Anda di halaman 1dari 5

Nama : Alifiyah Hanifah Athaya

NIM : 11180920000016

Kelas : 3B – Agribisnis

Mata Kuliah : Ekonomi Makro

Dosen pengampu : Rahmi Purnomowati, S.P M.Si

Kemiskinan, Pendapatan, dan Tenaga Kerja dilihat dari Sudut Pandang


Ekonomi Makro

Tabel 1 : Jumlah dan Persentase Penduduk miskin tingkat Kota dan Desa di Indonesia

Jumlah Penduduk Miskin (Juta


Persentase Penduduk Miskin
Orang)
Tahun
Kota + Kota +
Kota Desa Kota Desa
Desa Desa
Maret 2011 11,05 18,97 30,02 9,23 15,72 12,49
September 2011 10,95 18,94 29,89 9,09 15,59 12,36
Maret 2012 10,65 18,49 29,13 8,78 15,12 11,96
September 2012 10,51 18,09 28,59 8,60 14,70 11,66
Maret 2013 10,33 17,74 28,07 8,39 14,32 11,37
September 2013 10,63 17,92 28,55 8,52 14,42 11,47
Maret 2014 10,51 17,77 28,28 8,34 14,17 11,25
September 2014 10,36 17,37 27,73 8,16 13,76 10,96
Maret 2015 10,65 17,94 28,59 8,29 14,21 11,22
September 2015 10,62 17,89 28,51 8,22 14,09 11,13
Maret 2016 10,34 17,67 28,01 7,79 14,11 10,86
September 2016 10,49 17,28 27,76 7,73 13,96 10,70
Maret 2017 10,67 17,10 27,77 7,72 13,93 10,64
September 2017 10,27 16,31 26,58 7,26 13,47 10,12
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)

Secara ekonomi, kemiskinan dapat diartikan sebagai kurangnya sumberdaya yang


dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan
sekelompok orang. Sumberdaya yang dimaksud tidak hanya dari segi finansial, namun
termasuk semua jenis kekayaan (wealth) yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dalam pengertian yang lebih luas. Kemiskinan tersebut meliputi tidak terpenuhinya
kebutuhan dasar yang mencakup aspek primer dan sekunder. Aspek primer berupa miskinnya
aset pengetahuan dan keterampilan, sedangkan aspek sekunder berupa miskinnya jaringan
sosial, sumber-sumber keuangan, dan informal, seperti kekurangan gizi, air, perumahan,
perawatan kesehatan yang kurang baik dan pendidikan yang relatif rendah.

Sharp, et.al (dalam Kuncoro, 1997:131) mencoba mengidentifikasi penyebab


kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi. Pertama, secara mikro, kemiskinan muncul karena
adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi
pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah
terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas
sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah berarti produktivitasnya
rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini
karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau karena
keturunan. Ketiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Kemiskinan
bisa diukur secara langsung dengan cara menetapkan persediaan sumberdaya yang dimiliki
melalui penggunaan standar baku yang dikenal dengan istilah garis kemiskinan (poverty
line).

Berdasarkan table 1, dapat dilihat Jumlah dan Persentase Penduduk miskin tingkat
Kota dan Desa di Indonesia mengalami kenaikan dan penurunan. Table tesebut juga
menunjukkan besarnya Jumlah dan Persentase Penduduk miskin cenderung berada di
pedesaan.

Secara umum, Jumlah dan Persentase Penduduk miskin tingkat Kota dan Desa di
Indonesia pada semester I (Maret) 2011 hingga semester I (Maret) 2013 mengalami
penurunan, dari 30,02 juta jiwa (12,49%) menjadi 28,07 juta jiwa (11,37%). Kemudian,
mengalami peningkatan dari semester I (Maret) 2013 ke semester II (September) 2013, yaitu
dari 28,07 juta jiwa (11,37%) menjadi 28,55 juta jiwa (11,47%). Selanjutnya, terjadi
penurunan dari semester II (September) 2013 ke semester II (September) 2014, yaitu dari
28,55 juta jiwa (11,47%) menjadi 27,73 juta jiwa (10,96%). Kemudian mengalami
peningkatan kembali dari semester II (September) 2014 ke semester I (Maret) 2015, yaitu
dari 27,73 juta jiwa (10,96%) menjadi 28,59 juta jiwa (11,22%). Dan terus mengalami
penurunan dari semester I (Maret) 2015 hingga semester 2 (September) 2017, yaitu dari
28,59 juta jiwa (11,22%) menjadi 26,58 juta jiwa (10,12%).
Gambar 1 : Pendapatan Nasional dan Pendapatan nasional per Kapita

Pendapatan nasional merupakan seluruh pendapatan yng diterima oleh seluruh


anggota masyarakat atau seluruh rumah tangga keluarga (RTK) dalam suatu Negara dengan
kurun waktu tertentu , biasanya dalam satu tahun. Pendapatan nasional juga dapat diartikan
sebagai hasil produksi nasional, yang berarti nilai hasil produksi yang dihasilkan oleh seluruh
anggota masyarakat suatu Negara dalam waktu tertentu, biasanya satu tahun. Pendapatan per
kapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan per
kapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah
penduduk negara tersebut.

Berdasarkan gambar 1, secara umum pendapatan nasional Indonesia pada tahun 2017
tumbuh 6,53% menjadi Rp. 10.050,2 triliun dri tahun sebelumnya. Sementara pertumbuhan
rata-rata pendapatan nasional periode 2011-2017 sebesar 9,1%/tahun. Dengan jumlah
penduduk mencapai 261,89 juta jiwa., maka pndapatan nasional per kapita tahun lalu sebesar
38,38 juta, yang berarti naik 5,76% dari tahun sebelumnya. Untuk periode 2011-2017,
pendapatan per kapita nasional mengalami pertumbuhan rata-rata 7,67%/tahun.

Perekonomian yang baik harus mengalami pergerakan yang bersinergi antara


pendapatan nasional per kapita dengan permasalahan ekonomi lainnya. Dalam artian,
peningkatan pendapatan nasional per kapita harus dibarengi dengan penurunan angka
kemiskinan. Pendapatan perkapita merupakan salah satu ukuran kemakmuran bagi tiap
daerah. Semakin tinggi pendapatan tersebut maka semakin tinggi daya beli penduduk, dan
daya beli yang bertambah ini akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Sukirno,2006).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa, Apabila pendapatan per kapita meningkat,
maka jumlah penduduk miskin akan menurun.

Untuk menurunkan jumlah penduduk miskin, maka perlu meningkatkan pendapatan


perkapita. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah mengadakan program tepat sasaran
yang menitik beratkan pada masyarakat miskin, misalnya dengan mengembangkan industri
rumah tangga. Untuk mengembangkan industri rumah tangga tersebut melalui pelatihan
pengolahan hasil pertanian sesuai dengan potensi yang dimiliki pada tiap daerah. Dengan
adanya pengolahan, maka akan menigkatkan harga jual serta manfaat yang lebih tinggi.

Tabel 2 : Persentase Tenaga Kerja Formal Menurut Daerah Tempat Tinggal (Persen)

Persentase Tenaga Kerja Formal Menurut Daerah Tempat Tinggal


Daerah Tempat
(Persen)
Tinggal
2015 2016 2017 2018
Perkotaan 57,81 56,31 57,28 56,71
Perdesan 25,62 27,38 26,95 27,61
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)

Kegiatan ekonomi yang ada menghadirkan kesempatan kerja. Dengan meluasnya


kesempatan kerja berarti semakin banyak tenaga kerja yang dapat bekerja dan mendapatkan
penghasilan. Salah satunya pada tenaga kerja sector formal . Tenaga kerja adalah semua
orang yang bersedia untuk sanggup bekerja (Sumarsono, 2009). Artinya bahwa semua orang
yang melakukan kegiatan pekerjaan untuk diri sendiri atau orang lain tanpa menerima upah
atau mereka yang sanggup bekerja. Sedangkan Tenaga kerja formal ialah tenaga kerja yang
bekerja pada perusahaan sebagai tenaga kerja terlatih (skilled worker).
Dengan meluasnya kesempatan kerja berarti semakin banyak tenaga kerja yang dapat
bekerja dan mendapatkan penghasilan. Dan hal ini berdampak pula pada semakin banyaknya
masyarakat yang mengalami peningkatan kesejahteraan hidupnya. Peningkatan tenaga kerja
yang produktif memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapatan nasional, sehingga
mampu menurunkan jumlah dan persentase kemiskinan.

Berdasarkan tabel 2, persentase tenaga kerja formal cenderung lebih besar berada di
perkotaan. Di perkotaan pada tahun 2015 ke 2016, persentase tenaga kerja formal mengalami
penurunan yaitu dari 57,81% menjadi 56,31%. Sedangkan dipedesaan, pada tahun 2015 ke
2016, mengalami peningkatan yaitu dari 25,62% menjadi 27,38%. Kemudian, di perkotaan
pada tahun 2016 ke 2017, persentase tenaga kerja formal mengalami peningkatan yaitu dari
56,31% menjadi 57,28%. Sedangkan di pedesaan, pada tahun 2016 ke 2017, mengalami
penurunan yaitu dari 27,38% menjadi 26,95%. Selanjutnya, di perkotaan pada tahun 2017 ke
2018, persentase tenaga kerja formal mengalami penurunan kembali yaitu dari 57,28%
menjadi 56,71%. Sedangkan di pedesaan, mengalami peningkatan kembali yaitu dari 26,95%
menjadi 27,61%.

Kesimpulan

Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan kemiskinan, pendapatan, dan tenaga


kerja saling memiliki hubungan. Di Indonesia, banyak kegiatan-kegiata ekonomi yang
memberikan kesempatan kerja. Dengan meluasnya kesempatan kerja berarti semakin banyak
tenaga kerja yang dapat bekerja dan mendapatkan penghasilan. Tenaga kerja yang produktif
mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapatan nasional, sehingga mampu
menurunkan jumlah dan persentase kemiskinan. Dan hal ini berdampak pula pada semakin
banyaknya masyarakat yang mengalami peningkatan kesejahteraan hidup. Selain itu,
diperlukannya kerja sama antara pemerintah dengan masyarakat. Program-program serta
kebijakan yang dibuat untuk menanggulangi kemiskinan, meningkatkan pendapatan nasional,
dan memperbanyak tenaga kerja perlu terus dilaksanakan agar kesejahteraan masyarakat
merata dan pertumbuhan ekonomi terus meningkat.

Anda mungkin juga menyukai