203 328 1 SM
203 328 1 SM
203 328 1 SM
Abstract: This research is used to describe and identify the characteristics of poor people in
Semarang. We select poor people from 4 villages in Semarang as sample, Bubakan, Krobokan,
Genuksari, and Tandang village. In general, factors that cause poverty can be divided into 3
dimensions, natural, structural, and cultural factors. Poverty studies in this research will be
analyzed by Cultural dimension approach. From the result we know that the characteristics of
poor people in Semarang, are: most of the households’ leaders are low educated (elementary
graduated), work as labors, and have some responsibilities to three persons. Besides, we know
that there is no equal level on support distribution to poor people. Related to the analysis from
cultural dimensions, we know that in Semarang, poor people have cultural value orientations
and positive behaviors to see the real life, real work, real time, and the connections between
nature and human.
Keywords: poor people, cause poverty, characteristics of poor people, cultural dimensions
kat dari 17,47 persen menjadi 23,43 persen pada an dan indeks keparahan kemiskinan menun-
periode yang sama. jukkan kecenderungan menurun. Penurunan
Pada periode 1999-2002 terjadi penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa
jumlah penduduk miskin sebesar 9,57 juta rata-rata pengeluaran penduduk miskin cende-
orang, yaitu dari 47,97 juta orang pada tahun rung makin mendekati garis kemiskinan dan
1999 menjadi 38,40 juta orang pada tahun 2002. ketimpangan pengeluaran penduduk miskin
Secara relatif juga terjadi penurunan persentase juga semakin menyempit.
penduduk miskin pada periode yang sama. Nilai indeks kedalaman kemiskinan dan
Sekalipun sudah ada penurunan tetapi indeks keparahan kemiskinan di daerah pede-
jumlahnya masih merupakan isu nasional, yaitu saan jauh lebih tinggi dari pada perkotaan.
13,56 juta orang penduduk miskin di perkotaan Dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan
dan 23,61 juta orang penduduk miskin di pede- di daerah pedesaan jauh lebih parah dari pada
saan pada tahun 2007. perkotaan.
Tabel 2. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Tabel 3. Gini Rasio di Indonesia Menurut
Indeks Keparahan Kemiskinan di Daerah, 1996 – 2007
Indonesia Menurut Daerah, Maret 2006 –
Tahun Gini Rasio
Maret 2007
Kota Desa Kota+Desa
Tahun Kota Desa Kota+Desa 1996 0,362 0,274 0,356
1999 0,326 0,244 0,311
Indeks Kedalaman
Kemiskinan 2002 0,330 0,290 0,329
Maret 2006 2005 0,338 0,264 0,343
2,61 4,22 3,43
Maret 2007 2006 0,350 0,276 0,357
2,15 3,78 2,99
Indeks Keparahan 2007 0,374 0,302 0,376
Kemiskinan Sumber : BPS, Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan
Maret 2006 0,77 1,22 1,00 Tahun 2007, hal.53
Maret 2007 0,57 1,09 0,84
Sumber: BPS, Analisis dan Penghitungan Tingkat
Kemiskinan Tahun 2007, hal.47. Secara umum angka gini rasio pada pe-
riode 1996–2007 di Indonesia berfluktuasi.
Angka gini rasio ada kecenderungan menurun
Berdasarkan Tabel 2, pada periode Maret pada periode 1996-1999, namun kembali me-
2006 – Maret 2007, indeks kedalaman kemiskin- ningkat pada periode 1999-2007. Fluktuasi ang-
rahan Tandang, Kelurahan Genuksari dan Ke- ngalami penurunan sekitar berturut-turut 36,54
lurahan Krobokan. Keempat kelurahan tersebut persen; 36,47 persen; 22,21 persen dan 29,87
tersebar pada empat kecamatan yang memiliki persen. Secara keseluruhan, jumlah rumah
jumlah rumah tangga miskin besar, yaitu tangga miskin di Kota Semarang selama perio-
berturut-turut Kecamatan Mijen, Kecamatan de tahun 2006–2008 mengalami penurunan se-
Tembalang, Kecamatan Genuk dan Kecamatan kitar 32,22 persen, yaitu dari 82.665 KK menjadi
Semarang Barat (Tabel 4). 56.028 KK. Meskipun jumlah rumah tangga
Empat kelurahan percontohan tersebut, miskin mengalami penurunan selama periode
merupakan kelurahan yang mengalami penu- tahun 2006–2008, namun di sisi lain jumlah
runan jumlah rumah tangga miskin yang relatif rumah tangga dari keempat kelurahan per-
lebih banyak dibandingkan dengan kelurahan contohan mengalami kenaikan (Tabel 6).
lainnya pada kecamatan yang sama. Pada ta- Pembahasan terhadap faktor penyebab ke-
hun 2006 Kelurahan Bubakan memiliki jumlah miskinan didasarkan pada aspek mental manu-
rumah tangga miskin sekitar 3,79 persen (156 sia, hal ini dikategorikan sebagai faktor endo-
KK) dari total jumlah rumah tangga miskin gen penyebab kemiskinan. Sistem nilai budaya
yang ada di Kecamatan Mijen, sedangkan Kelu- dan sikap merupakan faktor-faktor mental yang
rahan Tandang sebanyak 26,02 persen (2.054 menyebabkan timbulnya pola-pola berpikir ter-
KK) dari total rumah tangga miskin di Keca- tentu pada warga masyarakat, terutama warga
matan Tembalang. Kelurahan Genuksari dan miskin. Pola-pola berpikir ini kemudian mem-
Krobokan memiliki sekitar 14,53 persen (797 pengaruhi tindakan dan kelakuan masyarakat,
KK) dan 9,44 persen (780 KK), masing-masing baik dalam kehidupan sehari-hari, maupun
dari total rumah tangga miskin yang ada di dalam membuat keputusan-keputusan yang
Kecamatan Genuk dan Semarang Barat. Pada penting dalam hidup.
tahun 2008 persentase jumlah rumah tangga Upaya perbaikan kesejahteraan rakyat per-
miskin masing-masing kelurahan tersebut me- lu ditopang dengan perbaikan sikap mental
keahlian dan juga pengalaman. Sebaliknya, 44 kan dan merencanakan masa depannya sendiri.
persen responden sependapat bahwa dengan Namun ketika tiba pada pandangan yang me-
ijazah atau keahlian serta pengalaman dapat ngatakan bahwa hari esok tidak perlu dikhawa-
diperoleh uang sebanyak-banyaknya. Hal ini tirkan karena belum jelas keadaannya, hanya 18
dapat diartikan bahwa orientasi karya bagi persen dari responden yang sependapat. Seba-
warga miskin relatif masih terbatas pada gian besar warga miskin juga sepakat untuk
perolehan uang atau materi dan belum kepada hidup hemat dan menabung, yaitu 98 persen.
hasil karya itu sendiri seperti penghargaan, Warga miskin lebih banyak menggunakan pen-
kepuasan dan lain-lain. dapatannya untuk membiayai sekolah anak-
Pandangan warga miskin terhadap karya anaknya dan mempersiapkan hari esok yang
masih terbatas pada pemahaman bahwa manu- lebih baik. Terhadap nilai budaya bahwa hidup
sia itu bekerja keras untuk dapat makan. Pan- dengan kesederhanaan dan tidak perlu berbuat
dangan ini tidak dapat dianggap sebagai satu melampaui kemampuan sendiri adalah positif.
pandangan yang bersifat negatif, karena sesuai Contohnya bahwa warga miskin tidak setuju
dengan konsep kebutuhan yang dikemukakan jika harus berhutang (pinjam) hanya untuk
oleh Maslow bahwa kebutuhan manusia itu menyelenggarakan pesta pernikahan supaya
dibagi menjadi lima tingkat kebutuhan yang lebih meriah. Meskipun demikian warga miskin
membentuk sebuah piramida. Dalam kenya- juga tidak setuju kalau dalam mengisi hari-hari
taannya, seseorang belum mampu menjadikan kehidupannya hanya dengan kegiatan yang
kebutuhan tingkat kedua sebagai tujuan ber- monoton. Hal ini menunjukkan bahwa warga
karya sebelum kebutuhan pertamanya terpe- miskin juga menginginkan variasi dalam me-
nuhi, demikian seterusnya (Tabel 11). ngisi hari-hari kehidupannya, tentunya dengan
(3) Tentang Hakekat Waktu. Sementara itu ter- kualitas yang lebih baik (Tabel 12).
hadap hakekat waktu, responden mempunyai (4) Tentang Hubungan dengan Alam. Demi-
orientasi nilai budaya yang positif. Sebanyak 82 kian juga terhadap hakekat hubungan dengan
persen dari total responden setuju terhadap alam, warga miskin mempunyai orientasi nilai
pandangan bahwa manusia harus mempersiap- budaya yang positif. Warga miskin menyatakan
perlunya mengolah alam untuk memenuhi terhadap kebersihan lingkungan tempat ting-
kebutuhan hidupnya. Namun menurut warga galnya. Sehingga dengan keterbatasan dana
miskin berhasil tidaknya usaha tersebut sangat yang dimilikinya, warga miskin tidak setuju
tergantung pada usaha manusia itu sendiri, jika kebersihan itu diserahkan kepada pihak
kondisi alam hanya membatasi usaha manusia lain dengan cara dibayar.
itu sendiri. Warga miskin juga bersedia meng- (5) Tentang Hubungan dengan Sesama. Ter-
adopsi setiap perkembangan teknologi dalam hadap hakekat hubungan dengan sesama, war-
pemberdayaan sumber daya alam. Warga mis- ga miskin mempunyai orientasi positif. Warga
kin berkeyakinan bahwa perkembangan tekno- miskin menganggap perlunya interaksi dengan
logi harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan sesama dalam kehidupan bermasyarakat. War-
hidup manusia pada umumnya. Dengan demi- ga miskin juga lebih menilai pentingnya usaha
kian teknologi baru diharapkan dapat mening- atas kekuatan sendiri dan sejauh mungkin
katkan proses berproduksi sehingga kesejahte- menghindari rasa ketergantungan pada sesama.
raan warga miskin akan meningkat (Tabel 13). Sikap mental seperti ini sangat mempengaruhi
Selain itu warga miskin juga sangat peduli
Kelurahan E1 E2 E3 E4
a b abst a b abst a b abst a b abst
Bubakan 4 - - 4 - - 4 - - 4 - -
Krobokan 19 2 - 19 2 - 13 8 - 21 - -
Genuksari 22 2 - 24 - - 19 5 - 24 - -
Tandang 48 3 - 45 6 - 41 10 - 49 2 -
Sumber: Data primer
LAMPIRAN B
Tabel 15. Hubungan Orientasi Nilai Budaya dan Sikap Mental terhadap Lima Masalah Dasar Manusia
Sikap Mental Negatif Orientasi Nilai Masalah Dasar Orientasi Sikap Mental
Budaya Manusia Nilai Budaya Positif
Fatalis Hidup buruk dan Hakekat hidup Hidup buruk Optimis
tidak ada usaha agar (HH) tapi manusia
menjadi baik wajib berusaha
menjadi baik
Cepat merasa puas Karya untuk nafkah Hakekat karya Karya untuk Selalu ingin ber-
hidup (HK) menambah prestasi
karya
Boros Masa kini Hakekat waktu Masa depan Hemat
(HW)