Anda di halaman 1dari 10

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, SIKAP PASIEN DAN DUKUNGAN

KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA


PASIEN TB PARU DI BKPM PATI

Gendhis Indra Dhewi*).,


Yunie Armiyati**), Mamat Supriyono***)

*)Mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang,


**)Dosen Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Muhammadiyah Semarang,
***)PNS di KEMENHAN

ABSTRAK

TB Paru adalah penyakit penyebab kematian ke 3 di Indonesia, sesudah kardiovaskuler dan


penyakit saluran pernapasan. Perilaku kepatuhan dapat dipengaruhi berbagai faktor antara lain
pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan
antara pengetahuan, sikap pasien dan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada
pasien TB Paru di BKPM Pati. Penelitian ini adalah menggunakan desain cross-sectional study.
Sampel penelitian adalah total sampling sebesar 40 orang. Hasil penelitian menunjukkan ada
hubungan bermakna antara pengetahuan dengan kepatuhan minum obat TB Paru dengan nilai
p=0,000. Ada hubungan bermakna antara sikap dengan kepatuhan minum obat TB Paru dengan
nilai p=0,001. Ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan kepatuhan
minum obat TB Paru dengan nilai p=0,000. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah agar
BKPM Pati mengoptimalkan penyuluhan kesehatan agar pasien tetap patuh minum obat, dan
keluarga diharapkan selalu memberikan dukungan dan motivasi pada pasien.

Kata kunci: TB Paru, pengetahuan, sikap pasien, dukungan keluarga, kepatuhan minum obat TB
Paru.

ABSTRACT

Pulmonary TB is a disease cause of death for three in Indonesia, after cardiovascular and
respiratory diseases. Compliance behavior can be influenced by many factors including
knowledge, attitude and family support. The purpose of this study was to determine the
relationship between knowledge, attitudes and support for families of patients with medication
adherence in patients with pulmonary TB at the BKPM Pati. This study is the use of cross-
sectional study design. Study sample is total sampling of 40 people. The results showed no
significant relationship between knowledge with pulmonary TB drug compliance with the p-
value = 0.000. There is a significant relationship between attitudes with pulmonary TB drug
compliance with the p-value = 0.001. There was a significant association between family support
with Pulmonary TB drug compliance with the p-value = 0.000. Recommendations can be given is
that the BKPM Pati optimize patient health education in order to remain adherent to take
medication, and families are expected to always provide the support and motivation in patients.

Key words: Pulmonary TB, knowledge, attitudes of patients, family support, pulmonary TB
medication adheence
PENDAHULUAN Strategi yang direkomendasikan untuk
mengendalikan dengan pendekatan strategi
Kasus penderita TB Paru di Indonesia adalah TB Paru yaitu DOTS (Directly Observed
terbesar ke 3 di dunia, sesudah Cina dan Treatment Shortcourse). DOTS terdiri dari 5
India. Survey Kesehatan Penyakit TB Paru komponen yaitu komitmen pemerintah untuk
adalah penyakit menular langsung yang mempertahankan kontrol terhadap TB Paru;
disebabkan oleh kuman Mycobacterium deteksi kasus TB Paru diantara orang-orang
Tuberculosis. Tuberkulosis Paru disebut juga yang memiliki gejala-gejala melalui
penyakit TB BTA positif. Sebagian besar pemeriksaan dahak; pengobatan teratur
kuman TB menyerang Paru, tetapi juga selama 6-8 bulan yang diawasi; persediaan
dapat mengenai organ tubuh lainnya. Cara obat TB Paru yang rutin dan tidak terputus;
penularan penyakit ini adalah pada waktu dan sistem laporan untuk monitoring dan
batuk dan bersin oleh pasien TB BTA evaluasi perkembangan pengobatan dan
positif. Penderita menyebarkan kuman ke program.
udara dalam bentuk droplet (percikan dahak)
(Depkes RI, 2001, hlm.7). Kondisi di lapangan masih terdapat
penderita TB Paru yang gagal menjalani
Penemuan suspek tahun 2008 sebanyak pengobatan secara lengkap dan teratur.
8.511 suspek, penemuan penderita TB Keadaan ini disebabkan oleh banyak faktor,
Paru BTA positif pada tahun 2008 tetapi yang paling banyak memainkan
sebanyak 747 orang mengalami perannya adalah ketidakpatuhan penderita
penurunan, bila dibandingkan tahun 2007 dalam menjalani pengobatan (Sukana, et al.
sebanyak 750 orang. Hal ini kemungkinan 2003, ¶4). Kepatuhan adalah hal yang sangat
disebabkan karena beberapa UPK belum penting dalam perilaku hidup sehat.
memenuhi target program angka Kepatuhan minum OAT adalah
penemuan penderita baru Case Detection mengkonsumsi obat-obatan yang diresepkan
Rate (CDR) tahun 2008 sebesar 47% dokter pada waktu dan dosis yang tepat.
mengalami penurunan, bila dibandingkan Pengobatan hanya akan efektif apabila
tahun 2007 (49%). Penelitian ini diambil di pasien mematuhi aturan dalam penggunaan
kota Pati dikarenakan masih banyak yang obat (Laban, 2008, hlm.8). Selain itu masalah
menderita TB Paru. Kejadian TB Paru lainnya adalah pengobatan penyakit TB Paru
dengan angka penemuan penderita TB memerlukan jangka waktu yang lama dan
dengan TBA (+) baru di Jawa Tengah tahun rutin yaitu 6-8 bulan. Dengan demikian,
2006 sebanyak 17.318 penderita (Case apabila penderita meminum obat secara
Detection Rate/CDR 49,82%). Angka tidak teratur atau tidak selesai, justru akan
tersebut diperoleh dari penemuan di mengakibatkan terjadinya kekebalan ganda
puskesmas 13.958 penderita ditambah dari kuman TB Paru terhadap obat Anti-
rumah sakit dan BP4 sebanyak 3.360 Tuberkulosis (OAT), yang akhirnya untuk
penderita TB Paru (+) baru. Angka pengobatannya penderita harus
penemuan kasus ini masih rendah oleh mengeluarkan biaya yang tinggi/ mahal serta
karena itu perlu diupayakan peningkatannya dalam jangka waktu yang relative lebih
(provinsi jawa tengah, 2006, hlm.23). lama.
Sedangkan di daerah Semarang dengan
penemuan TB Paru tertinggi di daerah Mijen Faktor yang mempengarui perilaku
(Dinkes, 2009, hlm.31). kepatuhan pasien dalam minum obat adalah
faktor predisposing meliputi pengetahuan,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, sikap;
faktor enabling meliputi ketersediaan sarana pengobatan TB Paru yaitu : 203 orang dan
atau fasilitas kesehatan; dan faktor drop out 14 orang. Sejak bulan Januari
reinforcing yaitu dukungan keluarga dan sampai dengan Desember 2010 penderita TB
sikap petugas kesehatan. Selanjutnya tentang Paru yang mendapat pengobatan TB Paru
pengetahuan dalam ranah kognitif yaitu 186 orang dan drop out 15 orang.
mempunyai enam tingkatan yaitu: tahu Menurut informasi dari petugas BKPM Pati,
(know), memahami (comprehension), faktor yang paling berpengaruh dalam
aplikasi (application), analisis (analysis), pengobatan paru adalah pengetahuan. Selain
sintesis (synteshsis) dan evaluasi itu dapat disebabkan oleh kurang
(evaluation). Sikap juga respon tertutup maksimalnya dukungan keluarga pada
seseorang terhadap stimulus atau objek penderita yang menderita TB Paru.
tertentu, yang sudah melibatkan faktor
pendapat dan emosi yang bersangkutan METODE PENELITIAN
(senang- tidak senang, setuju-tidak setuju,
baik-tidak baik, dan sebagainya). Dukungan Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif
keluarga merupakan bagian dari pasien yang korelatif dengan menggunakan rancangan
paling dekat dan tidak dapat dipisahkan. penelitian cross-sectional study, jenis
Sehingga dari faktor pengetahuan, sikap dan penelitian deskriptif korelatif ini merupakan
dukungan keluarga sangat berpengaruh rancangan penelitian dengan
dalam meningkatnya kepatuhan minum obat menggambarkan masalah keperawatan yang
TB Paru. terjadi pada kasus tertentu berhubungan
dengan distribusinya ada hubungan atau
Dukungan keluarga sangat berperan dalam tidak dan seberapa erat hubungan tersebut
rangka meningkatkan kepatuhan minum (Hidayat, 2007, hlm.27).
obat. Keluarga adalah unit terdekat dengan
pasien dan merupakan motivator terbesar Sampel dari penelitian ini dilakukan dengan
dalam perilaku berobat penderita TB Paru. cara total sampling responden, karena
Pada saat ini belum ada data yang pasti diperkirakan jumlah TB Paru BTA positif
tentang bobot pengaruh dukungan keluarga rawat jalan yang berobat di BKPM Pati
yang diperlukan pasien TB Paru dalam hal dalam satu triwulan adalah 40 orang, yang
ini adalah sikap, tindakan dan penerimaan memenuhi kriteria inklusi dan kriteria
keluarga terhadap anggota keluarga yang eksklusi. Penelitian dilakukan mulai 25
sakit. Menurut Friedman (1998), Keluarga November 2011 sampai dengan 20
memandang bahwa orang yang bersifat Desember 2011. Alat pengumpul data dalam
mendukung selalu siap memberikan penelitian ini adalah kuesioner.
dukungan agar pasien rutin dalam
pengobatan. Adanya perhatian dan dukungan Analisa yang digunakan pada penelitian ini
keluarga dalam mengawasi dan adalah analisis univariat dan bivariat.
mengingatkan penderita untuk minum obat Analisis bivariat digunakan untuk
dapat memperbaiki derajat kepatuhan mendeskripsikan hubungan antara variabel
penderita. bebas yang terdiri dari faktor pengetahuan,
sikap pasien dan dukungan keluarga dan
Data yang diperoleh dari seksi TB Paru di variabel terikat yaitu kepatuhan minum obat
Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) pada pasien TB Paru yang dilakukan dengan
Pati. Sejak bulan Januari sampai bulan uji Chi-Square (x2), digunakan untuk
Desember 2009, menunjukkan bahwa mengetahui atau mencari hubungan variabel
jumlah pasien TB Paru yang mendapat bebas dengan variabel tergantung. Analisis
bivariat dalam penelitian ini menggunakan produktif yang mempunyai mobilitas yang
pengganti uji Chi Square yaitu Fisher exact sangat tinggi sehingga kemungkinan untuk
test karena expected number dari tiap-tiap terpapar kuman Mycobacterium tuberculosis
sel ada yang nilainya <5 maka dilakukan uji paru lebih besar, selain itu reaktifan endogen
pengganti (aktif kembali yang telah ada dalam tubuh)
cenderung terjadi pada usia produktif.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN 2. Karakteristik Jenis Kelamin

1. Karakteristik Usia Responden Tabel 5.3


Distribusi responden TB Paru berdasarkan jenis
Tabel 5.1 kelamin di BKPM Pati pada bulan Desember
Distribusi rata-rata umur responden TB Paru 2011
di BKPM Pati pada bulan Desember 2011 (n=40)
(n=40) Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
Varia Mean Median Std. Min- (%)
bel Deviation Maks Laki-laki 21 52.5
Usia 44,78 45,00 14,745 16,00- Perempuan 19 47.5
71,00
Total 40 100.0
Hasil penelitian dalam tabel 5.1 di atas
menunjukkan bahwa usia responden berkisar Hasil penelitian dalam tabel 5.3 menunjukkan
antara 16-71 tahun dengan rata-rata adalah bahwa responden yang terbanyak berjenis
45 tahun dengan standart deviation 15 tahun. kelamin laki-laki sebanyak 21 responden
atau 52.5%. Hasil penelitian ini sesuai
Tabel 5.2 dengan hasil penelitian Sitepu (2009) yang
Distribusi responden TB Paru berdasarkan menunjukkan bahwa jenis kelamin paling
kelompok usia di BKPM Pati pada bulan banyak terdapat pada jenis kelamin laki-laki
Desember 2011 sebanyak 72 orang (64,9%). Laki-laki
(n=40) memiliki mobilitas yang lebih tinggi
Usia Frekuensi Persentase (%) dibandingkan perempuan sehingga
Remaja 1 2.5 kemungkinan untuk terpapar kuman
Dewasa muda 13 32.5 penyebab TB Paru lebih besar, selain itu
Paruhbaya 23 57.5 kebiasaan laki-laki mengkonsumsi rokok,
Lansia 3 7.5 minum alkohol dan keluar malam hari dapat
menurunkan system kekebalan tubuh.
Total 40 100.0

Tabel 5.2menunjukkan sebagian besar


responden usia Paruhbaya sebanyak 23
responden atau 57,5%. Hasil penelitian
menujukkan bahwa usia Hasil penelitian ini
sesuai dengan hasil penelitian Sitepu (2009)
yang menunjukkan bahwa kelompok umur
paling banyak adalah pada umur produktif
(15-55 tahun) sebanyak 103 orang (92,8%)
Hal ini dapat diasumsikan karena kelompok
usia 15-55 tahun adalah kelompok usia
3. Karakteristik Pendidikan Hasil penelitian dalam tabel 5.5 menunjukkan
bahwa responden terbanyak bekerja sebagai
Tabel 5.4 buruh tani adalah 23 responden atau 57,5%.
Distribusi responden TB Paru berdasarkan Pekerjaan responden dapat disimpulkan
pendidikan di BKPM Pati pada bulan Desember memiliki penghasilan yang kurang.
2011 Responden yang mempunyai penghasilan
(n=40)
kurang atau rendah biasanya akan lebih
Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase mengutamakan kebutuhan primer dari pada
(%) pemeliharaan kesehatan. Seperti yang
Tidak Sekolah 0 0.0 disampaikan Amira, (2005, ¶3) bahwa
Tamat SD 18 45.0 umumnya individu yang mempunyai
Tamat SLTP 9 22.5 penghasilan kurang menyebabkan
Tamat SLTA 9 22.5 kemampuan memperoleh status gizi menjadi
Perguruan Tinggi 4 10.0 kurang baik dan kurang seimbang sehingga
Total 40 100.0 berdampak pada menurunnya status
kesehatan.

Hasil penelitian dalam tabel 5.4 menunjukkan 5. Karakteristik Pengetahuan


bahwa responden yang terbanyak
berpendidikan tamat SD sebanyak 18 Tabel 5.6
responden atau 45%. Hasil penelitian ini Distribusi responden TB Paru berdasarkan
sesuai dengan hasil penelitian Sitepu (2009) pengetahuan tentang di BKPM Pati pada bulan
Desember 2011
yang menunjukkan bahwa tingkat
(n=40)
pendidikan yang paling banyak adalah
tingkat pendidikan SLTP/Sederajat sebanyak Persentase
Pengetahuan Frekuensi
(%)
40 orang (36%). Tingkat pendidikan sangat
Kurang 10 25.0
berpengaruh terhadap kemampuan penderita
untuk menerima informasi tentang penyakit, Baik 30 75.0
terutama TB Paru. Kurangnya informasi Total 40 100.0
tentang penyakit TB Paru menyebabkan
kurangnya pengertian kepatuhan penderita Hasil penelitian dalam tabel 5.6
terhadap pengobatan atau berhenti bila menunjukkan bahwa pengetahuan responden
gejala penyakit tidak dirasakan lagi. tentang TB Paru termasuk dalam kategori
baik sebanyak 30 reponden (75.0%). Hasil
4. Karakteristik Pekerjaan penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian
Sudiro (2001) pada 70 responden di BP4
Tabel 5.5 Surakarta yang menunjukkan bahwa 30
Distribusi responden TB Paru berdasarkan orang (42,9%) mempunyai pengetahuan
pekerjaan di BKPM Pati pada bulan Desember
yang tinggi tentang penyakit dan pengobatan
2011
(n=40)
tuberkulosis paru.

Pekerjaan Frekuensi Persentase (%) Pendidikan yang tinggi diharapkan akan


Swasta 13 32.5 memiliki pengetahuan yang cukup tentang
Buruh tani 23 57.5 faktor-faktor yang berhubungan dengan
PNS 4 10 kepatuhan berobat pada pasien TB Paru.
40 100.0 Berdasarkan tingkat pendidikan formal
Total
penderita TB Paru tidak memberikan bertanggung jawab terhadap apa yang telah
dampak yang berarti terhadap kejadian diyakininya (Notoatmodjo, 2003, Hlm. 22).
kepatuhan berobat, dimana tidak berlaku
pada penelitian ini bahwa semakin tinggi, 7. Karakteristik Dukungan keluarga
atau semakin rendah pendidikan seseorang
penderita akan cenderung patuh berobat Tabel 5.8
dalam hal ini adalah penderita TB Paru. Distribusi responden berdasarkan Dukungan
keluarga dalam pengobatan TB Paru di
6. Karakteristik Sikap BKPM Pati pada bulan Desember 2011
(n=40)
Tabel 5.7 Dukungan Frekuensi Persentase (%)
Distribusi responden berdasarkan sikap dalam Keluarga
pengobatan TB Paru di BKPM Pati pada bulan Kurang 11 27.5
Desember 2011 Baik 29 72.5
(n=40) Total 40 100.0

Sikap Frekuensi Persentase (%) Hasil analisis tabel 5.8 menunjukkan bahwa
Kurang 9 22.5 dukungan keluarga responden dalam
Baik 31 77.5 pengobatan TB Paru termasuk dalam
Total 40 100.0 kategori baik sebanyak 29 responden
(72.5%). Hasil penelitian ini sama dengan
Hasil analisis tabel 5.7 menunjukkan bahwa penelitian Hutapea (2006) pada 134
sikap responden TB paru dalam pengobatan responden di responden di BP4 Surabaya
TB paru termasuk dalam kategori baik yang menunjukkan bahwa didapatkan 73,1%
minum obat sebanyak 31 responden penderita menyatakan anggota keluarga
(77.5%). Hasil penelitian ini berbeda dengan mendorong untuk berobat secara teratur.
penelitian Doni (2007) pada 45 responden di
wilayah kerja puskesmas jatibarang Friedman menyebutkan bahwa keluarga
kecamatan jatibarang kabupaten indramayu memiliki fungsi afektif, adalah fungsi
yang menunjukkan bahwa (77,7%) keluarga yang utama untuk mengajarkan
mempunyai sikap yang cukup baik. segala sesuatu untuk mempersiapkan
anggota keluarga berhubungan dengan orang
Dalam menentukan sikap yang utuh ini, lain; fungsi sosialisasi, adalah fungsi
pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi mengembangkan dan tempat melatih anak
memegang peranan penting. Seperti halnya untuk berkehidupan sosial sebelum
pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat- meninggalkan rumah untuk berhubungan
tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai dengan orang lain diluar rumah, dan fungsi
berikut: mau menerima stimulus yang perawatan/ pemeliharaan kesehatan, yaitu
diberikan (objek), memberikan jawaban atau fungsi untuk mempertahankan keadaan
tanggapan terhadap pertanyaan atau objek kesehatan anggota keluarga agar tetap
yang dihadapi, memberikan nilai yang memiliki produktivitas tinggi ( Friedman,
positif terhadap objek atau stimulus, dalam 1998, hlm. 349).
arti membahasnya dengan orang lain,
bahkan mengajak atau mempengaruhi atau
menganjurkan orang lain merespon, sikap
yang paling tinggi tingkatnya adalah
8. Karakteristik Kepatuhan minum obat 9. Hubungan pengetahuan dengan kepatuhan
minum obat TB Paru.
Tabel 5.9
Distribusi responden berdasarkan Tabel 5.10
kepatuhan minum obat TB Paru Distribusi responden berdasarkan
di BKPM Pati pada bulan Desember pengetahuan dengan kepatuhan minum
2011 obat pada pasien TB Paru
(n=40) di BKPM Pati pada bulan Desember
2011
Kepatuhan Frekuensi P Persentase (%) (n=40)
Tidak Patuh 16 40.0 Kepatuhan minum
Patuh obat RP
24 60.0 Pengetahu
Tidak
∑ p
95% CI
an Patuh
Total 40 100.0 patuh
f f f
Kurang 9 1 10
0,000 3,857
Baik 7 23 30
Hasil analisis tabel 5.9 menunjukkan bahwa Total 16 24 40 (1,953-
kepatuhan responden TB paru dalam minum 7,619)

obat TB Paru termasuk dalam kategori patuh


sebanyak 24 responden (60%). Hal ini Hasil penelitian tabel 5.10 menujukkan ada
dikarenakan motivasi yang tinggi dari hubungan yang signifikan antara
penderita untuk sembuh dan takut bila pengetahuan dengan kepatuhan minum obat
penyakit berlanjut. Serta takut bila lupa TB Paru di BKPM Pati (0,000 p < 0,05) dan
minum obat dan pengobatan harus dimulai RP 3,857 dengan 95% CI 1,953-7,619
dari awal lagi. Meskipun ada satu responden artinya pasien dengan pengetahuan kurang,
yang mengalami alergi (gatal-gatal dan sakit memiliki peluang untuk tidak patuh minum
sendi) tetapi responden tetap minum obat obat sebesar 3,857 kali. Hasil penelitian
secara teratur. Hasil penelitian ini sama sesuai dengan penelitian Sudiro (2001) pada
dengan penelitian Rejeki (2003) pada 34 70 responden di BKPM Surakarta yang
responden di Puskesmas Bojong I menujukkan adanya hubungan positif antara
Kabupaten Pekalongan yang menunjukkan tingkat pengetahuan tentang penyakit dan
bahwa kepatuhan penderita dalam berobat di pengobatan tuberkulosis paru dengan tingkat
Puskesmas Bojong I 100% penderita patuh ketaatan terhadap program pengobatan (p=
dalam berobat dan minum obat. 0,001).

Pengetahuan masyarakat tentang TB paru


sudah baik, ini berkat penyuluhan-
penyuluhan yang diberikan oleh tenaga
kesehatan, maupun iklan-iklan yang tampil
dalam bentuk cetak maupun elektronik.
Tenaga kesehatan harus bekerja sama
dengan masyarakat, karena masih banyak
pemikiran masyarakat tentang TB Paru ini
penyakit tidak menular, penyakit kutukan
dan lain-lain.
10. Hubungan sikap dengan kepatuhan minum 11. Hubungan dukungan keluarga dengan
obat TB Paru. kepatuhan minum obat TB Paru.

Tabel 5.11 Tabel 5.12


Distribusi responden berdasarkan sikap Distribusi responden berdasarkan
dengan kepatuhan minum obat TB dukungan keluarga dengan kepatuhan
Paru di BKPM Pati pada bulan minum obat TB Paru di BKPM Pati
Desember 2011 pada bulan Desember
(n=40) 2011
(n=40)
Kepatuhan minum
obat RP
Dukungan
Tidak
∑ p
95% CI Kepatuhan
keluarga Patuh minum obat RP
patuh
∑ p
f f f Sikap Tidak 95% CI
Kurang 11 0 11 5,800 Patuh
0,00 patuh
Baik 5 24 29 (2,613-
0
12,874) f f f
Total 16 24 40 Kurang 8 1 9 3,444
0,0
Baik 8 23 31 (1,816-
01
6,532)
Hasil penelitian table 5.11 menujukkan nilai
Total 16 24 40
probabilitas p value sebesar 0,001 (p < 0,05)
artinya ada hubungan yang signifikan antara Hasil penelitian table 5.12 menujukkan nilai
sikap dengan kepatuhan minum obat TB probabilitas p value sebesar 0,000 (p < 0,05)
Paru di BKPM Pati dan RP 3,444 dengan maka dapat disimpulkan ada hubungan yang
95% CI 1,816-6,532 artinya pasien dengan signifikan antara dukungan keluarga dengan
sikap kurang, memiliki peluang untuk tidak kepatuhan minum obat TB Paru di BKPM
patuh minum obat sebesar 3,444 kali. Hasil Pati dan RP 5,800 dengan 95% CI 2,613-
penelitian tidak sama dengan penelitian Doni 12,874 artinya pasien dengan dukungan
(2007) pada 45 responden di wilayah kerja keluarga kurang, memiliki peluang untuk
puskesmas jatibarang kecamatan jatibarang tidak patuh minum obat sebesar 5,800 kali.
kabupaten indramayu yang menujukkan Hasil penelitian sesuai dengan penelitian
sikap dengan kepatuhan tidak ada hubungan Hutapea (2006) pada 134 responden di
yang signifikan (p=0,428). Pemberantasan Penyakit Paru (BP4) atau RS
Karangtembok Surabaya yang menujukkan
Hasil ini bisa diasumsikan bahwa sikap adanya hubungan antara dukungan keluarga
seseorang yang baik akan meningkatkan dapat meningkatkan kepatuhan minum OAT
kepatuhan minum obat. Sikap merupakan penderita TB Paru (p = 0,001).
keteraturan antara komponen-komponen
pemikiran (kognitif), hal perasaan (afektif), Kelanjutan berobat pasien TB Paru
dan predisposisi tindakan (konatif) yang diperlukan pengawasan minum obat (PMO).
saling berinteraksi dalam memahami, PMO sangat diperlukan dalam pengobatan
merasakan, dan berperilaku terhadap suatu TB Paru (Djitowiyono & Jamil, 2008, ¶3).
objek dilingkungan sekitarnya (Secord & PMO bisa berasal dari non keluarga dan
Backman 1964, dalam Azwar 1995, hlm. 5). PMO keluarga. PMO yang berasal dari
Sikap yang buruk akan berkontribusi juga keluarga mampunyai ikatan emosional dan
terhadap perilaku pasien TB dalam minum tanggung jawab lebih besar dari pada yang
obat. bukan keluarga. Keteraturan kontrol
responden dapat diatasi dengan adanya PMO
terutama keluarga yang memberikan kepatuhan minum obat selain 3 variabel
dukungan dan bimbingan kepada pasien. yang sudah diteliti oleh peneliti.
SIMPULAN IMPLIKASI KEPERAWATAN
1. Ada hubungan yang signifikan antara Berdasarkan hasil penelitian, implikasi
pengetahuan dengan kepatuhan minum keperawatan yang bisa diambil adalah
obat TB Paru di BKPM Pati (p = 0,000). sebagai berikut:
2. Ada hubungan yang signifikan antara 1. Implikasi pelayanan keperawatan
sikap dengan kepatuhan minum obat TB Penelitian ini dapat menjadi tambahan
Paru di BKPM Pati (p = 0,001). teori dan referensi yang sudah ada bahwa
3. Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap pasien serta
dukungan keluarga dengan kepatuhan dukungan keluarga penting untuk
minum obat TB Paru di BKPM Pati (p = meningkatkan kepatuhan pasien dalam
0,000). minum obat. Kepatuhan minum obat bagi
pasien TB paru merupakan hal yang
SARAN penting dalam membantu kesembuhan
terhadap penyakit. Bila sampai pasien
Berdasarkan hasil penelitian dan tidak patuh maka penyembuhan tidak
pembahasan dapat diberikan saran sebagai sempurna bahkan bisa terjadi komplikasi.
berikut: Hasil penelitian ini diharapkan dapat ini
1. Bagi Balai Kesehatan Paru Pati dapat membantu meningkatkan
BKPM Pati perlu mempertimbangkan kompetensi perawat terutama dalam
untuk meningkatkan pemberian menjalankan perannya sebagai seorang
penyuluhan tentang TB Paru pada pasien edukator. Perawat sebaiknya
dan keluarga agar pasien tetap patuh meningkatkan layanan kesehatan kepada
berobat. masyarakat terutama penyuluhan dalam
2. Bagi masyarakat upaya pencegahan TB Paru dan
a. Pasien sebaiknya tetap patuh minum meningkatkan penyuluhan tentang TB
obat dan melakukan perilaku Paru untuk meningkatkan kesembuhan
kesehatan yang dapat mencegah agar TB Paru yang melalui proses, manfaat,
penyakit tidak bertambah buruk. dan dampaknya bagi pasien.
b. Keluarga sebaiknya tetap
memberikan dukungan pada pasien 2. Implikasi terhadap penelitian keperawatan
dengan cara selalu mengingatkan dan Penelitian ini dapat memberikan masukan
motivasi pasien untuk minum obat bagi perawat tentang faktor-faktor yang
secara teratur serta meluangkan dapat mempengaruhi kepatuhan pasien
waktu untuk mengantarkan pasien dalam minum obat TB Paru. Hasil
berobat ketika pasien membutuhkan penelitian ini dapat dijadikan rujukan atau
bantuan. referensi bagi penelitian selanjutnya.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan DAFTAR PUSTAKA
sebagai tambahan referensi di
perpustakaan STIKES Telogorejo. Anugerah, D. (2007). Hubungan tingkat
4. Bagi Peneliti Selanjutnya pengetahuan dan sikap penderita
Peneliti selanjutnya sebaiknya meneliti TB paru dengan kepatuhan
variabel lain yang berhubungan dengan minum obat di wilayah kerja
puskesmas jatibarang kecamatan ____________ . (2005). Metode penelitian
jatibarang kabupaten indramayu kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Depkes RI. (2001). Pedoman nasional Rejeki, H. (2003). Hubungan antara peran
penanggulangan tuberkulosis. pengawas menelan obat dengan
Jakarta: Depkes tingkat kepatuhan berobat pada
penderita TB paru di puskesmas
Dinas kesehatan pemerintah provinsi jawa bojong I kabupaten pekalongan
tengah. (2006). Profil kesehatan
provinsi jawa tengah. Salamah, U., & Suyanto. (2009). Riset
http://www.depkes.go.id/downloa kebidanan metodologi dan
ds/profil/prov%20jateng%20200 aplikasi. Jogjakarta: MITRA
6.pdf, diperoleh 2 Mei 2011 CENDIKIA

Dinas kesehatan. (2009). Profil kesehatan. Sitepu, M. Y. (2009). Karakteristik


http://www.dinkes- penderita tb paru relapse yang
kotasemarang.go.id/download/pr berobat di balai pengobatan
ofil_kesehatan_2009.pdf, penyakit paru-paru (BP4) medan
diperoleh 2 Mei 2011 tahun 2000-2007

Friedman. (1998). Keperawatan keluarga: Sudiro. (2001). Hubungan antara


teori dan praktek. Jakarta. EGC. pengetahuan penyakit TB paru
dan pengobatannya dengan
Hidayat, A. (2007). Metode penelitian ketaatan terhadap program
kebidanan dan teknik analisis. pengobatan TB paru BTA positif
Jakarta: Salemba Medika di BP4 surakarta

Hutapea. (2006). Pengaruh Dukungan Supriyono, W. A. (2007). Hubungan faktor


Keluarga terhadap Kepatuhan karakteristik, cara minum obat
Minum Obat Anti Tuberkulosis dan kedisiplinan minum obat
TBC paru dengan tingkat
Laban. (2008). Penyakit dan cara keberhasilan pengobatan paket
pencegahannya TBC. TBC paru. Kudus: Universitas
Yogyakarta: KANISIUS. Muhamadiyah Semarang Skripsi

Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan


perilaku kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai