Anda di halaman 1dari 64

USULAN PENELITIAN

PENGARUH ERM DAN INTELLECTUAL CAPITAL PADA EARNINGS


RESPONSE COEFFICIENT DENGAN NILAI PERUSAHAAN SEBAGAI
INTERVENING VARIABLE

Usulan Penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat


Untuk menyusun Tesis S2 Program Studi Magister Akuntansi

Diajukan oleh:
ANGELIA PUTRI SURYA HARYANTI
NIM: 1981611040

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ............................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian ................................................ 9
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................. 10
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................. 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Teori Sinyal (Signaling Theory)............................................. 13
2.2 Teori Keagenan (Agency Theory) ......................................... 14
2.3 Resource Based Theory (RBT) ............................................. 16
2.4 Knowledge Based View Theory (KBV) ................................. 17
2.5 Earnings Response Coefficient .............................................. 18
2.6 Enterprise Risk Management (ERM) ..................................... 19
2.7 Intellectual Capital (IC) ........................................................ 20
2.8 Pengungkapan Intellectual Capital ....................................... 21
2.9 Nilai Perusahaan .................................................................... 22
2.10 Penelitian Terdahulu ............................................................. 23

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS


PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir .................................................................. 26
3.2 Konsep Penelitian .................................................................. 27
3.3 Hipotesis Penelitian ............................................................... 29
3.3.1 Pengaruh ERM pada Nilai Perusahaan ...................... 29
3.3.2 Pengaruh Intellectual Capital pada Nilai Perusahaan 30
3.3.3 Pengaruh Nilai Perusahaan pada Earnings Response
Coefficient .................................................................. 32
3.3.4 Pengaruh ERM pada Earnings Response Coefficient 33
3.3.5 Pengaruh Intellectual Capital pada Earnings Response
Coefficient .................................................................. 35
3.3.6 Pengaruh ERM pada Earnings Response Coefficient
melalui Nilai Perusahaan ............................................ 37

i
3.3.7 Pengaruh Intellectual Capital pada Earnings Response
Coefficient melalui Nilai Perusahaan ......................... 39

BAB IV METODE PENELITIAN


4.1 Rancangan Penelitian ............................................................. 41
4.2 Lokasi dan Ruang Lingkup Penelitian ................................... 43
4.3 Objek Penelitian ..................................................................... 43
4.4 Identifikasi Variabel ............................................................... 43
4.5 Definisi Operasional Variabel ................................................ 43
4.6 Populasi, Sampel, dan Metode Penentuan Sampel ................ 47
4.6.1 Populasi ..................................................................... 47
4.6.2 Sampel dan Metode Penentuan Sampel .................... 47
4.7 Jenis dan Sumber Data ........................................................... 48
4.7.1 Jenis Data .................................................................. 48
4.7.2 Sumber Data .............................................................. 48
4.8 Metode Pengumpulan Data .................................................... 48
4.9 Teknik Analisis Data ............................................................. 49

DAFTAR RUJUKAN .................................................................................... 52

ii
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Tabel Halaman


1.1 Nilai Abnormal Return dan CAR Perusahaan yang Terdaftar
di BEI ................................................................................................ 3
4.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ................................. 45

iii
DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

3.1 Kerangka Berpikir .............................................................................. 26


3.2 Konsep Penelitian .............................................................................. 28
4.1 Rancangan Penelitian ......................................................................... 42

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini berisi fokus penelitian yang mencakup latar belakang masalah,

rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

1.1 Latar Belakang Masalah

Informasi laba merupakan referensi bagi investor dalam pengambilan

keputusan investasi. Persepsi investor atas informasi laba digambarkan dengan

earnings response coefficient (ERC). Earnings response coefficient menunjukkan

reaksi pasar yang dapat diamati dari pergerakan harga saham disekitar tanggal

publikasi laporan keuangan perusahaan (Natalia & Ratnadi, 2017).

Cho & Jung (1991) mendefinisikan ERC sebagai pengaruh tiap dollar dari

unexpected earnings terhadap return saham, yang diukur dengan koefisien dalam

regresi antara abnormal return dan unexpected earning. Rendahnya earnings

response coefficient menunjukkan rendahnya respon pasar atas informasi yang

disajikan oleh perusahaan. Semakin tinggi earnings response coefficient

menunjukkan informasi laba perusahaan semakin berkualitas. Hal ini ditandai

dengan tingginya respon investor terhadap pengumuman laba.

Scott (2009) menyatakan bahwa pasar akan merespon sinyal yang diberikan

perusahaan, baik sinyal yang bersifat good news maupun bad news. Investor akan

memutuskan untuk membeli saham perusahaan dengan laba yang tinggi (good

news), sehingga harga saham perusahaan akan mengalami kenaikan. Informasi

yang bersifat good news ditandai dengan unexpected earning yang positif. Namun

sebaliknya, apabila laba perusahaan rendah (bad news) maka investor akan segera

1
menjual saham perusahaan yang sebelumnya sudah mereka miliki. Informasi yang

bersifat bad news ditunjukkan dengan abnormal return yang bernilai negatif

sehingga akan memunculkan unexpected earning negatif.

Keputusan investor akan sangat berpengaruh pada aktivitas di pasar modal.

Pembelian dan penjualan saham yang dilakukan oleh investor secara tidak langsung

akan memengaruhi pola transaksi di bursa dan menyebabkan harga saham di papan

bursa akan terus berubah. Perusahaan dengan kinerja yang baik dan

menguntungkan biasanya lebih menarik perhatian investor untuk berinvestasi.

Dengan demikian, perusahaan selalu berupaya untuk meningkatkan kinerja dan

profitabilitas mereka.

Peningkatan kinerja dan profitabilitas sejalan dengan peningkatan nilai

perusahaan di mata publik. Banyak faktor yang dianggap memengaruhi ERC baik

dari informasi keuangan seperti leverage, persistensi laba, kesempatan bertumbuh

maupun informasi non keuangan seperti ukuran auditor, corporate good

governance, dan sustainability disclosure. Dengan demikian, ERC menjadi salah

satu pengujian yang penting untuk dilakukan.

Perhitungan ERC menggunakan CAR (cumulative abnormal return) sebagai

proksi harga saham dan nilai unexpected earning sebagai proksi laba akuntansi

(Chaney & Jater, 1991). Tabel 1.1 berikut akan menunjukkan abnormal return pada

periode publikasi laporan keuangan perusahaan t-2 hingga t+2 dan cummulative

abnormal return untuk tahun buku 2019.

2
Tabel 1.1 Nilai Abnormal Return dan CAR Perusahaan yang Terdaftar di BEI

NO KODE t-2 t-1 t-0 t+1 t+2 CAR


1 ASII 0,0239 -0,0111 0,0104 -0,0564 0,0484 0,0152
2 ANTM -0,0067 -0,0047 -0,0257 -0,0198 0,0062 -0,0508
3 BBCA 0,0042 0,0001 0,0067 0,0150 -0,0166 0,0094
4 BBNI 0,0044 0,0074 0,0008 0,0074 -0,0147 0,0052
5 CPIN -0,0110 0,0286 0,0430 -0,0321 0,0060 0,0344
6 CTRA 0,0683 -0,0343 0,0837 0,0054 -0,0097 0,1133
7 GGRM -0,0239 -0,0095 0,0833 0,0406 0,0273 0,1178
8 HMSP -0,0030 0,0090 0,0701 0,0254 0,0683 0,1698
9 INCO -0,0499 0,0372 0,0586 -0,0275 -0,0126 0,0058
10 INDF -0,0179 -0,0041 -0,0206 -0,0431 0,0813 -0,0045
11 JPFA -0,0098 0,0063 -0,0026 0,0596 -0,0054 0,0482
12 PGAS -0,0360 -0,0167 -0,0889 -0,0158 -0,0562 -0,2137
13 SMGR -0,0024 -0,0773 -0,0175 -0,0135 -0,0154 -0,1262
14 TKIM 0,0626 0,1233 0,0523 0,0213 -0,0380 0,2215
15 UNTR 0,0244 0,0019 0,0033 -0,0405 0,0213 0,0104
16 UNVR 0,0006 -0,0003 0,0060 -0,0140 -0,0032 -0,0109
17 WIKA -0,0400 -0,0161 -0,0892 -0,0173 -0,0515 -0,2141
18 WSKT -0,0193 -0,0334 0,0115 -0,0311 -0,0136 -0,0859
Sumber: data diolah, 2021

Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa terdapat perusahaan dengan nilai

abnormal return dan CAR positif maupun negatif selama 5 hari pengamatan (t-2

hingga t+2). ASSI, BBCA, dan BBNI pada t-2 menunjukkan nilai abnormal return

positif, namun pada saat t+1 hingga t+2 menunjukkan nilai abnormal return negatif.

Dengan demikian, nilai CAR untuk 5 hari pengamatan akan mengalami kenaikan

maupun penurunan meskipun masih berada di angka positif. Berbeda dengan

UNVR, pada t-2 hingga t+2 mengalami perubahan abnormal return yang

signifikan, sehingga menghasilkan nilai CAR yang negatif (meskipun pada t-2

menunjukkan angka yang positif).

3
Perbedaan respon pasar yang ditunjukkan oleh Tabel 1.1 mengindikasikan

bahwa sebelum adanya publikasi atas informasi tertentu (dalam hal ini laporan

keuangan perusahaan), pasar sudah memiliki persepsi dan harapan akan kinerja

suatu perusahaan. Nilai CAR negatif menunjukkan bahwa ekspektasi investor

(yang ditunjukkan dengan expected return) lebih besar selama 5 hari pengamatan,

sedangkan nilai CAR positif menunjukkan actual return yang lebih besar dari

expected return investor.

Fluktuasi abnormal return dari t-2 hingga t+2 yang tidak selalu menunjukkan

nilai negatif maupun positif, kemungkinan disebabkan adanya perbedaan persepsi

dari investor dalam menanggapi informasi yang dipublikasikan oleh perusahaan.

Perbedaan persepsi tersebut bergantung dari hasil analisis investor, benchmark,

track record perusahaan, skandal perusahaan, kredibilitas, hingga kualitas

informasi yang disajikan.

Penelitian pertama terkait informasi yang dipublikasikan perusahaan

dilakukan oleh Ball & Brown pada tahun 1968. Pengujian mereka difokuskan pada

kandungan informasi unexpected earning yang direpresentasi oleh respon pasar.

Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa pasar bereaksi terhadap informasi

laba dalam laporan keuangan perusahaan, sehingga investor akan menggunakan

informasi tersebut sebagai dasar pengambilan keputusan. Scott (2009) melakukan

penelitian serupa dan menemukan bahwa jika pasar bereaksi akan suatu informasi

tertentu, maka informasi tersebut dipergunakan sebagai dasar pengambilan

keputusan.

4
Unexpected earning yang diukur dengan abnormal return merupakan selisih

dari return sesungguhnya terhadap return normal atau return ekspetasian. Abnormal

return akan bernilai positif jika laba memiliki keterbatasan sebagai akibat asumsi

perhitungan, dan kemungkinan manipulasi laba yang dilakukan oleh manajemen

perusahaan. Keterbatasan tersebut mengakibatkan dibutuhkannya informasi selain

laba yang mampu memprediksi return saham perusahaan, dan informasi tersebut

adalah earnings response coefficient atau ERC (Rusdin, 2016).

Sejak beberapa dekade, hubungan antara reaksi pasar dengan variabel-

variabel akuntansi telah menjadi topik yang menarik bagi peneliti maupun investor

dan manajer perusahaan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ERC

bervariasi secara cross-sectional dan bergantung pada tingkat persistensi laba,

prediktibilitas laba, covarian saham dengan return pasar, pertumbuhan perusahaan,

serta karakteristik industri (Biddle & Seow, 1991; Lipe, 1990).

Berdasarkan riset-riset terdahulu, pengujian ERC di Indonesia sudah banyak

dilakukan dengan menggunakan variabel yang diyakini memengaruhi ERC.

Silalahi (2014) menguji faktor yang diperkirakan berpengaruh pada earnings

response coefficient (ERC) dan menemukan bahwa variabel CSR disclosure dan

beta tidak berpengaruh pada ERC, namun price to book value secara parsial

berpengaruh pada ERC. Berbeda dengan Fauzan & Purwanto (2017) yang

menemukan bahwa CSR disclosure dan growth berpengaruh positif terhadap ERC,

sedangkan timeliness, profitabilitas, dan risiko sistematik tidak menunjukkan

pengaruh pada ERC.

5
Pengujian ERM terhadap ERC secara langsung masih nihil di Indonesia.

ERM memiliki fokus tentang bagaimana perusahaan mampu memitigasi risiko dan

mengubah risiko tersebut menjadi peluang. Pengujian tentang risiko terhadap ERC

pernah dilakukan oleh Delvira & Nelvirita (2013), yang menemukan bahwa risiko

sistematik berpengaruh secara negatif pada ERC, sedangkan informasi keuangan

persistensi laba ditemukan berpengaruh positif pada ERC. Sejalan dengan hal

tersebut, Hasanzade et al. (2013) menemukan bahwa risiko sistematik dan leverage

berpengaruh negatif pada ERC.

Pengujian intellectual capital secara langsung terhadap ERC juga masih nihil

di Indonesia. Penelitian yang mengangkat topik intellectual capital cenderung

mengarah pada pengujian peningkatan kinerja dan nilai perusahaan. Informasi

intellectual capital menunjukkan keunggulan kompetitif perusahaan dibandingkan

perusahaan pesaingnya. Dengan demikian, informasi intellectual capital yang

dimiliki perusahaan tentu akan memengaruhi respon pasar, sehingga penting untuk

dilakukan penelitian lebih lanjut.

Pengujian nilai perusahaan secara langsung terhadap ERC pun juga masih

nihil di Indonesia. Pengujian nilai perusahaan umumnya menggunakan variabel

informasi keuangan seperti kinerja keuangan, profitabilitas, kebijakan dividen

maupun return saham perusahaan di masa mendatang. Wibowo (2015) menguji

nilai perusahaan terhadap return saham dan menemukan bahwa nilai perusahaan

yang diukur dengan metode MTBR tidak berpengaruh signifikan terhadap return di

masa yang akan datang. Berbeda halnya dengan penelitian Fidhayatin & Dewi

(2012) menemukan bahwa nilai perusahaan berpengaruh kepada return saham.

6
Secara teoretis dan berdasarkan riset-riset terdahulu, masih terdapat beberapa

variabel yang memengaruhi ERC dengan hasil yang beragam. Hasil penelitian yang

beragam tersebut kemudian memotivasi peneliti untuk mencoba menggunakan

variabel lain yang diperkirakan berpengaruh pada ERC, seperti variabel ERM dan

intellectual capital sebagai variabel independen. Nilai perusahaan dipergunakan

sebagai intervening variable untuk menguji pengaruh variabel ini pada ERC secara

parsial, dan sebagai mediasi hubungan tidak langsung antara variabel ERM dan

intellectual capital pada ERC.

Variabel ERM digunakan sebagai variabel independen mengacu pada

penggunaan informasi non keuangan pada riset terdahulu, seperti halnya

penggunaan informasi CSR disclosure maupun voluntary disclosure. Perusahaan

dengan manajemen risiko yang baik akan mampu memitigasi risiko yang timbul

dan mengubah risiko tersebut menjadi peluang bagi perusahaan, melalui strategi-

strategi alternatif yang dimiliki perusahaan. Perusahaan dengan mitigasi risiko baik

tentu didukung oleh sumber daya yang memadai, sehingga investor akan merasa

aman apabila berinvestasi di perusahaan yang memiliki sistem manajemen risiko

yang baik.

Intellectual capital dipergunakan sebagai variabel independen dikarenakan

pada era ekonomi baru saat ini, dunia bisnis tidak lagi hanya berfokus pada

penggunaan aset-aset berwujud saja melainkan pada penggunaan ilmu pengetahuan

dan teknologi. Kemampuan suatu perusahaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan

teknologi akan mampu meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan

dibandingkan dengan pesaingnya. Peningkatan pemanfaatan dari intellectual

7
capital akan membantu perusahaan lebih efisien, efektif, produktif, inovatif dan

kreatif di dalam menjalankan operasional bisnisnya.

Intellectual capital secara tidak langsung menuntut perusahaan untuk lebih

berfokus pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi (knowledge-based

business). Perusahaan yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi akan lebih

mengutamakan value added bagi pihak internal maupun eksternal perusahaan,

sehingga akan cenderung mengurangi asimetri informasi. Investor dan para

decision maker akan lebih condong untuk memilih perusahaan yang memiliki

intellectual potential, karena mereka meyakini bahwa perusahaan akan mampu

memahami dan memenuhi segala ekspektasi dan kepentingan mereka.

Pengambilan keputusan oleh eksternal perusahaan banyak didasarkan atas

persepsi dan analisis lebih lanjut atas nilai dari sebuah perusahaan. Nilai perusahaan

menjadi variabel “umum” dalam penelitian akuntansi, dikarenakan topik ini akan

selalu menjadi perbincangan di kalangan publik. Nilai perusahaan berkaitan erat

dengan efisiensi dan kinerja dari sebuah perusahaan, dan informasi ini pun tak luput

dari perhatian investor. Dengan demikian, penelitian ini menggunakan nilai

perusahaan sebagai variabel ganda, sebagai variabel independen dan intervening

untuk melihat apakah peningkatan nilai perusahaan selanjutnya akan memengaruhi

respon pasar terhadap perusahaan tersebut.

Elaborasi ERM, intellectual capital, dan nilai perusahaan dipercaya dapat

memengaruhi persepsi investor di dalam memberikan respon dari informasi yang

disajikan perusahaan. Teori signaling dipergunakan sebagai grand theory untuk

menjelaskan bahwa pemberian sinyal dilakukan oleh manajer untuk mengurangi

8
asimetri informasi antara pihak agen dan prinsipal. Terdapat kandungan informasi

pada publikasi laporan tahunan perusahaan yang dapat menjadi sinyal bagi investor

serta pihak potensial lainnya (decision maker) dalam pengambilan keputusan.

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan sebelumnya,

peneliti tertarik untuk kembali melakukan pengujian ERC menggunakan variabel

baru. Penggunaan variabel-variabel tersebut sudah melalui proses analisis riset

terdahulu dan pembedahan teori, sehingga peneliti yakin untuk mengangkat topik

ini dengan judul ”Pengaruh ERM dan Intellectual Capital Pada Earnings Response

Coefficient Dengan Nilai Perusahaan Sebagai Intervening Variable”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah ERM berpengaruh pada nilai perusahaan?

2. Apakah intellectual capital berpengaruh pada nilai perusahaan?

3. Apakah nilai perusahaan berpengaruh pada earnings response

coefficient?

4. Apakah ERM berpengaruh pada earnings response coefficient?

5. Apakah intellectual capital berpengaruh pada earnings response

coefficient?

6. Apakah ERM melalui nilai perusahaan berpengaruh pada earnings

response coefficient?

7. Apakah intellectual capital melalui nilai perusahaan berpengaruh pada

earnings response coefficient?

9
1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh ERM pada nilai perusahaan.

2. Untuk mengetahui pengaruh intellectual capital pada nilai perusahaan.

3. Untuk mengetahui pengaruh nilai perusahaan pada earnings response

coefficient.

4. Untuk mengetahui pengaruh ERM pada earnings response coefficient.

5. Untuk mengetahui pengaruh intellectual capital pada earnings response

coefficient.

6. Untuk mengetahui pengaruh ERM melalui nilai perusahaan pada

earnings response coefficient.

7. Untuk mengetahui pengaruh intellectual capital melalui nilai perusahaan

pada earnings response coefficient.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka penelitian ini diharapkan dapat

memberikan manfaat sebagai berikut:

1) Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi pengembangan

ilmu pengetahuan terutama di bidang akuntansi manajemen dan

akuntansi keuangan. Kontribusi secara khusus ditujukan untuk signaling

theory dan agency theory serta bagaimana prinsip utama dan aplikasi

teori tersebut di dalam perusahaan.

10
Aplikasi signaling theory berupa adanya sinyal-sinyal dari internal

perusahaan berupa pengungkapan informasi kepada pihak eksternal

untuk mengurangi terjadinya asimetri informasi, sehingga nilai

perusahaan dapat meningkat. Aplikasi agency theory berupa adanya

kontrak kerja antara pihak yang memberi wewenang (principal) dengan

pihak yang menerima wewenang (agent) untuk menghindari adanya

asimetri informasi.

2) Manfaat Praktis

1) Bagi perusahaan adalah untuk dapat menjadi referensi dan acuan

dasar dalam melakukan strategi untuk meningkatkan nilai

perusahaan, seperti merancang sebuah sistem yang sesuai dengan

jenis industri untuk menunjang kompentensi dari SDM yang dimiliki

perusahaan maupun untuk penerapan manajemen risiko atau ERM

sesuai dengan standar ISO 31000:2018.

2) Bagi pihak investor dan decision maker adalah untuk memperoleh

gambaran tentang prospek perusahaan di masa mendatang, secara

khusus dari segi aset tak berwujud (intellectual capital) yang

dimiliki perusahaan dan sistem manajemen risiko perusahaan,

sehingga dapat menyiapkan diri terhadap risiko apapun dari kegiatan

investasi yang hendak dilakukan.

3) Bagi pihak badan regulator pasar modal dan dewan pembuat standar

akuntansi diharapkan dapat membuat peraturan khusus terkait

penerapan dan pengungkapan ERM guna memberikan informasi

11
tambahan bagi para investor. Selain itu, dapat mensosialisasikan

manfaat adanya pelaporan aset tak berwujud seperti intellectual

capital bagi perusahaan, serta dapat memperketat pengawasan

terhadap pelaporan item tersebut.

4) Bagi pihak akademisi dan researcher agar dapat menambah

wawasan, pengetahuan, dan pemahaman untuk penelitian

selanjutnya, tentang pentingnya manajemen risiko yang baik dalam

perusahaan dan pengungkapan intellectual capital dalam menunjang

operasional perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan di

mata publik.

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang landasan teori yang mendasari penelitian ini mencakup

grand theory maupun supporting theory serta beberapa definisi variabel penelitian.

Disajikan pula narasi dari beberapa penelitian terdahulu dengan topik serupa.

2.1 Teori Sinyal (Signaling Theory)

Teori Sinyal (signaling theory) menjelaskan bahwa pemberian sinyal

dilakukan oleh manajer untuk mengurangi asimetri informasi. Spence (1973)

sebagai pengembang teori ini menyatakan bahwa dengan memberikan suatu sinyal,

pihak pemilik informasi berusaha memberikan informasi yang dapat dimanfaatkan

oleh pihak penerima informasi. Pihak penerima akan menyesuaikan perilakunya

sesuai dengan pemahaman terhadap teori sinyal.

Terdapat kandungan informasi pada pengungkapan suatu informasi yang

dapat menjadi sinyal bagi investor dan pihak potensial lainnya dalam mengambil

keputusan (Wijananti, 2015). Setiawan (2016) mengungkapan bahwa signalling

theory muncul karena adanya permasalahan asimetri informasi yang terjadi dari

pihak stakeholder dengan pihak manajemen. Teori ini mengemukakan bahwa

perusahaan tergerak untuk melakukan tranparansi informasi kepada pihak luar.

Pada waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima

informasi tersebut, pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan dan

menganalisis informasi tersebut sebagai sinyal baik (good news) atau sinyal buruk

(bad news). Jika pengumuman informasi tersebut sebagai sinyal baik bagi investor,

maka terjadi perubahan dalam volume perdagangan saham. Salah satu bentuk sinyal

13
yang diberikan oleh perusahaan adalah informasi tentang laba dan informasi-

informasi dalam laporan tahunan perusahaan.

Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat berupa informasi

keuangan maupun non-keuangan. Jika suatu perusahaan ingin sahamnya dibeli oleh

investor, maka perusahaan harus melakukan pengungkapan informasi secara

terbuka dan transparan, seperti informasi mengenai penerapan ERM perusahaan

dan intellectual capital yang dimiliki perusahaan.

Perusahaan menggunakan signalling theory untuk melakukan pengungkapan

enterprise risk management kepada pihak eksternal agar dapat meningkatkan nilai

perusahaan. Pengungkapan informasi enterprise risk management merupakan

sebuah sinyal yang baik dikarenakan perusahaan dinilai telah menerapkan prinsip

transparan informasi yang merupakan prinsip good corporate governance (Zakiyah

& Gunawan, 2017).

2.2 Teori Keagenan (Agency Theory)

Jensen & Meckling (1976) pertama kali menggambarkan bagaimana

hubungan keagenan (agency relationship) antara dua belah pihak yang tidak

memiliki hubungan istimewa. Hubungan ini terbentuk karena adanya kontrak

antara prinsipal (shareholder) dan manajer (agent) untuk menjalankan perusahaan,

dengan tetap memperhatikan kepentingan para prinsipal. Bentuk lain dari hubungan

keagenan adalah hubungan antara agen dan para pemangku kepentingan secara luas

(stakeholder).

14
Pemegang saham akan memberikan kepercayaan kepada pihak manajemen

untuk mengelola perusahaan dengan perjanjian yang sudah disepakati bersama.

Namun dalam prakteknya, akan terjadi asimetri informasi, karena pihak manajemen

akan memiliki informasi yang lebih banyak daripada pemegang saham. Hal ini

disebabkan karena biasanya masing-masing pihak akan mempunyai kepentingan

masing-masing terhadap perusahaan (Jensen & Meckling, 1976). Perusahaan yang

memisahkan fungsi pengelolaan dengan kepemilikan akan menimbulkan konflik

keagenan (Lambert, 2001).

Jika kedua belah pihak mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan

nilai perusahaan, maka dapat diyakini bahwa agen akan bertindak dengan cara yang

sesuai dengan kepentingan prinsipal. Masalah keagenan potensial terjadi apabila

bagian kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari seratus persen.

Dengan demikian manajer akan cenderung bertindak untuk kepentingan pribadi dan

bukan untuk memaksimumkan perusahaan. Inilah yang nantinya akan

menyebabkan biaya keagenan (agency cost).

Jensen & Meckling (1976) mendefinisikan agency cost sebagai jumlah dari

biaya yang dikeluarkan prinsipal untuk melakukan pengawasan terhadap agen.

Hampir mustahil bagi perusahaan untuk memiliki zero agency cost dalam rangka

menjamin manajer akan mengambil keputusan yang optimal dari pandangan

shareholder karena adanya perbedaan kepentingan yang besar diantara mereka.

15
2.3 Resource Based Theory (RBT)

Resource based theory (RBT) dipelopori oleh Penrose (1959) yang

mengungkapkan bahwa sumber daya perusahaan bersifat heterogen, tidak

homogen, jasa produktif yang tersedia berasal dari sumber daya perusahaan yang

memberikan karakter unik bagi perusahaan. RBT memandang perusahaan sebagai

kumpulan sumber daya dan kemampuan (Penrose, 1959; Wernerfelt, 1984).

Perbedaan sumber daya dan kemampuan perusahaan dengan perusahaan pesaing

akan memberikan keuntungan kompetitif (Peteraf, 1993). Asumsi RBV yaitu

bagaimana perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan lain untuk mendapatkan

keunggulan kompetitif dengan mengelola sumber daya yang dimilikinya sesuai

dengan kemampuan perusahaan.

RBT berfokus pada konsep atribut perusahaan yang difficult-to-imitate

sebagai sumber kinerja yang unggul dan keunggulan kompetitif (Barney, 1991;

Hamel & Prahalad, 1990). RBT Sumber daya harus memenuhi kriteria VRIN agar

dapat memberikan keunggulan kompetitif dan kinerja yang berkelanjutan

(Madhani, 2009). Kriteria VRIN yang dimaksud, antara lain:

1) Berharga (V), sumber daya berharga jika memberikan nilai strategis

bagi perusahaan. Tidak ada keuntungan dari memiliki sumber daya jika

tidak menambah atau meningkatkan nilai perusahaan.

2) Langka (R), sumber daya yang sulit untuk ditemukan di antara pesaing

dan menjadi potensi perusahaan. Oleh karena itu sumber daya harus

langka atau unik untuk menawarkan keunggulan kompetitif.

16
3) Imperfect Imitability (I), sumber daya dapat menjadi dasar keunggulan

kompetitif yang berkelanjutan hanya jika perusahaan yang tidak

memegang sumber daya ini tidak bisa mendapatkan mereka atau tidak

dapat meniru sumber daya tersebut.

4) Non-substitusi (N), non-substitusi sumber daya menunjukkan bahwa

sumber daya tidak dapat diganti dengan alternatif sumber daya lain. Di

sini, pesaing tidak dapat mencapai kinerja yang sama dengan mengganti

sumber daya dengan sumber daya alternatif lainnya.

2.4 Knowledge Based View Theory (KBV)

Knowledge based view (KBV) adalah ekstensi baru dari pandangan berbasis

sumber daya perusahaan dari perusahaan dan memberikan teoretis yang kuat dalam

mendukung intellectual capital. KBV menunjukkan bahwa pengetahuan dalam

berbagai bentuknya adalah kepentingan sumber daya (Grant, 1996; Machlup,

1984). Asumsi dasar teori berbasis pengetahuan perusahaan berasal dari pandangan

berbasis sumber daya perusahaan. Namun, pandangan berbasis sumber daya

perusahaan tidak memberikan pengakuan akan pengetahuan yang memadai.

Knowledge Based View (KBV) mengidentifikasi pengetahuan yang ditandai

oleh kelangkaan dan sulit untuk mentransfer dan mereplikasi, merupakan sebuah

sumber daya penting untuk mencapai keunggulan kompetitif (Nonaka & Takeuchi,

1995). Kapasitas dan keefektifan perusahaan dalam menghasilkan, berbagi dan

menyampaikan pengetahuan atas informasi menentukan nilai perusahaan sebagai

dasar keunggulan kompetitif perusahaan berkelanjutan dalam jangka panjang

(Nonaka & Takeuchi, 1995; Edvinsson & Malone, 1997; Bontis, 2002).

17
Pendekatan KBV membentuk dasar untuk membangun keterlibatan modal

manusia dalam kegiatan rutin perusahaan. Hal ini dicapai melalui peningkatan

keterlibatan karyawan dalam perumusan tujuan operasional dan jangka panjang

perusahaan. Dalam pandangan berbasis pengetahuan, perusahaan mengembangkan

pengetahuan baru yang penting untuk keuntungan kompetitif dari kombinasi unik

yang ada pada pengetahuan (Fleming & Bromiley, 2002; Nelson & Winter, 1982).

Dalam era persaingan yang ada saat ini, perusahaan sering bersaing dengan

mengembangkan pengetahuan baru yang lebih cepat daripada pesaing mereka.

2.5 Earnings Response Coefficient

Reaksi pasar terjadi karena adanya kandungan informasi dari suatu peristiwa

yang dapat dilihat dengan adanya perubahan harga saham dan return saham.

Kualitas laba yang baik dapat diukur dengan menggunakan earnings response

coefficient yang merupakan bentuk pengukuran kandungan informasi laba.

Earnings response coefficient (ERC) adalah ukuran besaran abnormal return suatu

saham sebagai respon terhadap komponen laba abnormal (unexpected earnings)

yang dilaporkan oleh perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut (Scott, 2009).

Earnings response coefficient juga merupakan koefisien yang diperoleh dari

regresi antara proksi harga saham dan laba akuntansi. Proksi harga saham yang

digunakan adalah cummulative abnormal return (CAR), sedangkan proksi laba

akuntansi adalah unexpected earning (UE) (Chaney & Jeter, 1991). Regresi model

tersebut akan menghasilkan ERC untuk masing-masing sampel yang akan

digunakan untuk analisis berikutnya. Sejalan dengan hal tersebut, Rahmawati

(2015) menegaskan bahwa semakin besar earnings response coefficient maka

18
semakin kuat hubungan antara tingkat abnormal return dan unexpected earning.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ERC berguna dalam analisis investor

dalam model penilaian untuk menentukan reaksi pasar atas informasi laba

perusahaan.

2.6 Enterprise Risk Management (ERM)

Manajemen risiko digunakan oleh perusahaan untuk mengkoordinasi dan

mengintegrasi segala jenis risiko perusahaan serta untuk mengidentifikasi kejadian

yang berpotensi mempengaruhi perjalanan organisasi (Obalola et al., 2014). Lebih

lanjut dijelaskan bahwa manajemen risiko merupakan sistem pengelolaan risiko

perusahaan secara komprehensif dan berkelanjutan, yang bertujuan untuk

meningkatkan kinerja perusahaan. Adanya risiko ketidakpastian menuntut

perusahaan untuk menjalankan ERM dengan baik dan efisien, yang ditujukan untuk

pencegahan maupun mitigasi risiko untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan.

Penerapan ERM yang baik bukan hanya bermanfaat bagi perusahaan saja,

namun secara khusus mengarah pada pemenuhan kewajiban kepada pihak-pihak

berkepentingan di luar perusahaan. Pihak-pihak tersebut tentunya akan menjadikan

ERM sebagai tolok ukur penilaian terhadap kinerja perusahaan, dalam kaitannya

keputusan berinvestasi (Amran et al., 2009). Secara global terdapat dua standar

internasional yang berlaku saat ini yaitu COSO dan ISO.

Badan Standarisasi Nasional (BSN) di Indonesia telah mengadopsi standar

ISO untuk dipergunakan oleh perusahaan-perusahaan. ISO tersebut dituangkan

dalam Standar Nasional Indonesia ISO 31000:2018 Risk Management–Guidelines,

yang telah disosialisasikan oleh Center for Risk Management Studies (CRMS) dan

19
Indonesia Risk Management Professional Association (IRMAPA) pada 15 Maret

2018. ISO 31000:2018 itu sendiri merupakan revisi dari ISO 31000:2009 ini dapat

digunakan oleh segala jenis perusahaan maupun organisasi, dikarenakan memiliki

perspektif yang lebih konseptual dan luas dibandingkan dengan standar COSO.

ISO memiliki kerangka kerja manajemen risiko yang sejalan dengan

implementasi prinsip manajemen mutu yang disebut Plan-Do-Check-Action.

Terdapat tiga elemen yang saling berkaitan dalam ISO 31000:2018, diantaranya

adalah principles risk management, risk management framework, dan risk

management process. Pengukuran ERM dalam penelitian ini menggunakan enam

dimensi dari kerangka kerja manajemen risiko menurut ISO 31000:2018.

2.7 Intellectual Capital (IC)

Sveiby (2001) mengungkapkan bahwa “the invisible intangible part of the

balance sheet can be classified as a family of three, individual competence, internal

structural, and external structure”. Sementara itu Edvinsson & Malone (1997)

mendefinisikan IC sebagai jumlah dari human capital, dan structural capital

(misalnya, hubungan dengan konsumen, jaringan teknologi informasi dan

manajemen). The Society of Management Accountants of Canada (SMAC)

mendefinisikan intellectual capital sebagai “in balance sheet are those knowledge-

based items, which the company owns which will produced a future stream of

benefits for the company”.

Beberapa ahli (Stewart, 1998; Sveiby, 2001; Saint-Onge, 1996; Bontis, 2000)

telah mengemukakan elemen-elemen yang terdapat dalam intellectual capital.

Namun secara harafiah, tidak ada ketetapan pasti mengenai elemen-elemen dalam

20
intellectual capital. Sehingga secara umum, elemen-elemen dalam modal

intelektual terdiri dari human capital, structural capital, dan customer capital

(Bontis et al., 2000).

Sawarjuwono (2003) menyatakan bahwa dalam hal pengukuran, ada banyak

konsep pengukuran intellectual capital yang dikembangkan oleh para peneliti saat

ini. Namun secara umum metode yang dikembangkan tersebut dapat

dikelompokkan kedalam dua kelompok, yaitu: pengukuran non-monetary (non-

financial) dan pengukuran monetary (financial). Model-model pengukuran yang

dikembangkan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Sesuai dengan

pendapat Tan et al. (2007), metode pengukuran intellectual capital masih terus

berkembang dan peneliti mencoba mengaplikasikan konsep keunggulan kompetitif.

2.8 Pengungkapan Intellectual Capital

Pengukuran intellectual capital yang notabenenya adalah data non-moneter

tidaklah mudah. Sampai saat ini beberapa penelitian sudah dilakukan untuk dapat

menemukan pengukuran yang tepat untuk topik tersebut. Sawarjuwono (2003)

menyatakan bahwa metode pengukuran intellectual capital dikelompokan menjadi

dua yaitu pengukuran non-moneter dan pengukuran moneter. Salah satu metode

pengukuran non-moneter yaitu menggunakan instrumen Balanced Scorecard

(Kaplan & Norton, 2004), sedangkan pengukuran moneter menggunakan content

analysis atas pengungkapan intellectual capital.

Pengungkapan intellectual capital memberikan manfaat dibandingkan masa

lalu, terutama bagi sektor yang memiliki karakteristik industri dominan yang

kemudian mengalami perubahan dari sektor manufaktur menjadi sektor dengan

21
teknologi tinggi, keuangan, dan asuransi (Ulum, 2016). Pengungkapan intellectual

capital dalam laporan tahunan perusahaan merupakan sinyal kepada calon investor

tentang aset tidak berwujud yang dimiliki perusahaan.

Perusahaan dapat menyajikan informasi yang lebih banyak tentang aset tidak

berwujud melalui laporan tahunan. Perusahaan harus memberikan informasi jumlah

karyawan dan deskripsi pengembangan kompetensinya yang merupakan refleksi

dari human capital (Ulum, 2016). Harus dijelaskan pula tentang kode etik, sistem

pelaporan pelanggaran, dan corporate governance. Topik tersebut merupakan

informasi yang terkait dengan structural capital perusahaan. Sementara informasi

tentang pelanggan, jaringan distribusi, dan strategi pemasaran merupakan aspek

dari relational capital (Bontis, 1998; Kalkan et al., 2014; Subaida et al., 2018).

2.9 Nilai Perusahaan

Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm adalah untuk

memaksimalkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm). Upaya

maksimalisasi nilai perusahaan sangat penting bagi perusahaan, dikarenakan hal ini

searah dengan tingkat kemakmuran pemegang saham yang notabenenya adalah hal

penting yang harus dicapai oleh manajemen perusahaan. Upaya tersebut dapat

dicapai dengan tujuan-tujuan tertentu, secara khusus dapat dilakukan dengan

maksimalisasi harga saham perusahaan di pasar modal (Brigham & Houston, 2011).

Husnan (2008) menyatakan nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia

dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Penjelasan tersebut

mengindikasikan bahwa nilai dari sebuah perusahaan akan tercermin dari harga

saham perusahaan tersebut. Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap

22
tingkat keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham. Nilai

perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja

perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan di masa depan.

Nilai perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan Price to

Book Value (PBV). Keberadaan PBV dianggap sangat penting bagi investor untuk

menentukan strategi investasi di pasar modal. Pada umumnya rasio PBV di atas

satu dimiliki oleh perusahaan yang dikelola dengan baik. Hal ini menggambarkan

nilai saham perusahaan lebih besar daripada nilai buku perusahaan. Harga saham

yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi dan menyebabkan pasar percaya

tidak hanya pada kinerja perusahaan tetapi juga pada prospek perusahaan di masa

depan (Sari, 2017).

2.10 Penelitian Terdahulu

Easton & Zmijewski (1989); Collins & Kothari (1989) menunjukkan bahwa

respon pasar terhadap laba bervariasi tergantung jenis perusahaan serta rentang

waktu. Kormendi & Lipe (1987) menguji apakah unexpected earnings pada return

saham berkorelasi dengan nilai sekarang terhadap unexpected earnings masa depan

dengan model time series univariat. Hasil penelitian mereka tidak menemukan

bahwa reaksi return saham terhadap unexpected earnings sangat mudah berubah.

Chandrarin (2003) menguji pengaruh laba (rugi) selisih kurs terhadap

earnings response coefficient dengan menggunakan tiga metode laba (rugi) selisih

kurs serta menguji faktor-faktor yang mempengaruhi earnings response coefficient.

Hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa laba (rugi) selisih kurs berpengaruh

negatif terhadap earnings response coefficient.

23
Darwanis & Andina (2013) yang memperoleh hasil bahwa pengungkapan

corporate social responsibility berpengaruh positif terhadap earning response

coefficient. Sejalan dengan hal tersebut, Utaminingtyas & Ahalik (2010)

menemukan hasil pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dapat

meningkatkan koefisien respon laba (ERC).

Halimah (2020) menemukan bahwa ERM dan ROA berpengaruh positif pada

nilai perusahaan. Justru sebaliknya ditemukan bahwa intellectual capital tidak

berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Sejalan dengan hal tersebut, Dewi & Dewi

(2020) menemukan bahwa modal intelektual tidak berpengaruh pada nilai

perusahaan dengan berbagai proksi pengukuran yang dilakukan terhadap modal

intelektual maupun nilai perusahaan.

Devi et al. (2017) menemukan bahwa pengungkapan ERM dan

pengungkapan intellectual capital berpengaruh positif pada nilai perusahaan.

Berbeda dengan Pamungkas & Maryati (2017) yang menemukan bahwa ERM

disclosure tidak berpengaruh pada nilai perusahaan, hanya intellectual capital

disclosure dan debt to aset ratio yang bepengaruh positif pada nilai perusahaan.

Widhiastuti et al. (2020) menguji hubungan antara intellectual capital, risiko

investasi, struktur modal terhadap nilai perusahaan. Intellectual capital ditemukan

berpengaruh positif serta mampu memoderasi hubungan antara variabel independen

dan dependen. Berbeda dengan risiko investasi dan struktur modal berpengaruh

secara negatif terhadap nilai perusahaan.

24
Wibowo (2015) menguji nilai perusahaan terhadap return saham dan

menemukan bahwa nilai perusahaan yang diukur dengan metode MTBR tidak

berpengaruh signifikan terhadap return di masa yang akan datang. Berbeda halnya

dengan penelitian Fidhayatin & Dewi (2012) menemukan bahwa nilai perusahaan

secara simultan berpengaruh kepada return saham.

Dwikirana & Prasetiono (2016) menggunakan nilai perusahaan sebagai

variabel intervening untuk menguji profitabilitas, likuiditas dan leverage terhadap

return saham. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa ROE berpengaruh ke

nilai perusahaan dan return saham, sedangkan likuiditas dan leverage tidak

berpengaruh secara parsial ke nilai perusahaan maupun return saham. Nilai

perusahaan mampu memediasi hubungan antara ROE dan return saham, namun

tidak mampu memediasi likuiditas dan leverage ke return saham.

25
BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Bab ini berisi tentang kerangka berpikir, konsep penelitian, dan hipotesis

yang diajukan dalam penelitian ini.

3.1 Kerangka Berpikir

Tinjauan pustaka dalam penelitian ini terdiri dari grand theory dan teori

pendukung. Grand theory dalam penelitian ini adalah signaling theory sedangkan

teori pendukungnya adalah agency theory, resource based theory, dan knowledge

based view theory serta beberapa definisi dari variabel terkait. Disajikan pula hasil

penelitian terdahulu yang menjadi landasan penelitian ini.

PENGARUH ERM DAN INTELLECTUAL CAPITAL PADA


EARNINGS RESPONSE COEFFICIENT DENGAN NILAI
PERUSAHAAN SEBAGAI INTERVENING VARIABLE

Kajian Teori Kajian Empiris


Rumusan Masalah
1. Signaling Theory 1. Aston &
2. Agency Theory Zmijewski (1989)
3. Resource Based 2. Collins & Kothari
Hipotesis Penelitian (1989)
Theory
4. Knowledge Based 3. Kormendi & Lipe
View Theory (1987)
Analisis Statistik 4. Darwanis &
Andina (2013)
5. Halimah (2020)
Hasil dan Pembahasan 6. Devi et al. (2017)
7. Pamungkas &
Maryati (2017)
8. Widhiastuti et al.
Kesimpulan dan Saran
(2020)

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir

26
3.2 Konsep Penelitian

Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) No. 1 menyatakan

bahwa laba memiliki manfaat untuk menilai kinerja manajemen dan menaksir risiko

dalam investasi atau kredit. Perusahaan harus menentukan strategi alternatif untuk

memitigasi risiko dengan menerapkan ERM. ERM bertujuan untuk melindungi

perusahaan dari kerugian yang mungkin dialami dan meningkatkan kinerja dari

perusahaan dengan cara merubah risiko menjadi peluang. Peningkatan kinerja

perusahaan akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari pencapaian laba

perusahaan.

Laba perusahaan merupakan salah satu bentuk informasi yang dapat dijadikan

dasar pengambilan keputusan oleh decision maker. Kandungan informasi dalam

laba dapat diukur dengan salah satu indikator yang disebut earnings response

coefficient (ERC). Earning response coefficient merupakan suatu koefisien yang

berhubungan dengan bagaimana persepsi investor atas informasi laba akuntansi

serta menjadi ukuran sensitivitas perubahan harga saham terhadap laba akuntansi.

Seiring dengan meningkatnya kebutuhan pasar akan informasi yang lebih luas

dan valid tentang kemampuan ERC di dalam memprediksi return di masa

mendatang, terdapat beberapa indikator yang diduga menjadi tolok ukur ERC

tersebut. Salah satu hal yang menjadi perhatian investor selain informasi laba

adalah informasi tentang nilai perusahaan.

Pertimbangan dalam menentukan nilai perusahaan bukan hanya berdasarkan

pada angka yang tersaji dalam laporan keuangan saja, namun juga kepada informasi

non keuangan seperti informasi tentang manajemen risiko perusahaan. Manajemen

27
risiko atau enterprise risk management (ERM) adalah sebuah proses berupa

aktivitas yang terkoordinasi dalam rangka pengelolaan dan pengawasan terkait

dengan risiko yang dihadapi sebuah perusahaan. Efektivitas dan efisiensi ERM

perusahaan nantinya akan menyebabkan meningkatnya nilai perusahaan di mata

publik.

Pada era industri saat ini, intensitas persaingan yang tinggi memaksa sebagian

besar perusahaan untuk mampu meningkatkan aset yang dimilikinya dalam upaya

pencapaian profitabilitas yang maksimal. Perusahaan mengarah pada

perkembangan era ekonomi baru yang menitikberatkan pada pengetahuan

(knowledge-based business) untuk menciptakan sebuah nilai tambah atau value

added pada output yang dihasilkan. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka konsep

penelitian ini dapat diilustrasikan pada Gambar 3.2 di bawah ini.

Kepemimpinan dan
Komitmen (X1) δ1
Harga Nilai Buku
Integrasi (X2) Saham (Y1) Saham (Y2)
ERM δ4
Desain (X3)
(ξ1)
Implementasi (X4)
Nilai Earnings
Evaluasi (X5) Perusahaan Response
(Ƞ1) Coefficient
Perbaikan (X6) (Ƞ2)
IC
δ2 (ξ2)
δ3
CAR (Y3) UE (Y4)

Human Physical Structural


Capital (X7) Capital (X8) Capital (X9)

Gambar 3.2 Konsep Penelitian

28
3.3 Hipotesis Penelitian

3.3.1 Pengaruh ERM pada Nilai Perusahaan

Brigham & Houston (2011) menjelaskan teori sinyal dalam perspektif

perusahaan, sebagai tindakan yang dilakukan manajemen untuk memberikan

petunjuk bagi para investor, berkaitan dengan pandangan manajemen tentang

peluang perusahaan di masa depan. Teori sinyal menjelaskan pentingnya

informasi bagi keputusan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Teori ini

bertujuan untuk meminimalisir asimetri informasi antara stakeholder dan

perusahaan sehingga sinyal yang diberikan perusahaan dapat direspon positif

oleh para stakeholder.

Manajemen selalu berusaha untuk memberikan informasi privat yang

sangat diminati oleh pemangku kepentingan (stakeholder). Stakeholder

memiliki hak untuk memperoleh informasi mengenai aktivitas yang

dilakukan oleh perusahaan dalam meminimalkan kerugian yang mungkin

muncul bagi stakeholder. Salah satu informasi yang sangat diperlukan oleh

stakeholder adalah informasi tentang profil risiko perusahaan dan

pengelolaan atas risiko (ERM) tersebut. Implementasi ERM dalam suatu

perusahaan dapat membantu meminimalisir risiko yang mungkin terjadi.

ERM dalam suatu perusahaan memiliki peran penting untuk menjaga

stabilitas perusahaan. ERM yang tinggi menggambarkan adanya strategi

alternatif yang dimiliki perusahaan untuk memitigasi risiko perusahaan,

termasuk adanya pengendalian internal perusahaan masih tetap terjaga. Jika

manajemen risiko perusahaan baik maka akan di respon positif oleh pasar.

29
Hoyt & Leinberg (2011) menemukan bahwa informasi penerapan

ERM melalui pengungkapan ERM dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Hoyt et al. (2008), Devi et al. (2016), dan Handayani (2017) juga menemukan

bahwa terdapat korelasi positif dan signifikan antara informasi penerapan

ERM dengan nilai perusahaan.

Pengungkapan ERM yang berkualitas tinggi pada suatu perusahaan

memberikan dampak positif terhadap persepsi pelaku pasar (Baxter, 2012).

Persepsi positif yang dimiliki oleh pelaku pasar atas perusahaan akan

mendorong para pelaku pasar untuk memberikan harga yang tinggi pada

perusahaan tersebut sehingga nilai perusahaan meningkat. Berdasarkan

pemaparan tersebut, maka hipotesis yang diajukan penulis yaitu:

H1: ERM berpengaruh positif pada nilai perusahaan.

3.3.2 Pengaruh Intellectual Capital pada Nilai Perusahaan

Knowledge based view theory adalah pandangan baru berbasis sumber

daya perusahaan (resource based theory). Resource based theory

menjelaskan adanya dua pandangan mengenai perangkat penyusunan strategi

perusahaan. Pengembangan dari kedua perangkat tersebut menghasilkan

pandangan baru, yaitu pandangan yang berorientasi pada pengetahuan

(knowledge based). Knowledge based theory merupakan pandangan yang

berbasis sumber daya manusia dan menekankan pada pentingnya

pengetahuan perusahaan.

30
Intellectual capital mengacu pada kemampuan SDM yang dimiliki

oleh perusahaan. Pengelolaan yang baik dan maksimal atas seluruh potensi

ini dapat membantu nilai tambah (value added) dan meningkatkan nilai

perusahaan. Pentingnya intellectual capital dalam menciptakan nilai tambah

dan mendorong kinerja keuangan menyebabkan stakeholder sangat berminat

untuk mendapatkan informasi tentang kepemilikan dan pengelolaan

intellectual capital tersebut.

Chen et al. (2005) meneliti hubungan antara IC dengan nilai pasar dan

kinerja keuangan perusahaan dan menemukan bahwa IC berpengaruh positif

terhadap nilai pasar dan kinerja keuangan. Sejalan dengan hal tersebut, Ulum

(2008) menemukan bahwa IC berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja

perusahaan sekarang dan masa depan. Namun, penelitian yang dilakukan

Yuniasih et al. (2010) menunjukkan bahwa IC tidak berpengaruh terhadap

nilai dan kinerja perusahaan.

Perusahaan berbasis ilmu pengetahun akan lebih memaksimalkan

kinerja perusahaannya lewat sumber daya yang dimiliki dengan harapan

mendapatkan respon yang positif dari stakeholder. Hal ini akan mendorong

perubahan dalam volume perdagangan saham perusahaan, karena para pelaku

pasar cenderung akan membayar lebih tinggi saham perusahaan yang

memiliki intellectual capital yang lebih (Chen et al. 2005). Penjelasan

tersebut nantinya akan berdampak pada meningkatnya nilai perusahaan

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka hipotesis yang diajukan penulis yaitu:

H2: Intellectual capital berpengaruh positif pada nilai perusahaan.

31
3.3.3 Pengaruh Nilai Perusahaan pada Earnings Response Coefficient

Teori sinyal menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan

untuk memberikan informasi laporan keuangan kepada pihak eksternal.

Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi karena terdapat asimetri

informasi antara perusahaan dengan pihak eksternal. Perusahaan atau manajer

memiliki pengetahuan lebih banyak mengenai kondisi perusahaan

dibandingkan pihak eksternal, itulah mengapa penting bagi manajer untuk

mengungkapkan informasi yang tidak diketahui oleh eksternal perusahaan.

Nilai perusahaan merupakan persepsi investor dan calon investor atas

kinerja perusahaan yang tercermin dari perubahan harga saham. Kinerja

perusahaan yang baik akan dinilai baik oleh pasar sehingga permintaan akan

saham akan meningkat diikuti dengan peningkatan harga saham. Sehingga

peningkatan harga saham akan memengaruhi earnings response coefficient

dikarenakan hal itu akan mengindikasikan meningkatnya return saham.

Nilai perusahaan dianggap sebagai salah satu tolok ukur bagi investor

dikarenakan mampu mencerminkan nilai pasar. Dengan demikian, investor

beranggapan bahwa perusahaan akan mampu memberikan kemakmuran bagi

pemegang saham secara maksimum, jika harga saham perusahaan meningkat

(Ross et al., 2013). Chaney & Jater (1991) menyatakan bahwa semakin

banyak ketersediaan sumber informasi pada perusahaan akan meningkatkan

earning response coefficients dalam jangka panjang.

32
Wibowo (2015) menguji nilai perusahaan terhadap return saham dan

menemukan bahwa nilai perusahaan yang diukur dengan metode MTBR tidak

berpengaruh signifikan terhadap return di masa yang akan datang. Berbeda

halnya dengan penelitian Fidhayatin & Dewi (2012) menemukan bahwa nilai

perusahaan secara simultan berpengaruh kepada return saham.

Sesuai dengan signaling theory, terdapat kandungan informasi pada

pengungkapan suatu informasi yang dapat menjadi sinyal bagi investor dan

pihak potensial lainnya dalam mengambil keputusan. Perusahaan yang

memiliki rata-rata harga saham yang tinggi akan memberikan sinyal positif

bagi investor tentang nilai perusahaan tersebut. Nilai perusahaan yang tinggi

akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusaaan melainkan

pada prospek masa depan perusahaan. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka

hipotesis yang diajukan penulis yaitu:

H3: Nilai perusahaan berpengaruh positif pada earnings response

coefficient.

3.3.4 Pengaruh ERM pada Earnings Response Coefficient

Signaling theory menjelaskan bahwa pemberian sinyal dilakukan oleh

manajer untuk mengurangi asimetri informasi. Teori ini menyatakan bahwa

dengan memberikan suatu sinyal, pihak pemilik informasi berusaha

memberikan informasi yang dapat dimanfaatkan oleh pihak penerima

informasi. Sinyal tersebut selanjutnya akan di respon oleh pihak eskternal

yang selanjutnya dijadikan dasar pengambilan keputusan.

33
Manajemen risiko atau enterprise risk management (ERM) adalah

sebuah proses berupa aktivitas yang terkoordinasi dalam rangka pengelolaan

dan pengawasan terkait dengan risiko yang dihadapi sebuah perusahaan.

Manfaat dari ERM adalah meningkatkan nilai bagi perusahaan di tingkat

makro maupun mikro. ERM menciptakan nilai dengan memungkinkan

manajemen senior untuk mengukur dan mengelola tradeoff pengembalian

risiko yang dihadapi perusahaan. Dengan mengadopsi perspektif ini, ERM

membantu perusahaan mempertahankan akses ke pasar modal.

Ardianto & Rivandi (2018) melakukan pengujian tentang ERM

disclosure terhadap nilai perusahaan. Mereka menemukan bahwa ERM

disclosure tidak berpengaruh pada nilai perusahaan. Memang belum ada riset

terdahulu yang secara langsung menguji ERM dan earnings response

coefficient (ERC). Riset terdahulu kebanyakan menguji ERM terhadap nilai

perusahaan dan kinerja perusahaan, sehingga pembentukan hipotesis ini

menggunakan teori yang relevan serta pemahaman peneliti.

Sering kali ada pandangan tentang pasar sempurna, bahwa karena

pemegang saham dapat mendiversifikasi portofolionya sendiri, nilai

perusahaan tidak bergantung pada risiko total. Dalam pandangan ini, biaya

modal perusahaan, yang merupakan penentu penting dari rasio P / E-nya,

bergantung terutama pada komponen “sistematis” atau “non-diversifikasi“

dari risiko itu (beta) (Nocco et al., 2006).

34
Investor akan menanggung risiko jika menyusun portofolio yang

melibatkan saham berpotensi gagal, sebab investor tidak dapat lagi

memperjualbelikan sahamnya (Silalahi, 2014). Kerugian akan timbul sebagai

akibat salah investasi. Dengan kata lain, selain memperhatikan return yang

tinggi, investor juga harus memperhatikan tingkat risiko yang harus

ditanggung.

Perusahaan yang mampu mengelola risiko sistematis yang terkandung

dalam investasi akan lebih mampu menarik perhatian investor. Investor akan

cenderung berinvestasi di perusahaan yang memiliki sistem ERM yang

efisien dan efektif, meskipun investasi yang dilakukan mengandung risiko

yang tinggi. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka hipotesis yang diajukan

penulis yaitu:

H4: ERM berpengaruh positif pada earnings response coefficient.

3.3.5 Pengaruh Intellectual Capital pada Earnings Response Coefficient

Resource based theory (RBT) memandang perusahaan sebagai

kumpulan sumber daya dan kemampuan (Penrose 1959; Wernerfelt, 1984).

Perbedaan sumber daya dan kemampuan perusahaan dengan perusahaan

pesaing akan memberikan keuntungan kompetitif (Peteraf, 1993). Salah satu

sumber daya yang mampu memberikan keunggulan kompetitif adalah

intellectual capital. Pada era saat ini, banyak perusahaan sudah mulai

memberikan perhatian khusus bagi intellectual capital yang mungkin

dimiliki.

35
Perusahaan mulai mengungkapkan keberadaan intellectual capital

dalam laporan tahunannya dengan tujuan agar perusahaan mereka memiliki

nilai tambah di mata para pelaku pasar modal. Pengungkapan tersebut akan

memberikan sinyal kepada calon investor tentang aset tidak berwujud yang

dimiliki perusahaan. Khususnya bagi perusahaan dengan basis modal

intelektual yang kuat, pengungkapan modal intelektual membedakan

perusahaan tersebut dari perusahaan berkualitas rendah lainnya (Ulum, 2016).

Nimtrakoon (2015), Holienka et al. (2016) serta Sardo & Serrasqueiro

(2017) menyatakan modal intelektual berpengaruh positif dan signifikan pada

nilai perusahaan. Memang belum ada riset terdahulu yang secara langsung

menguji intellectual capital dan earnings response coefficient (ERC). Riset

terdahulu kebanyakan menguji intellectual capital terhadap nilai perusahaan,

profitabilitas, dan kinerja perusahaan, sehingga pembentukan hipotesis ini

menggunakan teori yang relevan serta pemahaman peneliti.

Dalam berinvestasi, investor tidak hanya memandang laporan

keuangan sebagai dasar keputusannya. Investor juga membutuhkan informasi

tambahan untuk menilai prospek perusahaan di masa mendatang dengan lebih

akurat. Intellectual capital memiliki arah yang positif dengan kinerja dan nilai

perusahaan, sehingga akan berpengaruh pada informasi laba perusahaan.

Informasi laba tentu akan menimbulkan respon atau reaksi pasar. Berdasarkan

pemaparan tersebut, maka hipotesis yang diajukan penulis yaitu:

H5: Intellectual capital berpengaruh positif pada earnings response

coefficient.

36
3.3.6 Pengaruh ERM pada Earnings Response Coefficient melalui Nilai

Perusahaan

Signalling theory menekankan pada pentingnya informasi dari

perusahaan terhadap decision making pihak di luar perusahaan. Informasi

merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi

pada hakekatnya menyajikan gambaran keadaan masa lalu, saat ini maupun

masa datang dari suatu perusahaan, dan bagaimana sekuritas perusahaan di

pasar modal. Informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu sangat

diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil

keputusan investasi.

Verrecchia (1983) menyatakan perusahaan akan melakukan

pengungkapan suatu informasi apabila informasi tersebut diperkirakan akan

meningkatkan nilai perusahaan. Ini menunjukkan teori sinyal sejalan dengan

pentingnya informasi ERM bagi para stakeholder, di mana ERM bisa

dikategorikan sebagai informasi yang akan meningkatkan nilai perusahaan.

Pada akhirnya dengan meningkatnya nilai perusahaan maka informasi ini

akan menjadi sebuah good news dan mendapat respon positif dari pasar.

Secara umum, dalam mengambil keputusan apakah akan

mempertahankan atau mengalihkan risiko, perusahaan harus berpedoman

pada prinsip keunggulan komparatif dalam menanggung risiko (Nocco et al.,

2006). Perusahaan yang tidak memiliki kemampuan khusus untuk

meramalkan variabel pasar tidak memiliki keunggulan komparatif dalam

menanggung risiko yang terkait dengan variabel tersebut. Sebaliknya,

37
perusahaan yang sama harus memiliki keunggulan komparatif dalam

menanggung risiko bisnis yang padat informasi dan spesifik karena

mengetahui lebih banyak tentang risiko ini daripada pihak lainnya.

Manajemen risiko digunakan oleh perusahaan untuk mengkoordinasi

dan mengintegrasi segala jenis risiko perusahaan serta untuk mengidentifikasi

kejadian yang berpotensi mempengaruhi perjalanan organisasi (Obalola et al.,

2014). Penerapan ERM yang baik bukan hanya bermanfaat bagi perusahaan

saja, namun secara khusus mengarah pada pemenuhan kewajiban kepada

pihak-pihak berkepentingan di luar perusahaan. Pihak-pihak tersebut

tentunya akan menjadikan ERM sebagai tolok ukur penilaian terhadap kinerja

perusahaan, dalam kaitannya keputusan berinvestasi (Amran et al., 2009).

Kesejahteraan investor akan tercapai bila investor melakukan

investasi pada perusahaan yang mampu meraih performance yang tinggi.

Perusahaan dengan performance yang tinggi akan memiliki kemampuan

untuk memberikan dividen yang tinggi kepada investor. Enterprise risk

management sebagai informasi non keuangan mampu menjadi sinyal bagi

investor terkait keamanan dana yang diinvestasikan. Investor melihat

enterprise risk management merupakan sinyal positif karena dapat dijadikan

basis menilai prospek perusahaan. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka

hipotesis yang diajukan penulis yaitu:

H6: ERM berpengaruh positif pada earnings response coefficient

melalui nilai perusahaan.

38
3.3.7 Pengaruh Intellectual Capital pada Earnings Response Coefficient

melalui Nilai Perusahaan

Knowledge based view theory (KBV) adalah ekstensi baru dari

pandangan berbasis sumber daya perusahaan dari perusahaan dan

memberikan teoretis yang kuat dalam mendukung intellectual capital.

Kapasitas dan keefektifan perusahaan dalam menghasilkan, berbagi dan

menyampaikan pengetahuan dan informasi menentukan nilai yang dihasilkan

perusahaan sebagai dasar keunggulan kompetitif perusahaan berkelanjutan

dalam jangka panjang.

Intellectual capital merupakan aset tidak berwujud yang dimiliki

perusahaan dan diyakini mampu memberikan nilai tambah bagi perusahaan

dalam menciptakan inovasi produk dan jasa yang dijual kepada pelanggan.

Inovasi tersebut akan menciptakan keunggulan kompetitif yang dipercaya

dapat membuat perusahaan menguasai pangsa pasar. Keunggulan modal

intelektual dalam menciptakan keunggulan kompetitif dan nilai tambah

dianggap mampu berkontribusi untuk meningkatkan nilai perusahaan.

Kepemilikan serta pemanfaatan sumber daya intelektual

memungkinkan investor memberikan penghargaan lebih kepada perusahaan

yang mampu menciptakan nilai tambah secara berkesinambungan (Oktari et

al., 2016). Perusahaan yang menyajikan informasi lebih banyak, termasuk

informasi sukarela, dianggap memiliki kelebihan dan keunggulan sehingga

investor akan cenderung untuk membeli saham tersebut.

39
Price to Book Value atau PBV yang merupakan proksi nilai

perusahaan dalam penelitian ini, menggambarkan seberapa besar pasar

menghargai nilai buku saham suatu perusahaan. Price to Book Value adalah

rasio yang menunjukkan apakah harga saham (harga pasarnya)

diperdagangkan di atas atau di bawah nilai buku saham tersebut. Istilah

praktisnya adalah PBV mampu menggambarkan posisi saham perusahaan ada

pada posisi overvalued atau undervalued. Makin tinggi rasio ini berarti pasar

percaya akan prospek perusahaan tersebut. Berdasarkan pemaparan tersebut,

maka hipotesis yang diajukan penulis yaitu:

H7: Intellectual capital berpengaruh positif pada earnings response

coefficient melalui nilai perusahaan.

40
BAB IV

METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang metode yang dipergunakan dalam penelitian ini

mencakup rancangan penelitian, lokasi atau ruang lingkup penelitian, objek

penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, populasi dan sampel,

metode pengumpulan data, sumber dan jenis data, serta teknik analisis data.

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian menggambarkan serangkaian proses penelitian.

Rancangan penelitian juga mencakup penentuan variabel yang diteliti serta data

yang akan digunakan untuk menguji hipotesis yang dirancang. Penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui bagaimana ERM dan intellectual capital

berpengaruh pada earnings response coefficient dengan nilai perusahaan sebagai

intervening variable.

Langkah-langkah dalam penelitian ini dimulai dari penentuan topik dan

fokus penelitian. Disajikan pula fenomena dan riset terdahulu yang mendukung

penelitian pada bagian latar belakang masalah. Masalah penelitian dituangkan

dalam bentuk pertanyaan yang selanjutnya akan dijawab dalam tujuan penelitian

ini. Manfaat dari penelitian ini ditujukan secara khusus bagi decision maker,

perusahaan, badan regulator, investor, akademisi dan peneliti selanjutnya.

Hipotesis selanjutnya dibentuk dengan menggunakan kajian pustaka dan

riset terdahulu, namun pernyataan ini masih bersifat dugaan (sementara).

Pengujian lebih lanjut diperlukan untuk memverifikasi hasil pengujiannya

41
dengan teori yang digunakan. Penelitian dilakukan di seluruh perusahaan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan kriteria tertentu.

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi non

partisipan dan content analysis. Pengujian hipotesis menggunakan analisis jalur

(path analysis) dengan program Smart PLS 3. Setelah diperoleh hasil penelitian,

intepretasi hasil disajikan untuk menjawab rumusan masalah sehingga diperoleh

suatu simpulan. Implikasi, keterbatasan, dan saran pengembangan untuk

penelitian selanjutnya disajikan di bagian akhir. Langkah-langkah tersebut tersaji

dalam rancangan penelitian seperti pada gambar Gambar 4.1 berikut.

Latar Belakang

Rumusan Masalah

Hipotesis

Variabel Penelitian:
ERM, Intellectual Capital, Earnings Response Coefficient, dan
Nilai Perusahaan

Pengumpulan Data Metode Penelitian

Analisis Data (Path Analysis)

Pembahasan dan Interpretasi Hasil

Simpulan dan Saran

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian

42
4.2 Lokasi dan Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Indonesia dengan mengakses laporan

tahunan perusahaan periode 2015-2019. Data-data yang diperlukan tersebut diakses

melalui web www.idx.co.id.

4.3 Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah earnings response coefficient yang

dipengaruhi oleh ERM dan intellectual capital. Selain itu, nilai perusahaan

digunakan untuk memediasi pengaruh dari ERM dan intellectual capital pada

earnings response coefficient.

4.4 Identifikasi Variabel

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu variabel terikat (endogen)

dan variabel bebas (eksogen). Variabel endogen dalam penelitian ini adalah

earnings response coefficient dan variabel eksogen dalam penelitian ini adalah

ERM, dan intellectual capital. Nilai perusahaan dipergunakan sebagai intervening

variable (Z).

4.5 Definisi Operasional Variabel

Earnings response coefficient (Y) merupakan koefisien yang diperoleh dari

regresi antara proksi harga saham dan laba akuntansi (Mashita, 2015). Proksi harga

saham yang digunakan dalam perhitungan ERC adalah cummulative abnormal

return (CAR), sedangkan proksi laba akuntansi adalah unexpected earning (UE).

Besarnya earnings response coefficient diperoleh dengan melakukan beberapa

tahap perhitungan, dimulai dengan menghitung abnormal return dan cumulative

abnormal return. Selanjutnya akan dihitung unexpected earning kemudian nilai ini

43
akan ditambahkan dengan nilai CAR yang sebelumnya sudah dihitung untuk

mendapatkan angka ERC.

ERM (X1) didefinisikan sebagai strategi yang dimiliki perusahaan di dalam

menentukan alternatif-alternatif tertentu, guna memitigasi risiko yang mungkin

dihadapi perusahaan di dalam aktivitas bisnisnya. Tujuannya adalah untuk

melindungi perusahaan dari kerugian yang mungkin dialami dan meningkatkan

kinerja perusahaan agar manajemen lebih pro-aktif serta sebagai bentuk peringatan

bagi perusahaan akan risiko tertentu. Di Indonesia, pedoman penerapan ERM bagi

perusahaan sudah menggunakan standar internasional yang dikenal dengan ISO

31000:2018, sehingga penelitian ini menggunakan item pengukuran content

analysis berdasarkan standar tersebut.

Intellectual capital (X2) adalah salah satu aset tak berwujud yang dimiliki

oleh perusahaan. Intellectual capital ini merupakan salah satu keunggulan

kompetitif yang dimiliki perusahaan, sehingga antara perusahaan yang satu dengan

yang lainnya tidak mungkin sama. Pengukuran informasi terkait intellectual capital

menggunakan content analysis dari pengungkapan yang dilakukan perusahaan

dalam laporan tahunan mereka melalui beberapa tahapan, dengan mengadopsi pada

riset terdahulu.

Nilai perusahaan (Z) adalah nilai yang tercipta di mata publik sebagai akibat

dari kinerja perusahaan yang baik. Nilai perusahaan dapat tercermin dari harga

saham perusahaan di pasar modal, yang mencirikan harga yang dibayar investor per

lembar saham perusahaan tersebut. Nilai perusahaan dalam penelitian ini diukur

dengan price to book value (PBV). PBV mengukur nilai yang diberikan pasar

44
keuangan dan organisasi sebagai perusahaan yang terus bertumbuh dan

berkembang menuju arah yang lebih baik.

Tahapan dan pengukuran terhadap masing-masing variabel dalam penelitian

ini tersaji dalam Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel


No Variabel Indikator Rumus Skala
a) Return saham harian
dan return pasar
harian
Pit Pit-1
Ri.t = -
Pit-1

IHSGt -IHSGt-1
Rm.t =
IHSGt-1
Cummulative
Abnormal Return b) Abnormal Return Rasio
(CAR)
ARit = Ri.t – Rm.t
Earnings
1 Response c) Cummulative
Coefficient Abnormal Return
(CAR)
CARit = CAR(-t,t) = ∑t-t
ARit

Unexpected ( AEi.t - AE i,t-1 )


UEi.t = Rasio
Earnings (UE) |𝐴E i.t-1|

CARi.t = α0 + α1 UEi,t + ε
Earnings Response
Rasio
Coefficient Sumber: Chaney & Jater
(1991)
Content analysis dengan
menggunakan enam (6)
dimensi framework ISO
Enterprise ISO 31000:2018
31000:2018 sebagai
Risk “0 : jika tidak ada”
2 berikut. Nominal
Management “1 : jika ada”
(ERM)
A. Kepemimpinan dan
Komitmen
B. Integrasi

45
C. Desain
D. Implementasi
E. Evaluasi
F. Perbaikan

Sumber: ISO 31000


(2018)
Content analysis dengan
tahapan sebagai berikut.

Langkah 1:
Mengidentifikasi daftar
item-item pengungkapan
intellectual capital (36
-
item), yang terbagi dalam
3 kategori structural
capital, external capital,
dan human capital.

Sumber: Ulum et al.


(2016)
Langkah 2:
Skema skala dibuat untuk
mengukur kualitas
intellectual capital yang
disajikan dalam laporan
Intellectual Indeks Intellectual
3 tahunan. Skala five point
Capital (IC) Capital
(0-4) digunakan dengan
rincian sebagai berikut.

0 = item tidak
ditampilkan dalam
laporan tahunan;
1 = item disajikan dalam Nominal
bentuk narasi;
2 = item disajikan dalam
bentuk angka;
3 = item disajikan dalam
bentuk moneter;
4 = item disajikan dalam
bentuk kombinasi, yaitu
berupa informasi angka
dan narasi.

Sumber: Wang et al.


(2016)

46
Langkah 3:
Skor indeks
pengungkapan
intellectual capital
disusun dengan rumus
sebagai berikut.

Nominal
Indeks intellectual
capital = Total skor item
intellectual capital / Skor
Kumulatif

Sumber: Hooks & Staden


(2011)
PBV = Harga saham
penutupan / Nilai buku
per lembar saham
Nilai Price to Book Value
4 Rasio
Perusahaan (PBV)
Sumber: Solikhah et al.
(2010); Yuniasih et al.
(2010)

4.6 Populasi, Sampel, dan Metode Penentuan Sampel

4.6.1 Populasi

Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh

perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2015-2019.

4.6.2 Sampel dan Metode Penentuan Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia periode 2015-2019 yang dipilih dengan metode tertentu.

Metode penentuan sampel menggunakan teknik purposive sampling

berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria tersebut antara lain:

1) Perusahaan terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2015-2019.

2) Perusahaan tidak mengalami delisting maupun suspending

selama periode 2015-2019.

47
3) Perusahaan yang menyajikan laporan keuangan dalam bentuk

mata uang rupiah (Rp). Pemilihan bentuk mata uang rupiah (Rp)

bertujuan untuk menghindari selisih kurs.

4) Perusahaan yang memiliki data harga saham harian di sekitar

tanggal publikasi laporan akhir tahun buku periode 2015-2019.

4.7 Jenis dan Sumber Data

4.7.1 Jenis Data

Penelitian ini menggunakan data kuantitatif dan data kualitatif. Data

kuantitatif yang digunakan berupa angka-angka yang tersaji dalam laporan

keuangan, sedangkan data kualitatif berupa penjelasan maupun data

tambahan lainnya yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

4.7.2 Sumber Data

Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data sekunder

berupa laporan tahunan perusahaan yang diperoleh dari web resmi Bursa Efek

Indonesia.

4.8 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode observasi nonpartisipan dan metode dokumentasi, dikarenakan peneliti

tidak terlibat secara langsung dan hanya mengambil data melalui web resmi Bursa

Efek Indonesia. Pengumpulan data juga menggunakan content analysis untuk

variabel ERM dan intellectual capital. Content analysis didefinisikan sebagai

teknik mengumpulkan data yang melibatkan klasifikasi informasi kualitatif dan

kuantitatif menjadi kategori yang sudah ditentukan sebelumnya untuk mendapatkan

48
skala kuantitaif dari beragam tingkat kompleksitas (Abeysekera, 2008; J. Guthrie

et al., 2004; Guthrie et al., 2000).

4.9 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis

jalur (path analysis). Analisis jalur dipergunakan untuk melihat hubungan sebab

akibat dengan model penelitian yang kompleks. Dalam analisis jalur, terdapat suatu

variabel yang berperan ganda, sebagai variabel independen (eksogen) dan variabel

dependen (endogen) dikarenakan adanya hubungan kausalitas berjenjang. Dengan

analisis jalur maka akan diperhitungkan hubungan langsung dan tidak langsung

antar variabel tersebut.

Model analisis yang cocok dipergunakan untuk analisis jalur adalah Partial

Least Square (PLS). PLS merupakan sebuah metode untuk melaksanakan

Structural Equation Modelling (SEM), yang untuk tujuan saat ini dianggap lebih

baik daripada teknik SEM (software AMOS, LISREL) lainnya. Model ini

dikembangkan sebagai alternatif untuk situasi dimana dasar teori pada perancangan

model lemah dan atau indikator yang tersedia tidak memenuhi model pengukuran

reflektif. PLS merupakan metode analisis yang sangat baik karena dapat diterapkan

pada semua skala data, tidak membutuhkan banyak asumsi dan ukuran sampel tidak

harus besar (Ghozali, 2006).

Partial Least Square (PLS) dipergunakan karena alat statistik tersebut lebih

fleksibel dan tidak memuat banyak asumsi agar sebuah model penelitian dapat diuji.

Kelebihan lain dari PLS untuk analisis jalur adalah tidak diperlukannya uji Sobel

(seperti dalam SPSS) untuk pengujian hipotesis. PLS mampu menyajikan secara

49
keseluruhan hubungan langsung dan tidak langsung antar variabel dalam satu kali

uji. Model analisis jalur semua variabel laten dalam PLS terdiri dari (Ghozali,

2006):

1. Inner model, yang menspesifikasi hubungan antar variabel laten

(structural model). Berikut adalah persamaan untuk inner model.

ƞ1 = γ1ξ1 + γ2ξ2 + ζ1
ƞ2 = β1ƞ1 + γ3ξ1 + γ4ξ2 + ζ2

2. Outer model, yang menspesifikasi hubungan antara variabel laten dengan

indikator manifestnya (measurement model). Berikut adalah persamaan

untuk outer model.

a) Variabel laten eksogen:


ξ1 = λx1X1 + λx2X2 + λx3X3 + λx4X4 + λx5X5 + λx6X6 + δ1
ξ2 = λx7X7 + λx8X8 + λx9X9 + δ2

b) Variabel laten endogen:


Ƞ1 = λy1Y1 + λy2Y2 + δ3
Ƞ2 = λy3Y3 + λy4Y4 + δ4

Keterangan:
X1 = Indikator pengukuran ERM.
X2 = Indikator pengukuran intellectual capital.
Y1 = Indikator pengukuran nilai perusahaan.
Y2 = Indikator pengukuran earnings response coefficient.
ξ1 = (xi) variabel laten eksogen ERM.
ξ2 = (xi) variabel laten eksogen intellectual capital.
λx1 = (lamda kecil) loading faktor variabel laten eksogen ERM.
λx2 = (lamda kecil) loading faktor variabel laten eksogen intellectual capital.
δ1 = (delta kecil), galat pengukuran variabel laten eksogen ERM.
δ2 = (delta kecil), galat pengukuran variabel laten eksogen intellectual capital.
Ƞ1 = (eta) variabel laten endogen nilai perusahaan.
Ƞ2 = (eta) variabel laten endogen earnings response coefficient.
ԑ1 = (epsilon kecil), galat pengukuran variabel laten endogen nilai perusahaan.
ԑ2 = (epsilon kecil), galat pengukuran variabel laten endogen earnings response
coefficient.
β1 = (beta), koefisien pengaruh variabel endogen nilai perusahaan terhadap variabel
endogen earnings response coefficient.

50
γ1 = (gamma kecil), koefisien pengaruh variabel eksogen ERM terhadap variabel
endogen nilai perusahaan.
γ2 = (gamma kecil), koefisien pengaruh variabel eksogen intellectual capital
terhadap variabel endogen nilai perusahaan.
γ3 = (gamma kecil), koefisien pengaruh variabel eksogen ERM terhadap variabel
endogen earnings response coefficient.
γ4 = (gamma kecil), koefisien pengaruh variabel eksogen intellectual capital
terhadap variabel endogen earnings response coefficient.
ζ = (zeta kecil), galat model.

Setelah dilakukan uji inner model dan outer model tahapan selanjutnya adalah

mengkonstruksi diagram jalur. Fungsi utama dari diagram jalur adalah untuk

memvisualisasikan hubungan antar variabel laten untuk mempermudah dalam

melihat model penelitian secara keseluruhan. Tahapan selanjutnya adalah estimasi

model penelitian. Pada tahapan ini ada tiga skema pemilihan weighting dalam

proses estimasi model, yaitu factor weighting scheme, centroid weighting scheme,

dan path weighting scheme.

Tahapan yang selanjutnya adalah goodness of fit atau evaluasi model meliputi

evaluasi model pengukuran dan evaluasi model struktural. Setelah melewati

tahapan-tahapan tersebut, selanjutnya adalah pengujian hipotesis dan interpretasi

dari hipotesis penelitian.

51
DAFTAR RUJUKAN

Abeysekera, I. (2008). Intellectual capital disclosure trends: Singapore and Sri


Lanka, Journal of Intellectual Capital, 9 (4), hal. 723–737.

Aida, R. N., & Rahmawati, E. (2015). Pengaruh Modal Intelektual dan


Pengungkapannya terhadap Nilai Perusahaan: Efek Intervening Kinerja
Perusahaan, Jurnal Akuntansi dan Investasi, 16 (2), hal. 96-109.

Amran, A., et al. (2009). Risk Reporting: An Exploratory Study on Risk


Management Disclosure in Malaysian Annual Reports, Managerial Auditing
Journal, 24 (1), hal. 39-57.

Artinah, Budi & Ahmad Muslih. (2011). Pengaruh Intellectual Capital Terhadap
Capital Gain (Studi Empiris terhadap Perusahaan Perbankan yang Terdaftar
di Bursa Efek Indonesia, Jurnal SPREAD, 1 (1), hal. 15-31.
Ball, Ray & Philip Brown. (1968). An Empirical Evaluation of Accounting Income
Number, Journal of Accounting Research, 6 (2), hal. 159-177.
Barney, J. B. (1991). Firm Resources and Sustained Competitive Advantage,
Journal of Management, 17 (1), hal. 99-120.
Baxter, Ryan J. et al. (2012). Enterprise Risk Management Program Quality:
Determinants, Value Relevance, and the Financial Crisis, Contemporary
Accounting Research, hal. 1-43.
Biddle, G. & G. Seow. (1991). The Estimation And Determinants of Association
Between Returns And Earnings: Evidence From CrossIndustry Comparisons,
Journal Of Accounting, Auditing & Finance 6 (Spring): 183-232.
Bontis, Nick. (1998). Intellectual Capital: an Exploratory Study that Develops
Measures and Models, Management Decision, 36 (2), hal. 63-76.
Bontis, Nick, et al. (2000). Intellectual Capital and Business Performance in
Malaysian Industries, Journal of Intellectual Capital, 1 (1), hal. 85-100.

Brigham, E. F., & Houston, J. F. (2011). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan:


Terjemahan. Edisi 11. Jakarta: Erlangga.
Bursa Efek Indonesia. (2017). Daftar Saham. Retrieved from www.idx.co.id.
Chandrarin, G. (2003). The Impact of Accounting Methods For Transaction Gains
(Losses) on The Earnings Response Coefficient: The Indonesian Case, Jurnal
Riset Akuntansi Indonesia, 6 (3), hal. 217-231.

52
Chaney, P. K. & D. C. Jater. (1991). The Effect of Size on The Magnitude of Long
Window Earnings Response Coefficient, Contemporary Accounting
Research, 8 (2), hal. 540-560.
Chen, Ming-Chin, et al. (2005). An Empirical Investigation of the Relationship
between Intellectual Capital and Firm’s Market Value and Financial
Performance, Journal of Intellectual Capital, 6 (2), hal. 159-176.
Cho, J.Y & K. Jung. (1991). Earnings Response Coefficient: A Sythesis of Theory
and Empirical Evidence, Journal of Accounting Literature, 10 (1).

CNBC, Indonesia. (2020). Banyak Emiten Rilis Lapkeu 2019. Retrieved from
https://www.cnbcindonesia.com/market/20190805122240-17-89852/ini-
jawara-pencetak-laba-terbesar-semester-i-2019-emiten-lq45.

Collins, D. W. & S. P. Kothari. 1989. An Analysis of Intertemporal and Cross


Sectional Determinants of Earnings Response Coefficient, Journal of
Accounting and Economics, 1 (1), hal. 289-324.

Darwanis, D. S., & Andina, A. (2013). Pengaruh Risiko Sistematis terhadap


Pengungkapan Corporate Social Responsibility serta Dampaknya terhadap
Pertumbuhan Laba dan Koefisien Respon Laba, Jurnal Telaah & Riset
Akuntansi, 6 (1), hal. 64-92.
Delvira, Maisil & Nelvirita. (2013). Pengaruh Risiko Sistematik, Leverage, dan
Persistensi Laba Terhadap Earnings Response Coefficient (ERC), Jurnal
WRA, 1 (1), hal. 129-154.
Devi et al. (2016). Pengaruh Enterprise Risk Management Disclosure dan
Intellectual Capital Disclosure Pada Nilai Perusahaan, Simposium Nasional
Akuntansi XIX.
Devi, Sunitha et al. (2017). Pengaruh Pengungkapan Enterprise Risk Management
dan Pengungkapan Intellectual Capital Terhadap Nilai Perusahaan, Jurnal
Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 14 (1), hal. 20-45.
Easton, P. & Zmijewski M. (1989). Cross-Sectional Variation in the Stock Market
Response to the Announcement of Accounting Earnings, Journal of
Accounting and Economics, 11 (1), hal. 117-142.
Edvinsson, L. & M. Malone. (1997). Intellectual Capital: Realizing your
Company’s True Value by Finding its Hidden Brainpower, Harper Business,
31 (2), hal. 210-225.
Fidhayatin, Septy K. & Nurul Hasanah U. D. (2012). Analisis Nilai Perusahaan,
Kinerja Perusahaan dan Kesempatan Bertumbuh Perusahaan Terhadap

53
Return Saham Pada Perusahaan Manufaktur Yang Listing di BEI, The
Indonesian Accounting Review, 2 (2), hal. 203-214.

Fleming, Lee & Philip Bromiley. (2002). The Resource Based View of Strategy: A
Behaviorist’s Critique. California: Edward Elgar Publishing.
Ghozali, Imam. (2006). Structural Equation Modelling Metode Alternatif dengan
Partial Least Square (PLS). Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Grant, Robert M. (1996) Toward a Knowledge-Based Theory of the Firm, Strategic
Management Journal, 17 (winter special issue: knowledge and the firm), hal.
109-122.
Guthrie, James, & Parker, L. D. (1990). Corporate social disclosure practice: A
comparative international analysis, Advances in Public Interest Accounting,
3 (1), hal. 159– 175.
Guthrie, James & Petty, Richard. (2000). Intellectual Capital Literature Review:
Measurement, Reporting and Management, Journal of Intellectual Capital, 1
(2), hal. 155-175.
Guthrie, James. (2001). The Management, Measurement and The Reporting
Intellectual Capital, Journal of Intellectual Capital, 2 (1), hal. 27-41.
Guthrie, James et al. (2004). Using content analysis as a research method to inquire
into intellectual capital reporting, Journal of Intellectual Capital, 5 (2), hal.
282–293.
Haji, A. A., & Ghazali, N. A. M. (2012). Intellectual capital disclosure trends: some
Malaysian evidence, Journal of Intellectual Capital, 13 (3), hal. 377–397.
Halimah, Siti N. (2020). Pengaruh Manajemen Risiko, Modal Intelektual, dan
Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan, Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi, 9
(7), hal. 1-17.
Handayani, Bestari D. (2017). Mekanisme Corporate Governance, Enterprise Risk
Management, dan Nilai Perusahaan Perbankan, Jurnal Keuangan dan
Perbankan, 21 (1), hal. 70-81.
Hasanzade, et al. (2013). Factors Affecting the Earnings Response Coefficient: An
Empirical Study for Iran, European Online Journal of Natural and Social
Sciences, 2 (3), hal. 2551-2560.
Holienka, M., P. A., & Kubisova, M. (2016). The Influence of Intellectual Capital
Performance on Value Creation in Slovak SMES, The Essence and
Measurement of Organizational Efficiency, 3 (2), hal. 65-77.

54
Hooks, J., & C. J. V. Staden. (2011). Evaluating Environmental Disclosure: the
Relationship between Quality and Extent Measures, The British Accounting
Review, 43 (1), hal. 200-213.
Hoyt, R. E., et al. (2008). The Value of Enterprise Risk Management: Evidence
from The U.S. Insurance Industry, Journal of Financial and Quantitative
Analysis, 26 (1), hal. 519-532.
Hoyt, R. E., & A. P. Liebenberg. (2011). The Value of Enterprise Risk
Management, Journal of Risk and Insurance, 78 (4), hal. 795-822.
Husnan, Suad. (2008). Manajemen Keuangan : Teori dan Penerapan Buku 1. Edisi
4. BPFE. Yogyakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia. (2007). Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba
Empat.
International Standard Organization. (2018). ISO 31000:2018 - Risk management-
Guidelines, ed. 2. Technical Committee: ISO /TC 262 Risk management ,
pp.16. Retrieved from https://www.iso.org›standard.
Jensen. M.C & Meckling. (1976). Theory of the Firm: Managerial Behavior Agency
Cost and Ownership Structure, Journal of Financial Economics, 3 (1), hal.
305-360.
Kalkan, Adnan et al. (2014). The Impacts of Intellectual Capital, Innovation and
Organizational Strategy on Firm Performance, Procedia-Social and
Behavioral Sciences, 150 (1), hal. 700-707.
Kaplan, R.S, & D.P. Norton. (2004). The Strategy Map: Guide to Aligning
Intangible Assets, Emerald Group Publishing Limited, 32 (5), hal. 10-17.
Koeswara, Arya I. & D. Agus Harjito. (2016). Pengaruh Penerapan Enterprise Risk
Management Terhadap Financial Distress dan Nilai Perusahaan, Jurnal
Manajemen Bisnis Indonesia, 3 (2), hal. 44-59.
Kormendi, R. & R. Lipe. (1987). Earnings Innovations, Earnings Persistence And
Stock Return, Journal of Bussiness, 60 (1), hal. 323-345.

Krippendorf, K. (1980). Validity in Content Analysis.


Lambert, Richard A. (2001). Contracting Theory and Accounting, SSRN Electronic
Journal, 32 (1-3), hal 3-87.

Lipe, R. C. (1990). The Relation Between Stock Return, Accounting Earnings And
Alternative Information, The Accounting Review, (January): hal. 49-71.

55
Machlup, Fritz. (1967). Theories of the Firm: Marginalist, Behavioral, Managerial,
American Economic Review, 57 (1), hal. 1-33.

Madhani, Pankaj M. (2009). Resource Based View (RBV) of Competitive


Advantage: An Overview.
Mashita, Dewi D. (2015). The Role of CSRD on Company’s Financial Performance
and Earnings Response Coefficient (ERC), Procedia - Social and Behavioral
Sciences, 211 (1), hal. 541-549.
Milne, M. J., & Adler. (1999). Exploring the reliability of social and environmental
disclosures content analysis, Accounting, Auditing & Accountability Journal,
12 (2), hal. 237–256.
Natalia, Desriana & Ni Made Dwi Ratnadi. (2017). Pengaruh Konservatisme
Akuntansi dan Leverage pada Earning Response Coefficient, E-Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana, 20 (1), hal. 61-86.
Nelson, R.R. & Winter, S.G. (1982). An Evolutionary Theory of Economic Change,
Belknap Press, Cambridge, Mass.
Nimtrakoon, S. (2015). The Relationship between Intellectual Capital, Firms
Market Value and Financial Performance, Journal of Intellectual Capital, 16
(3), hal. 587- 618.
Nocco, Brian W., et al. (2006). Enterprise Risk Management: Theory and Practice,
Journal of Applied Corporate Finance, 18 (4), hal. 8-20.
Nonaka, I. & Takeuchi, H. (1995). The Knowledge-Creating Company, Oxford
University Press.

Obalola, Musa A. et al. (2014). The Relationship between Enterprise Risk


Management (ERM) and Organizational Performance: Evidence from
Nigerian Insurance Industry, Research Journal of Finance and Accounting, 5
(14), hal. 152-161.
Oktari, I. G. A. P., Handajani, L., & Widiastuty, E. (2016). Determinan Modal
Intelektual ( Intellectual Capital ) pada Perusahaan Publik di Indonesia dan
Implikasinya terhadap Nilai Perusahaan, Full Paper, hal. 1–29.
Pamungkas, Achmad S. & Sri Maryati. (2017). Pengaruh Enterprise Risk
Management Disclosure, Intellectual Capital Disclosure, Debt to Asset Ratio
Terhadap Nilai Perusahaan, SEMNAS IIB Darmajaya, E-ISSN: 2598-0238.
Penrose, E. (1959). Contributions to the resource-based view of strategic
management, Journal of Management Studies, 41 (1), hal. 183-191.

56
Peteraf, M. A. (1993). The cornerstones of competitive advantage: A resource-
based view, Strategic Management Journal, 14 (3), hal. 179-191.

Prahalad, C.K. & Hamel, G. (1990). The core competence of the corporation,
Harvard Business Review, 5 (6), hal. 79-91.
Pulic, Ante. (1998). Measuring The Performance of Intellectual Potential in
Knowledge Economy, The 2nd McMaster Word Congress on Measuring and
Managing Intellectual Capital by the Austrian Team for Intellectual
Potential.

Ross, S. A., et al. (2013). Corporate finance. Irwin: McGraw-Hill.


Saint-Onge, H. (1996). Tacit Knowledge the Key to the Strategic Alignment of
Intellectual Capital, Strategy & Leadership, 24 (2), hal. 10-16.
Sardo, F., & Serrasqueiro, Z. (2017). A European Empirical Study of the
Relationship between Firms’s Intellectual Capital, Financial Performance and
Market Value, Journal of Intellectual Capital, 18 (4), hal. 771-788.

Sari, N. M. D. P. (2017). Peran Profitabilitas dalam Memediasi Pengaruh Financial


Leverage dan Investment Opportunity Set terhadap Kebijakan Dividen di
Bursa Efek Indonesia, E-jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, 7
(1), hal. 143-176.
Sawarjuwono, Tjiptohadi & Agustine Prihatin Kadir. (2003). Intellectual Capital:
Perlakuan, Pengukuran dan Pelaporan (a Library Research), Jurnal
Akuntansi dan Keuangan, 5 (1), hal. 31-51.
Schneider, A., & Samkin, G. (2008). Intellectual capital reporting by the New
Zealand local government sector, Journal of Intellectual Capital, 9 (3), hal.
456–486.
Scott, William R. (2009). Financial Accounting Theory. Edisi 5. Toronto: Pearson
Prentice Hall.
Setiawan, D. (2016). Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris, Rasio Keuangan
dan Ukuran Perusahaan terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko
Perusahaan Consumer Goods di BEI Periode 2010-2015, Jurnal Akuntansi
dan Keuangan, 1 (1), hal. 1–22.
Silalahi, Sem P. (2014). Pengaruh Corporate Social Responsibility (CSR)
Disclosure, Beta dan Price to Book Value (PBV) Terhadap Earnings
Response Coefficient (ERC), Jurnal Ekonomi, 22 (1), hal. 1-14.

57
Solikhah, B., et al. (2010). Implikasi Intellectual Capital terhadap Financial
Performance, Growth, dan Market Value; Studi Empiris dengan Pendekatan
Simplistic Specification, Makalah Simposium Nasional Akuntansi XIII, hal.
1–29, Purwokerto: 13-14 Oktober.
Spence, Michael. (1973). Signaling Theory: A Review and Assessment, Journal of
Management, 37 (1), hal. 39-67.
Stewart, T A. (1997). Intellectual Capital: The New Wealth of Organizations. New
York: Doubleday.

Subaida, Ida et al. (2018). Effect of Intellectual Capital and Intellectual Capital
Disclosure on Firm Value, Jurnal Aplikasi Manajemen, 16 (1), hal. 125-135.
Sveiby, K.E. (2001). A Knowledge-Based Theory of the Firm to Guide in Strategy
Formulation, Journal of Intellectual Capital, 2 (4), hal. 344-358.
Tan, Hong Pew, et al. (2007). Intellectual Capital and Financial Returns of
Companies, Journal of Intellectual Capital, 8 (1), hal. 76-95.

Thomas, Vincent F. (2020). BEI: Laba Bersih Emiten 2019 Turun 2 Persen Capai
Rp403 Triliun. Retrievd from https://tirto.id/bei-laba-bersih-emiten-2019-
turun-2-persen-capai-rp403-triliun-fFlD.

Ulum, Ihyaul. (2008). Intellectual Capital Performance Sektor Perbankan di


Indonesia, Simposium Nasional Akuntansi XI, Pontianak.

Ulum, I. (2016). Intellectual Capital Model Pengukuran, Framework


Pengungkapan, dan Kinerja Organisasi (2nd ed.). Malang: Penerbit
Universitas Muhammadiyah Malang.

Utaminingtyas, Hesti, T. & Ahalik. (2010). The Relationship between Corporate


Social Responsibility and Earnings Response Coefficient: Evidence from
Indonesian Stock Exchange, St. Hugh’s College.Oxford University, Oxford,
UK.
Verrecchia, R. E. (1983). Discretionary disclosure, Journal of Accounting and
Economics, 5 (1), hal. 179-194.

Wang, Q., et al. (2016). Intellectual capital disclosure in Chinese and Indian
information technology companies : A comparative analysis, Journal of
Intellectual Capital, 17 (3), hal. 507-529.

Wernerfelt, B. (1984). A resource-based view of the firm, Strategic Management


Journal, 5 (2), hal. 171-80.

58
Wibowo, Seto M. (2015). Pengaruh Nilai Perusahaan, Kesempatan Bertumbuh
Perusahaan dan Arus Kas Operasi Terhadap Return Saham Dimasa Yang
Akan Datang, Jurnal Informasi, Perpajakan, Akuntansi dan Keuangan
Publik, 10 (2), hal. 149-162.
Widhiastuti, T. et al. (2020). Intellectual Capital and Islamic Social Reporting
Index: The Case of Indonesian Islamic Banking, Humanities & Social
Sciences Reviews, 8 (4), hal. 728-736.
Wijananti, S. P. (2015). Pengaruh Corporate Governance dan Karakteristik
Perusahaan terhadap Pengungkapan Enterprise Risk Management pada
Perusahaan Non Keuangan Periode 2011-2013, Jurnal Akuntansi dan
Keuangan, 1 (3), hal. 1–26.
Yi, A., & Davey, H. (2010). Intellectual capital disclosure in Chinese (mainland)
companies, Journal of Intellectual Capital, 11 (3), hal. 326–347.
Yuniasih, N. W., et al. (2010). Eksplorasi Kinerja Pasar Perusahaan: Kajian
Berdasarkan Modal Intelektual (Studi Empiris pada Perusahaan yang
Terdaftar di Bursa Efek, Simposium Nasional Akuntansi XIII, Purwokerto.
Zakiyah, N. Y., & Gunawan, B. (2017). Pengaruh Mekanisme Corporate
Governance, Ukuran Perusahaan terhadap Risk Management Disclosure,
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 9 (1), hal. 1–18.

59

Anda mungkin juga menyukai