Anda di halaman 1dari 133

§

KOMPETENSI KEPRIBADIAN KEPALA SEKOLAH


PENDIDIKAN MENENGAH

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

PENGEMBANGAN BUDAYA DAN IKLIM


PEMBELAJARAN DI SEKOLAH

DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN


DIREKTORAT JENDERAL
PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
TAHUN 2007
KATA PENGANTAR

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang


Standar Kepala Sekolah/Madrasah telah ditetapkan bahwa ada 5 (lima) dimensi
kompetensi yaitu: Kepribadian, Manajerial, Kewirausahaan, Supervisi dan
Sosial. Dalam rangka pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala
sekolah untuk menguasai lima dimensi kompetensi tersebut, Direktorat Tenaga
Kependidikan telah berupaya menyusun naskah materi diklat pembinaan
kompetensi untuk calon kepala sekolah/kepala sekolah.

Naskah materi diklat pembinaan kompetensi ini disusun bertujuan untuk


memberikan acuan bagi stakeholder di daerah dalam melaksanakan pendidikan
dan pelatihan calon kepala sekolah/kepala sekolah agar dapat dihasilkan
standar lulusan diklat yang sama di setiap daerah.

Kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun materi diklat


pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah ini atas dedikasi
dan kerja kerasnya sehingga naskah ini dapat diselesaikan.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa meridhoi upaya-upaya kita dalam


meningkatkan mutu tenaga kependidikan.

Jakarta,

Direktur Tenaga Kependidikan

Surya Dharma, MPA, Ph.D

NIP. 130 783 511

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................iv

DAFTAR TABEL.............................................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1

A. Latar Belakang.....................................................................................1

B. Dimensi Kompetensi...........................................................................3

C. Kompetensi..........................................................................................3

D. Indikator Pencapaian Kompetensi....................................................3

E. Alokasi Waktu......................................................................................4

F. Skenario................................................................................................5

BAB II KONSEP BUDAYA DAN IKLIM SEKOLAH...........................................6

A. Pengertian Budaya dan Iklim Sekolah.............................................6

B. Tujuan Dan Manfaat Pengembangan Budaya Sekolah..............11

C. Model Pengembangan Budaya dan Iklim Sekolah......................13

D. Prinsip-Prinsip Pengembangan Budaya dan Iklim Sekolah.......15

E. Asas-Asas Pengembangan Budaya dan Iklim Sekolah..............18

ii
BAB III INDIKATOR-INDIKATOR DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA
DAN IKLIM SEKOLAH..............................................................................22

A. Penataan Lingkungan Fisik Sekolah..............................................24

B. Penataan Lingkungan Sosial Sekolah...........................................26

C. Penataan Personil Sekolah.............................................................28

D. Penataan Lingkungan Kerja Sekolah.............................................30

BAB IV STRATEGI PENGELOLAAN KELAS DALAM PENGEMBANGAN


BUDAYA DAN IKLIM SEKOLAH...........................................................42

A. Lingkungan Fisik Kelas....................................................................43

B. Penataan Ruang Kelas sebagai Sentra Belajar...........................48

C. Penciptaan Atmosfir Belajar............................................................55

D. Penerapan Strategi Pembelajaran.................................................57

E. Pemanfaatan Media dan Sumber Belajar.....................................70

F. Penilaian Hasil Belajar......................................................................74

BAB V TATA TERTIB DAN KEDISIPLINAN DALAM MENDUKUNG


PENGEMBANGAN BUDAYA DAN IKLIM SEKOLAH.......................76

A. Penyusunan Tata Tertib Sekolah...................................................77

B. Sosialisasi Tata Tertib......................................................................79

C. Penegakan Tata Tertib.....................................................................80

iii
BAB VI PENGHARGAAN DAN INSENTIF DALAM PENGEMBANGAN
BUDAYA DAN IKLIM SEKOLAH...........................................................83

A. Konsep Pemberian Penghargaan dan Insentif.............................83

B. Bentuk-Bentuk Penghargaan dan Insentif....................................87

C. Indikator-Indikator yang Perlu diperhatikan dalam Pemberian


Penghargaan dan Insentif................................................................87

BAB VII KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENGEMBANGAN


BUDAYA DAN IKLIM SEKOLAH...........................................................90

A. Membangun Moral Kerja..................................................................91

B. Kebijakan dan Prosedur...................................................................93

C. Tujuan yang Jelas dan Sasaran yang Didefinisikan dengan Baik


..............................................................................................................95

D. Membangun Semangat Kerja yang Solid......................................97

E. Kepemimpinan dalam Pemberdayaan, Kemandirian dan


Otonomi..............................................................................................98

F. Komunikasi, Inisiatif dan Fleksibilitas.............................................99

DAFTAR RUJUKAN...................................................................................................117

LAMPIRAN...................................................................................................................121

Lampiran 1 : (CONTOH)..................................................................121

Lampiran 2 : Bahan Diskusi dan Penugasan...................................124

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Alokasi Waktu................................................................................................4

Tabel 4.1 Faktor Keberagaman Karekteristik Siswa dan Implikasi bagi


Pengelolaan Siswa.....................................................................................51

Tabel 7.1 Gaya Kepemimpinan dan Kematangan Bawahan..............................109

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja suatu organisasi


ditentukan oleh suasana lingkungan kerja di dalam organisasi itu (Brookover et
al., 1978; Purkey dan Smith, 1985; Hughes, 1991). Demikian juga halnya,
kinerja sekolah ditentukan oleh suasana atau iklim lingkungan dan budaya kerja
pada sekolah tersebut. Di negara-negara maju, riset tentang budaya dan iklim di
sekolah telah berkembang dengan mapan dan memberikan sumbangan yang
cukup signifikan bagi pembentukan sekolah-sekolah yang efektif. Ditegaskan
bahwa jika guru merasakan suasana kerja yang kondusif di sekolahnya, maka
dapat diharapkan siswanya akan mencapai prestasi akademik yang
memuaskan. Brookover dan kawan-kawan (1978) menyatakan bahwa
kekondusifan iklim kerja suatu sekolah mempengaruhi sikap dan tindakan
seluruh komunitas sekolah tersebut, khususnya pada pencapaian prestasi
akademik siswa. Lebih tegas lagi, Purkey dan Smith (1985) menyatakan bahwa
prestasi akademik siswa dipengaruhi sangat kuat oleh suasana kejiwaan atau
budaya dan iklim kerja sekolah. Selanjutnya Hughes (1991) menegaskan bahwa
setiap sekolah mempunyai karakter suasana kerja yang akan mempengaruhi
keberhasilan proses kegiatan pembelajaran di kelas. Dengan demikian dapat
diartikan bahwa lingkungan sosial pembelajaran di kelas maupun di sekolah
(kantor guru dan staf tata usaha) mempunyai pengaruh baik langsung maupun
tak langsung terhadap proses pembelajaran.

Kepala sekolah sebagai manajer pendidikan di sekolah memiliki peran


yang sangat besar dalam menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif
dan inovatif karena fungsi kepala sekolah merupakan motor penggerak, penentu
arah kebijakan menuju sekolah dan pendidikan secara luas. Sebagai pengelola

1
institusi satuan pendidikan, kepala sekolah dituntut untuk selalu meningkatkan
efektifitas kinerjanya.

Dalam menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif, kepala


sekolah dan seluruh warga sekolah serta stakeholders harus bekerjasama
dalam segala hal. Kepala Sekolah harus senantiasa membuka diri dari
pengaruh guru, staf dan siswa dalam berbagai persoalan penting dalam
lingkungan sekolah dan luar sekolah. Dengan kata lain Kepala Sekolah dalam
menjalankan tugas dan fungsinya sebaiknya senantiasa berorientasi pada
kepuasan personal, karena prinsip ini merupakan modal dasar kepala sekolah
dalam menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif. Hal lain yang
sama pentingnya adalah perlunya kepala sekolah memiliki pengetahuan
kepemimpinan baik perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
pengawasan dalam suatu program sekolah dan pendidikan secara luas. Selain
itu kepala sekolah harus dapat menunjukkan sikap kepedulian, semangat
bekerja, disiplin tinggi, keteladanan dan hubungan manusiawi dalam rangka
perwujudan budaya dan iklim sekolah yang kondusif.

Kepemimpinan kepala sekolah harus dapat menciptakan budaya dan iklim


sekolah yang kondusif. Indikator kemampuan tersebut antara lain dapat dilihat
dari beberapa kriteria kemampuan umum berikut:

 Mampu memberdayakan guru untuk melaksanakan proses


pembelajaran dengan baik, lancar dan produktif.

 Dapat menjelaskan tugas dan pekerjaannya sesuai dengan waktu


yang telah ditetapkan.

 Mampu membangun hubungan yang harmonis antara guru, siswa


dan staf dalam lingkungan sekolah serta hubungan yang harmonis
dengan masyarakat dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah.

 Mampu menerapkan prinsip kebersamaan, bekerja sebagai tim


dalam lingkungan sekolah.

2
Dengan perilaku kepala sekolah yang demikian sangat diyakini akan
berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif. Karena itu kepala sekolah
perlu memiliki kompetensi yang diperlukan dalam mengembangkan budaya dan
iklim sekolah yang produktif bagi pengembangan sekolah. Salah satu upaya
dalam meningkatkan kompetensi kepala sekolah adalah melalui pendidikan dan
pelatihan yang sesuai. Berdasarkan hal tersebut, disusunlah panduan
pendidikan dan pelatihan atau bahan ajar ini untuk menjadi acuan dalam
melaksanakan pendidikan dan pelatihan kepala sekolah.

B. Dimensi Kompetensi

Pengembangan budaya dan iklim yang kondusif dan inovatif di sekolah


merupakan implikasi yang memperlihatkan dimensi kompetensi kepribadian
seorang Kepala Sekolah.

C. Kompetensi

Kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh kepala sekolah setelah


mengikuti pelatihan ini adalah mampu menciptakan budaya dan iklim sekolah
atau madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik.

D. Indikator Pencapaian Kompetensi

Pada akhir pendidikan dan pelatihan ini, para kepala sekolah atau calon
kepala sekolah sebagai peserta menunjukkan indikator kinerja sebagai hasil
pendidikan dan pelatihan dalam hal:

1. Mampu memahami konsep budaya dan iklim sekolah yang kondusif


dan inovatif.

3
2. Mampu menjelaskan indikator-indikator pengembangan budaya dan
iklim sekolah.

3. Mampu mengembangkan strategi pengelolaan kelas dalam


menciptakan budaya dan iklim sekolah.

4. Mampu menjelaskan pentingnya tata tertib dan kedisiplinan dalam


mengembangkan budaya dan iklim sekolah.

5. Mampu menjelaskan pentingnya penghargaan dan insentif dalam


mengembangkan budaya dan iklim sekolah.

6. Mampu mengembangkan kepemimpinan kepala sekolah dalam


mengembangkan budaya dan iklim sekolah.

E. Alokasi Waktu

Tabel 1.1 Alokasi Waktu

Alokasi
No Mata Diklat
Waktu
1. Konsep budaya dan iklim sekolah 6 jam
2. Indikator-indikator dalam budaya dan iklim sekolah 6 jam
Strategi pengelolaan kelas dalam menciptakan budaya dan
3. 6 jam
iklim sekolah
Tata tertib dan kedisiplinan dalam mengembangkan budaya
4. 3 jam
dan iklim sekolah
Penghargaan dan insentif dalam mengembangkan budaya
5. 3 jam
dan iklim sekolah
Kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan
6. 6 jam
budaya dan iklim sekolah

F. Skenario

4
Secara tentatif dapat dikembangkan oleh fasilitator antara lain dengan
urutan proses sebagai berikut :

1. Perkenalan dan pengkondisian (ice breaker).

2. Penjelasan singkat tentang dimensi kompetensi, indikator pencapaian


kompetensi, dan alokasi waktu.

3. Pretes.

4. Eksplorasi pemahaman peserta.

5. Presentasi materi.

6. Diskusi kelompok.

7. Praktik (simulasi) penciptaan budaya dan iklim kondusif dan inovatif


di sekolah.

8. Diskusi kelas pembahasan hasil simulasi.

9. Postes.

10. Penutup.

BAB II

5
KONSEP BUDAYA DAN IKLIM SEKOLAH

Pengertian Budaya dan Iklim Sekolah

1. Budaya Sekolah

Secara etimologis pengertian budaya (culture) berasal dari kata latin


colere, yang berarti membajak tanah, mengolah, memelihara ladang
(Poespowardojo, 1993). Namun pengertian yang semula agraris lebih
lanjut diterapkan pada hal-hal yang lebih rohani (Langeveld, 1993).
Selanjutnya secara terminologis pengertian budaya menurut Montago dan
Dawson (1993) merupakan way of life, yaitu cara hidup tertentu yang
memancarkan identitas tertentu pula dari suatu bangsa. Kemudian Kotter
dan Heskett (1992) yang dikutip dalam The American Herritage Dictionary
mendefinisikan kebudayaan secara formal, “sebagai suatu keseluruhan
dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial, seni, agama,
kelembagaan dan segala hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu
kelompok manusia”. Selanjutnya Koentjaraningrat mendefinisikan budaya
sebagai “keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia
dengan cara belajar”. Lebih lanjut Koentjaraningrat membagi kebudayaan
dalam tiga wujud yaitu:

a. wujud kebudayaan sebagai suatu kompleksitas dari ide-ide,


gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan lain-lain;

b. wujud kebudayaan sebagai suatu kompleksitas aktivitas


kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat dan;

c. wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Dari beberapa pendapat yang dikemukakan di atas dapat


disimpulkan bahwa budaya adalah sesuatu yang abstrak tetapi tetap

6
memiliki dimensi yang mencolok, dapat didefinisikan dan dapat diukur
berdasarkan karakteristik umum seperti yang dikemukakan oleh Robbins
(1994) sebagai berikut: (1) inisiatif individual, (2) toleransi terhadap
tindakan beresiko, (3) arah, (4) integrasi, (5) dukungan dari manajemen,
(6) kontrol, (7) identitas, (8) sistem imbalan, (9) toleransi terhadap konflik
dan (10) pola-pola komunikasi.

Dalam lingkup tatanan dan pola yang menjadi karakteristik sebuah


sekolah, kebudayaan memiliki dimensi yang dapat di ukur yang menjadi
ciri budaya sekolah seperti:

a. Tingkat tanggung jawab, kebebasan dan independensi warga


atau personil sekolah, komite sekolah dan lainnya dalam
berinisiatif.

b. Sejauh mana para personil sekolah dianjurkan dalam bertindak


progresif, inovatif dan berani mengambil resiko.

c. Sejauh mana sekolah menciptakan dengan jelas visi, misi,


tujuan, sasaran sekolah, dan upaya mewujudkannya.

d. Sejauh mana unit-unit dalam sekolah didorong untuk bekerja


dengan cara yang terkoordinasi.

e. Tingkat sejauh mana kepala sekolah memberi informasi yang


jelas, bantuan serta dukungan terhadap personil sekolah.

f. Jumlah pengaturan dan pengawasan langsung yang digunakan


untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku personil sekolah.

g. Sejauh mana para personil sekolah mengidentifkasi dirinya


secara keseluruhan dengan sekolah ketimbang dengan
kelompok kerja tertentu atau bidang keahlian profesional.

h. Sejauh mana alokasi imbalan diberikan didasarkan atas kriteria


prestasi.
7
i. Sejauh mana personil sekolah didorong untuk mengemukakan
konflik dan kritik secara terbuka.

j. Sejauh mana komunikasi antar personil sekolah dibatasi oleh


hierarki yang formal (diadopsi dari karakteristik umum seperti
yang dikemukakan oleh Stephen P. Robbins).

Dari sekian karakteristik yang ada, dapat dikatakan bahwa budaya


sekolah bukan hanya refleksi dari sikap para personil sekolah, namun juga
merupakan cerminan kepribadian sekolah yang ditunjukan oleh perilaku
individu dan kelompok dalam sebuah komunitas sekolah.

Budaya sekolah adalah nilai-nilai dominan yang didukung oleh


sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua
unsur dan komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan, seperti
cara melaksanakan pekerjaan di sekolah serta asumsi atau kepercayaan
dasar yang dianut oleh personil sekolah. Budaya sekolah merujuk pada
suatu sistem nilai, kepercayaan dan norma-norma yang diterima secara
bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku
alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang
sama diantara seluruh unsur dan personil sekolah baik itu kepala sekolah,
guru, staf, siswa dan jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama
dengan sekolah.

Setiap sekolah memiliki kepribadian atau karakteristik tersendiri yang


diciptakan dan dipertahankan serta mempertimbangkan dampak yang
ditimbulkan terhadap unsur dan komponen sekolah yang merupakan
budaya dan iklim suatu sekolah. Jadi peran kepala sekolah pada dasarnya
harus dapat menciptakan budaya bagaimana orang belajar dan
bagaimana kita bisa membantu mereka belajar.

Budaya dan iklim sekolah bukanlah suatu sistem yang lahir sebagai
aturan yang logis atau tidak logis, pantas atau tidak pantas yang harus dan
patut ditaati dalam lingkungan sekolah, tetapi budaya dan iklim sekolah
8
harus lahir dari lingkungan suasana budaya yang mendukung seseorang
melaksanakan dengan penuh tanggung jawab, rela, alami dan sadar
bahwa apa yang dilakukan (ketaatan itu muncul dengan sendirinya tanpa
harus menunggu perintah atau dibawah tekanan) merupakan spontanitas
berdasarkan kata hati karena didukung oleh iklim lingkungan yang
menciptakan kesadaran kita dalam lingkungan sekolah. Misalnya budaya
disiplin, budaya berprestasi dan budaya bersih

2. Iklim Sekolah

Secara konseptual, iklim lingkungan atau suasana di sekolah


didefinisikan sebagai seperangkat atribut yang memberi warna atau
karakter, spirit, etos, suasana batin, setiap sekolah (Fisher & Fraser, 1990;
Tye, 1974). Secara operasional, sebagaimana halnya pengertian iklim
pada cuaca, iklim lingkungan di sekolah dapat dilihat dari faktor seperti
kurikulum, sarana, dan kepemimpinan kepala sekolah, dan lingkungan
pembelajaran di kelas.

Beberapa pengertian lain mengenai iklim sekolah yang hampir


memiliki makna serupa dikemukakan berikut ini. Hoy dan Miskel (1987)
merumuskan pengertian iklim sekolah sebagai persepsi guru terhadap
lingkungan kerja umum sekolah. De Roche (1985) mengemukakan iklim
sebagai hubungan antar-personil, sosial dan faktor-faktor kultural yang
mempengaruhi perilaku individu dan kelompok dalam lingkungan sekolah.

Selama dua dasawarsa lingkungan pembelajaran di sekolah


dipandang sebagai salah satu faktor penentu keefektifan suatu sekolah
(Creemer et al., 1989). Fisher dan Fraser (1990) juga menyatakan bahwa
peningkatan mutu lingkungan kerja di sekolah dapat menjadikan sekolah
lebih efektif dalam memberikan proses pembelajaran yang lebih baik.

9
Freiberg (1998) menegaskan bahwa lingkungan yang sehat di suatu
sekolah memberikan kontribusi yang signifikan terhadapan proses
kegiatan belajar mengajar yang efektif. Ia memberikan argumen bahwa
pembentukan lingkungan kerja sekolah yang kondusif menjadikan seluruh
anggota sekolah melakukan tugas dan peran mereka secara optimal.
Hasil-hasil penelitian selaras dan mendukung penegasan tersebut.
Misalnya, penelitian oleh Van de Grift dan kawan-kawan (1997) di 121
sekolah menengah di Belanda menunjukkan bahwa prestasi akademik
siswa untuk bidang matematika dipengaruhi oleh sikap siswa terhadap
mata pelajaran matematika, apresiasi terhadap usaha guru, serta
lingkungan pembelajaran yang terstruktur. Atwool (1999) menyatakan
bahwa lingkungan pembelajaran sekolah, dimana siswa mempunyai
kesempatan untuk melakukan hubungan yang bermakna di dalam
lingkungan sekolahnya, sangat diperlukan untuk meningkatkan
kemampuan belajar siswa, memfasilitasi siswa untuk bertingkah laku yang
sopan, serta berpotensi untuk membantu siswa dalam menghadapi
masalah yang dibawa dari rumah. Selanjutnya Samdal dan kawan-kawan
(1999) juga telah mengidentifikasi tiga aspek lingkungan psikososial
sekolah yang menentukan prestasi akademik siswa. Ketiga aspek tersebut
adalah tingkat kepuasan siswa terhadap sekolah, terhadap keinginan guru,
serta hubungan yang baik dengan sesama siswa. Mereka juga
menyarankan bahwa intervensi sekolah yang meningkatkan rasa
kepuasan sekolah akan dapat meningkatkan prestasi akademik siswa.

Hoy dan Hannum (1997) menemukan bahwa lingkungan sekolah


dimana rasa kebersamaan sesama guru tinggi, dukungan sarana
memadai, target akademik tinggi, dan kemantapan integritas sekolah
sebagai suatu institusi mendukung pencapaian prestasi akademik siswa
yang lebih baik. Selain dari itu, Sweetland dan Hoy (2000) menyatakan
bahwa iklim lingkungan sekolah dimana pemberdayaan guru menjadi
prioritas adalah sangat esensial bagi keefektifan sekolah yang pada
muaranya mempengaruhi prestasi siswa secara keseluruhan. Hasil-hasil
10
penelitian juga menunjukkan hubungan antara iklim lingkungan sekolah
dengan sikap siswa terhadap mata pelajaran. Papanastaiou (2002)
menyatakan bahwa baik secara langsung maupun tidak langsung, iklim
lingkungan sekolah memberi efek terhadap sikap siswa terhadap mata
pelajaran IPA di sekolah menengah.

B. Tujuan Dan Manfaat Pengembangan Budaya Sekolah

Hasil pengembangan budaya sekolah adalah meningkatkan perilaku yang


konsisten dan untuk menyampaikan kepada personil sekolah tentang
bagaimana perilaku yang seharusnya dilakukan untuk membangun kepribadian
mereka dalam lingkungan sekolah yang sesuai dengan iklim lingkungan yang
tercipta di sekolah baik itu lingkungan fisik maupun iklim kultur yang ada.

Pemahaman bahwa budaya dan iklim sekolah mempunyai sifat yang


sama, tidak berarti bahwa tidak akan terdapat sub-budaya di dalam budaya
sekolah. Oleh karena itu budaya yang terbentuk dalam lingkungan sekolah yang
merupakan karakteristik sekolah adalah budaya dominan atau budaya yang
kuat, dianut, diatur dengan baik dan dirasakan bersama secara luas. Makin
banyak personil sekolah yang menerima nilai-nilai inti, menyetujui gagasan
berdasarkan kepentingannya, dan merasa sangat terikat pada nilai yang ada
maka makin kuat budaya tersebut. Karena para personil sekolah memiliki
pengalaman yang diterima bersama, sehingga dapat menciptakan pengertian
yang sama. Hal ini bukan berarti bahwa anggota yang stabil memiliki budaya
yang kuat, karena nilai inti dari budaya sekolah harus dipertahankan dan
dijunjung tinggi, namun juga harus dinamis.

Untuk menciptakan budaya sekolah yang kuat dan positif perlu dibarengi
dengan rasa saling percaya dan saling memiliki yang tinggi terhadap sekolah,
memerlukan perasaan bersama dan intensitas nilai yang memungkinkan
adanya kontrol perilaku individu dan kelompok serta memiliki satu tujuan dalam
menciptakan perasaan sebagai satu keluarga. Dengan kondisi seperti ini dan
11
dibarengi dengan kontribusi yang besar terhadap harapan dan cita-cita individu
dan kelompok sebagai wujud dan harapan sekolah yang tertuang dalam visi,
misi, tujuan dan sasaran sekolah ditunjang oleh iklim sekolah yang mendukung
kontribusi tersebut.

Manfaat yang diperoleh dengan pengembangan budaya dan iklim sekolah


yang kuat, intim, kondusif dan bertanggung jawab adalah:

1. Menjamin kualitas kerja yang lebih baik.

2. Membuka seluruh jaringan komunikasi dari segala jenis dan level


baik komunikasi vertikal maupun horisontal.

3. Lebih terbuka dan transparan

4. Menciptakan kebersamaan dan rasa saling memiliki yang tinggi

5. Meningkatkan solidaritas dan rasa kekeluargaan

6. Jika menemukan kesalahan akan segera dapat diperbaiki

7. Dapat beradaptasi dengan baik terhadap perkembangan IPTEK

Manfaat ini bukan hanya dirasakan dalam lingkungan sekolah tetapi


dimana saja karena dibentuk oleh norma pribadi dan bukan oleh aturan yang
kaku dengan berbagai hukuman jika terjadi pelanggaran yang dilakukan.

Selain beberapa manfaat diatas, manfaat lain bagi individu (pribadi) dan
kelompok adalah :

1. Meningkatkan kepuasan kerja

2. Pergaulan lebih akrab

3. Disiplin meningkat

4. Pengawasan fungsional bisa lebih ringan

5. Muncul keinginan untuk selalu ingin berbuat proaktif

12
6. Belajar dan berprestasi terus serta

7. Selalu ingin memberikan yang terbaik bagi sekolah, keluarga, orang


lain dan diri sendiri.

C. Model Pengembangan Budaya dan Iklim Sekolah

Model pengembangan budaya dan iklim sekolah yang diharapkan dapat


meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik itu kepala sekolah, guru dan
staf sekolah dan utamanya siswa itu sendiri dapat dijadikan dasar dalam upaya
memperbaiki iklim sekolah. Model tersebut merupakan integrasi komponen-
komponen seperti budaya sekolah, iklim organisasi, dan pranata sistem
sekolah.

Komponen pengembangan budaya dan iklim sekolah secara umum dapat


diklasifikasikan dalam tiga kategori dengan beberapa aspek sebagai berikut:

1. Budaya sekolah meliputi aspek-aspek:

a. Nilai

b. Norma

c. Perilaku

2. Lingkungan fisik sekolah meliputi:

a. Keindahan

b. Keamanan

c. Kenyamanan

d. Ketentraman

e. Kebersihan

3. Lingkungan sistem sekolah meliputi:


13
a. Berbasis mutu

b. Kepemimpinan kepala sekolah

c. Disiplin dan tata tertib

d. Penghargaan dan insentif

e. Harapan untuk berprestasi

f. Akses informasi

g. Evaluasi

h. Komunikasi yang intensif dan terbuka

Model berikut ini menjelaskan tentang bagaimana membangun sebuah


budaya dan iklim sekolah berdasarkan unsur-unsur di atas. Model tersebut
menggambarkan bahwa budaya dan iklim organisasi merupakan kumpulan nilai-
nilai, norma dan perilaku yang mengontrol interaksi-personil sekolah dengan
orang diluar sekolah. Budaya organisasi sekolah tidak bisa lepas dari nilai-nilai
yang dianut oleh individu-induidu yang memiliki kepentingan dengan sekolah,
atau dengan kata lain budaya dan iklim sekolah merupakan hasil interaksi nilai-
nilai yang dianut individu didalam dan diluar sekolah. Sekolah merupakan
kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah batasan
yang relatif terus-menerus untuk mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran
sekolah.

14
PEMBERDAYAAN
SEKOLAH

BUDAYA PEMBERDAYAAN LINGKUNGAN


SEKOLAH FISIK SEKOLAH

a. Berbasis mutu a. Indah


a. Nilai b. Kepemimpinan b. Aman
b. Norma c. Disiplin dan tata tertib c. Nyaman
c. Perilaku d. Penghargaan dan d. Tentram
insentif e. Bersih
e. Harapan berprestasi
f. Akses informasi
g. Evaluasi
h. Komunikasi formal dan
informal

BUDAYA DAN IKLIM SEKOLAH

Gambar 2.1 Model dalam Membangun Budaya dan iklim Sekolah

D. Prinsip-Prinsip Pengembangan Budaya dan Iklim Sekolah

Prinsip adalah ”suatu pernyataan atau suatu kebenaran yang pokok, yang
memberikan suatu petunjuk kepada pemikiran atau tindakan” (Moekijat ,1990).
Lebih jauh dijelaskan pengertian prinsip yakni pedoman-pedoman yang dapat
membantu dalam penerapan manajemen yang harus dipergunakan secara
cermat dan bijaksana.

Budaya dan iklim sekolah yang efektif akan memberikan efek positif bagi
semua unsur dan personil sekolah seperti kepala sekolah, guru, staf, siswa dan

15
masyarakat. Prinsip-prinsip yang menjadi acuan dalam pengembangan budaya
dan iklim sekolah adalah sebagai berikut.

1. Berfokus Pada Visi, Misi dan Tujuan Sekolah

Pengembangan budaya dan iklim sekolah harus senantiasa sejalan


dengan visi, misi dan tujuan sekolah. Fungsi visi, misi, dan tujuan sekolah
adalah mengarahkan pengembangan budaya dan iklim sekolah. Visi
tentang keunggulan mutu misalnya, harus disertai dengan program-
program yang nyata mengenai penciptaan budaya dan iklim sekolah.

2. Penciptaan Komunikasi Formal dan Informal

Komunikasi merupakan dasar bagi koordinasi dalam sekolah,


termasuk dalam menyampaikan pesan-pesan pentingnya budaya dan iklim
sekolah. Komunikasi informal sama pentingnya dengan komunikasi formal.
Dengan demikian kedua jalur komunikasi tersebut perlu digunakan dalam
menyampaikan pesan secara efektif dan efisien.

3. Inovatif dan Bersedia Mengambil Resiko

Salah satu dimensi budaya organisasi adalah inovasi dan kesediaan


mengambil resiko. Setiap perubahan budaya sekolah menyebabkan
adanya resiko yang harus diterima khususnya bagi para pembaharu.
Ketakutan akan resiko menyebabkan kurang beraninya seorang pemimpin
mengambil sikap dan keputusan dalam waktu cepat.

4. Memiliki Strategi yang Jelas

Pengembangan budaya dan iklim sekolah perlu ditopang oleh strategi


dan program. Startegi mencakup cara-cara yang ditempuh sedangkan
program menyangkut kegiatan operasional yang perlu dilakukan. Strategi
dan program merupakan dua hal yang selalu berkaitan.

16
5. Berorientasi Kinerja

Pengembangan budaya dan iklim sekolah perlu diarahkan pada


sasaran yang sedapat mungkin dapat diukur. Sasaran yang dapat diukur
akan mempermudah pengukuran capaian kinerja dari suatu sekolah.

6. Sistem Evaluasi yang Jelas

Untuk mengetahui kinerja pengembangan budaya dan iklim sekolah


perlu dilakukan evaluasi secara rutin dan bertahap: jangka pendek,
sedang, dan jangka panjang. Karena itu perlu dikembangkan sistem
evaluasi terutama dalam hal: kapan evaluasi dilakukan, siapa yang
melakukan dan mekanisme tindak lanjut yang harus dilakukan.

7. Memiliki Komitmen yang Kuat

Komitemen dari pimpinan dan warga sekolah sangat menentukan


implementasi program-program pengembangan budaya dan iklim sekolah.
Banyak bukti menunjukkan bahwa komitmen yang lemah terutama dari
pimpinan menyebabkan program-program tidak terlaksana dengan baik.

8. Keputusan Berdasarkan Konsensus

Ciri budaya organisasi yang positif adalah pengembilan keputusan


partisipatif yang berujung pada pengambilan keputusan secara konsensus.
Meskipun hal itu tergantung pada situasi keputusan, namun pada
umumnya konsensus dapat meningkatkan komitmen anggota organisasi
dalam melaksanakan keputusan tersebut.

9. Sistem Imbalan yang Jelas

Pengembangan budaya dan iklim sekolah hendaknya disertai dengan


sistem imbalan meskipun tidak selalu dalam bentuk barang atau uang.
Bentuk lainnya adalah penghargaan atau kredit poin terutama bagi siswa
yang menunjukkan perilaku positif yang sejalan dengan pengembangan
budaya dan iklim sekolah.
17
10. Evaluasi Diri

Evaluasi diri merupakan salah satu alat untuk mengetahui masalah-


masalah yang dihadapi di sekolah. Evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan curah pendapat atau menggunakan skala
penilaian diri. Kepala sekolah dapat mengembangkan metode penilaian
diri yang berguna bagi pengembangan budaya dan iklim sekolah. Halaman
berikut ini dikemukakan satu contoh untuk mengukur budaya dan iklim
sekolah.

E. Asas-Asas Pengembangan Budaya dan Iklim Sekolah

Definisi budaya dan iklim sekolah sebagaimana yang telah dijelaskan


sebelumnya merupakan sebuah pola asumsi dasar dalam mengembangkan
budaya dan iklim sekolah efektif, sehingga unsur dan prinsip-prinsipnya
dianggap valid untuk dilaksanakan secara terus menerus serta diterapkan
bukan hanya dianggap sebagai strategi tetapi lebih condong dipandang sebagai
budaya. Oleh karena itu peningkatan mutu dan kualitas pendidikan di sekolah
harus senantiasa dibarengi dengan pengembangan budaya dan iklim sekolah
yang kondusif dengan menerapkan nilai-nilai dasar sebagai asas kehidupan
sekolah.

Secara umum asas-asas pengembangan budaya dan iklim sekolah dapat


diuraikan sebagai berikut:

1. Kerjasama tim (team work)

Pada dasarnya sebuah komunitas sekolah merupakan sebuah


tim/kumpulan individu yang bekerja sama untuk mencapai tujuan. Untuk
itu, nilai kerja sama merupakan suatu keharusan dan kerjasama
merupakan aktivitas yang bertujuan untuk membangun kekuatan-kekuatan
atau sumber daya yang dimilki oleh personil sekolah.

18
2. Kemampuan

Menunjuk pada kemampuan untuk mengerjakan tugas dan tanggung


jawab pada tingkat kelas atau sekolah. Dalam lingkungan pembelajaran,
kemampuan profesional guru bukan hanya ditunjukkan dalam bidang
akademik tetapi juga dalam bersikap dan bertindak yang mencerminkan
pribadi pendidik.

3. Keinginan

Keinginan di sini merujuk pada kemauan atau kerelaan untuk


melakukan tugas dan tanggung jawab untuk memberikan kepuasan
terhadap siswa dan masyarakat. Semua nilai di atas tidak berarti apa-apa
jika tidak diiringi dengan keinginan. Keinginan juga harus diarahkan pada
usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan dan kompetensi
diri dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai budaya yang
muncul dalam diri pribadi baik sebagai kepala sekolah, guru, dan staf
dalam memberikan pelayanan kepada siswa dan masyarakat.

4. Kegembiraan (happiness)

Nilai kegembiraan ini harus dimiliki oleh seluruh personil sekolah


dengan harapan kegembiraan yang kita miliki akan berimplikasi pada
lingkungan dan iklim sekolah yang ramah dan menumbuhkan perasaan
puas, nyaman, bahagia dan bangga sebagai bagian dari personil sekolah.
Jika perlu dibuat wilayah-wilayah yang dapat membuat suasana dan
memberi nuansa yang indah, nyaman, asri dan menyenangkan, seperti
taman sekolah ditata dengan baik dan dibuat wilayah bebas masalah atau
wilayah harus senyum dan sebagainya.

5. Hormat (respect)

Rasa hormat merupakan nilai yang memperlihatkan penghargaan


kepada siapa saja baik dalam lingkungan sekolah maupun dengan
stakeholders pendidikan lainnya. Keluhan-keluhan yang terjadi karena
19
perasaan tidak dihargai atau tidak diperlakukan dengan wajar akan
menjadikan sekolah kurang dipercaya. Sikap respek dapat diungkapkan
dengan cara memberi senyuman dan sapaan kepada siapa saja yang kita
temui, bisa juga dengan memberikan hadiah yang menarik sebagai
ungkapan rasa hormat dan penghargaan kita atas hasil kerja yang
dilakukan dengan baik. Atau mengundang secara khusus dan
menyampaikan selamat atas prestasi yang diperoleh dan sebagaianya.

6. Jujur (honesty)

Nilai kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam


lingkungan sekolah, baik kejujuran pada diri sendiri maupun kejujuran
kepada orang lain. Nilai kejujuran tidak terbatas pada kebenaran dalam
melakukan pekerjaan atau tugas tetapi mencakup cara terbaik dalam
membentuk pribadi yang obyektif. Tanpa kejujuran, kepercayaan tidak
akan diperoleh. Oleh karena itu budaya jujur dalam setiap situasi
dimanapun kita berada harus senantiasa dipertahankan. Jujur dalam
memberikan penilaian, jujur dalam mengelola keuangan, jujur dalam
penggunaan waktu serta konsisten pada tugas dan tanggung jawab
merupakan pribadi yang kuat dalam menciptakan budaya dan iklim
sekolah yang baik.

7. Disiplin (discipline)

Disiplin merupakan suatu bentuk ketaatan pada peraturan dan sanksi


yang berlaku dalam lingkungan sekolah. Disiplin yang dimaksudkan dalam
asas ini adalah sikap dan perilaku disiplin yang muncul karena kesadaran
dan kerelaan kita untuk hidup teratur dan rapi serta mampu menempatkan
sesuatu sesuai pada kondisi yang seharusnya. Jadi disiplin disini bukanlah
sesuatu yang harus dan tidak harus dilakukan karena peraturan yang
menuntut kita untuk taat pada aturan yang ada. Aturan atau tata tertib
yang dipajang dimana-mana bahkan merupakan atribut, tidak akan
menjamin untuk dipatuhi apabila tidak didukung dengan suasana atau iklim

20
lingkungan sekolah yang disiplin. Disiplin tidak hanya berlaku pada orang
tertentu saja di sekolah tetapi untuk semua personil sekolah tidak kecuali
kepala sekolah, guru dan staf.

8. Empati (empathy)

Empati adalah kemampuan menempatkan diri atau dapat merasakan


apa yang dirasakan oleh orang lain namun tidak ikut larut dalam perasaan
itu. Sikap ini perlu dimiliki oleh seluruh personil sekolah agar dalam
berinteraksi dengan siapa saja dan dimana saja mereka dapat memahami
penyebab dari masalah yang mungkin dihadapai oleh orang lain dan
mampu menempatkan diri sesuai dengan harapan orang tersebut. Dengan
sifat empati warga sekolah dapat menumbuhkan budaya dan iklim sekolah
yang lebih baik karena dilandasi oleh perasaan yang saling memahami.

9. Pengetahuan dan Kesopanan

Pengetahuan dan kesopanan para personil sekolah yang disertai


dengan kemampuan untuk memperoleh kepercayaan dari siapa saja akan
memberikan kesan yang meyakinkan bagi orang lain. Dimensi ini menuntut
para guru, staf dan kepala sekolah tarmpil, profesional dan terlatih dalam
memainkan perannya memenuhi tuntutan dan kebutuhan siswa, orang tua
dan masyarakat.

21
BAB III

INDIKATOR-INDIKATOR DALAM

PENGEMBANGAN BUDAYA DAN IKLIM SEKOLAH

Budaya dan iklim organisasi sekolah secara konsisten ditemukan


berkorelasi positif dengan prestasi belajar. Penelitian Cheng (1993)
menunjukkan bahwa sekolah dengan budaya organisasi (cita-cita, keyakinan,
dan misi) yang kokoh cenderung dipandang lebih efektif dalam hal produktivitas,
kemampuan adaptasi dan keluwesan. Demikian juga halnya, kinerja sekolah
ditentukan oleh suasana atau iklim lingkungan kerja pada sekolah tersebut. Di
negara-negara maju, riset tentang iklim kerja di sekolah telah berkembang
dengan mapan dan memberikan sumbangan yang cukup signifikan bagi
pembentukan sekolah-sekolah yang berhasil. Ditegaskan bahwa jika guru
merasakan suasana kerja yang kondusif di sekolahnya, maka dapat diharapkan
siswanya akan mencapai prestasi akademik yang memuaskan. Kekondusifan
iklim kerja suatu sekolah mempengaruhi sikap dan tindakan seluruh komunitas
sekolah tersebut, khususnya pada pencapaian prestasi akademik siswa. Purkey
dan Smith (1985) menyatakan bahwa prestasi akademik siswa dipengaruhi
sangat kuat oleh suasana kejiwaan atau iklim kerja sekolah. Lebih lanjut Hughes
(1991) menegaskan bahwa setiap sekolah mempunyai karakter suasana kerja,
yang akan mempengaruhi keberhasilan proses kegiatan pembelajaran di kelas.

Pembentukan suasana pembelajaran yang kondusif perlu diciptakan


dalam seluruh lingkungan sekolah termasuk didalamnya lingkungan kelas.
Secara eksplisit faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses
pembelajaran di dalam kelas antara lain adalah kompetensi guru, metode
pembelajaran yang dipakai, kurikulum, sarana dan prasarana, serta lingkungan
pembelajaran baik lingkungan alam, psikososial dan budaya (Depdikbud, 1994).
Dapat diartikan disini bahwa lingkungan sosial pembelajaran di kelas maupun di

22
sekolah (kantor guru dan staf tata usaha) mempunyai pengaruh baik langsung
maupun tak langsung terhadap proses kegiatan pembelajaran.

Dalam sekolah efektif, perhatian khusus diberikan kepada penciptaan dan


pemeliharaan iklim yang kondusif untuk belajar (Reynolds, 1990). Iklim yang
kondusif ditandai dengan terciptanya lingkungan belajar yang aman, tertib, dan
nyaman sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik.
Iklim adalah konsep sistem yang mencerminkan keseluruhan gaya hidup suatu
organisasi. Apabila gaya hidup itu dapat ditingkatkan, kemungkinan besar
tercapai peningkatan prestasi kerja (Davis dan Newstrom, 1985). Pandangan ini
mengindikasikan kualitas iklim yang memungkinkan meningkatnya prestasi
kerja. Iklim tidak dapat dilihat dan disentuh, tetapi ia ada seperti udara dalam
ruangan. Ia mengitari dan mempengaruhi segala hal yang terjadi dalam suatu
organisasi. Iklim dapat mepengaruhi motivasi, prestasi, dan kepuasan kerja
(Davis dan Newstrom, 1985).

Budaya dan iklim sekolah yang kondusif sangat penting agar siswa
merasa tenang, aman dan bersikap positif terhadap sekolahnya, agar guru
merasakan diri dihargai, dan agar orangtua dan masyarakat merasa dirinya
diterima dan dilibatkan (Townsend, 1994). Hal ini dapat terjadi melalui
penciptaan norma dan kebiasaan yang positif, hubungan dan kerja sama yang
harmonis yang didasari oleh sikap saling menghargai satu sama lain. Hal yang
sama dikemukakan oleh Wijaya (2005), yaitu budaya sekolah yang perlu
ditumbuhkan berupa suasana saling hormat antara siswa dengan siswa, siswa
dengan guru, guru dengan guru, dan dengan pihak lainnya. Sehubungan
dengan itu maka budaya dan iklim sekolah dapat digolongkan menjadi enam
kondisi yaitu: (1) iklim terbuka, (2) iklim bebas, (3) iklim terkontrol (4) iklim
familier (kekeluargaan), (5) iklim parternal, dan (6) iklim tertutup (Halpin & B
Croft dalam Burhanunudin, 1994). Selain itu, iklim sekolah yang kondusif
mendorong setiap personil yang terlibat dalam organisasi sekolah untuk
bertindak dan melakukan yang terbaik yang mengarah pada prestasi siswa yang
tinggi.

23
Beberapa indikator yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan
budaya dan iklim sekolah yang kondusif dikemukakan berikut ini.

A. Penataan Lingkungan Fisik Sekolah

1. Perawatan Fasilitas Fisik Sekolah

Salah satu ciri sekolah efektif adalah terciptanya budaya dan iklim
sekolah yang menyenangkan sehingga siswa merasa aman, nyaman, dan
tertib di dalam belajarnya. Hal ini ditandai dengan fasilitas-fasilitas fisik
sekolah terawat dengan baik. Penampilan fisik sekolah selalu bersih, rapi,
indah dan nyaman. Hal ini dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut:

a Pekarangan dan lingkungan sekolah yang tertata sedemikian


rupa sehingga memberi kesan asri, teduh, dan nyaman, serta
dimanfaatkan untuk menanam sayuran dan apotik hidup.

b Budaya bersih juga senantiasa ditumbuhkan di kalangan warga


sekolah dengan membiasakan perilaku membuang sampah
pada tempatnya.

c Dalam lingkungan sekolah terdapat beberapa kawasan khusus


seperti: kawasan wajib senyum, kawasan bebas narkoba dan
rokok, dan kawasan wajib bahasa Inggris (English area).

d Adanya pembiasaan-pembiasaan yang bernuansa moral dan


akhlak yang mendorong meningkatnya kecerdasan spritual
peserta didik, seperti: (a) berdoa sebelum pelajaran dimulai; (b)
menumbuhkan budaya relegius dengan membiasakan murid
mengucapkan dan membalas salam setiap bertemu; (c)
mengadakan pengajian secara rutin; (d) shalat berjamaah pada
waktu shalat duhur; dan (e) terdapat juga sekolah yang

24
mengadakan “kultum” setiap hari dan menugaskan siswa
berceramah sekali seminggu.

2. Penataan Ruang Kelas

Penataan ruang kelas ditujukan untuk memperoleh kondisi kelas


yang menyenangkan sehingga tercipta suasana yang mendorong siswa
lebih tenang belajar. Penggunaan musik instrumentalia yang lembut dapat
lebih menciptakan suasana menyenangkan dan memberi efek penente-
raman emosi, baik pada saat siswa belajar di kelas maupun pada saat
mereka melakukan berbagai aktivitas lainnya di luar kelas.

3. Penggunaan Sistem Kelas Berpindah (Moving-Class)

Moving-class adalah sistem pengelolaan aktivitas pembelajaran di


mana kelas-kelas tertentu ditata khusus menjadi sentra pembelajaran
bidang studi/mata pelajaran tertentu. Penggunaan sistem moving-class
(kelas berpindah) merupakan alternatif yang dapat ditempuh untuk
mengefektifkan penataan ruangan kelas sebagai sentra belajar. Dalam
sistem moving-class ini, ruang-ruang kelas tertentu dapat ditata khusus
untuk mendukung pembelajaran mata pelajaran tertentu. Ada kelas sains,
kelas bahasa, kelas matematika, kelas kesenian, dan sebagainya. Kelas-
kelas ini ditata menjadi semacam home-room atau sentra belajar khusus.
Meja, kursi, peralatan, media, pajangan, dan berbagai aspek yang ada di
kelas diatur sedemikian rupa sesuai kebutuhan dan karaketeristik pembel-
ajaran mata pelajaran tertentu.

4. Penggunaan Poster Afirmasi

Poster-poster afirmasi, yaitu poster yang berisi pesan-pesan positif


digunakan dan dipajang di berbagai tempat strategis yang mudah dan
dapat selalu dilihat oleh siswa. Poster afirmasi ini dapat digunakan untuk
mensosialisasikan dan menanamkan pesan-pesan spiritual kepada siswa
dan warga sekolah.

25
Pesan-pesan spiritual untuk poster afirmasi dapat berupa petikan
ayat Al-Quran, hadist, pesan pujangga, atau puisi-puisi spiritual. Yang
perlu diperhatikan, adalah pengadaan dan penempatan poster afirmasi ini
jangan sampai terkesan berlebihan atau menjadi pesan sloganis belaka.

B. Penataan Lingkungan Sosial Sekolah

1. Penciptaan Keamanan di Lingkungan Sekolah

Sekolah yang efektif perlu memperhatikan keamanan sekitar. Seko-


lah terbebas dari gangguan keamanan baik dari dalam maupun dari luar
sekolah. Untuk menjamin keamanan sekolah maka harus didukung
adanya tata tertib sekolah yang menjadi acuan dari semua warga sekolah.
Tata tertib sekolah dapat terlaksana dengan baik, apabila didukung oleh
seluruh penyelenggara sekolah. Karena itu kepala sekolah, guru, dan staf
harus menjadi model dan teladan untuk penegakan tata tertib dan disiplin.

2. Penciptaan Relasi Kekeluargaan dan Kebersamaan

Sekolah menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan


antara kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, dan orangtua, sehingga
satu sama lain saling berbagi dan memberi bantuan. Sekolah membangun
budaya setara di kalangan warga sekolah. Iklim interaksi antar warga
sekolah dibangun atas dasar prinsip ”I Thou Relationship” bukan
hubungan yang bersifat ”I-it Relationship”.

Dalam hubungan dengan ciri ”I Thou Relationship”, setiap individu


memandang dan memperlakukan individu lainnya sebagai subjek, pribadi
yang patut dihargai, dihormati, dan memiliki kebutuhan dan kewenangan
sendiri untuk menentukan keputusan dan pilihannya sendiri.

Budaya dan iklim sekolah yang bercirikan model hubungan seperti ini
akan dapat membangun rasa kebersamaan dan dapat memicu

26
berkembangnya rasa percaya diri dan kreativitas semua warga sekolah,
termasuk semua siswa.

Hubungan kekeluargaan ini dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Orang tua siswa dilibatkan dalam berbagai kegiatan, seperti


pembuatan tata tertib, mengontrol perkembangan belajar
anaknya, penegakan kedisiplinan di sekolah, pertemuan berkala
antara orangtua dan pihak sekolah, memberikan sumbangan
dalam bentuk materi.

b. Prosedur untuk melibatkan orang tua disampaikan secara jelas.


Orangtua siswa diberi kesempatan untuk mengunjungi sekolah
guna mengobservasi program pendidikan. Orangtua dan
masayarakat dilibatkan dalam pembuatan keputusan-keputusan
strategis di sekolah.

c. Sekolah senantiasa menjalin hubungan yang baik dengan


orangtua dan masyarakat melalui wadah Komite Sekolah.
Keterlibatan komite sekolah secara nyata ditemukan pada
semua sekolah dalam berbagai aspek dan kegiatan, seperti
menjaga kebersihan lingkungan dan keamanan sekolah,
pengadaan sarana sekolah, ikut serta memutuskan sanksi
terhadap pelanggaran di sekolah, mendorong dunia usaha dan
industri untuk berpartisipasi dalam pengembangan sekolah, dan
memberdayakan orang tua siswa yang memiliki kemampuan
finansil atau peran penting di lembaga pemerintah dan swasta
dalam berbagai kegiatan sekolah,

d. Memaksimalkan buku penghubung sebagai alat pengontrol


kemajuan siswa sekaligus wadah menjalin komunikasi dengan
orang tua.

27
e. Pelibatan tokoh masyarakat. Sebaliknya dalam hubungan yang
dicirikan dengan ”I-it Relationship”, individu tertentu, katakanlah
guru tertentu, memandang individu lain (katakanlah siswa)
sebagai objek, perlu dituntun, tidak berhak untuk menyatakan
kebutuhan dan kepentingannya, dan dapat diperlakukan sesuai
kemauan dan determinasi sang guru. Ciri hubungan seperti ini
akan mematikan kretivitas dan rasa percaya diri sisiwa, dan
cenderung mengembangkan sikap asosial, bahkan anti sosial,
pada diri siswa.

C. Penataan Personil Sekolah

1. Pemberian Ganjaran Positif bagi Karya Terbaik Siswa

Karya-karya cemerlang siswa dipajang di kelas atau ruang kepala


sekolah dan diberi ganjaran positif. Ganjaran hendaknya diberikan
sesegara mungkin dan diarahkan untuk memberi rasa kebanggaaan dan
untuk mempertahankan motivasi siswa yang diberi ganjaran serta
menstimulasi siswa lainnya untuk menghasilkan prestasi yang sama.

Ganjaran juga dibutuhkan untuk mempertahankan motivasi dan


gairah berprestasi di kalangan siswa. Ganjaran akan efektif jika diberikan
sesegara mungkin dan dilakukan secara konsisten pada setiap siswa yang
menunjukkan prestasi.

2. Pengembangan Rasa Memiliki Terhadap Sekolah

Sekolah menciptakan rasa memiliki sehingga guru, staf administrasi


dan siswa menunjukkan rasa bangga terhadap sekolahnya. Setiap warga
sekolah merasa bertanggung jawab untuk menjaga kondusivitas
lingkungan sekolah. Ini bisa dicapai, antara lain dengan memberi tanggung
jawab pengelolaan dan perawatan wilayah tertentu kepada kelompok kelas
atau ruang tertentu.
28
3. Pemberian Jaminan Atas Kemaslahatan Siswa

Kemaslahatan siswa merupakan kriteria penting yang digunakan


dalam pembuatan keputusan tentang mereka. Setiap keputusan yang
dibuat di sekolah hendaknya memperhatikan kebutuhan, kepentingan, dan
kondisi khusus siswa. Keputusan yang dibuat hendaknya juga dapat
memenuhi prinsip keadilan dan kesetaraan di kalangan siswa, termasuk
keadilan dan kesetaraan gender, ras, etnis, kelas sosial, agama, kondisi
fisik, ataupun varian-varian latar siswa lainnya.

4. Akseptabilitas Guru Terhadap Metode Pembelajaran Terbaru

Guru bersedia mengubah metode-metode mengajar, bila metode


yang lebih baik diperkenalkan kepadanya. Berbagai metode dan strategi
pembelajaran yang efektif telah ditawarkan dan disosialisasikan melalui
berbagai media, seperti buku, internet, dan pelatihan. Penerapan berbagai
metode dan strategi pembelajaran yang efektif dan telah teruji perlu
menjadi bagian yang mencoraki iklim pembelajaran di sekolah. Dengan
demikian, guru perlu mengadopsi dan mencoba menerapkan berbagai
metode dan strategi pembelajaran tersebut untuk lebih mengefektifkan
proses pembelajarannya.

5. Harapan yang Tinggi Untuk Berprestasi

Karakteristik ini pada umumnya ditemukan dalam sekolah efektif.


Penelitian Moedjiarto (1990) dan Witte dan Walsh (1990) mengungkapkan
adanya hubungan yang signifikan antara harapan yang tinggi untuk
berprestasi dan prestasi akademik siswa. Karakteristik ini berkenaan
dengan penciptaan etos positif yang dapat mendorong siswa berprestasi.

Hal ini sejalan dengan teori motivasi-iklim baik dari Herzberg (Hersey
dan Blanchard, 1992). Dijelaskan bahwa faktor-faktor motivasi-iklim baik,
yaitu: (1) pekerjaan itu sendiri, yang meliputi: (a) prestasi; (b) pengakuan
akan keberhasilan; (c) pekerjaan yang menantang; (d) meningkatnya

29
tanggung jawab; (e) pertumbuhan dan perkembangan.Lingkungan, terdiri
dari: (a) kebijaksanaan dan administrasi; (b) supervisi; (c) kondiisi kerja; (d)
hubungan antar pribadi; (e) penghargaan, status, dan keamanan.

Menurut Mortimore (1993), harapan yang tinggi yang ditransmisikan


ke dalam kelas berperan dalam meningkatkan ekspektasi diri siswa
terutama berkenan dengan peningkatan prestasi akademik mereka.

Murphy (1985) seperti dikutip oleh Wayson, dkk. (1988)


mengungkapkan bahwa harapan dan standar untuk berprestasi yang tinggi
juga perlu bagi para staf sekolah yang ditandai dengan adanya: (1)
keyakinan bahwa semua siswa dapat belajar, (2) tanggung jawab bagi
pembelajaran siswa, (3) harapan yang tinggi akan pekerjaan yang
berkualitas tinggi, (4) persyaratan promosi dan penjenjang-an, dan (5)
pemberian perhatian pribadi kepada siswa perorangan.

D. Penataan Lingkungan Kerja Sekolah

1. Pengaturan Jadwal Acara dan Aktivitas Sekolah

Semua aktivitas di sekolah harus dijadwalkan secara baik, agar


kegiatan proses belajar-mengajar tidak terganggu. Sehubungan dengan
itu, maka seluruh kegiatan non-teaching yang bersifat regular dan yang
bersifat insidental perlu diidentifikasi. Aktivitas bersifat regular dan dilaku-
kan setiap semester/tahun di sekolah, misalnya: acara perpisahan
sekolah, kegiatan OSIS, porseni, peringatan hari-hari besar, PMR,
sebaiknya dijadwal dan disesuaikan dengan kalender pembelajaran agar
jadwal proses belajar-mengajar dan implemantasi kurikulum tidak
terganggu. Aktivitas yang bersifat insidental dan tidak terjadwal dalam
program semester/tahunan, misalnya: penyuluhan tentang anti narkoba,
mading, karya tulis remaja, dan lain-lain sedapat mungkin dilaksanakan

30
pada waktu-waktu yang tidak mengganggu aktivitas proses belajar-
mengajar.

Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa semua aktivitas sekolah


harus dijadwalkan sehingga kegiatan yang dilaksanakan di sekolah
maupun di dalam kelas dapat berjalan lancar. Atau dengan kata lain
semua kegiatan baik kegiatan kurikuler, kokurikuler, maupun
ekstrakurikuler, hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga tidak saling
tumpang tindih.

Pertemuan antara kepala sekolah dengan berbagai pihak, seperti


komite sekolah, guru, siswa, sebagai wahana saling mengkomunikasikan
ide, rencana, program, dan kegiatan sebaiknya ditata secara baik
sehingga tidak saling mengganggu.

2. Penciptaan Budaya Kerja

Beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian dalam upaya


penciptaan budaya kerja yang positif seperti:

a. Penerapan disiplin dan tata tertib sesuai dengan mentaati jam


kerja yang berlaku di lingkungan sekolah.

b. Setiap guru bidang studi dan wali kelas senantiasa melakukan


pemantauan dan evaluasi secara periodik terhadap peningkatan
disiplin dan prestasi belajar siswa

c. Kepala sekolah, guru dan wali kelas wajib menciptakan iklim


kerja dan iklim belajar yang kondusif dalam rangka untuk
meningkatkan kinerja guru dan prestasi belajar siswa.

d. Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kepada siswa dan


masyarakat, kepala sekolah, guru dan staf menyusun
mekanisme proses pelayanan yang direncanakan maupun
mekanisme pelayanan langsung/spontan berhubungan proses

31
belajar mengajar dan kegiatan yang dapat menunjang
kelancaran proses belajar mengajar.

e. Menyiapkan buku bacaan sekolah di setiap sudut atau ruang


sekolah dalam bentuk taman bacaan atau ruang tunggu yang
bisa digunakan oleh siapa saja tanpa harus dijaga karena
didasari oleh kebutuhan dan kejujuran.

f. Memberikan kesempatan kepada para guru, staf dan siswa


untuk meningkatkan profesionalisme dalam pelaksanaan tugas
melalui pendidikan dan pelatihan, baik yang bersifat formal
maupun informal.

g. Dalam rangka menciptakan budaya dan iklim sekolah yang


kondusif, menanamkan budaya pengawasan melekat
(WASKAT) terhadap seluruh personil sekolah secara intensif.

h. Senantiasa melakukan pembinaan dan motivasi kepada guru,


staf dan siswa dengan menggunakan prinsip pemberian
penghargaan mereka yang berprestasi dan penerapan sanksi
disiplin untuk mereka yang melakukan pelanggaran disiplin
sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku di sekolah
tidak terkecuali kepada siapapun.

Salah satu bentuk pengembangan budaya kerja yang positif adalah


budaya mutu. Filosofi utama budaya mutu adalah “perbaiki prosesnya
sebelum hasilnya jelek” (Paine, Turner, Pryke, 1992). Di kalangan bisnis,
ternyata 35 persen dari biaya operasionalnya dipakai untuk memperbaiki
dan menyelesaikan pekerjaan yang ternyata salah atau keliru dilakukan
(Crosby, 1990).

Hal ini membawa implikasi bahwa sekolah perlu didorong untuk tidak
hanya melihat aspek input manajemen tetapi jauh lebih penting adalah
proses manajemennya, yang dalam konteks pembelajaran berarti

32
perbaikan secara berkelanjutan “proses pembelajaran.” Sehubungan
dengan itu maka, yang diartikan sebagai proses manajemen dalam
konteks ini adalah manajemen mutu. Penerapan manajemen mutu dalam
organisasi nonprofit termasuk sekolah, menurut Brough (1992) perlu
memperhatikan hal berikut, yaitu: (1) kualitas adalah pekerjaan setiap
orang; (2) kualitas muncul dari pencegahan, bukan hasil dari suatu
pemeriksaan atau inspeksi; (3) kualitas berarti memenuhi keinginan,
kebutuhan, dan selera konsumen; (4) kualitas menuntut kerja sama yang
erat; (5) kualitas menuntut perbaikan yang berkelanjutan; (6) kualitas harus
didasarkan atas perencanaan strategik.

Beberapa pandangan Juran yang dikutip oleh Jerome S Arcaro


(2005) tentang mutu adalah: (1) meraih mutu merupakan proses yang
tidak mengenal akhir (2) perbaikan mutu merupakan proses berkelanjutan,
bukan program sekali jalan (3) mutu memerlukan kepemimpinan dari
anggota dewan dan administrator (4) pelatihan merupakan prasyarat mutu,
dan (5) setiap orang di sekolah mesti mendapatkan pelatihan.

Manajemen mutu terpadu merupakan metode yang dapat membantu


sekolah untuk membangun aliansi antara pendidikan, bisnis dan
pemerintah untuk memastikan apakah para professional sekolah
memberikan fokus pada sekolah dan masyarakat dalam mengembangkan
program-program pendidikan di sekolah.

Transformasi menuju sekolah bermutu terpadu diawali dengan


komitmen bersama terhadap mutu oleh komite sekolah, kepala sekolah,
guru, staf, siswa, orang tua siswa dan masyarakat. Prosesenya diawali
dengan visi dan misi mutu dalam lingkungan sekolah yang berfokus pada
pemenuhan kebutuhan pemakai, mendorong keterlibatan total warga
dalam setiap program, mengembangkan sistem pengukuran nilai tambah
pendidikan di sekolah, menunjang sistem yang diperlukan oleh guru, staf
dan siswa untuk mengelola perubahan, serta perbaikan berkelanjutan

33
dengan selalu berupaya keras membuat program pendidikan di sekolah
menjadi lebih baik.

Sekolah yang menerapkan maanjemen mutu terpadu akan


membangun budaya dan iklim sekolah yang memungkinkan setiap orang
membawa ukuran perbaikan mutu terhadap proses kerjanya yang dapat
dinilai bagaimana kontribusinya dalam mengembangkan kompotensi siswa
dari segi intelektual, emosional dan spiritual agar lebih siap dalam
menghndapi tantangan akademik dan bisnis dimasa yang akan dating.

Sebuah model sekolah bermutu terpadu yang dikembangkan oleh


Jarome S. Arcaro (2005) dengan konsep “pilar mutu” menggambarkan
kriteria sekolah yang memiliki mutu mulai dari kegiatan di ruang kelas
sampai pada perawatan bangunan sekolah sebagaimana digambarkan
pada halaman berikut.

Pilar-pilar ini merupakan model penting bagi setiap prakarsa mutu


yang berhasil dan pilar mutu ini bersifat universal, dapat diterapkan di
semua sekolah. Pilar mutu memberikan fokus dan arahan yang diperlukan
oleh seluruh personil sekolah untuk setiap prakarsa mutu. Dengan konsep
ini memungkinkan bagi guru dan staf untuk mengukur dan
mendokumentasikan nilai tambah parakarsa mutu kepada siswa dan
masyarakat. Fokus dan arahan pada setiap pilar tidak dapat dibatasi oleh
satu pilar dalam mengembangkan budaya dan iklim mutu dalam
lingkungan sekolah. Karena pendekatan sistem merupakan suatu
pendekatan yang diterapkan dalam pilar mutu maka dalam pengembangan
budaya dan iklim sekolah yang bermutu maka juga harus berfokus pada
semua pilar sekaligus.

Pengembangan budaya mutu antara lain dapat dilakukan melalui


penciptaan harapan yang tinggi untuk berprestasi di kalangan warga
sekolah. Yang dimaksud dengan budaya mutu adalah terciptanya

34
kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang positif terutama dalam aspek sikap
dan perilaku yang berorientasi pada kinerja sekolah yang tinggi.

Gambar 3.1 Model Sekolah Bermutu Terpadu

Sekolah yang memiliki budaya mutu, menyusun standar kinerja yang


tinggi bagi guru, staf dan siswa. Guru yang berorientasi budaya mutu
memiliki motivasi kerja, komitmen, dan kinerja yang tinggi dan sebaliknya
menolak cara-cara yang menodai komitmen terhadap mutu. Siswa yang
memiliki budaya mutu memiliki motivasi belajar, komitmen dan kerajinan
yang tinggi dan sebaliknya menolak cara-cara yang tidak fair seperti
menyontek, dan sebagainya.

35
Beberapa indikator penciptaan budaya mutu di sekolah adalah.

a. Sekolah menciptakan suasana yang memberikan harapan dan


semangat, di mana para guru percaya bahwa siswa dapat
mencapai tingkat prestasi yang tinggi.

b. Sekolah menekankan kepada siswa dan guru bahwa belajar


merupakan alasan yang paling penting untuk bersekolah.

c. Harapan terhadap prestasi siswa yang tinggi disampaikan


kepada seluruh siswa.

d. Harapan terhadap prestasi siswa yang tinggi disampaikan


kepada seluruh orangtua siswa.

Beberapa cara yang dilakukan oleh sekolah dalam menciptakan


budaya mutu di sekolah adalah sebagai berikut.

a. Merumuskan standar sikap dan perilaku yang berorientasi pada


kinerja tinggi baik bagi kepala sekolah, guru, staf administrasi,
maupun siswa.

b. Merumuskan standar pelayanan prima yang dipatuhi semua


warga sekolah guna meningkatkan mutu pelayanan kepada
pelanggan sekolah, khususnya siswa dan orangtuanya. Standar
pelayanan prima meliputi elemen berikut: kecepatan, ketepatan,
keramahan, ketanggapan, dan pemberian jaminan mutu
sekolah.

c. Melaksanakan berbagai lomba untuk mendorong siswa, guru,


dan staf dalam berkompetisi.

d. Menciptakan sistem penghargaan bagi warga sekolah yang


berprestasi tinggi dan pembinaan serta hukuman bagi yang
berprestasi rendah.

36
e. Memampukan warga sekolah untuk secara terus menerus
meningkatkan kualitas guna memenuhi persyaratan yang
dituntut oleh pengguna lulusan (masyarakat).

3. Peningkatan akuntabilitas

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penciptaan budaya


akuntabilitas di sekolah sebagai berikut:

a. Setiap staf dan guru agar menyusun laporan akuntabilitas


secara periodik setiap triwulan

b. Pemanfaatan sumber dana baik yang bersumber dari APBN


maupun APBD ataupun seumber lain dilakukan dengan
berlandaskan kepada prinsip efektivitas dan efisiensi, serta
berorientasi kepada hasil (output) dan manfaat (outcomes) dari
setiap program yang diselenggarakan di sekolah

c. Setiap orang yang melakukan perjalanan dinas baik ke daerah


maupun ke luar negeri wajib melaporkan hasil perjalanan
Dinasnya kepada bendahara atau kepala sekolah

Berikut ini dikemukakan contoh-contoh penerapan indikator budaya


dan iklim sekolah pada salah satu sekolah.

Contoh Budaya dan iklim Sekolah Bakti Mulya 400

Visi : Menjadi pusat pengembangan pendidikan yang melahirkan kader


pemimpin dan intelektual muslim dengan wawasan luas serta tanggap
terhadap lingkungan dan mampu bersaing di era globalisasi sehingga
mampu memperbaiki kualitas bangsa Indonesia

37
Misi: Dikembangkan dari visi, kemudian diuraikan dalam beberapa misi
sebagai berikut:

1. Menyelenggarakan pendidikan umum yang bernafaskan Islam.

2. Menyelenggarakan pendidikan yang menumbuhkembangkan


potensi siswa untuk menjadi manusia seutuhnya.

3. Menghasilkan lulusan yang unggul, kompeten/mampu dan


terampil.

4. Menghasilkan sumber daya manusia yang berguna bagi dirinya,


nusa, bangsa dan negara

5. Menghasilkan lembaga pendidikan yang memiliki predikat sekolah


unggul.

Budaya Sekolah:

Untuk merealisasikan visi, misi pendidikan serta sifat-sifat umum siswa


Bakti Mulya 400, maka pembinaan siswa dilakukan melalui proses
pembinaan sikap dan prilaku sehari-hari di sekolah yang diarahkan
kepada terwujudnya budaya sekolah Bakti Mulya 400. Pembiasaan dan
tata prilaku dimaksudkan sebagai Budaya Sekolah Bakti Mulya 400
adalah sebagai berikut:

 Kegiatan sekolah dilaksanakan pagi hari dengan 5 hari belajar


dalam seminggu.

 Setiap pagi siswa dilepas pergi ke sekolah oleh kedua orang tua
dengan iringan salam dan do’a.

 Setibanya di sekolah saat bertemu dengan guru maupun teman


berjabat tangan dan memberi salam “Assalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh” Demikian halnya bila menerima

38
salam maka segera menjawab salam “Wa’alaikum salam
Warahmatullahi Wabarakatuh”.

 Pada pagi hari membaca “Ikrar” dalam bahasa Arab dan


terjemahannya bersama dengan guru, dan juga dilakukan dalam
setiap kesempatan suatu acara resmi sekolah.

 Dengan bimbingan guru yang mengajar pada jam pertama, siswa


melafalkan surat “Al Fatihah” dan “Do’a” sebelum pelajaran
dimulai, dan setelah jam pelajaran terakhir membaca surat “Al
Ashr” dipimpin guru yang mengajar pada jam terakhir.

 Membiasakan menulis dan mengucapkan “Basmallah” setiap


memulai pekerjaan dan atau “Hamdallah” setelah selesai
melakukan pekerjaan.

 Melafalkan dan membiasakan mengamalkan 10 do’a amaliah


harian, diantaranya do’a keluar rumah, mengawali dan mengakhiri
pekerjaan, do’a untuk kedua orang tua, minta tambah ilmu,
sebelum tidur, bangun tidur, masuk dan keluar kamar mandi/wc,
do’a bercermin, masuk dan keluar masjid

 Melakukan 11 amalan yang tercermin dalam “Birrulwalidain” yakni:

1. Berbakti kepada orang tua

2. Ikhlas beramal

3. Rajin beramal

4. Ramah dalam bergaul

5. Ulet dalam mencapai cita-cita

6. Logis dalam berpikir

7. Waspada terhadap naza

39
8. Amanah, dapat dipercaya

9. Lemah lembut dalam tutur kata

10. Istiqomah, teguh dalam keyakinan

11. Nadzafah, bersih diri, pakaian dan lingkungan.

 Membiasakan menulis tanggal, bulan dan tahun hijriah di samping


tanggal, bulan dan tahun masehi.

 Membiasakan mengucap kalimat-kalimat thayyibah dan dzikir dalam


rangka mendekatkan diri dan mengagungkan Asma Allah SWT.

 Membiasakan melaksanakan puasa sunat seperti puasa Senin dan


Kamis.

 Membiasakan memakmurkan Mushalla dengan kegiatan


keagamaan dan shalat Dzuhur/Jumat.

 Melaksanakan pesantren kilat setiap awal Bulan Ramadhan.

 Melaksanakan khataman pelajaran Al Quran, bagi siswa yang telah


menyelesaikan pendidikan pada jenjang SD, SLTP, dan SMU.

 Mengikuti pemantapan pelajaran Al Quran dengan metode Iqra,


atau yang lainnya.

 Menyelenggarakan latihan manasik haji, mejelang datangnya Hari


Raya Idul Adha.

 Memberangkatkan ibadah haji bagi guru/karyawan sesuai dengan


kemampuan keuangan Yayasan BKSP Bakti Mulya 400.

 Menyelenggarakan peringatan hari-hari besar Islam, Nasional dan


bakti sosial kemasyarakatan (seperti donor darah, khitanan masal,
santunan anak yatim, pembagian sembako, pemberian beasiswa).

40
 Menjalin kerja sama yang harmonis dengan orangtua/wali siswa.

 Mengenakan pakaian seragam, untuk siswa setiap hari sesuai


jadwal.

Dengan pelaksanaan budaya tersebut, diharapkan siswa/siswi Bakti


Mulya 400 memiliki sifat-sifat umum, sebagai berikut :

 Bertaqwa kepada Allah SWT, serta aktif menjalankan ibadah dan


amaliah.

 Setiap gerak, langkah dan tindakan di manapun berada dan dalam


suasana yang bagaimanapun semata-mata karena ibadah kepada
Allah SWT, dengan senantiasa dijiwai ajaran Agama Islam.

 Berbudi luhur dan berakhlak mulia.

 Sehat jasmani dan rohani.

 Memiliki pengetahuan dan keterampilan.

 Kreatif dan bertanggung jawab.

 Berpengetahuan tinggi dan cerdas.

 Demokratis dan penuh tenggang rasa.

 Berjiwa gotong royong, mencintai bangsa dan sesamanya.

 Disiplin, cinta kebersihan dan keindahan alam sekitar.

 Berjiwa pejuang, rendah hati dan berpola hidup sederhana.

 Cukup tanggap dan peka terhadap masalah yang ada di


lingkungannya.

BAB IV

STRATEGI PENGELOLAAN KELAS DALAM PENGEMBANGAN

41
BUDAYA DAN IKLIM SEKOLAH

Pengelolaan kelas dalam pengembangan budaya dan iklim sekolah adalah


segala usaha yang diarahkan untuk mewujudkan suasana dan kondisi belajar di
dalam kelas agar menjadi kondusif dan menyenangkan serta dapat memotivasi
siswa untuk belajar dengan baik sesuai dengan kemampuan. Dengan kata lain
pengelolaan kelas merupakan usaha dalam mengatur segala hal dalam proses
pembelajaran, seperti lingkungan fisik dan sistem pembelajaran di kelas.

Pembelajaran yang efektif membutuhkan kondisi kelas yang kondusif.


Kelas yang kondusif adalah lingkungan belajar yang mendorong terjadinya
proses belajar yang intensif dan efektif. Strategi belajar apapun yang ditempuh
guru akan menjadi tidak efektif jika tidak didukung dengan iklim dan kondisi
kelas yang kondusif. Oleh karena itu guru perlu menata dan mengelola
lingkungan belajar di kelas sedemikian rupa sehingga menyenangkan, aman,
dan menstimulasi setiap anak agar terlibat secara maksimal dalam proses
pembelajaran.

Pengaturan lingkungan belajar sangat diperlukan agar anak mampu


melakukan kontrol terhadap pemenuhan kebutuhan emosionalnya. Lingkungan
belajar yang memberi kebebasan kepada anak untuk melakukan pilihan-pilihan
akan mendorong anak untuk terlibat secara fisik, emosional, dan mental dalam
proses belajar, dan karena itu, akan dapat memunculkan kegiatan-kegiatan
yang kreatif-produktif. ltulah sebabnya, mengapa setiap anak perlu diberi
kebebasan untuk melakukan pilihan-pilihan sesuai dengan apa yang mampu
dan mau dilakukannya.

Pengelolaan kelas yang baik, dapat dilakukan dengan enam cara sebagai
berikut; (1) penciptaan lingkungan fisik kelas yang kondusif (2) penataan ruang
belajar sebagai sentra belajar (3) penciptaan atmosfir belajar yang kondusif, (4)
penetapan strategi pembelajaran dan (5) pemanfaatan media dan sumber
belajar, dan (6) penilaian hasil belajar.
42
Untuk lebih jelasnya ke enam cara tersebut di atas akan dijelaskan dalam uraian
berikut.

A. Lingkungan Fisik Kelas

Lingkungan fisik di kelas meliputi pengaturan ruang belajar yang didesain


sedemikian rupa sehingga tercipta kondisi kelas yang menyenagkan dan dapat
menumbuhkan semangat dan keinginan untuk belajar dengan baik seperti:
pengaturan meja, kursi, lemari, gambar-gambar afirmasi, pajangan hasil karya
siswa yang berprestasi, alat-alat peraga, media pembelajaran dan jika perlu di
iringi dengan nuansa musik yang sesuai dengan materi pelajaran yang diajarkan
atau nuansa musik yang dapat membangun gairah belajar siswa. Disain ruang
kelas yang baik dimaksudkan untuk menanamkan, menumbuhkan, dan
memperkuat rasa keberagamaan dan perilaku-perilaku spritual siswa. Dengan
ruang kelas yang baik, para siswa dapat berkomunikasi secara bebas, saling
menghormati dan menghargai pendapat masing-masing. Di samping itu, dengan
ruang kelas yang tertata dengan baik, guru akan leluasa memberikan perhatian
yang maksimal terhadap setiap aktivitas siswa.

1. Pengaturan meja-kursi

Susunan meja-kursi hendaknya memungkinkan siswa-siswa dapat


saling dan memberi keluasaan untuk terjadinya mobilitas pergerakan
untuk melakukan aktivitas belajar. Meja-kursi juga hendaknya dapat
digerakkan, dipindahkan, dan disusun secara fleksibel. Beri keleluasaan
siswa mengatur sendiri atau memilih meja-kursinya masing-masing,
walaupun mungkin akan tampak acak-acakan dan tidak beraturan. Prinsip
pokok yang perlu diperhatikan dalam pengaturan meja-kursi adalah
tatanan mana yang dapat menstimulasi dan mempertahakan tingkat
keterlibatan belajar yang tinggi. Selain itu juga posisi tempat duduk siswa
sebaiknya tidak tetap pada posisi tertentu, akan lebih baik jika posisi
tempat duduk siswa dirubah setiap saat agar interaksi diantara siswa
43
dalam kelas lebih terasa dan hal ini akan menumbuhkan sosialisasi
diantara mereka serta mengatasi kebosanan siswa dengan posisi tempat
duduk yang tetap.

Berikut dikemukakan beberapa bentuk penataan meja-kursi yang


dapat dipilih oleh guru guna meningkatkan keterlibatan dan interaksi antar
siswa dalam proses pembelajaran.

a. Model huruf U

Model susunan meja-kursi model U dapat


dipilih untuk berbagai tujuan. Dalam model ini, para
siswa memiliki alas untuk menulis dan membaca,
dapat melihat guru atau media visual dengan mudah,
dan memungkinkan mereka bisa saling berhadapan
langsung. Susunan model ini juga memudahkan
Gambar 4.1 untuk membagi bahan pelajaran kepada siswa
Model Huruf U secara cepat, dimana guru dapat masuk ke dalam
huruf U dan berjalan ke berbagai arah.

Dalam menyusun meja-kursi model U,


sediakan ruangan yang cukup antara satu tempat
duduk dengan yang lainnya sehingga kelompok kecil
siswa yang terdiri atas tiga orang atau lebih dapat
keluar-masuk dari tempatnya dengan mudah.

b. Model Corak Tim

Pada model ini, meja-meja dikelompokkan


setengah lingkaran atau oblong di ruang tengah
44

Gambar 4.2
Model Corak Tim
kelas agar memungkinkan guru melakukan interaksi
dengan setiap tim (kelompok siswa) dapat
meletakkan kursi-kursi mengelilingi meja-meja guna
menciptakan suasana yang akrab. Siswa juga dapat
memutar kursi melingkar menghadap ke depan
ruang kelas untuk melihat guru atau papan tulis.

c. Model Meja Konferensi

Model ini cocok jika meja relatif persegi


panjang. Susunan ini mengurangi dominasi pengajar
dan meningkatkan keterlibatan siswa.

Gambar 4.3
Model Meja Konferensi

d. Model Lingkaran

Dalam model ini, tempat duduk siswa disusun


dalam bentuk lingkaran sehingga mereka dapat
berinteraksi berhadap-hadapan secara langsung.
Model lingkaran seperti ini cocok untuk diskusi
kelompok penuh. Sediakan ruangan yang cukup,
sehingga guru dapat menyuruh siswa menyusun
Gambar 4.4 kursi-kursi mereka secara cepat dalam berbagai
Model Lingkaran susunan kelompok kecil. Jika mereka ingin menulis,
mereka dapat menghadap ke meja masing-masing,
namun jika mereka berdiskusi, mereka dapat
memutar kursi untuk berhadap-hadapan satu sama
lain.

e. Model Fishbowl

45
Susunan ini memungkinkan guru melakukan
kegiatan diskusi untuk menyusun permainan peran,
berdebat, atau mengobservasi aktivitas kelompok.
Susunan yang paling khusus terdiri atas dua
konsentrasi lingkaran kursi. Guru juga dapat
meletakkan meja pertemuan di tengah-tengah,
Gambar 4.5
Model Fishbowl dikelilingi oleh kursi-kursi pada sisi luar.

f. Model Breakout groupings

Jika kelas cukup besar atau jika ruangan


memungkinkan, letakkan meja-meja dan kursi di
mana kelompok-kelompok kecil siswa dapat
melakukan aktivitas belajar yang didasarkan pada
tugas tim. Tempatkan susunan pecahan-pecahan
Gambar 4.6 kelompok saling berjauhan sehingga tim-tim itu tidak
Model Breakout Groupings saling mengganggu. Tetapi hindarkan penempatan
ruangan kelompok-kelompok kecil terlalu jauh dari
ruang kelas utama sehingga hubungan di antara
mereka dapat tetap terjaga.

g. Model Workstation

Susunan ini tepat untuk lingkungan tipe


laboratorium, dimana setiap siswa duduk secara
berpasangan pada meja tertentu untuk mengerjakan
suatu tugas (seperti mengoperasikan komputer,

Gambar 4.7 mesin, melakukan kerja laboral, dsb) sesaat setelah


Model Workstation dimenostrasikan. Meja diatur sedemikian rupa,
sehingga siswa dapat bekerja secara berpasangan
sebagai partner belajar. Susunan seperti ini tepat
digunakan bila pokok bahasan melibatkan tugas
mandiri (seat work) sekaligus tugas kelompok kecil.

46
Beberapa hal yang perlu diperhatikan berikut ini
dalam menerapkan model ini.

 Pengaturan meja-kursi sebaiknya dapat digerakkan, dipin-


dahkan, dan disusun secara fleksibel.

 Memberikan keleluasaan siswa mengatur sendiri atau memilih


meja-kursinya masing-masing, walaupun mungkin akan tampak
acak-acakan dan tidak beraturan.

 Susunan meja-kursi yang baik adalah yang memungkinkan


siswa dapat saling berinteraksi dan memberi keluasaan untuk
terjadinya mobilitas pergerakan untuk melakukan aktivitas
belajar. Prinsip pokok yang perlu diperhatikan dalam
pengaturan meja-kursi adalah tatanan mana yang dapat
menstimulasi dan mempertahakan tingkat keterlibatan belajar
yang tinggi.

2. Pemajangan gambar dan warna

Pemajangan gambar dan pemilihan warna perlu saran-saran berikut:

a. Siswa perlu dilibatkan dalam pengadaan dan penataan


pajangan-pajangan yang dibutuhkan dalam kelas. Siswa,
misalnya, dapat diminta membuat gambar, poster, motto, puisi,
atau petikan ayat, hadis, dan pesan tokoh tertentu, untuk dipilih
dan dipajang dalam kelas.

b. Guna menghindari kejenuhan terhadap gambar dan isi poster


afirmasi yang sama, guru perlu secara priodik mengganti
gambar-gambar atau poster-poster tersebut.

c. Guna mengoptimalkan penataan ruang, maka hasil-hasil


pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang
kelas. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan,

47
berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar,
peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan
sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil
pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru
dalam proses pembelajaran karena dapat dijadikan rujukan
ketika membahas suatu masalah. Di samping itu itu, karya-
karya terpilih siswa yang dipajang dapat berfungsi sebagai
reward dan praise yang dapat memotivasi siswa untuk bekerja
lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain.

3. Pemanfaatan musik

Kehadiran suara musik lembut di kelas juga diyakini dapat memper-


kuat daya tahan dan konsentrasi belajar siswa. Disamping itu, belajar
sambil mendengar musik dapat menciptakan suasana menyenangkan dan
rasa betah tinggal di kelas. Oleh karena itu, jika dana memungkinkan, di
setiap kelas dapat disediakan radio tape untuk memutar dan
memperdengarkan musik-musik lembut, khususnya saat siswa mengerja-
kan tugas-tugas yang menuntut konsentrasi dan daya pikir yang tinggi.
Akan lebih baik, jika di kelas telah dipersiapkan dengan sound-system
yang baik. Secara umum, semua pilihan musik untuk menopang aktivitas
pembelajaran di kelas adalah jenis musik instrumentalia. Hanya pada saat
jeda atau untuk maksud memberi efek khusus dapat dipilih musik yang
berisi lirik lagu. Dan jika harus menggunakan musik dengan lirik, pilihlah
yang mengandung pesan positif.

B. Penataan Ruang Kelas sebagai Sentra Belajar

Sentra belajar merupakan area khusus di ruang kelas untuk menata


materi, perlengkapan, peralatan, dan karya siswa yang terkait dengan pokok
bahasan, keterampilan atau kegiatan tertentu. Sentra belajar bisa berlokasi di
atas meja, rak buku, sudut ruang, atau bahkan di kolong meja. Sentra belajar
bisa bersifat permanen atau hanya terkait dengan kegiatan atau bidang

48
pembelajaran tertentu, misalnya sentra penerbitan, sentra pembelajaran
matematika, kafe baca, dsb. Sentra belajar juga bisa bersifat fleksibel dan
sementara (ditata untuk keperluan tema atau unit tertentu yang dipelajari).

Di samping itu, pelibatan siswa tersebut juga membantu membangun


keterampilan “perawatan rumah” yang dipelukan untuk mempertahankan
suasana kelas yang aktif dan berorientasi pada siswa. Untuk masud tersebut,
guru dapat mendorong siswa untuk memiliki dan mengemukakan beberapa
pilihan dalam menyusun aturan dasar bagi kegiatan berbasis-sentra mereka.

Beberapa praktik yang baik dalam menata sentra-sentra belajar (good


practice) dikemukakan berikut ini:

 Dalam menata kelas menjadi sentra belajar, sejumlah guru bidang


studi melibatkan siswa terutama dalam perencanaan dan pengadaan
sumber-sumber belajar yang diperlukan. Pelibatan siswa dalam
merancang ruang kelas menjadi sentra-sentra belajar dapat
membangun rasa kebanggaan dan kebersamaan di kalangan siswa.

 Sistem moving-class (kelas berpindah) merupakan alternatif yang


dapat ditempuh untuk mengefektifkan penataan ruangan kelas
sebagai sentra belajar. Dalam sistem moving-class ini, ruang-ruang
kelas tertentu ditata khusus untuk mendukung pembelajaran mata
pelajaran tertentu. Ada kelas sains, kelas bahasa, kelas matematika,
kelas kesenian, dan sebagainya. Kelas-kelas ini ditata menjadi
semacam home-room atau sentra belajar khusus. Meja, kursi,
peralatan, media, pajangan, dan berbagai aspek yang ada di kelas
diatur sedemikian rupa sesuai kebutuhan dan karaketeristik pembel-
ajaran mata pelajaran tertentu.

Penggunaan sistem moving-class seperti itu memiliki beberapa


keuntungan, sebagai berikut:

49
 Atmosfir dan tatanan kelas dapat memperlancar aktivitas dan proses
pembelajaran. Semua elemen dalam kelas menjadi semacam
reinforcer (penguat) dan stimulator untuk membangkitkan gairah dan
aktivitas belajar terhadap mata pelajaran tertentu.

 Memungkinkan penggunaan sarana, fasilitas, serta berbagai media


dan peralatan belajar secara lebih efisien. Media dan peralatan
pembelajaran Sains, misalnya, tidak perlu ada di semua kelas,
semua kebutuhan pembelajaran mata pelajaran tersebut cukup
ditempatkan dan ditata khusus pada kelas tertentu. Demikian pula
kebutuhan media dan alat bantu belajar pada mata-mata pelajaran
lainnya ditata khusus pada kelas-kelas tersendiri.

 Setiap hari, siswa dapat menikmati dan mengalami proses belajar


pada tempat dan lingkungan belajar yang bervariasi. Mobilitas gerak
seperti Ini dapat menghindarkan siswa dari kejenuhan akibat tata
ruang kelas yang monoton.

 Pergerakan-pergerakan yang dialami siswa saat perpindahan kelas


memungkinkan terjadinya interaksi yang lebih aktif dan hidup di
kalangan siswa. Ini dapat menstimulasi dan mengembangkan sikap-
sikap empati, kerjasama, kepedulian, dan berbagai sikap prososial
siswa lainnya.

1. Pengelolaan Aktivitas Belajar Siswa

Biasanya, pengelolaan aktivitas belajar siswa dilakukan dalam be-


ragam bentuk seperti individual, berpasangan, kelompok kecil, atau
klasikal. Beberapa pertimbangan perIu diperhitungkan sewaktu melakukan
pengelolaan siswa. Antara lain jenis kegiatan, tujuan kegiatan, keterlibatan
siswa, waktu belajar, dan ketersediaan sarana/prasarana. Hal yang sangat
penting perIu diperhitungkan adalah keberagaman karakteristik siswa.
Guru harus memahami bahwa setiap siswa memiliki karakter yang
berbeda-beda. Untuk itu, perlu dirancang kegiatan belajar mengajar
50
dengan suasana yang memungkinkan setiap siswa memperoleh peluang
sama untuk menunjukkan dan mengembangkan potensinya. Berikut ini
beberapa contoh perbedaan karakteristik masing-masing siswa (lihat Tabel
1).

Tabel 4.1 Faktor Keberagaman Karekteristik Siswa

dan Implikasi bagi Pengelolaan Siswa

Faktor Keberagaman Pengelolaan Siswa


Memberikan peluang kepada siswa untuk
mempelajari materi yang berbeda dalam
Isi (by content)
sasaran kompetensi yang sama ataupun
berbeda.
Memberikan peluang kepada siswa untuk
berkreasi sesuai dengan minat dan
Minat dan motivasi motivasi belajar terlepas dari kompetensi
siswa (by interest) yang sama atau berbeda. Hal ini diharap-
kan mampu memacu motivasi siswa untuk
belajar lebih lanjut secara mandiri.
Memberikan peluang kepada siswa untuk
belajar (bekerja) sesuai dengan kecepatan
belajar yang dimilikinya. Keberagaman bisa
Kecepatan tahapan pada kompetensi dan/atau isi materi
belajar (by piece) pelajaran, serta kegiatan yang dilakukan
siswa.

Tingkat kemampuan Memberikan peluang kepada setiap siswa


(by level) untuk mencapai kompetensi secara
maksimal sesuai dengan tingkat kemampu-
an yang dimiliki. Keberagaman bisa pada
kompetensi dan/isi materi pelajaran serta

51
kegiatan yang dilakukan siswa.
Memberikan peluang kepada siswa untuk
Reaksi yang diberikan menunjukkan respon melalui
siswa (by respond) presentasi/penyajian hasil karyanya secara
lisan, tertulis, benda kreasi, sebagainya.
Memberikan kesempatan kepada setiap
siswa untuk menguasai materi melalui cara-
cara berdasarkan perspektif yang mereka
pilih. Struktur pengetahuan (by structure)
Siklus cara berpikir memberikan kesempatan kepada siswa
(by circular sequence) untuk memilih (menyeleksi) materi
berdasarkan cara yang dikuasai, misalnya:
dari yang mudah ke sulit, dari yang
diketahui ke yang tidak diketahui, dari dekat
ke jauh.
Memberikan perhatian kepada setiap
Waktu (by time) individu siswa yang kemungkinannya
memiliki perbedaan durasi untuk mencapai
ketuntasan dalam belajar.
Pendekatan Memberikan perlakuan yang berbeda
pembelajaran (by kepada setiap individu sesuai dengan
teaching style) keadaan siswa.

2. Pengelolaan Waktu
Pembelajaran berlangsung selama priode waktu tertentu. Waktu me-
rupakan sumber terbatas yang perlu dialokasi dan dimanfaatkan secara
efesien dan efektif. Alokasi waktu pelaksanaan pembelajaran setiap mata
pelajaran telah dialokasikan dalam satuan jam tertentu. Alokasi jam
pembelajaran tersebut harus dapat digunakan secara optimal untuk
menghasilkan perubahan belajar pada diri siswa.

52
Guna mengoptimalkan pemanfaatan waktu yang tersedia untuk ke-
butuhan pembelajaran, guru perlu memperhatikan beberapa petunjuk be-
rikut ini.

 Hindari waktu terbuang akibat keterlambatan penyiapan sumber


atau media, penundaan memulai awal pembelajaran, atau
terlalu banyak menggunakan waktu untuk menyelesaikan tugas
administratif. Guru perlu menemukan cara-cara kerja yang
efisien dalam menyelesaikan tugas-tugas administratif yang
memang perlu.

 Dilakukan untuk menunjung program pembelajarannya.


Penggunaan komputer merupakan salah satu cara yang dapat
ditempuh.

 Mulai pembelajaran pada waktunya. Hindari menghabiskan


terlalu banyak waktu menghadapi siswa terlambat atau problem
siswa lain. Guru terkadang terlalu banyak menghabiskan waktu
mengurusi siswa-siswa terlambat atau menampilkan perilaku
salah-suai lainnya. Siswa-siswa semacam itu sebaiknya
ditangani setelah waktu pembelajaran, atau dilimpahkan ke
konselor sekolah.

 Hindari menghentikan PBM sebelum waktunya. Jika skenario


pembelajaran disiapkan dengan baik, guru dapat
mememperkirakan macam dan kuantitas kegiatan pembelajaran
yang sesuai dengan alokasi waktu yang ditetapkan. Dengan
demikian, sumber-sumber waktu yang disediakan untuk setiap
jam pembelajaran dapat digunakan secara efektif dan efisien.

 Hindari terjadinya hal-hal yang dapat mengganggu selama


proses pembelajaran. Kondisikan agar prosedur dan kegiatan
rutin siswa di kelas dapat dilakukan dengan lancar dan cepat.
Gunakan petunjuk tertulis, denah, atau gambar untuk
53
membantu siswa memahami apa yang harus dilakukan,
bagaimana dan dimana suatu tugas harus dilakukan. Tata
peralatan dan bahan yang diperlukan sedemikian rupa di lokasi
yang mudah dijangkau dan digunakan oleh semua siswa saat
dibutuhkan. Penataan ruang kelas yang baik, sebagaimana
diuraikan sebelumnya, dapat membantu memperlancar aktivitas
pembelajaran di kelas.

 Tingkatkan time on-task setiap siswa untuk mengikuti setiap


sesi pembelajartan. Time on-task siswa, yaitu curah waktu
dimana siswa secara aktif terlibat secara mental pada proses
belajar. Ini dapat dilakukan dengan mengaitkan pelajaran
dengan hal-hal yang menarik, bersifat melibatkan, dan sesuai
dengan minat siswa.

 Pertahankan momentum belajar. Momentum belajar adalah


momen, kesempatan, atau saat khusus tertentu dimana kelas
sedang berada pada kondisi sangat kondusif dan terlibat aktif
dalam proses pembelajaran. Setiap siswa bergiat untuk saling
belajar. Mempertahan momentum belajar selama proses
pembelajaran merupakan salah satu kunci untuk menjaga
tingkat keterlibatan belajar yang tinggi. Dalam kelas yang
menjaga momentum dengan baik, siswa selalu memiliki sesuatu
untuk dilakukan dan begitu pekerjaan dimulai tidak ada lagi
gangguan yang merusak konsentrasi belajar.

C. Penciptaan Atmosfir Belajar

Lingkungan sistem pembelajaran meliputi berbagai hal yang dapat


memperlancar proses belajar mengajar dikelas seperti: Kompetensi dan

54
kreativitas guru dalam mengembangkan materi pembelajaran, penggunaan
metode dan strategi belajar yang bervariasi, pengaturan waktu dalam proses
belajar mengajar dan pengunaan media dan sumber pembelajaran yang sesuai
dengan tujuan pembelajaran serta penentuan evaluasi untuk mengukur hasil
belajar siswa. Keselurahan aspek yang dijelaskan di atas didesain sedemikian
rupa dalam proses pembelajaran.

Yang menjadi penekanan dalam penciptaan atmosfir belajar yang kondusif


adalah penciptaan suasana pembelajaran yang (1) menyenangkan, (2)
mengasyikkan, (3) mencerdaskan, dan (4) menguatkan.

1. Menyenangkan dan mengasyikkan

Menyenangkan dan mengasyikkan terkait dengan aspek afektif pera-


saan. Guru harus berani mengubah iklim dari suka ke bisa. Guru hendak-
nya dapat mengundang dan mencelupkan siswa pada suatu kondisi
pembelajaran yang disukai dan menantang siswa untuk berkreasi secara
aktif. Rancangan pembelajaran terpadu dengan materi pembelajaran yang
kontekstual harus dikembangkan secara terus menerus dengan baik oleh
guru. Untuk keperluan itu guru-guru dilatih:

 bersikap ramah

 membiasakan diri selalu tersenyum

 berkomunikasi dengan santun dan patut

 adil terhadap semua siswa

 senantiasa sabar menghadapi berbagai ulah dan perilaku


siswanya.

 menciptakan kegiatan belajar yang kreatif melalui tema-tema


yang menarik yang dekat dengan kehidupan siswa.

2. Mencerdaskan dan menguatkan

55
Mencerdaskan bukan hanya terkait dengan aspek kognitif, melainkan
juga dengan kecerdasan majemuk (multiple intelligence). Tidak kalah
pentingnya adalah bagaimana guru dapat mengalirkan pendidikan normatif
ke dalam mata pelajaran sehingga menjadi adaptif dalam keseharian anak.
Inilah yang merupakan tujuan utama dari fundamen pendidikan kecakapan
hidup (life skill). Oleh karena itu, guru dilatih:

 Memilih tema-tema yang dapat mengajak anak bukan hanya


sekedar berpikir, melainkan juga dapat merasa dan bertindak
untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung
jawabnya.

 Teknik-teknik penciptaan suasana yang menyenangkan dalam


pembelajaran, karena jika anak senang dan asyik, tentu saja
bukan hanya kecerdasan yang diperoleh, melainkan juga me-
karnya “kepribadian anak” yang menguatkan mereka sebagai
pembelajar.

 Memberikan pemahaman yang cukup akan pentingnya


memberikan keleluasaan bagi siswa dalam proses
pembelajaran.

 Jangan terlalu banyak aturan yang dibuat oleh guru dan harus
ditaati oleh anak akan menyebabkan anak-anak selalu diliputi
rasa takut dan sekaligus diselimuti rasa bersalah.

Beberapa praktik penciptaan atmosfir belajar yang baik (good


practice) dikemukakan berikut ini.

 Sebelum memulai pelajaran, dengan sikap yang ramah dan


penuh senyuman guru menyapa beberapa orang siswa dan

56
menanyakan mengenai keadaan dan kesiapan masing-masing
siswa untuk belajar. Bahkan ada guru yang membuka pelajaran
diawali dengan nyanyian pendek dan selanjutnya menugaskan
seseorang siswa melanjutkan lagu tersebut.

 Di awal pelajaran, guru membiasakan siswa untuk berdoa


secara bersama agar Tuhan senantiasa memberikan kesehatan
dan kemudahan dalam memahami pelajaran. Selanjutnya, guru
juga tidak lupa memberikan pencerahan-pencerahan rohani
kepada para siswa agar mereka senantiasa saling menghormati
dan menghargai, kejujuran dan tanggung jawab bagi setiap
tugas yang diberikan.

 Selama proses pembelajaran berlangsung, guru senantiasa


mengembangkan bentuk komunikasi yang efektif, agar siswa
dapat bertanya atau mengemukakan pendapat dalam suasana
yang menyenangkan dan merasa tidak tertekan, tidak takut atau
merasa bersalah.

D. Penerapan Strategi Pembelajaran

Sebelum membahas tentang strategi pembelajaran, terlebih dahulu perlu


dipahami tentang konsep belajar seperti berikut ini.

 Siswa akan lebih mudah membangun pemahaman apabila dapat


mengkomunikasikan gagasannya kepada siswa lain atau kepada
gurunya. Dengan kata lain, membangun pemahaman akan lebih
mudah melalui interaksi dengan lingkungan sosialnya.

 Interaksi memungkinkan terjadinya perbaikan terhadap pemahaman


siswa melalui diskusi, saling bertanya, dan saling menjelaskan.
Interaksi dapat ditingkatkan dengan belajar kelompok.

57
 Penyampaian gagasan oleh siswa dapat mempertajam, memperda-
lam, memantapkan, atau menyempumakan gagasan itu karena mem-
peroleh tanggapan dari siswa lain atau gurunya.

 Dalam proses pembelajaran siswa senantiasa perIu didorong untuk


mengkomunikasikan gagasan, hasil kreasi dan temuannya kepada
siswa lain, guru atau pihak-pihak lain. Dengan demikian
pembelajaran memungkinkan siswa bersosialisasi dengan meng-
hargai perbedaan (pendapat, sikap, kemampuan, prestasi) dan
berlatih untuk bekerjasama. Artinya, pembelajaran itu diharapkan
dapat mendorong siswa untuk mengembangkan empatinya sehingga
dapat terjalin saling pengertian dengan menyelaraskan pengetahuan
dan tindakannya.

Dengan pemahaman seperti hal tersebut di atas, guru-guru menyadari


bahwa strategi pembelajaran merupakan hal yang penting dalam kegiatan be-
lajar mengajar di kelas, karena strategi dapat menciptakan kondisi belajar yang
mendukung pencapaian tujuan pembelajaran. Selain itu, strategi pembelajaran
yang dipilih dan dipergunakan dengan baik oleh guru dapat mendorong siswa
untuk aktif mengikuti kegiatan belajar di dalam kelas, dan penggunaan strategi
pembelajaran secara baik dapat berdampak pada meningkatnya keterampilan
mengajar guru dan rasa percaya dirinya.

Beberapa strategi pembelajaran yang dapat menciptakan budaya dan iklim


sekolah dapat dikemukakan antara lain (1) pembelajaran berbasis masalah, (2)
pembelajaran inquiry, (3) pembelajaran berbasis proyek/tugas, (4) pembelajaran
kooperatif, (5) pembelajaran partisipatory, dan (6) pembelajaran scaffolding.

1. Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah

Untuk dapat menerapkan strategi pembelajaran berbasis masalah,


maka seorang guru sebaiknya menggunakan masalah dunia nyata se-

58
bagai konteks pembelajaran. Melalui dunia nyata yang terjadi di sekitar
mereka, maka siswa dapat belajar mengembangkan cara berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah serta memperoleh pengetahuan dan
konsep esensial dari materi pelajaran. Pembelajaran bermakna hanya
dimungkinkan terjadi bila siswa dapat mengerahkan proses berpikir tingkat
tinggi, seperti pada level analisis, sintesis, dan evaluasi. Karena itu, guna
merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi dari siswa, mereka perlu
diorientasikan pada situasi/dunia nyata dengan segala problemanya. Para
siswa akan tertantang bagaimana belajar, dengan menggunakan
fenomena di dunia nyata sekitarnya.

Pembelajaran berbasis masalah dapat ditempuh melalui lima tahap


sebagai berikut.

 Tahap 1: orientasi siswa kepada masalah.

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan logistik yang


dibutuhkan, serta memotivasi siswa terlibat pada aktivitas
pemecahan masalah yang dipilih.

 Tahap 2: mengorganisasi siswa untuk belajar.

Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasi


tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

 Tahap 3: membimbing penyelidikan individual dan kelompok.

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang


sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalahnya.

 Tahap 4: mengembangkan dan menyajikan hasil karya.

Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya


yang sesuai seperti laporan, video, dan model, serta membantu
mereka mambagi tugas dengan temannya.
59
 Tahap 5: menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah.

Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap pe-


nyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan.

2. Strategi Pembelajaran Inquiri

Pembelajaran inquiry mendorong siswa untuk mengalami, melakukan


percobaan, dan menemukan sendiri prinsip-prinsip dan konsep yang di-
ajarkan. Strategi pembelajaran inquiry & discovery memiliki beberapa
keuntungan, seperti dapat membangkitkan curiosity, minat, dan motivasi
siswa untuk terus belajar sampai dapat menemukan jawaban. Di samping
itu, melalui penerapan strategi inquiry & discovery, siswa juga dapat
belajar memecahkan masalah secara mandiri dan mengembangkan
keterampilan berpikir kritis sebab mereka harus menganalisis dan
mengutak-atik data dan informasi.

Secara operasional, pembelajaran inquiry & discovery dapat


ditempuh melalui tahapan berikut:

 Sajikan situasi teka-teki (puzzling situation) yang sesuai dengan


tahapan perkembangan siswa. Jelaskan prosedur inkuiri dan
sajikan masalah.

 Minta siswa mengumpulkan informasi melalui observasi atau


berdasar pengalaman masing-masing.

 Minta siswa menganalisis dan menyajikan hasil dalam bentuk


tulisan, gambar, bagan, tabel, atau karya lain.

 Minta siswa mengkomunikasikan dan menyajikan hasil


karyanya, misalnya dalam bentuk penyajian di kelas,
menempelkan di majalah dinding, menulis di koran, dsb.

60
 Dalam penyajian di kelas, bangkitkan tanggapan dan
penjelasan siswa lain. Minta tanggapan balik (counter-
suggestions) dan selidiki tanggapan siswa. Hadapkan mereka
dengan demonstrasi-demonstrasi tambahan untuk meng-
eksplorasi lebih jauh fenomena.

 Ciptakan lingkungan yang dapat menerima jawaban salah tapi


masuk akal. Selalu minta siswa memberi alasan atas jawaban-
jawaban mereka. Sajikan tugas-tugas yang berkaitan kemudian
cermati dan beri balikan atas pemikiran yang diajukan siswa.

3. Strategi Pembelajaran Berbasis Proyek/Tugas

Pembelajaran berbasis proyek/tugas (project-based/task learning) di-


tandai dengan pengelolaan lingkungan belajar yang memungkinkan siswa
melakukan penyelidikan terhadap masalah otentik termasuk pendalaman
materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna
lainnya. Dalam pembelajaran berbasis proyek, siswa diberikan tugas atau
proyek yang kompleks, cukup sulit, lengkap, tetapi realistik dan kemudian
diberikan bantuan secukupnya agar mereka dapat menyelesaikan tugas.
Di samping itu, penerapan strategi pembelajaran berbasis proyek/tugas ini
mendorong tumbuhnya kompetensi pengiring (nurturant) seperti
kreativitas, kemandirian, tanggung jawab, kepercayaan diri, dan berpikir
kritis dan analitis.

Implementasi pembelajaran berbasis proyek/tugas didasarkan


kepada empat prinsip berikut ini.

 Membuat tugas bermakna, jelas, dan menantang

Guna mempertahankan tingkat keterlibatan siswa dalam


proses pembelajaran, maka tugas yang diberikan kepada siswa
harus cukup bermakna dan memiliki tujuan yang jelas. Siswa
perlu mengetahui dengan tepat apa yang mereka harus

61
kerjakan, mengapa mereka mengerjakan pekerjaan itu, dan apa
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan itu.

 Menganekaragamkan tugas-tugas

Pilihan tugas yang beraneka ragam dapat menambah daya


tarik tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah. Jika tugas
belajar yang diberikan cukup bervariasi, siswa dapat lebih
termotivasi dan lebih terlibat aktif dalam mengerjakannya.
Pilihan mengenai tugas belajar tidak terbatas dan tidak ada
alasan bagi guru untuk membuat jenis tugas yang sama dari
hari ke hari.

 Menaruh perhatian pada tingkat kesulitan

Menetapkan tingkat kesulitan yang cocok atas tugas-tugas


yang diberikan kepada siswa merupakan satu bahan baku
penting untuk menjamin keterlibatan berkelanjutan yang
dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas tersebut. Jika siswa
diharapkan untuk bekerja secara mandiri, tugas yang diberikan
harus memiliki tingkat kesulitan yang menjamin kemungkinan
berhasil tinggi. Siswa tidak akan tertantang ketika tugas-tugas
yang diberikan terlalu mudah. Tugas yang baik perlu memiliki
tingkat kesulitan cukup sehingga kebanyakan siswa me-
mandangnya sebagai sesuatu yang menantang, namun cukup
mudah sehingga kebanyakan siswa akan menemukan
pemecahannya dan mengerjakan tugas tersebut atas jerih pa-
yah sendiri.

 Memonitor kemajuan siswa

Salah satu tugas penting guru adalah memonitor tugas-


tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah. Monitoring
tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah siswa memahami

62
tugas mereka melalui pemeriksaan pekerjaan siswa dan pe-
ngembalian tugas dengan umpan balik? Guru harus selalu me-
nyediakan waktu 5 atau 10 menit untuk berkeliling di antara sis-
wa yang bekerja untuk memastikan apakah mereka memahami
dan mengerjakan dengan benar tugas yang diberikan. Apabila
siswa bekerja berkelompok, maka guru hendaknya berada
dalam kelompok tersebut secara bergantian dan berkeliling di
antara siswa yang bekerja secara mandiri. Selanjutnya, guru
perlu menyiapkan waktu untuk mengoreksi pekerjaan yang
dihasilkan siswa dan mengembalikan kepada mereka dengan
umpan balik, termasuk memberi reinforcement dalam bentuk
reward bagi hasil karya yang baik dan catatan-catatan
penyempurnaan bagi karya yang belum optimal.

4. Strategi Pembelajaran Kooperatif

Dalam pembelajaran kooperatif, siswa bekerja dalam kelompok kecil


untuk saling membantu belajar satu sama lain. Strategi pembelajaran ini,
memungkinkan pengembangan sejumlah kompetensi nurturant pada diri
siswa, seperti:

 Mengembangkan keterampilan komunikasi, kerja sama,


kepekaan sosial, tanggung jawab, tenggang rasa, dan
penyesuaian sosial.

 Membangun persahabatan, rasa saling percaya, kebiasaan


bekerja sama, dan sikap prososial.

 Memperluas perspektif wawasan, keyakinan terhadap gagasan


sendiri, rasa harga diri, dan penerimaan diri.

 Memungkinkan sharing pengalaman dan saling membantu


dalam memecahkan masalah pembelajaran.

63
 Mengoptimalkan penggunaan sumber belajar dan pencapaian
hasil belajar.

Secara operasional, pembelajaran kooperatif dapat diterapkan


melalui metode Student Teams Achievement Divisions (STAD) dan
metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)

Pelaksanaan metode STAD ditempuh dengan beberapa tahapan


sebagai berikut:

 Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing


terdiri atas 4 atau 5 anggota.

 Setiap tim memiliki anggota heterogen (jenis kelamin, ras, etnik,


kemampuan belajar).

 Tiap anggota menggunakan lembar kerja akademik.

 Tiap anggota saling membantu untuk menguasai bahan ajar


melalui tanya jawab atau diskusi.

 Secara individual atau tim, tiap minggu atau tiap dua minggu
dilakukan evaluasi oleh guru untuk mengetahui penguasaan
mereka terhadap bahan yang telah dipelajari.

 Setiap siswa dan setiap tim diberi skor atas penguasaannya


terhadap bahan ajar. Siswa atau tim yang meraih prestasi
tertinggi atau mencapai standar tertentu diberi penghargaan.

Metode Invistigasi Kelompok dapat ditempuh dengan cara sebagai


berikut:

 Seleksi topik, para siswa memilih berbagai sub-topik dalam satu


wilayah masalah umum terkait dengan tujuan pembelajaran.

64
 Organisasi, para siswa dibagi ke dalam kelompok yang
berorientasi pada tugas dan beranggotakan 2 - 6 orang dengan
komposisi heterogen.

 Merencanakan kegiatan kerjasama, siswa bersama guru meren-


canakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas, dan tujuan umum
yang sesuai dengan sub-topik yang telah dipilih.

 Tahap implementasi. Siswa melaksanakan rencana yang telah


disusun. Dorong siswa menggunakan berbagai sumber, baik di
dalam maupun di luar sekolah.

 Analisis dan sintesis, siswa menganalisis dan mensintesiskan


berbagai informasi yang diperoleh dan membuat ringkasan
untuk disajikan di depan kelas.

 Penyajian hasil akhir, setiap kelompok menyajikan hasil


investigasi kelompoknya di depan kelas.

 Evaluasi, guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai


kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai
suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup siswa secara
individu atau secara berkelompok, atau keduanya.

5. Strategi Pembelajaran Partisipatori

Pembelajaran partisipatori menekankan pelibatan siswa untuk


berpartisipasi dan ikut menentukan berbagai aktivitas pembelajaran.
Setiap siswa adalah subjek yang kepentingannya perlu diperhatikan dan
diakomodasi dalam proses pembelajaran. Pelibatan siswa dalam
perencanaan dan penentuan berbagai pilihan tindakan pembelajaran
dapat meningkatkan motivasi dan komitmen siswa untuk menekuni setiap
tugas pembelajaran. Disamping itu, strategi ini dapat mendorong tumbuh
dan berkembangnya jiwa demokratis serta kemampuan mengemukakan
dan menerima pendapat di kalangan siswa.
65
Pelaksanaan pembelajaran partisipatori dapat ditempuh melalui stra-
tegi sebagai berikut:

 Libatkan siswa dalam membuat perencanaan dan pilihan tindakan


yang diperlukan dalam proses pembelajaran. Misalnya, dalam memu-
tuskan mengenai strategi umum yang perlu ditempuh, sumber pem-
belajaran, cara-cara menyelesaikan tugas, bentuk dan tugas kelom-
pok, dsb.

 Gunakan berbagai teknik, seperti brainstorming, meta-plan,


diskusi kelompok fokus untuk mendorong semua siswa
mengemukakan gagasan masing-masing.

 Evaluasi setiap alternatif berdasarkan kelayakan (kemampuan,


sumberdaya, waktu, fasilitas), kemudian sepakati pilihan yang
dapat diterima semua pihak. Dimungkinkan setiap individu atau
kelompok memilih caranya masing-masing untuk mencapai
tujuan sepanjang berkontribusi pada pencapaian tujuan
pembelajaran.

 Dorong siswa melaksanakan alternatif tindakan secara


konsisten, namun tetap memberi peluang dilakukannya refleksi,
revisi, dan perubahan rencana tindakan.

6. Strategi Pembelajaran Scaffolding

Pembelajaran scaffolding merupakan praktik assisted learning, yakni


teknik pemberian dukungan belajar yang pada tahap awal diberikan secara
lebih terstruktur, kemudian secara berjenjang sebagai peranan guru dalam
mendukung perkembangan siswa dan menyediakan struktur dukungan
untuk mencapai tahap atau level berikutnya. Ketika pengetahuan dan
kompetensi belajar siswa meningkat, guru secara berangsur-angsur
mengurangi pemberian dukungan. Sesungguhnya, strategi pembelajaran
scaffolding mendorong siswa menjadi pelajar yang mandiri dan mengatur

66
diri sendiri (self-regulating). Jika siswa belum mampu mencapai
kemandirian, guru kembali ke sistem dukungan untuk membantu siswa
memperoleh kemajuan sampai mereka mampu mencapai kemandirian.

Beberapa keuntungan pembelajaran Scaffolding adalah:

 Memotivasi dan mangaitkan minat siswa dengan tugas belajar.

 Menyederhanakan tugas belajar sehingga bisa lebih terkelola


dan bisa dicapai oleh anak.

 Memberi petunjuk untuk membantu anak berfokus pada


pencapaian tujuan.

 Secara jelas menunjukkan perbedaan antara pekerjaan anak


dan solusi standar atau yang diharapkan.

 Mengurangi frustasi dan resiko.

 Memberi model dan mendefenisikan dengan jelas harapan


mengenai aktivitas yang akan dilakukan.

Teknik pembelajaran scaffolding dapat dilakukan dengan format: (1)


pemberian model perilaku yang diharapkan, (2) pemberian penjelasan, (3)
mengundang siswa berpartisipasi, (4) menjelaskan dan mengklarifikasi
pemahaman siswa, dan (5) mengundang siswa untuk mengemukakan
pendapat.

Secara operasional, strategi pembelajaran scaffolding dapat


ditempuh melalui tahapan berikut.

 Asesmen kemampuan dan taraf perkembangan setiap siswa


untuk menentukan Zone of Proximal Development (ZPD).

 Jabarkan tugas pemecahan masalah ke dalam tahap-tahap


yang rinci sehingga dapat membantu siswa melihat zona yang
akan di-scaffold.
67
 Sajikan tugas belajar secara berjenjang sesuatu taraf
perkembangan siswa. Ini dapat dilakukan dengan berbagai cara
seperti melalui penjelasan, peringatan, dorongan (motivasi),
penguraian masalah ke dalam langkah pemecahan, dan
pemberian contoh (modeling).

 Dorong siswa untuk menyelesaikan tugas belajar secara


mandiri.

 Berikan dukungan dalam bentuk pemberian isyarat, kata kunci,


tanda mata (reminders), dorongan, contoh, atau hal lain yang
dapat memancing siswa bergerak ke arah kemandirian belajar
dan pengarahan diri.

Dalam mengimplementasikan strategi-strategi pembelajaran yang di-


sarankan, guru harus selalu mengingat bahwa kegiatan pembelajaran
yang dilaksanakannya senantiasa diarahkan untuk pencapaian dampak
instruksional dan dampak pengiring. Dampak instruksional bermuara pada
kecerdasan intelektual (IQ), sedangkan dampak pengiring bermuara pada
kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). Untuk
keperluan itu, diharapkan guru dapat memilih dan merancang serta
mengembangkan media pembelajaran agar dapat memudahkan
pencapaian IQ, EQ, dan SQ tersebut.

Beberapa praktik penerapan strategi pembelajaran yang baik (good


practice) yang telah dilaksanakan di sekolah dikemukakan berikut ini.

 Dalam memilih dan menentukan strategi pembelajaran, pada


umumnya guru bidang studi melibatkan siswa, serta
menyesuaikan dengan tingkat kesulitan kompetensi dasar yang
terdapat dalam kurikulum. Di samping itu, dalam menentukan
strategi pembelajaran, guru juga mencermati tujuan
pembelajaran yang hendak dicapai, jumlah siswa yang terlibat

68
di dalam proses pembelajaran, serta lama waktu yang tersedia
untuk mencapai tujuan yang dimaksud.

 Pada umumnya guru bidang studi menyadari sepenuhnya


bahwa strategi pembelajaran yang dipilih adalah strategi yang
dapat membuat siswanya mempunyai keyakinan bahwa dirinya
mampu belajar dan dapat memanfaatkan potensi siswa seluas-
luasnya.

 Sejumlah guru telah berhasil menggunakan berbagai variasi


strategi pembelajaran dalam pencapaian kompetensi dasar
tertentu yang terdapat di dalam kurikulum. Misalnya dalam
pembelajaran bidang studi IPA, IPS, kesenian, atau olah raga
memadukan strategi kooperatif dengan berbasis masalah dan
strategi inquiry.

 Dengan memadukan strategi partisipatorik-penugasan, siswa


mampu berkreasi seni suara dengan baik serta menanggapi
beragam karya musik sesuai sifat dan karakteristik setiap jenis
musik.

 Semua strategi yang dipilih dan diterapkan oleh guru,


senantiasa diawali dengan pembacaan doa sebelum dan
sesudah berolahraga.

 Meskipun belum semua guru SMA unggulan telah menerapkan


strategi pembelajaran seperti yang diharapkan, namun sejumlah
guru telah berhasil menerapkan berbagai strategi pembelajaran
di sekolah masing-masing. Mereka mengakui bahwa selama ini,
strategi pembelajaran yang diberikan hanya sebatas pada
ceramah, diskusi, dan pemberian tugas.

69
E. Pemanfaatan Media dan Sumber Belajar

Untuk mendukung pembelajaran dengan baik, maka guru perlu dibekali


dengan pengetahuan dan keterampilan menggunakan berbagai media dan
sumber belajar. Pengetahuan dan pengalaman tersebut akan membantu guru
dalam menentukan media yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran.

Media dan sumber belajar yang disediakan guru hendaknya dapat


mendorong dan membantu siswa untuk melibatkan mental secara aktif melalui
beragam kegiatan, seperti kegiatan mengamati, bertanya, mempertanyakan,
menjelaskan, berkomentar, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, dan
sejumlah kegiatan mental lainnya.

Untuk keperluan itu, materi penggunaan media dan sumber belajar yang
diberikan dalam pelatihan tersebut meliputi:

 Pengenalan berbagai jenis media pembelajaran dan fungsinya


masing-masing dalam pembelajaran.

 Latihan mencari berbagai sumber belajar yang sesuai dengan


kompetensi dasar yang akan dicapai.

1. Sumber Situasi Nyata (Sumber Berbasis Lingkungan)

Situasi kehidupan nyata dan lingkungan sekitar yang ada di sekitar


siswa merupakan sumber belajar yang sangat penting dan dapat memberi
informasi dan pengalaman belajar yang tidak terbatas bagi siswa. Ada
banyak informasi, fakta, dan pengetahuan yang dapat digali situasi nyata
dan lingkungan sekitar guna mendukung rekonstruksi dan mempekaya
pemahan dan pengalaman belajar siswa.

2. Sumber Menggunakan Situasi Buatan

Guru tidak selalu mampu menyediakan situasi nyata. Kesempatan


untuk mengunjungi tempat-tempat yang menyajikan situasi nyata untuk
belajar seringkali tidak tersedia atau sulit dilakukan. Dalam keadaan
70
seperti ini, guru tetap dapat menghadirkan situasi kehidupan dan feno-
mena lingkungan dengan membuat situasi buatan. Situasi dan aktivitas
kelas ditata sedemikian rupa menyerupai apa yang terjadi dalam
lingkungan nyata. Dengan demikian, peningkatan pemahaman siswa
tentang berbagai ihwal kehidupan pasar, misalnya, dapat dilakukan guru
dengan menyediakan kegiatan simulasi, yakni membuat situasi buatan.
Pada kondisi ini, kelas dapat dirancang seperti pasar, sebagian siswa
berperan sebagai pembeli dan sebagian lainnya sebagai penjual.

Seperti juga pada model situasi nyata, pada model ini pun dapat
dibedakan menjadi situasi buatan dengan siswa terlibat langsung dan
situasi buatan dengan siswa tidak terlibat langsung.

3. Penggunaan Media Audio-Visual

Sumber belajar dapat pula dihadirkan melalui berbagai media, seperti


media audio-visual. Cara ini menyajikan contoh situasi nyata atau contoh
situasi buatan dalam sajian tayangan hidup (film, video). Tentu saja, cara
ini lebih mudah menjadi pengalaman belajar kalau sajian tayangan
mengandung unsur cerita yang berkaitan dengan pengalaman dan
imajinasi siswa. Guru dapat mencari dan menyeleksi film atau video yang
berisi ceritera atau laporan dokumenter yang sesuai atau ada kaitan
dengan pokok bahasan tertentu dalam mata pelajaran yang diasuh. Film
atau video seperti itu kemudian ditayangkan di kelas atau temta khusus
tertetu diikuti dengan diskusi bersama siswa sekaitan dengan tema dan
spot-spot cerita serta kaitannya dengan pokok bahasan mata pelajaran.

4. Penggunaan Media Visualisasi Verbal

Sumber belajar yang paling umum digunakan dalam mendukung


pemahaman mengenai pokok bahasan adalah melalui media visualisasi-
verbal. Cara ini banyak berkaitan dengan membaca buku pelajaran, buku
sumber, ensiklopedia, lembar kegiatan/kerja, cart, grafik, tabel. Pada
beberapa buku biasanya tidak hanya menyajikan uraian teks, tetapi juga
71
dilengkapi dengan beragam ilustrasi (gambar). Dengan demikian, siswa
yang memiliki daya abstraksi lemah dapat terbantu dengan keberadaan
ilustrasi/gambar tersebut.

5. Penggunaan Media Audio Verbal

Guru terbiasa menggunakan cara audio-verbal dalam bentuk cera-


mah. Pada keadaan ini, siswa senantiasa diam-pasif sambil
mendengarkan penjelasan guru. Kekurangan atau kelemahan cara ini
adalah sebagian siswa tidak mudah untuk menyamakan informasi yang
diceramahkan guru dengan pengetahuan awal siswa. Kalau keadaan ini
berkelanjutan, peristiwa belajar cenderung tidak berlangsung. Untuk
mengatasinya, guru harus mengurangi cara ini, atau kalau terpaksa perIu
berceramah cukup antara 20-25 menit saja dan diselingi dengan kegiatan
yang mendorong penggunaan indera “Lihat, Raba, Penciuman, Rasa”.
Materi yang diceramahkan pun perlu bersifat kontekstual dengan
pengalaman sebagian besar siswa.

6. Media Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Teknologi


Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Information and Communication
Technology (ICT) berfungsi sebagai bahan dan alat pembelajaran.
Sebagai bahan, TIK menjadi sebuah mata pelajaran yang diperkenalkan
mulai pada jenjang sekolah dasar sampai pada sekolah menengah atas.
Sebagai alat pembelajaran, guru dianjurkan untuk memanfaatkan fasilitas
TIK untuk memfasilitasi pembelajaran di kelas. Beberapa jenis yang
potensial dan sering digunakan sebagai alat bantu pembelajaran, misalnya
radio, televisi, dan komputer.

Media komputer memiliki banyak kelebihan dibandingkan media


lainnya. Di samping memudahkan dan memperlancar pekerjaan, seperti
mengetik, menganalisis, atau mendokumentasi data dan informasi, media
komputer juga dapat berfungsi sebagai perangkat untuk jaringan
72
komunikasi, seperti melalui internet, intranet, email, dan sebagainya. Oleh
karena itu, akhir-akhir ini komputer telah banyak dimanfaatkan sebagai
media pembelajaran, yang biasa disebut sebagai pembelajaran berbasis
komputer (PBK). PBK meliputi berbagai kegiatan belajar dan aplikasi
dengan menggunakan komputer. Dalam kegiatan pembelajaran, komputer
dapat berfungsi sebagai tutor, alat (tool), atau stimulator.

Penggunaan komputer sebagai media pembelajaran memiliki


beberapa keuntungan sebagai berikut:

 Siswa belajar sesuai kemampuan dan kecepatan masing-


masing.

 Siswa belajar menurut masalah yang dihadapinya.

 Siswa menerima balikan segera (instant feedback).

 Siswa merasa lebih bebas tanpa merasa diamati oleh orang


lain.

 Format pembelajaran dapat mencakup semua indera dan


aktivitas belajar, yaitu visual, audio, oral, dan gerak (kinestetik).

 Peluang untuk menyulang materi terbuka luas dan lebih banyak.

 Penjadwalan bisa lebih fleksibel apabila laboratorium komputer


diperlakukan sebagai sumber yang dapat diakses sendiri oleh
setiap siswa (self-access learning resources).

 Menawarkan materi dan kegiatan yang otentik dan interaktif.

Dari hasil pendampingan dan refleksi terhadap kemampuan guru


menggunakan media dan sumber belajar di dalam proses pembelajaran,
ditemukan sejumlah keberhasilan di samping sejumlah kendala
sebagaimana yang dipaparkan berikut ini.

73
F. Penilaian Hasil Belajar

Penilaian hasil belajar sebaiknya ditekankan pada proses pembelajaran


yang dilakukan oleh siswa, bukan untuk mengukur pada hasil semata. Bentuk
penilaian yang dianjurkan dalam pembelajaran efektif adalah penilaian
sebenarnya (authentic assessment). Yang paling ditekankan adalah bagaimana
guru senantiasa menyadari sejak awal bahwa tujuan akhir dari penilaian
pembelajaran adalah agar untuk mengukur dan menilai keberhasilan
pencapaian tiga jenis kecerdasan secara seimbang, yakni kecerdasan IQ, EQ,
dan SQ.

Beberapa prinsip penilaian dalam pembelajaran efektif yang perlu


diketahui oleh guru dalam menyusun dan melaksanakan penilaian sebagai
berikut berikut.

 Harus mengukur semua aspek pembelajaran, yaitu proses, kinerja,


dan produk.

 Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran


berlangsung.

 Menggunakan berbagai cara dan berbagai sumber. Tes hanya salah


satu alat pengumpul data penilaian.

 Menstimulasi muncul dan digunakannya cara berpikir divergen


(berpikir lateral, horisontal, sebagai lawan cara berpikir konvergen
dan vertikal) oleh siswa. Soal-soal atau tugas memancing munculnya
cara jawab atau cara penyelesaian yang bervariasi, bukan hanya
satu jawaban kunci.

 Tugas-tugas yang diberikan dan dijadikan bahan evaluasi siswa


haruslah mencerminkan bagian-bagian kehidupan siswa yang nyata
setiap hari. Mereka harus dapat menceritakan pengalaman atau
kegiatan yang mereka lakukan setiap hari.

74
 Penilaian harus menekankan pada kedalaman pengetahuan
(kualitas) dan keahlian siswa, bukan keluasannya (kuantitas).

Untuk menjalankan prinsip-prinsip penilaian, guru harus mempertim-


bangkan beberapa hal penting antara lain; (1) penilaian proses dan hasil, (2) pe-
nilaian berkala dan berkesinambungan, (3) penilaian yang jujur dan adil, dan (4)
memberikan penilaian secara seimbang terhadap kecerdasan IQ, EQ, dan SQ.

Komponen proses dan hasil belajar yang penting dinilai antara lain:

 Hasil ulangan harian dan ulangan umum. Biasanya dicatat dalam


buku rapor siswa.

 Tugas-tugas terstruktur biasanya dikumpulkan oleh guru dan


disimpan dalam map atau loker khusus.

 Catatan perilaku harian para siswa, biasanya tersimpan pada buku


khusus (catatan anekdot).

 Laporan kegiatan siswa di luar sekolah yang menunjang kegiatan


belajar, biasanya dikumpulkan oleh guru dan didokumentasikan.

Penilaian secara umum bertujuan untuk mengetahui kemajuan hasil


belajar siswa dan menetapkan tingkat penguasaan kompetensi suatu keahlian
tertentu sesuai dengan indikator yang dipersyaratkan standar kompetensi. Ber-
dasarkan hasil penilaian itu diberikan penghargaan kepada peserta didik dalam
bentuk rapor, ijazah, paspor keterampilan, atau sertifikat kompetensi. Bentuk
penilaian meliputi jenis tagihan seperti kuis, pertanyaan lisan di kelas, ulangan
harian, tugas individu, tugas kelompok, ulangan semester, kerja praktik/unjuk
kerja, pekerjaan rumah, atau bentuk tagihan pilihan ganda, uraian singkat,
laporan untuk kerja, portofolio, serta tagihan dalam bentuk soal yang akan
diberikan pada peserta didik.

75
BAB V

TATA TERTIB DAN KEDISIPLINAN DALAM MENDUKUNG


PENGEMBANGAN BUDAYA DAN IKLIM SEKOLAH

Tata tertib dan kedisiplinan sangat penting artinya dalam mewujudkan


budaya dan iklim sekolah yang kondusif melalui penciptaan kedisiplinan belajar.
Penelitian Moedjiarto (1990) mengungkapkan bahwa karakteristik tata tertib dan
kebijakan disiplin sekolah mempunyai hubungan yang signifikan dengan
prestasi akademik siswa. Pada dasarnya tata tertib dan disiplin merupakan
harapan yang dinyatakan secara eksplisit yang mengandung peraturan tertulis
mengenai perilaku siswa yang dapat diterima, prosedur disiplin, dan sanksi-
sanksinya (ESCN, 1987 seperti dikutip oleh Moedjiarto, 1990). Witte dan Walsh
(1990) mengemukakan dua dimensi penting kedisiplinan yang dilaksanakan
dalam sekolah efektif, yaitu: (1) persetujuan kepala sekolah dan guru terhadap
kebijakan disiplin sekolah, dan (2) dukungan yang diberikan kepada guru
bilamana mereka melaksanakan peraturan disiplin sekolah.

Disiplin sebenarnya bukan hanya sekedar aturan yang harus ditaati untuk
merubah perilaku siswa di sekolah dan bukan sekedar sarana yang digunakan
untuk mencapai tujuan, tetapi lebih dari itu untuk membentuk mental disiplin
kepada siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menciptakan kondisi sekolah
yang dapat membuat semua personil sekolah untuk taat dan patuh secara sadar
untuk mengikuti tata tertib yang ada disekolah tersebut. Misalnya tata tertib
untuk masuk sekolah jam 07.00-07.15. dan bila melewati jam tersebut pintu
gerbang sekolah ditutup rapat, siapapun tidak diperbolehkan untuk masuk ke
lingkungan sekolah jika terlambat, kecuali tamu yang akan berkunjung
kesekolah atau ada hal lain yang mendesak sehingga pintu gerbang sekolah
dapat dibuka. Aturan itu harus konsisten dilaksanakan dan diberlakukan kepada
semua personil sekolah termasuk guru, staf dan kepala sekolah.

76
Indikator-indikator yang perlu diperhatikan dalam menegakkan tata tertib
dan kedisiplinan meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu penyusunan tata tertib,
sosialisasi tata tertib, dan penegakan tata tertib.

A. Penyusunan Tata Tertib Sekolah

Beberapa pedoman umum dalam menyusun tata tertib sekolah


dikemukakan sebagai berikut.

1. Penyusunan tata tertib melibatkan atau mengakomodasi aspirasi


siswa dan aspirasi orangtua siswa yang dianggap sesuai dengan visi
dan misi sekolah.

2. Semua aturan disiplin dan tata-tertib yang berkaitan dengan apa yang
dikehendaki, dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan beserta sanksi
atas pelanggarannya, merupakan hasil kompromi semua pihak
(siswa, orangtua, guru, guru pembimbing, dan kepala sekolah).

3. Penyusunan tata tertib harus didasarkan pada komitmen yang kuat


antara semua unsur dan komponen sekolah dan konsisten dengan
peraturan dan tata tertib yang berlaku.

4. Tata tertib sekolah hendaknya tetap memberi ruang untuk


pengembangan kreativitas warga sekolah dalam mengespresikan diri
dan mengembangkan potensi dan kompetensi yang dimilikinya. Jika
perlu dibuat satu hari tertentu di mana pada hari itu siswa diberikan
kesempatan untuk berkreasi atau memberi saran kepada guru,
pegawai dan kepala sekolah dalam rangka pengembangan sekolah.

5. Tata tertib sekolah jangan hanya dibuat berupa konsep yang harus
dipatuhi oleh warga sekolah dengan sanksi yang sangat jelas yang
dapat membuat aturan menjadi kaku, tetapi bagaimana

77
mengkondisikan sekolah yang bisa membuat orang untuk tidak
melakukan pelanggaran.

6. Tata tertib yang ada jangan sampai hanya dilakukan untuk


menertibkan warga sekolah dari segi fisik saja, tetapi juga untuk
membentuk mental disiplin agar disiplin yang terjadi bukan
kedisiplinan semu yang dilakukan karena takut menerima sanksi,
tetapi lebih kepada kesadaran bahwa tata tertib itu memiliki nilai
kebenaran sehingga perlu untuk ditaati.

7. Aturan disiplin dan tata tertib beserta sanksi-sanksinya terutama


diarahkan untuk membangun budaya perilaku positif dan sikap
disiplin di kalangan siswa (self-dicipline) dan warga sekolah lainnya.
Di SD, sasaran seperti ini dapat diintegrasikan dalam mata pelajaran
pembiasaan pada kelas-kelas awal.

8. Aturan disiplin dan tata tertib beserta sanksi-sanksinya hendaknya


tetap memberi ruang bagi berkembangnya kreativitas dan sikap kritis
warga sekolah. Untuk siswa misalnya, perlu ada kesepakatan
mengenai batas wajar tentang perilaku yang dapat dikategorikan
nakal atau melanggar tata tertib.

9. Format penyusunan aturan disiplin dan tata tertib dapat dibuat dalam
berbagai bentuk. Contoh model yang dapat digunakan untuk siswa
adalah model penambahan skor dan pengurangan skor:

 Model penambahan skor. Dalam model ini, ditetapkan skor


denda maksimum, misalnya 100 poin, sebagai batas toleransi.
Siswa yang mencapai skor 100 akan terancam dikeluarkan dari
sekolah.

 Model pengurangan skor. Dalam model ini setiap siswa diberi


skor modal awal, misalnya 100 poin. Setiap pelanggaran akan

78
berakibat pengurangan skor, dan siswa yang mencapai skor
nihil akan terancam dikeluarkan dari sekolah.

Dalam model seperti yang disebutkan di atas, yang perlu diperhatikan


adalah konsekuensi yang muncul dari setiap penambahan dan/atau
pengurangan skor. Jangan sampai, mental disiplin yang ingin
ditanamkan menjadi hilang karena terlalu fokus pada skor yang ada.

10. Aturan disiplin dan tata tertib beserta sanksi-sanksinya dibuat dalam
bentuk tertulis dan disahkan oleh kepala sekolah, agar semua pihak
mengetahui dan memahami setiap butir aturan disiplin tersebut.

11. Selain peraturan tentang pemberian sanksi, sekolah juga dapat


membuat peraturan tentang pemberian penghargaan kepada warga
sekolah untuk memotivasi mereka mentaati disiplin dan tata tertib
sekolah.

B. Sosialisasi Tata Tertib

Pelaksanaan tata tertib sekolah sangat tergantung pada pemahaman


pihak-pihak terkait terhadap tata tertib yang disusun. Karena itu sosialisasi tata
tertib perlu dilakukan untuk memastikan bahwa semua pihak memahami dengan
baik isi tata tertib tersebut. Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam
melaksanakan sosialisasi tata tertib dikemukakan berikut ini.

1. Aturan disiplin dan tata tertib yang telah disusun, disepakati dan
disahkan kepala sekolah hendaknya disosialisasikan secara
berkelanjutan kepada seluruh warga sekolah, dalam hal ini siswa,
guru, orangtua siswa, pegawai, dan pengurus komite sekolah.
Sekolah perlu memastikan bahwa mereka memiliki pemahaman yang
sama tentang butir-butir tata tertib yang telah disepakati dan disahkan
tersebut. Sosialisasi untuk orang tua siswa dan pengurus komite

79
sekolah dapat dilakukan dengan cara mengirimkan tata tertib yang
telah dibuat dalam bentuk tertulis kepada mereka.

2. Butir-butir tata tertib sekolah dapat dibuat dalam bentuk poster


afirmasi yang dipajang di majalah dinding sekolah dan/atau lokasi-
lokasi strategis di lingkungan sekolah agar dapat senantiasa dilihat,
dibaca dan dipahami oleh seluruh warga sekolah.

C. Penegakan Tata Tertib

Kegiatan terpenting dalam menguji efektivitas tata tertib adalah pada


pelaksanaannya. Di sini terkait dengan sejauh mana upaya pihak sekolah dalam
menegakkan tata tertib yang telah disusun. Sebab betapapun baiknya tata tertib
tapi jika tidak ditegakkan secara konsekuen maka tidak akan banyak artinya
dalam pengembangan budaya dan iklim sekolah. Beberapa pertimbangan
dalam penegakan tata tertib dikemukakan berikut ini.

1. Disiplin dan tata tertib sekolah berlaku untuk semua unsur yang ada
disekolah tidak terkecuali kepala sekolah ataupun guru dan staf harus
patuh dan taat pada peraturan sekolah yang berlaku dan menjadi
komitmen yang kuat dan mengikat.

2. Sikap, perilaku, dan tindakan kepala sekolah, guru, dan warga


sekolah lainnya, hendaknya menjadi model dan teladan bagi
penegakan perilaku tertib dan disiplin di sekolah.

3. Memberikan penghargaan sebagai teladan kepada guru, siswa dan


staf yang tidak pernah melakukan pelanggaran selama kurun waktu
tertentu dan diumumkan secara aklamasi pada saat pelaksanaan
upacara.

4. Penegakan disiplin dilakukan secara bertahap kepada semua unsur


yang ada disekolah mulai dari peringatan, teguran, percobaan,

80
penundaan, demosi dan PHK atau dikeluarkan sampai masalah itu
terpecahkan atau dihilangkan.

5. Terhadap pelanggaran-pelanggaran, dengan cepat dilakukan


tindakan kedisiplinan.

6. Penegakan tata tertib terutama difokuskan pada upaya membantu


siswa dan semua warga sekolah untuk menyesuaikan diri dengan
setiap butir dalam aturan tata-tertib tersebut.

7. Penjatuhan hukuman (eksekusi) atas pelanggaran tata-tertib hendak-


nya disertai dengan penjelasan mengenai alasan dan maksud positif
dari pengambilan tindakan tersebut. Siswa yang menerima sanksi
harus dibantu memahami dan menerima bentuk sanksi tersebut
sebagai bentuk intervensi bagi kebaikan yang bersangkutan.

8. Sanksi penegakan tata tertib sekolah dilakukan kepala sekolah atau


wakil kepala sekolah urusan kesiswaan. Demi efektitas layanan BK di
sekolah guru pembimbing diharapkan tidak ditugaskan untuk
pemberian sanksi terhadap siswa.

9. Penegakan tata tertib merupakan bagian dan terintegrasi dengan


upaya membangun budaya perilaku etik dan sikap disiplin, baik di
lingkungan internal sekolah maupun di lingkungan luar sekolah.

10. Ada konsistensi/kesepakatan di antara para guru dan kepala sekolah


mengenai prosedur-prosedur dan bentuk hukuman bagi siswa
pelannggar disiplin dan tata tertib,

11. Eksekusi terhadap pelanggar tata tertib berat, khususnya yang


berkonsekuensi skorsing atau pemecatan, ditetapkan melalui
pertemuan konferensi kasus (case-conference) yang diikuti oleh
kepala sekolah, guru, konselor sekolah, pengurus OSIS, dan wakil
komite sekolah.

81
12. Eksekusi terhadap pelanggar tata tertib berat yang berkonsekuensi
skorsing atau pemecatan dilakukan oleh kepala sekolah setelah
semua upaya persuasi untuk perbaikan perilaku telah dilakukan
secara maksimal.

13. Penghargaan dapat diberikan kepada warga sekolah dalam rangka


penegakan tata tertib sekolah seperti pemberian reward kepada
mereka yang tidak pernah melakukan pelanggaran selama tiga bulan,
satu semester sampai satu tahun.

14. Orangtua siswa perlu diberikan pemhamanan tentang kebijakana


sekolah tentang kedisiplinan agar orang tua merasa dihargai dan
dilibatkan sehingga dapat memberikan dukungan terhadap dukungan
pelaksanaan tata tertib sekolah.

82
BAB VI

PENGHARGAAN DAN INSENTIF

DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA DAN IKLIM SEKOLAH

A. Konsep Pemberian Penghargaan dan Insentif

Penelitian Moedjiarto menemukan signifikansi karakteristik ini dalam


menciptakan sekolah efektif. Dijelaskan oleh Reynolds (1990), sekolah yang
sukses menyadari bahwa pemberian penghargaan jauh lebih penting ketimbang
menghukum atau menyalahkan siswa. Hal ini dinilai oleh Reynolds sebagai
suatu strategi motivasi yang penting untuk meningkatkan citra diri (self-image)
siswa dan berkembangnya atmosfir yang bersahabat dan suportif. Penghargaan
dan insentif mendorong munculnya perilaku positif dan, dalam beberapa hal,
mengubah perilaku siswa (dan juga guru).

Agar budaya dan iklim sekolah kondusif dan tercipta harmonisasi kerja, di
sekolah perlu dibangun suasana keterbukaan, obyektivitas penilaian, dan
tentunya upaya mewujudkan kesejahteraan anggota. Berilah penghargaan yang
sesuai untuk guru, karyawan dan siswa yang benar-benar pantas untuk mereka
terima sebagai hadiah atas usaha dan hasil kerja mereka. Dengan pendekatan
manusiawi, saling asah-asih dan asuh sangat diyakini kepemimpinan kepala
sekolah dalam menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif akan
tercapai dan hal ini akan sangat menunjang pencapaian tujuan sekolah yang
telah ditetapkan.

Personil sekolah tidak pernah bosan dengan penghargaan. Dalam konteks


psikologi, mereka sepertinya tidak kenyang atau merasa dipuaskan dengan
penghargaan, seperti halnya tidak pernah kenyang dengan makanan dan uang.
Dalam beberapa hal, semakin banyak penghargaan yang mereka peroleh maka
akan semakin banyak juga yang mereka inginkan. Untungnya tidak sulit

83
menghargai seseorang dan terdapat banyak cara untuk melakukan hal tersebut.
Beberapa cara paling mudah dan terjangkau untuk menghargai seseorang:

1. Praktekkan pemberian penghargaan yang berkonsentrasi dan fokus


pada memanggil guru staf atau siswa yang layak untuk menerima
penghargaan ke kantor anda dan mengucapkan terima kasih karena
melakukan pekerjaan yang bagus. Interaksi tersebut difokuskan
hanya pada penghargaan dan tidak pada hal lain sehingga
pengaruhnya tidak berkurang karena membahas masalah lain.

2. Siapkan tropi dan berikan kepada mereka yang paling layak


menerimanya baik untuk siswa, guru maupun staf. Tuliskan nama
orang itu pada tropi dan berilah nama julukan di belakangnya. Untuk
membantu memastikan keadilan dan dukungan, pada akhir bulan
biarkan penerima memilih anggota berikutnya untuk diberi
penghargaan dan jelaskan mengapa dia dipilih.

3. Hargai mereka yang ditempatkan di tempat lain dan tidak punya


kesempatan untuk sering ke ruang kepala sekolah. Atasi masalah
”jauh di mata, jauh di pikiran” dengan faksimile, e-mail, atau
meninggalkan voice mail untuk orang dengan kata ”terima kasih atas
kerja yang baik.”

4. Tulis cacatan kecil yang menghargai kontribusi seseorang pada


periode gaji terakhir dan lampirkan catatan tersebut pada daftar gaji
seseorang.

5. Saat anda mendapat promosi, akui peran yang dimainkan oleh


guru,staf dan siswa pendukung anda dengan mengajak mereka
makan siang atau makan malam yang indah.

6. Ambil foto seseorang yang sedang diberi selamat oleh kepala


sekolah atau orang yang berwewenang karena prestasi yang diraih.

84
Berikan foto tersebut kepadanya dan tempatkan foto sejenis lainnya
pada lokasi menyolok agar dapat dilihat oleh semua orang.

7. Undang tim kerja atau personil sekolah ke rumah anda pada hari
sabtu atau hari lain untuk merayakan keberhasilan dalam
melaksanakan tugas atau pencapaian hasil kinerja sekolah.

8. Hargai keahlian menonjol atau keahlian individu dengan menugaskan


mereka menjadi mentor personil lainnya agar dapat menunjukkan
kepercayaan dan hormat anda kepadanya.

9. Jika anda mendengar ucapan positif mengenai seseorang, ulangi hal


tersebut pada orang yang bersangkutan secepat mungkin.

10. Terus memperhatikan jenis pujian dan penghargaan yang paling


disukai oleh seluruh personil sekolah dan gunakan sesering mungkin
pada mereka pada saat yang tepat.

11. Perhatikan semua orang yang melakukan hal yang benar dan
beritahu mereka kalau pekerjaan itu baik dan benar.

12. Sistem penghargaan upah/insentif yang dikombinasikan dengan


penghargaan sosial dan umpan balik untuk kinerja guru, staf dan
siswa yang dilakukan secara sistematik, akan meningkatkan kinerja
mereka lebih baik dari pada yang tidak mendapatkan perlakuan yang
sama.

13. Masih banyak lagi bentuk-bentuk penghargaan yang bisa diterapkan


di sekolah dalam memotivasi personil sekolah untuk berprestasi.

Penghargaan sangat penting untuk meningkatkan produktifitas kerja dan


untuk mengurangi kegiatan yang kurang produktif. Melalui penghargaan ini
guru, staf dan siswa dirangsang untuk meningkatkan kinerja positif dan
produktif. Penghargaan ini akan bermakna jika dikaitkan dengan prestasi guru,
staf dan siswa secara terbuka, sehingga mereka memiliki peluang yang sama

85
untuk berprestasi. Penghargaan ini perlu dilakukan secara tepat, efektif dan
efesien, agar tidak meninmbulkan dampak negatif.

Insentif sedikit berbeda dengan imbalan, insentif adalah sesuatu yang


ditentukan dimuka sementara imbalan/hadiah diberikan setelah kita
menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan karena insentif ditujukan untuk
memotivasi karyawan maka karyawan harus tahu hal ini sejak awal. Syarat-
syarat insentif sebaiknya menjadi bagian dari perencanaan kinerja. Akses untuk
melaksanakan pelatihan, promosi jabatan, sedikit kenaikan upah, bahkan
makan malam yang menyenangkan dapat menjadi insentif yang berbiaya
rendah dan paling berharga bagi guru, staf dan siswa. Kenyataannya bonus
yang besar dapat berakibat negatif jika tidak diterapkan dengan tepat karena
dapat menimbulkan konflik diantara guru, staf dan siswa dalam organisasi.

Penghargaan dan insentif diberikan dalam beberapa cara. Mortomore, dkk.


(1988) sebagaimana dikutip Mortimore (1993) mengidentifikasi beberapa cara
yang dilakukan oleh sekolah efektif dalam pemberian insentif, seperti memberi
penghargaan kepada individu yang menunjukkan pekerjaan atau perilaku yang
baik dan penghargaan yang diberikan berdasarkan prestasi dalam kegiatan
olahraga dan sosial. Bentuk-bentuk penghargaan kepada guru dan siswa
berprestasi dapat berupa materil, seperti pemberian hadiah, dan nonmateril,
seperti pemberian sertifikat penghargaan dan lencana.

Penghargaan nonmateril dapat pula diberikan dalam bentuk nominasi guru


terbaik dan siswa terbaik secara berkala (misalnya: mingguan, bulanan,
semesteran, atau tahunan) dan diumumkan secara luas di sekolah yang
bersangkutan dengan cara menempel label yang memuat hasil nominasi
tersebut pada semua sudut sekolah. Bentuk-bentuk penghargaan ini dengan
sendirinya membangkitkan dan menularkan semangat kerja dan meningkatkan
etos kerja bagi guru dan menumbuhkan minat dan semangat belajar bagi siswa.

86
B. Bentuk-Bentuk Penghargaan dan Insentif

Menurut Winardi Bentuk-bentuk penghargaan atau insentif dapat


diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Material berupa gaji atau upah, kenaikan gaji/upah, rencana-rencana


bonus, rencana-rencana perangsang;

2. Imbalan diluar gaji berupa istirahat kerja, dan bonus;

3. Penghargaan sosial berupa penghargaan informal, pujian, senyum,


umpan balik evaluatif, isyarat-isyarat nonverbal, tepukan dibahu,
meminta saran, undangan minum kopi bersama atau makan
bersama, penghargaan formal, dan plakat dinding.

4. Tugas itu sendiri seperti perasaan berprestasi, pekerjaan dengan


tanggung jawab lebih besar, rotasi kerja, dan sebagainya;

5. Diterapkan sendiri berupa penghargaan terhadap diri sendiri, pujian


untuk diri sendiri, ucapan selamat untuk diri sendiri.

C. Indikator-Indikator yang Perlu diperhatikan dalam Pemberian


Penghargaan dan Insentif

Indikator-indikator yang perlu diperhatikan dalam pemberian penghargaan


dan insentif sebagai berikut:

 Sekolah memiliki prosedur pemberian penghargaan dan insentif


terhadap guru, staf, dan siswa yang berprestasi.

 Prestasi yang tinggi dari siswa mendapatkan penghargaan dari


sekolah.

 Prestasi yang tinggi dari guru dan staf mendapatkan penghargaan


dari sekolah.

87
 Dinas Pendidikan kabupaten/kota mengambil peran nyata dalam
pemberian penghargaan atas prestasi siswa dan guru yang tinggi.

 Penghargaan dan hadiah ditentukan berdasarkan prestasi yang diraih


dan memberikan kesempatan pada siswa untuk meraihnya.

 Guru mendapatkan insentif atas pekerjaan tambahan yang dilakukan.

 Setiap siswa, staf, atau guru yang mendapatkan penghargaan atas


prestasi yang membanggakan diumumkan dan, jika perlu, dirayakan.

 Staf atau guru yang telah menunjukkan kinerja yang unggul diberi
prioritas untuk menikmati kesempatan promosi atau pilihan program
lain untuk pengembangan karier.

 Penghargaan harus segera dilakukan kepada guru, siswa atau staf


yang berprestasi dalam bentuk royalti sebagai uang muka sebelum
tugas/pekerjaan mereka selesaikan.

 Memberikan penghargaan atau insentif yang setara dengan prestasi


atau hasil kerja yang dilakukan oleh guru, siswa dan staf.

 Penghargaan atau insentif yang diberikan kepada guru, siswa dan


staf dapat dilakukan dalam bentuk umpan balik yang segera, agar
mereka dapat mendapatkan informasi yang langsung dan jelas
mengenai hasil karya dan efektifitas kerjanya serta sekaligus akan
memotivasi mereka untuk berkarya dan bekerja lebih baik lagi.

 Memberikan penghargaan yang positif kepada guru, siswa dan staf


atas tindakan yang mereka anggap menguntungkan dan bukan
memberikan hukuman atau sangsi jika sebaliknya. Karena ini akan
menimbulkan dampak seperti perilaku konflik yang menyebabkan
guru, siswa dan staf menghindari dalam bentuk tidak hadir.

88
 Melakukan promosi secara adil berdasarkan mutu dan kualitas
kompetensi yang dimiliki oleh guru, siswa dan staf dan tidak diwarnai
oleh faktor-faktor lain atau kepentingan tertentu.

 Imbalan atau insentif yang diberikan kepada guru, siswa dan staf
dapat dilakukan dalam berbagai bentuk selain materi, penguatan juga
dapat dilakukan dalam bentuk pujian, penugasan untuk
melaksanakan tugas-tugas yang menyenagkan, kondisi kerja yang
lebih baik, dan waktu luang lebih banyak juga dapat merupakan
wujud dari imbalan atas hasil kerja yang dilakukan

 Otonomi dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan kepada guru dan


staf merupakan salah satu bentuk penghargaan.

 Penghargaan kepada guru yang berprestasi diumumkan dan


dipajang pada papan pengumuman seperti papan guru dan siswa
yang berprestasi setiap setiap bulan.

 Menggunakan penghargaan dan insentif sebagai hadiah atau


ganjaran sebagai teknik manajemen dalam pelaksanaan kinerja guru
dan staf serta hasil karya bagi siswa.

89
BAB VII

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH

DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA DAN IKLIM SEKOLAH

Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu karakteristik yang


paling konsisten hubungannya dengan prestasi belajar. Temuan penelitian
Heck, dkk. (1991) menunjukkan bahwa prestasi akademik dapat diprediksi
berdasarkan pengetahuan terhadap perilaku kepemimpinan pengajaran kepala
sekolah. Menurut Townsend (1994), proses kepemimpinan mempunyai
pengaruh terhadap semua aspek kinerja sekolah. Lebih spesifik, kepemimpinan
pengajaran berperan dalam kegiatan pembinaan personil guru, perlindungan
sekolah dari tekanan eksternal yang kurang mendukung, pemantauan prestasi
sekolah, penyediaan waktu dan energi untuk perbaikan sekolah, pemberian
dukungan kepada guru, dan pencarian sumber daya ekstra untuk sekolahnya
(Mortimore, 1993).

Menjadi pemimpin sekolah yang dapat menciptakan budaya dan iklim


sekolah didasarkan pada asumsi bahwa para pemimpin sekolah adalah orang-
orang yang mampu mengespresikan diri sepenuhnya atau dengan kata lain
mereka mengetahui siapa diri mereka, apa kekuatan mereka dan mengimbangi
kelemahan mereka, mengetahui keinginan dan harapan mereka dan mengapa
dia menginginkan hal itu, bagaimana cara mengemukakan keinginan tersebut
kepada personil sekolah guna memperolah kerja sama dan mendapatkan
dukungan dari personil sekolah. Akhirnya kepala sekolah tahu bagaimana cara
mencapai sasaran mereka. Kunci untuk ekspresi diri adalah pengetian tentang
diri sendiri dan dunia kerja serta lingkungan sekolah dimana kita berada. Dan
kunci untuk pengertian adalah belajar dari kehidupan dan pengalaman pribadi.

90
Dewasa ini orang bekerja cenderung mencari lebih dari sekedar gaji,
mereka ingin diperlakukan sebagai manusia. Kondisi ini mungkin kedengaran
klise tetapi banyak pemimpin yang kurang menyadari hal ini.

Inti budaya dan iklim sekolah yang bersemangat adalah terletak pada
kualitas hubungan antara individu dalam sebuah komunitas sekolah dan
kepercayaan, penghormatan serta pertimbangan yang ditunjukkan oleh kepala
sekolah kepada guru, staf dan siswa setiap harinya. Untuk memaksimalkan
potensi personil sekolah terutama tergantung pada bagaimana seseorang
diperlakukan, diberi inspirasi dan ditantang untuk menghasilkan prestasi kerja
terbaik mereka dengan dukungan sumber daya serta bimbingan yang diberikan
oleh kepala sekolah untuk membantu menjadikan performa personil sekolah
menjadi luar biasa.

Sejauh mana budaya dan iklim sekolah dalam bidang kepemimipin


sekolah dapat memberdayakan atau malah menghambat potensi yang ada.
Cuntoh sederhana yang dapat dilakukan dalam menggairahkan iklim sekolah
adalah dengan sesekali mengadakan perayaan untuk membangun moral atau
budaya sekolah yang bisa menghasilkan perubahan, memberikan jadwal yang
pleksibel atau peralatan terbaik untuk melaksanakan tugas dengan benar. Hal
ini mungkin akan memerlukan biaya yang tidak sedikit, tetapi cara ini tidak akan
percuma dilakukan jika dapat menghasilkan produktifitas kerja yang meningkat.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah dalam
melaksanakan kepemimpinan di sekolah sehingga tercipta iklim dan buaya
sekolah yang kondusip:

A. Membangun Moral Kerja

Dalam menciptakan budaya dan iklim sekolah, salah satu faktor yang
paling menentukan adalah membangkitkan semangat orang-orang yang berada
dalam lingkungan sekolah khususnya guru, staf dan siswa. Hal ini disebabkan

91
karena moral dapat memberikan dampak langsung terhadap kualitas sekolah
dan dapat meningkatkan prestasi belajar bagi siswa serta meningkatkan
profesionalitas para guru dan staf dalam melaksanakan tugas-tugas mereka.

Kepala sekolah selaku pimpinan dalam lingkungan organisasi sekolah harus


mengetahui apakah hubungan mereka dengan guru, staf, siswa, komite, orang
tua dan masyararat terjalin dengan baik atau tidak? Hal ini dapat dilakukan
melalui jawaban dari pertanyaan-pertanyaan berikut.

1. Apakah personil sekolah merasa bebas memberikan pendapat


mereka dan mengetahui bahwa pendapat mereka dihargai?

2. Apakah mereka yakin bahwa mereka mendapatkan informasi yang


tepat waktu tentang hal-hal yang berhubungan dengan program-
program sekolah dan tugas mereka?

3. Apakah anda dapat membangkitkan komitmen mereka atau mereka


tidak merasa dirinya sebagai bagian dari sekolah?

4. Apakah anda dapat memahami kebutuhan mereka dan menjalin


hubungan saling pengertian diantara mereka untuk meraih saran-
saran dalam meningkatkan kualitas kerja mereka?

5. Apakah anda memberikan kesempatan bukan hanya dalam


melaksanakan tugas tetapi juga memberikan efek sehingga mereka
tanggap dan berusaha untuk memastikan apa yang telah terjadi?

6. Apakah anda pernah menyentuh hati mereka untuk memberikan


yang terbaik dari hasil kerja dan karya mereka selama ini?

Jika jawaban terhadap pertanyaan tersebut menunjukkan sikap bahwa kita


peduli terhadap mereka dan membutuhkan suasana gembira, akan memberikan
motivasi yang paling kuat bagi mereka. Karena ketika semua unsur dan personil
sekolah merasa senang dan semangat yang tercipta lahir dari iklim dalam
budaya sekolah maka mereka akan lebih produktif.

92
Personil sekolah akan lebih menerima program-program sekolah yang
telah disusun bersama, jika mereka yakin bahwa kepala sekolah benar-benar
perduli secara pribadi setiap hari di sekolah dan sikap peduli ini diwujudakan
dengan ekspresif lewat mimik wajah yang mendukung atau ucapan-ucapan
selamat dan sekali-sekali diberikan hadiah atau bonus pada saat moment
penting seperti pada perayaan ulang tahun akan menambah semangat dan
motivasi mereka untuk selalu berbuat yang terbaik.

Cara terbaik untuk mendukung moral kerja personil dalam lingkungan


sekolah dan untuk menginspirasi mereka sehingga memiliki kinerja prima
adalah dengan cara meyakinkan mereka dengan segala yang anda lakukan dan
bersikap dengan sepenuh hati bahwa anda sangat mendukung mereka. Karena
pada dasarnya setiap orang ingin merasa berguna atau penting bagi orang lain.

Uang bukanlah satu-satunya cara yang dapat meningkatkan produktivitas


kerja seseorang tetapi lebih dari itu memberikan kepercayaan kepada mereka
akan menemukan kembali nilai kesetiaan mereka, dan nilai kesetiaan ini
merupakan modal yang paling berharga dalam mencapai produktivitas kerja
yang lebih baik karena lahir dari rasa memiliki yang tertanam dalam benak
mereka.

B. Kebijakan dan Prosedur

Cukup banyak sekolah yang berhasil memiliki cara mudah untuk


membangkitkan semangat guru dalam mengajar, semangat staf dalam bekerja
dan semangat siswa dalam belajar dan berprestasi dengan cara meminimalisir
beberapa kebijakan dan prosedur yang dapat menghambat upaya untuk
menjadikan personil sekolah bersemangat dan menggantikannya dengan
kebijakan dan prosedur yang lebih sederhana dan tidak menghambat.

93
Sekolah yang memiliki budaya dan iklim yang baik menyadari bahwa
person sekolah yang dapat dipercaya untuk melakukan apa yang benar ketika
mereka di izinkan untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri.

Menurut Bob Nelson (2007), ada beberapa saran dalam menetapkan kebijakan
dan prosedur kerja dalam organisasi sebagai berikut:

1. Dalam hal kebijakan, lebih singkat dan sederhana adalah lebih baik
dari pada lebih panjang dan rumit.

2. Setiap kali anda menetapkan satu kebijakan baru, hapuslah dua


kebijakan lama.

3. Pastikan kebijakan dan prosedur organisasi disusun untuk melayani


para karyawan dan pelanggan anda bukan hanya organisasi anda
saja.

4. Waspadai kemungkinan menetapkan kebijakan atau prosedur baru


sebagai reaksi terhadap suatu insiden tunggal, mungkin saja
masalahnya tidak pernah muncul lagi.

5. Seberapa besarpun ukuran organisasi, tidak ada kebijakan tunggal


yang uraiannya terdiri lebih dari satu halaman.

Penetapan kebijakan di atas dapat diadopsi dalam lingkungan budaya


sekolah apabila ditunjang oleh struktur organisasi sekolah yang baik.
Karakteristik struktur organisasi sekolah yang baik adalah jika struktur tersebut
dapat menghasilkan kerja yang baik dan tidak berbelit-belit. Karena jika person
sekolah merasa tidak senang otomatis akan memberikan hasil kerja dan karya
yang buruk, hal ini merupakan efek dari kebijakan dan prosedur kerja yang
kurang baik.

Hubungan yang dibangun dalam budaya dan iklim sekolah yang


berdasarkan atas hubungan saling percaya, saling menghormati dan mau
mendengarkan pendapat orang lain serta dapat mengekspresikan diri dalam

94
tugas dan karya adalah sarana yang kuat bagi personil sekolah untuk
mendapatkan apa yang mereka inginkan.

C. Tujuan yang Jelas dan Sasaran yang Didefinisikan dengan Baik

Gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam mencitakan budaya dan iklim


sekolah yang kondusif akan memberdayakan seluruh personil sekolah sebagai
tim kerja. Dengan pemberdayaan ini akan memberikan semangat yang kuat
diantara personil sekolah, karena mereka dapat mengendalikan dan memberi
efek pada pekerjaannya. Membangun iklim seperti ini bukanlah sesuatu yang
dapat dilakukan dengan instant, karena harus ditumbuhkan dalam kondisi yang
menyenangkan.

Agar tercipta sebuah tim work yang baik dalam lingkungan sekolah, maka
setiap setiap personil sekolah sebagai bagian dari anggota tim perlu memiliki
maksud dan tujuan yang jelas serta menetapkan sasaran sekolah dengan
melibatkan seluruh anggota agar mereka mengetahui dan paham apa tujuan
dan sasaran sekolah.

Dengan tujuan sekolah yang jelas dan sasaran-sasaran sekolah yang


didefinisikan dengan baik serta diketahui setiap anggota sekolah dan melibatkan
mereka sepenuhnya dalam program-program sekolah akan memberikan hasil
kerja yang lebih baik dan berkualitas. Misalnya tim guru bidang studi di sekolah
dapat menunjukkan kualitas kerja tim yang tinggi jika mereka memiliki maksud
dan tujuan yang jelas, menetapkan sasaran-sasaran, metode dan strategi
mengajar yang tepat dalam proses belajar mengajar, serta mengetahui posisi
mereka dalam tim atau prinsip-prinsip operasional dalam tim tersebut. Ketika
batasan-batasan ini tidak jelas dan tidak di ingatkan secara rutin maka tim akan
kehilangan semangat dan komitmennya.

Beberapa saran yang diajukan oleh Nelson (2007) dalam menentukan


tujuan yang jelas dan sasaran didefinisikan dengan baik adalah sebagai berikut;

95
1. Tentukan misi bagi tim, hal ini akan mendefinisikan maksud anda dan
menetapkan batasan-batasan bagi cakupan cakupan kerja tim.

2. Pastikan agar tim mengembangkan sasaran-sasaran yang spesifik


dan agar tim secara berkala mengevaluasi serta memperbaharui
sasaran-sasarannya.

3. Nyatakan maksud dan aturan-aturan tim untuk operasionalnya pada


setiap rapat.

4. Jelaskan bahwa semua orang berada dalam tim yang sama.


Hindarkan praktik-praktik yang menghasilkan anggapan bahwa
sebagian orang adalah tim kelas satu dan anggota tim yang lain
adalah tim kelas dua.

Selanjutnya Jon R. Katzenbach dan Douglas K. Smith yang dikutip Nelson


(2007) menyarankan enam hal penting bagi pemimpin dalam membangun
semangat tim dalam organisasi sebagai berikut:

1. Pastikan agar maksud, sasaran serta pendekatan relevan dan


bermakna.

2. Bangun komitmen serta keyakinan.

3. Kuatkan perpaduan dan tingkatkan keterampilan.

4. Kelola hubungan dengan orang luar, termasuk mengatasi hambatan.

5. Ciptakan kesempatan bagi orang lain.

6. Lakukan pekerjaan yang nyata.

Beberapa saran di atas dapat di adopsi oleh pemimpin sekolah dalam


menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif.

96
D. Membangun Semangat Kerja yang Solid

Untuk membangun semngat kerja yang solid dalam sebuah komunitas


sekolah bukan hanya memberikan tugas atau menempatkan mereka pada
posisi dan jabatan yang sesuai dengan potensi mereka tetapi lebih dari itu.
Untuk menciptakan sekolah yang sukses dan memiliki kualitas perlu adanya
proses pembentukan budaya, moral dan perilaku yang tidak bertentangan
dengan falsafah bangsa yang diwarnai kecerdasan intelektual, emosional dan
spritual. Selain itu juga sekolah yang sukses diwarnai oleh semangat yang
menarik para personil sekolah sebagai satu unit yang utuh, dimana mereka
dapat berkontribusi untuk mencapai sutu tujuan dan sasaran bersama.

Banyak cara untuk dapat membangun semangat kerja yang solid dalam
organisasi sekolah seperti dengan cara membangun budaya dan menciptakan
iklim bekerja sama dengan penuh semangat, mengejar sasaran ketika mereka
terdorong oleh visi dan misi sekolah yang jelas dengan kekuatan serta
ketersedian sarana belajar yang memadai untuk mencapai tujuan sekolah.
Kekuatan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah kerja sama dan semangat
kerja yang solid diantara personil sekolah.

Berikut beberapa cara yang dapat ditempuh sekolah untuk membangkitkan


semangat personil sekolah dalam membangun budaya dan iklim sekolah yang
memiliki semangat yang solid adalah:

1. Mengajak seluruh personil sekolah seperti guru, staf, dan siswa juga
orang tua siswa, komite dan masyarakat dalam jamuan makan siang
bersama di sekolah dan menyatakan hal-hal yang berhubungan
dengan program sekolah terutama jika terjadi perubahan dalam
program dan lingkungan sekolah dan melibatkan mereka dalam
proses perubahan tersebut.

2. Senantiasa mengkomunikasikan segala informasi baru kepada


seluruh personil sekolah terutama hal-hal yang menyangkut
peningkatan mutu dan kualitas pendidikan di sekolah.
97
3. Senantiasa mendorong mereka untuk memperbaiki proses, prosedur
atu aspek-aspek yang berkaitan dengan peningkatan proses belajar
mengajar baik itu di dalam kelas dan lingkungan sekolah maupun di
luar sekolah.

4. Kepala sekolah senantiasa dapat menunmbuhkan dan mendukung


pertumbuhan pribadi maupun profesionalisme guru, staf dan siswa
dalam berprestasi dan membangun sekolah yang berkualitas dalam
iklim dan suasana yang menyenangkan.

E. Kepemimpinan dalam Pemberdayaan, Kemandirian dan Otonomi

Setiap orang ingin diperlakukan sebagai bagian dari organisasi demikian


halnya di dalam sekolah, setiap personilnya ingin dipercaya dan dihargai.
Kepemimpinan kepala sekolah yang menekankan pada pemberdayaan dalam
budaya dan iklim sekolah akan memberikan kesempatan, tanggung jawab dan
kewenangan kepada personil sekolah untuk melaksanakan segala sesuatu
menurut cara mereka sendiri dan diberi kesempatan dalam pengambilan
keputusan dengan resiko dari efek keputusan yang dilakukan, akan membuat
mereka lebih senang dalam bekerja dan berkarya.

Tidak ada yang dapat memompa personil sekolah lebih total, kecuali
inisiatif pribadi atau usaha kerasnya untuk memberikan hasilkerja dan karya
yang lebih baik jika mereka dihargai, diberikan kebebasan untuk mandiri. Akan
masuk akal jika para kepala sekolah mengetahui bahwa pemberdayaan,
kemandirian dan otonomi yang besar kepada seluruh personil sekolah akan
meningkatkan produktifitas mereka, meskipun sekali-sekali mereka membuat
kesalahan bukan berarti mereka gagal dalam tugas, mungkin saja itu awal dari
keberhasilan yang tertunda.

98
Faktor-faktor yang dapat diperhatikan oleh kepala sekolah dalam
menerapkan prinsip-prinsip pemberdayaan, kemandirian dan otonomi dalam
kepemimpinan kepala sekolah sebagai berikut:

1. Ketika guru dan staf menunjukkan hasil kerja atau karya yang baik
dan meraih sukses/prestasi, berilah dia kesempatan untuk
melaksanakan kerja berikutnya.

2. Jika memungkinkan untuk memberikan mereka fleksibilitas jam kerja,


maka fokuskan pada hasil kerja atau karya mereka bukan pada
kehadiran mereka.

3. Jika mereka memiliki kinerja yang tinggi, beri kesempatan kepada


mereka bekerja dirumah dan menetapkan jadwal mereka sendiri.

4. Untuk menjalin iklim dan hubungan yang baik antara kepala sekolah
dengan guru, staf dan siswa, maka hubungan antara mereka harus
jelas baik dari segi struktur maupun wewenang dan tanggung jawab
mereka agar mereka lebih fokus dalam melaksanakan tugas dalam
bidangnya.

F. Komunikasi, Inisiatif dan Fleksibilitas

Apa yang membuat budaya dan iklim sekolah menjadi lebih baik dan
kondusif? Dasarnya adalah implementasi kepemimpinan sekolah yang
menghargai inisiatif personil sekolah sehingga semangat dan tanggung jawab
moral dalam bekerja dan berkarya tumbuh dan berkembang dan secara
otomatis produktivitas kerja mereka akan meningkat. Seperti semua inisiatif
yang lain, kepemimpinan yang bagus adalah kunci untuk implementasi yang
afektif. Bila perubahan sistemik dilaksanakan tanpa perubahan budaya dan iklim
organisasi sekolah, implementasinya sering gagal dan kembali ke keadaan
sebelumnya.

99
Insiatif yang dibangun dari proses komunikasi terbuka, hasil diskusi dan
tukar pikiran akan menambah semangat mereka dalam bekerja. Contoh kongkrit
dapat dilihat dari peran guru dalam proses belajar mengajar yang cukup
komunikatif dan memiliki inisiatif-inisiatif yang senantiasa dikomunikasikan
dengan kepala sekolah dan guru lainnya akan tampil prima dan produktif dalam
melaksanakan peran mereka dan hal ini sangat mendukung guru di lapangan
dan proses belajar-mengajar secara maksimal dapat ditentukan oleh informasi-
informasi baru yang diperoleh.

Komunikasi merupakan mata rantai yang paling penting dalam


mempersatukan sebuah komunitas sekolah, karena melalui komunikasi dapat
diperoleh informasi secara vertikal maupun horisontal. Budaya dan iklim sekolah
yang membangun komunikasi diantara personil sekolah akan membentuk
hubungan yang lebih baik diantara mereka sekaligus memberikan informasi
dalam perbaikan proses, metode dan strategi, evaluasi dan hasil serta kualitas
mutu pendidikan secara kontinu.

Cukup banyak sekolah yang berhasil menemukan cara mudah untuk


membanguan semangat guru, staf dan siswa melalui komunikasi dan inisiatif
seperti cara berikut:

1. Mengupayakan pertemuan dengan guru, staf dan siswa yang paling


jarang berinteraksi dengan anda.

2. Memberikan tugas kepada mereka dan ikuti perkembangan mereka


dalam melaksanakan tugas tersebut.

3. Sisihkan sedikit waktu luang anda untuk mengunjungi setiap ruang


kelas, ruang guru dan staf serta layanan pendukung siswa di sekolah
untuk berinteraksi langsung dengan mereka yang sebelumnya tidak
pernah anda jumpai.

4. Gunakan waktu anda lebih banyak dengan personil sekolah selama


sekolah melewati masa-masa krisis seperti nilai ujian nasional rendah

100
atau prestasi belajar siswa menurun. Hal ini dapat membangkitkan
semangat mereka.

Sekolah adalah suatu organisasi yang dipimpin oleh seorang pemimpin


dengan jabatan kepala sekolah. Menurut Davis & Thomas (1989) dalam suatu
sekolah yang bagus kita dapat menjumpai kepala sekolah yang agresif,
professional dan dinamis, tekun menyediakan program-program pendidikan
yang dianggap penting. Deskripsi singkat kualitas dan perilaku yang menandai
sekolah yang berhasil antara lain:

1. Memiliki visi yang kuat tentang masa depan sekolahnya (sekolah


akan menjadi apa) dan mendorong stafnya untuk bekerja dan
berusaha untuk merealisasikan visi sekolah.

2. Memiliki harapan yang tinggi baik terhadap prestasi siswa maupun


kinerja para guru dan staf sekolah.

3. Mengamati guru dalam kelas dan memberikan masukan yang positif


dan konstruktif dalam menyelesaikan masalah peningkatan
pembelajaran.

4. Mendorong pemanfaatan waktu mengajar yang efisien dan


merancang prosedur untuk meminimalkan gangguan.

5. Memanfaatkan bahan dan tenaga secara kreatif

6. Memonitor prestasi individu dan kelompok siswa dan memanfaatkan


informasi untuk perencanaan pendidikan sekolah dan pembelajaran.

7. Peran aktif kepala sekolah dalam menciptakan sekolah yang efektif


dimana setiap orang memperhatikan perbaikan dan peningkatan
pembelajaran.

8. Kepala sekolah sebaiknya menilai tugas-tugas harian guru dan


meyakinkan bahwa setiap kelas ada gurunya baik sebaagai guru

101
bidang studi, guru kelas maupun sebagai wali kelas dan setiap guru
akan mengelola kelasnya dengan baik.

9. Sepanjang hari kepala sekolah memonitor jalannya pekerjaan,


menjadwal, mengorganisasi dan mengalokasikan sumber-sumber
dan menangani masalah keselamatan dan keteretiban.

10. Kepala sekolah juga harus bisa bertindak sebagai perantara yang
mengalirkan informasi dan menjawab berbagai pertanyaan dalam
berbagai hal karena sebagian pekerjaan kepala sekolah adalah
pekerjaaan verbal.

Kepala sekolah yang efektif adalah kepala sekolah yang dapat melakukan
langkah-langkah kongkrit untuk membantu pengembangan orientasi harapan
yang tinggi yang mencerminkan peran kepemimpinan pengajaran. Terdapat
delapan kategori kepala sekolah efektif berdasarkan hasil penelitian dan
pengamatan lapangan:

1. Kepala sekolah dapat memainkan peran dalam meningkatkan


kesadaran perlunya perbaikan sekolah dan harapan prestasi yang
tinggi dan pencapaian konsensus untuk perubahan tersebut.

2. Kepala sekolah dapat aktif dalam penciptaan dan perbaikan yang


konkrit. Kepala sekolah juga dapat melibatkan orang tua dalam upaya
pengajaran di sekolah.

3. Kepala sekolah dapat menciptakan sistem hadiah untuk setiap siswa


dan guru yang medukung orientasi akademik dan merangsang
keunggulan (excellence) dan penampilan siswa dan guru.

4. Tingkah laku yang sentral kepala sekolah yang efektif adalah


memonitoring perkembangan siswa, khususnya dalam nilai tes setiap

102
siswa dalam setiap tingkatan dan kelas. Tindakan ini secara instrinsik
mencerminkan fokus dan nilai akademis.

5. Kepala sekolah dapat memperoleh sumber-sumber material yang


diperlukan untuk pengajaran yang efektif dan menggunakannya
secara kreatif sesuai dengan prioritas akademik.

6. Kepala sekolah bertanggung jawab terhadap penciptaan lingkungan


sekolah yang tertip dan aman.

7. Kepala sekolah dapat memonitor faktor-faktor lain yang terkait


dengan prestasi, faktor yang terkait dengan perbaikan yang secara
implisit menekankan suasana dan budaya akademik.

8. Fungsi utama kepala sekolah yang efektif adalah mengamati guru


dalam kelas dan merundingkan dengan mereka tentang cara
menangani masalah dan perbaikan pengajaran, hal ini dapat
dilakukan pada setiap akhir bulan atau setiap triwulan dalam program
sekolah.

9. Kepala sekolah tidak seharusnya melakukan kegiatan administrasi


sekolah sendiri, tetapi kepala sekolah harus dapat membagi tugas,
pekerjaan kepada orang lain dalam organisasi sekolah, sehingga
tujuan akhir sekolah dapat tercapai dengan baik.

Seorang kepala sekolah yang efektif adalah seseorang yang memilki


kecakapan dalam hubungan antara manusia, memiliki keahlian dan
pemahaman yang mendalam terhadap kurikulum dan pengajaran.

Kepemimpinan instruksional kepala sekolah dalam menentukan iklim dan


budaya sekolah sangat erat kaitannya dengan kemampuan mengajar guru dan
motivasi belajar siswa bahkan sangat berkaitan dengan mutu lulusan. Hal ini
dapat dilihat dari implementasi dan pemeliharaan perubahan yang positif
terhadap proses dan hasil belajar siswa. Dapat dikatakan bahwa kualitas mutu
lulusan suatu sekolah sangat dipengaruhi oleh kualitas manajemen pengelolaan
103
sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah sangat berperan dalam menciptakan
suasana belajar yang menarik dan kondusif, komitmen dan tanggung jawab
guru serta kepatuhan dan kesungguhan para siswa untuk belajar, kepatuhan
dan kesungguhan guru dalam meningkatkan kualitas pengajaran dan kepatuhan
dan tanggung jawab staf sekolah dalam memberikan pelayanan kepada siswa,
guru dan kepala sekolah.

Karakter kepemimpinan kepala sekolah dengan budaya dan iklim yang


kondusif dapat dilihat pada beberpa indikator sebagai berikut:

1. Membantu siswa dalam kegiatan belajar mengajar dan mendorong


semangat belajar siswa. Deskripsi kompotensi yang harus dimiliki
oleh seorang kepala sekolah adalah sebagai berikut :

a. Memiliki visi dan pandangan yang jelas dan tegas dalam


kepemimpinan sekolah.

b. Kepala sekolah sangat perhatian terhadap kemajuan belajar


siswa.

c. Kepala sekolah mengerahkan sumber belajar dan dukungannya


demi pencapaian tujuan pembelajaran.

d. Kepala sekolah selalu memberi penjelasan kepada siswa dalam


menghadapi hal-hal yang baru, terutama dalam upaya
peningkatan mutu pengajaran disekolah.

e. Kepala sekolah mempunyai perhatian terhadap permasalahan


belajar siswa.

f. Kepala sekolah memiliki sikap suka membantu siswa belajar


dan menghadapi kesulitan.

g. Kepala sekolah menciptakan suasana kerja yang kreatif dan


produktif dengan menyediakan berbagai fasilitas dan

104
perlengkapan yang dapat mendorong siswa mengembangkan
bakat minat dan ketrampilannya.

h. Kepala sekolah membuat program secara teratur untuk


mengembangkan pengetahuan siswa melalui les/kursus-kursus,
lomba dan latihan-latihan yang bersifat edukatif.

i. Kepala sekolah mendorong semangat belajar siswa dengan


menumbuhkan keyakinan dalam mencapai prestasi yang tinggi.

2. Menciptakan suasana sekolah yang kreatif/dinamis serta


meningkatkan kelancaran komunikasi. Deskripsi kompotensi yang
harus dimiliki oleh seorang kepala sekolah adalah sebagai berikut:

a. Sebagai manajer perencana, secara langsung kepala sekolah


bertugas mengawasi pelaksanaan tugas-tugas aparat sekolah
secara berkesinambungan

b. Kepala sekolah sebagai panutan bagi siswa, guru dan staf


sekolah sebagai pemimpin sekolah.

c. Kepala sekolah suka menerima dan mempertimbangkan ide


atau gagasan yang disampaikan oleh guru dan siswa.

d. Kepala sekolah sering mengunjungi guru mengajar.

e. Kepala sekolah bersemangat dalam melaksanakan tugas


sehari-hari.

f. Kepala sekolah memiliki sikap bersahabat, ramah dan dekat


dengan siswa, guru dan staf sekolah.

g. Kepala sekolah melibatkan para siswa, guru dan orangtua siswa


dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi sekolah.

h. Kepala sekolah melibatkan para siswa, guru dan orangtua siswa


dalam menyusun peraturan-peraturan sekolah.

105
i. Kepala sekolah menunjukkan kepribadian yang menyenangkan,
terbuka dalam memimpin sekolah.

j. Kepala sekolah sangat tegas terhadap peraturan-peraturan


sekolah (disiplin) dan tanpa pandang bulu, namun tetap
bersikap terbuka untuk kritik dan saran

3. Mengembangkan kepemimpinan administratif. Kepala sekolah


bertugas untuk memperbaiki manajemen sekolah serta bertanggung
jawab dalam pelaksanaan keputusan manajemen dan kebijakan
sekolah melalui upaya-upaya berikut.

a. Mengembangkan perencanaan pembelajaran yang mendukung


sekolah berbasis masyarakat.

b. Mengatur, memelihara dan memungkinkan terciptanya budaya


sekolah dan program pembelajaran yang kondusif bagi
pengajaran siswa dan mengembangkan kompetensi staf.
Kepala sekolah bertanggung jawab dalam pelaksanaan dan
peningkatan mutu program pengajaran. Selain itu
kepemimpinan kepala sekolah akan sangat menentukan
kualitas iklim sekolah yang memungkinkan berlangsungnya
proses belajar mengajar dan kerja sama antar aparat sekolah
yang baik sehingga penyelenggaraan pendidikan di sekolah
bisa berhasil.

c. Mengembangkan manajemen sekolah melalui proses


pengorganisasian, pelaksanaan dan penggunaan berbagai
sumber daya yang tepat, efesien dan penciptaan lingkungan
belajar yang efektif.

d. Kerja sama dengan orangtua dan masyarakat baik dalam


merespon minat dan kebutuhan masyarakat maupun untuk
meningkatkan peran serta masyarakat di sekolah.

106
e. Mengembangkan pola perilaku dan tindakan yang didasari oleh
integritas dan etika dalam bersikap.

Berikut ini dikemukakan beberapa saran mengenai model kepemimpinan


kepala sekolah dalam manciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif
sebagai berikut:

1. Kembangkan konsep kecerdasan ganda pada setiap pembelajaran


dengan melibatkan panca indera supaya pembelajaran disesuaikan
dengan karakteristik siswa, khususnya bakat dan kemampuannya
yang unik melalui penglihatan, pendengaran dan perasaannya.

2. Ciptakan pusat kecerdasan ganda untuk melayani setiap gaya


belajar.

3. Bangun jaringan informasi rumah-sekolah-multimedia yang bersifat


hangat dan personal.

4. Dirikan sebuah pelabuhan ilmu sebagai pusat teknologi informasi


dengan tiga cabang:

 Sebuah pusat produksi dan komunikasi multimedia.

 Sebuah penerbit multimedia, khususnya dibidang materi belajar.

 Sebuah pusat pembelajaran bagi guru dan kalangan lain yang


berurusan dengan siswa, dengan penekanan khusus pada
teknologi baru.

5. Buat proyek lain untuk mempromosikan konsep belajar sepanjang


hayat:

 Sebuah sekolah/kelas tanpa dinding sehingga para murid bisa


belajar dari berbagai pengalaman.

 Metode pembelajaran Spider Web, Menghubungkan satu


pelajaran dengan pelajaran yang lain.
107
 Sebuah pusat multimedia yang berfungsi sebagai sumber daya
keluarga dan masyarakat.

Selain beberapa cara di atas yang dilakukan oleh kepala sekolah sebagai
pemimpin dalam mengembangkan budaya dan iklim sekolah, kepemimpinan
juga dapat dilihat dari prosesnya. Proses kepemimpinan mencakup dua dimensi
penting, yaitu beban kepemimpinan dan bentuk atau gaya kepemimpinan
(Townsend, 1994). Beban kepemimpinan berkaitan dengan sejauhmana tang-
gung jawab kepemimpinan diambil alih atau didelegasikan oleh kepala sekolah
terhadap semua aspek operasi sekolah. Bentuk kepemimpinan berkaitan
dengan gaya kepemimpinan yang digunakan oleh kepala sekolah, apakah oto-
ritarian, hierakis, demokratis, berorientasi tugas atau berorientasi manusia.
Adapun gaya kepemimpinan yang dikembangkan tergantung pada kondisi
operasional sekolah. Beberapa penelitian yang dilakukan di Inggris
menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan otokratik dan gaya yang terlalu
demokratik kurang efektif dibandingkan dengan gaya kepemimpinan situasional
(Mortimore, 1993).

Gaya kepemimpinan situasional didasarkan pada anggapan bahwa tidak


ada gaya kepemimpinan yang terbaik, melainkan tergantung pada situasi yang
menyertainya. Situasi itu antara lain tingkat kematangan para bawahan. Tingkat
kematangan seseorang dapat dilihat dari dua dimensi. Dimensi pertama adalah
kemampuan (keterampilan dan pengetahuan) dan dimensi kedua adalah
kemauan (tanggung jawab dan komitmen). Kombinasi kedua dimensi ini
melahirkan empat tipe kematangan manusia sebagaimana digambarkan pada
kuadran berikut.

(Tinggi) Kemampuan Tinggi Kemampuan Tinggi


Kemauan Rendah Kemauan Tinggi
Kemampuan (M3) (M4)
108
Kemampuan Rendah Kemampuan Rendah
(Rendah) Kemauan Rendah Kemauan Tinggi
(M1) (M2)
(Rendah) Kemauan (Tinggi)
Gambar 7.1 Tingkat Kematangan Manusia (Hersey dan Blancard, 1982:152)

Dari gambar tersebut, tingkat kematangan manusia digolongkan ke dalam


empat kategori: M1, M2, M3, dan M4. Menurut teori kepemimpinan situasional,
gaya kepemimpinan yang tepat bervariasi menurut tingkat kematangan tersebut.
Hal ini digambarkan pada tabel 7.1 berikut.

Tabel 7.1 Gaya Kepemimpinan dan Kematangan Bawahan (Hersey dan


Blancard, 1982:152)

Tingkat Kematangan Gaya Kepemimpinan yang Tepat


M1 G1
Kematangan Rendah Direktif
(Tidak mampu dan tidak mau) (Perilaku tugas tinggi dan
hubungan manusia rendah)
M2 G2
Kematangan Rendah-Sedang Konsultatif
(Tidak mampu tetapi mau) (Perilaku tugas tinggi dan
hubungan manusia tinggi)
M3 G3
Kematangan Sedang-Tinggi Partisipatif
(Mampu tetapi tidak mau) (Perilaku tugas rendah dan
hubungan manusia tinggi)

M4 G4
Kematangan Tinggi Delegatif
(Mampu dan mau) (Perilaku tugas rendah dan perilaku
hubungan rendah)

109
Dari tabel 2 tersebut dijelaskan bahwa bawahan yang kematangannya
rendah (M1) lebih cocok dipimpin dengan gaya direktif; bawahan dengan tingkat
kematangannya rendah-sedang (M2) lebih cocok dipimpin dengan gaya
konsultatif; bawahan dengan tingkat kematangan sedang-tinggi (M3) lebih cocok
dipimpin dengan gaya partisipatif; sedangkan bawahan dengan tingkat
kematangan tinggi (M4) lebih cocok dipimpin dengan gaya delegatif.

Di samping kecenderungan mempraktekkan gaya kepemimpinan


situasional, kepala sekolah yang efektif dalam mengembangkan budaya dan
iklim sekolah melakukan hal-hal berikut.

1. Melakukan pengambilan keputusan partisipatif

Keputusan penting, khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan


pembelajaran di sekolah perlu melibatkan para guru dan staf. Keterlibatan
mereka menjadi sangat penting karena: (1) kepala sekolah sebagai
pimpinan dapat menerima masukan dari berbagai sudut pandang; (2)
dapat meningkatkan kualitas keputusan, (3) dapat memberikan
penghargaan kepada guru dan staf atas pendapat-pendapat mereka, dan
(4) dapat mengikat komitmen mereka dalam melaksanakan dan
mengawasi keputusan.

Mekanisme pengambilan keputusan partisipatif dapat dilakukan


secara formal maupun informal. Secara formal dilakukan melalui rapat-
rapat sekolah, sedangkan secara informal dilakukan melalui pertemuan-
pertemuan insidentil seperti arisan, olahraga, dan lain sebagainya. Selain
itu, kepala sekolah juga perlu melibatkan pengurus komite sekolah bahkan
orangtua dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan pengembangan
sekolah.

2. Melakukan kegiatan supervisi.

Kegiatan supervisi adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk


meningkatkan kuantitas dan kualitas kegiatan di sekolah, khususnya

110
dalam pengembangan budaya dan iklim sekolah. Kegiatan ini dilakukan
untuk melihat bagian mana dari kegiatan sekolah yang masih kurang dan
diupayakan untuk diperbaiki. Demikian pula, kegiatan yang sudah baik
diupayakan untuk dapat ditingkatkan menjadi lebih baik lagi.

Kegiatan supervisi tidak hanya terbatas pada proses pembelajaran


yang terjadi di kelas saja, tetapi juga pada aspek-aspek administrasi yang
berfungsi sebagai pendukung terlaksananya pembelajaran yeng efektif.
Aspek-aspek administrasi yang dimaksud misalnya, ketersediaan
administrasi kesiswaan yang rapi dan informatif, kumpulan soal,
administrasi penilaian, dan lain-lain.

Waktu pelaksanaan supervisi kadang-kadang tidak perlu dirancang


waktunya, namun perlu dilakukan secara berkesinambungan. Kapan
diperlukan dan dirasakan perlunya peningkatan, maka supervisi
dilaksanakan. Biasanya, supervisi ini dilakukan oleh kepala sekolah atau
pengawas.

Efektivitas sebuah proses pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-


faktor sebagai berikut: (1) siswa, (2) guru, (3), kurikulum, (4) sarana dan
prasarana, dan (6) lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah dibagi ke
dalam empat aspek seperti lingkungan fisik, lingkungan sosial, lingkungan
personil, dan lingkungan kerja. Faktor-faktor inilah yang menjadi ruang
lingkup kegiatan supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah.

Beberapa cara yang dapat digunakan oleh kepala sekolah dalam


melakukan kegiatan supervisi budaya dan iklim sekolah adalah:

a Kepala sekolah melakukan kunjungan-kunjungan kelas untuk


mengamati secara langsung kegiatan pembelajaran yang
dilakukan oleh guru dan budaya serta iklim sekolah yang
tercipta. Kunjungan kelas dapat dilakukan secara tiba-tiba atau
atas kesepakatan antara kepala sekolah dan guru.

111
b Kepala sekolah membantu guru dalam mengidentifikasi
kesulitan yang dihadapi guru dalam pembelajaran dan faktor
penciptaan budaya dan iklim belajar siswa. Kesulitan-kesulitan
itu dapat berhubungan dengan strategi pembelajaran,
pengelolaan kelas maupun materi pembelajaran.

c Kepala sekolah bersama guru mendiskusikan cara-cara


pemecahan masalah guru. Diskusi diharapkan menghasilkan
diagnosis pemecahan dan secara bersama mengupayakan
tindak lanjut untuk memperbaikinya.

d Contoh lembar kegiatan supervisi dapat dilihat pada lampiran


kegiatan supervisi yang terdapat di bagian akhir dari bab ini.

3. Memberdayakan warga sekolah

Strategi pemberdayaan merupakan inspirasi banyak organisasi


dewasa ini. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia dalam
organisasi merupakan aset yang perlu dipelihara dan dikembangkan bagi
peningkatan organisasi. Di sekolah terdapat sejumlah tenaga profesional,
khususnya guru, yang perlu dikembangkan dan didayagunakan.

Beberapa sekolah yang sukses menerapkan strategi pemberdayaan


melalui berbagai program-program pengembangan profesional guru.
Selain itu, kemauan kepala sekolah mendelegasikan sebagian pekerjaan
juga merupakan salah satu strategi yang banyak terbukti mendorong
semangat tim di sekolah. Dalam situasi yang lain, kepala sekolah
melibatkan stafnya dalam berbagai pengambilan keputusan penting.

4. Memperhatikan kebutuhan pelanggan

Osborne dan Plastrik (1997) mengembangkan gagasan mengenai


perlunya organisasi pemerintah memiliki strategi pelanggan dalam
meningkatkan akuntabilitasnya. Akuntabilitas berarti sejauhmana suatu
lembaga bertanggung jawab kepada pelanggan produk atau jasa yang
112
dihasilkan. Semakin puas pelanggan terhadap produk atau jasa yang
dihasilkan, semakin akuntabel suatu lembaga. Karena itu penerapan
strategi pelanggan akan memaksa sekolah dalam memperbaiki kinerjanya.

Definisi tentang pelanggan meliputi pelanggan dari dalam sekolah


dan dari luar sekolah. Pelanggan dari dalam sekolah meliputi: siswa, guru,
tenaga administrasi sedangkan pelanggan dari luar sekolah meliputi
orangtua, masyarakat, pemerintah dan pihak terkait lainnya. Baik
pelanggan dari dalam sekolah, terlebih dari luar sekolah, perlu mendapat
kepuasan. Karena itu kepala sekolah sebagai manajer perlu
mengembangkan cara-cara baru dalam memenuhi kepuasan
pelanggannya. Identifikasi kebutuhan pelanggan ini dapat dilakukan
melalui analisis SWOT.

Di samping keempat karakteristik tersebut, beberapa indikator


kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dikemukakan berikut ini.

a Kepala sekolah menyiapkan waktu untuk berkomunikasi secara


terbuka dengan para guru, staf dan siswa.

b Kepala sekolah menekankan kepada guru dan staf untuk


memenuhi norma-norma pembelajaran dengan disiplin yang
tinggi.

c Kepala sekolah memantau kemajuan belajar siswa melalui guru


sesering mungkin berdasarkan pada data prestasi belajarnya.

d Kepala sekolah menyediakan dana yang diperlukan untuk


menjamin pelaksanaan program-program pembelajaran sesuai
dengan prioritas-prioritas program yang telah ditentukan.

e Kepala Sekolah memberikan dukungan pada guru untuk


menegakkan kedisiplinan siswa.

113
f Kepala sekolah peka terhadap kebutuhan siswa, guru, staf,
orangtua dan masyarakat.

g Kepala sekolah menunjukkan sikap dan perilaku yang dapat


menjadi anutan atau model bagi guru dan siswa.

h Ruang kepala sekolah terbuka bagi guru, siswa, dan orangtua


untuk berkonsultasi atau berdiskusi secara pribadi mengenai
permasalahan yang mereka hadapi berkaitan dengan
pendidikan dan pembelajaran di sekolah.

i Kepala sekolah transparan, akuntabel dan profesional


khususnya dalam pengelolaan keuangan.

j Kepala sekolah mendorong guru, staf dan siswa melakukan


inovasi di sekolah.

k Kepala sekolah membangun kelompok kerja aktif.

l Kepala sekolah memiliki komitmen yang jelas terhadap


penjaminan mutu sekolah.

m Kepala sekolah mengidentifikasi misi organisasi supaya dapat


menyusun tugas-tugas dan memberitahukan kepada seluruh
karyawan.

n Kepala sekolah menciptakan lingkungan yang fleksibel yang di


dalamnya orang-orang tidak hanya dinilai dari, tetapi dianjurkan
untuk mengembangkan potensi mereka secara penuh.

o Membentuk budaya organisasi agar kreatifitas otonom dan


proses belajar secara berkelanjutan menggunakan
pertumbuhan jangka panjang sebagai sasaran, bukan
keuntungan jangka pendek.

114
p Mengubah organisasi dari piramid yang kaku menjadi lingkaran
yang lentur, di mana jaringan-jaringan berkembang dari unit-unit
otonom.

q Menganjurkan inovasi, eksperimentasi dan menanggung resiko


dari perubahan yang terjadi.

r Mengantisipasi masa depan dengan membaca masa sekarang

s Secara konstan mempelajari organisasi dari dalam dan luar


organisasi dan mengidentifikasi hubungan-hubungan yang
lemah dalam rangkaian seluruh kegiatan yang ada serta
memperbaikinya.

t Berfikir secara global, bukan hanya secara nasional dan lokal


dalam menerima dan mengelola setiap informasi dan kegiatan
yang ada dalam oraganisasi.

u Proaktif, senang dengan perbedaan dan ketikpastian sehingga


menumbuhkan kreatifitas dan inovatif guru dalam proses
pembelajaran.

Di samping memenuhi indikator-indikator tersebut, dalam penelitian


sekolah efektif, kompetensi kepemimpinan yang diperlukan di sekolah
tercermin dari beberapa karakteristik kepemimpinan berikut ini (Tiong,
1997):

a. Kepala sekolah yang adil dan tegas dalam mengambil


keputusan.

b. Kepala sekolah yang membagi tugas secara adil kepada guru.

c. Kepala sekolah yang memahami perasaan guru

d. Kepala sekolah yang terampil dan tertib

e. Kepala sekolah yang berkemampuan dan efisien

115
f. Kepala sekolah yang memiliki dedikasi dan rajin

g. Kepala sekolah yang tulus.

h. Kepala sekolah yang percaya diri.

Dalam dokumen The School Leadership Context beberapa


karakteristik kepemimpinan kepala sekolah yang baik menurut guru
adalah:

a Memiliki komitmen

b Memiliki energi

c Diterima oleh guru, staf, siswa dan orangtua

d Pendengar yang baik

e Dapat menyesuaikan diri dengan perubahan

f Menyediakan waktu bagi siswa

g Konsisten dan jujur

h Memiliki selera humor

i Mengekspresikan perasaan

j Berbagi tanggung jawab dan kekuasaan

k Terampil dalam hubungan manusia

l Mendorong individu dan kelompok untuk mengambil alih


kepemimpinan

DAFTAR RUJUKAN

Anonim 1. 1990. Kamus manajemen. Mandar Maju. Bandung

116
Anonim 2. 2007. 1001 Cara Untuk Memberikan Imbalan Kepada Karyawan.
Karisma Publishing Group. Batam Center.

Anonim 3. 1999. Manajemen Jilid II (Edisi bahasa Indonesia). PT. Prenhallindo.


Jakarta

Arcaro. 2005. Pendidikan Berbasis Mutu. Pustaka Pelajar. Jakarta

Cheng, Y. C. 1993. Profiles of organizational culture and effective schools.


School Effectiveness and School Improvement, 4(2):85-110.

Fisher & Fraser, 1990. School Climate, (SET research information for teachers
No.2). Melbourne: Australian Council for Educational Research.

Freiberg. 1998. Measuring school climate: Let me count the ways. Educational
Leadership.

Hoy. & Hannum, 1997. Middle school climate: An empirical assessment of


organisational health and studentc achievement. Educational
Administration Quarterly.

Hughes, 1991. Teachers' professional development. Melbourne, Victoria:


Australian Council for Educational Research.

Juran. 1989. On Leadeship Of Quality Free Press. Mc. Millan Inc. USA

Koentjoroningrat. 1974. Kebudayaan Mentaliter dan Pemberdayaan. Gramedia.


Jakarta

Luthans, F. 2006. Organization Behavior 10th Edition. The McGraw-Hill


Companies, Inc.

Moekijat, Drs. 1990. Asas-asas Perilaku Organisasi. Cv. Mandar Maju. Bandung

Mortimore, P. 1993. School effectiveness and the management of effective


learning and teaching. School Effectiveness and School Improvement;
4(4):290-310.

117
Moedjiarto. 1990. Persepsi terhadap Karakteristik yang Membedakan Sekolah
Menengah Atas dengan Prestasi Aki:zdemik Tinggi dan Sekolah
Menengah Atas dengan Prestasi Akademik Rendah di Surabaya.
Disertasi. Tidak diterbitkan: Malang: Fakultas Pasca Sarjana Intitut
Keguruan dan llmu Pendidikan Malang.

Nelson 2007. 1001 Cara Untuk Menjadikan Karyawan Bersemangat. Karisma


Publishing Group. Batam Center.

Papanastasiou, 2002. School, teaching and family influence on student attitudes


toward science: Based on TIMSS data for Cyprus. Studies in Educational
Evaluation, .

Paul dan Ken Blancher. 1992. Manajemen Perilaku Organisasi : Pemberdayaan


Sumber Daya Manusia. Alih Bahasa Agus Darma. Edisi keempat.
Erlangga. Jakarta.

Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara. 2002. Diterbitkan


Kementrian Pendayagunaan Budaya Kerja Aparatur Negara RI. Jakarta.

Purkey, & Smith, 1985. Too soon to cheer? Synthesis of research on effective
schools. Educational Leadership.

Robins, 1994. Teori Organisasi ( Struktur, Desain & Aplikasi). Arcan. Jakarta

Robins, & Mary Coulter. 1999. Manajemen Jilid I (Edisi bahasa Indonesia). PT.
Prenhallindo. Jakarta

Samdal, Wold, & Bronis, 1999. Relationship between students' perceptions of


school environment, their satisfaction with school and perceived academic
achievement: An international study. School Effectiveness and School
Improvement, 10(3), 296-320.

Slater, dan Teddlie, 1992. Toward a theory of school effectiveness and

118
leadership. School Effectiveness and School Improvement, 3(4):242-257.

Supriyanto, 2006. Budaya Kerja Perbankan (Jalan Lurus Menuju Integritas )


Sambutan Burhanuddin Abdullah. Pustaka LP3ES. Jakarta

Van de Grift, Houtveen, & Vermeulen, 1997. Instructional climate in Dutch


secondary education. School Effectiveness and School Improvement.

Taylor, B. O. dan Levine, D. V. 1991. Effective school project and school-based


management. Phi Delta Kappan, Januari. 394-397.

Townsend, T. 1994. Effecting Schooling For the CommUllity. London and New
York,Routledge.

Witte, J. F. dan Walsh, D. J. 1990, A systematic test of the effective school


model. Educational Evaluation and Policy Analysis, 12(2):188-212.

119
LAMPIRAN

Lampiran 1 : (CONTOH)

LEMBAR KEGIATAN SUPERVISI BUDAYA DAN IKLIM SEKOLAH

Nama Guru/Kelas : / Semester / Tahun Ajaran:

Mata Pelajaran :

Tanggal :

Bentuk
Praktek-praktek Rencana
Permasalahan dan
Komponen Aspek yang Diobservasi yang baik yang Tindak
Kendala yang
telah dilakukan Lanjut
Dialami
Pengelolaan - Pengaturan kelas
Kelas - Poster afirmasi
- Dsb
Strategi - Kesesuaian strategi

120
pembelajara pembelajaran dalam
n menciptakan budaya
belajar
- Pemilihan strategi yang
bervariasi
- Dsb.
Hubungan - Cara guru
sosial berkomunikasi dengan
dengan siswa
siswa - Teknik pengaturan
kelas yang
memudahkan
berkomunikasi
- Dsb
Budaya - Penanaman budaya
kelas prestasi pada siswa
- Dsb.
Supervisor: (Nama dan tandatangan)

121
Lampiran 2 : Bahan Diskusi dan Penugasan

A. Bahan Diskusi dan Tugas (materi BAB II) :

1. Rumuskan ulang gtdengan kata-kata Anda sendiri mengenai


pengertian budaya dan iklim sekolah. Diskusikan dengan teman-
teman dalam kelompok Anda dan rumuskan pendapat kelompok
mengenai pengertian budaya dan iklim sekolah.

2. Gambarkan budaya dan iklim sekolah Anda dalam bentuk kata-kata


yang positif maupun negatif. Kata-kata positif seperti: sejuk dan kata-
kata negatif seperti otoriter, dsb.

3. Berlatihlah mengisi skala sikap sebagai mana dicontohkan pada


instrumen skala sikap terhadap budaya dan iklim sekolah.

Contoh Skala Sikap terhadap Budaya dan iklim Sekolah :

Petunjuk: Beri tanda silang (X) pada kolom yang paling mendekati kata yang
menjelaskan apa yang Anda rasakan tentang budaya sekolah Anda

1 Hangat Dingin
2 Otokratis Demokratis
3 Bersahabat Tidak bersahabat
4 Kreatif Tidak kreatif
5 Tertutup Terbuka
6 Tidak Ramah Ramah
7 Mendukung Tidak mendukung
8 Manusiawi Tidak manusiawi
9 Aman Tidak aman
10 Memotivasi Tidak memotivasi
11 Kaku Fleksibel
12 Tidak Menyenangkan
menyenangkan
13 Menggairahkan Tidak
menggairahkan
14 Tidak sehat Sehat
15 Santai Tegang
16 Aktif Pasif
17 Komunikatif Tidak Komunikatif
18 Buruk Baik
19 Bersemangat Tidak
bersemangat
20 Monoton Dinamis
21 Mendorong Tidak mendorong
22 Tidak Pengertian Pengertian
23 Peduli Tidak peduli
24 Sabar Tidak sabar
25 Sedih Senang

Petunjuk perhitungan skor:

1. Rentang skala dari 1 sampai 7 untuk pernyataan dari negatif ke


positif yang berlaku untuk pernyataan-pernyataan nomor 2, 5, 6, 11,
12, 14, 18, 20, 22, dan 25)

2. Rentang skala dari 7 ke 1 untuk pernyataan dari positif ke negatif


yang berlaku untuk pernyataan-pernyataan nomor 1, 3, 4, 7, 8, 9, 10,
13, 15, 16, 17, 19, 21, 23, dan 24.

3. Semakin tinggi skor individu, semakin positif sikap yang dimiliki


terhadap kultur sekolah.

B. Tugas materi BAB III.

Rumuskan upaya-upaya yang perlu dilakukan di sekolah Anda berkaitan dengan


penciptaan budaya dan iklim sekolah menurut empat komponen yang telah dikemukakan: (1)
penciptaan lingkungan fisik sekolah, (2) penciptaan lingkungan sosial sekolah, (3) penciptaan
lingkungan personil sekolah, dan (4) penciptaan lingkungan kerja sekolah. Gunakan format
berikut untuk membantu Anda bekerja.

No Masalah Upaya yang Perlu dilakukan


1. Penataan lingkungan fisik
sekolah:
 ……………………………  ………………………………
…… …
 ……………………………  ………………………………
…… …
 Dst.  Dst.
2. Penataan lingkungan sosial
sekolah:
 ……………………………  ………………………………
…… …
 ……………………………  ………………………………
…… …
 Dst.  Dst.
3. Penataan personil sekolah:
 ……………………………  ………………………………
…… …
 ……………………………  ………………………………
…… …
 Dst.  Dst.

4. Penataan lingkungan kerja


sekolah:
 ……………………………  ………………………………
…… …
 ……………………………  ………………………………
…… …
 Dst.  Dst.

C. Bahan Diskusi/Tugas materi BAB IV


Diskusikan dengan kelompok Anda mengenai berbagai masalah yang
dihadapi dalam pengelolaan kelas dalam menciptakan budaya dan iklim yang
inovatif dan kondusif. Kemukakan berbagai alternatif untuk mengatasi masalah
tersebut beserta pihak-pihak yang bertanggung jawab langsung dalam
mengatasi masalah tersebut. Pihak yang bertanggung jawab dapat dipilih di
antara guru, kepala sekolah, siswa, komite sekolah, orangtua, dan sebagainya.

D. Tugas Studi Kasus materi BAB V.

Kajilah kasus tata tertib sekolah Anda atau sekolah lain. Analisis
kemungkinan factor pendukung dan penghambat dalam penegakan tata tertib
tersebut. Berikan saran untuk mengatasi hambatan tersebut. Diskusikan
rumusan Anda dalam kelompok yang dibentuk untuk itu.

E. Tugas materi BAB VI

Diskusikan dengan peserta lain dalam kelompok-kelompok kecil mengenai


bentuk-bentuk penghargaan dan intensif yang dapat merangsang kinerja guru,
staf dan siswa. Presentasekan hasil diskusi kelompok di depan kelas untuk
menyepakati bentuk-bentuk penghargaan dan insentif yang produktif.

F. Tugas materi BAB VII

Dari uraian tersebut daftarlah poin-poin tindakan yang perlu mencirikan


kepemimpinan kepala sekolah dalam menciptakan budaya dan iklim sekolah
yang inovatif dan kondusif. Diskusikan dalam kelompok untuk membuat prioritas
tindakan yang paling penting. Hasil diskusi kelompok hendaknya disepakati
secara bersama di kelas untuk menyimpulkan tindakan-tindakan kepemimpinan
kepala sekolah yang paling utama dalam menciptakan budaya dan iklim sekolah
yang inovatif dan kondusif.

Anda mungkin juga menyukai