Panduan Hiv Aids
Panduan Hiv Aids
Assalamu’alaikum w.w
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan yang menciptakan manusia dan
menambah ilmu pengetahuan bagi mereka yang berusaha mendapatkannya.
Salawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah, penghulu dan
mahaguru bagi kita semua. Alhamdulillah Pedoman Kerja Pelayanan HIV AIDS
Tahun 2020 RSUD Gandus Palembang telah kita miliki. Pedoman ini diharapkan
menjadi acuan dalam peningkatan mutu pelayanan di lingkungan RSUD Gandus
Palembang yang kita cintai ini.
Ucapan terimakasih kepada Tim HIV – AIDS yang telah menyelesaikan
Pedoman Kerja Pelayanan HIV AIDS Tahun 2020 di RSUD Gandus Palembang
ini. Kami percaya bahwa tidak ada yang sempurna kecuali Allah SWT, saran dan
masukan dari kita sangat diharapkan untuk kesempurnaan pedoman ini untuk
masa yang akan datang.
Wassalamu’alaikum w. w.
1.3. SASARAN
Pimpinan, pengambil kebijakan di rumah sakit, petugas kesehatan dan
pelaksana kesehatan lainnya di RSUD Gandus Palembang
BAB II
SITUASI HIV AIDS DI INDONESIA
3.1. KEBIJAKAN
Program Pelayanan HIV AIDS di RSUD Gandus Palembang berdasarkan
pada SK Direktur RSUD Gandus Palembang tentang kebijakan pelayanan HIV
AIDS dengan kebijakan‐kebijakan sebagai berikut :
1. Peningkatan penyelenggaraan pelayanan atau perawatan kesehatan HIV
-AIDS yang berkesinambungan yang berfokus kepada pasien, RSUD
Gandus Palembangmelihat kebutuhan pasien selama perawatan, baik di
rawat jalan maupun rawat inap.
2. Untuk pasien yang sedang dirawat inap dan melihat ada gejala gejala
infeksi opportunistik , maka RSUD Gandus Palembangmelalui tim medis
atau keperawatan dapat melakukan pemeriksaan rapid test tanpa melalui
konseling dengan menggunakan konsep Test Inisiatif Petugas Kesehatan
(TIPK)
3. Untuk pasien yang sudah di diagnosa dengan Orang Dengan HIV-AIDS
(ODHA) atau pun pasangannya yang ingin mempunyai keturunan maka
dianjurkan untuk mengikuti Program Pencegahan Penularan Ibu Anak
(PPIA)
4. Untuk pasien yang mendapat layanan ke rumah sakit, maka RSUD
Gandus Palembangakan memberi konseling, informasi dan edukasi
kepada pasien dan keluarga yang tepat tentang tindak lanjut pelayanan
atau perawatan
5. Untuk pasien yang tidak langsung dirujuk ke rumah sakit lain, maka
RSUD Gandus Palembang akan memberi informasi dan edukasi kepada
pasien dan keluarga yang tepat tentang tindak lanjut pelayanan atau
perawatan
6. Untuk merujuk pasien kerumah sakit RSUD Gandus Palembang
menentukan bahwa rumah sakit penerima dapat menyediakan kebutuhan
pasien yang akan dirujuk
7. Untuk pasien yang sudah didiagnosis orang dengan HIV-AIDS (ODHA),
maka setiap kunjungan dilakukan skrening TB
8. Untuk pasien yang sudah didiagnosa dengan ODHA maka konselor /
petugas RSUD Gandus Palembangharus merujuk ke kelompok dukungan
sebaya/ pendamping (LSM) yang sudah bekerjasama degan RS.
9. Untuk peningkatan mutu layanan diperlukan monitoring dan evaluasi serta
pelaporan kegiatan dan dilaksanakan pertemuan triwulan.
10. Kebijakan ini secara teknis pelaksanaannya dijabarkan lebih lanjut
dalam bentuk Standar Prosedur Operasional (SPO)
Perencanaan Rawatan
Psikososial anjutan
Konseling Pasca-testing
Koseling Pra-testing
Informasi Dasar HI
Tahapan Penatalaksanaan :
1. Penerimaan klien :
a. Informasikan kepada klien tentang pelayanan tanpa nama (anonimus)
sehingga nama tidak ditanyakan
b. Pastikan klien datang tepat waktu danusahakan tidak menunggu
c. Jelaskan tentang prosedur VCT .
d. Buat catatan rekam medik klien dan pastikan setiap klien mempunyai
nomor kodenya sendiri.
Kartu periksa Konseling dan Testing
Klien mempunyai kartu dengan nomor kode.
Data ditulis oleh konselor. Untuk meminimalkan kesalahan, kode
harus diperiksa ulang oleh konselor dan perawat/pengambil darah.
2. Konseling pra testing HIV/AIDS
a. Periksa ulang nomor kode klien dalam formulir.
b. Perkenalan dan arahan
c. Membangun kepercayaan kilen pada konselor yang merupakan dasar
utama bagi terjaganya kerahasiaan sehingga terjalin hibungan baik dan
terbin sekap saling memahami.
d. Alasan kunjungan dan klarisifikasi tentang fakta dan mitos tentang
HIV/AIDS
e. Penilaian risko untuk membantu klien mengetahui factor resiko dan
menyiapkan diri untuk pemeriksaan darah
f. Memberikan pengetahuan akan implikasi terinfeksi atau tidak terinfeksi
HIV dan memfasilitasi diskusi tentang cara menyesuaikan diri dengan
status HIV
g. Di dalam konseing pra testing seorang konselor VCT harus dapat
membuat keseimbangan antara pemberian informasi, penilaian resiko
dan merespon kebutuhan emosi klien.
h. Konselor VCT melakukan penilaian sistem dukunagn
i. Klien memberika persetujuan tertulisnya (Informed Consent) sebelum
dilakukannya testing HIV/AIDS.
Jenis-jenis metode pemberian makanan pada bayi dari ibu dengan HIV
a. Tersedia pengganti ASI yang memenuhi syarat AFASS (affordable,
feasible,acceptable,sustainable,safe).
b. Bila kondisi AFASS tidak terpenuhi, maka dapat dipertimbangkan
pemberian ASI ekslusif yang jangka pemberianya singkta atau alternatif
ASI lainya, yaitu:
Pasteusasi/memanaskan ASI perah.
Mencari ibu Susu (perempuan lain untuk menyusui bayinya) yang
telah dibuktikan HIV negatif.
c. Bila ibu memilih menyusui bayi, ibu harus memahami teknik menyusui
yang benar untuk menhindarkan peradangan payudara (mastitis) dan lecet
pada puting yang dapat mempertinggi risiko bayi tertular HIV.
Manfaat ARV
Antiretroviral merupakan suatu revolusi dalam perawatan ODHA. Terapi
dengan antiretroviral atau disingkat ARV telah menyebabkan penurunan angka
kematian dan kesakitan bagi ODHA. Manfaat terapi antiretroviral adalah sebagai
berikut :
1. Menurunkan morbiditas dan mortalitas
2. Pasien dengan ARV tetap produktif
3. Memulihkan sistem kekebalan tubuh sehingga kebutuhan profilaksis
infeksioportunistik berkurang atau tidak perlu lagi
4. Mengurangi penularan karena viral load menjadi rendah atau tidak
terdeteksi,namun ODHA dengan viral load tidak terdeteksi, namun harus
dipandang tetapmenular
5. Mengurangi biaya rawat inap dan terjadinya yatim piatu
6. Mendorong ODHA untuk meminta tes HIV atau mengungkapkan status
HIV-nyasecara sukarela
Paduan di bawah ini dapat digunakan sebagai alternatif dari paduan di atas.
AZT + 3TC + EFV) (Zidovudine + Lamivudine + ATAU
ATAU Efavirenz
Memulai ARV
Sebelum memulai terapi, perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Penggalian riwayat penyakit secara lengkap
2. Pemeriksaan fisik lengkap
3. Pemeriksaan laboratorium rutin
4. Hitung limfosit total (Total Lymphocite Count/TLC) dan bila
mungkinpemeriksaan CD4.
Penilaian klinis yang mendukung adalah sebagai berikut:
1. Menilai stadium klinis infeksi HIV
2. Mengidentifikasi penyakit yang berhubungan erat dengan HIV di masa lalu
3. Mengidentifikasi penyakit yang terkait dengan HIV saat ini yang
membutuhkanpengobatan
4. Mengidentifikasi pengobatan lain yang sedang dijalani yang
dapatmempengaruhi pemilihan terapi
Riwayat Penyakit
Pertanyaan tentang riwayat penyakit meliputi :
1. Kapan dan dimana diagnosis HIV ditegakkan
2. Kemungkinan sumber infeksi HIV
3. Gejala dan keluhan pasien saat ini
4. Riwayat penyakit sebelumnya, diagnosis dan pengobatan yang
diterimatermasuk infeksi oportunistik
5. Riwayat penyakit dan pengobatan TB termasuk kemungkinan kontak
denganTB sebelumnya
6. Riwayat kemungkinan infeksi menular seksual (IMS)
7. Riwayat dan kemnugkinan adanya kehamilan
8. Riwayat penggunaan ART termasuk riwayat rejimen untuk PMTCT
sebelumnya
9. Riwayat pengobatan dan penggunaan kontrasepsi oral pada perempuan
10. Kebiasaan sehari-hari dan riwayat perilaku seksual
11. Riwayat penggunaan NAPZA suntik
Pemeriksaan Fisik
1. Berat badan, tanda vital
2. Kulit : herpes zoster, sarkoma Kaposi, dermatitis HIV, pruritic papular
eruption(PPE), dermatitis saborik berat, jejas suntikan (needle track) atau
jejas sayatan
3. Limfadenopati
4. Selaput lendir orafaringeal, kandidiasis, sarkoma kaposi, hairy leukiplakia,
HSV
5. Pemeriksaan jantung, paru dan abdomen
6. Pemeriksaan sistem saraf dan otot rangka ; keadaan kejiwaan,
berkurangnyafungsi motoris dan sensoris
7. Pemeriksaan fundus mata : retinitis dan papil edema
8. Pemeriksaan saluran kelamin/ alat kandungan
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan sebelum memulai
terapidengan antiretroviral adalah :
1. Pemeriksaan serologi untuk HIV dengan menggunakan strategi 2 atau
strategi 3 sesuai pedoman
2. Limfosit total atau CD4 (jika tersedia)
3. Pemeriksaan darah lengkap (terutama HB) dan kimia darah
(terutamafungsi hati) dan fungsi ginjal
4. Pemeriksaan kehamilan
Indikasi ART
ODHA dewasa seharusnya segera mulai ART manakala infeksi HIV
telahditegakkan secara laboratoris disertai salah satu kondisi berikut :
1. Secara klinis sebagai penyakit tahap lanjut dari infeksi HIV :
2. Infeksi HIV stadium IV, tanpa memandang jumlah CD4
3. Infeksi HIV stadium III dengan jumlah CD4<350/mm3
4. Infeksi stadium I atau II dengan jumlah CD4<200 mm3
Artinya bahwa ART untuk penyakit stadium IV (kriteria WHO disebut
AIDSklinik) tidak seharusnya tergantung pada jumlah CD4. Untuk stadium III,
bilatersedia sarana pemeriksaan CD4 akan sangat membantu untuk
menentukansaat pemberiaan terapi yang lebih tepat. Tuberkulosis paru dapat
timbul padatahapan dengan jumlah CD4 berapapun, bila jumlah CD4 tersebut
dapatterjaga dengan baik (misalnya >350/mm3), maka terapi dapat ditunda
denganmeneruskan pemantauan pasien secara klinis. Nilai ambang untuk
kondisiStadium III adalah 350/mm3 karena pada nilai nilai dibawahnya
biasanyakondisi pasien mulai menunjukkan perkembangan penyakit yang
cepatmemburuk dan sesuai dengan pedoman yang ada. Bagi pasien dalam
stadiumI atau II, maka jumlah CD4<200/mm3 merupakan indikasi pemberian
terapi.Apabila tidak ada sarana pemeriksaan CD4, maka yang digunakan
sebagaiindikator pemberian terapi pada infeksi HIV simptomatik adalah jumlah
limfosittotal 1200/mm3 atau kurang (misalnya pada stadium II). Sedangkan
padapasien asimptomatik jumlah limfosit total kurang berkorelasi dengan
jumlahCD4. Namun bila dalam stadium simptomatik baru akan bermanfaat
sebagaipetanda prognosis dan harapan hidup.Pemeriksaan viral load (misalnya
dengan menggunakan kadar RNA HIV-1dalam plasma) tidak dianggap perlu
sebelum dimulainya ART dan tidakdirekomendasikan oleh WHO sebagai tindakan
rutin untuk memandupengambilan keputusan terapi karena mahal dan
pemeriksaannya rumit.Diharapkan pada masa mendatang dapat berkembang
cara pemeriksaan viralload yang lebih terjangkau sehingga cara memantau
pengobatan tersebut
dapat diterapkan secara luas.Perlu diperhatikan bahwa sistem pentahapaninfeksi
HIV menurut WHO bagi orang dewasa tersebut dikembangkan padabeberapa
tahun yang lalu dan memiliki keterbatasan tetapi masih bermanfaatuntuk
membantu menetapkan indikator saat memulai terapi.
BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI
Kementerian Kesehatan RI. Estimasi dan Proyeksi HIV AIDS Tahun 2011-2016.
Kemeterian kesehatan RI. Jakarta 2013