Anda di halaman 1dari 15

BAB IV

LANDASAN TEORI

IV.1.1 Klasifikasi Batuan Ultramafik


Klasifikasi batuan ultramafik berdasarkan kandungan mineral olivin, piroksen
dan hornblende, seperti terlihat pada gambar 4.1, terbagi atas :
1. Dunit
2. Peridotit
3. Piroksenit
4. Hornblendit
5. Serpentinit (Hasil Alterasi mineral olivin dan piroksen)

OLIVIN

Dunit
90 % OL.

PERIDOTIT
Harzburgit
Lherzolit
Wehrlit

PIROKSENIT
Orthopiroksenit HORNBLENDITE
Websterite
Clinopiroksenit

PIROKSEN HORNBLENDE

Gambar IV.1. Klasifikasi batuan ultramafik berdasarkan kandungan mineral olivin,


piroksen,dan hornblende (Streckeisen,1974 dalam Waheed, 2002)

 Dunit

27
Menurut Waheed (2002), dunit merupakan batuan ultramafik yang memiliki
komposisi hampir seluruhnya adalah monomineralik olivin (umumnya magnesia
olivin). Kandungan olivin dalam batuan ini lebih dari 90%, dengan mineral penyerta
meliputi kromit, magnetit, ilmenit, spinel.
 Peridotit
Menurut Waheed (2002), peridotit merupakan batuan ultramafik yang
mengandung lebih banyak olivin tetapi juga mengandung mineral – mineral mafik
lainnya di dalam jumlah yang signifikan. Berdasarkan mineral – mineral mafik yang
menyusunnya, maka batuan peridotit dapat diklasifikasikan sebagai Piroksen
peridotit, Hornblende peridotit, Mika peridotit.
Salah satu batuan peridotit yang dikelompokkan berdasarkan mineral mafik,
yaitu piroksen peridotit. Berdasarkan dari tipe piroksen, maka piroksen peridotit dapat
diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :
 Harzburgit : Tersusun oleh olivin dan orthopiroksen
 Wehrlit : Tersusun oleh olivin dan klinopiroksen
 Lherzolit : Tersusun oleh olivin, orthopiroksen dan klinopiroksen

OLIVIN
Dunit

Harzburgit Wehrlit
Lherzolit
Olivin Olivin
orthopiroksenit klinopiroksenit
Orthopiroksenit Olivin Websterites Klinopiroksenit

Websterit
ORTHOPIROKSEN KLINOPIROKSEN

Gambar IV.2 . Klasifikasi batuan ultramafik yang mengandung olivin, orthopiroksen


dan klinopiroksen (Streckeisen, 1974 dalam Waheed, 2002)

 Piroksenit

28
Menurut Waheed (2002), piroksenit Merupakan batuan ultramafik
monomineral yang seluruhnya mengandung mineral piroksen. batuan – batuan
piroksenit selanjutnya diklasifikasikan ke dalam orthorombik piroksen atau monoklin
piroksen :
1. Orthopiroksenit (orthorombik) : bronzitit
2. Klinopiroksenit (monoklin) : diopsidit, diallagit

 Hornbendit
Menurut Waheed (2002), hornblendit Merupakan batuan ultramafik
monomineral yang seluruhnya mengandung mineral hornblend.

 Serpentinit
Merupakan batuan ultramafik monomineral yang seluruhnya mengandung
mineral serpentin, yang kaya akan mineral mafik. Serpentinit merupakan batuan hasil
alterasi hidrotermal dari batuan ultramafik, dimana mineral – mineral olivin dan
piroksen jika teralterasi akan membentuk mineral serpentin. Batuan ini dapat
terbentuk dari batuan dunit yang terserpentinisasi, dari hornblendit, ataupun peridotit
( Waheed, 2002).

IV.2 Pelapukan
Pelapukan adalah proses disintegrasi fisik dan dekomposisi kimia material
batuan yang ada di permukaan atau dekat permukaan bumi (Parker, 1997 dalam
Waheed, 2002) . Proses pelapukan diikuti oleh pembentukan soil, erosi, transportasi
dan sedimentasi.
Menurut Ollier (1969), tingkat pelapukan mineral dalam batuan ultrabasa
disamping tergantung pada struktur dan komposisi batuan, juga tergantung pada :
1. Ukuran kristal
2. Bentuk kristal.
3. Kesempurnaan kristal.
4. Akses agen pelapukan dan perombakan produk pelapukan

IV.2.1 Pelapukan Mekanis

29
Pelapukan mekanis umumnya disebabkan oleh perubahan suhu yang kontras,
tekanan, penetrasi akar tanaman (Ollier, 1969). Pelapukan mekanis atau disebut juga
disintegrasi batuan masing-masing mempunyai kesamaan yaitu merubah ukuran
batuan atau partikel batuan menjadi semakin kecil, sehingga luas permukaan batuan
yang mengalami kontak dengan agen-agen proses lateritisasi menjadi semakin luas.

IV.2.2 Pelapukan Kimia


Pelapukan kimia yang berhubungan dengan proses lateritisasi ada beberapa
macam (Ollier, 1969), yaitu :
- Pelarutan, merupakan tahap awal dari proses pelapukan kimia. Proses ini
terjadi pada saat adanya aliran air baik di permukaan atau dalam batuan.
Pelarutan dapat berupa presipitasi kimiawi yang akan merubah volume dan
meningkatkan pelapukan fisika.
- Oksidasi dan reduksi, merupakan proses yang akan membentuk mineral-mineral
oksida akibat reaksi antara mineral dengan oksigen, atau jika mengikutsertakan
air akan menjadi mineral hidroksida. Umumnya ditunjukkan dengan hadirnya
besi oksida atau hidroksida, dicirikan oleh warna batuan dan tanah menjadi
merah atau kuning, dan kadang-kadang tertutup oleh humus
- Hidrasi, merupakan proses penyerapan molekul-molekul air oleh mineral,
sehingga membentuk mineral hidrous. Contoh : hematit menjadi limonit.
- Karbonasi, merupakan reaksi antara ion karbonat dengan ion bikarbonat dengan
mineral, atau proses pembentukan asam bikarbonat dalam bentuk cair yang akan
mempermudah pelapukan. Banyak terkandung dalam air hujan.
- Hidrolisis, merupakan reaksi antara mineral dengan air, yaitu antara ion H + dan
ion OH- air dengan ion-ion mineral. Air tersebut dapat berasal dari air tanah atau
air hujan.
- Desilisikasi adalah suatu proses perombakan atau penguraian silika dari batuan.
Silika merupakan penyusun utama mineral dalam batuan dan umumnya
mempunyai ikatan atom yang kuat dalam mineral-mineralnya.

Beberapa faktor yang mempengaruhi pelapukan kimia, antara lain:

30
1. Kestabilan mineral
2. Kondisi pH (asam atau basa)
3. Energi potensial (Eh)
4. Ukuran butir dan rekahan
5. Laju dari proses pencucian
6. Iklim
7. Waktu
8. Topografi
9. Peran muka airtanah
10. Komposisi batuan induk.

Proses pelapukan dan sirkulasi air tanah terutama yang relatif bersifat asam
pada batuan ultramafik, akan menyebabkan terjadinya penguraian magnesium, nikel,
besi, dan silika pada mineral olivin, piroksen, maupun serpentin yang membentuk
larutan yang kaya akan unsur-unsur tersebut (Waheed, 2005).

Mobilitas Geokimia pada batuan ultramafik


Mobilitas adalah kemampuan suatu unsur untuk terdispersi ke dalam matrik
material lain disekitarnya. Mobilitas mempengaruhi respon unsur terhadap proses
dispersi. Faktor utama yang mempengaruhi mobilitas geokimia adalah stabilitas
kimiawi unsur (Rose dkk, 1979).
Menurut Waheed (2002), bahwa mobilitas dari suatu unsur yang dijumpai
pada batuan mafik dan ultramafik dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
 Elemen yang bersifat sangat larut dan sangat mobile
Mudah hilang dalam profil pelapukan dan sangat larut dalam aliran air tanah
(sedikit asam), seperti : Mg, Si, Ca, Na
 Elemen yang bersifat tidak larut dan tidak mobile
Tidak dapat larut dalam airtanah, sebagian besar unsur-unsurnya merupakan
penyusun dari residu tanah (residual soil), seperti : Fe3+ (ferric), Co, Al, Cr.
 Elemen dengan daya larut yang terbatas dan mobilitas terbatas
Sebagian larut dalam airtanah yang bersifat asam, seperti : Ni, Fe2+ (ferrous).

31
IV.3. Endapan Nikel Laterit
IV.3.1 Definisi Endapan Nikel Laterit
Laterit berasal dari bahasa latin yaitu later, yang artinya bata (membentuk
bongkah – bongkah yang tersusun seperti bata yang berwarna merah bata) (Guilbert
dan Park, 1986). Hal ini dikarenakan tanah laterit tersusun oleh fragmen – fragmen
batuan yang mengambang diantara matriks, seperti bata diantara semen.
Endapan nikel laterit merupakan endapan hasil proses pelapukan lateritik
batuan induk ultramafik (peridotit, dunit dan serpentinit) yang mengandung Ni dengan
kadar tinggi, agen pelapukan tersebut berupa air hujan, suhu, kelembaban, topografi,
dan lain-lain. Umumnya pembentukan endapan nikel laterit terjadi pada daerah tropis
atau sub-tropis (Anonim, 1985).

IV.3.2. Genesa Endapan Nikel Laterit


Proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik (peridotit, dunit, serpentinit),
dimana batuan ini banyak mengandung mineral olivin, piroksen, magnesium silikat
dan besi silikat, yang pada umumnya mengandung 0,30 % nikel. Batuan tersebut
sangat mudah dipengaruhi oleh pelapukan lateritik (Boldt ,1967).
Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan
silika dari profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam, hangat dan lembab serta
membentuk konsentrasi endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur Fe, Cr,
Al, Ni dan Co (Rose et al., 1979 dalam Nushantara 2002).
Menurut Hasanudin,dkk, 1992, air permukaan yang mengandung CO 2 dari
atmosfir dan terkayakan kembali oleh material – material organis di permukaan
meresap ke bawah permukaan tanah sampai pada zona pelindian, dimana fluktuasi air
tanah berlangsung. Akibat fluktuasi ini air tanah yang kaya CO 2 akan kontak dengan
zona saprolit yang masih mengandung batuan asal dan melarutkan mineral – mineral
yang tidak stabil seperti olivin / serpentin dan piroksen. Mg, Si dan Ni akan larut dan
terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan akan memberikan mineral – mineral baru
pada proses pengendapan kembali .Endapan besi yang bersenyawa dengan oksida
akan terakumulasi dekat dengan permukaan tanah, sedangkan magnesium, nikel dan
silika akan tetap tertinggal di dalam larutan dan bergerak turun selama suplai air yang
masuk ke dalam tanah terus berlangsung. Rangkaian proses ini merupakan proses
pelapukan dan pelindihan/leaching.

32
Pada proses pelapukan lebih lanjut magnesium (Mg), Silika (Si), dan Nikel
(Ni) akan tertinggal di dalam larutan selama air masih bersifat asam . Tetapi jika
dinetralisasi karena adanya reaksi dengan batuan dan tanah, maka zat – zat tersebut
akan cenderung mengendap sebagai mineral hidrosilikat (Ni-magnesium hidrosilicate)
yang disebut mineral garnierit [(Ni,Mg)6Si4O10(OH)8] atau mineral pembawa Ni
(Boldt, 1967).
Adanya suplai air dan saluran untuk turunnya air, dalam hal berupa kekar,
maka Ni yang terbawa oleh air turun ke bawah, lambat laun akan terkumpul di zona
air sudah tidak dapat turun lagi dan tidak dapat menembus batuan dasar(bedrock).
Ikatan dari Ni yang berasosiasi dengan Mg, SiO dan H akan membentuk mineral
garnierit dengan rumus kimia (Ni, Mg) Si4O5(OH)4. Apabila proses ini berlangsung
terus menerus, maka yang akan terjadi adalah proses pengkayaan supergen/supergen
enrichment. Zona pengkayaan supergen ini terbentuk di zona Saprolit. Dalam satu
penampang vertikal profil laterit dapat juga terbentuk zona pengkayaan yang lebih
dari satu, hal tersebut dapat terjadi karena muka air tanah yang selalu berubah-ubah,
terutama tergantung dari perubahan musim.
Di bawah zona pengkayaan supergen terdapat zona mineralisasi primer yang
tidak terpengaruh oleh proses oksidasi maupun pelindihan, yang sering disebut
sebagai zona batuan dasar (bed rock). Biasanya berupa batuan ultramafik seperti
Peridotit atau Dunit.

IV.3.3. Profil Endapan Nikel Laterit


Profil laterit dapat dibagi menjadi beberapa zona .Profil nikel laterit tersebut
didiskripsikan dan diterangkan oleh daya larut mineral dan kondisi aliran air tanah.
1. Lapisan Tanah Penutup (Overburden)
Lapisan ini terletak di bagian atas permukaan ,lunak dan berwarna coklat
kemerahan hingga gelap dengan kadar air antara 25% sampai 35%, kadar nikel
maksimal 1,3% dan di permukaan atas dijumpai lapisan iron capping. Lapisan
ini mempunyai ketebalan berkisar antara 1 – 12 meter., merupakan kumpulan
massa goethite dan limonite. Iron capping mempunyai kadar besi yang tinggi
tapi kadar nikel yang rendah. Terkadang terdapat mineral-mineral hematite,
chromiferous.

33
2. Lapisan Limonit berkadar menengah (Medium Grade Limonit)
Lapisan ini terletak di bawah lapisan tanah penutup Fine grained, merah-
coklat atau kuning, agak lunak, berkadar air antara 30% - 40%, kadar nikel
1,5%, Fe 44%, MgO 3%, SiO2%, lapisan kaya besi dari limonit soil
menyelimuti seluruh area dengan ketebalan rata-rata 3 meter.. Lapisan ini tipis
pada lereng yang terjal, dan setempat hilang karena erosi. Sebagian dari nikel
pada zona ini hadir di dalam mineral manganese oxide, lithiophorite.
Terkadang terdapat mineral talc, tremolite, chromiferous, Quartz, gibsite,
maghemite. Limonite di daerah west block (unserpentinized) umumnya
mempunyai nikel lebih tingi di bandingkan dengan limonite di daerah East
block (Serpentinized). Limonit dibedakan menjadi 2, yaitu : Red limonit yang
biasa disebut hematit dan Yellow limonit yang disebut goethit . Biasanya pada
goetit nikel berasosiasi dengan Fe dan mengganti unsur Fe sehingga pada zona
limonit terjadi pengayaan unsur Ni.
3. Lapisan Bijih (Saprolit)
Lapisan ini merupakan hasil pelapukan batuan peridotit, berwarna kuning
kecoklatan agak kemerahan, terletak di bagian bawah dari lapisan limonite
berkadar menengah, dengan ketebalan rata-rata 7 meter. Campuran dari sisa-
sisa batuan, butiran halus limonite,saprolitic rims, vein dari endapan garnierit,
nickeliferous quartz, mangan dan pada beberapa kasus terdapat silica boxwork,
bentukan dari suatu zona transisi dari limonite ke bedrock. Terkadang
terdapat mineral kuarsa yang mengisi rekahan, mineral-mineral primer yang
terlapukan, clorite. Garnierit dilapangan biasanya diidentifikasikan sebagai
colloidal talc dengan lebih atau kurang nickeliferous serpentin. Struktur dan
tekstur batuan asal masih terlihat. Lapisan ini terdapat bersama batuan yang
keras atau rapuh dan sebagian saprolite. Kadar Ni 1,85%, Fe 16%, MgO 25%,
SiO2 35%. Lapisan ini merupakan lapisan yang bernilai ekonomis untuk
ditambang sebagai bijih.

34
4. Lapisan Batuan Dasar (Bed Rock)
Bagian terbawah dari profil laterit Lapisan ini merupakan batuan peridotit
sesar yang tidak atau belum mengalami pelapukan . Blok peridotit (batuan
dasar) dan secara umum sudah tidak mengandung mineral ekonomis lagi
(kadar logam sudah mendekati atau sama dengan batuan dasar). Berwarna
kuning pucat sampai abu-abu kehijauan. Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang
membuka, terisi oleh mineral garnierit dan silika. Frakturisasi ini diperkirakan
menjadi penyebab adanya root zone yaitu zona high grade Ni, akan tetapi
posisinya tersembunyi.

Ketebalan dari masing-masing lapisan tidak merata, tergantung dari morfologi


dan relief, umumnya endapan laterit terakumulasi banyak pada bagian bawah bukit
dengan relief yang landai. Sedang relief yang terjal endapan semakin menipis, di
samping adanya kecenderungan akumulasi mineral yang berkadar tinggi dijumpai
pada zona-zona retakan, zona sesar dan rekahan pada batuan. ( Osborne & Waraspati,
1986 ).

Gambar IV.3 Penampang umum Nikel Laterit Sorowako ( Osborne &


Waraspati,1986)

35
IV.3.4. Tipe Endapan Nikel Laterit
Menurut Waheed (2005), tipe endapan nikel laterit di daerah Sorowako pada
dasarnya dibagi menjadi 2, Yaitu Sorowako West Block dan Sorowako East Block.
Pembagian tipe endapan ini berdasarkan beberapa parameter utama, diantaranya :
1. Tipe batuan ultramafik
2. Derajat serpentinisasi
3. Kandungan kimia bijih
4. Fraksi batuan
5. Tingkat kesulitan dalam penambangan
6. Derajat penetrasi dengan auger drilling
7. Kandungan olivin

Tipe West Block


Pada daerah west block batuan didominasi oleh harzburgit dengan beberapa
batuan dunit yang kaya olivin. Kandungan olivin tinggi dan piroksen yang hadir
umumnya orthopiroksen. Batuan di daerah ini umumnya tidak terserpentinisasi atau
sedikit terserpentinisasi.. Sifat material yang relatif keras menyebabkan kesulitan
dalam penambangan, namun batuan di daerah ini menunjukkan rasio silika magnesia
yang relatif lebih tinggi (2,2 –2,6) di banding east block.

Tipe East Block


Daerah east block didominasi oleh lherzolit dengan kandungan olivin yang
rendah dan mengandung orthopiroksen maupun klinopiroksen. Peningkatan derajat
serpentinisasi di daerah ini didukung juga oleh peningkatan kandungan magnetik
dalam material batuan. Sifat batuan relatif lebih lunak dan menunjukkan rasio silika
magnesia yang lebih rendah (1,4 – 2) dibandingkan west block.

Pembagian secara terperinci antara tipe endapan bijih West Block dan East
Block dapat dilihat pada tabel 4.1. berikut ini :

36
Tabel IV.1. Klasifikasi Tipe Endapan Bijih Sorowako (Waheed, 2005)

Parameter Tipe West Block Tipe East Block


Tipe endapan -1” -1” -1” -1” -1”
-6” -18”
bijih Tipe-1 Tipe-2 Tipe-3 High-Olivin Low-Olivin
Batuan dasar Dominasi Harzburgit serta Dunit Dominasi Lherzolit

Derajat sangat rendah rendah Rendah Rendah menegah tinggi sangat tinggi
serpentinisasi <5% 5-10% 10-15% 10-15% 15-25% 30-60% 60-100%

Sifat
Sangat rendah Rendah Sangat tinggi
kemagnetan

Rasio
2,2 - 2,6 1,8 - 2,0 1,6 - 1,8 1,4 - 1,6
SiO2/MgO
Kandungan Fe Tinggi: 20-24% Tinggi: 20-24% Rendah: 15-18%
Ukuran alat
-1” -1” -1” -6” -18”
pemisah

Kekerasan Sangat-sangat
Sangat keras Menengah Menengah Lemah Lemah
bongkah keras

Intensitas Sangat
Sangat rendah Menengah Menengah Menengah Tinggi Sangat tinggi
rekahan tinggi

Tingkat
Menengah Menengah
kesulitan Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah
(+) (-)
penambangan

Ketebalan
saprolit oleh <1,5 m 1,5-4,5 m >4,5 m Tidak digunakan
auger

Kandungan
olivin pada
Menengah Menengah Menengah Rendah Rendah Rendah Rendah
zona
pengayaan ore

Kandungan
olivin pada Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah
fraksi kasar

Ketebalan
tanah penutup Menengah Tebal
(overburden)

Ketebalan Ore Tebal Menengah

37
IV.4. Hubungan Morfologi dan Topografi Pada Proses Lateritisasi

Salah satu faktor yang berperan dalam proses laterisasi adalah morfologi dan
topografi, Bentuk morfologi suatu daerah sangat dipengaruhi oleh bentuk morfologi
bawah permukaan khususnya morfologi batuan dasarnya. Umumnya bijih (ore)
terdapat pada zona saprolit dan sebagian kecil pada zona limonit, hal ini tergantung
dari kadar yang terkandung pada zona tersebut. Dimana dalam laterit ini nantinya
dapat ditentukan seberapa tebal bijih (ore)yang terdapat dalam laterit tersebut.
Waheed Ahmad dalam Nickel Laterites A Short Course, 2002,
mengemukakan bahwa peranan topografi sangat besar pada proses lateritisasi,
melalui beberapa faktor antara lain :
 Penyerapan air hujan (pada slope curam umumnya air hujan akan mengalir ke
daerah yang lebih rendah /run off dan penetrasi ke batuan akan sedikit. Hal ini
menyebabkan pelapukan fisik lebih besar dibanding pelapukan kimia)
 Dearah tinggian memiliki drainase yang lebih baik daripada daerah rendahan
dan daerah datar.
 Slope yang kurang dari 20 memungkinkan untuk menahan laterit dan erosi.
Pada proses pengayaan nikel, air yang membawa nikel terlarut akan sangat berperan
dan pergerakan ini dikontrol oleh topografi. Secara kualitatif pada lereng dengan
derajat tinggi (curam) maka proses pengayaan akan sangat kecil atau tidak ada sama
sekali karena air pembawa Ni akan mengalir. Bila proses pengayaan kecil maka
pembentukan bijih (ore) juga akan kecil (tipis), sedangkan pada daerah dengan lereng
sedang / landai proses pengayaan umumnya berjalan dengan baik karena run off kecil
sehingga ada waktu untuk proses pengayaan, dan umumnya ore yang terbentuk akan
tebal. Akibat lereng yang sangat curam maka erosi yang terjadi sangat kuat hingga
mengakibatkan zona limonit dan saprolit tererosi. Hal ini dapat terjadi selama proses
lateritisasi atau setelah terbentuknya zona diatas batuan dasar (bedrock).
Berikut ini adalah beberapa contoh bentuk lahan yang mempengaruhi tinggi
rendahnya proses lateritisasi :

38
Gambar IV.4. Klasifikasi sederhana antara bentuk lahan dan proses lateritisasi
(Waheed,2002)

Menurut Waheed, 2002 ada beberapa parameter yang digunakan untuk


membandingkan proses-proses yang terjadi pada lereng yang berbeda, yaitu

Gambar IV.5. Hubungan topografi terhadap proses lateritisasi (Waheed,2002)

39
Tabel IV.2 Modifikasi klasifikasi kelas lereng (Van Zuidam,1979)

Kelas Lereng Kondisi Alamiah


00 – 20 Datar – Hampir Datar
0 0
2 –4 Landai
0 0
4 –8 Miring
0 0
8 – 16 Agak Curam
0 0
16 – 35 Curam
350 – 550 Sangat Curam
> 550 Curam Sekali
Penyebaran Horizontal Laterit
Penyebaran horizontal Ni tergantung dari arah aliran air tanah yang sangat
dipengaruhi oleh bentuk kemiringan lereng (topografi). Air tanah bergerak dari daerah
– daerah yang mempunyai tingkat ketinggian ke arah lereng, yang mana sebagian
besar dari air tanah pembawa Ni, Mg dan Si yang mengalir ke zona pelindian atau
zona tempat fluktuasi air tanah berlangsung (Hasanudin dkk, 1992).
Tempat - tempat yang banyak mengandung rekahan – rekahan, Ni akan
terjebak dan terakumulasi di tempat – tempat yang dalam sesuai dengan rekahan –
rekahan yang ada, sedangkan pada lereng dengan kemiringan landai sampai sedang
merupakan tempat pengayaan nikel (Hasanudin dkk, 1992). Pada dasarnya proses
pelindian ini dapat dikelompokan, yaitu proses pelindian utama yang berlangsung
secara horizontal di zona pelindian dan proses pelindian yang berlangsung secara
vertikal yang meliputi proses pelindian celah di zona saprolit serta proses pelindian
yang terjadi di waktu musim penghujan di zona limonit (Golightly, 1979 dalam
Hasanudin dkk, 1992).

Lapisan laterit insitu

40
Zona
pelindian

Pengendapan bijih nikel Pengkayaan dangkal Pengkayaan dalam


dan larutan yang turun dengan sedikit oleh retakan-retakan
retakan batuan batuan

Gambar IV.6. Penampang tegak endapan nikel laterit (Golightly,1979,


dalam Hasanudin dkk,1992)

Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat sebaran secara horizontal endapan


lateritik (Golightly, 1979 dalam Priyantoro, 2002 ), yaitu :
a. Topografi / morfologi yang tidak curam tingkat kelerengannya, sehingga
endapan laterit masih mampu untuk ditopang oleh permukaan topografi
sehingga tidak terangkut semua oleh proses erosi ataupun ketidakstabilan
lereng.
b. Adanya proses pelapukan yang relatif merata walaupun berbeda tingkat
intensitasnya, sehingga endapan lateritik terbentuk dan tersebar secara
merata.
c. Adanya tumbuhan penutup yang berfungsi untuk mengurangi tingkat
intensitas erosi endapan laterit, sehingga endapan laterit tersebut relatif
tidak terganggu.

41

Anda mungkin juga menyukai