Anda di halaman 1dari 5

REVIEW ARTIKEL

KARAKTERISASI DAN APLIKASI ANTIBODI MONOKLONAL WDSSB5 UNTUK


DETEKSI VIRUS DENGUE PADA SEL C6/36 DENGAN METODE
IMMUNOSITOKIMIA

Penulis : Nurminha (Pascasarjana Ilmu Kedokteran Tropis FK UGM)


Siti Rahmah Umniyati (Bagian Parasitologi FK UGM)
Wayan T. Artama (Fakultas Kedokteran Hewan UGM)

Reviewer : Baiq Nasha Islaeli (Pascasarjana Ilmu Kedokteran Dasar FK UNAIR)


NIM : 012024153011

Dalam artikel ini membahas tentang penggunaan metode Immunositokimia untuk


mendeteksi virus Dengue pada sel C6/36 dengan memanfaatkan antibodi monoklonal
WDSSB5. Dasar reaksi Immunositokimia SPBC adalah ikatan yang kuat antara
Streptavidin dan Biotin. Metode Immunositokimia merupakan teknik yang menggunakan
antibodi sekunder yang dilabel biotin yang bisa mengenal antibodi primer (antibodi
monoklonal atau poliklonal) dan menggunakan konjugat Streptavidin yang dilabeli
enzim HRP dan campuran substrat kromogen sehingga antigen pada sel atau jaringan
akan berikatan dengan antibodi.

Untuk mendeteksi virus Dengue menggunakan metode Immunositokimia


memerlukan antibodi monoklonal spesifik terhadap virus Dengue. Sifat utama antibodi
monoklonal ditentukan oleh struktur dari molekul antibodi tersebut yang ditentukan oleh
sekuens asam amino yang membentuknya, termasuk klas dan subklas dari antibodi.
Produksi antibodi monoklonal secara invitro dan in vivo mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Konsentrasi antibodi dari hasil pembiakan invitro sekitar 1-10 ug/ul.
Konsentrasi dari in vivo sebanyak 1000 kali dari in vitro. Dari segi kemurnian, antibodi
monoklonal secara invitro lebih murni karena hanya sedikit yang terkontaminasi protein
lain yang berasal dari medium.
Dalam artikel ini, penulis menggunakan antibodi yang telah berhasil di produksi
oleh Tim Dengue UGM yaitu antibodi monoklonal terhadap virus Dengue-3 (DEN-3)
strain H-87 melalui 3 kali fusi yang menghasilkan sel-sel hibrid masing-masing
sebanyak 4 klon, 13 klon, dan 22 klon. Sel-sel hibrid tersebut antara lain DSSC7,
DSSE10, dan WDSSB5. Propagasi klon hibridoma WDSSB5 dilakukan secara invitro
pada medium kultur RPMI dan secara in vivo pada mencit Balb/c. Antibodi monoklonal
yang diperoleh dari sel hibrid WDSSB5 belum dikarakterisasi sehingga agar bisa di
aplikasi kan sebagai antibodi primer untuk deteksi virus Dengue, antibodi ini harus di
karakterisasi terlebih dahulu.

Tahap pertama yang dilakukan adalah uji klasifikasi. Hasil uji klasifikasi
menunjukkan antibodi monoklonal WDSSB5 termasuk klas IgG dan subklas IgGI.
Selanjutnya penetuan spesifisitas antibodi monoklonal WDSSB5 dilakukan dengan
metode Dot Blotting. Metode ini digunakan untuk mengetahui jenis antigen yang dapat
dikenali oleh antibodi tapi tidak dapat mengetahui berat molekul protein antigen. Kadar
protein antibodi monoklonal WDSSB5 diperiksa dengan metode Biorad Mikro Assay
dan didapatkan kadar protein sebesar 11 ug/ul menggunakan larutan standar Bovin
Serum Albumin (BSA). Namun, protein tersebut masih berupa Crude Protein karena
belum dilkaukan purifikasi.

Pada hasil optimasi diperoleh kadar terkecil antibodi monoklonal yaitu 2,2 ug/ul
dengan volume 20 ul berhasil mendeteksi antigen DEN-3 yang diinokulasi pada sel
C6/36 yang di inkubasi selama 4 hari dengan positif rate 100%. Dari hasil uji sensitivitas
dan spesifisitas menunjukkan antibodi monoklonal WDSSB5 mampu mendeteksi
antigen DEN-1, 2, 3, dan 4 pada sel C6/36 dan sensitif mulai inkubasi 1 hari lebih awal
sebelum siklus hidup virus Dengue berlangsung sempurna. Antibodi monoklonal
WDSSB5 ini mampu mengenali semua serotype dari Dengue namun belum mampu
mengetahui spesifisitasnya terhadap virus Chikungunya.

Jika antibodi monoklonal sudah dikarakterisasi, maka tahap selanjutnya yaitu


aplikasi antibodi monoklonal WDSSB5 tersebut untuk mendeteksi virus Dengue pada
sel C6/36 dengan metode immunositokimia. Adanya glikoprotein dengan berat molekul
40-45 kDa pada permukaan sel C6/36 yang merupakan reseptor untuk virus Dengue
dapat dijadikan sebagai tempat melekatnya antigen. Antigen yang terlokalisir di
sitoplasma sel akan berikatan dengan antibodi WDSSB5 yang akan dikenali oleh
antibodi sekunder berlabel Biotin. Dengan penambahan konjugat Streptavidin berlabel
enzim HRP dan substrat (kromogen), maka antigen tersebut dapat terdeteksi dengan
terdapatnya warna kecoklatan pada sitoplasma sel C6/36 yang terinfeksi.

Dari penelitian tersebut, penulis mengemukakan bahwa antibodi WDSSB5


sebagai antibodi primer dapat mendeteksi antigen virus Dengue pada sel C6/36 yang
diinfeksi virus Dengue yang berasal dari serum pasien positif yang mengandung virus
DEN-1, 3, dan 4 pada fase akut yaitu demam hari ke 1 sampai hari ke 7. Perbedaan
hari demam mempengaruhi hasil positif rate virus Dengue pada sel C6/36. Pada hasil
pemeriksaan mikroskopis sediaan Immunositokimia SPBC diperoleh hasil positif rate
antara 35,29% - 100%. Nilai positif rate 100%, terlihat reaksi positif kuat warna coklat
sangat jelas pada sitoplasma sel, banyak giant sel, bentuk sel tidak beraturan, inti sel
mengecil, inti sel berwarna coklat, sel lisis dan terdapat bercak antigen di sekitar sel.
Sedangkan nilai positif rate sebesar 35,29%, terlihat reaksi positif lemah yang bisa
disebabkan waktu inkubasi kurang lama, kemungkinan sel yang terinfeksi sedikit, atau
konsentrasi virus sedikit.

Dalam artikel ini, penulis menyimpulkan bahwa metode Immunositokimia SPBC


dengan antibodi monoklonal WDSSB5 dapat dijadikan sebagai salah satu metode untuk
mendeteksi semua serotype virus Dengue menggantikan teknik Immunofluoresense.
Daftar Pustaka

1. Listiyaningsih. Prediksi Evolusi Genetik Virus Dengue di Indonesia. Dalam


Seminar Kajian KLB dari Biologi Molekuler sampai Pemberantasannya. Pusat
Kedokteran Tropis, Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta. 2005.
2. Sutaryo. Dengue, Penerbit Medika. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta. 2004. pp: 17-96
3. World Health Organization. Dengue status in South East Asia Region: An
epidemiological perspective. 2008.
Available from: http://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_dengue-SEAR- 2008.
pdf
4. Umniyati,S.R., Soeyoko, Mulyaningsih, B. Pengembangan antibodi monoklonal
anti Dengue-3 produksi local Universitas Gadjah Mada untuk Deteksi infeksius
Virus Dengue pada nyamuk Aedes spp. Laporan penelitian Hibah Bersaing X/l,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 2003.
5. Kao, C.L., King, C.C., Chao, D.Y., Wu, H.L., and Chang, G.J.J. Laboratory
diagnosis of dengue virus infection : current and future perspectives in clinical
diagnosis and public health. J. Microbiol. Immunol. Infect. 2005. 38:5-16.
6. Aryati. Aspek laboratorium DBD. Dalam: S.Soegijanto, Demam Berdarah
Dengue, Edisi 2, p. 117-30. Airlangga University Press, Surabaya. 2006.
7. Anonim, 2005. Histology and Immunocytochemistry. Available at
website:www.hmds.org.uk/histology.html
8. Umniyati, S.R., Sutaryo, Wahono, D., Artama, W.T., Mardihusodo, S.J.,
Soeyoko, Mulyaningsih, B., and Utoro, T. Application of monoclonal antibody
DSSC7 for detecting dengue infection in Aedes aegypti based on
immunocytochemical streptavidin biotin peroxidase complex assay (ISBPC).
Dengue Bulletin. 2008;32: 83-98.
9. Umniyati, S.R. Teknik imunositokimia dengan antibody monoclonal DSSC7 untuk
kajian pathogenesis infeksi dan penularan transovarial virus dengue serta
surveilansi virologist vector dengue. Disertasi, UGM, Yogyakarta. 2009.
10. Sutaryo, Umniyati, S.R., dan Wahyono, D. Produksi antibodi monoklonal
terhadap virus dengue-3 untuk Deteksi Penderita Demam Berdarah Dengue dan
vektornya. Laporan Penelitian RUT-3 Tahun I. FK UGM, Yogyakarta. 1996.
11. Goding, J.W. Monoclonal Antibodies Principle and Practice, Academic press, Inc,
London. 1983.
12. Artama, W.T. Pedoman Kuliah Antibodi Monoklonal, Teori, Produksi,
Karakterisasi dan Penerapan.

Anda mungkin juga menyukai