KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya sehingga modul Sosiologi Sastra ini dapat disusun sesuai dengan
harapan. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
terselesaikan.
mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan modul
Sosiologi Sastra ini. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam modul ini,
oleh karena itu kritik yang membangun serta saran dari semua pihak sangat kami
harapkan.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
B. Fakta Kemanusiaan ................................................................. 42
C. Homologi ................................................................................. 43
F. Pandangan Dunia..................................................................... 45
KEBUDAYAAN ........................................................................... 56
iii
BAB VIII REALITAS SASTRA DAN REALITAS KONKRIT .................. 103
iv
BAB XIV MENGURAIKAN HAKEKAT SASTRA DAN
(Anakronisme)........................................................................ 180
v
BAB I
dengan aspek sosial, merupakan pendekatan atau cara membaca dan memahami
sastra yang bersifat interdisipliner. Oleh karena itu, sebelum menjelaskan hakikat
sebagai sebuah ilmu, batasan sastra, baru kemudian menguraikan perbedaan dan
bahwa sosiologi merupakan studi yang ilmiah dan objektif mengenai manusia
Apa yang diuraikan oleh Swingewood tersebut tidak jauh berbeda dengan
hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya
gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral), sosiologi adalah ilmu yang
1
mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan
gejala nonsosial, dan yang terakhir, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari ciri-
ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain. Baik sosiologi maupun sastra
memiliki objek kajian yang sama, yaitu manusia dalam masyarakat, memahami
telaah objektif dan ilmiah tentang manusia dan masyarakat, telaah tentang
yang mengunakan data sastra. Yang pertama, penyelidikan yang bermula dari
lingkungan sosial untuk masuk kepada hubungan sastra dengan faktor di luar
sastra yang terbayang dalam karya sastra. Oleh Swingewood, cara seperti ini
faktor sosial yang menghasilkan karya sastra pada masa dan masyarakat tertentu.
Kedua, penyelidikan yang menghubungkan struktur karya sastra kepada genre dan
sastra).
2
dikemukakan Plato, yang memahami karya sastra dalam hubungannya dengan
oleh fakta bahwa keberadaan karya sastra tidak dapat terlepas dari realitas sosial
yang terjadi dalam masyarakat. Seperti yang pernah dikemukakan oleh Sapardi
sosiologi sastra di Indonesia, bahwa karya sastra tidak jatuh begitu saja dari langit,
tetapi selalu ada hubungan antara sastrawan, sastra, dan masyarakat. Oleh karena
itu, pemahaman terhadap karya sastra pun harus selalu menempatkannya dalam
sebagai anggota masyarakat, kondisi sosial budaya, politik, ekonomi yang ikut
berperan dalam melahirkan karya sastra, serta pembaca yang akan membaca,
perspektif sosiologi sastra, karya sastra tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang
anggota masyarakat. Dalam menciptakan karya sastra, tentu dia juga tidak dapat
terlepas dari masyarakat tempatnya hidup, sehingga apa yang digambarkan dalam
3
karya sastra pun sering kali merupakan representasi dari realitas yang terjadi
Pembaca pun merupakan anggota masyarakat, dengan sejumlah aspek dan latar
belakang sosial budaya, politik, dan psikologi yang ikut berpengaruh dalam
memilih bacaan maupun memaknai karya yang dibacanya. Bertolak dari hal
tersebut, maka dalam perspektif sosiologi sastra, karya sastra antara lain dapat
(representasi) realitas dalam masyarakat. Sastra juga dapat menjadi dokumen dari
realitas sosial budaya, maupun politik yang terjadi dalam masyarakat pada masa
tertentu. Dalam karya sastra, misalnya novel Salah Asuhan karya Abdoel Moeis,
Hanafi yang terombang ambing dalam posisinya sebagai pribumi yang mendapat
dengan orang-orang Eropa di Hindia Belanda agar dapat menikah dengan Corrie,
kolonial Belanda. Sastra juga sangat mungkin menjadi alat melawan kebiadaban
4
Minangkabau pada tahun 1920-an dalam berpoligami, seperti tampak pada dialog
sastra (Damono, 1979:16). Kata mimesis (bahasa Yunani) berarti tiruan. Teori
mimesis menganggap karya sastra sebagai tiruan alam atau kehidupan (Abrams,
1981). Menurut pandangan Plato, segala yang ada di dunia ini sebenarnya hanya
yang ada di dunia ini (manusia nyata) adalah tiruan dari manusia yang ada di
dunia gagasan tersebut. Demikian juga benda-benda yang ada di dunia: bunga,
pohon, meja, kursi, dan lain sebagainya dianggap sebagai tiruan dari dunia
menggambarkan tiruan dari sebuah tiruan. Oleh karenanya, puisi atau sajak yang
dihasilkannya tidak lain hanyalah tiruan dari barang tiruan (Damono, 1979:16).
1988:220). Menurut Plato ada beberapa tataran tentang Ada, yang masing-masing
mutlak hanya yang Baik, dan derajat kenyataan semesta tergantung pada derajat
kedekatannya terhadap Ada yang abadi (Verdinius, via Teeuw, 1988:220). Dunia
5
empirik tidak mewakili kenyataan yang sungguhsungguh, hanya dapat
Misalnya, pikiran dan nalar kita meneladani kenyataan, kata meniru benda, bunyi
Dalam rangka ini, menurut Plato mimesis atau sarana artistik tidak
mungkin mengacu langsung pada nilai-nilai yang ideal, karena seni terpisah dari
tataran Ada yang sungguh-sungguh oleh derajat dunia kenyataan yang fenomenal.
Seni hanya dapat meniru dan membayangkan hal-hal yang ada dalam kenyataan
yang tampak, berdiri di bawah kenyataan itu sendiri yang hirarki (Teeuw,
hanya dipandang sebagai tiruan dari tiruan, namun dalam pandangannya tersebut
tersirat adanya hubungan antara karya sastra dengan masyarakat (kenyataan). Apa
yang tergambar dalam karya sastra, memiliki kemiripan dengan apa yang terjadi
dalam masyarakat.
kembali oleh Aristoteles, dengan teori kreasi. Berbeda dengan Plato yang
1984) memandang mimesis yang dilakukan para seniman tidak berarti semata-
6
memaksa, dengan ketakrelaannya. Apa yang terjadi dalam ciptaan seniman masuk
akal dalam keseluruhan dunia ciptaan itu dan sekaligus, karena dunia itu
Aristoteles, nilai karya seniman lebih tinggi dari karya seorang tukang. Dalam
penghargaan yang tinggi terhadap karya seni. Menurutnya karya seni, menjadi
sarana pengetahuan yang khas, cara yang unik untuk membayangkan pemahaman
tentang aspek atau tahap situasi manusia yang tidak dapat diungkapkan dan
kajian sosiologi karya sastra, yang membahas ”kenyataan” yang terdapat dalam
karya sastra dalam hubungannya dengan kenyataan yang terjadi dalam masyarakat
dan menganggap sastra sebagai sarana untuk mencatat dokumen sosial historis
masyarakat. Dalam kajian sosiologi sastra yang awal, hubungan antara karya
sastra dengan kenyataan, sering kali dipahami dalam hubungan yang bersifat
langsung, tanpa mengingat hakikat sastra sebagai karya estetik yang diciptakan
pengarang, dengan berbagai latar belakang dan motivasi yang kesemuanya akan
ikut berperanan dalam membentuk ”realitas” yang tergambar dalam karya sastra.
7
D. Hubungan antara Sastra dengan Lingkungan Sosial, Iklim, Geografi, dan
Stae
seorang penyair, yang termasuk dalam periode klasik sastra Jerman (Damono,
sosiologi sastra adalah pendapatnya bahwa setiap karya sastra berakar pada suatu
lingkungan sosial dan geografis tertentu. Faktor lingkungan sosial dan geografis
yang berhubungan dengan karya sastra, menurut Herder adalah iklim, lanskap,
ras, adat istiadat, dan kondisi politik. Di samping itu, Herder juga mengunakan
sejarah sebagai acuan untuk menganalisis sastra, sebaliknya sastra juga digunakan
lembaga sosial: agama, adat istiadat, dan hukum terhadap sastra (Damono,
1979:20).
Sifat-sifat bangsa ditentukan oleh hubungan timbal balik yang rumit antara
berbagai lembaga sosial seperti agama, hukum, dan politik. Untuk menjelaskan
8
novel tidak berkembang sebab di negeri tersebut orangorang terlampau angkuh
dalam masyarakat yang memberikan status cukup tinggi kepada wanita, dan yang
bahwa keberadaan, ciri-ciri, dan perkembangan sastra tidak dapat dilepaskan dari
subjek pencipta dan masyarakat pembaca yang menikmatinya, yang dibentuk oleh
Goldmann
dianggap sebagai peletak dasar mazhab genetik dalam kritik sastra (Laurenson &
tata cara zamannya, suatu perwujudan macam pikiran tertentu. Apa yang
tempat pengarang dan pembaca hidup. Melalui sastra, seorang pengarang dapat
9
mengungkapkan kembali norma-norma dan nalar kolektif masyarakat yang
membedakan antara karya sastra besar (yang monumental) dan karya sastra biasa.
zamannya sepenuh-penuhnya.
timbulnya sastra besar antara lain adanya hubungan timbal balik antara ras, saat,
dan lingkungan. Hubungan timbal balik antara ras, saat, dan lingkungan tersebut
menghasilkan suatu struktur mental yang praktis dan spekulatif, yang selanjutnya
dalam sastra dan seni. Ras menurut Taine mengacu pada ciri turun-temurun
seperti perangai, bentuk tubuh, juga sifat-sifat suatu bangsa, sementara saat dapat
berarti periode yang memiliki gambaran khusus tentang manusia, jiwa zaman,
usul karya sastra dalam hubungannya dengan pandangan dunia kelompok sosial
(Goldmann, 1981:74). Dalam hal ini struktur karya sastra dianggap sebagai
10
pandangan dunia menurut Goldmann (1981:112) adalah rumusan dari gagasan-
Menurut Ratna (2003: 332) ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan
mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat dan dengan demikian
1) Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin
oleh masyarakat.
masalah kemasyarakatan.
11
4) Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, dan adat istiadat serta tradisi
yang lainnya, dalam karya sastra terkandung estetik, etika, dan juga
tersebut.
Perspektif ini akan berhubungan dengan kehidupan pengarang dan latar kehidupan
Jadi, sosiologi sastra itu sendiri lebih memperoleh tempat dalam penelitian sastra
mudah diperoleh. Di samping itu, permasalahan yang diangkat dalam karya sastra
12
BAB II
Karya sastra lahir tidak berada dalam kekosongan budaya tetapi pasti
kebudayaan. Sastra dapat dipandang sebagai bagian integral dari kehidupan sosial
budaya masyarakat yang melahirkannya. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa
hal tersebut mungkin tidak dapat dibenarkan semuanya dalam kehidupan dewasa
ini, keadaan itu terlihat dominan menandai kehidupan masyarakat waktu itu,
Sastra yang lahir dalam sebuah masyarakat dalam banyak hal akan
yang terdapat dalam karya-karya itu pada umumnya juga berupa nilai-nilai yang
ada kaitannya dengan nilai-nilai yang terdapat pada latar belakang sosial budaya
13
penulis ticlak clapat melepaskan diri dari pengaruh kerangka sosial budaya
proses kelahiran karya itu telah diprakondisi oleh kode sosial budaya masyarakat
tokoh fiksi yang diciptakan dalam banyak hal juga akan dipengaruhi oleh kondisi
pewayangan merupakan salah satu fakta sosial budaya yang telah demikian
masyarakat . Namun, hal itu berarti bahwa pengarang hanya mampu berkisah
dengan latar sosial budaya kelahirannya saja. Sebagai manusia yang mernpunyai
hubungan luas, mereka dapat rnenulis cerita dengan latar sosial budaya di
masyarakat lain, baik yang masih dalam lingkup satu negara maupun negara lain,
yang kehidupan sosial budayanya telah dipaharni, diresapi, dan dihayati secara
rnasyarakat lain tersebut, atau yang dalam kaitan ini telah rnelewati proses
yang bukan asli kebudayaan sendiri. Jadi, pengangkatan model kehidupan sosial
budaya dalam suatu masyarakat dalam karya sastra mungkin sekali dilakukan oleh
pengarang yang berasal dari tradisi budaya yang lain. Hal itu misalnya, dilakukan
14
oleh NH. Dini dalarn Namaku Hiroko dan Nasyah Djamin dalarn Gairah untuk
Hidup dan untuk Mati yang sarna-sarna rnengangkat kehidupan sosial budaya
Indonesia, tokoh-tokoh cerita yang dimunculkan pun tokoh yang berasal dari
kedua tradisi budaya itu. Selain itu, penderitaan kehidupan tradisi sosial budaya
Jepang pun tradisi sebagairnana dipahami oleh kedua pengarang itu yang tentu
bersangkutan? Atau, apakah benar karya itu rnencerminkan kondisi sosial budaya
masyarakatnya secara objektif? Hal itu merupakan persoalan yang tidak mudah
kreativitas dan idealisrne sendiri, tak jarang karya yang ditulisnya justru
Namun, bagaimanapun juga karya satra memerlukan tempat berpijak karena yang
dipersoalkan adalah persoalan manusia, dan itu berarti harus ada seting sosial
budaya.
Wellek & Warren (1956) mengemukakan bahwa realitas dalam karya fiksi
merupakan ilusi kenyataan dan kesan yang meyakinkan, namun tidak selalu
dipergunakan untuk memikat pembaca agar mau memasuki situasi yang tidak
mungkin atau luar biasa, adalah dengan cara patuh pada detil-detil kenyataan
15
kehidupan sehari-hari. Hal itu berarti bahwa kebenaran dalam karya fiksi
kebenaran situasionaI. Kebenaran situasional justru lebih dalam dari pada sekedar
kepatuhan pada kenyataan sehari-hari itu. Terhadap realitas kehidupan karya fiksi
akan membuat distansi estetis, membentuk dan membuat artikulasi. Dengan cara
itu, ia mengubah hal-hal yang terasa pahit dan sakit jika dialami dan dirasakan
pada dunia nyata, namun menjadi menyenangkan untuk direnungkan dalam karya
sastra.
Karya fiksi yang biasa tunduk pada realitas kehidupan sehari-hari justru
dinilai kurang bernilai literer. Hal itu misalnya terjadi pada novel-novel pop. Ia
sengaja ditulis untuk "selera populer'" kemudian dikemas dan dijajan sebagai
suatu "barang dagangan populer". Oleh karena itu, novel populer pada umumnya
bersifat artifisial, hanya bersifat sementara, cepat ketinggalan zaman, dan tidak
memaksa orang untuk membacanya sekali lagi. Sebagai kebalikkan sastra populer
itu adalah sastra yang "sastra", "sastra serius", literature. Walau dapat juga bersifat
inovatif dan eksperimental, sastra serius tidak akan dapat menjelajah sesuatu yang
kembali "emosi-emosi asli'" dan bukan penafsiran tentang emosi itu. Oleh karena
16
itu, sastra populer yang baik banyak mengundang pembaca untuk
mudah dibaca dan lebih mudah dinikmati karena semat-mata ingin menyampaikan
Novel serius dipihak lain, justru "harus" sanggup memberikan yang serba
berkemungkinan, dan itulah sebenarnya makna sastra yang sastra. Membaca novel
serius, jika kita ingin memahaminya dengan baik, diperlukan daya konsentrasi
yang tinggi dan disertai kemauan untuk itu. Novel serius disamping memberikan
pembaca, atau paling tidak, mengajaknya untuk meresapi dan merenungkan secara
menciptakan sebuah "dunia baru" lewat penampilan cerita dan tokoh tokoh dalam
situasi yang khusus. Oleh karena itu, novel sastra menuntut aktivitas pembaca
Sastra populer sebagai bagian kehidupan populer yang lain adalah juga
diciptakan oleh para pemikir dalam arti yang sebenarnya. Ia direkayasa oleh
17
bukanlah kebudayaan dalarn arti yang sesungguhnya, sedangkan kehudayaan yang
1992: 93). Sastra, filsafat, dan ilmu dalam arti sebenarnya bukanlah sastra,
rendah, melainkan yang selalu menentang ketidakbenaran. Oleh karena itu, sastra
yang serius akan sanggup menyuarakan kebenaran akan mempunyai gema yang
dikategorikan sebagai novel serius inilah yang selama ini banyak dibicarakan pada
dunia kritik sastra. Barangkali, orang beranggapan bahwa hanya novel jenis ini
pulalah yang pantas dianggap sebagai karya sastra sekaligus karya seni, sebagai
tidak ada salahnya dijadikan sebagai salah satu sumber. Justru karena sifatnya
dan yang dilukiskan mungkin tidak sama dengan kenyataan sosial budaya sehari-
hari. Namun melalui karya sastra dapat diketahui melalui bagaimana kehidupan
18
Karya sastra dapat dipahami dari berbagai aspek kehidupan
karya sastra sejauh karya sastra itu masih berupa aspek mimesis. Refleksi
juga dapat dibuat berupa hal yang terjadi dalam realita kehidupan manusia itu
19
BAB III
dikatakan jika ia dikatakan kepada seseorang. Akan tetapi dapat pula dikatakan
bahwa sesuatu hanya dapat dikatakan kepada seseorang jika pertama-tama ia telah
dikatakan untuk seseorang. Dengan kata lain, public lawan bicara sudah eksis
dalam sumber kreasi sastra . Seperti yang dilakukan oleh Samuel pepys, yang
menulis hanya untuk dirinya sendiri dalam jurnalnya “Buku Harian “, jadi ia
sendiri lawan bicaranya. Setelah meninggal, “ia berbicara kepada kepada public
kata “publier” yang artinya menerbitkan. Kemudian dalam bahasa latin “pulicare”
baik yang dikenal amupun yang tidak dikenal. Makna paling kuno dari kata
tersebut yang dikutip dari Littre, dipakai pada abad XIII, dan diterapkan pada
kepada orang lain. Agar suatu karya dapat benar-benar eksis sebagai unsure yang
otonom dan bebas, sebagai suatu hasil ciptaan, ia harus memisahkan diri dari
20
penciptanya dan menjalani sendiri nasibnya diantara orang-orang. Itulah yang
lukisan dimana pelukis tidak boleh membuat coretan baru dengan kuasnya, ia
A. Perkembangan Historis
merupakan salah satu yang paling praktis untuk mencoba suatu karya dihadapan
public yang terbatas. Misalnya adalah penyebaran oleh pengarang yang paling
menarik adalah “yomuri”, yaitu nenek moyang Koran jepang yang setelah ditulis,
ataupun yang masih baru. Hal ini masih suka kita dapati di banyak negara. Hal
inilah yang dikatakan salah satu bentuk publikasi, namun masih terbatas.
Sejak abad V, di Athena dan pada zaman klasik di Roma, sudah ada
yang waktu itu memang juga sudah ada. Yang menarik adalah bahwa untuk
menyebut kegiatan tersebut orang-orang romawi itu telah memilih akar kata kerja
21
“edere” yang berarti “melahirkan”. Makna tersebut masih berlaku pada zaman
muncul empat belas abat keudian. Dengan mesin cetak, tekanan diberikan pada
penerbitnya. Dalm hal ini publikasi injil merupakan salah satu factor yang
teknis diperkuat dengan publikasi bahasa, berupa pemakaian bahasa kasar. Dalam
memilih, mereka juga telah memiliki sifat pencipta. Oleh karena itu dikatakan
bahwa Chaucer, Gower, Maroly, dll telah berutang budi kepada Caxton yang
padahal jika karya mereka tetap ditulis tangan mungkin hal itu tidak akan terjadi.
Pada abad XV, sudah ada perusahaan dagang yang sangat besar seperti
toko penjualan dan agen-agen di kota-kota Kristen terpenting, atau juga milik
Aldo Manuzio di Venesia. Pada abad XVI, di prancis ada dinasti penerbit
peranan penting sebagai pasar buku internasional pada abad XVIII. Namun karena
yang rumit, dengan sangat cepat terpaksa menyerahkan penjualan eceran hasil
sebagian dari fungsi komersial mereka. Maka muncullah took-toko buku. Pada
22
penggalan kedua abad XVI, di prancis kata “librairie tidak lagi diterapkan kapada
Batas antara kedua profesi itu belum begitu jelas. Pada tahun 1618, di
prancis peraturan pajak masih mengelompokkan percetakan dan toko buku dalam
grup yang sama. Sampai akhir abad XVIII, masih susah untuk dikatakan siapa
diantara keduanya yang bertanggung jawab secara moral dan dari segi keuangan
atas publikasi buku. Pada zaman Napolen di awal abad XIX, perundang-undangan
yang ada menghentikan perdebatan demi pihak ketiga dengan menunjuk seorang
penerbit yang bertanggung jawab untuk setiap publikasi, sama seperti pengelola
Pada masa kini, beberapa penerbit telah dibentuk dengan cara seperti itu,
misalnya John murray, yang ikut menanajak dengan romantisme inggris. Tetapi
lebih banyak yang berasal dari percetakan, misalnya Plon di prancis, sementara
yang lain berasal dari toko buku seperti Hachette. Selain itu, sekarang pun
penerbit.
1. Media Cetak
menerbitkan dalam lembaran kertas atau bisa juga dalam bentuk poster, spanduk,
dan baliho. Publikasi karya sastra melalui media cetak terdapat dalam koran, dan
buku.
23
a. Surat Kabar ( Koran)
keberadaan surat kabar. Sebagian besar karya para sastrawan kita terlebih
Kumpulan puisi atau kumpulan cerpen biasanya berasal dari puisi-puisi atau
berasal dati cerita bersambung. Selain karya yang sifatnya rekaan pengarang,
surat kabar juga menyediakan ruangan untuk karya berupa esai dan kritik
sastra. Berita atau tulisan tentang sasffawan dan aktivitasnya, sern kegiatan
sastra dan budaya yang kadang-kadang disediakan khusus di surat kabar, baik
Sering karya-karya itu kurang diperhatikan oleh para pengamat sastra, mereka
karya yang baik mendapat kesempatan untuk dibukukan. Sekarang ini banyak
surat kabar yang menyediakan ruang untuk menampung karya dari remaja
atau para pemula. Ruang semacam ini sangat berguna untuk melatih bakat
menulis dari para pemula. Jika tidak, bakat-bakat terpendam semacam itu
masa remaja. Melihat hal ini dapat dikatakan bahwa surat kabar
24
Selain itu, dalam surat kabar terdapat pula berbagai berita mengenai
dapat dikaji dari berita-berita itu dalam surat kabar. Satu kebutuhan yang
langsung dapat dipenuhi oleh surat kabar ini adalah di dalamnya dibicarakan
pengarang dan penyair untuk menyiarkan hasil karyanya, baik yang berupa
percobaan maupun yang sudah matang, dengan tidak menunggu terlalu lama
diketahui bahwa fungsi dan format media semacam itu besar sekali
pengaruhnya tethadap karya sastra, baik dari seg tema maupun penulisannya.
itu ada berbagai hal yang berkaitan dengan ideologi yang mau tidak mau
mempengaruhi berbagai segi tematik dan stilistika karya sastra yang dimuat.
Indonesia. Klas balik sejarah yakni pada tahun 1950-an, hampir semua koran
2002:36).
25
Perhatian yang serius terhadap penerbitan karya sastra dalam surat
kabar ini pendng karena semua karya mendapat kesempatan untuk diterbitkan
sebagai buku, seperti terbitan kompas yang menjadi kumpulan cerpen. Oleh
b. Majalah
ini, misalnya apakah majalah yang memuat karya sastra itu merupakan
majalah khusus atau bukan? Majalah yang khusus memuat karya sastra seperti
Kisah, Horison, dan Pujangga Baru tentu memiliki tujuan tertentu dalam
Kisah. Perbedaan itu akan berpengaruh dalam seleksi karya yang akan dimuat.
serangkaian tulisan yang menunjukkan sikap terhadap apa yang disebut sastra
lama yang dianggap beku dan tidak bisa dikembangkan lagi, sedangkan Kisah
berbagai majalah yang didasari pada idealisme semata, tanpa sama sekali
26
memperhadkan pentingnya penyebarluasannya. Dari suatu sisi majalah
Pujangga Baru boleh dianggap demikian meskipun usaha itu tampaknya juga
didukung juga Oleh keinginan untuk menyebarnya seluas mungkin, suatu hal
sastra. Ruangan khusus itu seolaholah dipisahkan isi majalah secara umum,
dimuamya.
sering dianggap sebagai pengisi ruangan kosong. Jika ini terjadi, mungkin
menyeluruh. Dalam majalah semacam itu memiliki fungsi yang sama sekali
kemungkinan perbedaan fungsi ini ada pengaruhnya terhadap tema dan gaya
majalah sastra yang hanya bisa dibaca golongan elite dan lebih suka menulis
majalah bukan sastra bukanlah gejala yang hanya sekarang baru kelihatan,
tetapi dulupun juga ada semasa sebelum perang. Kilas sejarah, M. Yamin
27
membuat debutnya dalamJong Amir Hamzah, S. T. Alisyabana dan banyak
ruangan khusus. Cerita rekaan yang dimuat di majalah wanita seperti femina
ada perhatian khusus terhadap mutu karya sastra yang dimuatnya. Namun
karya sasú•a, mengngat bahwa majalah itu ditujukan khusus untuk pernbaca
sastra itu ada pembatasan panjang pendeknya. Penerbitan karya sastra dalam
novel yang panjangnya 100 halaman dan ada juga yang 500 halaman. Hal itu
28
komposisinya sesuai dengan keinginannya. Dalam beberapa majalah,
panjang pendek, hal ini bisa menghasilkan keseragaman yang mungkin saja
terhadap ruang sastra. Ruang terbatas ini juga mungkin berdampak terhadap
Kuntcwijoyo yang pada tahun 1960-an dimuat di majalah relatif lebih panjang
daripada yang dimuat di koran pada tahun 1980-an dan 1990-an. Perlu apakah
perbedaan panjang pendek ini berpengaruh terhadap gaya dan tema penulisan
dan juga mutunya. Hal serupa berlaku juga untuk cerpen-cerpen Umar Kayam
c. Buku
Negeri Republik Indonesia (PNRI). Selain itu, buku ini juga dilindungi
Karya sastra yang dipublikasikan dalam bentuk buku antara lain novel,
29
terhadap karya sastra. Pembuatan buku tentunya tidak jauh berbeda dengan
halaman, jadi penulis bebas berkarya sampai berapa halaman yang dia
mampu. Selain itu juga proses pembuatan buku ini tentunya tidak dengan
biaya yang sedikit, sehingga wajar jika harga buku jauh lebih mahal dari pada
Karya sastra berbentuk buku banyak berasal dari majalah dan koran
terhadap karya ini? Tentunya ini menjadi Iahan penelitian bagi seorang
peneliti sastra.
Selain itu, dalam penelitian juga bisa dilihat sejauhmana pengaruh dari
yang sangat menarik biasanya alcan "meledak" yang tentunya akan kembali
yang sudah mendapatkan juara sebagai novel terbaik sudah mengalami cetak
ulang beberapa kali. Demikian juga dengan yang lain: Perempuan Berkalung
Cinta, dan masih banyak karya sastra yang sudah mengalami cetak ulang
perbaikan dari cetakan pertama? Ini juga untuk diteliti oleh peneliti sastra
30
dengan meneliti bagaimana proses editing ulangnya, apa faktor yang
pengurangan.
2. Media Elektronik
Sejak muncul berbagai media baru seperti ra dio, televisi, dan internet
(dunia maya) sastra muncul sebagai salah satu sumber yang memberikan sum
minat serta perhatian khalayak di pihak lain. Berikut ini akan diuraikan
a. Radio
31
dan dengan biaya yang sangat murah tentunya yakni dengan membeli pesawat
sastra? Menjawab pertanyaan ini tentunya kita masih ingat dengan drama yang
drama ini dikenal dengan drama radio. Drama merupakan salah satu karya
sastra yang dipentaskan, namun berbeda bila disiarkan di radio. Para penyiar
musik. Misalnya drama radio Msteri Gunung Berapi yang disiarkan dengan
beberapa episode dan pertunjukan wayang yang disiarkan melalui siaran radio.
Selain itu juga ada pembacaan puisi yang dilakukan oleh beberapa radio lokal.
puisi-puisinya kepada pendengar yang lain. Publikasi melalui radio ini tidak
b. Televisi
visual. Program teìevisi juga tidak mengenal adanya kelas, sehingga semua
saluran hiburan, berita, dan pelayanan. Hiburan televisi berisi sinetron, film,
ditawarkan televisi adalah karya sastra, misalnya film, sinetron, dan lagu. Di
dalam dan luar negeri, sejumlah film yang baik didasarkan pada novel.
32
Sejumlah cerpen dan novel juga dijadikan bahan untuk pementasan drama
dan siaran cerita atau drama radio. Pokok-pokok yang bisa dibicarakan dalam
penelitian erat kaitannya dengan masalah adaptasi, suatu hal yang tentu saja
tidak bisa dipisahkan dari khalayak dan ideologi. Hauser (1982: 619)
mengungkapkan bahwa film adalah salah satu produk sastra yang bisa
sarana televisi adalah salah satu bentuk publikasi yang dilakukan secara luas.
pilihan para penonton yang ingin bersantai biasanya dengan memilih film.
Film menjadi salah safu bentuk karya sastra yang diciptakan atau
menghidupkan peran-peran yanga ada dalam naskah film. Sekarang ini banyak
film yang mengambil idea atau berangkat dari sebuah novel. Misalnya film
Perempuan Berkalung Sorban yang diangkat dari novel yang sama judulnya,
film Ayat-ayat Cinta juga diangkat dari novelnya, salah satu karya sastra
berpikir masyarakat dalam arus moderniasasi. Salah satu inovasi baru dalam
bidang ilmu sastra sastra ini, yaitu munculnya sastra online yang berkembang
melalui media sosial online, seperti twitter, facebook, website, dan blog.
33
Sastra online atau cyber sastra pada perkembangannya telah menjadi alternatif
Menurut Septriani (2017) cyber sastra atau sastra online adalah aktivitas sastra
dimuat pun merupakan sebuah refleksi nyata dalam kehidupan sosial yang
ada. Karya sastra online bisa menjadi sebuah pendidikan digital kepada para
kemunduran dalam dunia sastra. Tetapi, menjadi sebuah titik awal kemajuan
dan inovasi baru dalam dunia sastra. Meskipun, banyak yang menilai bahwa
sastra online sebuah karya sastra yang identitasnya tidak jelas. Karena, tidak
melalui sebuah tahap penyuntingan atau proses editing yang dilakukan oleh
media massa bertaraf nasional. Selain daripada itu, sastra online juga dapat
dijadikan sebagai wahana inovasi karya sastra. Dalam kurun waktu ini sastra
Indonesia selalu terkungkung oleh sisi eksplorasi estetis. Hal ini karena
adanya selera redaktur sebagai “kritikus” yang berperan aktif dalam seleksi
34
baik dan buruknya karya sastra. Efektivitas sastra online telah memberikan
Menurut Hidayat (2008) ada beberapa dampak positif dari kemunculan sastra
online, yaitu: 1) Sastra online menjadi ajang publikasi yang murah dan mudah.
berkembang secara cepat. Ada penggalian potensi yang efektif melalui akses
data dari berbagai kalangan pencinta sastra sehingga karya tersebut dikenal
luas. 3) Eksistensi sastrawan menjadi lebih luas, bahkan bisa mendunia. Hal
online, sastra Indonesia dapat melakukan eksplorasi, baik dari isi maupun
bentuknya, yang selama ini terbentur oleh ideologi koran. Fungsional sastra
dapat menjadi ruang ekspresi yang imajinatif oleh siapa pun untuk
menuangkan ide dan imajinasinya melalui puisi dan cerita fiksimini yang
dapat dibaca oleh siapa pun. Ruang maya saat ini telah menjadi dunia mode
yang cukup digandrungi oleh siapa saja khususnya remaja. Kondisi tersebut
secara positif melalui pendidikan digital dengan aktif menulis karya sastra
seperti puisi dan cerita fiksimini melalui akun media sosial, facebook, twitter,
web, dan blog. Antusiasme masyarakat saat ini di dalam menilai sastra online
35
cukup beragam. Jadi, tak heran kalau banyak juga orang yang sebenarnya
bahwa karya tersebut tidak mutu dan tidak teruji kualitas karyanya. Padahal,
karya sastra yang baik bukan dilihat dari ruang publikasinya. Tetapi, karya
sastra yang baik adalah karya yang menyajikan sebuah realitas sosial yang ada
Sastra Online dalam Tinjauan Sosisologi Sastra Kemunculan sastra online saat
ini juga dilandasi nilai-nilai kebaruan sebagai bentuk inovasi dan kreativitas
dan orientasi sastra dari waktu ke waktu memang sering berubah (Endraswara,
tengah arus modernisasi tanpa mengurangi nilai dan subtansinya sebagai karya
sastra. Sastra online juga dapat ditinjau dari sosiologi sastra untuk menelaah
kajian sosiologi sastra tentang karya sastra dapat dipandang dari tiga sisi yaitu
masyarakat, pengarang dan karya sastra itu sendiri. Karya sastra merupakan
masyarakat sehingga saat ini perkembangan sastra online bisa dikatakan telah
tulisan-tulisan sastra yang dimuat dalam media sosial online facebook, twitter,
website dan blog. Karya sastra yang dihasilkan pun merupakan kritik sosial
36
sebagai cerminan dari masyarakat pada umumnya. Sastra online merupakan
Rajin Menulis) agaknya menjadi salah satu pilihan tepat bagi upaya menjadikan
dengan namanya, yang sangat substansial dalam kegiatan ini adalah membaca dan
menulis. Pada prinsipnya kegiatan jenis ini dapat dilakukan dengan sasaran siapa
saja, tetapi yang paling tepat adalah untuk para siswa. Alasannya, siswa masih
Raden Ayu
37
di angkasa angka angka beterbangan tanpa perasaan
www.cybersastra.org
38
BAB IV
STRUKTURALISME GENETIK
sastra secara struktural yang tak murni. Strukturalisme genetik ini merupakan
Taine. Baginya, karya sastra sekedar fakta imajinatif dan pribadi, melainkan dapat
pada saat karya dilahirkan. Strukturalisme Genetik muncul sebagai reaksi atas
belakang sastra yang lain. Hal ini diakui pertama kali oleh Juhl (Teeuw 1988:
Dari pandangan ini, tampaknya murid utama George Lukacs, dalam apa
sebuah teks sastra dengan tujuan mengetahui sampai sejauh mana teks itu
mewujudkan struktur pemikiran atau “visi dunia”, world vision dari kelompok
atau kelas sosial dari mana pengarang berasal. Penelitian Strukturalisme Genetik,
memandang karya sastra dari dua sudut yaitu intrinsik dan ekstrinsik.
Pendekatan ini mempunyai segi-segi yang bermanfaat dan berdaya guna tinggi,
39
apabila para peneliti sendiri tidak melupakan atau tetap memperhatikan segi-segi
sosiologis, serta menyadari sepenuhnya bahwa karya sastra itu diciptakan oleh
Pertama hubungan antara makna suatu unsur dengan unsur lainnya dalam suatu
karya sastra yang sama, dan kedua hubungan tersebut membentuk suatu jaringan
yang saling mengikat. Strukturalisme Genetik tidak begitu saja dari struktur dan
dapat diketahui melalui latar belakang kehidupan pengarang. Hal itulah yang
karya sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat. Pencipta karya sastra adalah
kreasi atau percobaan untuk memodifikasi situasi yang ada agar cocok dengan
aspirasinya. Sesuatu yang dihasilkan merupakan fakta hasil usaha manusia untuk
mencapai keseimbangan yang lebih baik dengan dunia sekitarnya (Fananie 2000:
117).
40
akan tetap abstrak apabila tidak mengintegrasikannya ke dlaam keseluruhan.
dengan metode posifistik, keduanya sama-sama bermula dan berakhir pada karya
sastra itu sendiri. Gerakan ini juga menolak peranan bahasa sastra sebagai bahasa
terhadap asal-usul teks sastra. Meskipun demikian, sebagai teori yang sudah teruji
sosial lainnya; fakta kemanusiaan (Faruk, 1999: 12), simetri atau homologi, kelas-
kelas social, subjek transindividual, dan pandangan dunia (Ratna, 2006: 123).
umumnya, yang pertama bahwa karya sastra merupakan ekspresi pandangan dunia
41
tokoh, objek-objek, dan relasi-relasi secara imajiner.
Dari dua pendapatnya itu, Goldmann mempunyai konsep struktur yang bersifat
tematik, yang memusatkan perhatian pada relasi antara tokoh dengan tokoh dan
empirisitas.
Sifat tematik dari konsep struktur Goldmann itu terlihat pula pada
bersangkutan, yakni cara meneliti novel (baca: teks sastra) itu sendiri dan
sebagai cerita tentang pencarian yang terdegradasi akan nilai-nilai otentik dalam
dunia yang terdegradasi oleh seorang tokoh yang probematik. Yang dimaksud
dengan nilai-nilai yang otentik adalah totalitas yang secara tersirat muncul dalam
novel, nilai-nilai yang mengorganisasi sesuai dengan mode dunia sebagai totalitas.
B. Fakta Kemanusiaan
yang verbal maupun yang fisik, yang berusaha dipahami ilmu pengetahuan. Fakta
42
kemanusiaan dalam Strukturalisme genetik dibagi kedalam dua bagian yaitu, fakta
individual dan fakta sosial. Goldmann via Faruk (1999: 13) menganggap bahwa
semua fakta kemanusiaan mempunyai struktur tertentu dan arti tertentu. Fakta-
fakta manusia ini memiliki arti karena bersentuhan dnegan subjek kolektif ataui
individual. Dengan kata lain, Fakta-fakta kemanusiaan ini merupakan hasil usaha
Dalam proses strukturasi dan akomodasi yang terus menerus suatu karya
sastra sebagai fakta kemanusiaan, sebagai hasil aktivitas cultural manusia. Proses
C. Homologi
primitif yang sama dan disamakan dengan korespondensi, kualitas hubungan yang
antara struktur literer dengan struktur sosial. Nilai-nilai yang otentik yang terdapat
antara struktur karya sastra dengan struktur lain yang berkaitan dengan sikap suatu
kelas tertentu atau struktur mental dan pandangan dunia yang dimiliki oleh
43
D. Kelas-kelas Sosial
tertentu, dengan struktur yang ketat dan koheren. Kelas merupakan salah satu
untuk mempengaruhi bentuk, fungsi, makna, dan gaya suatu karya seni. Dikaitkan
pengarang karena karya sastra sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan
pengarang.
dibedakan menjadi dua, yaitu latar belakang karena afiliasi dan karena kelahiran.
E. Subjek Transindividual
kelompok.
44
melainkan merupakan satu kesatuan, satu kolektivitas. Meskipun demikian,
dalam pengertian Marxis sebab baginya kelompok itulah yang terbukti dalam
sejarah sebagai keompok yang telah menciptakan suatu pandangan yang lengkap
F. Pandangan Dunia
salah satu ciri keberhasilan suatu karya. dalam rangka strukturalisme genetik,
tertentu. Melalui kualitas pandangan dunia inilah karya sastra menunjukkan nilai-
kesadaran kolektif yang dapat digunakan sebagai hipotesis kerja yang konseptual,
45
Pandangan dunia ini berkembang sebagai hasil dari situasi sosial dan
Pandangan dunia tidak lahir dengan tiba-tiba, transformasi mentalitas yang lama
berkeyakinan bahwa karya sastra tidak semata-mata merupakan suatu yang statis
dan lahir yang sendirinya melainkan merupakan hasil strukturasi struktur kategori
pikiran subjek penciptanya atau subjek kolektif tertentu yang terbangun akibat
interaksi antara subjek itu dengan situasi sosial dan ekonomi tertentu. Oleh karena
itulah yang memberikan kepaduam pada struktur karya sastra itu (Goldman dalam
1994: 82), yaitu karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang utama dan karya
sastra yang dihasilkan oleh pengarang kelas dua. Karya sastra yang dihasilkan
oleh pengarang utama adalah karya sastra yang strukturnya sebangun dengan
struktur kelompok atau kelas sosial tertentu. Sedangkan, karya sastra yang
dihasilkan oleh pengarang kelas dua adalah karya sastra yang isinya sekedar
46
sastra yang mengungkapkan pendekatan Strukturalisme Genetik oleh Goldmann
(dalam Endraswara 2003: 57) karya sastra sebagai struktur bermakna itu akan
struktur sastra dengan struktur masyarakat melalui pandangan dunia atau ideologi
suatu objek kolektif di mana suatu karya diciptakan, tidak seorang pun akan
mampu memahami secara komprehensif pandangan dunia atau hakikat dari yang
dipelajari (Goldmann dalam Fananie 2000: 120). Pandangan dunia, yang bagi
Goldmann selalu terbayang dalam karya sastra adalah abstraksi. Abstraksi itu
akan mencapai bentuknya yang konkret dalam sastra. Oleh karena itu pandangan
dunia ini suatu bentuk kesadaran kolektif yang mewakili kelas sosialnya. Oleh
47
karena itu, karya sastra dapat dipahami asalnya dan terjadinya (unsur genetik) dari
latar belakang sosial tertentu. Keterkaitan pandangan dunia penulis dengan ruang
harus dipandang dari asalnya dan kejadiannya (Endraswara 2003: 57). Atas dasar
2) karya sastra yang diteliti mestinya karya sastra yang bernilai sastra yaitu karya
sudut pandang yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Studi diawali dari bagian unsur
48
intrinsik karya sastra. Untuk sampai pada World view yang merupakan
melainkan lebih pada struktur cerita. Dari struktur cerita itu kemudian dicari
karena hal tersebut dapat mengabaikan hakikat sastra yang merupakan tradisi
terlebih dahulu harus memulai langkah yaitu kajian unsur-unsur intrinsik. Dari
49
Sosial budaya terdiri atas dua kata yaitu sosial dan budaya. Sosial
rasa, dan karsa masyarakat. Budaya dapat dikaitkan sebagai warisan yang
dipandang sebagai karya yang tersusun secara teratur, terbiasa, dan sesuai
dengan tata tertib. Hasil budaya tersebut dapat berupa kemahiran teknik,
hasil budi, daya kerja akal manusia dalam rangka mencukupi kebutuhan
sosial dan politik itu sendiri adalah ekspresi antagonis kelas, dan jelas
dikatakan Griff (dalam Faruk 1999: 55) sekolah dan latar belakang keluarga
50
sastrawan. Gejolak batin pengarang menjadi hal yang sangat urgen dalam
pengamatan dunia keseharian dan hasil imajinasi. Jadi, kehidupan dalam sastra
keadaan sosial baik secara individual (pengarang) maupun secara kolektif. Hal
tersebut menyebabkan secara sadar atau tidak sadar bahwa dalam menciptakan
karya sastra baik sedikit ataupun banyak dipengaruhi oleh pemikiran perasaan
dan pengalaman hidupnya, salah satunya yaitu bahwa latar belakang sosial
ditulisnya.
51
kehidupan sosial budaya pengarang akan memunculkan pandangan dunia
masyarakat pengarang.
masyarakat. Sebuah karya sastra berakar pada kultur tertentu dan masyarakat
tertentu (Iswanto dalam Jabrohim 1994: 78). Karya sastra yang besar menurut
Goldman (dalam Fananie 2000: 165) dianggap sebagai fakta sosial dari subjek
Itulah sebabnya pandangan dunia yang tercermin dalam karya sastra terikat
oleh ruang dan waktu yang menyebabkan ia bersifat historis. Johnson (dalam
kehidupan dalam bentuk cerita. Bonald (dalam Wellek dan Warren 1995: 110)
52
bahwa karya sastra tidak dapat dipahami selengkap-lengkapnya apabila
Karya sastra harus dipelajari dalam konteks seluas-luasnya dan tidak hanya
menyoroti karya sastra itu sendiri. Setiap karya sastra adalah hasil dari
pengaruh timbal balik antara faktor-faktor sosial kultural dan merupakan objek
kultural yang rumit. Latar belakang sejarah, zaman dan sosial masyarakat
berpengaruh terhadap proses penciptaan karya sastra, baik dari segi isi
nilai karya sastra yang hidup pada suatu zaman, sementara sastrawan itu
sekaligus membentuknya sebagai realitas sosial (Semi 1989: 73). Semi (1989:
53) menyatakan bahwa karya sastra merupakan suatu fenomena sosial yang
terkait dengan penulis, pembaca, dan kehidupan manusia. Karya sastra sebagai
fenomena sosial tidak hanya terletak pada segi penciptanya saja, tetapi juga
pada hakikat karya sastra itu sendiri. Bahkan dapat dikatakan bahwa reaksi
ia menulis karya sastra. Oleh karena itu, mempelajari karya sastra berarti
53
mempelajari kehidupan sosial. Hal itu bermakna bahwa kajian karya sastra
terkait dengan kajian manusia, kajian tentang kehidupan. Untuk lebih jelasnya,
Genetik dapat kita ikuti langkah-langkah yang ditawarkan oleh Laurensin dan
a. Peneliti sastra itu dapat kita ikuti sendiri. Mula-mula sastra diteliti
54
bagian totalitas tetapi jaringan hubungan yang ada antara bagian-bagian itu,
pada hubungan-hubungan yang ada pada suatu saat di suatu waktu, bukan
55
BAB V
kita tidak dapat melihatnya sebagai sesuatu yang statis, yang tidak berubah, tetapi
kebudayaan dan masyarakat itu sangat erat, karena kebudayaan itu sendiri,
masyarakat mengadakan sistem nilai, yaitu berupa aturan yang menenukan suatu
benda atau perbuatan lebih tinggi nilainya, lebih dikehendaki, dari yang lain.
diaman system social itu sendiri adalah sebagai dari kebudayaan. Kebudayaan
3. Peralatan budaya
Bila ciri kebudayaan itu kita letakan pada sastra dan kita kaitkan pula
dengan masyarakat yang menggunakan sastra itu, maka kita dapat mengatakan
bahwa nilai suatu sastra itu pada umumnya terletak pada masyarakat itu sendiri.
Kesustraan itu pada dasarnya bukan saja mempunyai fungsi dalam masyarakat,
jelas terlihat dalam masyarakat. Sebagaimana juga dengan karya seni yang lain,
56
Ketika berbicara mengenai budaya, kita harus mau membuka pikiran
untuk menerima banyak hal baru. Budaya bersifat kompleks, luas, dan abstrak.
Budaya tidak terbatas pada seni yang sering kali dilihat dalam gedung kesenian
atau tempat bersejarah, seperti museum. Tetapi, budaya merupakan suatu pola
berkomunikasi dengan orang dari budaya lain. Hal ini dikarenakan budaya
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga
Ada banyak unsur yang membentuk budaya, termasuk bahasa, adat istiadat,
sistem agama dan politik, perkakas, pakaian, dan karya seni. Bahasa merupakan
melalui tulisan, lisan, ataupun gerakan. Sebagai perwujudan budaya, bahasa dapat
adaptasi sosial.
57
A. Seni Dalam Budaya
dari kebudayaan. Pada umumnya, kesenian dapat dinikmati oleh manusia melalui
dua macam indranya, yaitu indera mata dan indera telinga, atau keduanya secara
itu,dibedakan atas tiga macam yaitu : Seni Rupa, Seni suara, dan Seni
pertunjukan.
ide baru yang harus dimengerti dan mungkin direnungkan ataupun ada yang harus
kejiwaan orang karena yang menjadi sasaran atau objeknya kehidupan alam luas
sebagainya.
Fungsi seni atau kesenian artinya hasil pengamatan orang terhadap apa
yang dapat diberikan oleh karya-karya kesenian bagi kehidupan manusia yakni:
2. Memberikan tunjangan dan bantuan untuk memberi warna indah dari karya-
58
B. Pengaruh Budaya Terhadap Sastra
sastra. Bahasa memunyai peranan yang penting dalam sastra karena bahasa punya
andil besar dalam mewujudkan ide/keinginan penulisnya. Banyak hal yang bisa
tertuang dalam sebuah sastra, baik itu puisi, novel, roman, bahkan drama. Setiap
penulis karya sastra hidup dalam zaman yang berbeda, dan perbedaan zaman
inilah yang turut ambil bagian dalam menentukan warna karya sastra mereka.
Oleh karena itu, ada beberapa periode dalam penulisan karya sastra, seperti Balai
Pustaka, Pujangga Baru, Angkatan 45, Angkatan 66, dan sebagainya. Setiap
periode "mengangkat" latar belakang yang berbeda-beda sesuai zaman dan budaya
saat itu.
Pustaka (1920 -- 1933). Karya-karya sastra pada zaman itu menunjukkan problem
kultural ketika Bangsa Indonesia dihadapkan pada budaya Barat. Karya sastra
(tradisional) dan golongan muda (modern). Selain itu, ada budaya "lama", seperti
Indonesia pada zaman Balai Pustaka. Sekarang ini, novel Indonesia cenderung
59
Bagaimana pendapat Anda mengenai puisi zaman sekarang? Tentu saja
ada perbedaan yang sangat kentara, baik dalam topik yang "diangkat" maupun
bahasa yang digunakan. Sebagai contoh, kumpulan puisi Mbeling karya Remy
Sylado, tahun 2005. Sebagian besar puisi Mbeling yang ia tulis mengangkat
kehidupan politik pada saat itu, seperti korupsi, koruptor, individualisme, dll..
Secara penulisan, beberapa puisi karya Remy Sylado hanya terdiri 1 -- 2 kata saja
dan disusun dengan tipografi yang unik. Misal, puisi berjudul "Individualisme
dalam Kolektivisme". Puisi ini hanya terdiri dari kata "kita" dan "aku". Kedua
kata ini disusun dengan pola membentuk persegi panjang, dengan kata "AKU"
(kapital) pada titik diagonalnya. Jika dibandingkan dengan puisi pada zaman
yang sama, misalnya politik, tetapi konten penyajian puisi sangatlah berbeda.
meskipun saat itu masih dalam lingkup Sumatera. Jelas sangat berbeda dengan
puisi Remy Sylado, yang lebih condong menyajikan sisi kehidupan politik sebuah
politik, dan budaya yang terjadi pada saat itu. Bahkan, jika kita mau merunut
karya sastra dari awal sampai sekarang, dan meneliti lebih dalam mengenai latar
belakang ideologi saat itu, kita bisa mendapati bagaimana proses perjalanan
Bangsa Indonesia. Meskipun karya sastra di Indonesia bisa dibilang hampir pada
posisi "tengah" -- tidak terlalu menonjol dan tidak terpuruk, namun perlu disadari
60
bahwa budaya barat sedikit demi sedikit, dari waktu ke waktu, turut memengaruhi
asing (barat) dan pengaruh bentuk menjadi patokan untuk menyebut sastra
kreatif yang ia lakukan. Akibatnya, sastra lama hanya akan menjadi sebuah
artefak. Para peneliti sastra pun menjadi asing dengan tradisi yang dimiliki oleh
Budaya dan sastra memunyai ketergantungan satu sama lain. Sastra sangat
dipengaruhi oleh budaya, sehingga segala hal yang terdapat dalam kebudayaan
dan kebudayaan merupakan dua sistem yang melekat pada manusia. Jika
bahasa (sastra) adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai sarana berlangsungnya
suatu interaksi.
C. Peranan Sastra
pendidikan dan pengajaran. Sebab itu sangat keliru bila dunia pendidikan selalu
menganggap bidang eksakta lebih utama, lebih penting dibandingkan dengan ilmu
61
sosial atau ilmu-ilmu humaniora. Masyarakat memandang bahwa karya sastra
dan diskriminasi. Padahal karya sastra memiliki pesona tersendiri bila kita mau
realitas sosial, politik dan budaya dalam bingkai moral dan estetika.
moral yang baik dan luhur dalam kehidupan dan menyadarkan manusia akan tugas
Sastra tidak hanya melembutkan hati tapi juga menumbuhkan rasa cinta kasih kita
kepada sesama dan kepada sang pencipta. Dengan sastra manusia dapat
Seni sastra tidak hanya berhubungan dengan tulisan tetapi dengan bahasa
62
efek bagi psikologis dan psikis penontonnya. Begitu pun budaya sudah
suatu masyarakat. Meskipun karya sastra yang baik pada umumnya tidak langsung
masyarakat mau tidak mau tercermin dalam karya sastra tersebut. Oleh karena itu,
karya sastra tidak terlepas dari sosial-budaya dan kehidupan masyakarat yang
digambarkannya.
Karya sastra ditulis atau diciptakan oleh sastrawan bukan untuk dibaca
sendiri, melainkan ada ide, gagasan, pengalaman, dan amanat yang ingin
kebudayaan. Dengan kalimat lain, karya sastra selalu bermuatan sosial budaya.
Hal itu terjadi, karena sastrawan juga mengalami pengaruh lingkungan dan
adalah benda budaya; ia tidak jatuh dari langit, tetapi diciptakan manusia yang
63
Bradbury menjelaskan bahwa karya sastra pada dasarnya merupakan
rangsangan bagi kebebasan yang ada dalam diri pembaca, karya sastra menyajikan
kebebasan yang ingin diungkapkan oleh pembaca. Itulah sebabnya pada saat-saat
pembaca.
itu sebabnya, ia mengeritik sastra modernis karena sastra ini berpura-pura tanpa
pandangan tertentu, maka tidak mungkin dibedakan antara realitas yang dibuat-
tertentu itu yang oleh Lukács disebut humanisme sosialis. Menyebabkan sastra
manusia sebagai makhluk yang dikucilkan dari dirinya sendiri dan masyarakatnya.
sosial.
Dari beberapa batasan sastra di atas terlihat bahwa sastra itu memiliki
karena di dalam penciptaan sastra ada imajinasi, ada pengalaman yang sangat
subjektif sifatnya, dan ada kesan yang ingin diwujudkan oleh sang sastrawan.
64
Untuk itu, barangkali yang dikehendaki ialah agar karya sastra mengandung pesan
dihasilkan oleh pengarang pada zamannya dengan mengangkat tema dari realitas
Kehidupan masyarakat dengan berbagai polemik yang terjadi saat ini tidak
terhadap gejala-gejala sosial yang ada di sekitarnya. Akan tetapi karya sastra tidak
sendiri sehingga ada hubungan sebab akibat antara karya sastra dengan situasi
Karya sastra bisa merubah tatanan nilai-nilai social dan Budaya dalam
karya novel Siti Nurbaya dan Salah Asuhan menjadi karya yang cukup penting.
65
Keduanya menampilkan kritik tajam terhadap adat-istiadat dan tradisi kolot yang
Karya sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat
tindakan dan sikap pada karya sastra dengan perasaan senang, bangga, dan
sebagainya. Reaksi yang bersifat negatif tidak akan mendapatkan tanggapan sikap
Karya sastra memiliki objek yang berdiri sendiri, terikat oleh dunia dalam
pengarang. karya sastra secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh
tidak akan lepas dari tatanan masyarakat dan kebudayaan. Semua itu berpengaruh
Sebuah karya sastra lahir dari latar belakang dan dorongan dasar manusia
sebagai ungkapan realitas kehidupan Masyarakat yang ingin maju akan menerima
karya sastra sebagai bentuk kritikan yang membangun terhadap nilai-nilai sosial
yang mengekang dan sebagai batu loncatan menuju tatanan nilai kehidupan yang
lebih baik.
66
E. Sastra dan Perubahan Sosial
Kehadiran sastra (dalam hal ini: susastra, yaitu sastra yang baik)
merupakan salah satu sisi yang menarik untuk lebih mendalami sesuatu karena
susastra merupakan salah satu wujud dari pengalaman hidup seseorang. Susastra
suatu dimensi peristiwa kehidupan yang lebih menyeluruh tentang manusia yang
berada dalam batas dua kebudayan atau lebih yang berbeda dan saling
merupakan sumber kreativitas yang tidak pernah kering. Seorang pengarang yang
Berikut ini disajikan contoh susastra yang relatif singkat, yaitu puisi dan cerpen.
dan “kemarahannya” pada pihak penguasa atau pemerintah. Selain itu, puisi
pembicaraan masing-masing.
67
Karena kami hidup berhimpitan, dan ruanganmu berlebihan.
Karena kami harus sopan dan kamu punya penjara. Maka, tidak….! dan
tidak…! Kepadamu.
Karena kami arus kali, dan kamu batu tanpa hati, Maka air akan mengikis
batu.
keberpihakannya pada rakyat jelata. Puisinya juga selalu sarat dengan kritik sosial
Indonesia akhir-akhir ini juga direkam dan dikemukakan lagi dengan jeli dalam
bentuk puisi. Dalam puisi “Pernyataan dari Rakyat” ini, Rendra mengungkapkan
68
dengan gamblang adanya “people power” (arus kali) yang berhasil mengikis pihak
penguasa atau pemerintah (batu kali tanpa hati). Di sini terdapat unsur mengejek
dan ironi antara dua kekuatan, yaitu rakyat dan penguasa. Rakyat jelata
digambarkan sebagai orang yang papa dan sarat dengan derita kekurangan. Hal ini
jalan, kebanjiran, dibungkam, diancam, tidak boleh memilih, cuma bersandal, dan
senapan, punya penjara. Perbedaan yang sangat tajam antara dua kelompok ini
membuahkan sikap keras pula pada rakyat jelata. Hal itu digambarkan dengan:
kita bukan sekutu, kami mencuri harta kamu, kami tidak menyukaimu, kami
bilang tidak…! Kepadamu, tidak…! dan tidak…! Kepadamu. Puisi ini merupakan
potret kenyataan perubahan sosial masyarakat Indonesia pada tahun ini (memang
ada semacam potret sosial yang dapat ditarik dari karya sastra) . Puncak peristiwa
ini terjadi pada bulan Mei saat presiden ke-2 RI lengser dari jabatannya. Lengser-
nya presiden ini dapat disamakan dengan lengser-nya pemerintah karena presiden
69
Mahasiswa takut pada dosen
Dalam puisi ini, ada “students power” yang tercermin. Seperti halnya puisi
Rendra, di sini juga terdapat unsur mengejek dan ironi antara dua kekuatan
masyarakat Indonesia pada tahun ini yang terjadi pada saat presiden ke-2 RI
lengser dari jabatannya. Lengser-nya presiden ke-2 ini secara tidak langsung
ini dimotori dan dikumandangkan oleh para mahasiswa. Pada saat itu, mahasiswa
telah menduduki gedung MPR dengan tuntutan supaya presiden mundur. Hal itu
Taufiq menangkap hal ini dengan jeli sekali dan menuangkannya dalam bentuk
rantai yang tidak terputus. Segala sesuatu akan kembali secara alamiah.
Selanjutnya, rantai juga merupakan salah satu simbol dalam Pancasila, yaitu
simbol dari ‘kemanusiaan yang adil dan beradab’. Jadi, mata rantai yang
tersimpan dalam puisi di atas menunjukkan bahwa kejadian atau hal itu
merupakan hal yang adil karena pada akhirnya rantai itu tersambung dan kembali
ke bawah. Puisi itu juga mengingatkan manusia pada kehidupan yang diibaratkan
70
seperti roda yang berputar. Ada saatnya manusia itu berada di atas dan ada
saatnya berada di bawah. Ada saatnya mahasiswa takut pada dosennya dan ada
saatnya kekuasaan tinggi dalam hal ini presiden ‘takut’ pada para mahasiswa.
Dengan kata lain, dalam puisi ini Taufiq Ismail memberi tawaran relativitas nilai
yang merupakan buah dari wawasan relational objectivity (segala sesuatu itu
saling berkaitan dan selalu berproses). Perubahan sosial yang tampak dalam puisi
ini adalah pada baris akhir, yaitu: … presiden takut pada mahasiswa. Hal
semacam ini belum pernah terjadi sebelumnya (di Indonesia). Students power ini
merupakan hal baru yang membawa angin segar dalam kancah perubahan sosial di
masyarakat. Nilai-nilai lama banyak yang gugur dan nilai-nilai baru mulai
bermunculan.
ia tajam untuk mengiris apel yang tersedia di atas meja sehabis makan malam;
Salah satu jalan yang dapat digunakan untuk mengungkap puisi di atas
adalah dengan pendekatan struktur dalam rangka semiotik (cf. Wellek dan
Warren, 1989; Teeuw, 1983; Pradopo, 1987). Mata pisau menungkapkan adanya
untuk mencapai suatu target tertentu (kau yang baru saja mengasahnya/berfikir, ia
tajam untuk mengiris apel). Wujud target tersebut ialah kenikmatan. Apel
71
yang diakhiri dengan buah apel sebagai pencuci mulut pada awalnya ada dalam
rasa bahwa yang berasal dari barat (asing) adalah super (…ia tajam untuk
diungkapkan sebagai suatu kondisi yang telah mencapai titik mengerikan: mata
pisau itu tak berkejap menatapmu;/…/ia berkilat ketika terbayang olehnya urat
lehermu. Kenikmatan nilai kontan yang diberikan hasil produk asing selama ini
yang semakin besar pada jalan pintas. Kebijakan menempuh jalan pintas
seperti deret hitung yang makin kabur. Akibatnya, kondisi ini dianggap Sapardi
sudah sampai pada titik yang mengerikan (ia berkilat ketika terbayang olehnya
urat lehermu). Di sini Sapardi seolah-olah sudah mempunyai prediksi bahwa hal
semacam ini dapat mencapai titik serius. Jadi, gejala krisis moneter yang sekarang
ini menimpa Indonesia telah diprediksikan lama sebelumnya oleh Sapardi lewat
puisi ‘Mata Pisau” (tahun 1982). Dalam hal ini, puisi Sapardi berkaitan secara
tidak langsung dengan situasi ekonomi, politik, dan sosial yang kongkret. Hal itu
terbukti sekarang dengan adanya krisis moneter yang betul-betul terjadi dan
72
sangat besar. Bahkan untuk urusan makanan pokok pun ternyata Indonesia belum
mampu mandiri, misalnya: beras, kedelai, dan gandum yang masih perlu impor.
Bahkan untuk membuat plastik, sabun, dll. ternyata Indonesia juga belum mandiri.
Krisis moneter saat ini dan ketergantungan yang sangat besar pada produk asing
Indonesia. Jadi, pada dasarnya puisi “Mata Pisau” merupakan tanggapan Sapardi
Penempuhan jalan pintas ini memang sangat tepat dan menguntungkan karena
selalu diingat bagaimanapun baiknya suatu sarana ia tidak akan luput dari mitos
sampai jalan panjang itu digilas oleh jalan pintas. Ngono yo ngono ning ojo
ngono. Itulah tema pokok yang terkandung dalam “Mata Pisau”. Keseimbangan
eksistensi bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar. Berangkat dari mitos
diungkapkan dalam “Mata Pisau” itu adalah bukti akibat salah langkah yang tidak
tematis. Gambaran tersebut memberi amanat hendaknya manusia selalu eling lan
73
waspodo dalam memaknai segala sesuatu, memanfaatkan yang baik dan
Kisyani-Laksono, 1990).
nilai kebenaran terhadap free will bunuh diri seorang lelaki (suami) dan free will
tokoh Tinah (istri) yang mengakhiri penderitaan orang yang paling dikasihinya
dengan membunuh”… Tinah sudah saatnya aku harus pergi. Aku tak tahan
merepotkanmu lebih lama, karena itu aku menusukkan pisau itu ke dadaku. Aku
mau cepat mati, tapi tenagaku begitu lemahnya hingga pisau itu tak sampai
kembali ia menyeringai kesakitan. Aku tak tahan melihatnya. Tanpa pikir panjang
aku memegang gagang pisau itu dan kutekankan ke dadanya kuat-kuat. Dia mati,
Bunuh diri dan membunuh jelas mempunyai nilai tidak benar, sedangkan
menolong orang yang paling dikasihi dari penderitaan tidak dapat dikatakan tidak
benar. Lalu apakah free will mereka itu benar atau tidak, jawabannya ditentukan
oleh relasinya dengan apa. Tentu saja bagi Tinah pribadi free willnya merupakan
kebenaran, dengan pembelaan: “Aku yakin apa yang kulakukan adalah benar. Aku
bahagia bisa memenuhi permintaan terakhir orang yang kukasihi meski untuk itu
74
bagi Tinah mempunyai nilai yang lain dengan orang kebanyakan. Dalam penjara
Tinah justru merasa aman karena dia tidak perlu ketakutan terhadap lelaki ganas
menyenangkan karena belum pernah dia dapatkan sebelumnya. Jadi, semua yang
sebaliknya. Di sini aku tak perlu ketakutan terhadap lelaki-lelaki ganas yang dulu
selalu mengelilingiku. Di sini aku mendapat makanan yang cukup, juga mendapat
latihan-latihan kewanitaan yang sebelumnya tak pernah aku dapat.” Apakah itu
tak menyenangkan? Demikian juga masalah kebebasan yang bagi Tinah justru
akan membuatnya sedih. Dia takut jika keluar dari tahanan maka dia akan
menghadapi para lelaki buas lagi di pinggir rel tanpa seorang pelindung (karena
suaminya telah mati). “Jangan kamu bertanya berapa tahun lagi aku akan keluar
dari penjara, itu akan membuatku sedih. Aku takut menghadapi saat itu, takut
untuk kembali ke pinggir rel itu. Di sana banyak lelaki buas, aku tentu tak kuat
relativitas nilai yang merupakan buah dari wawasan relational objectivity (segala
sesuatu itu saling berkaitan dan selalu berproses). Selama masih ada dalam proses
tidak ada nilai absolut, segala sesuatu masih relatif nilainya sebelum ia berhenti
contoh inilah terlihat bahwa pengarang yang baik memiliki kepekaan intiutif dan
daya batin yang tinggi dalam memberikan tafsiran kehidupan lingkungannya. Dia
75
tidak hanya mengikuti jalannya kebudayaan melainkan juga melihat dimensi-
sumbangan pemikiran yang besar artinya bagi strategi kebudayaan. Hal semacam
ini dapat menjadi suatu indikasi bahwa karya sastra yang baik mempunyai peran
yang sangat berarti dalam kehidupan manusia dan kadang-kadang dapat pula
Terdapat berbagai macam aliran dalam karya sastra, salah satunya adalah
aliran realisme. Aliran tersebut memfokuskan karya sastra terhadap apa yang ada
di dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu, aliran ini sangat erat hubungannya
Karya sastra yang menggunakan aliran ini memiliki pengaruh yang sangat besar
terhadap perubahan sosial bangsa Indonesia, terutama dalam hal pola pikir.
Contohnya saja Novel Siti Nurbaya karya Marah Rusli yang mampu membuka
pola pikir masyarakat kita yang sejak zaman dahulu mengenal budaya kawin
paksa. Novel tersebut memberikan kesan kepada pembaca bahwa kawin paksa
merupakan suatu hal yang negatif. Banyak hal-hal negatif yang muncul akibat
proses kawin paksa. Dengan adanya novel tersebut pola pikir masyarakat
76
Selain novel di atas, Novel Belenggu juga merupakan salah satu novel
perhatian bagi antar anggota keluarga sangat penting. Jika hal demikian tidak bisa
tersebut, pola pikir masyarakat tentu akan terbangun. Masyarakat akan lebih
mempertimbangkan nilai-nilai yang ada pada karya tersebut karena karya tersebut
hari.
lainnya. Kandungan makna yang kompleks dan keindahan dalam karya asastra
tergambar lewat media kebahasan atau aspek verbal. Berdasarkan uraian tersebut,
kompleks, yaitu:
1. Unsur keindahan
2. Unsur kontemplatif
3. Media pemaparan
77
BAB VI
A. Jenis-jenis Sastra
pembuatan karya sastra tersebut. Yang pertama adalah karya sastra lama
Indonesia dan karya sastra baru Indonesia. Masing-masing karya memiliki ciri
khas tersendiri.
Karya sastra lama adalah karya sastra yang lahir dalam masyarakat
lama, yaitu suatu masyarakat yang masih memegang adat istiadat yang berlaku
adat istiadat, serta ajaran-ajaran agama. Sastra lama Indonesia memiliki ciri-
ciri:
3. bentuknya baku;
Karya sastra baru Indonesia sangat berbeda dengan sastra lama. Karya
Malahan karya sastra baru Indonesia cenderung dipengaruhi oleh sastra dari
78
Barat atau Eropa. Bentuk sastra baru Indonesia antara lain adalah roman,
B. Genre Sastra
Dalam ilmu sastra, para pakar pada masa sekarang ini mengungkap
Puisi
Drama
bentuk seni atau tutur tertentu menurut kriteria yang sesuai untuk bentuk
tersebut. Dalam semua jenis seni, genre adalah suatu kategorisasi tanpa batas-
batas yang jelas. Genre terbentuk melalui konvensi, dan banyak karya
konvensi tersebut. Lingkup kata “genre” biasanya dibatasi pada istilah dalam
bidang seni dan budaya. Genre dalam tulisan dibedakan dalam kategori Non
a. Non Fiksi
79
Non-fiksi adalah sebuah genre yang berisi tentang tulisan-tulisan
yang tidak terlalu membutuhkan imajinasi. Pada genre ini, isi tulisan
biasanya memuat narasi kepenulisan ilmiah, artikel, tips dan trik, catatan
b. Fiksi
c. Sci-fi adalah science (sains, iptek) dan fiction (fiksi). dalam sci-fi, dunia
yang terbangun adalah dunia yang memiliki konsep teknologi dan sains
ilmiah yang belum tentu ada di dunia nyata. genre Sci-fi dilihat dari
d. Horor adalah jenis genre yang cerita dan plotnya dibangun sedemikian
Horor bisa berisi tentang makhluk-makhluk halus yang suka meneror, tapi
bisa juga berisi tentang pembunuh berantai yang memberikan kesan ngeri.
kesan “ngeri” dan “teror” bagi pembaca. contoh : the ring, saw, final
80
e. Fantasi adalah genre yang memiliki unsur magis dan supernatural,
hari. di dalam romance ada unsur keseharian yang belakangan ini disebut
slice of life. Romance konon memiliki ciri khas dimana diksi-diksi yang
dirasakan setiap orang adalah jatuh cinta, melihat cinta dan cinta.
g. Fanfiction adalah sebuah cerita yang dibuat sebagai tribute untuk sesuatu
yang memiliki copy right, alias sesuatu yang sudah ada. Mengurai dari
81
h. Humor adalah genre yang menekankan pada unsur komedi dan parodi.
Humor lebih menekankan pada unsur jenaka dan bertujuan utama untuk
menggunakan trik seperti menggunakan bahasa gaul atau bahasa slang dan
contoh : Kambing Jantan (tapi ragu juga ini fiksi atau non fiksi), Sketsa
i. Misteri belum tentu horor. misteri adalah cerita yang bertugas untuk
yang ditutupi dan terbongkar satu persatu. Cerita misteri menekankan pada
dipakai para penulis misteri dalam menuliskan cerita genre ini. contoh :
memiliki teori lain mengenai fakta yang telah terjadi. Bila ingin sukses
menuliskan cerita pada genre ini, seorang penulis harus memiliki riset
tidak harus mengembara ke tempat yang jauh, tapi bisa memiliki sebuah
82
peristiwa yang mampu mengubah sesuatu, baik itu diri sendiri atau orang
romance.
biasa. Karena itu, ilmu Sastra Jendra ini disebut pula sebagai ilmu atau
Jadi, tugas dari Ilmu Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu ini ialah
sebagai jalan atau cara untuk bisa mencapai kesempurnaan hidup yang sejati.
khusus. Dalam hal ini berarti suksma, jiwa dan rahsa-nya juga harus
1. Ngrowot : Hanya makan sayuran tanpa garam atau gula dan cukup minum
air putih.
2. Mutih : Hanya makan nasi tanpa lauk pauk yang berupa apapun juga,
termasuk garam dan gula. Boleh minum air, itu pun harus terus dikurangi
volumenya.
83
3. Sirik : Menjauhkan diri dari segala macam urusan keduniawian.
4. Ngebleng : Tidak makan atau minum apa-apa sama sekali (berpuasa) dan
tambah dengan tidak tidur dan tidak terkena cahaya (api, matahari) dalam
kurun waktu tertentu. Lalu selama melakukan patigeni ini seseorang juga
6. Tapa brata : Setelah ke lima laku tirakat di atas dijalani dengan tekun,
selanjutnya seseorang baru akan siap melakukan tapa brata secara terus
biasanya di alam bebas seperti goa, puncak gunung, hutan, dan air terjun.
Selain itu, ada beberapa hal yang juga harus dilakukan apabila
dilakukan dengan kerendahan hati dan penuh kesadaran, alias tanpa ada
iri, dengki, sakit hati atau menaruh dendam kepada siapapun. Segala
sesuatu itu, baik ataupun buruk, harus bisa diterima dengan kesungguhan
84
2) Tapaning hawa nafsu: Sikap ini berarti mengendalikan hawa nafsu atau
sifat angkara murka yang ada di dalam diri pribadi. Pada tahap ini
kepada siapa pun, juga taat kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, ia
3) Tapaning budi: Sikap ini berarti selalu mengingkari perbuatan yang hina,
tercela dan segala hal yang bersifat tidak jujur (munafik). Pada tahap ini,
seseorang itu harusnya sudah berbudi pekerti yang luhur, memiliki sopan
santun, sikap rendah hati dan tidak sombong, tidak pamer dan pamrih,
5) Tapaning cahyo: Sikap ini berarti seseorang itu selalu eling lan
85
mabuk, karena keadaan cemerlanglah yang dapat mengakibatkan
penglihatan yang serba samar (tidak jelas) dan saru (tidak baik, tidak
sopan, tidak tepat, tercela) menjadi jelas. Lagi pula setiap kegiatannya
6) Tapaning gesang: Sikap ini berarti selalu berusaha sekuat tenaga dan hati-
hati untuk bisa menuju pada kesempurnaan hidup. Hal ini bisa terjadi,
ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa disini adalah yang paling utama,
86
BAB VII
commune bersama George Perec. Buku yang terkenal adalah karya kontroversial
dalam membela orisinalitas kerja, imajinasi, menolak konsepsi dokmatis dan jauh
jangkauannya dari sosiologi seni tradisional, buku ini berjudul Sosiologi Seni
dengan judul asli The Sociologi of Art. Duvignaud juga seorang penulis dari
sebuah karya teoritis penting yang melintasi teater (sebagai actor, komedian,
sosiologis, atau kritik sastra). Dari tahun 1990 hingga 2000, Duvignaud
2007.
masyarakat tertentu. Oleh karena itu berbagai hal yang berhubungan dengan
87
kehidupan sosial dapat mewarnai terciptanya karya sastra. Keadaan seperti itulah
2. Seni berasal dari seni primitif, sehingga setiap pembicaraan pasti dimulai dari
seni primitif
1. Seni adalah drama yang mengandung implikasi situasi konkret dan konflik,
3. Ada hubungan antara sistem klasifikasi alam dan sosial dengan meminjam
4. Ada keadaan anomi, masyarakat yang goncang karena adanya perubahan yang
radikal,
88
Biasanya karya seni dihasilkan oleh orang-orang yang mempunyai ciri ini.
Menurut Duvignaud segala kegiatan seni dapat didasarkan pada delapan sikap
b) sesuatu yang berdaya untuk campur tangan secara efektif dalam kehidupan
sosial.
dunia.
4. Ini terjadi pada masyarakat kharismatik dan seni dihubungkan dengan agama,
keadaan sehari-hari
89
7. Seni adalah pameran kekayaan (potlatch), mungkin untuk manusia, mungkin
untuk Tuhan.
a. Sesuatu yang dipertahankan dalam proses transisi dari satu tipe masyarakat
yang sudah ada, atau institusi terhadap nilai-nilai baru. Tetapi semua tidak
Berdasarkan sikap estetik itu, Duvignaud membagi seni dengan tujuan untuk
di luar manusia. Dalam seni ini terkandung asal mula bibit drama.
90
mitos (yang ada pada tipe sebelumnya) ke arah sastra, karena pada tipe ini
lukisannya
sebagai berikut.
3) Semua seni dilihat dalam perspektif umum, berlaku dimana saja dan
kapan saja.
bangsa-bangsa lain.
91
6) Kelemahannya, terlalu menekankan tipe, sehingga ia tidak
antar kreatifitas seniman yang merupakan ciri hakikat dari seni modern.
Pandangan ini juga bertentangan dengan sosiologi sastra yang menekankan latar
itu.
2009. Buku ini mengupas secara mendalam tentang korelasi antara pengalaman
sosial sebagai sesuatu yang menyeluruh dan ekspresi zaman yang ditawarkan
dengan melahirkan dan membuat nyata bentuk-bentuk imajinasi, karya seni yang
dalam telaah sosiologi sastra adalah karya sastra dilihat sebagai dokumen sosial
sebuah karya sastra seorang penulis tertentu dan apa sebabnya. Sosiologi
sastra berkaitan juga dengan pengaruh sosial budaya terhadap penciptaan karya
92
sastra, misalnya pendekatan Taine yang berhubungan dengan bangsa, dan
diabaikan juga dalam kaitan ini pendekatan strukturalisme genetik dari Goldman
dan pendekatan Duvignaud yang melihat mekanisme universal dari seni, termasuk
sastra. Sastra bisa dilihat sebagai dokumen sosial budaya yang mencatat
ini bertolak dari anggapan bahwa karya sastra tidak lahir dari kekosongan budaya.
zamannya.
Berikut ini salah satu contoh pemaparan Teori dari Jean Duvignaud yang
dikutip dari sebuah buku yang berjudul ”The Theatre in Society: Society in the
diangkat dalam teater. Itulah eksistensi sosial dalam teater. Sebaliknya teater juga
berada pada lintasan sosial. Jika lintasan sosial ini mendukung teater, maka akan
siap mulai setelah seluruh perangkat siap. Masyarakat sebagai penonton harus ada
ternyata juga hadir di jagad teater. Itulah hubungan timbal balik antara teater
sebagai karya seni dan sastra dan karya sosial. Teater itu menjadi saksi imajinasi
masyarakat. Ketika lampu menyala, para aktor muncul, penampilan dimulai, ini
adalah berbagai ciptaan hasil yang menyangkut tujuan pengarang sandiwara, gaya
93
produser, penampilan aktor, dan partisipasi penonton. Teater pada awalnya terkait
dengan ritual. Ketoprak misalnya; sengaja ditampilkan sebagai teater Jawa tradisi
adat, upacara. Teater yang menyangkut kekhidmatan tempat, separasi antara suatu
gerakan, tetap mampu menerangi dunia, seragam aktor, isyarat yang tepat mereka
dan ketegasan suatu yang bahasa puitis memproklamirkan suatu pembedaan dasar
antara bahasa teater dan percakapan sehari-hari jauh lebih penting dalam kajian
sosiologis.
dengan upacara. Lebih dari itu, tampaknya mereka mengasumsikan tentang arti
menyatakan diri dengan suatu kejelasan lebih besar dari organisasi, aktivitas yang
praktis dan lambang di tempat kerja di dalam masyarakat. Dengan begitu mungkin
ada suatu teater yang secara spontan pada semua tingkat pengalaman selalu
Kehidupan sosial tentu saja bukanlah menurunkan begitu saja ke dalam teater. Hal
itu meliputi seluruh aturan adat dan bahkan aspek anti peraturan adat/upacara.
M.H Abrams, dengan nama penuh Meyer Howard Abrams, lahir pada
tanggal 23 Juli 1912, Long Branch, New Jersey Amerika Serikat dan meninggal
94
tanggal 21 April 2015. Abrams adalah seorang kritikus sastra Amerika yang
terobosan. Dia juga menjabat sebagai editor umum untuk tujuh edisi pertama.
Setelah lulus dari Harvard University pada tahun 1934, Abrams belajar selama
tahun 1945 ia bergabung dengan fakultas Cornell University, Ithaca, New York,
di mana ia menjadi professor penuh pada tahun 1953 dan professor emeritus pada
tahun 1983. Abrams menulis buku pertamanya, The Milk of Paradise. Esai kritis
The Correspondent Breeze (1984). Dari koleksinya, Sastra dan Keyakinan (1958)
(1957). Abrams secara konsisten peduli dengan analisis teori dan kritik sastra, hal
ini dapat dilihat dari bukunya yang berjudul The Mirror and The Lamp sangat
Dalam bukunya yang berjudul The Mirror and The Lamp (l971), Abrams
bahwa : pertama, ada semesta (alam) yang mendasari lahirnya karya sastra; kedua,
ada pencipta (pengarang); ketiga, ada karya sastra yang merupakan hasil karya
pengarang atau pencipta; dan keempat, ada penikmat karya sastra (pembaca).
95
Berdasar teori itu, karya sastra dapat dipandang dari empat pendekatan
3. Pendekatan Mimetik.
realitas/kenyataan. Kata mimetik berasal dari kata mimesis (bahasa Yunani) yang
berarti tiruan. Dalam pendekatan ini karya sastra dianggap sebagai tiruan alam
atau kehidupan (Abrams, 1981). Untuk dapat menerapkannya dalam kajian sastra,
dibutuhkan data-data yang berhubungan dengan realitas yang ada di luar karya
sastra. Biasanya berupa latar belakang atau sumber penciptaa karya sastra yang
akan dikaji. Misal novel tahun 1920-an yang banyak bercerita tentang "kawin"
paksa. Maka dibutuhkan sumber dan budaya pada tahun tersebut yang berupa latar
kehidupan manusia dalam dunia nyata dan lalu membuat perenungan terhadap
peniruan dan dipadukan dengan imajinasi pengarang terhadap realitas alam atau
kehidupan manusia.
96
11
dasarnya tidak dilepaskan dari pemikiran Plato. Dalam hubungan ini, Plato, dalam
yang menyaran adanya dua hal, yakni: yang dapat ditiru (the imitable) dan
tiruannya (the imitation) dan sejumlah hubungan antara keduanya. Hubungan dua
hal tadi terlihat dalam tiga kategori: (a) adanya ide-ide abadi dan ide-ide yang
tidak bisa berubah (the eternal and unchanging Ideas), (b) adanya refleksi dari ide
abadi dalam wujud dunia rekaan baik natural maupun artifisial, dan (c) adanya
refleksi dari kategori kedua sebagaimana terlihat adanya suatu bayangan dalam air
4. Pendekatan Ekspresif
curahan perasaan atau luapan perasaan dan pikiran sastrawan, atau sebagai produk
perasaanya. Kerena itu, untuk menerapkan pendekatan ini dalam kajian sastra,
dibutuhkan sejumlah data yang berhubungan dengan diri sastrawan, seperti kapan
97
dan di mana dia dilahirkan, pendidikan sastrawan, agama, latar belakang sosial
Dengan perkatan lain, dilihat dari sisi pengarang, karya sastra (seni)
menghadirkan keindahan. Dalam kaitan ini, Esten menyatakan bahwa ada dua hal
yang harus dimiliki oleh seorang pengarang, yakni : daya kreatif dan daya
imajinatif. Daya kreatif adalah daya untuk menciptakan hal-hal yang baru dan asli.
Manusia penuh dengan seribu satu kemungkinan tentang dirinya. Untuk itu,
memiliki daya imajinatif yang tinggi bila dia mampu memperlihatkan dan
pilihan-pilihan dari alternatif yang mungkin dihadapi manusia. Kedua daya itu
nilai), pandangan hidup dan bentuk-bentuk realitas obyektif yang ada dalam
masyarakat. Bila seseorang pengarang merasa tidak puas dengan realitas obyektif
itu, mungkin saja dia lalu merasa ‘gelisah’. Berangkat dari kegelisahan itu,
98
mungkin saja, dia, dengan caranya sendiri (misalnya, lewat kegiatan
suatu sikap, maka dia mencoba untuk mengangankan suatu “realitas” baru sebagai
pengganti realitas obyektif yang sementara ini dia tolak. Hal inilah yang kemudian
dia ungkapkan melalui karya sastra yang dia ciptakan. Dia mencoba untuk
mengutarakan sesuatu terhadap realitas obyektif yang dia temukan. Dia ingin
berpesan kepada pihak-pihak lain tentang sesuatu yang dianggap sebagai masalah
harus menyertai karya sastra (seni) itu. Karena sifatnya yang kreatif-imaginatif,
karya sastra (seni) mengarah pada dunia rekaan sang penciptanya. Karya sastra,
menyertai dan segala aspek pendukung cerita itu merupakan hasil kreasi dari
penciptanya. Sebagai karya seni, karya sastra dicipta dengan menonjolkan aspek
berkembang di Eropa, terutama di Perancis, pada akhir abad 19, yakni: “l’art pour
l’art” yang dalam bahasa Inggrisnya “art for art’s sake” yang berarti “seni untuk
seni”. Para seniman Perancis, pada waktu itu, mengukuhkan pandangan bahwa
karya seni menyuguhkan nilai (seni) yang agung ketimbang karya-karya manusia
99
lainnya dan harus dipandang sebagai “dirinya sendiri” sebab ia “mampu berdiri
Tujuan akhir dari karya seni adalah hanya menyuguhkan keindahan, yang pada
5. Pendekatan Pragmatik
sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Dalam hal
ini tujuan tersebut dapat berupa tujuan politik, pendidikan, moral, agama, maupun
tujuan yang lain. Dalam praktiknya pendekatan ini cenderung menilai karya sastra
(Pradopo, 1994).
dalam karya sastra maka semakin tinggi nilai karya sastra tersebut bagi
pembacannya. Karya seni yang menghibur dan bermanfaat harus dilihat secara
simultan, tidak secara terpisah antara satu dengan yang lainnya. Artinya, bagi
seniman, dalam proses penciptaan karya seni antara aspek hiburan dan
100
Secara pragmatis selain sebagai sarana hiburan, pesan-pesan moral yang
dihadirkan oleh karya seni bisa dimanfaatkan oleh para penikmatnya sebagai
bahan perenungan. Kalau sastra (seni), misalnya novel, dianggap sebagai “model”
hubungan antar anak-anak, hubungan anak terhadap orang tua atau sebaliknya,
kehidupan dalam kategori baik bisa diadopsi dan dikembangkan dalam kita
14
kehidupan yang baik dikonfrontasikan dengan yang jelek, jahat. Walaupun, pada
awalnya tokoh yang baik banyak menghadapi tantangan, masalah, dan sejenisnya
dari tokoh yang jahat; pada akhirnya ‘yang baik’ menang, berjaya, dan
berbahagia, sedangkan ‘yang jahat’ kalah, tersingkir dan lalu menderita. Aspek
pragmatis (kebermanfaatan) yang dapat dipetik dari karya seni tersebut adalah
antara lain : (a) perbuatan yang baik lambat laun akan membuahkan hasil yang
baik pula, (b) perbuatan yang tidak baik (sewenang-wenang, korupsi, manipulasi,
101
kegelisahan, stress, penyakit (terkena bala), dan hal-hal yang tidak nyaman
lainnya; (c) perbuatan yang baik akan mengalahkan perbuatan yang jahat.
6. Pendekatan Objektif
kepada karya sastra itu sendiri. Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai
struktur yang otonom dan bebas dari hubungannya dengan realitas, pengarang
maupun pembaca. Pendekatan ini juga disebut oleh Welek & Waren (1990)
sebagai pendekatan intrinsik karena kajian difokuskan pada unsur intrinsik karya
sastra (seni) merupakan dunia yang otonom, yang dapat dilepaskan dari pencipta
dan lingkungan sosial-budaya zamannya. Dalam hal ini, karya sastra dapat
102
BAB VIII
A. Realitas Sastra
Sastra memang adalah sebuah bentuk ekspresi tidak langsung, maka dalam
praktiknya baik itu bentuk karya sastra dalam puisi maupun prosa, bahasa yang
menjadi jembatanya, tidak hanya sebatas pada bahasa sebagai langue (bahasa
dalam sistem linguistik) namun juga memiliki “makna” dalam sastra yang dapat
merefleksikan banyak hal dan multi tafsir. (Suwardi Endraswara, 2013). Bahasa
yang digunakan sastra tampak sederhana dan mudah dimengerti tetapi kadang
kala terasa sulit untuk dianalisis. Gambaran bahasa sastra terhadap realitas sangat
metaforis. Karena itu, realitas konkret manusia secara sederhana dapat dipahami
melalui bahasa sastra, tetapi membutuhkan analisis kritis agar mencapai makna
Karya sastra yang ditulis atau diciptakan oleh sastrawan tentu bukan hanya
dan amanat yang ingin disampaikan kepada pembaca. Dengan harapan, apa yang
sosial budaya. Hal itu terjadi, karena sastrawan juga mengalami pengaruh
103
mengatakan bahwa karya sastra adalah benda budaya; ia tidak jatuh dari langit,
tetapi diciptakan manusia yang merupakan individu sekaligus bagian yang tidak
nilai-nilai tertentu, tetapi aspirasi masyarakat mau tidak mau tercermin dalam
karya sastra tersebut. Oleh karena itu, karya sastra tidak terlepas dari sosial-
rangsangan bagi kebebasan yang ada dalam diri pembaca, karya sastra menyajikan
kebebasan yang ingin diungkapkan oleh pembaca. Itulah sebabnya pada saat-saat
pembaca.
itu sebabnya, ia mengeritik sastra modernis karena sastra ini berpura-pura tanpa
pandangan tertentu, maka tidak mungkin dibedakan antara realitas yang dibuat-
tertentu itu yang oleh Lukács disebut humanisme sosialis. Menyebabkan sastra
104
manusia sebagai makhluk yang dikucilkan dari dirinya sendiri dan masyarakatnya.
sosial.
Dari beberapa batasan sastra di atas terlihat bahwa sastra itu memiliki
karena di dalam penciptaan sastra ada imajinasi, ada pengalaman yang sangat
subjektif sifatnya, dan ada kesan yang ingin diwujudkan oleh sang sastrawan.
Untuk itu, barangkali yang dikehendaki ialah agar karya sastra mengandung pesan
masing, karena kadang kala, karya sastra merupakan pengalaman langsung dari
merupakan kristalisasi situasi dan keadaan nyata dalam masyarakat sosial dengan
segenap realitas tersebut secara gamblang melainkan melalui gaya bercerita yang
105
khas memasukan unsur-unsur tersebut dalam muatannya. Sehingga dengan
obyektif dalam karya sastra itu sendiri, yakni terbatas pada hal-hal yang “terbaca”
pada karya sastra tersebut, yang belum tentu merupakan fakta yang sesungguhnya
B. Realitas Konkrit
terjadi saat ini tidak menutup kemungkinan untuk dituangkan kedalam karya-
karya sastra sehingga menjadi cerminan masyarakat itu sendiri. Penciptaan karya
sastra memang tidak dapat dipisahkan dengan proses imajinasi pengarang dalam
gejala sosial yang ada di sekitarnya. Akan tetapi karya sastra tidak hadir dalam
ada hubungan sebab akibat antara karya sastra dengan situasi sosial tempat
Tidak dapat dipungkiri bahwa karya sastra bisa mengubah tatanan nilai-
nilai sosial dan budaya dalam masyarakat yang dianggap tidak memberi
kebebasan untuk manusia. Contohnya karya novel Siti Nurbaya dan Salah Asuhan
menjadi karya yang cukup penting. Keduanya menampilkan kritik tajam terhadap
106
adat-istiadat dan tradisi kolot yang membelenggu. Sampai saat ini hasil kritik
dan diamati dari fakta budaya modern di mana hal-hal semacam fenomena yang
diangkat dalam karya-karya tersebut akhirnya memudar dari masa ke masa sampai
hari ini.
Karya sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi
bersifat positif atau negatif. Reaksi akan bersifat positif apabila pembaca
memberikan tindakan dan sikap pada karya sastra dengan perasaan senang,
bangga, dan sebagainya. Reaksi yang bersifat negatif tidak akan mendapatkan
Kita dapat menilik dari pemaparan ini bahwa karya sastra memang jelas
memiliki objek yang berdiri sendiri, terikat oleh dunia dalam kata-kata diksional
sosial dan pengalaman pengarang sehingga karya sastra secara langsung atau tidak
Sastrawan sebagai anggota masyarakat memang tidak akan lepas dari tatanan
dalam proses penciptaan karya sastranya. Sehingga sebuah karya sastra lahir dari
latar belakang di luar diri manusia dan dari dorongan dasar di dalam diri manusia
107
Namun walau demikian, situasi dan kondisi faktual dalam masyarakat
merupakan realitas tersendiri, yang tentu saja, bisa jadi sama sekali berbeda
dengan apa yang difigurasikan dalam bahasa sastra yang serba imajinatif.
Masyarakat yang ingin maju akan menerima karya sastra sebagai bentuk kritikan
yang membangun terhadap nilai-nilai sosial yang mengekang dan sebagai batu
loncatan menuju tatanan nilai kehidupan yang lebih baik, namun tidak serta-merta
kehidupan realnya.
hadirnya sebuah karya sastra. Jadi sebuah karya sastra dapat dipersepsikan sebagai
ungkapan realitas kehidupan, namun bukanlah fakta mutlak dari apa yang
ditampilkan dalam karya sastra itu. Dengan kata lain situasi dan kondisi faktual
dialami dan dijumpai oleh pengarang merupakan materi atau bahan inspirasi bagi
108
BAB IX
Karya sastra ditulis atau diciptakan oleh sastrawan bukan untuk dibaca
sendiri, melainkan ada ide, gagasan, pengalaman, dan amanat yang ingin
kebudayaan. Dengan kalimat lain, karya sastra selalu bermuatan sosial budaya.
Hal itu terjadi, karena sastrawan juga mengalami pengaruh lingkungan dan
adalah benda budaya; ia tidak jatuh dari langit, tetapi diciptakan manusia yang
rangsangan bagi kebebasan yang ada dalam diri pembaca, karya sastra menyajikan
kebebasan yang ingin diungkapkan oleh pembaca. Itulah sebabnya pada saat-saat
pembaca.
itu sebabnya, ia mengeritik sastra modernis karena sastra ini berpura-pura tanpa
109
pamrih, berpura-pura objektif terhadap masalah yang ada di dunia. Tanpa
pandangan tertentu, maka tidak mungkin dibedakan antara realitas yang dibuat-
tertentu itu yang oleh Lukács disebut humanisme sosialis. Menyebabkan sastra
manusia sebagai makhluk yang dikucilkan dari dirinya sendiri dan masyarakatnya.
sosial.
Dari beberapa batasan sastra di atas terlihat bahwa sastra itu memiliki
karena di dalam penciptaan sastra ada imajinasi, ada pengalaman yang sangat
subjektif sifatnya, dan ada kesan yang ingin diwujudkan oleh sang sastrawan.
Untuk itu, barangkali yang dikehendaki ialah agar karya sastra mengandung pesan
dihasilkan oleh pengarang pada zamannya dengan mengangkat tema dari realitas
110
Sastra di dalam kehidupan masyarakat tidak dapat dipisahkan lagi.
Kehidupan masyarakat dengan berbagai polemik yang terjadi saat ini tidak
terhadap gejala-gejala sosial yang ada di sekitarnya. Akan tetapi karya sastra tidak
sendiri sehingga ada hubungan sebab akibat antara karya sastra dengan situasi
Karya sastra bisa merubah tatanan nilai-nilai social dan Budaya dalam
karya novel Siti Nurbaya dan Salah Asuhan menjadi karya yang cukup penting.
Keduanya menampilkan kritik tajam terhadap adat-istiadat dan tradisi kolot yang
Karya sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi
bersifat positif atau negatif. Reaksi akan bersifat positif apabila pembaca
memberikan tindakan dan sikap pada karya sastra dengan perasaan senang,
111
bangga, dan sebagainya. Reaksi yang bersifat negatif tidak akan mendapatkan
Karya sastra memiliki objek yang berdiri sendiri, terikat oleh dunia dalam
pengarang. karya sastra secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh
tidak akan lepas dari tatanan masyarakat dan kebudayaan. Semua itu berpengaruh
Sebuah karya sastra lahir dari latar belakang dan dorongan dasar manusia
Masyarakat yang ingin maju akan menerima karya sastra sebagai bentuk
kritikan yang membangun terhadap nilai-nilai sosial yang mengekang dan sebagai
112
BAB X
Sastra itu lahir dalam konteks sejarah sejarah dan sosial-budaya suatu
Teew yang mengatakan bahwa karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya
konteks sejarah bisa memengaruhi karya sastra yang dihasilkan oleh sastrawan
dengan apa yang pernah ada dalam kenyataan. Bukan berarti Aristoteles
menganggapan bahwa tidak ada hubungan sama sekali antara sastra dan
2003:35). Disebutkan sebagai contoh, misalnya pengarang yang berasal dari Jawa
falsafah wayang dan mistik. Dalam perkembangan kehidupan tidak hanya yang
113
ada dalam lingkungan geografis tertentu saja yang memengaruhi karya sastra.
Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa seakan tidak ada sekat antara negara
satu dengan negara lain di dunia ini karena didekatkan oleh sarana informasi yang
sangat mudah. Oleh karena itu, apa yang terjadi di belahan bumi lain bisa
dinikmati dan diketahui oleh orang di bagian dunia lainnya. Dan jika dia adalah
Sebuah karya sastra yang mumpuni, pada galibnya, tak hanya mampu
menyuguhkan rangkaian kata dan bahasa yang estetis dan segar, tetapi juga
memuat makna yang mendalam, baik yang tersirat maupun sengaja ditegaskan
oleh penulisnya. Sastra dapat memberikan suatu pengalaman batin yang baru yang
hal-hal sederhana namun esensial yang kerap luput dari perhatian. Dengan
demikian, sastra sesungguhnya tidak menjadi hiburan atau pelipur semata tetapi
diidentikkan dengan laporan penelitian, karya jurnalistik atau hasil survei, yang
rangkaian peristiwa atau kecenderungan yang ada dalam suatu masyarakat pada
sastra yang dikenal fiksional dapat menjadi bahan rujukan yang (dipercaya) dapat
114
menjadi refleksi kenyataan sosial di masyarakat? Bahkan menjadi semacam media
Sastra sebagai dokumen sosial bisa dikata merupakan sebentuk karya cipta
yang meski bersifat rekaan, namun bertolak dari realitas dan menggambarkan
kondisi sosial yang kontekstual. Henry James (Michel Zerraffa dalam Elizabeth
tepat, guna dipindahkan ke dalam karya sastra. Terkait pertanyaan di atas, justru
karena sifatnya yang fiksional dan rekaan itulah sastra menjadi unggul jika
menggunakan bahasa yang lebih sugestif dan penuh nuansa rasa; mampu
menyentuh dan meninggalkan kesan mendalam. Pada berita atau risalah, penulis
suatu sosok atau peristiwa yang dipandang tabu secara langsung. Namun, melalui
sastra, pendapat dan pemikiran penulis dapat dituangkan secara lebih leluasa,
untuk diutarakan dan didiskusikan oleh khalayak. Adapun kedua pendekatan tadi,
yakni melalui kajian ilmiah ataupun karya fiksi, sesungguhnya sama-sama penting
dan layak untuk dijadikan rujukan bagi khalayak luas dan pemerintah, termasuk
ahli sejarah, dalam mengkonstruksi pelbagai hal yang telah terjadi sekaligus juga
115
berupaya merumuskan strategi pembangunan di masa depan, sehingga dengan
demikian sastra dapat dinyatakan sebagai suatu bentuk lain dari pelaporan
kenyataan atau peristiwa sosial yang terjadi dalam masyrakat pada suatu era
tertentu, ditilik dari fakta-fakta dalam masyrakat yang diangkat ke dalam karya
sastra tersebut.
116
BAB XI
HAKIKAT SASTRA
tertulis; pemakaian bahasa dalam bentuk tulis. Sementara itu, Jacob Sumardjo dan
Saini K.M. mendefnisikan sastra dengan 5 buah pengertian, dan dari ke-5
dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat
bahasa. Secara lebih rinci lagi, Faruk mengemukakan bahwa pada mulanya
pengertian sastra amat luas, yakni mencakup segala macam hasil aktivitas bahasa
kehidupan itu.
kenyataan. Kalau pun belum, karya sastra yang diciptakan dituntut untuk
mendekati kenyataan. Kedua, manfaat sastra. Mempelajari sastra mau tidak mau
117
harus mengetahui apa manfaat sastra bagi para penikmatnya. Dengan mengetahui
manfaat yang ada, paling tidak kita mampu memberikan kesan bahwa sastra yang
Keempat, pemahaman bahwa karya sastra merupakan sebuah karya seni. Dengan
adanya karakteristik sebagai karya seni ini, pada akhirnya kita dapat membedakan
mana karya yang termasuk sastra dan bukan sastra. Kelima, setelah empat
karakteristik ini kita pahami, pada akhirnya harus bermuara pada kenyataan
bahwa sastra merupakan bagian dari masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa
sastra yang ditulis pada kurun waktu tertentu memiliki tanda-tanda, yang kurang
lebih sama, dengan norma, adat, atau kebiasaan yang muncul berbarengan dengan
pengarang, maka muncul satu pertanyaan, apakah karya tersebut lahir begitu
saja, ibarat hujan turun dari langit, ataukah ada keterkaitan dengan
teori-teori sastra, tetapi juga berisi tentang sikap dan pendiriannya mengenai
118
Negara ideal, dalam pandangan Plato, adalah negara yang mengacu
kepada dunia ide, atau dunia gagasan. Karena ide dan gagasan tersebut
mengacu kepada kebenaran, sementara kebenaran tertinggi hanya ada pada dunia
ide, dunia Ilahi (Rapar, 1996: 103). Karya seni menurut Plato tidak dapat
sampai ke dunia ide, ia hanya tiruan. Sedangkan tiruan tidak pernah sama
dunia ide yang merupakan kenyataan tertinggi yang terletak pada dunia Ilahi.
Para sastrawan hanya meniru kenyataan sehari-hari yang merupakan tiruan pula
dari dunia ide, dunia Ilahi. Puisi yang diciptakan penyair hanyalah tiruan dari
dunia nyata. Sebab itulah karya seni, puisi misalnya, lebih rendah mutunya
dari pada kenyataan sehari-hari karena ia berada dua tingkat di bawah kenyataan
Pertama, kenyataan yang tertinggi, yaitu kenyataan yang berada pada dunia
ide, atau dunia Ilahi yang langsung berhubungan dengan kebenaran hakiki.
Yang benar dan yang baik hanya ada pada dunia Ilahi. Kedua, kenyataan
Dan ketiga, kenyataan imajinatif yang menjelma dalam bentuk karya seni.
119
Karya seni tidak langsung berhubungan dengan kenyataan hakiki, tetapi
berarti karya tersebut tidak bernilai sama sekali. Plato tetap memberi tempat
dalam negara ideal untuk karya seni dan untuk seniman, asal dipenuhi
berlandaskan moral yang baik, maka seorang seniman harus bermoral. Seni
harus benar (setepat mungkin) menggambarkan sesuatu, dan tema seni harus
adalah Aristoteles. Bagi dia karya seni tidak semata-mata tiruan dari
sebagaimana adanya. Akan tetapi karya seni adalah kenyataan artistik, yang
yang ada dalam kenyataan sehari-hari. Karena kebenaran yang ada dalam
karya seni adalah kebenaran dalam rangka keseluruhan karya yang imajinatif.
tetapi ia tidak harus irrasional. Sesuatu yang bersifat imajinatif boleh jadi
120
terjadi dalam kehidupan nyata, karena bagaimanapun juga karya sastra
karya sastra memang tidak mampu menegakkan diri menjadi salah satu pusat
Mimesis dalam pandangan Aristoteles lebih luas dari pada Plato. Bagi
Aristoteles yang penting dalam karya seni adalah sejauh mana ia mampu
karya seni di atas kenyataan fenomenal. Kerja seorang penyair lebih berharga
dari pada kerja seorang tukang. Karya seni membuat manusia menyadari
Karena itu, seperti yang diungkap Ekarini, pemikiran Aristoteles tentang karya
sastra mencakup beberapa konsep; pertama, seni sebagai penyucian jiwa lewat
seniman lebih tinggi dari pada tukang. Dan keempat, karya seni merupakan
121
Kemampuan berimajinasi merupakan kemampuan kreatif pengarang.
ada yang melandasinya, yaitu kenyataan fenomenal. Tidak akan ada imajinasi
tanpa kenyataan, dan tidak akan ada peneladanan tanpa imajinasi. Kehidupan
dalam karya sastra tidak dapat dipisahkan. Karya sastra adalah dunia fiksi
yang bertolak dari kenyataan. Tidak ada karya sastra yang sepenuhnya
karya sejarah, dan apabila sepenuhnya fiksi maka tidak akan ada seorang pun
diwarnai oleh unsur fiksi, imajinasi, atau fantasi. Makna yang dikandungnya
tidak secara langsung merujuk kepada kenyataan, walaupun juga tidak dapat
dari kenyataan, tetapi juga tidak fantasi belaka, melainkan alat yang secara
122
manusia tidaklah murni tetapi dipengaruhi oleh wawasannya yang telah
aturan yang berbeda–beda pada setiap masyarakat, dan yang mungkin akan
membuat tiruan, atau mitasi. Manusia adalah contoh paling konkrit dari tiruan ini,
atas kehendak dan perintah Tuhan sendiri. Oleh sebab itu, ada larangan untuk
lebih tegas lagi, Tuhan melarang manusia untuk melakukan peniruan dalam
bentuk apa pun terhadap apa pun yang ada di alam ini, kecuali, sekali lagi,
123
Sementara Umar Junus berpendapat lain, setiap karya satra adalah
mitos (norma, ideologi, konvensi, dan lain lain), mungkin mitos pengukuhan,
mungkin pula mitos pembebasan, atau kontra mitos. Apabila karya sastra
membenarkan mitos yang ada dalam karya sebelumnya, atau mitos yang
hidup dalam masyarakat maka karya sastra itu disebut membawa mitos
ada maka karya sastra tersebut membawa mitos pembebasan, dan dengan
mitos adalah karya sastra yang harus dipahami sebagai kreasi estetik dari
lain, seperti religi, ekonomi, teologi, dan lainnya. Sebagai ekspresi kesenian,
pengalaman akan hal-hal yang luar biasa indah, menakutkan, dan bahkan
membentuk acuan, dan dari acuan itu muncul sastra yang bersifat psikologis,
dalam mitos dan cerita-cerita rakyat. Mitos merangsang penciptaan seni, dan
lebih dari itu, ia menawarkan konsep dan pola-pola kritik yang dapat
124
dimanfaatkan untuk menginterpretasi karya sastra. Dengan demikian,
yang lebih utuh dalam membaca dan memahami karya sastra (Vickery,
1982:83).
dalam karya sastra sesuai dengan sistim ideologi yang mereka anut maka
mereka akan menyukainya. Dan sebaliknya, jika peristiwa itu tidak sesuai
tidak perlu membenci atau tidak membenci sebuah karya sastra, kalau karya
karya sastra. Dan tidak bisa dielak, sesungguhnya kehidupan manusia, dan
dengan sendirinya hubungan antar manusia dikuasai oleh mitos-mitos. Sikap kita
terhadap sesuatu ditentukan oleh mitos yang ada dalam diri kita. Mitos ini
akan meyebabkan kita mempunyai prasangka tertentu terhadap sesuatu hal yang
dinyatakan dalam mitos. Hanya lewat persentuhan diri kita dengan hal
tertentu tadi kita dapat mengetahui kebenaran, ataukah kesalahan dari mitos
tadi. Persentuhan ini mungkin dapat memperkuat mitos itu, atau mungkin
Memang tidak mungkin ada kehidupan tanpa mitos. Kita hidup dengan
keberanian kita terhadap sesuatu ditentukan oleh mitos-mitos yang kita hidup
125
bersamanya. Manusia tidak dapat memisahkan antara mitos dan kenyataan.
126
BAB XII
berdasarkan kata “littera” dan “gramma” yang berarti huruf (tulisan atau
Dijelaskan juga, sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta
dan memberi petunjuk. Kata sastra tersebut mendapat akhiran tra yang
berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk atau pengajaran. Sebuah kata lain
yang juga diambil dari bahasa Sansekerta adalah kata pustaka yang secara luas
127
semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang
(keyakinan), ekspresi atau ungkapan, bentuk dan bahasa. Hal ini dikuatkan
oleh pendapat Saryono (2009: 18) bahwa sastra juga mempunyai kemampuan
mati), tetapi sastra merupakan sosok yang hidup. Sebagai sosok yang hidup,
pemandu menuju jalan kebenaran karena sastra yang baik adalah sastra yang
2009: 20). Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial (Luxemburg,
1984: 23). Hal itu dikarenakan sastra ditulis dalam kurun waktu tertentu yang
langsung berkaitan dengan normanorma dan adat itiadat zaman itu dan
128
B. Syarat dan Tujuan Karya Sastra
seni.
h. Karya sastra yang bermutu merupakan sebuah karya sastra yang pekat,
129
penulis. Dalam menyusun sebuah karya sastra, penulis pasti memiliki
maksud dan tujuan yang kadang-kadang tidak dapat diartikan secara jelas.
tak jarang, tujuan itu berbeda. Ada satu karya sastra yang bertujuan A,
khazanah bahasa dan ide manusia memang tak terbatas. Dan berikut
a. Fungsi Rekreatif
pembacanya.
b. Fungsi Didaktif
130
berbagai aspek kehidupan, yang bisa membuat pembacanya merasakan
c. Fungsi Estetis
keindahan harus tetap ada. Setiap calon penulis karya sastra, harus
d. Fungsi Moralitas
cinta dan budaya (salah satunya). Begitu pula dengan puisi Tanah Air
moral.
e. Fungsi Religius
Tuhan Yang Maha Esa, tentu aspek agama sebaiknya tidak hilang dari
131
3. Karya Satra Sebagai Reaksi Sosial
manusia atau makhluk hidup lainnya di dunia nyata yang kemudian oleh si
dihadapi oleh manusia atau makhluk hidup lainnya yang hidup di muka
bumi ini. Semua itu dikemas kembali oleh pengarang dalam bentuk karya
fiksi yang dapat dinikmati oleh penikmat sastra. Sastra yang baik
Banyak hal yang apat diambil dari suatu karya sastra yang dari hari ke hari
baru yang juga ikut meramaikan ranah sastra di tanah air maupun dunia
internasional.
Hingga saat ini berbagai karya sastra terus hadir seiring dengan
demi tahap kehidupan manusia. Kehidupan di dunia ini setiap menit dan
berbagai pergantian dalam ragam kisahnya. Karya sastra yang telah dibaca
132
atau didengar oleh penikmat karya sastra agar pembelajaran yang terdapat
Selain itu, pesan yang terdapat dalam karya sastra dapat dijadikan
pengingat atau nasihat agar penikmat karya sastra sastra dapat menjalani
tidak hanya yang sebatas yang dapat kita lihat atau kita dengar, sastra
di muka bumi ini. Sastra juga menggambarkan berbagai hal yang kadang
133
novel, cerpen atau puisi di waktu istirahat mereka atau di waktu senggang.
dapat saja masalah yang sama meskipun dalam bentuk yang berbeda. Ini
Hal ini bersifat umum yang dapat terjadi di bagian mana pun di
siklus yang terus mengalami rotasi. Tidak ada yang stagnan tanpa
dapat dinikmati oleh masyarakat luas yang dapat menjadi media yang
134
Karya sastra dapat menjadi sarana untuk mengajak masyarakat
bagian dari kehidupan maka buku-buku yang lain pun akan ikut dibaca,
semakin banyak bahan bacaan yang dibaca akan ikut berpengaruh terdapat
meningkatkan kecerdasanmasyarakat.
budaya serta religi dalam suatu masyarakat. Sastra juga dapat menjadi
membentuk sifat-sifat dan sikap yang lebih beradab dan lebih peduli
135
terhadap sesama.
AGO BY TIRSARI
seorang aktivis sekaligus penyair yang menjadi korban represi rezim orde
baru di sekitar era 1998. Ia terus lari dan diburu untuk ditangkap oleh
jaringan Soeharto, hingga akhirnya bapak dari dua orang anak tersebut
136
Demokratik) memang dianggap sebagai ancaman serius bagi
nyali, berapi, dan nyata. Tak sedikit penyair yang menulis tentang
perjuangan sosial dan politik, namun Wiji Thukul mengalami semua itu
bicara tentang dirinya sendiri, kita mahfum ada jutaan rakyat jelata
tertindas yang terwakili, laksana akar rumput yang gersang dan terinjak-
mana belum memahami betul apa yang terjadi. Zaman macam apa yang
bisa membuat seorang penyair tiba-tiba hilang begitu saja? Sericuh apa
kondisi sosial politik waktu itu? Beberapa bukti serta asumsi kuat yang
puisinya berperan. Kita bisa menyimaknya untuk tahu seberapa bengis dan
serakah pemerintahan di kala itu. Karena Wiji Thukul tak pernah mati, ia
137
a. Secara tak langsung puisi ini seperti merujuk pada kondisi rumah-
mudi di masa itu untuk tak hanya diam dan berusaha agar melakukan
perlawanan
c. Apapun yang terjadi saat itu, Wiji Thukul tak pernah berharap jika
138
Ceritakanlah Ini Kepada Siapa Pun, 1991. via hipwee.com
e. Kutipan puisi ini menunjukkan jika pribadi Wiji Thukul adalah sosok
139
Puisi Menolak Patuh, 1997. via hipwee.com
f. Seperti bisa dipahami kalau Wiji Thukul berterima kasih pada kondisi
istrinya
140
Istirahatlah, Kata-kata, 1988. via hipwee.com
h. Dalam kondisi apapun, penyair satu ini memang seperti tak lelah dan
141
Para Jenderal Marah-marah (2) via hipwee.com
142
Para Jenderal Marah-marah (3) via hipwee.com
143
Hukum, 1996. via hipwee.com
144
Puisi di Kamar, 1996. via hipwee.com
Itu dia beberapa karya Wiji Thukul yang bisa dikenang sampai
dengan hari ini. Berbagai puisi yang ditulisnya seperti bisa menjadi wadah
untuk menapak tilas sejarah Orde Baru. Tiada raganya yang bisa kita
C. Kesimpulan
yang bermutu selain itu juga karya sastra memiliki beberapa fungsi salah
satunya adalah sebagai media bereaksi seperti yang dilakukan oleh Wiji
145
BAB XIII
salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia tidak
dapat ditolak, bahkan kehadiran tersebut diterima sebagai salah satu realitas sosial
budaya. Hingga saat ini sastra tidak saja dinilai sebagai sebuah karya seni yang
memiliki budi, imajinasi, dan emosi, tetapi telah dianggap sebagai suatu karya
emosi.
Sastra sebagai salah satu bentuk kreasi seni, menggunakan bahasa sebagai
media pemaparnya. Akan tetapi, berbeda dengan bahasa yang digunakan sehari-
antara lain:
kemasyarakatannya.
146
3. Pemahaman terhadap karya sastra sekaligus hubungannya masyarakatyang
melatar belakanginya.
perkembangan masyarakat.
anggota masyarakat.
masyarakat.
10. Sosiologi sastra adalah hubungan searah (positivistik) antara sastra dengan
masyarakat.
11. Sosiologi sastra adalah hubungan dwi arah (dialektik) antara sastradengan
masyarakat.
dengan masyarakat.
proses sosiokultural.
karya.
147
Karya sastra imajinatif menjelaskan tentang fakta kehidupan juga realitas
tidak begitu penting dalam sastra imajinatif, karena memang tujuannya bukan
dengan realitas: sastra imajinatif memberi makna yang baru terhadap realitas,
dasarnya, seluruh kejadian dalam karya, bahkan juga karya-karya yang termasuk
ke dalam genre yang paling absurd pun merupakan prototype kejadian yang
pernah dan mungkin terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan ciri kreativitas
Karya sastra adalah seni. Dalam seni banyak unsur kemanusiaan yang
148
keilmuan. Perasaan, semangat, kepercayaan dan keyakinan sebagai unsur sastra
Karya sastra adalah karya yang dibuat oleh pengarang atau sastrawan.
karya sastra tidak akan terlepas dari fiksionalitasnya yang menceritakan berbagai
masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan Tuhan. Selain itu, karya
sastra juga memiliki tujuan estetik, sebuah karya tetap merupakan cerita yang
sastra tradisional seperti simbolisme dan matra bersifat sosial karena merupakan
konvensi dan norma masyarakat. Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan
“kehidupan” sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial, walaupun karya sastra
Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra, Sosiologi berasal dari
akar kata sosio (Yunani) (socius berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman)
logi/logos berarti ilmu. Jadi sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul dan
rasional, dan empiris. Sastra dari akar sas (Sansakerta) berarti mengarahkan,
mengajar memberi petunjuk dan intruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Jadi,
sastra adalah kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran
149
yang baik.Studi sosiologis didasarkan atas pemahaman bahwa setiap fakta kultural
produksi karya seni, karya sastra khususnya, dipandang sebagai akibat hubungan-
bermakna individu dan kelompok dengan struktur sosial dipihak lain. Sistem
produksi karya sastra dengan sendirinya tidak hanya didasarkan atas komunikasi
selalu erat dan melekat dalam kehidupan. Karya sastra merupakan dokumen sosial
yang direfleksikan pada waktu sastra tersebut dibuat. Penelitian sosiologi sastra
dipandang sebagai manifestasi peristiwa sejarah dan keadaan sosial budaya pada
waktu tertentu.
Penelitian sosiologi sastra mengungkap refleksi tiga hal, yaitu ras, waktu,
dan lingkungan, karena ketiga hal tersebut mencerminkan iklim rohani suatu
kebudayaan.
150
Pertama adalah sosiologi pengarang, profesi pengarang, dan institusi sastra.
Masalah yang berkaitan disini adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar
belakang sosial, status pengarang dan ideologi pengarang yang terlihat dari
Kedua adalah isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain yang tersirat dalam
karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan dengan masalah sosial.
Sejauh mana sastra ditentukan atau tergantung dari latar sosial, perubahan, dan
permasalahan di atas: sosiologi pengarang, isi karya sastra yang bersifat sosial,
Sastra memang adalah sebuah bentuk ekspresi tidak langsung, maka dalam
praktiknya baik itu bentuk karya sastra dalam puisi maupun prosa, bahasa yang
menjadi jembatanya, tidak hanya sebatas pada bahasa sebagai langue (bahasa
dalam sistem linguistik) namun juga memiliki “makna” dalam sastra yang dapat
merefleksikan banyak hal dan multi tafsir. (Suwardi Endraswara, 2013). Bahasa
yang digunakan sastra tampak sederhana dan mudah dimengerti tetapi kadang
kala terasa sulit untuk dianalisis. Gambaran bahasa sastra terhadap realitas sangat
metaforis. Karena itu, realitas konkret manusia secara sederhana dapat dipahami
Karya sastra yang ditulis atau diciptakan oleh sastrawan tentu bukan hanya
151
dan amanat yang ingin disampaikan kepada pembaca. Dengan harapan, apa yang
Karya sastra selalu bermuatan sosial budaya. Hal itu terjadi, karena
adalah benda budaya; ia tidak jatuh dari langit, tetapi diciptakan manusia yang
dari suatu masyarakat. Meskipun karya sastra yang baik pada umumnya tidak
aspirasi masyarakat mau tidak mau tercermin dalam karya sastra tersebut. Oleh
karena itu, karya sastra tidak terlepas dari sosial-budaya dan kehidupan
rangsangan bagi kebebasan yang ada dalam diri pembaca, karya sastra menyajikan
kebebasan yang ingin diungkapkan oleh pembaca. Itulah sebabnya pada saat-saat
pembaca.
152
Menurut Lukács, sastra ditulis berdasarkan pandangan (gagasan) tertentu, itu
pandangan tertentu, maka tidak mungkin dibedakan antara realitas yang dibuat-
tertentu itu yang oleh Lukács disebut humanisme sosialis. Menyebabkan sastra
manusia sebagai makhluk yang dikucilkan dari dirinya sendiri dan masyarakatnya.
sosial.
Dari beberapa batasan sastra di atas terlihat bahwa sastra itu memiliki
karena di dalam penciptaan sastra ada imajinasi, ada pengalaman yang sangat
subjektif sifatnya, dan ada kesan yang ingin diwujudkan oleh sang sastrawan.
Untuk itu, barangkali yang dikehendaki ialah agar karya sastra mengandung
masing, karena kadang kala, karya sastra merupakan pengalaman langsung dari
153
masyarakat umum tentang realita yang terjadi dengan menambahkan sejumlah
merupakan kristalisasi situasi dan keadaan nyata dalam masyarakat sosial dengan
segenap realitas tersebut secara gamblang melainkan melalui gaya bercerita yang
obyektif dalam karya sastra itu sendiri, yakni terbatas pada hal-hal yang “terbaca”
pada karya sastra tersebut, yang belum tentu merupakan fakta yang sesungguhnya
sosiologi sastra sangat penting , karena ssiologi sastra hanya mengkhususkan diri
menalaah sastra dalam hal sosial kemasyarakatan, Wellek dan Werren membagi
menjadi pokok telaah adalah tentang apa yang tersirat dalam karya sastra
154
B. Pengertian Fiksi, Fiktif dan Pemiktifan Kenyataan
1. Fiksi
Fiksi adalah cerita atau latar yang berasal dari imajinasi dengan kata lain,
tidak secara ketat berdasarkan sejarah atau fakta. Fiksi bisa dieskpresikan dalam
televisi, animasi, permainan video, dan permainan peran, walaupun istilah ini
bentuk sastra naratif, termasuk novel, novella, cerita pendek, dan sandiwara. Fiksi
biasanya digunakan dalam arti paling sempit untuk segala "narasi sastra".
karya fiksi tidak harus sejalan dengan kebenaran yang berlaku di dunia nyata,
sebagainya. Sesuatu yang tidak mungkin terjadi di dunia nyata bisa saja terjadi di
dunia fiksi. Dengan demikian, fiksi umumnya tidak diharapkan untuk hanya
menampilkan tokoh yang merupakan orang nyata atau deskripsi yang akurat
secara faktual. Alih-alih, konteks fiksi, yang tidak persis berpatokan pada dunia
terhadap interpretasi. Tokoh dan peristiwa di dalam dunia fiksi mungkin berlatar
di dalam konteks mereka sendiri yang sepenuhnya terpisah dari dunia nyata:
suatu semesta fiksi yang mandiri. Fiksi merupakan lawan kata untuk nonfiksi,
155
sejarah dan faktual; akan tetapi, perbedaan antara fiksi dan nonfiksi bisa menjadi
tidak jelas,
2. Fiktif
atau proses sosial. Pada hakikatnya sastrawan tidak bisa terlepas atau melepaskan
diri dari kenyataan sosial. Pengarang tidak sekadar menampilkan kembali fakta
yang terjadi dalam kehidupan, tetapi telah membalurinya dengan imajinasi dan
wawasannya. Oleh karena itu, meskipun tidak akan sama persis dengan kehidupan
nyata, karya sastra sering dianggap dan dijadikan fakta sejarah sehingga lahirlah
istilah sastra sejarah. Sastra sejarah merupakan karya sastra yang di dalamnya
karyanya (sastra sejarah). Dalam sastra sejarah, dengan demikian, fakta sejarah
telah diolah (dengan imajinasi dan kreativitas pengarang) dan dituangkan kembali
sebabnya muncul pendapat bahwa sastra sejarah hanyalah suatu upaya untuk
referensi sejarah yang ditulis dengan metode sejarah (Junaidi, “Novel Sejarah:
156
dua manfaat: (1) dari segi pembaca, sastra sejarah dapat digunakan untuk
pengarang melalui bahasa imajinernya; dan (2) dari segi pengarang, sastra sejarah
peristiwa (fakta) sejarah. Dalam hal yang terkhir ini, sastra sejarah dapat menjadi
Atas dasar itu, kriteria (harapan) atas sastra sejarah pun ditetapkan oleh para
pikiran mereka, dan motif-motif perbuatan mereka. Novel sejarah tidak cukup
2009). Sementara itu, filosofi penting dalam ilmu sejarah pun mengatakan bahwa
masa lampau merupakan pelajaran bagi masa kini dan masa yang akan datang.
Apabila berupa kebaikan, masa lampau itu dapat dijadikan contoh untuk masa
depan. Sebaliknya, apabila berupa kesalahan, masa lampau itu bisa dijadikan
Salah satu peristiwa penting dalam sejarah Indonesia yang telah melahirkan
(karya) sastra sejarah adalah “kerusuhan” Mei 1998. Peristiwa sejarah yang
157
dunia itu, oleh sejumlah pengarang, diabadikan dalam sastra sejarah, baik berupa
puisi, cerpen, maupun novel. Denny J.A., misalnya, mengabadikannya dalam Atas
Nama Cinta (kumpulan puisi, 2012). Salah satu puisinya, “Sapu Tangan Fang
Yin”, bercerita tentang kasus perkosaan seorang gadis keturunan Tionghoa pada
kerusuhan Mei 1998. Dengan mengambil Jakarta sebagai latar tempat peristiwa,
Beku” (dalam Tunggu Aku di Sungai Duku, 2012: 91—100), Hary memaparkan
historisitas kerusuhan Mei 1998. Melalui pendekatan historis, dalam cerpen itu
terlihat arti dan makna kesejarahan yang diungkapkan pengarang melalui cerita
tersendiri, baik di dalam negri, terlebih lagi di luar negri, sama halnya dengan
peristiwa Mei 1998 itu dalam bentuk novel: 1998 (2012) dan Pulang (2012).
Bedanya, Ratna (melalui 1998) memilih kisah percintaan dengan latar khusus
158
kerusuhan Mei 1998, sedangkan Leila (melalui Pulang) berkisah tentang sebuah
Keempat (karya) sastra sejarah itu, bila diamati secara mendalam dan
bersifat fiksi dan sejarah yang bersifat fakta. Karya fiksi lebih mementingkan
(pengarang) mampu menyatukan dua hal yang berbeda itu ke dalam karya
rekaannya.
lain” yang dapat menjadikan fakta sejarah lebih hidup dan kuat. Berkat kekuatan
“dunia fiksi” menjadi beku dan kaku, tak berpenghuni, sebab karya sastra tetaplah
3. Pemiktifan
apa yang pengarang rasakan sehingga jadilah sebuah karya yang didasari
pemikiran yang fiktif. Fiktif sering kali disangkut pautkan dengan kenyataan. Hal
ini dimaksudkan bahwa fiktif bias juga masuk kedallam dunia kenyataan.
159
4. Bentuk-Bentuk Pemfiktifan Karya Sastra
Beragam, mulai dari Puisi, Prosa hingga drama hingga mungkin sesuatu
yang tidak kalian sangka, yaitu mantra. Sastra sendiri berasal dari bahasa
Sansekerta yang artinya tulisan atau karangan. Beberapa para ahli juga
mengungkapkan bahwa karya sastra adalah bentuk lain dalam pengungkapan ide,
gagasan ataupun cerita pengarang dalam bentuk tulisan. Lebih dalamnya, sastra
dapat dikatakan sebagai segala tulisan atau karangan yang mengandung nilai-nilai
atau ide penulis melalui tulisan. Sehingga seni sastra dapat juga dikatakan sebagai
media penyampaian informasi. Untuk itu seni sastra sangat terikat dengan unsur-
unsur komunikasi. Dan penting sekali belajar bagaimana sebuah seni komunikasi
efektif dalam sebuah seni sastra. Seni Sastra juga merupakan salah satu cabang
seni yang di dalamnya terdapat segala bentuk lisan ataupun tulisan yang
mengandung unsur keindahan, estetika dan bersifat imajinatif. Perbedaan seni dan
Sebuah Karya sastra bisa sangat berbeda satu sama lain. Tergantung
apa ide-ide / karangan itu disampaikan. Sehingga jenis-jenis seni sastra dapat
beragam bentuknya. Pada artikel kali ini kita akan membahas mengenai Ragam
dan bentuk dari sastra. bentuk-bentuk sastra di kelompokan menjadi tiga bentuk
umum, yaitu :
160
1. Puisi
Puisi merupakan bentuk karangan yang terikat oleh rima, ritma dan jumlah
baris serta biasanya ditandai oleh bahasa yang padat. Bentuk karya sastra yang
satu ini juga dipengaruhi oleh jaman. Sehingga salah satu contoh seni sastra ini
dapat digolongkan kembali atas puisi lama dan puisi baru. Atau, jika dapat
Puisi Lama
Puisi Baru
Puisi Bebas
Puisi Kontemporer
Puisi Lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan yang dimaksud
meliputi : Jumlah kata dalam 1 baris, Jumlah baris dalam 1 bait, Persajakan
(Rima), Banyak suku kata tiap baris dan Irama. Bentuk dari jenis puisi lama ini
d. Pantun adalah puisi yang bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri
dari 8 -12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai
isi.
e. Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris.
f. Gurindam merupakan jenis puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris dan bersajak
a-a-a-a.
Sedangkan puisi baru adalah puisi yang sudah tidak terikat oleh aturan, dan
merupkan perkembangan dari puisi lama yang telah mendapat banyak berubah.
161
Puisi baru memiliki bentuk yang lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi
2. Prosa
Sama halnya dengan jenis karya sastra lainnya, prosa juga merupakan
sebuah tulisan. Lebih tepatnya tulisan bebas. Bebas disini maksudnya adalah
bahwa prosa tidak terikat dengan aturan-aturan layaknya puisi. Dan tetap
memiliki unsur-unsur sastra layaknya karya sastra dalam bentuk lain. Kata-kata
yang terdapat di dalam prosa memiliki makna yang sebenarnya atau biasa disebut
denotative. Kalaupun terdapat kata kiasan dalam sebuah prosa, maka dapat
dikatakan bahwa hal tersebut berfungsi untuk memperindah tulisan. Prosa juga
dipengaruhi oleh waktu atau jaman layaknya puisi. Untuk itu Jenis Prosa terbagi
Prosa Lama adalah pada dasarnya merupakan sebuah karya sastra yang
belum dipengaruhi oleh kebudayaan barat. Pada jaman dahulu kala, karena belum
ditemukannya alat untuk menulis, prosa lama disampaikan atau diceritakan dari
tidak menggunakan struktur kalimat dan bersifat ke daerah. Artinya juga sangat
terikat dengan kebudayaan yang ada disekitar. Contohnya sebuah karya sastra
Banyak sekali contoh dari prosa lama yang dapat kita pelajar. Biasanya,
prosa lama terbit sebelum abad ke-19. Contohnya, seni sastra sumbawa lawas
ataupun seni sastra jawa lama yang pastinya banyak sekali. Bukan hanya
dipengaruhi oleh kebudayaan, tapi seni sastra juga erat kaitannya dengan
162
kehidupan beragama. Contohnya dapat dilihat dari seni sastra peninggalam islam,
ataupun karya sastra peninggalan hindu buddha. Prosa lama sendiri memiliki
a. Hikayat merupakan sebuah tulisan fiksi atau karangan dan biasanya tidak
kehidupan pada dewa-dewi, cerita kerjaan dimana ada pangeran atau seroang
raja.
Sejarah harus bersifat aktual, atau benar-benar sesuai dengan kejadian yang
terjadi sebenarnya. Terdapat dua jenis sejarah yakni sejarah lama dan sejarah
e. Pandir biasanya mengisahkan tentang cerita dari orang-orang yang bodoh dan
memiliki nasib yang sial. Sifatnya untuk hiburan karena kerap menampilkan
Sedangkan prosa baru adalah salah satu bentuk karya sastra yang telah
dipengaruhi oleh kebudayaan barat. Kehadiran prosa baru ini tidak lain karena
prosa lama dianggap sudah tidak mengikuti perkembangan jaman atau bisa
163
Roman adalah tulisan mengenai kisah hidup seorang dari lahir hingga ia
mengubah sikap pemeran utama. Dan hal tersebut yang membedakan cerpen
dengan novel.
orang banyak.
Kritik merupakan bentuk tulisan yang sifatnya memberi alasan atau menilai
Resensi adalah bentuk tulisan yang merangkum atau mengulas suatu karya.
Karya yang dimaksud beragam. Baik buku, seni, musik, film ataupun karya
Esai merupakan tulisan yang berisi sudut pandang atau opini tentang suatu hal
3. Drama
Bentuk terakhir dari sastra adalah Drama. Drama sendiri merupakan salah
satu dari cabang-cabang seni dalam seni pertunjukan dan merupakan salah satu
bentuk sastra yang dilukiskan dengan menggunakan bahasa yang panjang dan
bebas. Drama dibuat dengan tujuan untuk menceritakan kembali suatu kisah
164
kepada penontonnya melalui sebauh lakuan dialog atau percakapan para
pemerannya. Drama sering kali disalah artikan sebagai teater. Padahal kedunya
memiliki perbedaan.
Perbedaan seni teater dan drama salah satunya dapat dibedakan dari
Sedangkan teater merupakan secara bahasa atau dalam artian yang lebih sempit,
b. Dialog
c. Alur
d. Latar
e. Drama Tragedi yaitu drama yang isi ceritanya mengangkat kesusahan dan
yang berarti jalan ceritanya mengandur kedua unsur tersebut. Dibawakan silih
berganti.
h. Musikal yaitu drama yang diiringi oleh musik sebagai pelengkap pementasan
seninya.
165
Demikian bentuk-bentuk sastra yang ternyata sangat banyak bentuknya.
Perlu diketahui bahwa dewasa ini, seni sastra termasuk ke dalam salah satu sub
depannya kita dapat menganalisis dan mengapresiasi karya sastra sesuai dengan
bentuknya. Mengingat peran dan fungsi kritik sastra yang sangat penting. Dan
KARAWANG BEKASI
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa
166
Tapi adalah kepunyaanmu
Kenang-kenanglah kami
Kenang-kenanglah kami
Tema kuat yang diusung pada puisi Karawang Bekasi adalah perjuangan
para pahlawan yang telah gugur dalam medan perang dan terbaring antara Kota
Karawang sampai Kota Bekasi. Hal ini dapat dilihat pada baris pertama
167
yaitu “Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi” dan pada baris
Pada puisi Karawang Bekasi ini juga menggunakan berbagai majas, diantaranya:
Majas Metonimia, seperti yang ada dalam kalimat “Kami cuma tulang-
tulang berserakan”.
Majas Metafora yaitu pada kalimat “Atau jiwa kami melayang untuk
Majas Sinekdoki yaitu pada kalimat “Jika dada rasa hampa dan jam
c) Citraan Pendengaran dalam kalimat “Jika ada rasa hampa dan jam dinding
yang berdetak”.
Krawang-Bekasi”.
e) Citraan Gerak dalam kalinmat “Kami sudah coba apa yang kami bisa”.
malam sepi”.
Puisi Karawang Bekasi ini juga kaya dengan rima atau persamaam
bunyi, baik perulangan bunyi yang cerah dan ringan, yang mampu menciptakan
168
Walaupun puisi Karawang Bekasi tergolong puisi yang panjang, tapi ternyata tak
2. Rima Mutlak, yaitu yang terdapat pada baris 14 – 15 dan baris 18 -19 pada
kalimat :
Rima Patah, terdapat hampir di semua baris. Misalnya baris 1 – 5, yaitu pada
kalimat :
Diksi atau pilihan kata atau frase yang digunakan oleh penulis dalam
puisi Karawang Bekasi merupakan kata-kata pilihan yang sangat tepat untuk
dapat mengungkapkan apa yang hendak disampaikannya. Efek yang muncul dari
pemilihan kata ini adalah adanya imajinasi yang estetis. Pemilihan kata juga bisa
169
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Amanat adalah sebuah pesan, tapi bisa juga berupa perintah yang di
sampaikan pengarang kepada pembaca. Pesan atau perintah tersebut bisa tersurat
(implisit) dan bisa tersirat (eksplisit), tergantung dari bagaimana cara pengarang
adalah:
“Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa”
Amanat tersebut dapat berarti walaupun negara ini sudah merdeka, tapi belum
bisa menghargai jasa-jasa para pahlawan yang gugur saat berjuang malawan
Arti pada amanat ini adalah hanya kita sebagai penerus kemerdekaan yang mampu
170
Chairil Anwar dalam Karawang Bekasi ini, banyak mengajarkan pada kita
untuk : tidak boleh lupa dengan jasa-jasa para pahlawan yang rela mati demi
merdekanya bangsa ini. Jiwa pahlawan adalah jiwa seorang ksatria, maka kita
harus bisa meniru dan meneruskan jiwa yang dimiliki para pahlawan. Kita adalah
generasi penerus bangsa, jadi kita harus bisa mengisi kemerdekaan ini dengan
171
BAB XIV
A. Hakekat Sastra
Sastra berasal dari bahasa sansakerta shastra yang artinya adalah "tulisan
Pengertian sastra merujuk pada kesusastraan yang diberi imbuhan ke-an. “Su”
artinya baik atau indah dan “sastra” artinya tulisan atau lukisan. Jadi, kesusastraan
artinya tulisan atau lukisan yang mengandung kebaikan atau keindahan. Sastra
terbagi menjadi sastra lisan dan tulisan. Sastra lisan berkaitan dengan berbagai
macam karya dalam bentuk tulisan sedang sastra lisan adalah karya sastra yang
pada bahasa tulisan sedangkan sastrawi memiliki makna dan ruang lingkup lebih
luas. Istilah sastrawi merujuk pada sastra yang bersifat lebih puitis dan abstrak.
Sastrawan adalah istilah yang berasal dari istilah sastrawi, yaitu orang yang
kita adalah keindahan bahasa. Kesusastraan adalah sebuah unsur kebahasaan yang
mempunyai nilai-nilai estetik yang tinggi. Berbicara tentang sastra berarti kita
172
Setiap bahasa mempunyai kesusastraan masing-masing yang tentunya mempunyai
Bahasa adalah sesuatu yang universal. Bahkan bahasa adalah unsur esensial
dalam kehidupan manusia sehingga seorang ahli semiotika atau pakar komunikasi
simbol atau lambang yang digunakan untuk alat berkomunikasi adalah sesuatu
yang luar biasa yang membuat manusia menjadi makhluk yang unik yang berbeda
dengan makhluk lainnya. Tapi, tentu ini tidak berarti bahwa seseorang yang tidak
atas tapi jelas kita harus memahami itu secara lebih luas dan kompleks karena kita
tidak boleh terpaku pada aspek artikulasi semata tapi lebih dalam daripada itu.
B. Pengertian Etimologis
Ssecara etimologi, sastra berasal dari bahasa sansakerta shastra yang artinya
adalah "tulisan yang mengandung instruksi" atau "pedoman". Dari makna asalnya
dulu, sastra meliputi segala bentuk dan macam tulisan yang ditulis oleh manusia,
seperti catatan ilmu pengetahuan, kitab - kitab suci, surat - surat, undang - undang,
dan sebagainya. Sastra dalam arti khusus yang digunakan dalam konteks
sastra sebagai hasil budaya dapat diartikan sebagai bentuk upaya manusia untuk
173
mengungkapkan gagasannya melalui bahasa yang lahir dari perasaan dan
pemikirannya.
merupakan bentuk dari konfiks ke-an dan susastra. Menurut Teeuw (1988: 23)
kata susastra berasal dari bentuk su + sastra. Kata sastra dapat diartikan sebagai
alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi, atau pengajaran. Awalan su-
pada kata susastra berarti “baik, indah” sehingga susastra berarti alat untuk
mengajar, buku petunjuk, buku instruksi, atau pengajaran yang baik dan indah.
Kata susastra merupakan ciptaan Jawa atau Melayu karena kata susastra tidak
2. Mursal Esten:
bahasa sebagai medium dan mempunyai efek yang positif terhadap kehidupan
manusia (kemanusiaan).
3. Ahmad Badrun:
174
Kesusastraan adalah kegiatan seni yang menggunakan bahasa dan garis
4. Semi:
Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang
mediumnya.
5. Panuti Sudjiman:
Sastra adalah karya lisan atau tulisan yang memiliki berbagai ciri
ungkapannya.
keindahan
7. Suyitno:
Sastra adalah sesuatu yang imajinatif, fiktif dan inventif juga harus
175
8. Tarigan:
9. Damono:
Beberapa pengertian sastra menurut para ahli berikut ini dapat dijadikan
sebagai acuan dalam memahami arti sastra yaitu: Esten (1978: 9) mengemukakan
bahwa sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan
bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan
manusia (kemanusiaan).
Karya sastra adalah untaian perasaan dan realitas sosial (semua aspek
kehidupan manusia) yang telah tersusun baik dan indah dalam bentuk benda
konkret (Sangidu, 2004: 38). Karya sastra tidak hanya berbentuk benda konkret
seperti tulisan, tetapi dapat juga berwujud tuturan (speech) yang telah tersusun
dengan rapi dan sistematis yang dituturkan (diceritakan) oleh tukang cerita atau
yang terkenal dengan sebutan sastra lisan. Karya sastra merupakan tanggapan
(fakta sosial).
176
Sastra anak adalah karya sastra yang secara khusus dapat dipahami oleh
anak-anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan anak-anak, yaitu anak yang
berusia antara 6-13 tahun. Seperti pada jenis karya sastra umumnya, sastra anak
anak, serta menuntun kecerdasan emosi anak. Pendidikan dalam sastra anak
anak. Fungsi hiburan dalam sastra anak dapat membuat anak merasa bahagia atau
senang membaca, senang dan gembira mendengarkan cerita ketika dibacakan atau
disuguhkan oleh karya seni lainnya. Kesenangan yang lebih tinggi, yaitu
Sehingga ini berarti karya sastra tidak hanya memberikan hiburan kepada
keseriusan puisi terletak pada segi pengetahuan yang disampaikannya. Jadi puisi
177
dianggap sejenis pengetahuan. Seperti yang dikatakan oleh filosof terkenal
Aristoteles bahwa puisi lebih filosofis dari sejarah karena sejarah berkaitan
dengan hal-hal yang telah terjadi, sedangkan puisi berkaitan dengan hal-hal yang
Lain lagi dengan novel. Para novelis dapat mengajarkan lebih banyak
Sehingga ada yang berpendapat bahwa novel - novel bisa dijadikan sumber bagi
para psikolog atau menjadi kasus sejarah yang dapat memberikan ilustrasi dan
mengatakan bahwa manfaat sastra itu berguna dan menyenangkan. Secara lebih
1. Karya sastra dapat membawa pembaca terhibur melalui berbagai kisahan yang
disajikan.
178
3. Karya sastra dapat memperkaya pengetahuan intelektual pembaca dari
dalam karya.
nilai-nilai tradisi budaya bangsa dari generasi ke generasi. Karya sastra dapat
bagi pembacanya.
Masih banyak manfaat sastra yang bagi satu pembaca berbeda dengan
pembaca lainnya. Sehingga beberapa pembaca yang menikmati buku yang sama
bisa jadi memperoleh pengalaman puitik yang berbeda. Dari sana dapat kita
d. Fungsi estetis: Sastra memiliki unsur dan nilai-nilai keindahan bagi para
pembacanya
tentang yang baik dan yang buruk serta yang benar dan yang salah
179
f. Fungsi religious: Sastra mampu memberikan pesan-pesan religius untuk para
pembacanya.
terlepas dari urusan kronologi, karena peristiwa dalam kesusastraan sangat erat
kaitannya dengan waktu dan ruang yang merupakan ranah lingkupan kejadian
yang diangkat dalam suatu karya sastra. Membahas tentang peristiwa berarti kita
akan bicara tentang rentang waktu, urutan waktu, serta peristiwa-peristiwa yang
terjadi dalam lingkup waktu yang dibicarakan. Dalam kesusatraan hal ini dikenal
sebagai alur atau plot yang erat kaitannya dengan latar cerita atau seting.
hal yang berkaitan dengan waktu. Kadang kala krinik dikaitkan dengan suatu
180
c. Sinkronik : Keterkaitan pristiwa yang terjadi dalam lingkup suatu masa yang
anomaly yang memberikan kesan yang cukup luas dan dramatisir, akan tetapi
F. Pengertian Anakronisme
Anakronisme, secara etimologis berasal dari bahasa Yunani dari kata ἀνά
yang berarti ‘melawan' dan χρόνος yang berarti ‘waktu', yakni kesalahan dalam
181
kronologi, yang dinyatakan dalam ketiadaan keselarasan, line atau korespondensi
dengan waktu. Anakronisme dapat terjadi dalam cerita atau narasi sejarah,
lukisan, film atau media apapun, jadi tidak hanya mengacu pada karya sastra
semata-mata.
(setting), tokoh maupun dialog yang tidak sesuai dengan tempat dan waktu yang
sastra yang bersifat realistis entah yang fiksi maupun non-fiksi, dengan
mengambil tata latar di masa lampau. Adanya anakronisme dalam sebuah karya
sastra dapat mengurangi efek logika sastra dan mengurangi kepercayaan pembaca
terhadap kualitas karya sastrawan tersebut. Namun, anakronisme ini sering kali
disengaja demi efek dan nilai lambang sastra dalam karya-karya modern, seperti
2. Sastra; penempatan tokoh, peristiwa percakapan, dan unsur latar yang tidak
sebuah cerita. Waktu yang dimaksud adalah waktu yang berlaku dan ditunjuk
dalam cerita (waktu cerita) dengan waktu yang menjadi acuannya yang berupa
182
waktu dalam realitas sejarah. Selain itu, anakronisme juga menunjuk pada
penggunaan waktu-yaitu pada sesuatu yang tidak masuk akal. Cerita fiksi yang di
sesuatu yang tidak logis, misalnya seseorang yang semestinya tak memiliki benda
Misalnya, seseorang yang baru pertama kali naik pesawat, langsung bisa
menerbangkannya.
wayang sering memasukkan hal-hal yang bersifat anakronistis yang berasal dari
dengan sesuatu yang bersifat kekinian atau untuk menunjukkan bahwa kesenian
183
DAFTAR PUSTAKA
Abrams, M.H. 1971. The Mirror and the Lamp. Oxford : Oxford University Press.
Abrams, M.H. 1993 . A Glossary of Literary Terms. Fort Worth : Harcourt Brace
Press.
Pressindo.
Astuti, Rr. Dwi. Nilai Sosial pada Novel Gadis Pantai Karya Pramoedya
184
Astuti, Rr. Dwi. Nilai Sosial pada Novel Gadis Pantai Karya Pramoedya
Atmazaki. 1990. Ilmu Sastra: Teori dan Terapan. Padang: Angkasa Raya.
Damono, Sapardi Djoko. 1999. Politik, Ideologi, dan Sastra Hibrida. Jakarta:
Pustaka Firdaus.
Presinfo.
185
Escarpit, Robert. 2008. Sosiologi Sastra. Terjemahan dari buku Soci- ologie de La
Angkasa.
Faruk. 1999. Pengantar Sosiologi Sastra dari Strkturalisme Genetik sampai Post-
Harapaan.
Juliansyah, dkk. 2018. Analisis Novel Ada Surga Di Rumahmu Karya Oka Aurora
Ditinjau Aspek Sosiologi Karya Sastra. Jurnal Ilmu Budaya (Vol. 2, No. 4).
Hlm. 337-346.
Lewis, Leary. 1976. American Literature: A Study and Research Guide. New
186
Mahayana, Maman S. 2007. Ekstrinsikalitas Sastra Indonesia. Jakarta:PT. Raja
Grafindo persada
University Press
Pradopo, Rachmat Joko. 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan
Pelajar.
Ilmu.
Sumarjo, Yakop. 1982. Masyarakat dan Sastra Indonesia. Yogyakarta : C.V. Nur
Cahaya.
187
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Diindonesiakan oleh
Website:
http://floressastra.com/2016/03/18/sastra-membahasakan-
realitas/http://www.togamas.co.id/read-articles-119
https://www.hipwee.com/hiburan/15-petikan-puisi-wiji-thukul-yang-bisa-
membuatmu-lebih-punya-nyali-sudah-bukan-zamannya-diperbudak/
https://www.researchgate.net/publication/284073908_KARYA_SASTRA_
http://asasin-casas.blogspot.com/2012/01/hakikat-sastra.html
http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/home-sastra-teater-penaku
pengertian-fungsi-dan-ragam-sastra/
188
http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/home-sastra-teater-penaku-
pengertian-fungsi-dan-ragam-sastra/
http://nongbola.blogspot.com/2012/12/karya-sastra-dalam-realitas-kehidupan.html
http://pelitaku.sabda.org/pengaruh_budaya_nusantara_terhadap_sastra
http://phianz1989.blogspot.com/2011/08/definisi-dan-hakikat-sastra.html
http://sheltercloud.blogspot.com/2009/11/pengertian-dan-fungsi-sastra.html
http://sijagokeok.blogspot.com/2014/03/pengertian-sastra-karya-sastra-
dan.html?m=1
http://www.sastradigital.com
https://www.amazon.com/author/cecep
https://www.berbagaireviews.com/2017/09/pengertian-karya-sastra-dan-
syarat.html
https://www.bimakini.com/2017/02/karya-sastra-sebagai-cermin-kritik-sosial/
https://www.google.co.id/amp/s/elshasiburian.wordpress.com/2014/02/28/defenisi
189
-sastra-menurut-para-ahli/amp/
https://www.google.co.id/amp/s/elshasiburian.wordpress.com/2014/02/28/defenisi
-sastra-menurut-para-ahli/amp/
https://www.google.co.id/amp/s/muntijo.wordpress.com/2011/11/16/sosiologi-
sastra-sastra-dan-kenyataan-dalam-darah-di-palestina-karya-akhmad-
taufiq/amp/
https://www.google.co.id/amp/s/muntijo.wordpress.com/2011/11/16/sosiologi-
sastra-sastra-dan-kenyataan-dalam-darah-di-palestina-karya-akhmad-
taufiq/amp/
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Diindonesiakan oleh
http://floressastra.com/2016/03/18/sastra-membahasakan-realitas/
http://www.togamas.co.id/read-articles-119
www.cybersastra.org
www.rumpunsastra.com
190