Anda di halaman 1dari 34

INDIKATOR KEMISKINAN DAN PEMBANGUNAN MANUSIA

PENINGKATAN KEMAMPUAN STATISTIK PEJABAT BPS KABUPATEN/KOTA TAHUN 2004

Badan Pusat Statistik

I. INDIKATOR KEMISKINAN
A. KONSEP KEMISKINAN 1. Absolut: Merefleksikan suatu standard, seperti standar kebutuhan pokok minimal. Contoh: Garis Kemiskinan 2. Relatif: Merefleksikan posisi relatif dalam suatu distribusi seperti pendapatan, pengeluaran, atau lainnya. Contoh: Persentase rumahtangga dengan konsumsi diatas 50 %. 3. Subjektif: Opini seseorang tentang situasinya sendiri. Contoh: Identifikasikan Kriteria Rumah Tangga Miskin menurut persepsi kelompok responden wanita muda, wanita tua, pria muda, pria tua, dan pemuda-pemudi (LP3ES, 1999).

B. DEFINISI MISKIN (BPS) Miskin adalah kondisi kehidupan yang serba kekurangan yang dialami seseorang atau rumahtangga sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal/yang layak bagi kehidupannya.

C. DIMENSI DAN INDIKATOR KEMISKINAN


Kebutuhan Dasar 1. Konsumsi Contoh Indikator a. Persentase penduduk dibawah Garis Kemiskinan b. Indeks Kedalaman Kemiskinan c. Indeks Keparahan Kemiskinan Persentase pengeluaran makanan d. Persentase penduduk dengan konsumsi energi < 2100 kkal perkapita perhari e. Persentase balita kurang gizi a. Persentase penduduk meninggal sebelum 40 tahun b. Persentase pddk tanpa akses pd pelayanan kesehatan dasar c. Angka Kematian Bayi

2. Kesehatan

C. DIMENSI DAN INDIKATOR KEMISKINAN (Lanjutan)


Kebutuhan Dasar Contoh Indikator

3.

Pendidikan Dasar

a. Persentase penduduk usia 7-15 tahun tidak sekolah b. Persentase penduduk dewasa buta huruf

4.

Ketenagakerjaan

a. Persentase penduduk penganggur terbuka b. Persentase penduduk setengah penganggur c. Persentase pekerja sektor informal

C. DIMENSI DAN INDIKATOR KEMISKINAN (Lanjutan)


Kebutuhan Dasar 5. Perumahan Contoh Indikator a. Persentase rumahtangga tanpa akses pada listrik b. Persentase rumahtangga dengan lantai tanah c. Persentase penduduk dengan luas lantai < 10 m2 a. Persentase penduduk tanpa akses pada air bersih b. Persentase penduduk tanpa jamban sendiri

6.

Air dan Sanitasi

D. STRATEGI UTAMA PENANGGULANGAN KEMISKINAN Meningkatkan kesejahteraan rakyat Penurunan kemiskinan


d Pen an pat a
Pen g ur a ng a

k ing Pen

n ata

-Mensinkronisasikan strategi kebijakan makro dan mikro -Mensinkronisasikan kebijakan operasional Pemberdayaan Masyarakat Peningkat -an kapasitas

nP

eng e

lua r

an

Menciptakan Kesempatan

Perlindugan Sosial

Pengarusutamaan Penanggulangan Kemiskinan sebagai upaya utk menempatkan perspektif yg benar dan konsistensi kebijakan antar sektor, antar program, anggaran, target dan sistem pelaksanaan

E.

SUMBER DATA KEMISKINAN 1. Pendekatan Makro. Diperoleh dari data sampel, yang selanjutnya dipakai sebagai angka perkiraan Kabupaten/ Propinsi dengan menggunakan penimbang inflation faktor, seperti Survei Sosial Ekonomi Nasional yang dilakukan oleh BPS. 2. Pendekatan Mikro. Diperoleh dari pendataan secara lengkap terhadap target sasaran keluarga/rumahtangga miskin, biasanya disebut Sensus Kemiskinan atau Pendataan Keluarga Miskin.

F.

PENGUKURAN GARIS KEMISKINAN

1. PENDEKATAN PENDAPATAN a. Konsep: Pendapatan = Pengeluaran + Perubahan b. Metode: Garis Kemiskinan Pendapatan c. Contoh : Standar Internasional ($1 PPP dan $2 PPP) d. Kelemahan Pendekatan Pendapatan : 1). Periode waktu tidak statis, bisa dinamis (bervariasi 1/5/10 tahun); 2). Pendapatan sering dilaporkan rendah krn: lupa, enggan, dan sulit diamati.

3). Daya beli $ tidak selalu sama antar wilayah

Tren Kemiskinan Indonesia 1984-2002 Menurut Standar Garis Kemiskinan Pendapatan

100.0 90.0 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0

80.0 74.2 71.1 61.6 50.5 65.1 53.5

36.7 25.7 20.6 14.8 7.8 12.0 7.2

1984

1987

1990

1993 $2 PPP

1996 $1 PPP

1999

2002

2. PENDEKATAN PENGELUARAN a. Konsep : Kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) b. Metode : Garis Kemiskinan

Pengeluaran Garis kemiskinan pengeluaran adalah batas minimal pengeluaran konsumsi dari populasi referensi untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan yang bersifat mendasar (pangan, sandang, perumahan, kesehatan, dan pendidikan)

diatas

Populasi referensi adalah penduduk 20%

Komponen Garis Kemiskinan Pengeluaran:


Garis Kemiskinan Pengeluaran terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan dan Garis Kemiskinan Non Makanan. Garis Kemiskinan Makanan adalah nilai rupiah yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan enerji minimal 2100 kkalori per kapita per hari (Wdyakarya Pangan dan Gizi, 1978). Nilai rupiah dari 2100 kalori makanan diperoleh dari 52 komoditi makanan yang dihasilkan dari hasil Survei

Garis Kemiskinan Non Makanan: Garis Kemiskinan non makanan adalah nilai rata-rata pengeluaran (dalam rupiah) dari 51 jenis komoditi dasar non makanan untuk perkotaan dan 47 jenis komoditi untuk perdesaan.

Persentase Penduduk Miskin:


Penduduk di bawah GK dikategorikan penduduk miskin (dalam % disebut Head Count Index) Catatan: Sejak tahun 1999, garis kemiskinan masing-masing propinsi distandarkan ke propinsi DKI Jakarta untuk keterbandingan antar daerah dan antar waktu. Standardisasi dilakukan untuk data sejak thn 1996.

c. Indikator Turunan Garis Kemiskinan: Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan

1 P = n

Z Yi Z i =1
q

=0 P0 = (% penduduk miskin) =1 P1 = (Indeks Kedalamam Kemiskinan) =2 P2 = (Indeks Keparahan Kemiskinan) Z = garis kemiskinan (GK) Yi = rata-rata pengeluaran per kapita penduduk yg berada dibawah GK n = jumlah penduduk q = banyaknya penduduk di bawah GK

Pengertian Indeks Kedalaman (P1) dan Keparahan Kemiskinan (P2):

P1 : Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran


penduduk miskin terhadap GK. Semakin tinggi nilai P1, semakin tinggi kesenjangan kemiskinan

P2 : Distribusi penyebaran pengeluaran di antara


penduduk miskin. Semakin tinggi nilai P2, semakin tinggi intensitas kemiskinan

c. Langkah-Langkah Penghitungan Penduduk Miskin (Nasional s/d Kab/Kota) Tahun 2004

Hitung jumlah penduduk miskin nasional berdasarkan Garis Kemiskinan Modul hasil Susenas Modul (Data Panel) thn 2004. Selanjutnya, Garis Kemiskinan Modul disesuaikan dengan Data Susenas Kor 2004. Hitung Garis Kemiskinan Kor propinsi hasil Susenas Kor thn 2004, yaitu dengan menambahkan pengaruh inflasi dari Februari 2003 s/d Februari 2004 terhadap Garis Kemiskinan Kor propinsi thn 2003 Dari Garis Kemiskinan Kor propinsi 2004 selanjutnya dihitung jumlah penduduk miskin propinsi thn 2004. Jumlah penduduk miskin propinsi 2004 selanjutnya diproporsionalkan thdp penduduk miskin nasional.

c. (Lanjutan)

Selanjutnya, dihitung rata-rata proporsi makanan pddk miskin per propinsi dari Susenas Kor 2004; Dengan rata-rata proporsi makanan pddk miskin per propinsi selanjutnya dihitung angka relatif (kab/kota terhadap prop.) proporsi makanan pddk miskin per kab/kota juga dari Susenas Kor 2004. Angka relatif proporsi makanan pddk miskin kab/kota digunakan sebagai pendekatan Garis Kemiskinan Kab/Kota. Selanjutnya dihitung jumlah penduduk miskin; Angka kemiskinan kab/kota ini selanjutnya diproporsionalkan ke angka propinsi untuk mendapatkan angka kemiskinan kab/kota final.

Tren Kemiskinan Indonesia, 1996-2004 menurut Gambar 1. Perkembangan Jumlah Penduduk Standar Garis Kemiskinan Konsumsi Miskin : Indonesia 1976,2002
60 60 50 50 40 40 30 30 20 20 10 10
00

54.2 43.2 47.9 40.1 34.5


17.6

47.9
38.4 30 23.4 21.6 37.3

35

38.4
36.1

27.2
18.2

25.9

22.5
17.4

17.4

15.1

23.4 16.7

13.7

11.3

18.2 7.6

1976 1980 1999 1984 1996

1987 1990 2002

1993 2003

19962004 1999

2002 2015

penduduk miskin (juta) penduduk miskin (juta)

% penduduk miskin % pendudukmiskin

TABEL 1. Jumlah Penduduk Miskin Per Propinsi, Tahun 2004

Propinsi

Pddk Miskin (000 orang)

% Pddk Miskin (P0) 28.47 14.93 10.46 13.11 12.45 20.92 22.39 22.22 9.07 3.18 12.10 21.11 19.14 20.08 8.58 6.85 25.38 27.86 13.91 10.44 7.19 11.57 8.93 21.69 14.90 21.89 29.00 32.13 12.42 38.50 16.66

P1

P2

Garis Kemiskinan

(11) Nanggroe Aceh Darussalam (12) Sumatera Utara (13) Sumatera Barat (14) Riau (15) Jambi (16) Sumatera Selatan (17) Bengkulu (18) Lampung (19) Bangka Belitung (31) DKI Jakarta (32) Jawa Barat (33) Jawa Tengah (34) DI Yogyakarta (35) Jawa Timur (36) Banten (51) Bali (52) Nusa Tenggara Barat (53) Nusa Tenggara Timur (61) Kalimantan Barat (62) KalimantanTengah (63) Kalimantan Selatan (64) KalimantanTimur (71) Sulawesi Utara (72) Sulawesi Tengah (73) Sulawesi Selatan (74) Sulawesi Tenggara (75) Gorontalo (81) Maluku (82) Maluku Utara (94) Papua TOTAL

1157.2 1800.1 472.4 744.4 325.1 1379.3 345.1 1561.7 91.8 277.1 4654.2 6843.8 616.2 7312.5 779.2 231.9 1031.6 1152.1 558.2 194.1 231.0 318.2 192.2 486.3 1241.5 418.4 259.1 397.6 107.8 966.8 36146.7

6.32 2.32 1.52 2.28 2.04 3.98 3.82 4.12 1.35 0.42 1.91 3.58 3.52 3.42 1.26 0.92 4.35 5.12 2.28 1.98 1.04 2.06 1.80 4.03 2.42 3.80 7.0 6.32 2.06 10.56 2.89

1.98 0.59 0.37 0.70 0.54 1.09 0.98 1.12 0.31 0.09 0.48 0.97 0.96 0.92 0.30 0.21 1.16 1.48 0.60 0.68 0.24 0.60 0.54 1.14 0.63 0.98 2.3 1.82 0.45 5.0 0.78

129615 122414 144704 179589 129805 124353 115569 117135 151243 197306 137929 126651 134371 127524 133534 147617 116145 102695 118838 134374 121879 165755 136470 124133 109979 111018 103247 131654 124713 135558 122775

Contoh Hasil Penghitungan P endudukM iskin K abupaten/ Kota:


Tabel 2 . Garis K em isk inan, Jumlah dan P ersentase P enduduk M isk in, P 1 dan P 2 P rovinsi DI Yogyakarta M enurut K abupaten/ K ota Tahun 2004 Garis Kem iskinan J um lah P enduduk M isk in (000 ) (1) Kab. Bantul Kab. Gunung Kidul Kab. Kulon Progo Kab. Sleman Kota Yogyakarta (2) (3) P ersentase P enduduk M iskin (% ) (4 ) (5) (6)

Kabupaten/ K ota

P 1(% )

P 2(% )

121.285 117.828 120.178 145.190 162.105

151,4 173,3 94,6 146,5 50,4

18,55 25,19 25,11 15,53 12,77

3,55 4,36 4,86 2,80 2,96

0,98 1,08 1,31 0,76 0,96

DI . YOGYAK AR TA

134.3 71

616,2

19,14

3,5 2

0,9 6

Sumber: Susenas 2004

Kelemahan Garis Kemiskinan Pengeluaran: a. Kebutuhan konsumsi berbeda menurut umur, berat badan, iklim, dan jenis pekerjaan. b. Paket komoditi biasanya spesifik lokal c. Konsumsi barang mewah dan barang & jasa tidak legal cenderung tidak dilaporkan. d. Penentuan harga pasar untuk produksi sendiri bisa tidak akurat bila tidak ada mekanisme pasar.

3. PENDEKATAN KRITERIA KESEJAHTERAAN:


a. Pendekatan BKKBN 1). Kriteria Keluarga Prasejahtera dan Sejahtera I : a) Seluruh anggota keluarga melaksanakan ibadah agama b) Seluruh anggota keluarga makan minimal 2 kali sehari c) Seluruh anggota keluarga punya pakaian berbeda untuk aktifitas berbeda d) Sebagian besar lantai bukan dari tanah e) Anak sakit berobat di fasilitas kesehatan dan Pasangan Usia Subur (PUS) menggunaan KB modern

Contoh P erbandingan Jum lah R um ah Tangga M isk in Versi B P S dan B K K B N, Tahun 1999

Propinsi

Pendekatan BKKBN (KS-1 dan Pra KS) % Jumlah 32,84 12,63 39,06 47,92 60,37 41,46 49,35 43,55 177.901 235.634 3.801.690 4.012.746 528.977 170.925 225.320 19.819.511

Pendekatan BPS (Konsumsi) % Jumlah 20,71 2,81 16,01 25,17 27,12 13,01 24,85 19,24 126.785 61.945 1.725.751 2.361.547 258.393 58.384 124.790 9.730.909

Jambi DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Timur Nusa Tenggara Barat Kalimantan Tengah Sulawesi Tengah I ndonesia

Catatan: Pendekatan BKKBN berbeda jauh dari Pendekatan Konsumsi (Lihat Kelemahan Pendekatan BKKBN)

Sumber: Diolah dari data Podes 1999 dan Susenas Modul Konsumsi 1999

Kelemahan Pendekatan BKKBN : 1) Lebih sesuai dengan keluarga inti (nuclear

family) yang mandiri; 2) Sifatnya normatif dengan konsep kesejahteraan yang lebih luas (material dan spritual); 3) Ukurannya seragam (uniform). Kriterianya belum tentu sama untuk semua daerah; 4) Biaya pendataannya sangat mahal.

b. Pendekatan 8 Karakteristik RT Miskin 1) Luas lantai rumah ( 8 m2 atau > 8m2) 2) Jenis lantai (Tanah atau Bukan Tanah) 3) Jenis jamban (Tidak ada atau Sendiri/Bersama) 4) Sumber air bersih (Air Hujan/Sumur tidak Terlindung atau PAM/Sumur Terlindung) 5) Kepemilikan Aset (Tidak Punya atau Punya) 6) Konsumsi lauk pauk (Tidak Bervariasi atau Bervariasi) 7) Pembelian minimal 1 setel pakaian dalam setahun (Tidak Ada dan Ada) 8) Keikutsertaan Rapat RT/Desa (Tidak Pernah atau Pernah)

Tahapan Penentuan Rumahtangga Miskin : 1) Jawaban yang mengacu kepada sifat-sifat yang mencirikan kemiskinan diberi skor 1, sedang sebaliknya diberi skor 0. 2) Dari 8 pertanyaan yang ditentukan apabila skornya 5 atau lebih maka rumahtangga tersebut dikategorikan rumahtangga miskin.

3) Hasil Penghitungan: Lihat Lampiran 3 pd paper

Kelemahan: Sama dengan BKKBN

Contoh Perbandingan RT Miskin: 8 Karakteristik RT Miskin vs Konsumsi


Propinsi % Jambi DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Timur Nusa Tenggara Barat Kalimantan Tengah Sulawesi Tengah Pendekatan 8 Karateristik Jumlah (000) 12,75 1,86 10,05 4,79 25,78 18,31 17,16 % Pendekatan Konsumsi Jumlah (000) 13,18 3,42 13,38 21,91 27,76 11,88 24,89 326,91 286,88 4.938,20 7.701,15 1.145,81 231,39 564,60

316,1 155,5 3.709,9 1.682,4 1.064,7 356,6 389,4

Nasional

9,37

19.050,1 18,20

38.394,00

II. INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA


1. Pendahuluan IPM adalah salah satu indikator pembangunan yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1990 oleh UNDP dalam NHDR 1990. IPM merupakan indeks komposit dari 3 dimensi pembangunan manusia yang paling mendasar, yaitu: usia hidup, pengetahuan, dan standar hidup layak .

2. Konsep Pembangunan Manusia Konsep PM: Suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi pddk (UNDP, 1990) Premis PM: Penduduk sebagai pusat perhatian; Didukung 4 pilar: produktifitas, pemerataan, kesinambungan, pemberdayaan; Menjadi dasar dlm penentuan tujuan dan analisis-analisis pilihan utk mencapainya.

3. IPM dan KAITANNYA DENGAN FRAMEWORK


KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
KOMUNITAS:
budaya, infrastruktur, lingkungan, kelembagaan

SEKTOR SWASTA:
kesempatan kerja

PROGRAM PEMBANGUNAN
umpan balik

PERILAKU, KEPUTUSAN
individu, rumah tangga

KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI, DEMOGRAFI: individu,


keluarga, rumahtangga

TUJUAN PEMBANGUNAN MANUSIA

DAMPAK PEMBANGUNAN
IPM, IKM, IPJ, IDJ INDIKATOR TUNGGAL

4 komponen pokok merupakan fokus kajian, di mana pemerintah dapat membuat kebijakan untuk melakukan perubahan

4. Penghitungan IPM IPM merupakan rata-rata dari 3 komponen: a. Indeks angka harapan hidup dari lahir; b. Indeks pendidikan, berdasarkan rata-rata tertimbang dari lama sekolah dan angka melek huruf dari penduduk usia 15+ c. Indeks standar hidup layak, yg diukur dengan pengeluaran per kapita yg sudah disesuaikan dgn Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity) Rumus Penghitungan IPM dapat dilihat pada Publikasi
Laporan IPM Indonesia (BPS, Bappenas, UNDP, 2001)

Tabel 1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) D I.Yogyakarta Prov. Menurut Kabupaten/Kota , 1999 dan 2002 H arapan hidu p 1999 01. Kulon Progo 02. Bantul 03. Gunung Kidul 04. Sleman 05. Kota Yogyakarta D I Y ogyak arta 71,3 69,5 70,1 71,6 72,1 7 0 ,9 2002 72,6 70,4 70,3 72,6 72,9 7 2 ,4 Angka R a t a-r a t a m e le k h u ru f la m a se k o la h 1999 82,8 82,6 83,0 85,7 95,1 8 5 ,5 2002 83,1 85,4 83,4 88,6 94,9 8 5 ,9 1999 6,8 6,8 7,1 8,5 10,3 7 ,9 2002 7,3 7,6 7,3 9,7 10,4 8 ,1

P ro p in si

Tabel 1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Prov. DI.Yogyakarta Menurut Kabupaten/Kota, 1999 dan 2002 Kabupaten/Kota Pengeluaran Rilperkapita Disesuaikan (000 Rp) 1999 2002 583,7 590,0 552,4 601,5 598,9 597,8 607,8 607,0 594,7 612,4 615,4 611,3 I PM 1999 66,4 65,8 63,6 69,8 73,4 68,70 2002 69,4 68,4 67,1 72,7 75,3 70,8 R angking I PM 1999 85 102 165 27 2 2 2002 76 94 140 30 3 3

01. 02. 03. 04. 05.

Kulon Progo Bantul Gunung Kidul Sleman Kota Yogyakarta

DI Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai