Anda di halaman 1dari 15

MENGURAI MASALAH PENGELOLAAN SAMPAH DI

KOTA YOGYAKARTA YANG TAK KUNJUNG USAI

Oleh: Muhammad Rizqi Akbar

Abstrak

Sampah telah menjadi permasalahan global. Problem persampahan


menjadi semakin kompleks tatkala manusia hanya sekadar membuang sampah
yang mereka hasilkan tanpa mau secara kreatif berupaya mengubah sampah
menjadi sesuatu yang berharga. Keberadaan sampah yang tidak dikelola dengan
baik akan berpotensi menimbulkan berbagai masalah. Banyak daerah di Indonesia
yang mempunyai masalah terkait pengelolaan sampah, salah satunya adalah Kota
Yogyakarta. Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan yang
merupakan tempat pembuangan sampah dari Kota Yogyakarta, Kabupaten
Bantul, dan Kabupaten Sleman semakin tidak memadai. Penelitian ini berupaya
membuat deskripsi dan analisis tentang permasalahan pengelolaan sampah di
Kota Yogyakartaa dan segala upaya, baik kebijakan dan program yang diambil
untuk mengatasi permasalahan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif. Metode ini digunakan untuk mengungkapkan fenomena
permasalahan sampah dan pengelolaan sampah di Kota Yogyakarta. Analisis data
dilakukan melalui tahapan yang terdiri atas reduksi data, penyajian data, serta
verivikasi dan penarikan kesimpulan.

Kata Kunci : Permasalahan Sampah, Kota Yogyakarta, Piyungan, Konsumsi

PENDAHULUAN

Sampah telah menjadi permasalahan global. Masalah persampahan

sangat berkaitan dengan pertambahan penduduk, pertumbuhan ekonomi

dan perubahan pola konsumsi masyarakat. Dengan pertumbuhan

penduduk yang sangat cepat per tahunnya, maka pemenuhan kebutuhan

untuk hidup masyarakat dipastikan bertambah. Kondisi tersebut dapat

menimbulkan bertambahnya volume, beragamnya jenis, dan karakteristik

sampah.1

1
Badan Pusat Statistik. (2018). Statistik Lingkungan Hidup 2018. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
Dalam melakukan pemenuhan kebutuhannya, individu secara

langsung maupun tidak langsung akan menimbulkan suatu permasalahan

lingkungan, yaitu sampah. Sampah merupakan material sisa yang tidak

diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. 2 Secara definitif sampah

dapat diartikan sebagai bahan yang berasal dari hasil aktivitas manusia

maupun proses alam yang dianggap tidak memiliki nilai ekonomis.

Dengan kata lain, sampah adalah segala sesuatu yang tidak diperlukan

lagi oleh pemiliknya.

Problem persampahan menjadi semakin kompleks tatkala manusia

hanya sekadar membuang sampah yang mereka hasilkan tanpa mau

secara kreatif berupaya mengubah sampah menjadi sesuatu yang

berharga.3 Keberadaan sampah yang tidak dikelola dengan baik akan

berpotensi menimbulkan berbagai masalah. Banyak daerah di Indonesia

yang mempunyai masalah terkait pengelolaan sampah, salah satunya

adalah Kota Yogyakarta. Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST)

Piyungan yang merupakan tempat pembuangan sampah dari Kota

Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Sleman semakin tidak

memadai. TPST Piyungan yang sudah beroperasi sejak tahun 1995 ini

mengalami kelebihan kapasitas karena volume sampah yang masuk setiap

harinya. Terhitung dari bulan Januari hingga Maret 2019, sekitar 580 ton

sampah per hari yang masuk ke TPST Piyungan. Ketika lebaran angka ini

terus bertambah mencapai 700 ton. Karenanya, sesuai dengan ketentuan,

TPST Piyungan yang memiliki luas 12,5 hektar dan kemudian ditambah

2,5 hektar di tahun 2018, seharusnya sudah ditutup tahun 2012 lalu. 4
2
Suryati, T. (2014). Bebas Sampah dari Rumah (Cara Bijak Mengolah Sampah Menjadi Kompos
& Pupuk Cair). Jakarta: Agro Media Pustaka.
3
Muthmainnah, L. (2008, April). Tinjauan Filosofis Problema Pengelolaan Sampah. Jurnal
Filsafat Vol. 18, Nomor 1, 36.
4
Lihat.
https://krjogja.com/web/news/read/69715/Overload_TPST_Piyungan_Mestinya_Tutup
Permasalahan sampah ini sebenarnya sudah terjadi sejak beberapa

tahun terakhir. Namun, di awal tahun 2019 ini permasalahan sampah

tersebut semakin parah. Truk atau kendaraan pengangkut sampah tidak

bisa memasuki TPST Piyungan karena aksesnya ditutup oleh warga

sekitar. Akhirnya kendaraan-kendaraan itu berbalik arah dan kembali

membawa sampah yang diangkut. Dampaknya banyak tempat

pembuangan sementara (TPS) mengalami ledakan sampah. Banyak TPS

tidak lagi mampu menampung sampah, yang berakibat pada

berserakannya sampah di jalanan serta bau busuk yang mengganggu

kenyamanan warga. Merespons masalah tersebut, masyarakat membanjiri

media sosial dengan tagar Jogja Darurat Sampah (#JogjaDaruratSampah). 5

Dalam penelitian Mulasari, dkk,6 dijelaskan bahwa permasalahan

sampah di Kota Yogyakarta meliputi: 1) Belum seluruh wilayah

terjangkau pelayanan sampah, 2) Pencemaran air sungai, 3) Perilaku

masyarakat yang belum baik dalam mengelola sampah, 4) Keterbatasan

umur teknis TPST Piyungan, 5) Keberlanjutan metode pengelolaan

sampah TPST Piyungan, 6) Keberadaan TPS ilegal di perbatasan Kota

Yogyakarta, 7) Ilegal dumping sampah, dan 8) Penerapan sistem sanitary

landfill ataupun teknologi lain yang berbiaya besar. Berdasarkan hal

tersebut, penelitian ini berupaya membuat deskripsi dan analisis tentang

permasalahan pengelolaan sampah di Kota Yogyakartaa dan segala

upaya, baik kebijakan dan program yang diambil untuk mengatasi

permasalahan tersebut.

Metode

5
Ratnaningtyas, R. P. (2020, Juli). Sampah Dalam Kacamata Media Online. Jurnal
Komunikasi Vol. 12, No. 1, 17. doi:http://dx.doi.org/10.24912/jk.v12i1.5287
6
Mulasari, A., Husodo, A. H., & Muhadjir, N. (2016). Analisis Situasi Permasalahan
Sampah Kota Yogyakarta dan Kebijakan Penanggulangannya. Jurnal KEMAS, 11(2), 98.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode ini

digunakan untuk mengungkapkan fenomena permasalahan sampah dan

pengelolaan sampah di Kota Yogyakarta. Penelitian dirancang dengan

pendekatan studi kasus di mana di dalamnya peneliti menyelidiki secara

cermat program, peristiwa, proses atau sekelompok individu.

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi dengan

melakukan pelacakan terhadap laporan penelitian, artikel jurnal ilmiah,

dan informasi yang ada di media daring terkait dengan topik yang dikaji.

Analisis data dilakukan melalui tahapan yang terdiri atas reduksi data,

penyajian data, serta verivikasi dan penarikan kesimpulan.

Pembahasan

Kondisi Yogyakarta dan TPST Piyungan

Kota Yogyakarta berada di posisi yang sangat strategis. Letaknya

berada di tengah-tengah 4 Kabupaten lain, yakni Sleman, Bantul,

Gunungkidul, dan Kulonprogo. Secara administratif, Kota Yogyakarta

terdiri dari 14 kecamatan, 45 kelurahan, 617 RW, dan 2.532 RT dengan

luas wilayah 32,5 km2 atau kurang lebih 1,02% dari luas wilayah Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).7

Kota Yogyakarta memiliki kepadatan penduduk dan intensitas

kegiatan sosial ekonomi yang tinggi. Hal tersebut terjadi karena Kota

Yogyakarta merupakan wilayah yang lebih maju dan berkembang

dibanding sekitarnya. Meskipun begitu ada banyak pencemaran

lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat.

TPST Piyungan merupakan tempat pembuangan yang melayani atau

menampung sampah dari Kota Yogyakarta. Selain itu, TPST Piyungan

7
Lihat. Buku Profil DLH 2017.
juga menampung sampah dari Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul.

TPST Piyungan memiliki luas area 12,5 Ha, 10 Ha merupakan lahan

landfill yang terdiri dari tiga sel dan 2,5 Ha difungsikan sebagai sarana

pendukung berupa kantor, bengkel, jembatan timbang, dan zona

penyangga.8 Pengelolaan TPST Piyungan dilakukan dengan cara

membentuk Sekretariat Bersama (Sekber) untuk tiga wilayah tersebut.

Pengelolaan dilakukan secara bergantian oleh masing-masing wilayah

dengan jangka waktu masing-masing sekitar tiga tahun.9

Pengelolaan sampah di TPST Piyungan didesain dengan menggunakan

sistem controlled landfill, yaitu sampah organik dan nonorganik dibuang

dan diratakan, lalu dalam waktu tertentu ditimbun dengan tanah.

Penimbunan tak ajeg akan memperpendek usia teknis. 10 Sistem ini hanya

satu level di atas open dumping. Hal ini bertujuan agar dapat

meminimalisir dampak negatif yang disebabkan oleh timbunan sampah,

seperti bau dan lalat. Namun, sejauh ini praktik tersebut belum bisa

terealisasi secara maksimal di TPST Piyungan karena sampah yang ada

hanya dikerjakan setiap tiga hari sekali.

Permasalahan sampah di Kota Yogyakarta dapat diamati dari tiga

sudut pandang, yakni permasalahan dari hilir, permasalahan dari proses

pengelola sampah, dan permasalahan di hulu. 11 Masalah yang ada di hilir

adalah kurangnya kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah.

8
Lihat. Ariyani, S. F. (2018). Evaluasi Pengelolaan Sampah Di TPA Piyungan Kabupaten
Bantul. https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/8214/08%20naskah
%20publikasi.pdf?sequence=14&isAllowed=y
9
Sulistyaningsih. (2015). Respon Masyarakat Desa Sitimulyo Terhadap Pengelolaan
Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Piyungan Bantul Yogyakarta. Sosiologi
Reflektif Vol. 9, No. 2, April 2015
10
Lihat. https://www.mongabay.co.id/2019/04/15/kala-tps-piyungan-tetap-tampung-
sampah-walau-sudah-membeludak/
11
Mulasari, A., Husodo, A. H., & Muhadjir, N. (2016). Analisis Situasi Permasalahan
Sampah Kota Yogyakarta dan Kebijakan Penanggulangannya. Jurnal KEMAS, 11(2), 98.
Masih banyak masyarakat yang abai pada persoalan sampah. Meskipun

sudah disediakan tempat pembuangan sampah sementara (TPSSS) di

lingkungan sekitarnya, masyarakat masih tidak tertib dalam hal waktu

maupun tempat membuang sampahnya.

Perilaku yang demikian sering kali disebabkan oleh tingkat

pengetahuan dan sikap yang kurang baik. Hal tersebut sejalan dengan

penelitian Mulasari (2014) yang menjelaskan bahwa keberadaan TPS ilegal

kemungkinan disebabkan oleh pengetahuan dan sikap masyarakat yang

kurang baik mengenai lingkungan. 12 Pengetahuan dan sikap yang kurang

baik tersebut dapat mempengaruhi perilaku membuang sampah yang

tidak baik juga.

Di bagian proses pengelolaan sampah, dalam kasus ini Dinas

Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta, pelayanannya belum

mencakup seluruh wilayah Kota Yogyakarta. Hal tersebut disebabkan

oleh keterbatasan sumber daya dan anggaran.13 DLH Kota Yogyakarta

terus mengupayakan mengatasinya dengan peningkatan kualitas dan

kuantitas sarana-prasarana, termasuk di dalamnya infrastruktur. Selain

itu, DLH Kota Yogyakarta juga merencanakan program pemberdayaan

masyarakat untuk membantu pengelolaan sampah dari sumber

penimbulnya. 14

Kemudian pada bagian hulu, pengelolaan TPST Piyungan masih dirasa

belum maksimal, baik dari sistem atau teknologi yang diterapkan. 15

Bahkan, masih sering terjadi kerusakan sarana prasarana di TPST

12
Mulasari, S. A. (2014). Keberadaan TPS Legal dan TPS Ilegal di Kecamatan Godean
Kabupaten Sleman. Jurnal Kesmas, 9(2), 122-130.
13
Ibid.
14
Ibid.
15
Ibid.
Piyungan. Upaya perbaikan telah dilakukan dengan inisiasi dan kerja

sama dari fasilitator Sekber. Perbaikan dilakukan secara bertahap karena

terdapat keterbatasan teknis dan anggaran. Pemerintah daerah kerap

memiliki permasalahan pengelolaan sampah terkait dengan teknik,

anggaran, pemenuhan sarana prasarana, serta masalah pemberdayaan

masyarakat.16

Penyebab Masalah Sampah

Definisi atas sampah bukanlah sebuah definisi yang obyektif,

melainkan sebuah definisi yang dihasilkan oleh sebuah proses penilaian

(judgement).17 Sampah diinterpretasikan tidak memiliki nilai atau tidak

berguna. Namun, penilaian benda sebagai sampah merupakan sesuatu

yang relatif. Di mana bisa saja sampah bagi seseorang dapat bernilai lebih

bagi orang lain. Sesuatu dikatakan sampah atau bukan, sangat bergantung

pada subjektivitas manusia. Ketidakpedulian terhadap masalah sampah

adalah gejala objektif yang mudah ditemukan di hampir semua wilayah

kehidupan.18 Dalam konteks masyarakat kita, sampah adalah kategori

universal bagi keburukan perilaku industri, pemukiman, pasar, hingga

perkantoran.19 Masalah ini tidak kalah penting dari politik karena

langsung bersinggungan dengan urusan privat sekaligus publik.

Dalam kajian lingkungan, dikenal istilah sindrom nimby yang

merupakan not in my backyard.20 Sindrom ini menjelaskan manusia yang


16
Suyanto, E. et al. (2014). Analysis on Local Wishdom Based Green Community
Participation Suporting The Developmental Program at The Green City Purwokerto
Indonesia (A Case Study of Household Waste Management). International Journal of
Research in Earth & Enviromnment Sciencies, 2 (5): 1-9.
17
Santoso, Purwo. (2006). Radikalisasi Pengelolaan Sampah. Jurnal Balairung
Edisi/39/XX/2006. Yogyakarta Hal. 9.
18
Lihat. https://www.balairungpress.com/2010/08/sampah-dan-kerakusan-konsumsi/
19
Ibid.
20
Baiquni, M., & Rijanta, R. (2012). Konflik Pengelolaan Lingkungan dan Sumberdaya
Dalam Era Otonomi dan Transisi Masyarakat. Bumi Lestari Journal Of Environment, 7(1).
hanya peduli dengan kondisinya, dengan kata lain “asal punyaku bersih,

yang lain terserah”. Sindrom nimby membuat sampah menjadi bagian

yang harus ditiadakan. Parahnya, sindrom nimby selalu membutuhkan

tumbal untuk dikorbankan. Misalnya, seseorang membuang sampah yang

ada di mobilnya keluar ke jalan raya. Pada contoh lain, warga

menyerahkan urusan sampah kepada pihak lain, seperti DLH atau

pemulung. Hal ini tentu akan menyusahkan pemerintah dalam upaya

menyelesaikan permasalahan sampah, yang banyak berasal dari rumah

tangga.

Ombudsman RI Daerah Istimewa Yogyakarta melalui hasil Rapid

Assessment menyampaikan beberapa temuannya mengenai pengelolaan

sampah di TPST Piyungan bahwa:

1. Pemerintah Daerah DIY telah menindaklanjuti Undang-Undang


Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Kebijakan
Nasional Pengelolaan Sampah dengan menerbitkan Perda DIY Nomor
3 tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan
Sampah Rumah Tangga, Pergub DIY Nomor 21 Tahun 2014 Tentang
Pedoman Penanganan Sampah, Perizinan Usaha Pengelolaan Sampah,
dan Kompensasi Lingkungan, dan Pergub DIY Nomor 99 tahun 2014
tentang Penyelenggaraan Penggunaan Fasilitas dan Jasa Pelayanan
Pengelolaan Sampah di Tempat Pemrosesan Akhir Regional Pada Balai
Pengelolaan Infrastruktur Sanitasi dan Air Minum Perkotaan. Akan
tetapi, kebijakan anggaran Pemerintah Daerah DIY tidak cukup
mendukung, sehingga implementasinya di lapangan menjadi kurang
optimal.
2. Pemerintah Daerah DIY tidak secara konkret mengatur dalam regulasi
dan kebijakan daerah tentang batasan waktu penutupan TPST dengan
sistem pembuangan terbuka. Padahal Pasal 44 Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2008 membatasi maksimal lima tahun tempat
pemrosesan akhir dengan sistem pembuangan terbuka sudah harus
ditutup.
3. Peralihan pengelolaan TPST Piyungan ke Pemerintah Daerah DIY
belum menjadikan pengelolaannya lebih baik. Tidak banyak upaya

Diambil kembali dari https://ojs.unud.ac.id/index.php/blje/article/view/2414


signifikansi yang dilakukan Pemerintah Daerah DIY untuk
menyelesaikan persoalan yang ada. Padahal telah banyak rekomendasi
dari berbagai kalangan disampaikan untuk perbaikan.
4. Sebagai instrumen pengawasan, penegakan Peraturan Daerah
Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan
Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
dan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 21
Tahun 2014 Tentang Pedoman Penanganan Sampah, Perizinan Usaha
Pengelolaan Sampah, dan Kompensasi Lingkungan belum berjalan
secara optimal.
5. Ditemukan fakta lapangan bahwa di TPST Piyungan tidak cukup
terlihat adanya aktivitas penanganan dan pengelolaan sampah oleh
petugas. Kegiatan yang mirip dengan penanganan dan pengelolaan
sampah lebih banyak dilakukan oleh masyarakat di sekitar TPST
Piyungan yang memanfaatkan sampah sebagai sumber pencaharian
ekonomi. Selain itu, partisipasi masyarakat di Kartamantul membentuk
Bank Sampah sedikit banyak mengurangi laju volume sampah ke TPST
Piyungan. 21
Sementara itu, Pemerintah Kota Yogyakarta belum juga memiliki cara

penanggulangan yang sistematis. Untuk mengatasi masalah di TPST

Piyungan, pemerintah berulang-kali mengajukan rencana perluasan

wilayah. Padahal penanganan seperti ini tidak akan jauh beda dengan

kebijakan pelebaran jalan, kemacetan dan polusi tetap akan meningkat

selama jumlah kendaraan tidak dikendalikan, begitu juga dengan

sampah.22 Dalam kasus sampah, hal paling dasar yang dapat dibenahi

bersama adalah pola konsumsi. Karena setelah suatu produk selesai

dikonsumsi, maka residunya yang berupa sampah akan menimbulkan

efek lingkungan.23

Manusia sebagai sumber masalah atas lingkungan melalui kehadiran

sampah, tidak terlepas dari pola pikir yang berkembang belakangan ini,

21
Lihat. https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--ombudsman-diy-sampaikan-saran-ke-
gubernur-terkait-pengelolaan-sampah-di-kartamantul-tpst-piyungan
22
Lihat. https://www.balairungpress.com/2010/08/sampah-dan-kerakusan-konsumsi/
23
[ CITATION Mut08 \l 1057 ]
seperti antroposentrisme. Perkembangan kapitalisme pun turut merawat

industrialisasi, hingga perubahan tata nilai (terutama penafsiran atas

barang konsumsi) yang berdampak bagi perilaku konsumsi massa.24

Mengatasi Permasalahan Sampah

Hingga sekarang paradigma pengelolaan sampah yang digunakan

adalah Kumpul – Angkut – Buang. 25 Permasalahan sampah di Kota

Yogyakarta tidak mungkin dapat diselesaikan jika Pemerintah hanya

membebankannya pada TPST Piyungan. Mengingat TPST Piyungan juga

menanggung sampah dari tiga kabupaten, tentunya TPST Piyungan

bukanlah satu-satunya solusi yang bisa diharapkan. Model pembuangan

sampah di TPST Piyungan pun tergolong tradisional dan dinilai

membawa banyak masalah, terutama menurunkan daya dukung

lingkungan.26 Pemerintah Kota Yogyakarta, melalui DLH Kota

Yogyakarta, perlu memaksimalkan pengelolaan di bagian hulu atau

sumber sampah.

Dalam mengatasi permasalahan sampah, Kota Yogyakarta dapat

mengadopsi model pengelolaan sampah kota bernama Zero Waste Cities

yang dikembahkan oleh Mother Earth Foundation pada tahun 2010.

Model tersebut telah dilakukan di Kota San Fernando, Filipina. 27 Kota San

Fernando berhasil mengurangi 80 persen sampah dalam kurun waktu

yang singkat, yaitu tiga bulan per satu kelurahan. 28 Pengelolaan sampah
24
Affan, M. (2007). Community Based Waste Management Dalam Bingkai Analisa
Collective Action. Diambil kembali dari
https://digilib.fisipol.ugm.ac.id/api/files/0f277935-4b5d-4087-9a6e-
fb4b443b36ed/COMMUNITY_BASED_WASTE.pdf
25
Damanhuri, E., & Padmi, T. (2010). Diktat Kuliah TL-3104: Pengelolaan Sampah. Bandung:
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung.
26
Lihat. https://www.mongabay.co.id/2019/04/15/kala-tps-piyungan-tetap-tampung-
sampah-walau-sudah-membeludak/
27
Lihat. https://www.mongabay.co.id/2019/09/27/dua-langkah-atasi-sampah/
28
Ibid.
di sana dilakukan dengan cara warga memilah sampah organiknya lalu

dilanjutkan dengan proses pengomposan. Kota San Fernando mengelola

sampah kota dengan prinsip terpilih dan terdesentralisasi. 29 Pengelolaan

terpilih artinya memilih dan memilah sampah dari sumber sampah,

seperti di rumah tangga, perkantoran dan sejenisnya. Mengapa pemilahan

sampah perlu dilakukan di sumber sampah? Karena bila pemilahan

dilakukan di TPS, sampah organik akan terkontaminasi dengan sampah

lain sehingga tidak bisa digunakan untuk kompos dan terpilah

pengumpulannya. Hal tersebut perlu mendapat dukungan berupa sistem

yang tepat dari pemerintah. Sebab, jika sistem pengumpulannya tidak

dikondisikan, sampah yang telah terpilah akan tercampur lagi.

Memilah sampah memiliki banyak manfaat. Perilaku memilah ini,

dapat mengubah perilaku masyarakat. Perubahan perilaku ini bakal

mengurangi timbulan sampah secara signifikan, lalu dalam jangka

panjang perilaku ini dapat mengurangi jumlah sampah. Perilaku memilah

sampah ini pun diperkirakan dapat menambah usia TPST, usia rawat

transportasi, dan menguntungkan semua pihak.30

Selain itu, pemerintah juga dapat menyelesaikan masalah sampah di

Kota Yogyakarta dengan melaksanakan rekomendasi dari Ombudsman RI

Daerah Istimewa Yogyakarta. Rekomendasi tersebut di antaranya ialah:

1. Melakukan optimalisasi manajemen serta SDM penanganan dan

pengelolaan sampah, antara lain dengan membentuk tim percepatan

khusus lintas sektoral, atau mengefektifkan tim yang sudah ada untuk:

a. Mengantisipasi permasalahan kelebihan kapasitas sampah di TPST

Piyungan melalui pembangunan infastruktur dan pengadaan

29
Ibid.
30
Ibid.
teknologi pengelolaan sampah mutakhir yang ramah lingkungan

dengan memperhatikan berbagai masukan yang pernah disampaikan.

b. Mengevaluasi besaran tarif dan fungsi retribusi pembuangan

sampah menjadi alat pengendali laju dan volume pembuangan

sampah di TPS dan TPST Piyungan.

2. Menambah besaran alokasi anggaran yang lebih memadai dalam

APBD untuk optimalisasi penanganan dan pengelolaan sampah pada

TPS juga TPST Piyungan.

3. Melakukan pengawasan dan penegakan hukum secara konsisten atas

pelanggaran terhadap berbagai ketentuan mengenai pengelolaan

sampah, tanpa terkecuali terhadap hotel-hotel, apartemen, rumah

sakit, dll.

4. Memfasilitasi dan mendorong adanya partisipasi publik, serta gerakan

dan kampanye secara masif untuk penyadaran masyarakat berkenaan

dengan penanganan dan pengelolaan sampah.31

Penutup

Permasalahan sampah di Kota Yogyakarta dapat diamati dari tiga

sudut pandang, yakni permasalahan dari hilir, permasalahan dari proses

pengelola sampah, dan permasalahan di hulu. Masalah yang ada di hilir

adalah kurangnya kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah. Di

bagian proses pengelolaan sampah, pelayanannya belum maksimal.

Sedangkan pada bagian hulu, pengelolaan TPST Piyungan masih dirasa

belum maksimal, baik dari sistem atau teknologi yang diterapkan.

Pemerintah Kota Yogyakarta belum juga memiliki cara

penanggulangan yang sistematis. Untuk mengatasi masalah di TPST

31
Lihat. https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--ombudsman-diy-sampaikan-saran-ke-
gubernur-terkait-pengelolaan-sampah-di-kartamantul-tpst-piyungan
Piyungan, pemerintah berulang-kali mengajukan rencana perluasan

wilayah. Padahal penanganan seperti ini tidak akan jauh beda dengan

kebijakan pelebaran jalan, kemacetan dan polusi tetap akan meningkat

selama jumlah kendaraan tidak dikendalikan, begitu juga dengan sampah.

Untuk menangani permasalahan sampah perlu penyelesaian masalah

dasar sampah. Lalu perlu edukasi yang serius kepada masyarakat sebagai

penghasil sampah di tingkat hilir. Perlu adanya perubahan perilaku

membuang sampah. Pemilahan di bagian hilir, yakni sektor rumah

tangga, perkantoran, dan lain-lain dapat mengurangi jumlah timbulan

sampah. Namun, pemerintah tidak hanya melakukan edukasi kepada

masyarakat saja. Pemerintah harus menyiapkan sistem yang tepat agar

proses pemilahan berjalan maksimal.

Upaya perluasan wilayah di TPST Piyungan bukanlah jawaban untuk

mengatasi permasalahan sampah di Kota Yogyakarta. Sebab, perluasan

tersebut membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Belum lagi

perihal penerapan sistem yang sesuai dan sumber daya yang

mengelolanya. Alih-alih memaksakan rencana tersebut, akan lebih baik

jika dicarikan alternatif solusi yang dapat sesegera mungkin dikerjakan.

Mengingat setiap hari sampah selalu ada dan terus dihasilkan oleh

manusia.

Daftar Pustaka
Affan, M. (2007). Community Based Waste Management Dalam Bingkai
Analisa Collective Action. Diambil kembali dari
https://digilib.fisipol.ugm.ac.id/api/files/0f277935-4b5d-4087-9a6e-
fb4b443b36ed/COMMUNITY_BASED_WASTE.pdf

Badan Pusat Statistik. (2018). Statistik Lingkungan Hidup 2018. Jakarta:


Badan Pusat Statistik.
Baiquni, M., & Rijanta, R. (2012). Konflik Pengelolaan Lingkungan dan
Sumberdaya Dalam Era Otonomi dan Transisi Masyarakat. Bumi
Lestari Journal Of Environment, 7(1), 5.

Damanhuri, E., & Padmi, T. (2010). Diktat Kuliah TL-3104: Pengelolaan


Sampah. Bandung: Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut
Teknologi Bandung.

DLH Kota Yogyakarta. (2017). Profil DLH Kota Yogyakarta. Yogyakarta:


DLH Kota Yogyakarta.

Haroen, A. M. (2010, Agustus 30). Sampah dan Kerakusan Konsumsi. Dipetik


September 10, 2020, dari Balairungpress:
https://www.balairungpress.com/2010/08/sampah-dan-kerakusan-
konsumsi/

Hijriah, M. R. (2019, September 27). Dua Langkah Atasi Sampah. Dipetik


September 10, 2020, dari Mongabay:
https://www.mongabay.co.id/2019/09/27/dua-langkah-atasi-
sampah/

Mulasari, A., Husodo, A. H., & Muhadjir, N. (2016). Analisis Situasi


Permasalahan Sampah Kota Yogyakarta dan Kebijakan
Penanggulangannya. Jurnal KEMAS, 11(2), 98.

Mulasari, S. A. (2014). Keberadaan TPS Legal dan TPS Ilegal di Kecamatan


Godean Kabupaten Sleman. Jurnal Kesmas, 9(2), 122-130.

Muthmainnah, L. (2008, April). Tinjauan Filosofis Problema Pengelolaan


Sampah. Jurnal Filsafat Vol. 18, Nomor 1, 36.

Nuswantoro. (2019, April 15). Kala TPS Piyungan Tetap Tampung Sampah
Walau Sudah Membeludak. Dipetik September 10, 2020, dari
Mongabay: https://www.mongabay.co.id/2019/04/15/kala-tps-
piyungan-tetap-tampung-sampah-walau-sudah-membeludak/

Ratnaningtyas, R. P. (2020, Juli). Sampah Dalam Kacamata Media Online.


Jurnal Komunikasi Vol. 12, No. 1, 17.
doi:http://dx.doi.org/10.24912/jk.v12i1.5287

Roy. (2018, Juni 21). ‘Overload’, TPST Piyungan Mestinya Tutup. Dipetik
September 9, 2020, dari krjogja.com:
https://www.krjogja.com/berita-lokal/diy/bantul/overload-tpst-
piyungan-mestinya-tutup/

Santoso, P. (2006). Radikalisasi Pengelolaan Sampah. Jurnal Balairung


Edisi/39/XX/2006, 9.

Suryati, T. (2014). Bebas Sampah dari Rumah (Cara Bijak Mengolah Sampah
Menjadi Kompos & Pupuk Cair). Jakarta: Agro Media Pustaka.

Suyanto, E. (2014). Analysis on Local Wishdom Based Green Community


Participation Suporting The Developmental Program at The Green
City Purwokerto Indonesia (A Case Study of Househld Waste
Management). International Journal of Research in Earth &
Enviromment Science, 2 (5), 1-9.

Anda mungkin juga menyukai