita lakukan, dan itu
adalah…”
“Jangan menyelaku, Nak. Berani sekali kau. Persiapan nomor satu, yang akan
kutahan jika kau lancang lagi, adalah memilih nama resmimu. Kita akan
mengaturnya sore ini. Bawa Loew’s Nominative Almanac kepadaku dari
perpustakaan setelah makan siang dan kita akan memilih nama untukmu
bersamasama.”
“Ya, Sir.”
Bahu anak itu merosot; suaranya nyaris tak terdengar. Dia tak perlu melihatku
melompat-lompat di sarangku untuk mengetahui bahwa aku telah mendengar
dan mengerti.
Underwood bergeser di kursinya. “Well, apa yang kautunggu, Nak? Ini bukan
waktunya untuk bengong?kau punya waktu beberapa jam untuk belajar sebelum
makan siang. Pergi sana.”
Anak lelaki itu bergerak tanpa semangat ke pintu. Sambil mengertakkan rahang
dengan bahagia, aku menyusulnya seraya membuat salto ekstraspesial ke
belakang dengan tendangan oktal.
Sinar matahari menerpa batu bata merah. Kucing abu-abu putih duduk
berselonjor di tembok, menggoyang-goyangkan ekor perlahan ke kanan dan ke
kiri. Angin sepoi-sepoi menggerakkan dedaunan di pohon dan membawa
semerbak bau semak rhododendron dari seberang halaman. Lumut yang
menyelimuti patung pria yang memegang berkas kilat bersinar keemasan
ditimpa cahaya kuning matahari. Serangga-serangga berdengung.
“Sabar, Nathaniel.”
“Dan aku yakin aku akan mengatakannya lagi. Kau terlalu gelisah. Itu
kelemahanmu yang terbesar.”
MR. Collection’s
“Tindakan yang tepat,” Ms. Lutyens berkata tegas. “Ingat, aku hanya ingin kau
membuat bayangan halus. Bukan garisgaris tegas.”
“Konyol.” Nathaniel cemberut. “Dia tak menyadari kemampuanku.
“Semuanya?”
“Well, semua yang ada di rak buku kecilnya, dan dia berkata semua itu akan
membuatku sibuk sampai usia dua belas tahun.
Aku bahkan belum sebelas tahun, Ms. Lutyens. Maksudku, aku telah menguasai
Mantra Pengarahan dan Penguasaan, sebagian besar; aku bisa memberikan
perintah pada jin, jika dia memanggilnya untukku. Tapi dia bahkan tak pernah
membiarkan aku mencoba.”
bualanmu atau sifat pemarahmu. Kau harus berhenti mengkhawatirkan apa yang
belum kaumiliki dan menikmati apa
yang telah kaudapatkan sekarang. Taman ini, misalnya. Aku amat senang kau
mengusulkan kita belajar di sini hari ini.”
“Aku selalu datang ke sini jika dapat. Tempat ini membantuku berpikir.”
“Aku tak heran. Tempat ini nyaman, tersembunyi… dan sedikit sekali tempat
seperti ini di London, maka bersyukurlah.”
“Dia?” Ms. Lutyens menengadah dari buku sketsanya, tapi sambil tetap
menggambar. “Oh, itu gampang. Dia Gladstone.”
“Siapa?”
113
“Gladstone. Pastinya kau tahu. Apakah Mr. Purcell tak mengajarimu sejarah
modern?”
“Terlalu modern. Gladstone meninggal dunia lebih dari seratus tahun lalu. Dia
pahlawan besar di masanya. Mungkin ada ribuan patung dengan wujudnya,
ditegakkan di seluruh penjuru negeri. Memang pantas, dilihat dari sudut
pandangmu.
“Dia satusatunya penyihir terhebat yang pernah menjadi perdana menteri. Dia
memerintah selama tiga puluh tahun pada masa Victoria dan membuat partai-
partai penyihir yang berseteru berada dalam kuasa pemerintah. Kau tentu telah
mendengar duelnya dengan si penyihir Disraeli di Westminster Green? Belum?
Kau harus melihat lokasinya. Bekas hangus di dindingnya masih dipamerkan.
Gladstone terkenal akan energinya yang besar dan keteguhannya saat keadaan
tidak menguntungkan. Dia tak pernah mengubah tekadnya, bahkan ketika
keadaan menjadi buruk.”
“Astaga.” Nathaniel menatap wajah tegas yang memandang dari balik lapisan
lumut. Tangan batunya menggenggam berkas kilat dengan longgar, penuh
percaya diri, siap melontar.
nya sudah lama lewat; kota itu sudah tua dan mengalami kemunduran, para
penyihirnya juga saling cekcok di antara perkampungan kumuh. Gladstone
memberikan ide-ide baru, proyek-proyek baru. Dia menarik banyak penyihir
asing ke sini dengan menyediakan barangbarang antik tertentu. London menjadi
kota tujuan. Dan masih seperti itu, untuk baik dan buruknya. Seperti yang
kukatakan, kau harus bersyukur.”
Nathaniel memandang Ms. Lutyens. “Apa maksud Anda dengan, ‘Untuk baik
dan buruknya?’ Apa yang buruk?”
Para commoner akan berkuasa dan negara akan tumbang. Para penyihir
mengorbankan nyawa mereka demi menjaga keamanan negeri ini! Anda harus
mengingat itu, Ms. Lutyens.”
“Aku yakin jika kau besar nanti kau akan memberikan banyak pengorbanan
penting, Nathaniel.” Suara Ms. Lutyens terdengar lebih tajam daripada biasanya.
“Tapi kenyataannya tak semua negara memiliki penyihir. Banyak yang berjalan
baik tanpa mereka.”
“Benar sekali,” Ms. Lutyens berkata singkat. “Aku memang commoner. Tapi
bukan cuma para penyihir yang memiliki ilmu 115
pengetahuan, kau tahu. Jauh dari itu. Lagi pula, pengetahuan dan kecerdasan
adalah hal yang berbeda sama sekali. Suatu hari nanti kau akan mengetahuinya.”
Selama beberapa menit mereka menyibukkan diri dengan kertas dan pena tanpa
berbicara. Kucing yang berada di tembok mengibaskan kaki dengan malas ke
lebah yang terbang berputarputar. Akhirnya Nathaniel memecahkan kesunyian.
Ms. Lutyens tertawa kering. “Aku tak mendapatkan kehormatan itu,” katanya.
“Tidak, aku hanya guru seni, dan bahagia karenanya.”
Nathaniel mencoba lagi. “Apa yang Anda lakukan bila tak berada di sini?
Maksudku bila tak bersamaku.”
aku akan pulang ke rumah dan bersantai? Aku khawatir Mr. Underwood tak
memberiku cukup upah untuk bersantai.
Mungkin Ms. Lutyens merasakannya; setelah terdiam sebentar dia berbicara lagi
dengan nada yang tak lagi terdengar dingin. “Lagi pula,” katanya, “aku amat
menunggu-nunggu waktu mengajarku di sini. Salah satu yang membuat
pekerjaan mengajarku selama seminggu menjadi lebih ceria. Kau teman
berbincang yang baik, meskipun kau masih condong terburuburu dan
menganggap dirimu tahu segalanya. Maka cerialah dan coba kulihat
kemajuanmu menggambar pohon itu.”
Ms. Lutyens dan Nathaniel berdiri dengan hormat. “Aku telah mencarimu ke
manamana, Sayang,” kata Mrs. Underwood, terengah-engah. “Kupikir kau
berada di kelas…”
“Oh, tak apa-apa. Tak masalah sama sekali. Hanya saja suamiku membutuhkan
Nathaniel segera. Dia kedatangan tamu, dan ingin memperkenalkan mereka
padanya.”
“Nah, betul, kan?” Ms. Lutyens berkata lirih ketika mereka bergegas melintasi
halaman. “Mr. Underwood tak mengabaikanmu sama sekali. Dia pasti amat puas
padamu sehingga ingin memperkenalkanmu kepada penyihir-penyihir lain. Dia
akan memamerkanmu!”
“Mereka ada di ruang tamu,” Mrs. Underwood berkata saat mereka memasuki
dapur. “Coba lihat dirimu…” Dia membasahi salah satu jarinya dan cepat-cepat
menghapus noda pensil dari sisi kening Nathaniel. “Amat layak. Baiklah,
masuklah ke sana.”
117
Ruangan itu memang penuh; dugaan Nathaniel benar untuk yang satu ini.
Ruangan itu hangat karena suhu tubuh, bau teh, dan usaha untuk bercakap-cakap
sopan. Tapi saat Nathaniel menutup pintu dan beringsut ke sudut untuk
menempati satusatunya ruang yang kosong, di bawah lindungan lemari
pajangan, bayangannya yang megah mengenai sekelompok pria hebat telah
menguap.
Tak ada jubah. Hanya ada sedikit janggut bagus, tapi tak ada yang
semenakjubkan janggut masternya sendiri. Kebanyakan dari para pria itu
mengenakan setelan kusut dengan dasi yang lebih kusut lagi; hanya beberapa
yang berani menambah_
kan beberapa aksesori, seperti rompi dalam abu-abu atau saputangan yang
muncul di saku atas jas. Semua mengenakan sepatu hitam mengilat. Nathaniel
merasa tersesat ke dalam pesta kantor pengurus pekuburan. Tak ada di antara
mereka yang mirip Gladstone, dalam kekuatan atau sikap. Beberapa di antara
mereka pendek, yang lain tampak ketus dan tua, lebih dari satu condong gempal.
Mereka saling berbicara dengan serius, menghirup teh dan menggigit biskuit
kering, dan tak ada yang meninggikan suara mereka lebih dari sekadar gumaman
setuju.
“Ini dia anaknya,” penyihir itu berkata dengan suara kasar, menepuk pundak
Nathaniel dengan gerakan canggung. Tiga pria menunduk menatapnya. Salah
satunya sudah tua, berambut putih, dengan wajah merah seperti tomat terjemur
matahari dan dipenuhi kerutan-kerutan kecil. Yang seorang lagi bertubuh gemuk,
dengan mata yang selalu berair, di usia pertengahan; kulitnya tampak dingin dan
lembap, seperti ikan yang terkapar di meja tukang ikan. Pria yang ketiga jauh
lebih muda dan lebih tampan, dengan rambut tersisir licin ke belakang, kacamata
bundar, dan gigi-gigi putih rapi bersinar sebesar tuts xylophone. Nathaniel balik
memandang mereka tanpa bersuara.
“Sepertinya biasa saja,” kata si pria lembap. Dia menyedot hidung dan menelan
sesuatu.
“Dia lamban soal belajar,” kata master Nathaniel, tangannya masih menepuk-
nepuk pundak Nathaniel dengan sikap tak acuh yang menandakan
ketidaknyamanannya.
“Lamban ya?” kata si pria tua. Aksennya amat kental sehingga Nathaniel nyaris
tak mengerti apa yang dikatakannya.
Pria muda itu memotong kalimat Nathaniel seakan anak itu tak ada di sana.
“Banyak memakan dana, kukira.”
“Jarang”
“Pergilah.”
Nathaniel amat senang dapat pergi dari sana, tapi saat dia mulai beranjak, pria
muda berkacamata itu mengangkat sebelah tangan.
“Lidahmu tajam rupanya,” katanya. “Tak takut pada orang yang lebih tua
darimu.”
Pria itu berbicara dengan santai, tapi ketajaman suaranya amat jelas terdengar.
Nathaniel segera mengetahui sebenarnya bukan dirinyalah yang menjadi pusat
sasaran dan pria muda itu menantang masternya melalui dirinya. la merasa
seharusnya menjawab, tapi pertanyaan itu membuatnya bingung harus menjawab
ya atau tidak.
Pria muda itu menyalahartikan sikap Nathaniel yang hanya diam. “Dia pikir dia
terlalu baik untuk berbicara dengan kita sekarang!” katanya kepada kawan-
kawannya dan menyeringai.
Si pria lembap tertawa terkekeh-kekeh sambil menutup mulut dengan tangan dan
si pria tua berwajah merah menggeleng-geleng. “Ck ck,” katanya.
“Sebelum dia pergi, coba kita lihat apa saja yang telah kauajarkan kepada anjing
kecilmu ini. Akan amat menyenangkan.
Kemari, Nak.”