Jakarta,
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................iv
DAFTAR TABEL.............................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Dimensi Kompetensi...........................................................................3
C. Kompetensi..........................................................................................3
E. Alokasi Waktu......................................................................................4
F. Skenario................................................................................................5
ii
BAB III INDIKATOR-INDIKATOR DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA
DAN IKLIM SEKOLAH..............................................................................22
iii
BAB VI PENGHARGAAN DAN INSENTIF DALAM PENGEMBANGAN
BUDAYA DAN IKLIM SEKOLAH...........................................................83
DAFTAR RUJUKAN...................................................................................................117
LAMPIRAN...................................................................................................................121
Lampiran 1 : (CONTOH)..................................................................121
iv
DAFTAR TABEL
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
institusi satuan pendidikan, kepala sekolah dituntut untuk selalu meningkatkan
efektifitas kinerjanya.
2
Dengan perilaku kepala sekolah yang demikian sangat diyakini akan
berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif. Karena itu kepala sekolah
perlu memiliki kompetensi yang diperlukan dalam mengembangkan budaya dan
iklim sekolah yang produktif bagi pengembangan sekolah. Salah satu upaya
dalam meningkatkan kompetensi kepala sekolah adalah melalui pendidikan dan
pelatihan yang sesuai. Berdasarkan hal tersebut, disusunlah panduan
pendidikan dan pelatihan atau bahan ajar ini untuk menjadi acuan dalam
melaksanakan pendidikan dan pelatihan kepala sekolah.
B. Dimensi Kompetensi
C. Kompetensi
Pada akhir pendidikan dan pelatihan ini, para kepala sekolah atau calon
kepala sekolah sebagai peserta menunjukkan indikator kinerja sebagai hasil
pendidikan dan pelatihan dalam hal:
3
2. Mampu menjelaskan indikator-indikator pengembangan budaya dan
iklim sekolah.
E. Alokasi Waktu
Alokasi
No Mata Diklat
Waktu
1. Konsep budaya dan iklim sekolah 6 jam
2. Indikator-indikator dalam budaya dan iklim sekolah 6 jam
Strategi pengelolaan kelas dalam menciptakan budaya dan
3. 6 jam
iklim sekolah
Tata tertib dan kedisiplinan dalam mengembangkan budaya
4. 3 jam
dan iklim sekolah
Penghargaan dan insentif dalam mengembangkan budaya
5. 3 jam
dan iklim sekolah
Kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan
6. 6 jam
budaya dan iklim sekolah
F. Skenario
4
Secara tentatif dapat dikembangkan oleh fasilitator antara lain dengan
urutan proses sebagai berikut :
3. Pretes.
5. Presentasi materi.
6. Diskusi kelompok.
9. Postes.
10. Penutup.
BAB II
5
KONSEP BUDAYA DAN IKLIM SEKOLAH
1. Budaya Sekolah
6
memiliki dimensi yang mencolok, dapat didefinisikan dan dapat diukur
berdasarkan karakteristik umum seperti yang dikemukakan oleh Robbins
(1994) sebagai berikut: (1) inisiatif individual, (2) toleransi terhadap
tindakan beresiko, (3) arah, (4) integrasi, (5) dukungan dari manajemen,
(6) kontrol, (7) identitas, (8) sistem imbalan, (9) toleransi terhadap konflik
dan (10) pola-pola komunikasi.
Budaya dan iklim sekolah bukanlah suatu sistem yang lahir sebagai
aturan yang logis atau tidak logis, pantas atau tidak pantas yang harus dan
patut ditaati dalam lingkungan sekolah, tetapi budaya dan iklim sekolah
8
harus lahir dari lingkungan suasana budaya yang mendukung seseorang
melaksanakan dengan penuh tanggung jawab, rela, alami dan sadar
bahwa apa yang dilakukan (ketaatan itu muncul dengan sendirinya tanpa
harus menunggu perintah atau dibawah tekanan) merupakan spontanitas
berdasarkan kata hati karena didukung oleh iklim lingkungan yang
menciptakan kesadaran kita dalam lingkungan sekolah. Misalnya budaya
disiplin, budaya berprestasi dan budaya bersih
2. Iklim Sekolah
9
Freiberg (1998) menegaskan bahwa lingkungan yang sehat di suatu
sekolah memberikan kontribusi yang signifikan terhadapan proses
kegiatan belajar mengajar yang efektif. Ia memberikan argumen bahwa
pembentukan lingkungan kerja sekolah yang kondusif menjadikan seluruh
anggota sekolah melakukan tugas dan peran mereka secara optimal.
Hasil-hasil penelitian selaras dan mendukung penegasan tersebut.
Misalnya, penelitian oleh Van de Grift dan kawan-kawan (1997) di 121
sekolah menengah di Belanda menunjukkan bahwa prestasi akademik
siswa untuk bidang matematika dipengaruhi oleh sikap siswa terhadap
mata pelajaran matematika, apresiasi terhadap usaha guru, serta
lingkungan pembelajaran yang terstruktur. Atwool (1999) menyatakan
bahwa lingkungan pembelajaran sekolah, dimana siswa mempunyai
kesempatan untuk melakukan hubungan yang bermakna di dalam
lingkungan sekolahnya, sangat diperlukan untuk meningkatkan
kemampuan belajar siswa, memfasilitasi siswa untuk bertingkah laku yang
sopan, serta berpotensi untuk membantu siswa dalam menghadapi
masalah yang dibawa dari rumah. Selanjutnya Samdal dan kawan-kawan
(1999) juga telah mengidentifikasi tiga aspek lingkungan psikososial
sekolah yang menentukan prestasi akademik siswa. Ketiga aspek tersebut
adalah tingkat kepuasan siswa terhadap sekolah, terhadap keinginan guru,
serta hubungan yang baik dengan sesama siswa. Mereka juga
menyarankan bahwa intervensi sekolah yang meningkatkan rasa
kepuasan sekolah akan dapat meningkatkan prestasi akademik siswa.
Untuk menciptakan budaya sekolah yang kuat dan positif perlu dibarengi
dengan rasa saling percaya dan saling memiliki yang tinggi terhadap sekolah,
memerlukan perasaan bersama dan intensitas nilai yang memungkinkan
adanya kontrol perilaku individu dan kelompok serta memiliki satu tujuan dalam
menciptakan perasaan sebagai satu keluarga. Dengan kondisi seperti ini dan
11
dibarengi dengan kontribusi yang besar terhadap harapan dan cita-cita individu
dan kelompok sebagai wujud dan harapan sekolah yang tertuang dalam visi,
misi, tujuan dan sasaran sekolah ditunjang oleh iklim sekolah yang mendukung
kontribusi tersebut.
Selain beberapa manfaat diatas, manfaat lain bagi individu (pribadi) dan
kelompok adalah :
3. Disiplin meningkat
12
6. Belajar dan berprestasi terus serta
a. Nilai
b. Norma
c. Perilaku
a. Keindahan
b. Keamanan
c. Kenyamanan
d. Ketentraman
e. Kebersihan
f. Akses informasi
g. Evaluasi
14
PEMBERDAYAAN
SEKOLAH
Prinsip adalah ”suatu pernyataan atau suatu kebenaran yang pokok, yang
memberikan suatu petunjuk kepada pemikiran atau tindakan” (Moekijat ,1990).
Lebih jauh dijelaskan pengertian prinsip yakni pedoman-pedoman yang dapat
membantu dalam penerapan manajemen yang harus dipergunakan secara
cermat dan bijaksana.
Budaya dan iklim sekolah yang efektif akan memberikan efek positif bagi
semua unsur dan personil sekolah seperti kepala sekolah, guru, staf, siswa dan
15
masyarakat. Prinsip-prinsip yang menjadi acuan dalam pengembangan budaya
dan iklim sekolah adalah sebagai berikut.
16
5. Berorientasi Kinerja
18
2. Kemampuan
3. Keinginan
4. Kegembiraan (happiness)
5. Hormat (respect)
6. Jujur (honesty)
7. Disiplin (discipline)
20
lingkungan sekolah yang disiplin. Disiplin tidak hanya berlaku pada orang
tertentu saja di sekolah tetapi untuk semua personil sekolah tidak kecuali
kepala sekolah, guru dan staf.
8. Empati (empathy)
21
BAB III
INDIKATOR-INDIKATOR DALAM
22
sekolah (kantor guru dan staf tata usaha) mempunyai pengaruh baik langsung
maupun tak langsung terhadap proses kegiatan pembelajaran.
Budaya dan iklim sekolah yang kondusif sangat penting agar siswa
merasa tenang, aman dan bersikap positif terhadap sekolahnya, agar guru
merasakan diri dihargai, dan agar orangtua dan masyarakat merasa dirinya
diterima dan dilibatkan (Townsend, 1994). Hal ini dapat terjadi melalui
penciptaan norma dan kebiasaan yang positif, hubungan dan kerja sama yang
harmonis yang didasari oleh sikap saling menghargai satu sama lain. Hal yang
sama dikemukakan oleh Wijaya (2005), yaitu budaya sekolah yang perlu
ditumbuhkan berupa suasana saling hormat antara siswa dengan siswa, siswa
dengan guru, guru dengan guru, dan dengan pihak lainnya. Sehubungan
dengan itu maka budaya dan iklim sekolah dapat digolongkan menjadi enam
kondisi yaitu: (1) iklim terbuka, (2) iklim bebas, (3) iklim terkontrol (4) iklim
familier (kekeluargaan), (5) iklim parternal, dan (6) iklim tertutup (Halpin & B
Croft dalam Burhanunudin, 1994). Selain itu, iklim sekolah yang kondusif
mendorong setiap personil yang terlibat dalam organisasi sekolah untuk
bertindak dan melakukan yang terbaik yang mengarah pada prestasi siswa yang
tinggi.
23
Beberapa indikator yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan
budaya dan iklim sekolah yang kondusif dikemukakan berikut ini.
Salah satu ciri sekolah efektif adalah terciptanya budaya dan iklim
sekolah yang menyenangkan sehingga siswa merasa aman, nyaman, dan
tertib di dalam belajarnya. Hal ini ditandai dengan fasilitas-fasilitas fisik
sekolah terawat dengan baik. Penampilan fisik sekolah selalu bersih, rapi,
indah dan nyaman. Hal ini dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut:
24
mengadakan “kultum” setiap hari dan menugaskan siswa
berceramah sekali seminggu.
25
Pesan-pesan spiritual untuk poster afirmasi dapat berupa petikan
ayat Al-Quran, hadist, pesan pujangga, atau puisi-puisi spiritual. Yang
perlu diperhatikan, adalah pengadaan dan penempatan poster afirmasi ini
jangan sampai terkesan berlebihan atau menjadi pesan sloganis belaka.
Budaya dan iklim sekolah yang bercirikan model hubungan seperti ini
akan dapat membangun rasa kebersamaan dan dapat memicu
26
berkembangnya rasa percaya diri dan kreativitas semua warga sekolah,
termasuk semua siswa.
27
e. Pelibatan tokoh masyarakat. Sebaliknya dalam hubungan yang
dicirikan dengan ”I-it Relationship”, individu tertentu, katakanlah
guru tertentu, memandang individu lain (katakanlah siswa)
sebagai objek, perlu dituntun, tidak berhak untuk menyatakan
kebutuhan dan kepentingannya, dan dapat diperlakukan sesuai
kemauan dan determinasi sang guru. Ciri hubungan seperti ini
akan mematikan kretivitas dan rasa percaya diri sisiwa, dan
cenderung mengembangkan sikap asosial, bahkan anti sosial,
pada diri siswa.
Hal ini sejalan dengan teori motivasi-iklim baik dari Herzberg (Hersey
dan Blanchard, 1992). Dijelaskan bahwa faktor-faktor motivasi-iklim baik,
yaitu: (1) pekerjaan itu sendiri, yang meliputi: (a) prestasi; (b) pengakuan
akan keberhasilan; (c) pekerjaan yang menantang; (d) meningkatnya
29
tanggung jawab; (e) pertumbuhan dan perkembangan.Lingkungan, terdiri
dari: (a) kebijaksanaan dan administrasi; (b) supervisi; (c) kondiisi kerja; (d)
hubungan antar pribadi; (e) penghargaan, status, dan keamanan.
30
pada waktu-waktu yang tidak mengganggu aktivitas proses belajar-
mengajar.
31
belajar mengajar dan kegiatan yang dapat menunjang
kelancaran proses belajar mengajar.
Hal ini membawa implikasi bahwa sekolah perlu didorong untuk tidak
hanya melihat aspek input manajemen tetapi jauh lebih penting adalah
proses manajemennya, yang dalam konteks pembelajaran berarti
32
perbaikan secara berkelanjutan “proses pembelajaran.” Sehubungan
dengan itu maka, yang diartikan sebagai proses manajemen dalam
konteks ini adalah manajemen mutu. Penerapan manajemen mutu dalam
organisasi nonprofit termasuk sekolah, menurut Brough (1992) perlu
memperhatikan hal berikut, yaitu: (1) kualitas adalah pekerjaan setiap
orang; (2) kualitas muncul dari pencegahan, bukan hasil dari suatu
pemeriksaan atau inspeksi; (3) kualitas berarti memenuhi keinginan,
kebutuhan, dan selera konsumen; (4) kualitas menuntut kerja sama yang
erat; (5) kualitas menuntut perbaikan yang berkelanjutan; (6) kualitas harus
didasarkan atas perencanaan strategik.
33
dengan selalu berupaya keras membuat program pendidikan di sekolah
menjadi lebih baik.
34
kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang positif terutama dalam aspek sikap
dan perilaku yang berorientasi pada kinerja sekolah yang tinggi.
35
Beberapa indikator penciptaan budaya mutu di sekolah adalah.
36
e. Memampukan warga sekolah untuk secara terus menerus
meningkatkan kualitas guna memenuhi persyaratan yang
dituntut oleh pengguna lulusan (masyarakat).
3. Peningkatan akuntabilitas
37
Misi: Dikembangkan dari visi, kemudian diuraikan dalam beberapa misi
sebagai berikut:
Budaya Sekolah:
Setiap pagi siswa dilepas pergi ke sekolah oleh kedua orang tua
dengan iringan salam dan do’a.
38
salam maka segera menjawab salam “Wa’alaikum salam
Warahmatullahi Wabarakatuh”.
2. Ikhlas beramal
3. Rajin beramal
39
8. Amanah, dapat dipercaya
40
Menjalin kerja sama yang harmonis dengan orangtua/wali siswa.
BAB IV
41
BUDAYA DAN IKLIM SEKOLAH
Pengelolaan kelas yang baik, dapat dilakukan dengan enam cara sebagai
berikut; (1) penciptaan lingkungan fisik kelas yang kondusif (2) penataan ruang
belajar sebagai sentra belajar (3) penciptaan atmosfir belajar yang kondusif, (4)
penetapan strategi pembelajaran dan (5) pemanfaatan media dan sumber
belajar, dan (6) penilaian hasil belajar.
42
Untuk lebih jelasnya ke enam cara tersebut di atas akan dijelaskan dalam uraian
berikut.
1. Pengaturan meja-kursi
a. Model huruf U
Gambar 4.2
Model Corak Tim
kelas agar memungkinkan guru melakukan interaksi
dengan setiap tim (kelompok siswa) dapat
meletakkan kursi-kursi mengelilingi meja-meja guna
menciptakan suasana yang akrab. Siswa juga dapat
memutar kursi melingkar menghadap ke depan
ruang kelas untuk melihat guru atau papan tulis.
Gambar 4.3
Model Meja Konferensi
d. Model Lingkaran
e. Model Fishbowl
45
Susunan ini memungkinkan guru melakukan
kegiatan diskusi untuk menyusun permainan peran,
berdebat, atau mengobservasi aktivitas kelompok.
Susunan yang paling khusus terdiri atas dua
konsentrasi lingkaran kursi. Guru juga dapat
meletakkan meja pertemuan di tengah-tengah,
Gambar 4.5
Model Fishbowl dikelilingi oleh kursi-kursi pada sisi luar.
g. Model Workstation
46
Beberapa hal yang perlu diperhatikan berikut ini
dalam menerapkan model ini.
47
berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar,
peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan
sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil
pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru
dalam proses pembelajaran karena dapat dijadikan rujukan
ketika membahas suatu masalah. Di samping itu itu, karya-
karya terpilih siswa yang dipajang dapat berfungsi sebagai
reward dan praise yang dapat memotivasi siswa untuk bekerja
lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain.
3. Pemanfaatan musik
48
pembelajaran tertentu, misalnya sentra penerbitan, sentra pembelajaran
matematika, kafe baca, dsb. Sentra belajar juga bisa bersifat fleksibel dan
sementara (ditata untuk keperluan tema atau unit tertentu yang dipelajari).
49
Atmosfir dan tatanan kelas dapat memperlancar aktivitas dan proses
pembelajaran. Semua elemen dalam kelas menjadi semacam
reinforcer (penguat) dan stimulator untuk membangkitkan gairah dan
aktivitas belajar terhadap mata pelajaran tertentu.
51
kegiatan yang dilakukan siswa.
Memberikan peluang kepada siswa untuk
Reaksi yang diberikan menunjukkan respon melalui
siswa (by respond) presentasi/penyajian hasil karyanya secara
lisan, tertulis, benda kreasi, sebagainya.
Memberikan kesempatan kepada setiap
siswa untuk menguasai materi melalui cara-
cara berdasarkan perspektif yang mereka
pilih. Struktur pengetahuan (by structure)
Siklus cara berpikir memberikan kesempatan kepada siswa
(by circular sequence) untuk memilih (menyeleksi) materi
berdasarkan cara yang dikuasai, misalnya:
dari yang mudah ke sulit, dari yang
diketahui ke yang tidak diketahui, dari dekat
ke jauh.
Memberikan perhatian kepada setiap
Waktu (by time) individu siswa yang kemungkinannya
memiliki perbedaan durasi untuk mencapai
ketuntasan dalam belajar.
Pendekatan Memberikan perlakuan yang berbeda
pembelajaran (by kepada setiap individu sesuai dengan
teaching style) keadaan siswa.
2. Pengelolaan Waktu
Pembelajaran berlangsung selama priode waktu tertentu. Waktu me-
rupakan sumber terbatas yang perlu dialokasi dan dimanfaatkan secara
efesien dan efektif. Alokasi waktu pelaksanaan pembelajaran setiap mata
pelajaran telah dialokasikan dalam satuan jam tertentu. Alokasi jam
pembelajaran tersebut harus dapat digunakan secara optimal untuk
menghasilkan perubahan belajar pada diri siswa.
52
Guna mengoptimalkan pemanfaatan waktu yang tersedia untuk ke-
butuhan pembelajaran, guru perlu memperhatikan beberapa petunjuk be-
rikut ini.
54
kreativitas guru dalam mengembangkan materi pembelajaran, penggunaan
metode dan strategi belajar yang bervariasi, pengaturan waktu dalam proses
belajar mengajar dan pengunaan media dan sumber pembelajaran yang sesuai
dengan tujuan pembelajaran serta penentuan evaluasi untuk mengukur hasil
belajar siswa. Keselurahan aspek yang dijelaskan di atas didesain sedemikian
rupa dalam proses pembelajaran.
bersikap ramah
55
Mencerdaskan bukan hanya terkait dengan aspek kognitif, melainkan
juga dengan kecerdasan majemuk (multiple intelligence). Tidak kalah
pentingnya adalah bagaimana guru dapat mengalirkan pendidikan normatif
ke dalam mata pelajaran sehingga menjadi adaptif dalam keseharian anak.
Inilah yang merupakan tujuan utama dari fundamen pendidikan kecakapan
hidup (life skill). Oleh karena itu, guru dilatih:
Jangan terlalu banyak aturan yang dibuat oleh guru dan harus
ditaati oleh anak akan menyebabkan anak-anak selalu diliputi
rasa takut dan sekaligus diselimuti rasa bersalah.
56
menanyakan mengenai keadaan dan kesiapan masing-masing
siswa untuk belajar. Bahkan ada guru yang membuka pelajaran
diawali dengan nyanyian pendek dan selanjutnya menugaskan
seseorang siswa melanjutkan lagu tersebut.
57
Penyampaian gagasan oleh siswa dapat mempertajam, memperda-
lam, memantapkan, atau menyempumakan gagasan itu karena mem-
peroleh tanggapan dari siswa lain atau gurunya.
58
bagai konteks pembelajaran. Melalui dunia nyata yang terjadi di sekitar
mereka, maka siswa dapat belajar mengembangkan cara berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah serta memperoleh pengetahuan dan
konsep esensial dari materi pelajaran. Pembelajaran bermakna hanya
dimungkinkan terjadi bila siswa dapat mengerahkan proses berpikir tingkat
tinggi, seperti pada level analisis, sintesis, dan evaluasi. Karena itu, guna
merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi dari siswa, mereka perlu
diorientasikan pada situasi/dunia nyata dengan segala problemanya. Para
siswa akan tertantang bagaimana belajar, dengan menggunakan
fenomena di dunia nyata sekitarnya.
60
Dalam penyajian di kelas, bangkitkan tanggapan dan
penjelasan siswa lain. Minta tanggapan balik (counter-
suggestions) dan selidiki tanggapan siswa. Hadapkan mereka
dengan demonstrasi-demonstrasi tambahan untuk meng-
eksplorasi lebih jauh fenomena.
61
kerjakan, mengapa mereka mengerjakan pekerjaan itu, dan apa
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan itu.
Menganekaragamkan tugas-tugas
62
tugas mereka melalui pemeriksaan pekerjaan siswa dan pe-
ngembalian tugas dengan umpan balik? Guru harus selalu me-
nyediakan waktu 5 atau 10 menit untuk berkeliling di antara sis-
wa yang bekerja untuk memastikan apakah mereka memahami
dan mengerjakan dengan benar tugas yang diberikan. Apabila
siswa bekerja berkelompok, maka guru hendaknya berada
dalam kelompok tersebut secara bergantian dan berkeliling di
antara siswa yang bekerja secara mandiri. Selanjutnya, guru
perlu menyiapkan waktu untuk mengoreksi pekerjaan yang
dihasilkan siswa dan mengembalikan kepada mereka dengan
umpan balik, termasuk memberi reinforcement dalam bentuk
reward bagi hasil karya yang baik dan catatan-catatan
penyempurnaan bagi karya yang belum optimal.
63
Mengoptimalkan penggunaan sumber belajar dan pencapaian
hasil belajar.
Secara individual atau tim, tiap minggu atau tiap dua minggu
dilakukan evaluasi oleh guru untuk mengetahui penguasaan
mereka terhadap bahan yang telah dipelajari.
64
Organisasi, para siswa dibagi ke dalam kelompok yang
berorientasi pada tugas dan beranggotakan 2 - 6 orang dengan
komposisi heterogen.
66
diri sendiri (self-regulating). Jika siswa belum mampu mencapai
kemandirian, guru kembali ke sistem dukungan untuk membantu siswa
memperoleh kemajuan sampai mereka mampu mencapai kemandirian.
68
di dalam proses pembelajaran, serta lama waktu yang tersedia
untuk mencapai tujuan yang dimaksud.
69
E. Pemanfaatan Media dan Sumber Belajar
Untuk keperluan itu, materi penggunaan media dan sumber belajar yang
diberikan dalam pelatihan tersebut meliputi:
Seperti juga pada model situasi nyata, pada model ini pun dapat
dibedakan menjadi situasi buatan dengan siswa terlibat langsung dan
situasi buatan dengan siswa tidak terlibat langsung.
73
F. Penilaian Hasil Belajar
74
Penilaian harus menekankan pada kedalaman pengetahuan
(kualitas) dan keahlian siswa, bukan keluasannya (kuantitas).
Komponen proses dan hasil belajar yang penting dinilai antara lain:
75
BAB V
Disiplin sebenarnya bukan hanya sekedar aturan yang harus ditaati untuk
merubah perilaku siswa di sekolah dan bukan sekedar sarana yang digunakan
untuk mencapai tujuan, tetapi lebih dari itu untuk membentuk mental disiplin
kepada siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menciptakan kondisi sekolah
yang dapat membuat semua personil sekolah untuk taat dan patuh secara sadar
untuk mengikuti tata tertib yang ada disekolah tersebut. Misalnya tata tertib
untuk masuk sekolah jam 07.00-07.15. dan bila melewati jam tersebut pintu
gerbang sekolah ditutup rapat, siapapun tidak diperbolehkan untuk masuk ke
lingkungan sekolah jika terlambat, kecuali tamu yang akan berkunjung
kesekolah atau ada hal lain yang mendesak sehingga pintu gerbang sekolah
dapat dibuka. Aturan itu harus konsisten dilaksanakan dan diberlakukan kepada
semua personil sekolah termasuk guru, staf dan kepala sekolah.
76
Indikator-indikator yang perlu diperhatikan dalam menegakkan tata tertib
dan kedisiplinan meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu penyusunan tata tertib,
sosialisasi tata tertib, dan penegakan tata tertib.
2. Semua aturan disiplin dan tata-tertib yang berkaitan dengan apa yang
dikehendaki, dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan beserta sanksi
atas pelanggarannya, merupakan hasil kompromi semua pihak
(siswa, orangtua, guru, guru pembimbing, dan kepala sekolah).
5. Tata tertib sekolah jangan hanya dibuat berupa konsep yang harus
dipatuhi oleh warga sekolah dengan sanksi yang sangat jelas yang
dapat membuat aturan menjadi kaku, tetapi bagaimana
77
mengkondisikan sekolah yang bisa membuat orang untuk tidak
melakukan pelanggaran.
9. Format penyusunan aturan disiplin dan tata tertib dapat dibuat dalam
berbagai bentuk. Contoh model yang dapat digunakan untuk siswa
adalah model penambahan skor dan pengurangan skor:
78
berakibat pengurangan skor, dan siswa yang mencapai skor
nihil akan terancam dikeluarkan dari sekolah.
10. Aturan disiplin dan tata tertib beserta sanksi-sanksinya dibuat dalam
bentuk tertulis dan disahkan oleh kepala sekolah, agar semua pihak
mengetahui dan memahami setiap butir aturan disiplin tersebut.
1. Aturan disiplin dan tata tertib yang telah disusun, disepakati dan
disahkan kepala sekolah hendaknya disosialisasikan secara
berkelanjutan kepada seluruh warga sekolah, dalam hal ini siswa,
guru, orangtua siswa, pegawai, dan pengurus komite sekolah.
Sekolah perlu memastikan bahwa mereka memiliki pemahaman yang
sama tentang butir-butir tata tertib yang telah disepakati dan disahkan
tersebut. Sosialisasi untuk orang tua siswa dan pengurus komite
79
sekolah dapat dilakukan dengan cara mengirimkan tata tertib yang
telah dibuat dalam bentuk tertulis kepada mereka.
1. Disiplin dan tata tertib sekolah berlaku untuk semua unsur yang ada
disekolah tidak terkecuali kepala sekolah ataupun guru dan staf harus
patuh dan taat pada peraturan sekolah yang berlaku dan menjadi
komitmen yang kuat dan mengikat.
80
penundaan, demosi dan PHK atau dikeluarkan sampai masalah itu
terpecahkan atau dihilangkan.
81
12. Eksekusi terhadap pelanggar tata tertib berat yang berkonsekuensi
skorsing atau pemecatan dilakukan oleh kepala sekolah setelah
semua upaya persuasi untuk perbaikan perilaku telah dilakukan
secara maksimal.
82
BAB VI
Agar budaya dan iklim sekolah kondusif dan tercipta harmonisasi kerja, di
sekolah perlu dibangun suasana keterbukaan, obyektivitas penilaian, dan
tentunya upaya mewujudkan kesejahteraan anggota. Berilah penghargaan yang
sesuai untuk guru, karyawan dan siswa yang benar-benar pantas untuk mereka
terima sebagai hadiah atas usaha dan hasil kerja mereka. Dengan pendekatan
manusiawi, saling asah-asih dan asuh sangat diyakini kepemimpinan kepala
sekolah dalam menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif akan
tercapai dan hal ini akan sangat menunjang pencapaian tujuan sekolah yang
telah ditetapkan.
83
menghargai seseorang dan terdapat banyak cara untuk melakukan hal tersebut.
Beberapa cara paling mudah dan terjangkau untuk menghargai seseorang:
84
Berikan foto tersebut kepadanya dan tempatkan foto sejenis lainnya
pada lokasi menyolok agar dapat dilihat oleh semua orang.
7. Undang tim kerja atau personil sekolah ke rumah anda pada hari
sabtu atau hari lain untuk merayakan keberhasilan dalam
melaksanakan tugas atau pencapaian hasil kinerja sekolah.
11. Perhatikan semua orang yang melakukan hal yang benar dan
beritahu mereka kalau pekerjaan itu baik dan benar.
85
untuk berprestasi. Penghargaan ini perlu dilakukan secara tepat, efektif dan
efesien, agar tidak meninmbulkan dampak negatif.
86
B. Bentuk-Bentuk Penghargaan dan Insentif
87
Dinas Pendidikan kabupaten/kota mengambil peran nyata dalam
pemberian penghargaan atas prestasi siswa dan guru yang tinggi.
Staf atau guru yang telah menunjukkan kinerja yang unggul diberi
prioritas untuk menikmati kesempatan promosi atau pilihan program
lain untuk pengembangan karier.
88
Melakukan promosi secara adil berdasarkan mutu dan kualitas
kompetensi yang dimiliki oleh guru, siswa dan staf dan tidak diwarnai
oleh faktor-faktor lain atau kepentingan tertentu.
Imbalan atau insentif yang diberikan kepada guru, siswa dan staf
dapat dilakukan dalam berbagai bentuk selain materi, penguatan juga
dapat dilakukan dalam bentuk pujian, penugasan untuk
melaksanakan tugas-tugas yang menyenagkan, kondisi kerja yang
lebih baik, dan waktu luang lebih banyak juga dapat merupakan
wujud dari imbalan atas hasil kerja yang dilakukan
89
BAB VII
90
Dewasa ini orang bekerja cenderung mencari lebih dari sekedar gaji,
mereka ingin diperlakukan sebagai manusia. Kondisi ini mungkin kedengaran
klise tetapi banyak pemimpin yang kurang menyadari hal ini.
Inti budaya dan iklim sekolah yang bersemangat adalah terletak pada
kualitas hubungan antara individu dalam sebuah komunitas sekolah dan
kepercayaan, penghormatan serta pertimbangan yang ditunjukkan oleh kepala
sekolah kepada guru, staf dan siswa setiap harinya. Untuk memaksimalkan
potensi personil sekolah terutama tergantung pada bagaimana seseorang
diperlakukan, diberi inspirasi dan ditantang untuk menghasilkan prestasi kerja
terbaik mereka dengan dukungan sumber daya serta bimbingan yang diberikan
oleh kepala sekolah untuk membantu menjadikan performa personil sekolah
menjadi luar biasa.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah dalam
melaksanakan kepemimpinan di sekolah sehingga tercipta iklim dan buaya
sekolah yang kondusip:
Dalam menciptakan budaya dan iklim sekolah, salah satu faktor yang
paling menentukan adalah membangkitkan semangat orang-orang yang berada
dalam lingkungan sekolah khususnya guru, staf dan siswa. Hal ini disebabkan
91
karena moral dapat memberikan dampak langsung terhadap kualitas sekolah
dan dapat meningkatkan prestasi belajar bagi siswa serta meningkatkan
profesionalitas para guru dan staf dalam melaksanakan tugas-tugas mereka.
92
Personil sekolah akan lebih menerima program-program sekolah yang
telah disusun bersama, jika mereka yakin bahwa kepala sekolah benar-benar
perduli secara pribadi setiap hari di sekolah dan sikap peduli ini diwujudakan
dengan ekspresif lewat mimik wajah yang mendukung atau ucapan-ucapan
selamat dan sekali-sekali diberikan hadiah atau bonus pada saat moment
penting seperti pada perayaan ulang tahun akan menambah semangat dan
motivasi mereka untuk selalu berbuat yang terbaik.
93
Sekolah yang memiliki budaya dan iklim yang baik menyadari bahwa
person sekolah yang dapat dipercaya untuk melakukan apa yang benar ketika
mereka di izinkan untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri.
Menurut Bob Nelson (2007), ada beberapa saran dalam menetapkan kebijakan
dan prosedur kerja dalam organisasi sebagai berikut:
1. Dalam hal kebijakan, lebih singkat dan sederhana adalah lebih baik
dari pada lebih panjang dan rumit.
94
tugas dan karya adalah sarana yang kuat bagi personil sekolah untuk
mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Agar tercipta sebuah tim work yang baik dalam lingkungan sekolah, maka
setiap setiap personil sekolah sebagai bagian dari anggota tim perlu memiliki
maksud dan tujuan yang jelas serta menetapkan sasaran sekolah dengan
melibatkan seluruh anggota agar mereka mengetahui dan paham apa tujuan
dan sasaran sekolah.
95
1. Tentukan misi bagi tim, hal ini akan mendefinisikan maksud anda dan
menetapkan batasan-batasan bagi cakupan cakupan kerja tim.
96
D. Membangun Semangat Kerja yang Solid
Banyak cara untuk dapat membangun semangat kerja yang solid dalam
organisasi sekolah seperti dengan cara membangun budaya dan menciptakan
iklim bekerja sama dengan penuh semangat, mengejar sasaran ketika mereka
terdorong oleh visi dan misi sekolah yang jelas dengan kekuatan serta
ketersedian sarana belajar yang memadai untuk mencapai tujuan sekolah.
Kekuatan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah kerja sama dan semangat
kerja yang solid diantara personil sekolah.
1. Mengajak seluruh personil sekolah seperti guru, staf, dan siswa juga
orang tua siswa, komite dan masyarakat dalam jamuan makan siang
bersama di sekolah dan menyatakan hal-hal yang berhubungan
dengan program sekolah terutama jika terjadi perubahan dalam
program dan lingkungan sekolah dan melibatkan mereka dalam
proses perubahan tersebut.
Tidak ada yang dapat memompa personil sekolah lebih total, kecuali
inisiatif pribadi atau usaha kerasnya untuk memberikan hasilkerja dan karya
yang lebih baik jika mereka dihargai, diberikan kebebasan untuk mandiri. Akan
masuk akal jika para kepala sekolah mengetahui bahwa pemberdayaan,
kemandirian dan otonomi yang besar kepada seluruh personil sekolah akan
meningkatkan produktifitas mereka, meskipun sekali-sekali mereka membuat
kesalahan bukan berarti mereka gagal dalam tugas, mungkin saja itu awal dari
keberhasilan yang tertunda.
98
Faktor-faktor yang dapat diperhatikan oleh kepala sekolah dalam
menerapkan prinsip-prinsip pemberdayaan, kemandirian dan otonomi dalam
kepemimpinan kepala sekolah sebagai berikut:
1. Ketika guru dan staf menunjukkan hasil kerja atau karya yang baik
dan meraih sukses/prestasi, berilah dia kesempatan untuk
melaksanakan kerja berikutnya.
4. Untuk menjalin iklim dan hubungan yang baik antara kepala sekolah
dengan guru, staf dan siswa, maka hubungan antara mereka harus
jelas baik dari segi struktur maupun wewenang dan tanggung jawab
mereka agar mereka lebih fokus dalam melaksanakan tugas dalam
bidangnya.
Apa yang membuat budaya dan iklim sekolah menjadi lebih baik dan
kondusif? Dasarnya adalah implementasi kepemimpinan sekolah yang
menghargai inisiatif personil sekolah sehingga semangat dan tanggung jawab
moral dalam bekerja dan berkarya tumbuh dan berkembang dan secara
otomatis produktivitas kerja mereka akan meningkat. Seperti semua inisiatif
yang lain, kepemimpinan yang bagus adalah kunci untuk implementasi yang
afektif. Bila perubahan sistemik dilaksanakan tanpa perubahan budaya dan iklim
organisasi sekolah, implementasinya sering gagal dan kembali ke keadaan
sebelumnya.
99
Insiatif yang dibangun dari proses komunikasi terbuka, hasil diskusi dan
tukar pikiran akan menambah semangat mereka dalam bekerja. Contoh kongkrit
dapat dilihat dari peran guru dalam proses belajar mengajar yang cukup
komunikatif dan memiliki inisiatif-inisiatif yang senantiasa dikomunikasikan
dengan kepala sekolah dan guru lainnya akan tampil prima dan produktif dalam
melaksanakan peran mereka dan hal ini sangat mendukung guru di lapangan
dan proses belajar-mengajar secara maksimal dapat ditentukan oleh informasi-
informasi baru yang diperoleh.
100
atau prestasi belajar siswa menurun. Hal ini dapat membangkitkan
semangat mereka.
101
bidang studi, guru kelas maupun sebagai wali kelas dan setiap guru
akan mengelola kelasnya dengan baik.
10. Kepala sekolah juga harus bisa bertindak sebagai perantara yang
mengalirkan informasi dan menjawab berbagai pertanyaan dalam
berbagai hal karena sebagian pekerjaan kepala sekolah adalah
pekerjaaan verbal.
Kepala sekolah yang efektif adalah kepala sekolah yang dapat melakukan
langkah-langkah kongkrit untuk membantu pengembangan orientasi harapan
yang tinggi yang mencerminkan peran kepemimpinan pengajaran. Terdapat
delapan kategori kepala sekolah efektif berdasarkan hasil penelitian dan
pengamatan lapangan:
102
siswa dalam setiap tingkatan dan kelas. Tindakan ini secara instrinsik
mencerminkan fokus dan nilai akademis.
104
perlengkapan yang dapat mendorong siswa mengembangkan
bakat minat dan ketrampilannya.
105
i. Kepala sekolah menunjukkan kepribadian yang menyenangkan,
terbuka dalam memimpin sekolah.
106
e. Mengembangkan pola perilaku dan tindakan yang didasari oleh
integritas dan etika dalam bersikap.
Selain beberapa cara di atas yang dilakukan oleh kepala sekolah sebagai
pemimpin dalam mengembangkan budaya dan iklim sekolah, kepemimpinan
juga dapat dilihat dari prosesnya. Proses kepemimpinan mencakup dua dimensi
penting, yaitu beban kepemimpinan dan bentuk atau gaya kepemimpinan
(Townsend, 1994). Beban kepemimpinan berkaitan dengan sejauhmana tang-
gung jawab kepemimpinan diambil alih atau didelegasikan oleh kepala sekolah
terhadap semua aspek operasi sekolah. Bentuk kepemimpinan berkaitan
dengan gaya kepemimpinan yang digunakan oleh kepala sekolah, apakah oto-
ritarian, hierakis, demokratis, berorientasi tugas atau berorientasi manusia.
Adapun gaya kepemimpinan yang dikembangkan tergantung pada kondisi
operasional sekolah. Beberapa penelitian yang dilakukan di Inggris
menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan otokratik dan gaya yang terlalu
demokratik kurang efektif dibandingkan dengan gaya kepemimpinan situasional
(Mortimore, 1993).
M4 G4
Kematangan Tinggi Delegatif
(Mampu dan mau) (Perilaku tugas rendah dan perilaku
hubungan rendah)
109
Dari tabel 2 tersebut dijelaskan bahwa bawahan yang kematangannya
rendah (M1) lebih cocok dipimpin dengan gaya direktif; bawahan dengan tingkat
kematangannya rendah-sedang (M2) lebih cocok dipimpin dengan gaya
konsultatif; bawahan dengan tingkat kematangan sedang-tinggi (M3) lebih cocok
dipimpin dengan gaya partisipatif; sedangkan bawahan dengan tingkat
kematangan tinggi (M4) lebih cocok dipimpin dengan gaya delegatif.
110
dalam pengembangan budaya dan iklim sekolah. Kegiatan ini dilakukan
untuk melihat bagian mana dari kegiatan sekolah yang masih kurang dan
diupayakan untuk diperbaiki. Demikian pula, kegiatan yang sudah baik
diupayakan untuk dapat ditingkatkan menjadi lebih baik lagi.
111
b Kepala sekolah membantu guru dalam mengidentifikasi
kesulitan yang dihadapi guru dalam pembelajaran dan faktor
penciptaan budaya dan iklim belajar siswa. Kesulitan-kesulitan
itu dapat berhubungan dengan strategi pembelajaran,
pengelolaan kelas maupun materi pembelajaran.
113
f Kepala sekolah peka terhadap kebutuhan siswa, guru, staf,
orangtua dan masyarakat.
114
p Mengubah organisasi dari piramid yang kaku menjadi lingkaran
yang lentur, di mana jaringan-jaringan berkembang dari unit-unit
otonom.
115
f. Kepala sekolah yang memiliki dedikasi dan rajin
a Memiliki komitmen
b Memiliki energi
i Mengekspresikan perasaan
DAFTAR RUJUKAN
116
Anonim 2. 2007. 1001 Cara Untuk Memberikan Imbalan Kepada Karyawan.
Karisma Publishing Group. Batam Center.
Fisher & Fraser, 1990. School Climate, (SET research information for teachers
No.2). Melbourne: Australian Council for Educational Research.
Freiberg. 1998. Measuring school climate: Let me count the ways. Educational
Leadership.
Juran. 1989. On Leadeship Of Quality Free Press. Mc. Millan Inc. USA
Moekijat, Drs. 1990. Asas-asas Perilaku Organisasi. Cv. Mandar Maju. Bandung
117
Moedjiarto. 1990. Persepsi terhadap Karakteristik yang Membedakan Sekolah
Menengah Atas dengan Prestasi Aki:zdemik Tinggi dan Sekolah
Menengah Atas dengan Prestasi Akademik Rendah di Surabaya.
Disertasi. Tidak diterbitkan: Malang: Fakultas Pasca Sarjana Intitut
Keguruan dan llmu Pendidikan Malang.
Purkey, & Smith, 1985. Too soon to cheer? Synthesis of research on effective
schools. Educational Leadership.
Robins, 1994. Teori Organisasi ( Struktur, Desain & Aplikasi). Arcan. Jakarta
Robins, & Mary Coulter. 1999. Manajemen Jilid I (Edisi bahasa Indonesia). PT.
Prenhallindo. Jakarta
118
leadership. School Effectiveness and School Improvement, 3(4):242-257.
Townsend, T. 1994. Effecting Schooling For the CommUllity. London and New
York,Routledge.
119
LAMPIRAN
Lampiran 1 : (CONTOH)
Mata Pelajaran :
Tanggal :
Bentuk
Praktek-praktek Rencana
Permasalahan dan
Komponen Aspek yang Diobservasi yang baik yang Tindak
Kendala yang
telah dilakukan Lanjut
Dialami
Pengelolaan - Pengaturan kelas
Kelas - Poster afirmasi
- Dsb
Strategi - Kesesuaian strategi
120
pembelajara pembelajaran dalam
n menciptakan budaya
belajar
- Pemilihan strategi yang
bervariasi
- Dsb.
Hubungan - Cara guru
sosial berkomunikasi dengan
dengan siswa
siswa - Teknik pengaturan
kelas yang
memudahkan
berkomunikasi
- Dsb
Budaya - Penanaman budaya
kelas prestasi pada siswa
- Dsb.
Supervisor: (Nama dan tandatangan)
121
Lampiran 2 : Bahan Diskusi dan Penugasan
Petunjuk: Beri tanda silang (X) pada kolom yang paling mendekati kata yang
menjelaskan apa yang Anda rasakan tentang budaya sekolah Anda
1 Hangat Dingin
2 Otokratis Demokratis
3 Bersahabat Tidak bersahabat
4 Kreatif Tidak kreatif
5 Tertutup Terbuka
6 Tidak Ramah Ramah
7 Mendukung Tidak mendukung
8 Manusiawi Tidak manusiawi
9 Aman Tidak aman
10 Memotivasi Tidak memotivasi
11 Kaku Fleksibel
12 Tidak Menyenangkan
menyenangkan
13 Menggairahkan Tidak
menggairahkan
14 Tidak sehat Sehat
15 Santai Tegang
16 Aktif Pasif
17 Komunikatif Tidak Komunikatif
18 Buruk Baik
19 Bersemangat Tidak
bersemangat
20 Monoton Dinamis
21 Mendorong Tidak mendorong
22 Tidak Pengertian Pengertian
23 Peduli Tidak peduli
24 Sabar Tidak sabar
25 Sedih Senang
Kajilah kasus tata tertib sekolah Anda atau sekolah lain. Analisis
kemungkinan factor pendukung dan penghambat dalam penegakan tata tertib
tersebut. Berikan saran untuk mengatasi hambatan tersebut. Diskusikan
rumusan Anda dalam kelompok yang dibentuk untuk itu.