q
1,2
H P 2
0.6
0,4 Karakteristik tanah
diinterpretasi dari laporan
penyelidiikan tanah
H4
B1
H3
H2
H1
B2
1
φ1 = 37,48
c1 =0
Ɣb1 = 17,3 Kn/m³
Ɣw = 10
Ɣsat = 26,0 Kn/m
b. Lapisan Tanah 2
e2 = 0,81
Gs2 = 2,63 gr/cm³
φ2 = 39,37º
c2 =0
Ɣb2 = 17,1 Kn/m³
Ɣw = 10
Ɣsat = 27,9 Kn/m
c. Tiang pancang = Beton
d. Berat volume beton Ɣb = 24 Kn/m³
e. Kuat tekan F’c = 25 Mpa
f. Jenis tiang pancang = Persegi (0,4 x 0,4)
3. Besar Gaya Pada Perletakan
a. Beban merata (Q) =9 Kn/m3
b. Gaya vertical (V) = 1300 Kn
c. Gaya horizontal (H) = 35 Kn
2
1.3 BATASAN MASALAH
1. Menentukan kedalaman tiang pancang
2. Menentukan kapasitas dukung tiang berdasarkan hasil uji SPT
3
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1.1 Definisi
4
Pada awalnya, yang dikategorikan fondasi dangkal adalah fondasi
yang memiliki kedalaman (Df) lebih kecil atau sama dengan dimensi
lebar fondasi (B). Namun dalam perkembangannya, fondasi masih
dianggap dangkal meskipun kedalaman fondasi mencapai tiga (3)
sampai empat (4) kali lebar fondasi (4B).
1. Fondasi Telapak
5
Fondasi telapak ialah pelebaran alas kolom atau dinding
dengan tujuan untuk meneruskan beban pada tanah suatu tekanan
yang sesuai dengan sifat-sifat tanah yang bersangkutan. Fondasi
telapak yang mendukung kolom tunggal disebut telapak kolom
individual, telapak tersendiri atau telapak sebar. Fondasi telapak
di bawah suatu dinding disebut telapak dinding atau telapak
menerus. Apabila sebuah fondasi telapak mendukung beberapa
kolom disebut telapak gabungan. Bentuk khusus dari telapak
gabungan yang umumnya digunakan apabila salah satu
kolomnya mendukung dinding luar disebut telapak kantilever.
6
menciptakan pelat yang lebih kaku dan lebih tahan terhadap
beban dan pengaruh penurunan tidak seragam. Fondasi system
cakar ayam ditemukan oleh Prof. Dr. Ir. Sedijatmo pada tahun
1961. Secara umum perkerasan cakar ayam terdiri dari pelat tipis
beton bertulang tebal 10-17 cm yang diperkaku dengan pipa-pipa
beton (cakar) berdiameter 120 cm, tebal 8 cm, dan panjang pipa
150-200 cm, yang tertanam pada lapisan subgrade, dengan jarak
pipa-pipa berkisar 2,0 - 2,5m. Di bawah pelat beton, terdapat
lapisan lean concrete setebal ± 10 cm (terbuat dari beton mutu
rendah) dan lapisan sirtu setebal ± 30 cm yang berfungsi,
terutama sebagai perkerasan sementara selama masa pelaksanaan
dan agar permukaan subgrade dapat rata sehingga pelat beton
cakar ayam dapat dibuat di atasnya. Pipa-pipa beton tersebut
disebut cakar. Sistem cakar ayam telah banyak diaplikasikan
pada berbagai macam bangunan, seperti fondasi menara
transmisi tegangan tinggi, bangunan gedung bertingkat, power
stasion, kolam renang, gudang dan hanggar, jembatan, menara
bandara (runway, taxi way, dan apron), perkerasan jalan tol, dan
lain-lain
7
Gambar 2. Bentuk fondasi cakar ayam Prof. Sedijatmo Sumber:
Hardiyatmo, 2010
Dengan:
8
a = jarak antara pipa-pipa (m)
P = ½. h2.γ.λ.b ....................................................................................
(2)
Dengan:
M = q.a.L . ½L ...................................................................................(3)
9
Dengan:
10
Uji penetrasi standar (SPT) adalah tes penetrasi dinamis in-situ yang
dirancang untuk memberikan informasi tentang sifat-sifat geoteknik tanah
Standart Penetration Test (SPT) dilakukan untuk mengestimasi nilai
kerapatan relatif dari lapisan tanah yang diuji. Untuk melakukan pengujian
SPT dibutuhkan sebuah alat utama yang disebut Standard Split Barrel
Sampler atau tabung belah standar. Alat ini dimasukkan ke dalam Bore Hole
setelah dibor terlebih dahulu dengan alat bor. Alat ini diturunkan bersama-
sama pipa bor dan diturunkan hingga ujungnya menumpu ke tanah dasar.
Setelah menumpu alat ini kemudian dipukul (dengan alat pemukul yang
beratnya 63,5 kg) dari atas. Pada pemukulan pertama alat ini dipukul hingga
sedalam 15,24 cm.Kemudian dilanjutkan dengan pemukulan tahap kedua
sedalam 30,48 cm. Pada pukulan kedua inilah muncul nilai "N" yang
merupakan manifestasi jumlah pukulan yang dibutuhkan untuk membuat
tabung belah standar mencapai kedalaman 30,48 cm.
11
m
∑ ti
t=1
𝑵= m ...........................(1)
∑ ti/¿
i=1
12
Gambar 2.1 Faktor Koreksi Terhadap Hasil Penetrasi Standar
Berdasarkan ASTM D-4633 setiap alat uji SPT yang digunakan harus
dikalibrasi tingkat efisiensi tenaganya dengan menggunakan alat ukur starain
gauges dan aselerometer, untuk memperoleh standar efisiensi tenaga yang
lebih teliti. Di dalam praktek, efisiensi tenaga sistem balok Derek dengan palu
donat (donut hammer) dan palu pengaman (safety hammer) berkisar 35%
sampai 85%, sementara efisiensi tenaga palu otomatik (automatic hammer)
berkisar antara 80% sampai 100% yang digunakan (dapat dilihat pada
Gambar 2.11). Jika efisiensi yang diukur (Ef) diperoleh dari kalibrasi alat,
nilai N terukur harus dikoreksi terhadap efisiensi sebesar 60% dan dinyatakan
dalam persamaan sebagai berikut;
Dimana ;
Nilai N terukur harus dikoreksi pada N60 untuk semua jenis tanah
(seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.12). Besaran koreksi pengaruh
efisiensi tenaga biasanya bergantung pada lining tabung, panjang batang, dan
diameter lubang bor (Skempton, 1986) dan Kulhawy & Mayne terhadap ,
1990)). Oleh karena itu, untuk mendapatkan koreksi yang lebih teliti dan
memadai terhadap N60 harus dilakukan uji tenaga Ef
13
Gambar 2.2 : Contoh Palu yang digunakan dalam Uji SPT
( N1 )60 = NM x CN x CE x CB x CR x CS
CN =
Dimana :
(N1)60 = Nilai SPT yang dikoreksi terhadap pengaruh efisiensi tenaga 60%
14
2.3 KAPASITAS DAYA DUKUNG TIANG
15
Keterangan :
α = Koefisien adhesi antara tanah dan tiang.
cu = Kohesi undrained (kN/m²)
= N-SPT*2/3*10
P = Keliling tiang (m)
Li = Panjang lapisan tanah (m)
Dimana :
16
2.3.1 Faktor Aman Tiang
Besarnya beban bekerja (working load) atau kapasitas tiang ijin (Qa)
dengan memperhatikan keamanan terhadap keruntuhan adalah nilai kapasitas
ultimit (Qu) dibagi dengan faktor aman (SF) yang sesuai. Variasi besarnya
faktor aman yang telah banyak digunakan untuk perancangan pondasi tiang
pancang, sebagai berikut:
17
2.3.2 Kapasitas Dukung Ultimit
Kapasitas dukung ultimit (ultimate bearing capacity) didefinisikan
sebagai beban maksimum persatuan luas dimana tanah masih dapat
mendukung beban dengan tanpa mengalami keruntuhan.
Dari pengamatan kelakuan tanah selama pembebanan hingga
tercapainya keruntuhan, diperoleh kenampakan sebagai berikut :
1. Terjadi perubahan bentuk tanah yang berupa penggembungan kolom
tanah tepat di bawah dasar fondasi kearah lateral dan penurunan
permukaan di sekitar pondasi.
2. Terdapat retakan lokal atau geseran tanah disekeliling pondasi.
3. Umumnya, pada saat keruntuhan terjadi zona geser melebar dalam
batas tertentu dan suatu permukaan geser berbentuk lengkungan
berkembang yang di susul dengan gerakan pondasi turun ke bawah.
Permukaan tanah disekitar pondasi selanjutnya menggembung ke
atas yang diikuti oleh retakan dan gerakan muka tanah disekitar
pondasi. Keadaan ini menunjukkan keruntuhan geser telah terjadi.
18
defleksi antara tiang pendek yang kaku dan tiang panjang yang elastis dapat
dilihat pada gambar dibawah ini:
Tahanan tanah ultimit tiang yang terletak pada tanah kohesif atau
lempung (φ = 0) bertambah dengan kedalamannya, yaitu dari 2Cu
19
dipermukaan tanah sampai 8 – 12 Cu pada kedalaman kira-kira 3 kali
diameter tiang. Broms mengusulkan cara pendekatan sederhana untuk
mengestimasi distribusi menahan tekanan tanah yang menahan tiang dalam
lempung. Yaitu, tahanan tanah dianggap sama dengan nol dipermukaan tanah
sampai kedalaman 1,5 kali diameter tiang (1,5 d) dan konstan sebesar 9 Cu
untuk kedalaman yang lebih besar dari 1,5 d tersebut .
f = Hu/(9Cud)
= Hu(e + 3d/2 + ½ f)
Mmaks= (9/4)dg2 Cu
Nilai – nilai Hu juga dapat diplot dalam grafik hubungan L/d dan
Hu/Cud2 ditunjukkan dalam Gambar grafik tersebut berlaku untuk tiang
pendek, yaitu bila tahanan momen maksimum tiang My > Mmaks. Untuk
tiang panjang, dengan menganggap Mmaks = My dimana My dapat dihitung
berdasarkan kekuatan tiang sendiri dalam menahan momen. Penyelesaian dari
persamaan yang diperoleh, diplot kedalam grafik hubungan antara My/Cud3
dan Hu/Cud2 , ditunjukkan dalam Gambar. Pada tiang ujung jepit, Broms
menganggap bahwa momen yang terjadi pada tubuh tiang yang tertanam
didalam tanah sama dengan momen yang terjadi di ujung atas tiang yang
20
terjepit oleh pelat penutup tiang (pile cap). Untuk tiang pendek, dapat
dihitung tahanan tiang ultimit terhadap beban lateral :
Hu = 9Cud(L–3d/2)
21
2.5 ANALISIS BEBAN VERTIKAL
Menentukan daya dukung tiang tunggal dengan beban vertikal dapat
dihitung berdasarkan data-data penyelidikan tanah. Daya dukung pondasi
tiang tunggal dapat dihitung berdasarkan data lapangan dan data
laboratorium yang terdapat pada laporan penyelidikan tanah. Perhitungan
daya dukung pondasi berdasarkan data lapangan yaitu data sondir (CPT).
Metode ini diantaranya dikemukakan oleh Mayerhorf ( 1956) yang
menyatakan bahwa tahanan ujung tiang mendekati tahanan ujung sondir
dengan rentang 2/3 qc hingga 1,5 qc dan Mayerhorf menganjurkan untuk
keperluan praktis agar digunakan qp = qc .Selanjutnya tahanan selimut pada
tiang dapat diambil langsung dari gesekan total ( jumlah hambatan lekat =
JHL ) dikalikan dengan keliling tiang , sehingga formula untuk metode
langsung dapat dituliskan :
Keterangan :
22
BAB 3
INTERPRETASI DATA
23
0.8 2.0
7 kN/m
± 0.00
1300 kN
30 kN
- 1.60
- 2.00
- 2.40
? b1 = 170 gr/cm3
= 17 Kn/m3
f1 = 37,84
- 7.30
- 9.0
- 9.5
- 9.9
- 11.3
- 15.0
? b1 = 171 gr/cm3
= 17,1 Kn/m3
f1 = 39,37
- 19.3
24
10-30 Sedang
30-50 Keras
>50 Sangat lunak
a. Tanah sedang
15+18+23+26+23+26+28
μ= =22,7
7
b. Tanah Keras
34+31+33+36+38+39+40+43
μ= =36,75
8
a. Tanah sedang
e1 = 0,80
Gs1 = 2,70 gr/cm3
φ1 = 40,21
c1 =0
Ɣb1 = 17,7 Kn /m3
Ɣw = 10
b. Tanah keras
e2 = 0,89
Gs2 = 2,74 gr/cm3
φ2 = 42,65
c2 =0
Ɣb2 = 17,7 Kn/m3
Ɣw = 10
25
γb ( G1+e )
γsat=
1+e
Lapisan 1
γw (Gs+e)
γsat =
1+e
10 ( 2,70+ 0,80 )
γsat =
1+ 0,80
= 19,44 kN/m3
Lapisan II
γw (Gs+e)
γsat =
1+e
10 ( 2,74 +0,89 )
γsat =
1+ 0,89
= 19,2063 kN/m3
Fondasi yang dipakai pada perencanaan kali ini adalah fondasi berbentuk
persegi dengan ukuran 0,4 x 0,4 dengan Panjang tiang 8,5 m dan kedalaman
perancangan 19,3 m karena daya dukung tanah dianggap cukup untuk menahan
beban yang ada.
BAB 4
ANALISIS PERHITUNGAN
26
4.1 MENENTUKAN KEDALAMAN TIANG PANCANG
Dengan melihat grafik SPT terlampir, tanah dibagi menjadi lapisan dimana
dalam setiap lapisan memiliki kecenderungan nilai N yang sama. Semakin banyak
pembagian lapisan tanah maka untuk mendapatkan nilai N rerata semakin akurat.
Dari grafik SPT diperoleh kedalaman tiang pancang adalah pada kedalaman 9 m,
karena daya dukung tanah dianggap cukup kuat untuk menahan beban yang ada.
= 20 – 11,50
= 9, 10 m
= 0,4 x 0,4
= 0,16 m2
Cs = 1 ( >10 m )
Cr = 1 ( >10 m )
N 1+ N 2 23+37
N = = =30
2 2
27
b = 17,3 kN/m3
1’ = 1sat - w
= 26 - 10
= 16
2’ = 2sat - w
= 27,9 - 10
= 17,9
= 341,53
2
CN = Po
1+
Pr
2
= 341,53
1+
100
= 0,45
N’ = N . CN
= 30 x 0,45
= 13,44
1
N60’ = . EF . Cb . Cs . Cr . N’
0,6
1
= x 0,55 x 1 x 1 x 1 x 13,44
0,6
28
= 12,32
Fb = 40 x N60` x ( Ld )>400 x N 60
8,5
= 40 x 14,92x (
0,4 )
>400 x 12,32
= 0,16 x 4926,24
= 788,20
1
L1 = 3,5 N1 = → N60’ = . EF . Cb . Cs . Cr . N
0,6
1
= x 0,55 x 1 x 1 x 1 x
0,6
23
= 20,69
1
L2 = 5 N2 = → N60’ = . EF . Cb . Cs . Cr . N
0,6
1
= x 0,55 x 1 x 1 x 1 x
0,6
37
= 33,69
= ( 4 x s x L 1) ( 2 x N60’ ) + (4 x s x L 2) ( 2 x N60’)
29
= 770,72
= ( Ab x L ) x 24
= ( 0,16 x 8,5 ) x 24
= 32,64
Qb Qs
Qa = x= + – wp
3 1,5
788,20 770,72
= + – 32,64
3 1,5
= 743,91
Qs
Ta = + ( 0,9 x wp )
5
770,72
= + ( 0,9 x 32,64 )
5
= 183,52
30
Kp = tan² ( 45 + φ°/2 )
= 4,47
Mmaks = ɤ1’ x d x L³ x Kp
= 17537.79
W = g = Ab x ɤbeton
= 0,16 x 24
= 3,84 kN/m3
= 8,5– 0,7
= 7,8 m
My = 1/8 x W x L2
= 29,20
31
My < Mmax maka termasuk TIANG PANJANG (tiang tidak kaku) karena
My < Mmax sehingga tiang mengalami keruntuhan lebih dulu dari
tanahnya maka tiang yang digunakan diasumsikan sebagai tiang panjang
dengan ujung jepit. Untuk kondisi ini gaya atau kapasitas dukung lateral
tanah adalah = 0.
2 x my
x=
Hu = Hu
e+ 0,55
√ '
ɤ . s . kp
2 x my
( Hu)1 /2
= 1
0,55 '
√
ɤ . s . kp
2 x my
1/ 2
Hu . Hu = 1
0,55 '
√
ɤ . s . kp
2 x my
3/ 2
Hu . = 1
0,55 '
√
ɤ . s . kp
2 x 29,20
¿
1
0,55
√
17,9 x o , 4 x 4,47
= 600,12
Hu = 600,122/3
= 71,15
Hu
Ha ¿
SF
32
71,15
=
1,5
= 47,43
33
34
4.5 GAYA LATERAL TANAH
4.5.1 Lapisan Tanah I (Tanah Sedang)
Diketahui
Kohesi =0
= 0,243
= 4,108
Diketahui
35
Sudut geser dalam = 39,37
Kohesi =0
= 0,224
= 4,469
36
1. Ea 1 = (Q.Ka1).Hmat
= (7 x 0,243) x 9,5
= 25,193
2. Ea 2 = ½(Hmat.b.Ka1)Hmat
= ½(9,5 x 17,3 x .0,243) 9,5
= 190,018
3. Ea 3 = (Hmat.b.Ka1)h
= (9,5 x 17,3 x 0,243) 2
= 80,008
4. Ea 4 = ½(h.’.Ka1)h
= ½(2 x.15,974 x .0,243)2
= 7,776
5. Ea 5 = ½(h.w)h
= ½(2 x 10) 2
= 20,000
6. Ep1 = ½(h.w)h
= ½(3,8 x 10)3,8
= - 72,200
7. Ep2 = ½(h.’.Kp1)h
= ½(2.x 8,6.x.4,271)2
= - 106,315
Setelah tekanan aktif dan pasif diketahui, selanjutnya mencari lengan momen :
= ½(9,5 + 11,5)
= 5,750
2. Lengan momen gaya Ea 2
Ea 2 = (1/3.Hmat) + h5
37
= (1/3 x 9,5) + 2
= 5,167
Untuk mencari momen akibat gaya horizontal, hitungan tersebut dapat ditabelkan
sebagai berikut :
38
5. 6,050 0,367 2,218
6. - 101,250 1,500 -151,875
7. - 73,470 0,667 -48,980
H = 104,235 13,600 M =868,272
H 8,5 m = H x 8,5
= 144,479 x 8,5
= 1228,075 KN.m
M 8,5 m = M x 8,5
= 1069,901 x 8,5
= 9094,160 KN.m
39
3) P3 = b x h x beton
= 0,800 x 0,470 x 24
=9,312 KN
4) P4 = b x h x beton
= 0,350 x 0,600 x 24
= 2,540 KN
5) P5 = ½ a.t. beton
= ½ x 0,13 x 0,35 x 24
=2,4 KN
6) P6 = b . h . beton
=0,330 x 0,750 x 24
= 2,88 KN
7) P7 = ½ a.t. beton
= ½ x 0,4 x 0,75 x 24
= 0,48
8) P8 = b x h x beton
= 1,800 x 9,633 x 24
= 565,344 KN
9) P9 = ½ a.t. beton
= ½ x 0,6 x 1,95 x 24
=14,88 KN
10) P10 = b x h x beton
= 1,950 x 1,400 x 24
= 52,08 KN
11) P11 = b x h x beton
= 1,950 x 1,400 x 24
= 52,08 KN
12) P12 = ½ a.t. beton
40
= ½ x 0,6 x 1,95 x 24
= 14,88
Pa = 741,836
A. Menghitung berat tanah diatas poer dan berat air diatas poer.
Rumus umum (P = Luas bidang x beton).
1) P13 = b x h x b
= 1,214 x 2,000 x 24
= 42,004 KN
2) P14 = b x h x b
= 1,200 x 0,400 x 24
= 8,401 KN
3) P15 = ½ a.t.b
= ½ x 0,4 x 0,75 x 24
= 1,730 KN
4) P16 = b x h x b
= 1,950 x 6,900 x 24
= 190,387 KN
5) P17 = b x h x b
= 1,950 x 2,500 x 24
=4,952 KN
6) P18 = ½ a.t.b
= ½ x 0,6 x 1,95 x 24
= 9,904 KN
7) P19 = ½ a.t.b
= ½ x 0,6 x 1,95 x 24
= 9,904 KN
8) P20 = b x h x w
= ½ x 0,6 x 1,95 x 24
=31,000 KN
41
Pb = 298,281 KN
B. Beban tetap diketahui (P)
P = 1300 KN
C. Beban terbagi rata diketahui
q = 9 Kn/m2
Q = q x tinggi abutment
= 9 x 11,5
= 103,500 Kn/m
Maka beban vertikal yang terjadi adalah sepanjang x,x
V = Pa + Pb + P + Q
= 625.670 + 333,881 x 1.700 + 79.100
= 11020,750 Kn/m
Selanjutnya dicari dengan lengan momen agar momen akibat beban vertikal
bisa diketahui (M2)
1) Lengan momen P1
P1 = 1,124 m
2) Lengan momen P2
P2 = 0,600 m
3) Lengan momen P3
P3 = 1,136 m
4) Lengan momen P4
P4 = 1,368 m
5) Lengan momen P5
P5 = 1,315 m
6) Lengan momen P6
P6 = -1300 m
7) Lengan momen P7
P7 = -1,267 m
8) Lengan momen P8
P8 =0m
42
9) Lengan momen P9
P9 = -1,717
10) Lengan momen P10
P10 = -1,975 m
11) Lengan momen P11
P11 = 1,975 m
12) Lengan momen P12
P12 = 1,717
13) Lengan momen P13
P13 = 2,143 m
14) Lengan momen P14
P14 = 2,143 m
15) Lengan momen P15
P15 = 1,424 m
16) Lengan momen P16
P16 = 1,975 m
17) Lengan momen P17
P17 = -1,975 m
18) Lengan momen P18
P18 = 2,223 m
19) Lengan momen P19
P19 = -1,975 m
Momen akibat beban vertikal (m) dapat ditabelkan sebagai berikut :
43
P6 2.880 P6 -1.300 P6 -3.744
P7 0.480 P7 -1.267 P7 -0.608
P8 565.344 P8 0 P8 0
P9 14.880 P9 -1.717 P9 -25.549
P10 52.080 P10 -1.975 P10 -102.858
P11 52.080 P11 1.975 P11 102.858
P12 14.880 P12 1.717 P12 25.549
P13 42.004 P13 2.143 P13 90.015
P14 8.401 P14 2.143 P14 18.003
P15 1.730 P15 1.424 P15 2.464
P16 190.387 P16 1.975 P16 376.013
P17 4.952 P17 1.975 P17 9.780
P18 9.904 P18 2.233 P18 22.115
P19 9.904 P19 -2.233 P19 -22.115
P20 31.000 P20 -1.975 P20 -61.225
P 1300.000 P 0 P 0
Q 103.500 Q 2.550 Q 263.925
∑M2 = 738.8816249 kN.m
M 2 = 6280,4938 Kn.m
Hitungan tersebut adalah keterangan untuk 1 m, karena panjang abutment adalah
8,5m tegak lurus bidang gambar, maka MB yang terjadi adalah
M 2 8,5m = 724,0789 x 9
= 6516,71 KN.m
44
Dari perhitungan beban vertical, horizontal dan momen yang ditinjau sepanjang
bentang 9 m diperoleh:
45
9−(1,2.(7−1))
=
2
= 0,750 m
Maka :
Σx2 = (jumlah tiang. X2)
= 7 (-2) 2 + 7(-1) 2 + 7(0) 2 + 7(1) 2 + 7(2) 2
= 80 m
46
4.8.1 Kontrol Terhadap Beban Tetap
Diketahui :
V = 11020,7499 kN
v ΣMy x X 2
V2 = P2v = +
n Σ x2
= 83,335
v ΣMy x X 3
V3 = P3v = +
n Σ x2
47
Syarat P3v < Qa
= 467,701
Syarat P4v < Qa
467,701< 743,905 (AMAN)
Kuat desak tiang untuk baris V
v ΣMy x X 5
V5 = P5v = +
n Σ x2
11047,858 14331,156 x (2)
= +
35 70
= 659,885
Syarat P5v < Qa
659,885 < 743,905 (AMAN)
Kuat dukung gaya lateral
ΣHtotal lateral
Hterjadi =
n
938,1112
=
35
= 30,701
Hterjadi < Ha
30,701 < 47,431 (AMAN)
Diketahui :
48
V = 11020,7499 kN
= 15374,654 + 1733,94
=18294,617 kN.m
49
315,653< 1221,175
4. Baris 4
v ∑ mg X x 2
V4 = P4V = +
n ∑ x2
11047,858 16065,096 X (1)
= +
35 70
= 545,1545
Syarat + P4v < 3/2 Qa
545,1545< 1221,175
5. Baris 5
v ∑ mg X x 2
V5 = P5V = +
n ∑ x2
11047,858 16065,096 X (2)
= +
35 70
=774,6558
Syarat + P5v < 3/2 Qa
774,6558< 1221,175
3/2 Ha = 3/2 x Ha
50
= 3/2 x 40,42
= 60,635
Diketahui :
Menghitung α
α:¿
:¿
:0,626791
Cek jenis tiang,jika (α.L) > 4 termasuk tiang pancang
α.L : 0,627 x 8,5 : 5,327 > 4 ( ok termasuk tiang pancang )
51
Defleksi maksimum
0,92 x Ha
0 : 3 2
nh 5 .( Ep. Ip) 5
0,92 x Ha
0 : 3 2
5 5
nh .( Ep. Ip)
0 : 0,003573 < 1cm ………( ok )
Efisiensi di tiang dan uji beban skala penuh untuk tiang dalam tanah granuler
(O’neill,1983)
3
Rentang data pengujian untuk beban desak
2,5 kecenderungan untuk pasir longgar (Dr<50%)
1,5
0,5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
52
2. Kelompok tiang dalam tanah granuler (4 Tiang)
3
Rentang data pengujian untuk beban desak
2,5 kecenderungan untuk pasir longgar (Dr<50%)
1,5
0,5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1
Keterangan : Sampai dengan =
0,4
= 2,5
53
BAB 5
ANALISIS LIKUIFAKSI
Dalam mekanika tanah, istilah "mencair" pertama kali digunakan oleh Allen
Hazen mengacu pada kegagalan Bendungan Calaveras di California tahun 1918. Ia
menjelaskan mekanisme aliran pencairan tanggul sebagai berikut:
Jika tekanan air dalam pori-pori cukup besar untuk membawa semua beban,
tekanan itu akan berefek membawa partikel-partikel menjauh dan menghasilkan suatu
kondisi yang secara praktis seperti pasir hisap. Pergerakan awal beberapa bagian
material dapat menghasilkan tekanan yang terus bertambah, mulanya pada satu titik,
kemudian pada titik lainnya, secara berurutan, menjadi titik-titik konsentrasi awal
yang mencair. Fenomena ini paling sering diamati pada tanah berpasir yang jenuh dan
longgar (kepadatan rendah atau tidak padat).
54
Gempa Bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran
lempeng-lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai kekuatan dari
yang sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempa bumi ini banyak
menimbulkan kerusakan atau bencana alam di Bumi, getaran gempa Bumi yang
kuat mampu menjalar keseluruh bagian Bumi. Gempa bumi tektonik disebabkan
oleh pelepasan tenaga yang terjadi karena pergeseran lempengan plat tektonik
seperti layaknya gelang karet ditarik dan dilepaskan dengan tiba-tiba.
b. Gempa bumi tumbukan
Gempa Bumi ini diakibatkan oleh tumbukan meteor atau asteroid yang jatuh
ke Bumi, jenis gempa Bumi ini jarang terjadi.
c. Gempa bumi runtuhan
Gempa Bumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur ataupun pada daerah
pertambangan, gempabumi ini jarang terjadi dan bersifat lokal.
d. Gempa bumi vulkanik
Gempa Bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi
sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan
menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan terjadinya gempa
bumi. Gempa bumi tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut.
Kebanyakan gempa Bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh
tekanan yang disebabkan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu
kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan di mana tekanan tersebut tidak
dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa Bumi akan
terjadi. Pergeseran lempeng bumi dapat mengakibatkan gempa bumi karena dalam
peristiwa tersebut disertai dengan pelepasan sejumlah energi yang besar. Selain
pergeseran lempeng bumi, gerak lempeng bumi yang saling menjauhi satu sama lain
juga dapat mengakibatkan gempa bumi. Hal tersebut dikarenakan saat dua lempeng
bumi bergerak saling menjauh, akan terbentuk lempeng baru di antara keduanya.
Lempeng baru yang terbentuk memiliki berat jenis yang jauh lebih kecil dari berat
jenis lempeng yang lama. Lempeng yang baru terbentuk tersebut akan mendapatkan
55
tekanan yang besar dari dua lempeng lama sehingga akan bergerak ke bawah dan
menimbulkan pelepasan energi yang juga sangat besar. Terakhir adalah gerak
lempeng yang saling mendekat juga dapat mengakibatkan gempa bumi. Pergerakan
dua lempeng yang saling mendekat juga berdampak pada terbentuknya gunung.
Seperti yang terjadi pada gunung Everest yang terus tumbuh tinggi akibat gerak
lempeng di bawahnya yang semakin mendekat dan saling bertumpuk
56
Mencari jarak Hipocenter ( R ) = √ r 2 +h2
= √ 33,90592+ 11,32
= 35,787 km
Percepatan gempa (amax) =10(0,71+0,23 ( Mw−6 )−log ( r )−0,0027 r )
= 0,1360
57
σ8 = Hz8 x γd2
= 16 x 17,7
= 283,2 kN/m2
σ9 = Hz9 x γd2
= 18 x 17,7
= 318,6 kN/m2
σ10 = Hz10 x γd2
= 20 x 17,7
= 354 kN/m2
σ11 = Hz11 x γd2
= 22 x 17,7
= 389,4 kN/m2
5.4.2 Perhitungan Tekanan Air Pori (u)
u = hmat x γw
= 9,5 x 10
= 95 kN/m2
5.4.3 Perhitungan Tegangan Efektif (σ’)
σ’1 = σ1 – u
= 35,4 – 95
= -59,6 kN/m2
σ’2 = σ2 – u
= 70,8 – 95
= -24,2 kN/m2
σ’3 = σ2 – u
= 106,2 – 95
= 11,2 kN/m2
σ’4 = σ4 – u
= 141,6 – 95
= 46,6 kN/m2
58
σ’5 = σ5 – u
= 177 – 95
= 82 kN/m2
σ’6 = σ6 – u
= 212,4 – 95
= 117,4 kN/m2
σ’7 = σ7 – u
= 247,8 – 95
= 152,8 kN/m2
σ’8 = σ8 – u
= 283,2 – 95
= 188,2 kN/m2
σ’9 = σ9 – u
= 318,6 – 95
= 223,6 kN/m2
σ’10 = σ10 – u
= 354 – 95
= 259 kN/m2
σ’11 = σ11 – u
= 389,4 – 95
= 294,4 kN/m2
5.4.4 Perhitungan Reduksi Tegangan (rd)
( 1−0,4113 z 0,5 + 0.04052 z +0.001753 z1,5 )
rd =
( 1−0,4177 z 0,5 +0,05729 z−0,006205 z 1,5 +0,001210 z0,5 )
z = kedalaman yang ditinjau (m)
Berdasarkan rumus rd diatas didapatkan hasil rd per lapis tanah dibawah
ini
( 1−0,4113 z 0,5 + 0.04052 z +0.001753 z1,5 )
rd1 =
( 1−0,4177 z 0,5 +0,05729 z−0,006205 z 1,5 +0,001210 z0,5 )
59
( 1−0,4113 x 20,5 +0.04052 x 2+0.001753 x 21,5 )
=
( 1−0,4177 x 20,5 +0,05729 x 2−0,006205 x 21,5+ 0,001210 x 20,5 )
= 0,987
( 1−0,4113 z 0,5 + 0.04052 z +0.001753 z1,5 )
rd2 =
( 1−0,4177 z 0,5 +0,05729 z−0,006205 z 1,5 +0,001210 z0,5 )
( 1−0,4113 x 4 0,5 +0.04052 x 4 +0.001753 x 41,5 )
=
( 1−0,4177 x 4 0,5 +0,05729 x 4−0,006205 x 4 1,5+ 0,001210 x 4 0,5 )
= 0,973
( 1−0,4113 z 0,5 + 0.04052 z +0.001753 z1,5 )
rd3 =
( 1−0,4177 z 0,5 +0,05729 z−0,006205 z 1,5 +0,001210 z0,5 )
( 1−0,4113 x 6 0,5 +0.04052 x 6+0.001753 x 61,5 )
=
( 1−0,4177 x 60,5 +0,05729 x 6−0,006205 x 6 1,5 +0,001210 x 60,5 )
= 0,956
( 1−0,4113 z 0,5 + 0.04052 z +0.001753 z1,5 )
rd4 =
( 1−0,4177 z 0,5 +0,05729 z−0,006205 z 1,5 +0,001210 z0,5 )
( 1−0,4113 x 8 0,5 +0.04052 x 8+0.001753 x 81,5 )
=
( 1−0,4177 x 80,5 +0,05729 x 8−0,006205 x 8 1,5+ 0,001210 x 80,5 )
= 0,937
( 1−0,4113 z 0,5 + 0.04052 z +0.001753 z1,5 )
rd5 =
( 1−0,4177 z 0,5 +0,05729 z−0,006205 z 1,5 +0,001210 z0,5 )
( 1−0,4113 x 100,5 + 0.04052 x 10+ 0.001753 x 101,5 )
=
( 1−0,4177 x 10 0,5 +0,05729 x 10−0,006205 x 101,5 +0,001210 x 100,5 )
= 0,905
( 1−0,4113 z 0,5 + 0.04052 z +0.001753 z1,5 )
rd6 =
( 1−0,4177 z 0,5 +0,05729 z−0,006205 z 1,5 +0,001210 z0,5 )
( 1−0,4113 x 120,5 +0.04052 x 12+0.001753 x 121,5 )
=
( 1−0,4177 x 12 0,5+ 0,05729 x 12−0,006205 x 121,5 +0,001210 x 120,5 )
= 0,857
( 1−0,4113 z 0,5 + 0.04052 z +0.001753 z1,5 )
rd7 =
( 1−0,4177 z 0,5 +0,05729 z−0,006205 z 1,5 +0,001210 z0,5 )
60
( 1−0,4113 x 14 0,5 +0.04052 x 14+0.001753 x 14 1,5 )
=
( 1−0,4177 x 14 0,5 +0,05729 x 2−0,006205 x 14 1,5+ 0,001210 x 140,5 )
= 0,794
( 1−0,4113 z 0,5 + 0.04052 z +0.001753 z1,5 )
rd8 =
( 1−0,4177 z 0,5 +0,05729 z−0,006205 z 1,5 +0,001210 z0,5 )
( 1−0,4113 x 16 0,5+ 0.04052 x 16+0.001753 x 161,5 )
=
( 1−0,4177 x 16 0,5 +0,05729 x 2−0,006205 x 161,5 +0,001210 x 16 0,5 )
= 0,728
( 1−0,4113 z 0,5 + 0.04052 z +0.001753 z1,5 )
rd9 =
( 1−0,4177 z 0,5 +0,05729 z−0,006205 z 1,5 +0,001210 z0,5 )
( 1−0,4113 x 180,5 + 0.04052 x 18+ 0.001753 x 181,5 )
=
( 1−0,4177 x 18 0,5 +0,05729 x 18−0,006205 x 181,5 +0,001210 x 180,5 )
= 0,667
( 1−0,4113 z 0,5 + 0.04052 z +0.001753 z1,5 )
rd10=
( 1−0,4177 z 0,5 +0,05729 z−0,006205 z 1,5 +0,001210 z0,5 )
( 1−0,4113 x 20 0,5+ 0.04052 x 20+0.001753 x 201,5 )
=
( 1−0,4177 x 200,5 +0,05729 x 20−0,006205 x 201,5 +0,001210 x 20 0,5 )
= 0,618
( 1−0,4113 z 0,5 + 0.04052 z +0.001753 z1,5 )
rd11=
( 1−0,4177 z 0,5 +0,05729 z−0,006205 z 1,5 +0,001210 z0,5 )
( 1−0,4113 x 220,5 +0.04052 x 22+0.001753 x 221,5 )
=
( 1−0,4177 x 220,5+ 0,05729 x 22−0,006205 x 221,5 + 0,001210 x 220,5 )
= 0,581
5.4.5 Perhitungan Cyclic Stress Ratio (CSR)
Dimana :
amax = percepatan gempa
g = percepatan gravitasi (9,81 m/s2)
σ = tegangan total
61
σ’ = tegangan efektif
dengan rumus diatas didapatkan nilai CSR tiap lapisan tanah dibawah ini
0,1360 34
=0,65 ( ) x(
9,81 −56 )
= -0,0053
0,1360 68
=0,65 ( ) x(
9,81 −22 )
= -0,0256
0,1360 102
=0,65 (
9,81 ) ( 12 )
x
= 0,0818
0,1360 136
=0,65 ( ) x(
9,81 46 )
= 0,0257
0,1360 170
=0,65 ( ) x(
9,81 80 )❑
= 0,0176
0,1360 204
=0,65 ( ) x(
9,81 114 )
62
= 0,0140
0,1360 239,4
=0,65 ( ) x(
9,81 149,4 )
= 0,0116
0,1360 273,6
=0,65 (
9,81 ) ( 183,6 )
x
= 0,0099
0,1360 307,8
=0,65 ( ) x(
9,81 217,8 )
= 0,0086
0,1360 342
=0,65 ( ) x(
9,81 252 )
= 0,0076
0,1360 376,2
=0,65 (
9,81 ) ( 286,2 )
x
= 0,0069
5.4.6 Perhitungan CRR (Cyclic Resistance Ratio)
Cb =1
Cr =1
Cs =1
Ef = 0,55
63
a. Menghitung nilai N60
Dimana dipakai rumus
N60 = (1/0,6) x Nrata-rata lapisan x Cb x Cr x Cs x Ef
Dan didapatkan nilai N60 per lapisan tanah sebagai berikut
N601 = (1/0,6) x Nrata-rata lapisan x Cb x Cr x Cs x Ef
= (1/0,6) x 15 x 1 x 1 x 1 x 0,55
= 13,75
N602 = (1/0,6) x Nrata-rata lapisan x Cb x Cr x Cs x Ef
= (1/0,6) x 17 x 1 x 1 x 1 x 0,55
= 15,13
N603 =(1/0,6) x Nrata-rata lapisan x Cb x Cr x Cs x Ef
= (1/0,6) x 19 x 1 x 1 x 1 x 0,55
= 17,11
N604 =(1/0,6) x Nrata-rata lapisan x Cb x Cr x Cs x Ef
= (1/0,6) x 20 x 1 x 1 x 1 x 0,55
= 18,56
N605 =(1/0,6) x Nrata-rata lapisan x Cb x Cr x Cs x Ef
= (1/0,6) x 21 x 1 x 1 x 1 x 0,55
= 19,07
N606 =(1/0,6) x Nrata-rata lapisan x Cb x Cr x Cs x Ef
= (1/0,6) x 22 x 1 x 1 x 1 x 0,55
= 19,86
N607 =(1/0,6) x Nrata-rata lapisan x Cb x Cr x Cs x Ef
= (1/0,6) x 23 x 1 x 1 x 1 x 0,55
= 20,69
N608 =(1/0,6) x Nrata-rata lapisan x Cb x Cr x Cs x Ef
= (1/0,6) x 24 x 1 x 1 x 1 x 0,55
= 22,00
N609 =(1/0,6) x Nrata-rata lapisan x Cb x Cr x Cs x Ef
= (1/0,6) x 25 x 1 x 1 x 1 x 0,55
64
= 22,71
N6010 =(1/0,6) x Nrata-rata lapisan x Cb x Cr x Cs x Ef
= (1/0,6) x 26 x 1 x 1 x 1 x 0,55
= 23,47
N6011 =(1/0,6) x Nrata-rata lapisan x Cb x Cr x Cs x Ef
= (1/0,6) x 27 x 1 x 1 x 1 x 0,55
= 24,33
b. SPT terkoreksi N60cs
Diambil nilai sebagai berikut
Fc = 5%
α =0
β =1
N60cs = α + β x N60
Dari perhitungan dengan rumus diatas didapat nilai N60cs per lapisan
tanah sebagai berikut :
N60cs1 = α + β x N60
= 0 + 1 x 1,38
= 13,75
N60cs2 = α + β x N60
= 0 + 1 x 1,51
= 15,13
N60cs3 = α + β x N60
= 0 + 1 x 1,71
= 17,11
N60cs4 = α + β x N60
= 0 + 1 x 1,86
= 18,56
N60cs5 = α + β x N60
= 0 + 1 x 1,91
= 19,07
65
N60cs6 = α + β x N60
= 0 + 1 x 1,99
= 19,86
N60cs7 = α + β x N60
= 0 + 1 x 2,07
= 20,69
N60cs8 = α + β x N60
= 0 + 1 x 2,20
= 22,00
N60cs9 = α + β x N60
= 0 + 1 x 2,27
= 22,71
N60cs10 = α + β x N60
= 0 + 1 x 2,35
= 23,47
N60cs11 = α + β x N60
= 0 + 1 x 2,43
= 24,33
Sehingga dapat dicari nilai Cyclic Resistance Ratio (CRR) untuk gempa
dengan magnitude 7,5 SR dengan menggunakan rumus dibawah ini
1 ( N 60 cs ) 60 50 1
CRRMw7,5 = + + −
34−( N 60 cs ) 60 135 ( 10 x ( N 60 cs ) 60+ 45 )2
200
Dengan rumus diatas didapat nilai Cyclic Resistance Ratio (CRR) tiap
lapisan sebagai berikut ini
1 ( N 60 cs ) 60 50 1
CRRMw lapis 1 = + + −
34−( N 60 cs ) 60 135 ( 10 x ( N 60 cs ) 60+ 45 ) 200
2
66
1 (15,58) 60 50 1
= + + 2
−
34−( 15,58 ) 60 135 ( 10 x ( 15,58 ) 60+ 45 ) 200
= 0,1477
1 ( N 60 cs ) 60 50 1
CRRMw lapis 2 = + + −
34−( N 60 cs ) 60 135 ( 10 x ( N 60 cs ) 60+ 45 ) 200
2
1 (17,42 ) 60 50 1
= + + −
34−( 17,42 ) 60 135 ( 10 x ( 17,42 ) 60+ 45 ) 200
2
= 0,1613
1 ( N 60 cs ) 60 50 1
CRRMw lapis 3 = + + −
34−( N 60 cs ) 60 135 ( 10 x ( N 60 cs ) 60+ 45 )2
200
1 ( 18.94 ) 60 50 1
= + + −
34−( 18.94 ) 60 135 ( 10 x ( 18.94 ) 60+45 ) 200
2
= 0,1820
1 ( N 60 cs ) 60 50 1
CRRMw lapis 4 = + + −
34−( N 60 cs ) 60 135 ( 10 x ( N 60 cs ) 60+ 45 ) 200
2
1 ( 18.79 ) 60 50 1
= + + −
34−( 18.79 ) 60 135 ( 10 x ( 18.79 ) 60+45 ) 2
200
= 0,1982
1 ( 18.79 ) 60 50 1
CRRMw lapis 5 = + + −
34−( 18.79 ) 60 135 ( 10 x ( 18.79 ) 60+45 ) 200
2
1 ( 19,25 ) 60 50 1
= + + −
34−( 19,25 ) 60 135 ( 10 x ( 19,25 ) 60+45 ) 200
2
= 0,2041
1 ( N 60 cs ) 60 50 1
CRRMw lapis 6 = + + −
34−( N 60 cs ) 60 135 ( 10 x ( N 60 cs ) 60+ 45 )2
200
1 (19,71 ) 60 50 1
= + + −
34−( 19,71 ) 60 135 ( 10 x ( 19,71 ) 60+ 45 ) 200
2
= 0,2137
1 ( N 60 cs ) 60 50 1
CRRMw lapis 7 = + + −
34−( N 60 cs ) 60 135 ( 10 x ( N 60 cs ) 60+ 45 ) 200
2
67
1 ( 20,43 ) 60 50 1
= + + −
34−( 20,43 ) 60 135 ( 10 x ( 20,43 ) 60+ 45 ) 200
2
= 0,2242
1 ( N 60 cs ) 60 50 1
CRRMw lapis 8 = + + −
34−( N 60 cs ) 60 135 ( 10 x ( N 60 cs ) 60+ 45 ) 200
2
1 ( 22 ) 60 50 1
= + + −
34−( 22 ) 60 135 ( 10 x ( 22 ) 60+ 45 ) 200
2
= 0,2420
1 ( N 60 cs ) 60 50 1
CRRMw lapis 9 = + + −
34−( N 60 cs ) 60 135 ( 10 x ( N 60 cs ) 60+ 45 ) 200
2
1 ( 23,32 ) 60 50 1
= + + −
34−( 23,32 ) 60 135 ( 10 x ( 23,32 ) 60+ 45 ) 200
2
= 0,2525
1 ( N 60 cs ) 60 50 1
CRRMw lapis 10 = + + −
34−( N 60 cs ) 60 135 ( 10 x ( N 60 cs ) 60+ 45 ) 200
2
1 ( 24,02 ) 60 50 1
= + + −
34−( 24,02 ) 60 135 ( 10 x ( 24,02 ) 60+ 45 ) 2
200
= 0,2644
1 ( N 60 cs ) 60 50 1
CRRMw lapis 11 = + + −
34−( N 60 cs ) 60 135 ( 10 x ( N 60 cs ) 60+ 45 ) 200
2
1 ( 24,83 ) 60 50 1
= + + −
34−( 24,83 ) 60 135 ( 10 x ( 24,83 ) 60+ 45 ) 200
2
= 0,2793
5.4.7 Perhitungan FS
Faktor Keamanan (FS) merupakan perbandingan dari nilai Cyclic Strees
Ratio (CSR) dengan Cyclic Resistance Ratio (CRR) dengan rumus dan
persyaratan sebagai sebagai berikut :
CRR
FS =
CSR
68
Jika FS mengalami hal berikut :
FS < 1 maka terjadi likuifaksi
FS = 1 maka tanah dalam keadaan kritis
FS > 1 maka tidak terjadi likuifaksi
CRR
FS lapis 1 =
CSR
0,1477
=
−0,0053
= -27,98 < 1 (terjadi likuifaksi)
CRR
FS lapis 2 =
CSR
0,1613
=
−0,0256
= -6,29 < 1 (terjadi likuifaksi)
CRR
FS lapis 3 =
CSR
0,1820
=
0,818
= 2,23 < 1 (terjadi likuifaksi)
CRR
FS lapis 4 =
CSR
0,1982
=
0,0257
= 7,73 > 1 (tidak terjadi likuifaksi)
CRR
FS lapis 5 =
CSR
0,2041
=
0,0176
= 11,6 > 1 (tidak terjadi likuifaksi)
CRR
FS lapis 6 =
CSR
69
0,2137
=
0,0140
= 15,31 > 1 (tidak terjadi likuifaksi)
CRR
FS lapis 7 =
CSR
0,2242
=
0,0116
= 19,32 > 1 (tidak terjadi likuifaksi)
CRR
FS lapis 8 =
CSR
0,2420
=
0,0099
= 24,54 > 1 (tidak terjadi likuifaksi)
CRR
FS lapis 9 =
CSR
0,2525
=
0,0086
= 29,49 > 1 (tidak terjadi likuifaksi)
CRR
FS lapis 10 =
CSR
0,2644
=
0,0076
= 34,75 > 1 (tidak terjadi likuifaksi)
CRR
FS lapis 11 =
CSR
0,2793
=
0,0069
= 40,37 > 1 (tidak terjadi likuifaksi)
70
2 -0,0053 0,1477 -27,98429026 Tidak
aman
71
BAB 6
PENUTUP
6.1 KESIMPULAN
Dari hasil perhitungan yang dilakukan pada BAB 4 diperoleh kesimpulan sebagai
berikut :
1. Kedalaman tiang pancang dan daya dukung tanah diperoleh dari uji
N-SPT dimana kedalaman tiang 21,3 meter dengan panjang tiang 10
meter, ujung tiang terjepit sedalam 0,7 meter
3. Setelah dianalisis dengan kontrol beban tetap dan didapat jumlah tiang
yang digunakan 35 tiang
72
5. Efisiensi tiang diambil dari uji beban skala penuh O’neill dan diambil
Eg=1
6.2 SARAN
1. Penentuan jenis tanah baiknya dari uji sondir maupun N-SPT harus
dipastikan secara teliti karena analisis daya dukung tanah
a. Metode poulus dan davis, nilai nilai koefisien didasarkan pada pengujian
tiang dari pipa baja
b. Metode coyle dan costdlo, cara empiris untuk menghitung kapasitas dukung
ujung tiang dalam tanah pasir dengan mempertimbangan
penurunannya
73
e. Metode mayerhof, kapasitas tanah pasir dengan memperhatinkan skala dan
penetrasi tiang.
74