Anda di halaman 1dari 74

BAB I

KERANGKA ACUAN KERJA TUGAS BESAR

q
1,2
H P 2

0.6
0,4 Karakteristik tanah
diinterpretasi dari laporan
penyelidiikan tanah
H4

B1

H3

H2
H1

B2

1.1 KETENTUAN SOAL


1. Dimensi Abutment
H1 = 1,4 m
H2 = 1,8 m
H3 = 2,0 m
H4 = 9,7 m
B1 = 2,4 m
B2 = 5,5 m
2. Karakteristik Tanah
a. Lapisan Tanah 1
e1 = 0,82
Gs1 = 2,63 gr/cm³

1
φ1 = 37,48
c1 =0
Ɣb1 = 17,3 Kn/m³
Ɣw = 10
Ɣsat = 26,0 Kn/m
b. Lapisan Tanah 2
e2 = 0,81
Gs2 = 2,63 gr/cm³
φ2 = 39,37º
c2 =0
Ɣb2 = 17,1 Kn/m³
Ɣw = 10
Ɣsat = 27,9 Kn/m
c. Tiang pancang = Beton
d. Berat volume beton Ɣb = 24 Kn/m³
e. Kuat tekan F’c = 25 Mpa
f. Jenis tiang pancang = Persegi (0,4 x 0,4)
3. Besar Gaya Pada Perletakan
a. Beban merata (Q) =9 Kn/m3
b. Gaya vertical (V) = 1300 Kn
c. Gaya horizontal (H) = 35 Kn

1.2 ISI LAPORAN TUGAS BESAR TEKNIK FONDASI II


1. BAB 1 : Kerangka Acuan Kerja
2. BAB 2 : Landasan Teori
3. BAB 3 : Interpretasi Laporan Penyelidikan
4. BAB 4 : Analisis Hitugan
5. BAB 5 : Analisis Likuifaksi
6. BAB 6 : Kesimpulan dan Saran

2
1.3 BATASAN MASALAH
1. Menentukan kedalaman tiang pancang
2. Menentukan kapasitas dukung tiang berdasarkan hasil uji SPT

1.4 PERENCANAAN MELIPUTI


1. Tentukan kedalaman tiang pancang rencana
2. Tentukan kapasitas dukung tiang berdasarkan hasi uji sondir
3. Hitung :
a. Defleksi
b. Jumlah susunan tiang yang diperlukan
c. Efisiensi jumlah tiang
3. Gambar
a. Denah susunan tiang (1 : 100)
b. Tampak depan (1 : 100)
c. Tampak samping (1 : 100)
d. Tampak atas (1 : 100)
e. Potongan sayap jembatan (1 : 100)
f. Detail joint pada pile cap (1 : 20)
g. Detail ujung tiang (1 : 10)

3
BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 PENGERTIAN FONDASI

2.1.1 Definisi

Fondasi adalah suatu bagian dari sturuktur bangunan yang


berhubungan langsung dengan tanah, dan berfungsi untuk
mendsitribusikan beban struktur ke lapisan tanah di bawahnya. Fondasi
bekerja sama dengan bagian struktur bangunan yang lain dalam menahan
beban. Fondasi merupakan bagian dari struktur yang berperan sangat
penting didalam bangunan. Dengan adanya fondasi, penurunan struktur
bangunan dapat banyak dikurangi dan walaupun terjadi penurunan
bangunan, hal tersebut terjadi secara bersama-sama di semua lokasi
sehingga tidak membahayakan struktur bangunan. Secara garis besar, di
lapangan dikenal ada dua jenis fondasi, yaitu fondasi dangkal dan fondasi
dalam. Fondasi dangkal dapat dipakai bila berat struktur yang harus
dipikul relatif kecil dan keadaan tanah dasar cukup keras sehingga sudah
dapat menahan beban struktur. Sedangkan fondasi dalam atau yang biasa
dikenal dengan nama fondasi tiang pancang digunakan apabila berat
struktur besar dan keadaan tanah dasar sangat jelek sehingga pada
fondasi harus ditambahkan tiang di bawahnya dengan panjang dan
dimensi tertentu untuk menambah daya dukung fondasi tersebut.

2.1.2 Jenis – Jenis Fondasi

1. Fondasi Dangkal (Shallow Foundation)

Fondasi dangkal adalah struktur konstruksi paling bawah yang


berfungsi meneruskan (mendistribusikan) beban bangunan ke
lapisan tanah keras yang berada relatif dekat dengan permukaan
tanah.

4
Pada awalnya, yang dikategorikan fondasi dangkal adalah fondasi
yang memiliki kedalaman (Df) lebih kecil atau sama dengan dimensi
lebar fondasi (B). Namun dalam perkembangannya, fondasi masih
dianggap dangkal meskipun kedalaman fondasi mencapai tiga (3)
sampai empat (4) kali lebar fondasi (4B).

2. Fondasi Dalam (Deep Foundation)

Fondasi dalam merupakan struktur bawah suatu konstruksi yang


berfungsi untuk meneruskan beban konstruksi ke lapisan tanah keras
yang berada jauh dari permukaan tanah. Suatu fondasi dapat
dikategorikan sebagai fondasi dalam apabila perbandingan antara
kedalaman dengan lebar fondasi lebih dari sepuluh (Df/B ≥10).

Fondasi dalam dapat dibedakan menjadi:

a. Fondasi dalam dengan pile didesakkan ke dalam tanah.


Fondasi tipe ini memakai pile berupa tiang pancang, sheet
pile, dll. Pekerjaan fondasi tipe ini membutuhkan bantuan
crane dan hammer pile untuk mendesakkan pile ke dalam
tanah.
b. Fondasi dalam dengan pile ditempatkan pada ruang yang
telah disediakan dengan cara dibor (bored pile). Fondasi tipe
ini membutuhkan mesin bor untuk membuat lubang dengan
kedalaman rencana kemudian pile dirangkai.
c. Fondasi caisson
Fondasi caisson merupakan bentuk dari fondasi sumuran
dengan diameter yang relatif lebih besar.

A. Jenis Fondasi Dangkal

Pada Tugas ini, akan memfokuskan pembahasan tentang fondasi


dangkal. Adapun beberapa jenis fondasi dangkal yang dikenal
diantaranya fondasi telapak, fondasi cakar ayam, dan fondasi rakit.

1. Fondasi Telapak

5
Fondasi telapak ialah pelebaran alas kolom atau dinding
dengan tujuan untuk meneruskan beban pada tanah suatu tekanan
yang sesuai dengan sifat-sifat tanah yang bersangkutan. Fondasi
telapak yang mendukung kolom tunggal disebut telapak kolom
individual, telapak tersendiri atau telapak sebar. Fondasi telapak
di bawah suatu dinding disebut telapak dinding atau telapak
menerus. Apabila sebuah fondasi telapak mendukung beberapa
kolom disebut telapak gabungan. Bentuk khusus dari telapak
gabungan yang umumnya digunakan apabila salah satu
kolomnya mendukung dinding luar disebut telapak kantilever.

Gambar 1. Tipe-tipe Fondasi (a) Fondasi Telapak individual. (b) Fondasi


Dinding. (c) dan (d) Fondasi gabungan. (e) Fondasi kantilever.

2. Fondasi Cakar Ayam


Fondasi sistem cakar ayam terdiri dari pelat tipis yang
didukung oleh pipa-pipa (cakar) yang tertanam di dalam tanah.
Posisi pipa-pipa ini menggantung pada bagian bawah pelat.
Hubungan antara pipa-pipa dengan pelat beton dibuat monolit.
Kerjasama sistem yang terdiri dari pelat-cakar tanah ini,

6
menciptakan pelat yang lebih kaku dan lebih tahan terhadap
beban dan pengaruh penurunan tidak seragam. Fondasi system
cakar ayam ditemukan oleh Prof. Dr. Ir. Sedijatmo pada tahun
1961. Secara umum perkerasan cakar ayam terdiri dari pelat tipis
beton bertulang tebal 10-17 cm yang diperkaku dengan pipa-pipa
beton (cakar) berdiameter 120 cm, tebal 8 cm, dan panjang pipa
150-200 cm, yang tertanam pada lapisan subgrade, dengan jarak
pipa-pipa berkisar 2,0 - 2,5m. Di bawah pelat beton, terdapat
lapisan lean concrete setebal ± 10 cm (terbuat dari beton mutu
rendah) dan lapisan sirtu setebal ± 30 cm yang berfungsi,
terutama sebagai perkerasan sementara selama masa pelaksanaan
dan agar permukaan subgrade dapat rata sehingga pelat beton
cakar ayam dapat dibuat di atasnya. Pipa-pipa beton tersebut
disebut cakar. Sistem cakar ayam telah banyak diaplikasikan
pada berbagai macam bangunan, seperti fondasi menara
transmisi tegangan tinggi, bangunan gedung bertingkat, power
stasion, kolam renang, gudang dan hanggar, jembatan, menara
bandara (runway, taxi way, dan apron), perkerasan jalan tol, dan
lain-lain

Sumber : (Hardiyatmo, 2010).

7
Gambar 2. Bentuk fondasi cakar ayam Prof. Sedijatmo Sumber:
Hardiyatmo, 2010

1. Sistem Cakar Ayam Modifikasi (CAM)

Sistem Cakar Ayam Modifikasi (CAM) merupakan pengembangan


lebih lanjut dari Sistem Cakar Ayam Prof. Sediyatmo. Pengembangan
yang telah dilakukan didasarkan pada evaluasihasilhasil penelitian
yang dilakukan secara intensif sejak tahun 1990 oleh tim
pengembangan Sistem Cakar Ayam Modifikasi. Pengembangan yang
dilakukan mencakup:

a. Perubahan bahan cakar yang semula dibuat dari bahan pipa


beton diameter 1 ,20 m, panjang 2 m dan teba1 8 cm,
digantikan dengan pipa baja yang sangat ringan (berat sekitar
35 kg) dengan tebal 1 ,4 mm, diameter berkisar 0,60 - 0,80 m
dan panjang 1 ,0 - 1 ,2 m. Pipa baja ini harus galvanized dan
dilapisi dengan bahan pelindung anti karat. Bahan cakar yang
lebih ringan mempermudah dan mempercepat pelaksanaan.
b. Pengembangan pada metode analisis, perancangan, metode
pelaksanaan, dan metode evaluasi perkerasan.
c. Aplikasi Sistem CAM pada perkerasan jalan yang tanah
dasarnya berupa tanah ekspansif (tanah dasar mudah
mengalami kembang susut, sehingga merusakkan perkerasan).
Sistem Cakar Ayam yang baru ini, yang kemudian disebut
Sistem Cakar A yam Modifikasi (CAM), dan telah dipatentkan
oleh Prof. Ir. Bambang Suhendro, M.Sc, Ph.D., Dr. Ir. Hary
Christady Hardiyatmo, M.Eng., DEA., Ir. Maryadi
Darmokumoro.

Teori dasar stabilitas cakar ayam adalah:


b.h=η.a.y;y=f(q,γ.λ)........................................................ (1)

Dengan:

8
a = jarak antara pipa-pipa (m)

b = diameter luar pipa (m)

h = tinggi pipa (m)

γ = berat satuan tanah (kN/m3)

λ = konstanta tanah yang tergantung pada sudut geser dalam

q = tekanan tanah lawan (kN/m2)

η = angka keamanan (antara 1½ dan 2)

Sementara itu tekanan tanah pasif pada sebuah pipa adalah:

P = ½. h2.γ.λ.b ....................................................................................
(2)

Dengan:

P = tekanan tanah pasif (kN)

h = tinggi pipa (m)

γ = berat satuan tanah (kN/m3) λ = koefisien tekanan tanah pasif =


tan2 (45o + ϕ/2)

ϕ = sudut geser dalam tanah (o)

b = diameter luar pipa (m)

Beban yang bekerja di atas pelat fondasi cakar ayam akan


menimbulkan suatu momen yang harus diimbangi oleh momen lawan
dari pipa yang ada dalam jalur melintang pelat yang ditinjau, sehingga
akan memberikan keseimbangan.

M = q.a.L . ½L ...................................................................................(3)

m = 1/3 h3.γ.λ.b ...................................................................................


(4)

9
Dengan:

M = momen akibat beban (kNm)

L = lebar pelat (m)

q = tekanan tanah lawan (kN/m2)

a = lebar jalur melintang pelat yang ditinjau (m)

2.1.3 Pemilihan Jenis Fondasi

Pemilihan jenis fondasi sangat tergantung pada sifat karakteristik tanah


dasar atau tanah pendukungnya. Jenis jenis fondasi berdasarkan kondisi
tanah pendukungnya menurut Sholeh (2008) adalah :
a. Tanah keras terletak pada kedalaman 2-3 meter dibawah
permukaan tanah maka digunakan fondasi telapak, fondasi
menerus, atau rakit.
b. Tanah keras terletak pada kedalaman 10-20 meter di bawah
permukaan tanah maka digunakan fondasi tiang beton atau
fondasi tiang apung.
c. Tanah keras terletak pada kedalaman 20-30 meter dibawah
permukaan tanah maka digunakan fondasi tiang gesek (bila
penurunan masih diijinkan), fondasi tiang baja atau tiang beton
yang di cor di tempat.
d. Bila tanah keras terletak pada kedalaman 30-40 meter di bawah
permukaan tanah maka digunakan fondasi kaison, atau fondasi
tiang baja atau tiang beton yang di cor di tempat.
e. Bila tanah keras terletak pada kedalaman lebih dari 40 meter di
bawah permukaan tanah maka digunakan fondasi taing baja atau
tiang cor di tempat. Sumber : jurnal ilmiah Mustek Anim Ha Vol.
7 No.3 Desember 2018 ISSN 2089-

2.2 KARAKTERISTIK TANAH

2.2.1 Pengujian SPT

10
Uji penetrasi standar (SPT) adalah tes penetrasi dinamis in-situ yang
dirancang untuk memberikan informasi tentang sifat-sifat geoteknik tanah
Standart Penetration Test (SPT) dilakukan untuk mengestimasi nilai
kerapatan relatif dari lapisan tanah yang diuji. Untuk melakukan pengujian
SPT dibutuhkan sebuah alat utama yang disebut Standard Split Barrel
Sampler atau tabung belah standar. Alat ini dimasukkan ke dalam Bore Hole
setelah dibor terlebih dahulu dengan alat bor. Alat ini diturunkan bersama-
sama pipa bor dan diturunkan hingga ujungnya menumpu ke tanah dasar.
Setelah menumpu alat ini kemudian dipukul (dengan alat pemukul yang
beratnya 63,5 kg) dari atas. Pada pemukulan pertama alat ini dipukul hingga
sedalam 15,24 cm.Kemudian dilanjutkan dengan pemukulan tahap kedua
sedalam 30,48 cm. Pada pukulan kedua inilah muncul nilai "N" yang
merupakan manifestasi jumlah pukulan yang dibutuhkan untuk membuat
tabung belah standar mencapai kedalaman 30,48 cm.

Sumber : Jurnal Perangkat Nuklir Volume 10 , Nomor 01 , Juni 2016 Issn


No. 1978-3515

2.2.2 Hubungan N dengan kecepatan relatif (Dr)

Menurut teori Terzaghi dan Peck, hubungan nilai N dengan


kerapatan relatif adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2. Hubungan nilai N dengan kerapatan relatif

Nilai N Kerapatan Relatif (Dr)


<4 Sangat tidak padat
4-10 Tidak padat
10-30 Kepadatan sedang
30-50 Padat
>50 Sedang

Nilai N rata-rata ditentukan dengan rumus:

11
m

∑ ti
t=1
𝑵= m ...........................(1)
∑ ti/¿
i=1

Standar tentang ‘Cara uji penetrasi lapangan dengan SPT’ di


Indonesia adalah SNI 4153-2008, yang merupakan revisi dari SNI 03-
4153-1996), yang mengacu pada ASTM D 1586-84 “Standard
penetration test and split barrel sampling of soils”
Sumber : Prayogo, dkk (2016: 33)

2.2.3 Pengujian Penetrasi Dengan SPT

Terzaghi dan Peck mengemukakan bahwa dari nilai tahanan penetrasi


standar (N) dapat ditentukan klasifikasi dari pasir (Tabel 1). Gibbs dan Holtz
mengemukakan bahwa pasir dengan kerapatan relatif yang sama akan
mempunyai nilai tahanan penetrasi standar yang berbeda pada kedalaman
yang berbeda. Selanjutnya Gibbs dan Holtz mengusulkan nilai N hasil yang
telah dikoreksi (N1) dihubungkan dengan nilai hasil pengukuran (N) oleh
faktor koreksi (CN) melalui persamaan :

Hubungan antara CN dan tekanan efektif akibat tanah di atasnya


ditentukan oleh Gambar.1

12
Gambar 2.1 Faktor Koreksi Terhadap Hasil Penetrasi Standar

Berdasarkan ASTM D-4633 setiap alat uji SPT yang digunakan harus
dikalibrasi tingkat efisiensi tenaganya dengan menggunakan alat ukur starain
gauges dan aselerometer, untuk memperoleh standar efisiensi tenaga yang
lebih teliti. Di dalam praktek, efisiensi tenaga sistem balok Derek dengan palu
donat (donut hammer) dan palu pengaman (safety hammer) berkisar 35%
sampai 85%, sementara efisiensi tenaga palu otomatik (automatic hammer)
berkisar antara 80% sampai 100% yang digunakan (dapat dilihat pada
Gambar 2.11). Jika efisiensi yang diukur (Ef) diperoleh dari kalibrasi alat,
nilai N terukur harus dikoreksi terhadap efisiensi sebesar 60% dan dinyatakan
dalam persamaan sebagai berikut;

Dimana ;

N60 = Efisiensi 60%

Er = Efisiensi yang diukur

Nm = Nilai yang terukur yang harus dikoreksi

Nilai N terukur harus dikoreksi pada N60 untuk semua jenis tanah
(seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.12). Besaran koreksi pengaruh
efisiensi tenaga biasanya bergantung pada lining tabung, panjang batang, dan
diameter lubang bor (Skempton, 1986) dan Kulhawy & Mayne terhadap ,
1990)). Oleh karena itu, untuk mendapatkan koreksi yang lebih teliti dan
memadai terhadap N60 harus dilakukan uji tenaga Ef

13
Gambar 2.2 : Contoh Palu yang digunakan dalam Uji SPT

Gambar 2.3 : Nilai N Sebelum dan Setelah Dikoreksi

Dalam beberapa hubungan korelatif nilai tenaga terkoreksi N60 yang


dinormalisasi terhadap tegangan efektif vertikal (overburden stress)
dinyatakan dengan (N1)60 yang dihitung dengan persamaan berikut :

( N1 )60 = NM x CN x CE x CB x CR x CS

CN =

Dimana :

(N1)60 = Nilai SPT yang dikoreksi terhadap pengaruh efisiensi tenaga 60%

NM = Hasil uji SPT di Lapangan (Nilainya < 1,70)

CN = Faktor koreksi terhadap tegangan vertikal efektif

CE = Faktor koreksi terhadap rasio tenaga palu

CB = Faktor koreksi terhadap rasio diameter bor

CR = Faktor koreksi untuk panjang batang SPT

CS = Koreksi terhadap tabung contoh dengan atau tanpa pelapis

Tabel 2.2. Koreksi-Koreksi yang Digunakan dalam Uji SPT (Youd,Idriss)

14
2.3 KAPASITAS DAYA DUKUNG TIANG

1. Kapasitas Daya DukungTiang Pancang dari hasilSPT


2. Daya dukung ujung tanah pada tanah non-kohesif
Qp = 40*N-SPT*Lb/D*Ap ≤ 400*N-SPT*Ap
Keterangan :
Qp = Tahanan ujung ultimate (kN)
Ap = Luas penampang tiang pancang (m²)
3. Daya geser selimut tiang pancang pada tanah non-kohesif
Qs = 2*N-SPT*p*Li
Keterangan :
Li = Panjang lapisan tanah (m)
p = Keliling tiang (m)
4. Daya dukung ujung tiang pada tanah kohesif cu Untuk tiang pancang dan
tiang bor
Qp = 9*cu*Ap
Keterangan :
Ap = Luas penampang tiang (m²)
cu = Kohesi undrained (kN/m²) = N-SPT*2/3*10
5. Tahanan geser selimut tiang pada tanah kohesif cu
Qs = α*cu*p*Li

15
Keterangan :
α = Koefisien adhesi antara tanah dan tiang.
cu = Kohesi undrained (kN/m²)
= N-SPT*2/3*10
P = Keliling tiang (m)
Li = Panjang lapisan tanah (m)

Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari hasil Kalendering Untuk


perencanaan daya dukung tiang pancang dari hasil kalendering ada dua
metode Danish Formula dan Metode Gates. Danish Formula banyak
digunakan untuk menentukan apakah suatu tiang pancang tunggal telah
mencapai daya dukung yang cukup pada kedalaman tertentu, walau pada
prakteknya kedalaman dan daya dukung tiang telah ditentukan sebelumnya.
Kapasitas daya dukung tiang berdasarkan metode Danish Formula adalah:

Dimana :

Pu = Kapasitas daya dukung ultimate tiang.

= Efisiensi alat pancang.

E = Energi alat pancang yang digunakan.

S = Banyaknya penetrasi pukulan yang diambil dari kalendering


dilapangan.

A = Luas penampang tiang pancang.

Ep =Modulus elastis tiang.

16
2.3.1 Faktor Aman Tiang

Untuk memperoleh kapasitas ijin tiang, maka diperlukan untuk


membagi kapasitas ultimit dengan faktor aman tertentu. Faktor aman ini perlu
diberikan dengan maksud :

1. Untuk memberikan keamanan terhadap ketidakpastian metode


hitungan yang digunakan.
2. Untuk memberikan keamanan terhadap variasi kuat geser dan
kompresibilitas tanah.
3. Untuk meyakinkan bahwa bahan tiang cukup aman dalam
mendukung beban yang bekerja.
4. Untuk meyakinkan bahwa penurunan total yang terjadi pada tiang
tunggal atau kelompok masih tetap dalam batas-batas toleransi.
5. Untuk meyakinkan bahwa penurunan tidak seragam diantara tiang-
tiang masih dalam batas toleransi.

Sehubungan dengan alasan butir (d), dari hasil banyak pengujian-


pengujian beban tiang, baik tiang pancang maupun tiang bor yang
berdiameter kecil sampai sedang (600 mm), penurunan akibat beban bekerja
(working load) yang terjadi lebih kecil dari 10 mm untuk faktor aman yang
tidak kurang dari 2,5 (Tomlinson, 1977).

Besarnya beban bekerja (working load) atau kapasitas tiang ijin (Qa)
dengan memperhatikan keamanan terhadap keruntuhan adalah nilai kapasitas
ultimit (Qu) dibagi dengan faktor aman (SF) yang sesuai. Variasi besarnya
faktor aman yang telah banyak digunakan untuk perancangan pondasi tiang
pancang, sebagai berikut:

17
2.3.2 Kapasitas Dukung Ultimit
Kapasitas dukung ultimit (ultimate bearing capacity) didefinisikan
sebagai beban maksimum persatuan luas dimana tanah masih dapat
mendukung beban dengan tanpa mengalami keruntuhan.
Dari pengamatan kelakuan tanah selama pembebanan hingga
tercapainya keruntuhan, diperoleh kenampakan sebagai berikut :
1. Terjadi perubahan bentuk tanah yang berupa penggembungan kolom
tanah tepat di bawah dasar fondasi kearah lateral dan penurunan
permukaan di sekitar pondasi.
2. Terdapat retakan lokal atau geseran tanah disekeliling pondasi.
3. Umumnya, pada saat keruntuhan terjadi zona geser melebar dalam
batas tertentu dan suatu permukaan geser berbentuk lengkungan
berkembang yang di susul dengan gerakan pondasi turun ke bawah.
Permukaan tanah disekitar pondasi selanjutnya menggembung ke
atas yang diikuti oleh retakan dan gerakan muka tanah disekitar
pondasi. Keadaan ini menunjukkan keruntuhan geser telah terjadi.

2.3.3 Tahanan Ujung Satuan


Fleminget al, (2009) menyarankan untuk tiang pancang yang ujungnya
tertutup maka tahanan ujung satuan tiang sama dengan tahanan konus (qc),,
namun untuk tiang pancang yang ujungnya terbuka atau tiang bor, tahanan
ujung satuan tiang diambil 70%-nya.

2.4 ANALISIS GAYA LATERAL

Metode non-dimensional untuk analisis beban lateral terhadap tiang


elastis berdasarkan penelitian oleh Reese dan Matlock (1956). Untuk tiang
yang sangat panjang, panjang nilai L akan berkurang pengaruhnya akibat
defleksi yang semakin mendekati nol sepanjang tiang. Apabila asumsi sifat
elastis diterapkan terhadap tiang dan defleksi terlampau kecil apabila
dibandingkan dengan panjang tiang, maka pondasi tiang yang dibebani secara
lateral dapat bergerak secara elastis sesuai beban yang diterima. Perbedaan

18
defleksi antara tiang pendek yang kaku dan tiang panjang yang elastis dapat
dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 1 Defleksi pada Tiang Kaku dan Tiang Elastis

Momen dan perpindahan dari suatu tiang yang tertanam di atanh


berdasarkan beban lateral dan momen yang terjadi di permukaan tanah.

Gambar Beban Lateral dan Momen pada Tiang

Tahanan tanah ultimit tiang yang terletak pada tanah kohesif atau
lempung (φ = 0) bertambah dengan kedalamannya, yaitu dari 2Cu

19
dipermukaan tanah sampai 8 – 12 Cu pada kedalaman kira-kira 3 kali
diameter tiang. Broms mengusulkan cara pendekatan sederhana untuk
mengestimasi distribusi menahan tekanan tanah yang menahan tiang dalam
lempung. Yaitu, tahanan tanah dianggap sama dengan nol dipermukaan tanah
sampai kedalaman 1,5 kali diameter tiang (1,5 d) dan konstan sebesar 9 Cu
untuk kedalaman yang lebih besar dari 1,5 d tersebut .

Untuk tiang panjang, tahanan tiang terhadap gaya lateral akan


ditentukan oleh momen maksimum yang dapat ditahan tiangnya sendiri (My).
Untuk tiang pendek, tahanan tiang terhadap gaya lateral lebih ditentukan oleh
tahanan tanah disekitar tiang. Dari keseimbangan gaya horizontal dapat
diperoleh letak momen maksimum adalah :

f = Hu/(9Cud)

Dengan mengambil momen terhadap titik dimana momen pada tiang


mencapai maksimum, dapat diperoleh :

Mmaks = Hu (e +3d/2 + f)–½ f(9Cudf)

= Hu(e + 3d/2 + f)–½ fHu

= Hu(e + 3d/2 + ½ f)

Momen maksimum dapat pula dinyatakan oleh persamaan :

Mmaks= (9/4)dg2 Cu

Nilai – nilai Hu juga dapat diplot dalam grafik hubungan L/d dan
Hu/Cud2 ditunjukkan dalam Gambar grafik tersebut berlaku untuk tiang
pendek, yaitu bila tahanan momen maksimum tiang My > Mmaks. Untuk
tiang panjang, dengan menganggap Mmaks = My dimana My dapat dihitung
berdasarkan kekuatan tiang sendiri dalam menahan momen. Penyelesaian dari
persamaan yang diperoleh, diplot kedalam grafik hubungan antara My/Cud3
dan Hu/Cud2 , ditunjukkan dalam Gambar. Pada tiang ujung jepit, Broms
menganggap bahwa momen yang terjadi pada tubuh tiang yang tertanam
didalam tanah sama dengan momen yang terjadi di ujung atas tiang yang

20
terjepit oleh pelat penutup tiang (pile cap). Untuk tiang pendek, dapat
dihitung tahanan tiang ultimit terhadap beban lateral :

Hu = 9Cud(L–3d/2)

Mmaks = Hu (L/2 + 3d/4)

Gambar : Tahanan lateral ultimit tiang dalam tanah kohesif

Untuk tiang panjang, dimana tiang akan mengalami keluluhan ujung


atas yang terjepit dapat digunakan untuk menghitung My, yaitu dengan
mengambil momen terhadap permukaan tanah :

My = (9/4)Cudg2 –9Cudf (3d/2 + f/2)

Hu = 2My / (3d/2 + f/2)

21
2.5 ANALISIS BEBAN VERTIKAL
Menentukan daya dukung tiang tunggal dengan beban vertikal dapat
dihitung berdasarkan data-data penyelidikan tanah. Daya dukung pondasi
tiang tunggal dapat dihitung berdasarkan data lapangan dan data
laboratorium yang terdapat pada laporan penyelidikan tanah. Perhitungan
daya dukung pondasi berdasarkan data lapangan yaitu data sondir (CPT).
Metode ini diantaranya dikemukakan oleh Mayerhorf ( 1956) yang
menyatakan bahwa tahanan ujung tiang mendekati tahanan ujung sondir
dengan rentang 2/3 qc hingga 1,5 qc dan Mayerhorf menganjurkan untuk
keperluan praktis agar digunakan qp = qc .Selanjutnya tahanan selimut pada
tiang dapat diambil langsung dari gesekan total ( jumlah hambatan lekat =
JHL ) dikalikan dengan keliling tiang , sehingga formula untuk metode
langsung dapat dituliskan :

Q ult = qp x Ap + JHL x kll

Rumusan ini diambil di Indonesia dengan mengambil angka keamanan 3

untuk tahanan ujung dan angka keamanan 5 untuk gesekannya.


Sehingga daya gukung ijin pondasi dapat dinyatakan dalam :

Q ult =(qp.Ap)/3+(JHL*kll)/5 ................. (2)

Keterangan :

Ap = Luas penampang tiang

kll = keliling tiang

JHL = jumlah hambatan lekat

qp = tahanan ujung tiang

22
BAB 3
INTERPRETASI DATA

3.1 Gambar Perencana

23
0.8 2.0
7 kN/m

± 0.00
1300 kN

30 kN
- 1.60
- 2.00
- 2.40

? b1 = 170 gr/cm3
= 17 Kn/m3
f1 = 37,84

- 7.30

- 9.0
- 9.5
- 9.9

- 11.3

- 15.0

? b1 = 171 gr/cm3
= 17,1 Kn/m3
f1 = 39,37

- 19.3

3.2 Data Uji laboratorium


Tabel 3.1 Klasifikasi Lapis Tanah berdasarkan Nilai N
N Keterangan
<4 Sangat lunak
4-10 Lunak

24
10-30 Sedang
30-50 Keras
>50 Sangat lunak

Metode mencari nilai N adalah dengan cara mencari rata-rata nilai N

a. Tanah sedang
15+18+23+26+23+26+28
μ= =22,7
7

b. Tanah Keras
34+31+33+36+38+39+40+43
μ= =36,75
8

3.2.2 Karakterisitik Tanah

Dari pembacaan grafik N-SPT kita dapat menyimpulkan data karakteristik


tanah berdasarkan table hasil uji laboratorium sebagai berikut :

a. Tanah sedang
e1 = 0,80
Gs1 = 2,70 gr/cm3
φ1 = 40,21
c1 =0
Ɣb1 = 17,7 Kn /m3
Ɣw = 10
b. Tanah keras
e2 = 0,89
Gs2 = 2,74 gr/cm3
φ2 = 42,65
c2 =0
Ɣb2 = 17,7 Kn/m3
Ɣw = 10

Untuk menentukan besarnya nilai Ɣsat, digunakan rumus sebagai berikut:

25
γb ( G1+e )
γsat=
1+e

Lapisan 1

γw (Gs+e)
γsat =
1+e

10 ( 2,70+ 0,80 )
γsat =
1+ 0,80

= 19,44 kN/m3

Lapisan II

γw (Gs+e)
γsat =
1+e

10 ( 2,74 +0,89 )
γsat =
1+ 0,89

= 19,2063 kN/m3

3.3 Data Lapangan

Fondasi yang dipakai pada perencanaan kali ini adalah fondasi berbentuk
persegi dengan ukuran 0,4 x 0,4 dengan Panjang tiang 8,5 m dan kedalaman
perancangan 19,3 m karena daya dukung tanah dianggap cukup untuk menahan
beban yang ada.

3.4 Metode Pelaksanaan

BAB 4

ANALISIS PERHITUNGAN

26
4.1 MENENTUKAN KEDALAMAN TIANG PANCANG
Dengan melihat grafik SPT terlampir, tanah dibagi menjadi lapisan dimana
dalam setiap lapisan memiliki kecenderungan nilai N yang sama. Semakin banyak
pembagian lapisan tanah maka untuk mendapatkan nilai N rerata semakin akurat.
Dari grafik SPT diperoleh kedalaman tiang pancang adalah pada kedalaman 9 m,
karena daya dukung tanah dianggap cukup kuat untuk menahan beban yang ada.

4.2 MENENTUKAN PANJANG TIANG PANCANG


Panjang Tiang = kedalaman abutment sampai tiang – tiang abutment

= 20 – 11,50

= 9, 10 m

4.3 MENENTUKAN KAPASITAS DUKUNG TIANG DESAK


4.3.1 Luas Dasar Penampang Tiang (Ab)
Ab = s x s (Luas Sesuai Bentuk Tiang Pancang Persegi/Lingkaran)

= 0,4 x 0,4

= 0,16 m2

4.3.2 Tahanan Yang Ultimit Tiang (Qb)


Dengan :

EF = 0,55 ( chira deret, lepas tangan )

Cb = 1 ( diameter lubang bor 100 m )

Cs = 1 ( >10 m )

Cr = 1 ( >10 m )

N 1+ N 2 23+37
N = = =30
2 2

27
b = 17,3 kN/m3

1’ = 1sat - w

= 26 - 10

= 16

2’ = 2sat - w

= 27,9 - 10

= 17,9

TV = Po’ = (h1. b) + (h2. 1) + (h3. 2)

= (9,50 x 17,3) + (5,5 x 16) + (5 x 17,9)

= 341,53

2
CN = Po
1+
Pr

2
= 341,53
1+
100

= 0,45

N’ = N . CN

= 30 x 0,45

= 13,44

1
N60’ = . EF . Cb . Cs . Cr . N’
0,6

1
= x 0,55 x 1 x 1 x 1 x 13,44
0,6

28
= 12,32

Fb = 40 x N60` x ( Ld )>400 x N 60
8,5
= 40 x 14,92x (
0,4 )
>400 x 12,32

= 10458,25 > 4926,24 kN/m²

Fb yang dipakai yang terkecil, maka digunakan 4926,24


Qb = Ab x Fb

= 0,16 x 4926,24

= 788,20

Tahanan Gesek Tiang (Qs)

1
L1 = 3,5 N1 = → N60’ = . EF . Cb . Cs . Cr . N
0,6

1
= x 0,55 x 1 x 1 x 1 x
0,6
23

= 20,69

1
L2 = 5 N2 = → N60’ = . EF . Cb . Cs . Cr . N
0,6

1
= x 0,55 x 1 x 1 x 1 x
0,6
37

= 33,69

Qs = ( AS1 x FS1 ) + ( AS2 + FS2 )

= ( 4 x s x L 1) ( 2 x N60’ ) + (4 x s x L 2) ( 2 x N60’)

= ( 4 x 0,4 x 3,5 ) ( 2 x 120,69 ) + ( 4 x 0,4 x 5) ( 2 x 33,69 )

29
= 770,72

4.3.3 Berat Sendiri Tiang (Wp)

ɤ beton = 2400 kg/m³ = 24 kN/m3

wp = volume tiang x ɤbeton

= ( Ab x L ) x 24

= ( 0,16 x 8,5 ) x 24

= 32,64

4.3.4 Kapasitas Dukung Tiang Desak

Qb Qs
Qa = x= + – wp
3 1,5

788,20 770,72
= + – 32,64
3 1,5

= 743,91

4.4 MENENTUKAN KAPASITAS DUKUNG TIANG TARIK


Untuk menghitung kapasitas dukung tiang digunakan metode Rayleden
Castello (1981)

Qs
Ta = + ( 0,9 x wp )
5

770,72
= + ( 0,9 x 32,64 )
5

= 183,52

4.5 KAPASITAS TIANG TERHADAP GAYA LATERAL


4.5.1 Mencari Momen Maksimal (Kp)

30
Kp = tan² ( 45 + φ°/2 )

= tan2 (45 + 39,37°/2)

= 4,47

(Kp adalah koefisien tanah pasif pada tanah lapis 2)

Mmaks = ɤ1’ x d x L³ x Kp

= 16 x 0,4 x 8,53 x 4,47

= 17537.79

Kapasitas Momen Tiang (My)

1. Berat sendiri tiang (w) ditinjau 1m tegak lurus bidang gambar

W = g = Ab x ɤbeton

= 0,16 x 24

= 3,84 kN/m3

2. Diasumsikan tiang terjepit sedalam 0,7m

L = panjang tiang – panjang tiang terjepit

= 8,5– 0,7

= 7,8 m

My = 1/8 x W x L2

= 1/8 x 3,84 x 7,82

= 29,20

31
My < Mmax maka termasuk TIANG PANJANG (tiang tidak kaku) karena
My < Mmax sehingga tiang mengalami keruntuhan lebih dulu dari
tanahnya maka tiang yang digunakan diasumsikan sebagai tiang panjang
dengan ujung jepit. Untuk kondisi ini gaya atau kapasitas dukung lateral
tanah adalah = 0.

2 x my
x=
Hu = Hu
e+ 0,55
√ '
ɤ . s . kp

2 x my
( Hu)1 /2
= 1
0,55 '

ɤ . s . kp

2 x my
1/ 2
Hu . Hu = 1
0,55 '

ɤ . s . kp

2 x my
3/ 2
Hu . = 1
0,55 '

ɤ . s . kp

2 x 29,20
¿
1
0,55

17,9 x o , 4 x 4,47

= 600,12

Hu = 600,122/3

= 71,15

Dalam perhitungan selanjutnya yang dipakai kapasitas ijin lateral tanah


(Ha).

Hu
Ha ¿
SF

32
71,15
=
1,5

= 47,43

33
34
4.5 GAYA LATERAL TANAH
4.5.1 Lapisan Tanah I (Tanah Sedang)

Diketahui

Berat volume tanah kering = 17,3

Sudut geser dalam = 37,48

Berat volume jenuh = 26

Berat volume basah = 16

Kohesi =0

 Koefisien Tanah Aktif

Ka = tan² (45 - ɤ/2)

= tan² (45 – 37,48/2)

= 0,243

 Koefisien Tanah Pasif (Kp1)

Kp = tan² (45 + ɤ/2)

= tan² (45 + 38,36/2)

= 4,108

4.5.2 Lapisan Tanah II (Tanah Padat)

Diketahui

Berat volume tanah kering = 17,1

35
Sudut geser dalam = 39,37

Berat volume jenuh = 27,9

Berat volume basah = 17,9

Kohesi =0

 Koefisien Tanah Aktif

Ka = tan² (45 - ɤ/2)

= tan² (45 – 39,37/2)

= 0,224

 Koefisien Tanah Pasif (Kp1)

Kp = tan² (45 + ɤ/2)

= tan² (45 + 38,64/2)

= 4,469

4.5.3 Maka tekanan lateral yang terjadi adalah :


H5 =2 m
Hmat =9,5 m
H2 + H3 =3,8 m
H4 + H2 = 11,5 m
Q = 9 KN/m2
H. Abument = 11,5 m

36
1. Ea 1 = (Q.Ka1).Hmat
= (7 x 0,243) x 9,5
= 25,193
2. Ea 2 = ½(Hmat.b.Ka1)Hmat
= ½(9,5 x 17,3 x .0,243) 9,5
= 190,018
3. Ea 3 = (Hmat.b.Ka1)h
= (9,5 x 17,3 x 0,243) 2
= 80,008
4. Ea 4 = ½(h.’.Ka1)h
= ½(2 x.15,974 x .0,243)2
= 7,776
5. Ea 5 = ½(h.w)h
= ½(2 x 10) 2
= 20,000
6. Ep1 = ½(h.w)h
= ½(3,8 x 10)3,8
= - 72,200
7. Ep2 = ½(h.’.Kp1)h
= ½(2.x 8,6.x.4,271)2
= - 106,315
Setelah tekanan aktif dan pasif diketahui, selanjutnya mencari lengan momen :

1. Lengan momen gaya Ea 1


Ea 1 = ½(Hmat + h.abument)

= ½(9,5 + 11,5)
= 5,750
2. Lengan momen gaya Ea 2
Ea 2 = (1/3.Hmat) + h5

37
= (1/3 x 9,5) + 2

= 5,167

3. Lengan momen gaya Ea 3


Ea 3 = ½.h5
= ½.2
=1
4. Lengan momen gaya Ea 4
Ea 4 = 1/3.h5
= 1/3.2
= 0,667
5. Lengan momen gaya Ea 5
Ea 5 = 1/3.h5
= 1/3.2
=0,667
6. Lengan momen gaya Ep 1
Ep 1 = 1/3(h3 + h2)
= 1/3(2,5 + 2)
= 1,267
7. Lengan momen gaya Ep 2
Ep 2 = 1/3.h2
= 1/3.2
= 0,600

Untuk mencari momen akibat gaya horizontal, hitungan tersebut dapat ditabelkan
sebagai berikut :

No Tekanan Tanah (Kn) Lengan Momen (M) Momen (kNm)


1. 18,581 5,650 104,627
2. 208,251 4,500 937,130
3. 44,917 0,550 24,704
4. 1,218 0,367 0,447

38
5. 6,050 0,367 2,218
6. - 101,250 1,500 -151,875
7. - 73,470 0,667 -48,980
H = 104,235 13,600 M =868,272

Hitungan tersebut adalah keterangan untuk 1 m, karena panjang abutment adalah 9m


tegak lurus bidang gambar, maka H dan M yang terjadi adalah

H 8,5 m = H x 8,5

= 144,479 x 8,5

= 1228,075 KN.m

M 8,5 m = M x 8,5

= 1069,901 x 8,5

= 9094,160 KN.m

1.4. ANALISA BEBAN VERTIKAL


Beban vertikal juga harus diperhitungkan seperti beban horizontal. Adapun
beban yang termasuk beban vertikal adalah berat sendiri dan abutment, berat
sendiri tarch diatas poes/pilecap, beban tetap (P) serta beban terbagi rata (q).
Mula-mula dihitung dengan tinjauan 1 m.
A. Menghitung berat sendiri abutment sebagai beban vertikal
Rumus umum (P = Luas bidang x  beton).
1) P1 = b x h x  beton
= 0,800 x 1,200 x 24
= 23,04 KN
2) P2 = ½ a.t. beton
= ½ x 0,57 x 0,47 x 24
= 1,92 KN

39
3) P3 = b x h x  beton
= 0,800 x 0,470 x 24
=9,312 KN
4) P4 = b x h x  beton
= 0,350 x 0,600 x 24
= 2,540 KN
5) P5 = ½ a.t. beton
= ½ x 0,13 x 0,35 x 24
=2,4 KN
6) P6 = b . h .  beton
=0,330 x 0,750 x 24

= 2,88 KN

7) P7 = ½ a.t. beton
= ½ x 0,4 x 0,75 x 24
= 0,48
8) P8 = b x h x  beton
= 1,800 x 9,633 x 24
= 565,344 KN
9) P9 = ½ a.t. beton
= ½ x 0,6 x 1,95 x 24
=14,88 KN
10) P10 = b x h x  beton
= 1,950 x 1,400 x 24
= 52,08 KN
11) P11 = b x h x  beton
= 1,950 x 1,400 x 24
= 52,08 KN
12) P12 = ½ a.t. beton

40
= ½ x 0,6 x 1,95 x 24
= 14,88
Pa = 741,836

A. Menghitung berat tanah diatas poer dan berat air diatas poer.
Rumus umum (P = Luas bidang x  beton).
1) P13 = b x h x b
= 1,214 x 2,000 x 24
= 42,004 KN
2) P14 = b x h x b
= 1,200 x 0,400 x 24
= 8,401 KN
3) P15 = ½ a.t.b
= ½ x 0,4 x 0,75 x 24
= 1,730 KN
4) P16 = b x h x b
= 1,950 x 6,900 x 24
= 190,387 KN
5) P17 = b x h x b
= 1,950 x 2,500 x 24
=4,952 KN
6) P18 = ½ a.t.b
= ½ x 0,6 x 1,95 x 24
= 9,904 KN
7) P19 = ½ a.t.b
= ½ x 0,6 x 1,95 x 24
= 9,904 KN
8) P20 = b x h x w
= ½ x 0,6 x 1,95 x 24
=31,000 KN

41
Pb = 298,281 KN
B. Beban tetap diketahui (P)
P = 1300 KN
C. Beban terbagi rata diketahui
q = 9 Kn/m2
Q = q x tinggi abutment
= 9 x 11,5
= 103,500 Kn/m
Maka beban vertikal yang terjadi adalah sepanjang x,x
V = Pa + Pb + P + Q
= 625.670 + 333,881 x 1.700 + 79.100
= 11020,750 Kn/m
Selanjutnya dicari dengan lengan momen agar momen akibat beban vertikal
bisa diketahui (M2)
1) Lengan momen P1
P1 = 1,124 m
2) Lengan momen P2
P2 = 0,600 m
3) Lengan momen P3
P3 = 1,136 m
4) Lengan momen P4
P4 = 1,368 m
5) Lengan momen P5
P5 = 1,315 m
6) Lengan momen P6
P6 = -1300 m
7) Lengan momen P7
P7 = -1,267 m
8) Lengan momen P8
P8 =0m

42
9) Lengan momen P9
P9 = -1,717
10) Lengan momen P10
P10 = -1,975 m
11) Lengan momen P11
P11 = 1,975 m
12) Lengan momen P12
P12 = 1,717
13) Lengan momen P13
P13 = 2,143 m
14) Lengan momen P14
P14 = 2,143 m
15) Lengan momen P15
P15 = 1,424 m
16) Lengan momen P16
P16 = 1,975 m
17) Lengan momen P17
P17 = -1,975 m
18) Lengan momen P18
P18 = 2,223 m
19) Lengan momen P19
P19 = -1,975 m
Momen akibat beban vertikal (m) dapat ditabelkan sebagai berikut :

BEBAN LENGAN MOMEN


MOMEN (kN.m)
VERTIKAL (kN) (m)
P1 23.040 P1 1.124 P1 25,897
P2 1.920 P2 0.600 P2 1.152
P3 9.312 P3 1.136 P3 10.578
P4 2.540 P4 1.368 P4 3.475
P5 2.400 P5 1.315 P5 3.156

43
P6 2.880 P6 -1.300 P6 -3.744
P7 0.480 P7 -1.267 P7 -0.608
P8 565.344 P8 0 P8 0
P9 14.880 P9 -1.717 P9 -25.549
P10 52.080 P10 -1.975 P10 -102.858
P11 52.080 P11 1.975 P11 102.858
P12 14.880 P12 1.717 P12 25.549
P13 42.004 P13 2.143 P13 90.015
P14 8.401 P14 2.143 P14 18.003
P15 1.730 P15 1.424 P15 2.464
P16 190.387 P16 1.975 P16 376.013
P17 4.952 P17 1.975 P17 9.780
P18 9.904 P18 2.233 P18 22.115
P19 9.904 P19 -2.233 P19 -22.115
P20 31.000 P20 -1.975 P20 -61.225
P 1300.000 P 0 P 0
Q 103.500 Q 2.550 Q 263.925
∑M2 = 738.8816249 kN.m

M 2 = 6280,4938 Kn.m
Hitungan tersebut adalah keterangan untuk 1 m, karena panjang abutment adalah
8,5m tegak lurus bidang gambar, maka MB yang terjadi adalah

M 2 8,5m = 724,0789 x 9
= 6516,71 KN.m

4.8 PERENCANAAN FONDASI TIANG

Dari hasil perhitungan didapat:

1. Kapasitas ijin tiang desak, Qa = 743,91 Kn/Tiang


2. Kapasitas ijin tiang Tarik, Ta = 183,52 Kn/Tiang
3. Kapasitas ijin gaya lateral, Ha = 47,432 Kn/Tiang

44
Dari perhitungan beban vertical, horizontal dan momen yang ditinjau sepanjang
bentang 9 m diperoleh:

1. Beban total akibat beban tetap dan berat sendiri abutment


Σv =11020,7499 kN.m
2. Beban total akibat beban tekanan tanah aktif dan pasif
Σh = 1228,0753 kN.m
3. Beban total akibat beban vertical dan horizontal
Σm =15374,654 kN.m
Jumlah tiang yang digunakan/dibutuhkan;
Σv
N =
Qa
11047,858
=
824,60
= 14,815
= 15 buah
Selanjutnya dalam perencanaan dicoba jumlah tiang 35 tiang
Cek ketentuan jarak tiang
1. Menurut fungsi tiang, jarak antar tiang diambil dari 2-5
Jarak antar tiang S horizontal = 2,5 x 0,4
=1m
Jarak antar tiang S vertikal = 2,5 x 0,4
=1m
2. Jarak antar tiang ke tepi poer di ambil Antara 0,5-1m
b−(5 h .(n−1))
Jarak antar tiang poer horizontal =
2
5,7−(1(5−1))
=
2
= 0,750 m
bj−( 5 v . (n−1))
Jarak antar tiang poer vertikal =
2

45
9−(1,2.(7−1))
=
2
= 0,750 m

Absis tiang terhadap pusat poer


Baris 1 = -2 m
Baris 2 = -1 m
Baris 3 = 0m
Baris 4 = 1m
Baris 5 = 2m

Maka :
Σx2 = (jumlah tiang. X2)
= 7 (-2) 2 + 7(-1) 2 + 7(0) 2 + 7(1) 2 + 7(2) 2
= 80 m

46
4.8.1 Kontrol Terhadap Beban Tetap

Diketahui :

V = 11020,7499 kN

ΣMtotal = ΣMy = 15374,654 kN

 Kuat desak tiang untuk baris I


v ΣMy x X 1
V1 = P1v = +
n Σ x2
11047,858 14331,156 x (−2)
= +
35 70
= -108,847
Syarat P1v < Qa
-108,847 < 743,905 (AMAN)
 Kuat desak tiang untuk baris II

v ΣMy x X 2
V2 = P2v = +
n Σ x2

11047,858 14331,156 x (−1 )


= +
35 70

= 83,335

Syarat P2v < Qa


83,335. < 743,905 (AMAN)
 Kuat desak tiang untuk baris III

v ΣMy x X 3
V3 = P3v = +
n Σ x2

11047,858 14331,156 x (0)


= +
35 70
= 275,518

47
Syarat P3v < Qa

275,518 <743,905 (AMAN)

 Kuat desak tiang untuk baris IV


v ΣMy x X 4
V4 = P4v = +
n Σ x2

11047,858 14331,156 x (1)


= +
35 70

= 467,701
Syarat P4v < Qa
467,701< 743,905 (AMAN)
 Kuat desak tiang untuk baris V
v ΣMy x X 5
V5 = P5v = +
n Σ x2
11047,858 14331,156 x (2)
= +
35 70
= 659,885
Syarat P5v < Qa
659,885 < 743,905 (AMAN)
 Kuat dukung gaya lateral
ΣHtotal lateral
Hterjadi =
n
938,1112
=
35
= 30,701
Hterjadi < Ha
30,701 < 47,431 (AMAN)

4.82 Kontrol terhadap beban sementara

Diketahui :

48
V = 11020,7499 kN

∑M sementara =∑M + M sementara

= 15374,654 + 1733,94

=18294,617 kN.m

 Kuat desak tiang


1. Baris 1
v ∑ mg X x 2
V1 = PIV = +
n ∑X2
11047,858 16065,096 X (−2)
= +
35 70
= -143,350
Syarat + PIv < 3/2 Qa
-143,350 < 1221,175
2. Baris 2
v ∑ mg X x 2
V2 = P2V = +
n ∑ x2
11047,858 16065,096 X (−1)
= +
35 70
= 86,152 kN
Syarat + P2v < 3/2 Qa
86,152 < 1221,175
3. Baris 3
v ∑ mg X x 2
V3 = P3V = +
n ∑ x2
11047,858 16065,096 X (0)
= +
35 70
= 315,653
Syarat + P3v < 3/2 Qa

49
315,653< 1221,175
4. Baris 4
v ∑ mg X x 2
V4 = P4V = +
n ∑ x2
11047,858 16065,096 X (1)
= +
35 70
= 545,1545
Syarat + P4v < 3/2 Qa
545,1545< 1221,175

5. Baris 5
v ∑ mg X x 2
V5 = P5V = +
n ∑ x2
11047,858 16065,096 X (2)
= +
35 70
=774,6558
Syarat + P5v < 3/2 Qa
774,6558< 1221,175

 Kuat dukung gaya lateral


∑H Total = ∑H Lateral + ( H X L abutment )
= 938,112 + ( 20 x 9 )
= 1118,11 kN
∑ H lateral
H terjadi =
n
1118,11
=
35
= 31,964

3/2 Ha = 3/2 x Ha

50
= 3/2 x 40,42

= 60,635

Karena H Terjadi < 3/2 Ha

31,964 < 60,635 (AMAN)

4.9. DEFLEKSI TIANG

Menentukan kategori tiang pada tanah granular,dengan ujung tiang dianggap


jepit.

Diketahui :

 Kuat tekan beton (f’c) : 24 Mpa


 Modulus elastis (Ep) : 4700√ f ' c
:4700√ f ' c
: 2350 Mpa
: 23500000
 Momen inersia penampang tiang (Ip) :h .(b 3)¿/12
: (0,4 (0,4 4 ))/12
: 0,002133 m4
 Koefisisen variasi modulus (nh) : 4850 KN/m3
Berdasarkan tabel nilai (nh) untuk tanah granuler (Terzaghi) untuk tanah sedang
dan (nh) pasir terendam.

 Menghitung α
α:¿
:¿
:0,626791
Cek jenis tiang,jika (α.L) > 4 termasuk tiang pancang
α.L : 0,627 x 8,5 : 5,327 > 4 ( ok termasuk tiang pancang )

51
 Defleksi maksimum
0,92 x Ha
0 : 3 2
nh 5 .( Ep. Ip) 5
0,92 x Ha
0 : 3 2
5 5
nh .( Ep. Ip)
0 : 0,003573 < 1cm ………( ok )

4.10 Efisiensi Tiang


Karena tanah dalam perencanaan ini adalah tanah granuler. Maka efisensi
tiang digunakan grafik O’neill dan sengaja tidak dihitung dengan rumus converse
labarre formula

Efisiensi di tiang dan uji beban skala penuh untuk tiang dalam tanah granuler
(O’neill,1983)

1. Kelompok tiang dalam tanah granuler (9-16 Tahun)

3
Rentang data pengujian untuk beban desak
2,5 kecenderungan untuk pasir longgar (Dr<50%)

2 kecenderungan untuk pasir longgar


(50%<Dr<90%)

1,5

Rentang data pengujian untuk beban tarik

0,5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

52
2. Kelompok tiang dalam tanah granuler (4 Tiang)

3
Rentang data pengujian untuk beban desak
2,5 kecenderungan untuk pasir longgar (Dr<50%)

2 kecenderungan untuk pasir longgar


(50%<Dr<90%)

1,5

0,5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1
Keterangan : Sampai dengan =
0,4

= 2,5

Didapat efisiensi grup Eg = 1

53
BAB 5
ANALISIS LIKUIFAKSI

5.1. PENGERTIAN LIKUIFAKSI


Likuifaksi adalah fenomena yang terjadi ketika tanah yang jenuh atau agak jenuh
kehilangan kekuatan dan kekakuan akibat adanya tegangan, misalnya getaran gempa
bumi atau perubahan ketegangan lain secara mendadak, sehingga tanah yang padat
berubah wujud menjadi cairan atau air berat.

Dalam mekanika tanah, istilah "mencair" pertama kali digunakan oleh Allen
Hazen mengacu pada kegagalan Bendungan Calaveras di California tahun 1918. Ia
menjelaskan mekanisme aliran pencairan tanggul sebagai berikut:

Jika tekanan air dalam pori-pori cukup besar untuk membawa semua beban,
tekanan itu akan berefek membawa partikel-partikel menjauh dan menghasilkan suatu
kondisi yang secara praktis seperti pasir hisap. Pergerakan awal beberapa bagian
material dapat menghasilkan tekanan yang terus bertambah, mulanya pada satu titik,
kemudian pada titik lainnya, secara berurutan, menjadi titik-titik konsentrasi awal
yang mencair. Fenomena ini paling sering diamati pada tanah berpasir yang jenuh dan
longgar (kepadatan rendah atau tidak padat).

5.2. PENGERTIAN DAN PENJELASAN GEMPA


Gempa bumi adalah getaran atau serentetan getaran dari kulit bumi yang bersifat
tidak abadi/ sementara dan kemudian menyebar ke segala arah (Howel, 1969).
Getaran ini terjadi akibat pelepasan energy dari dalam bumi secara tiba-tiba yang
menciptakan gelombang seismik. Getaran gempa ini diukur menggunakan alat
bernama seismometer dan dinyatakan dengan skala rickter (SR). Jenis gempa bisa
dibedakan berdasarkan penyebabnya sebagai berikut :
a. Gempa bumi tektonik

54
Gempa Bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran
lempeng-lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai kekuatan dari
yang sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempa bumi ini banyak
menimbulkan kerusakan atau bencana alam di Bumi, getaran gempa Bumi yang
kuat mampu menjalar keseluruh bagian Bumi. Gempa bumi tektonik disebabkan
oleh pelepasan tenaga yang terjadi karena pergeseran lempengan plat tektonik
seperti layaknya gelang karet ditarik dan dilepaskan dengan tiba-tiba.
b. Gempa bumi tumbukan
Gempa Bumi ini diakibatkan oleh tumbukan meteor atau asteroid yang jatuh
ke Bumi, jenis gempa Bumi ini jarang terjadi.
c. Gempa bumi runtuhan
Gempa Bumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur ataupun pada daerah
pertambangan, gempabumi ini jarang terjadi dan bersifat lokal.
d. Gempa bumi vulkanik
Gempa Bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi
sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan
menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan terjadinya gempa
bumi. Gempa bumi tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut.

Kebanyakan gempa Bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh
tekanan yang disebabkan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu
kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan di mana tekanan tersebut tidak
dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa Bumi akan
terjadi. Pergeseran lempeng bumi dapat mengakibatkan gempa bumi karena dalam
peristiwa tersebut disertai dengan pelepasan sejumlah energi yang besar. Selain
pergeseran lempeng bumi, gerak lempeng bumi yang saling menjauhi satu sama lain
juga dapat mengakibatkan gempa bumi. Hal tersebut dikarenakan saat dua lempeng
bumi bergerak saling menjauh, akan terbentuk lempeng baru di antara keduanya.
Lempeng baru yang terbentuk memiliki berat jenis yang jauh lebih kecil dari berat
jenis lempeng yang lama. Lempeng yang baru terbentuk tersebut akan mendapatkan

55
tekanan yang besar dari dua lempeng lama sehingga akan bergerak ke bawah dan
menimbulkan pelepasan energi yang juga sangat besar. Terakhir adalah gerak
lempeng yang saling mendekat juga dapat mengakibatkan gempa bumi. Pergerakan
dua lempeng yang saling mendekat juga berdampak pada terbentuknya gunung.
Seperti yang terjadi pada gunung Everest yang terus tumbuh tinggi akibat gerak
lempeng di bawahnya yang semakin mendekat dan saling bertumpuk

5.3. METODE PERHITUNGAN


Untuk metode perhitungan digunakan metode yang diusulkan oleh Seed and
Idriss (1982). Dimana dalam penggunaannya, besaran CSR (Cyclic Stress Ratio) dan
CRR (Cyclic Resistance Ratio) ditentukan oleh parameter kekuatan gempa (Mw),
PGA, FC, dan tegangan efektif tanah (σ’) dan untuk FC dan SPT terkoreksi (N60cs).

5.4. PERHITUNGAN LIKUIFAKSI


Kedalam lapisan yang ditinjau (z) = tiap lapisan 2 meter tanah
Muka air tanah = 9,5 m
γsat = 19,44 kN/m3

γd1 = 17,7 kN/m3

γd2 = 17,7 kN/m3


Percepatan gravitasi (g) = 9,81 m/ss
γw = 10 kN/m3
Untuk data gempa yang dipakai merupakan data gempa yang terjadi di D.I.
Yogyakarta pada tanggal 27 Mei 2006 dengan data sebagai berikut :
Kedalaman gempa (h) = 11,3 km
Magnitude (Mw) = 6,2 SR
Jarak lokasi dengan episenter (ro) = 33 km
Mencari nilai r dimana digunakan rumus=√ ro2+ 82
= √ 332 +82
= 33,96 km

56
Mencari jarak Hipocenter ( R ) = √ r 2 +h2
= √ 33,90592+ 11,32
= 35,787 km
Percepatan gempa (amax) =10(0,71+0,23 ( Mw−6 )−log ( r )−0,0027 r )
= 0,1360

5.4.1 Perhitungan Tegangan Total (σ)


σ1 = Hz1 x γd1
= 2 x 17,7
= 35,4 kN/m2
σ2 = Hz2 x γd1
= 4 x 17,7
= 70,8 kN/m2
σ3 = Hz3 x γd1
= 6 x 17,7
= 106,2 kN/m2
σ4 = Hz4 x γd1
= 8 x 17,7
= 141,6 kN/m2
σ5 = Hz5 x γd1
= 10 x 17,7
= 177 kN/m2
σ6 = Hz6 x γd1
= 12 x 17,7
= 212,4 kN/m2
σ7 = Hz7 x γd1
= 14 x 17,7
= 247,8 kN/m2

57
σ8 = Hz8 x γd2
= 16 x 17,7
= 283,2 kN/m2
σ9 = Hz9 x γd2
= 18 x 17,7
= 318,6 kN/m2
σ10 = Hz10 x γd2
= 20 x 17,7
= 354 kN/m2
σ11 = Hz11 x γd2
= 22 x 17,7
= 389,4 kN/m2
5.4.2 Perhitungan Tekanan Air Pori (u)
u = hmat x γw
= 9,5 x 10
= 95 kN/m2
5.4.3 Perhitungan Tegangan Efektif (σ’)
σ’1 = σ1 – u
= 35,4 – 95
= -59,6 kN/m2
σ’2 = σ2 – u
= 70,8 – 95
= -24,2 kN/m2
σ’3 = σ2 – u
= 106,2 – 95
= 11,2 kN/m2
σ’4 = σ4 – u
= 141,6 – 95
= 46,6 kN/m2

58
σ’5 = σ5 – u
= 177 – 95
= 82 kN/m2
σ’6 = σ6 – u
= 212,4 – 95
= 117,4 kN/m2
σ’7 = σ7 – u
= 247,8 – 95
= 152,8 kN/m2
σ’8 = σ8 – u
= 283,2 – 95
= 188,2 kN/m2
σ’9 = σ9 – u
= 318,6 – 95
= 223,6 kN/m2
σ’10 = σ10 – u
= 354 – 95
= 259 kN/m2
σ’11 = σ11 – u
= 389,4 – 95
= 294,4 kN/m2
5.4.4 Perhitungan Reduksi Tegangan (rd)
( 1−0,4113 z 0,5 + 0.04052 z +0.001753 z1,5 )
rd =
( 1−0,4177 z 0,5 +0,05729 z−0,006205 z 1,5 +0,001210 z0,5 )
z = kedalaman yang ditinjau (m)
Berdasarkan rumus rd diatas didapatkan hasil rd per lapis tanah dibawah
ini
( 1−0,4113 z 0,5 + 0.04052 z +0.001753 z1,5 )
rd1 =
( 1−0,4177 z 0,5 +0,05729 z−0,006205 z 1,5 +0,001210 z0,5 )

59
( 1−0,4113 x 20,5 +0.04052 x 2+0.001753 x 21,5 )
=
( 1−0,4177 x 20,5 +0,05729 x 2−0,006205 x 21,5+ 0,001210 x 20,5 )
= 0,987
( 1−0,4113 z 0,5 + 0.04052 z +0.001753 z1,5 )
rd2 =
( 1−0,4177 z 0,5 +0,05729 z−0,006205 z 1,5 +0,001210 z0,5 )
( 1−0,4113 x 4 0,5 +0.04052 x 4 +0.001753 x 41,5 )
=
( 1−0,4177 x 4 0,5 +0,05729 x 4−0,006205 x 4 1,5+ 0,001210 x 4 0,5 )
= 0,973
( 1−0,4113 z 0,5 + 0.04052 z +0.001753 z1,5 )
rd3 =
( 1−0,4177 z 0,5 +0,05729 z−0,006205 z 1,5 +0,001210 z0,5 )
( 1−0,4113 x 6 0,5 +0.04052 x 6+0.001753 x 61,5 )
=
( 1−0,4177 x 60,5 +0,05729 x 6−0,006205 x 6 1,5 +0,001210 x 60,5 )
= 0,956
( 1−0,4113 z 0,5 + 0.04052 z +0.001753 z1,5 )
rd4 =
( 1−0,4177 z 0,5 +0,05729 z−0,006205 z 1,5 +0,001210 z0,5 )
( 1−0,4113 x 8 0,5 +0.04052 x 8+0.001753 x 81,5 )
=
( 1−0,4177 x 80,5 +0,05729 x 8−0,006205 x 8 1,5+ 0,001210 x 80,5 )
= 0,937
( 1−0,4113 z 0,5 + 0.04052 z +0.001753 z1,5 )
rd5 =
( 1−0,4177 z 0,5 +0,05729 z−0,006205 z 1,5 +0,001210 z0,5 )
( 1−0,4113 x 100,5 + 0.04052 x 10+ 0.001753 x 101,5 )
=
( 1−0,4177 x 10 0,5 +0,05729 x 10−0,006205 x 101,5 +0,001210 x 100,5 )
= 0,905
( 1−0,4113 z 0,5 + 0.04052 z +0.001753 z1,5 )
rd6 =
( 1−0,4177 z 0,5 +0,05729 z−0,006205 z 1,5 +0,001210 z0,5 )
( 1−0,4113 x 120,5 +0.04052 x 12+0.001753 x 121,5 )
=
( 1−0,4177 x 12 0,5+ 0,05729 x 12−0,006205 x 121,5 +0,001210 x 120,5 )
= 0,857
( 1−0,4113 z 0,5 + 0.04052 z +0.001753 z1,5 )
rd7 =
( 1−0,4177 z 0,5 +0,05729 z−0,006205 z 1,5 +0,001210 z0,5 )

60
( 1−0,4113 x 14 0,5 +0.04052 x 14+0.001753 x 14 1,5 )
=
( 1−0,4177 x 14 0,5 +0,05729 x 2−0,006205 x 14 1,5+ 0,001210 x 140,5 )
= 0,794
( 1−0,4113 z 0,5 + 0.04052 z +0.001753 z1,5 )
rd8 =
( 1−0,4177 z 0,5 +0,05729 z−0,006205 z 1,5 +0,001210 z0,5 )
( 1−0,4113 x 16 0,5+ 0.04052 x 16+0.001753 x 161,5 )
=
( 1−0,4177 x 16 0,5 +0,05729 x 2−0,006205 x 161,5 +0,001210 x 16 0,5 )
= 0,728
( 1−0,4113 z 0,5 + 0.04052 z +0.001753 z1,5 )
rd9 =
( 1−0,4177 z 0,5 +0,05729 z−0,006205 z 1,5 +0,001210 z0,5 )
( 1−0,4113 x 180,5 + 0.04052 x 18+ 0.001753 x 181,5 )
=
( 1−0,4177 x 18 0,5 +0,05729 x 18−0,006205 x 181,5 +0,001210 x 180,5 )
= 0,667
( 1−0,4113 z 0,5 + 0.04052 z +0.001753 z1,5 )
rd10=
( 1−0,4177 z 0,5 +0,05729 z−0,006205 z 1,5 +0,001210 z0,5 )
( 1−0,4113 x 20 0,5+ 0.04052 x 20+0.001753 x 201,5 )
=
( 1−0,4177 x 200,5 +0,05729 x 20−0,006205 x 201,5 +0,001210 x 20 0,5 )
= 0,618
( 1−0,4113 z 0,5 + 0.04052 z +0.001753 z1,5 )
rd11=
( 1−0,4177 z 0,5 +0,05729 z−0,006205 z 1,5 +0,001210 z0,5 )
( 1−0,4113 x 220,5 +0.04052 x 22+0.001753 x 221,5 )
=
( 1−0,4177 x 220,5+ 0,05729 x 22−0,006205 x 221,5 + 0,001210 x 220,5 )
= 0,581
5.4.5 Perhitungan Cyclic Stress Ratio (CSR)

CSR =0,65 ( amax


g ) x
( σ
σ)
'

Dimana :
amax = percepatan gempa
g = percepatan gravitasi (9,81 m/s2)
σ = tegangan total

61
σ’ = tegangan efektif
dengan rumus diatas didapatkan nilai CSR tiap lapisan tanah dibawah ini

CSR1 =0,65 ( amax


g ) x
σ
(σ )
'

0,1360 34
=0,65 ( ) x(
9,81 −56 )
= -0,0053

CSR2 =0,65 ( amax


g ) x
( σ
σ)
'

0,1360 68
=0,65 ( ) x(
9,81 −22 )
= -0,0256

CSR3 =0,65 ( amax


g ) (σ )
x
σ
'

0,1360 102
=0,65 (
9,81 ) ( 12 )
x

= 0,0818

CSR4 =0,65 ( amax


g ) x
σ
(σ )
'

0,1360 136
=0,65 ( ) x(
9,81 46 )
= 0,0257

CSR5 =0,65 ( amax


g ) x
( σ
σ)
'

0,1360 170
=0,65 ( ) x(
9,81 80 )❑

= 0,0176

CSR6 =0,65 ( amax


g ) x
( σ
σ)
'

0,1360 204
=0,65 ( ) x(
9,81 114 )

62
= 0,0140

CSR7 =0,65 ( amax


g ) x
( σ
σ)
'

0,1360 239,4
=0,65 ( ) x(
9,81 149,4 )
= 0,0116

CSR8 =0,65 ( amax


g ) (σ )
x
σ
'

0,1360 273,6
=0,65 (
9,81 ) ( 183,6 )
x

= 0,0099

CSR9 =0,65 ( amax


g ) x
σ
(σ )
'

0,1360 307,8
=0,65 ( ) x(
9,81 217,8 )
= 0,0086

CSR10 =0,65 ( amax


g ) x
( σ
σ)
'

0,1360 342
=0,65 ( ) x(
9,81 252 )
= 0,0076

CSR11 =0,65 ( amax


g ) (σ )
x
σ
'

0,1360 376,2
=0,65 (
9,81 ) ( 286,2 )
x

= 0,0069
5.4.6 Perhitungan CRR (Cyclic Resistance Ratio)
Cb =1
Cr =1
Cs =1
Ef = 0,55

63
a. Menghitung nilai N60
Dimana dipakai rumus
N60 = (1/0,6) x Nrata-rata lapisan x Cb x Cr x Cs x Ef
Dan didapatkan nilai N60 per lapisan tanah sebagai berikut
N601 = (1/0,6) x Nrata-rata lapisan x Cb x Cr x Cs x Ef
= (1/0,6) x 15 x 1 x 1 x 1 x 0,55
= 13,75
N602 = (1/0,6) x Nrata-rata lapisan x Cb x Cr x Cs x Ef
= (1/0,6) x 17 x 1 x 1 x 1 x 0,55
= 15,13
N603 =(1/0,6) x Nrata-rata lapisan x Cb x Cr x Cs x Ef
= (1/0,6) x 19 x 1 x 1 x 1 x 0,55
= 17,11
N604 =(1/0,6) x Nrata-rata lapisan x Cb x Cr x Cs x Ef
= (1/0,6) x 20 x 1 x 1 x 1 x 0,55
= 18,56
N605 =(1/0,6) x Nrata-rata lapisan x Cb x Cr x Cs x Ef
= (1/0,6) x 21 x 1 x 1 x 1 x 0,55
= 19,07
N606 =(1/0,6) x Nrata-rata lapisan x Cb x Cr x Cs x Ef
= (1/0,6) x 22 x 1 x 1 x 1 x 0,55
= 19,86
N607 =(1/0,6) x Nrata-rata lapisan x Cb x Cr x Cs x Ef
= (1/0,6) x 23 x 1 x 1 x 1 x 0,55
= 20,69
N608 =(1/0,6) x Nrata-rata lapisan x Cb x Cr x Cs x Ef
= (1/0,6) x 24 x 1 x 1 x 1 x 0,55
= 22,00
N609 =(1/0,6) x Nrata-rata lapisan x Cb x Cr x Cs x Ef
= (1/0,6) x 25 x 1 x 1 x 1 x 0,55

64
= 22,71
N6010 =(1/0,6) x Nrata-rata lapisan x Cb x Cr x Cs x Ef
= (1/0,6) x 26 x 1 x 1 x 1 x 0,55
= 23,47
N6011 =(1/0,6) x Nrata-rata lapisan x Cb x Cr x Cs x Ef
= (1/0,6) x 27 x 1 x 1 x 1 x 0,55
= 24,33
b. SPT terkoreksi N60cs
Diambil nilai sebagai berikut
Fc = 5%
α =0
β =1
N60cs = α + β x N60
Dari perhitungan dengan rumus diatas didapat nilai N60cs per lapisan
tanah sebagai berikut :
N60cs1 = α + β x N60
= 0 + 1 x 1,38
= 13,75
N60cs2 = α + β x N60
= 0 + 1 x 1,51
= 15,13
N60cs3 = α + β x N60
= 0 + 1 x 1,71
= 17,11
N60cs4 = α + β x N60
= 0 + 1 x 1,86
= 18,56
N60cs5 = α + β x N60
= 0 + 1 x 1,91
= 19,07

65
N60cs6 = α + β x N60
= 0 + 1 x 1,99
= 19,86
N60cs7 = α + β x N60
= 0 + 1 x 2,07
= 20,69
N60cs8 = α + β x N60
= 0 + 1 x 2,20
= 22,00
N60cs9 = α + β x N60
= 0 + 1 x 2,27
= 22,71
N60cs10 = α + β x N60
= 0 + 1 x 2,35
= 23,47
N60cs11 = α + β x N60
= 0 + 1 x 2,43
= 24,33

Sehingga dapat dicari nilai Cyclic Resistance Ratio (CRR) untuk gempa
dengan magnitude 7,5 SR dengan menggunakan rumus dibawah ini

1 ( N 60 cs ) 60 50 1
CRRMw7,5 = + + −
34−( N 60 cs ) 60 135 ( 10 x ( N 60 cs ) 60+ 45 )2
200

Dengan rumus diatas didapat nilai Cyclic Resistance Ratio (CRR) tiap
lapisan sebagai berikut ini
1 ( N 60 cs ) 60 50 1
CRRMw lapis 1 = + + −
34−( N 60 cs ) 60 135 ( 10 x ( N 60 cs ) 60+ 45 ) 200
2

66
1 (15,58) 60 50 1
= + + 2

34−( 15,58 ) 60 135 ( 10 x ( 15,58 ) 60+ 45 ) 200
= 0,1477
1 ( N 60 cs ) 60 50 1
CRRMw lapis 2 = + + −
34−( N 60 cs ) 60 135 ( 10 x ( N 60 cs ) 60+ 45 ) 200
2

1 (17,42 ) 60 50 1
= + + −
34−( 17,42 ) 60 135 ( 10 x ( 17,42 ) 60+ 45 ) 200
2

= 0,1613
1 ( N 60 cs ) 60 50 1
CRRMw lapis 3 = + + −
34−( N 60 cs ) 60 135 ( 10 x ( N 60 cs ) 60+ 45 )2
200

1 ( 18.94 ) 60 50 1
= + + −
34−( 18.94 ) 60 135 ( 10 x ( 18.94 ) 60+45 ) 200
2

= 0,1820
1 ( N 60 cs ) 60 50 1
CRRMw lapis 4 = + + −
34−( N 60 cs ) 60 135 ( 10 x ( N 60 cs ) 60+ 45 ) 200
2

1 ( 18.79 ) 60 50 1
= + + −
34−( 18.79 ) 60 135 ( 10 x ( 18.79 ) 60+45 ) 2
200

= 0,1982
1 ( 18.79 ) 60 50 1
CRRMw lapis 5 = + + −
34−( 18.79 ) 60 135 ( 10 x ( 18.79 ) 60+45 ) 200
2

1 ( 19,25 ) 60 50 1
= + + −
34−( 19,25 ) 60 135 ( 10 x ( 19,25 ) 60+45 ) 200
2

= 0,2041
1 ( N 60 cs ) 60 50 1
CRRMw lapis 6 = + + −
34−( N 60 cs ) 60 135 ( 10 x ( N 60 cs ) 60+ 45 )2
200

1 (19,71 ) 60 50 1
= + + −
34−( 19,71 ) 60 135 ( 10 x ( 19,71 ) 60+ 45 ) 200
2

= 0,2137
1 ( N 60 cs ) 60 50 1
CRRMw lapis 7 = + + −
34−( N 60 cs ) 60 135 ( 10 x ( N 60 cs ) 60+ 45 ) 200
2

67
1 ( 20,43 ) 60 50 1
= + + −
34−( 20,43 ) 60 135 ( 10 x ( 20,43 ) 60+ 45 ) 200
2

= 0,2242
1 ( N 60 cs ) 60 50 1
CRRMw lapis 8 = + + −
34−( N 60 cs ) 60 135 ( 10 x ( N 60 cs ) 60+ 45 ) 200
2

1 ( 22 ) 60 50 1
= + + −
34−( 22 ) 60 135 ( 10 x ( 22 ) 60+ 45 ) 200
2

= 0,2420
1 ( N 60 cs ) 60 50 1
CRRMw lapis 9 = + + −
34−( N 60 cs ) 60 135 ( 10 x ( N 60 cs ) 60+ 45 ) 200
2

1 ( 23,32 ) 60 50 1
= + + −
34−( 23,32 ) 60 135 ( 10 x ( 23,32 ) 60+ 45 ) 200
2

= 0,2525
1 ( N 60 cs ) 60 50 1
CRRMw lapis 10 = + + −
34−( N 60 cs ) 60 135 ( 10 x ( N 60 cs ) 60+ 45 ) 200
2

1 ( 24,02 ) 60 50 1
= + + −
34−( 24,02 ) 60 135 ( 10 x ( 24,02 ) 60+ 45 ) 2
200

= 0,2644
1 ( N 60 cs ) 60 50 1
CRRMw lapis 11 = + + −
34−( N 60 cs ) 60 135 ( 10 x ( N 60 cs ) 60+ 45 ) 200
2

1 ( 24,83 ) 60 50 1
= + + −
34−( 24,83 ) 60 135 ( 10 x ( 24,83 ) 60+ 45 ) 200
2

= 0,2793

5.4.7 Perhitungan FS
Faktor Keamanan (FS) merupakan perbandingan dari nilai Cyclic Strees
Ratio (CSR) dengan Cyclic Resistance Ratio (CRR) dengan rumus dan
persyaratan sebagai sebagai berikut :
CRR
FS =
CSR

68
Jika FS mengalami hal berikut :
FS < 1 maka terjadi likuifaksi
FS = 1 maka tanah dalam keadaan kritis
FS > 1 maka tidak terjadi likuifaksi

CRR
FS lapis 1 =
CSR
0,1477
=
−0,0053
= -27,98 < 1 (terjadi likuifaksi)
CRR
FS lapis 2 =
CSR
0,1613
=
−0,0256
= -6,29 < 1 (terjadi likuifaksi)
CRR
FS lapis 3 =
CSR
0,1820
=
0,818
= 2,23 < 1 (terjadi likuifaksi)
CRR
FS lapis 4 =
CSR
0,1982
=
0,0257
= 7,73 > 1 (tidak terjadi likuifaksi)
CRR
FS lapis 5 =
CSR
0,2041
=
0,0176
= 11,6 > 1 (tidak terjadi likuifaksi)
CRR
FS lapis 6 =
CSR

69
0,2137
=
0,0140
= 15,31 > 1 (tidak terjadi likuifaksi)
CRR
FS lapis 7 =
CSR
0,2242
=
0,0116
= 19,32 > 1 (tidak terjadi likuifaksi)
CRR
FS lapis 8 =
CSR
0,2420
=
0,0099
= 24,54 > 1 (tidak terjadi likuifaksi)
CRR
FS lapis 9 =
CSR
0,2525
=
0,0086
= 29,49 > 1 (tidak terjadi likuifaksi)
CRR
FS lapis 10 =
CSR
0,2644
=
0,0076
= 34,75 > 1 (tidak terjadi likuifaksi)
CRR
FS lapis 11 =
CSR
0,2793
=
0,0069
= 40,37 > 1 (tidak terjadi likuifaksi)

5.5 HASIL ANALISIS LIKUIFAKSI


Dari perhitungan didapatkan hasil nilai keamanan (FS) untuk setiap lapisan tanah
sebagai berikut :

Kedalaman CSR CRRMw FS Cek

70
2 -0,0053 0,1477 -27,98429026 Tidak
aman

4 -0,0256 0,1613 -6,293551888 Tidak


aman

6 0,0818 0,1820 2,225140017 aman

8 0,0257 0,1982 7,726315122 aman

10 0,0176 0,2041 11,59888933 aman

12 0,0140 0,2137 15,30771271 aman

14 0,0116 0,2242 19,32062837 aman

16 0,0099 0,2420 24,53625512 aman

18 0,0086 0,2525 29,49219008 aman

20 0,0076 0,2644 34,74685717 aman

22 0,0069 0,2793 40,36689778 aman

71
BAB 6

PENUTUP

6.1 KESIMPULAN

Dari hasil perhitungan yang dilakukan pada BAB 4 diperoleh kesimpulan sebagai
berikut :

1. Kedalaman tiang pancang dan daya dukung tanah diperoleh dari uji
N-SPT dimana kedalaman tiang 21,3 meter dengan panjang tiang 10
meter, ujung tiang terjepit sedalam 0,7 meter

2. Kapasitas dukung tiang dianalisis dengan metode sechrenetmam dan


Natting ham didapat :

Kapasitas dukung tiang desak Qa = 886,2585426 kN

Kapasitas dukung tiang tarik Ta = 205,4613333 kN

Kapasitas dukung terhadap gaya lateral Ha = 42,19324 kN

3. Setelah dianalisis dengan kontrol beban tetap dan didapat jumlah tiang
yang digunakan 35 tiang

4. Defleksi yang terjadi adalah 0,00318 cm

72
5. Efisiensi tiang diambil dari uji beban skala penuh O’neill dan diambil
Eg=1

6.2 SARAN

1. Penentuan jenis tanah baiknya dari uji sondir maupun N-SPT harus
dipastikan secara teliti karena analisis daya dukung tanah

2. Setelah gitungan kapasitas daya dukung tanah dianalisis dengan cara


statis akan lebih baik setelah tiang pancang dianalisis dengan cara
pemancangan, dapat menimbulkan perbedaan yang besar

3. Alasan lain mengapa perhitungan kapasitas daya dukung juga dihitung


secara dinamis adalah adalnya fenomena relaxion pada tanah granuler,
yakni peristiwa penurunan kapasitas dukung tanah pasir yang
terendam air. Berbeda dengan halnya tanah lempung yang setelah
dipancang justru mengalami kenaikan kapasitas daya dukung,
fenomena ini disebut ‘soil set up’ (Harry Cristady hal 92)

4. Sebelum mendesain sebaiknya mengetahui perbedaan metode


perancangan misalnya kapasitas daya dukung tiang dalam
tanah granuler (c=0)

a. Metode poulus dan davis, nilai nilai koefisien didasarkan pada pengujian
tiang dari pipa baja

b. Metode coyle dan costdlo, cara empiris untuk menghitung kapasitas dukung
ujung tiang dalam tanah pasir dengan mempertimbangan
penurunannya

c. Metode kultawy, menitik beratkan indeks kekakuan tanah/ rigity indeks.

d. Metode schmertman dan hotingham, cocok untuk kapasitas daya dukung


tiang dari uji sondir

73
e. Metode mayerhof, kapasitas tanah pasir dengan memperhatinkan skala dan
penetrasi tiang.

5. Kapasitas dukung tiang dalam tanah kohesif (Q=0)

a. Metode α, menitik beratkan pada faktor kohesi


b. Metode α, menitik beratkan pada koefisien
c. Metode Tomlingson, memperlihatkan pengaruh bentuk lapisan tanah
d. Metode Bagemen, dihuungkan dengan kohesi tak terdrainase

74

Anda mungkin juga menyukai