com
PEMBANTAIAN
SABURO MISHIMA menarik tali kekang kudanya. Ia
menatap pasukan musuh yang kian dekat. Lebih dari
tiga ratus samurai telah dikirim Nobunaga. Rupanya lelaki ambisius itu
mengerahkan seluruh pasukannya
untuk menggempur Ashikaga.
Angin bertiup kencang di Lembah Aga. Jejak-jejak
kaki prajurit mengakibatkan debu tipis beterbangan di udara. Matahari persis di
puncak kulminasi, sehingga panasnya menyengat kulit. Tanah-tanah karang yang
menjadi dinding lembah tersebut, tampak memerah,
mirip batu terbakar. Namun cuaca yang menyakitkan
itu tidak mempengaruhi semangat prajurit Nobunaga.
Mereka terus melangkah dengan tegap, seakan keme-
nangan telah berada dalam genggamannya.
Saburo Mishima mengawasi gerakan musuh dari
persembunyiannya. Matanya yang setajam mata elang,
mengikuti gerak-gerik musuh dengan penuh kewaspa-
daan.
"Ini adalah pertempuran hidup dan mati," teriak Mi-
shima pada tentaranya. "Shogun Ashikaga tidak menginginkan kita kembali dengan
kekalahan. Kita akan
sambut kedatangan musuh dengan keberanian atau
kematian!"
Semua prajurit menatap Saburo dengan diam. Se-
mua seakan penuh tekad menyerahkan jiwa raga me-
reka bagi pertarungan yang bakal terjadi.
Mishima memacu kudanya. Sekali lagi ia ingin me-
mastikan bahwa semuanya telah siap. Ini merupakan
pertempuran paling berat yang pernah ia hadapi.
Menurut berita, sejumlah daimyo (tuan tanah) telah
bergabung dengan Nobunaga. Bahkan Konishiwa Hi-
deaki, daimyo Kiyoto, telah berkhianat. Ia kini menjadi sekutu musuh. Bila ini
benar, keadaan memang ru-nyam. Nobunaga dapat melakukan pengepungan dari
segala penjuru. Istana Kamakura sulit diselamatkan.
Saburo, seorang panglima perang Shogun Ashikaga.
Perawakannya kekar dengan raut muka berbentuk
oval. Ia seorang samurai keturunan Akamatsu yang
sangat tersohor di Jepang. Kini ia duduk di atas pelana kudanya, lengkap dengan
pakaian perang. Sebagaimana layaknya seorang panglima perang, ia mengenakan
kimono dari kain brokat bergambar matahari, dan baju bersirip besi yang didesain
sangat indah. Di pinggangnya terdapat naginata (sebuah pedang berbilah panjang),
dan pedang pendek yang gagangnya berlapis pe-
rak.
Takeshi memacu kudanya, mendekati Saburo Mi-
shima.
"Saburo, mereka sudah memasuki jarak perlawa-
nan."
"Siapkan panah!"
"Mereka tinggal menunggu aba-aba."
"Tunggu dulu, aku ingin memastikan dapat meng-
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa di http://cerita-silat.mwapblog.com
hancurkan mereka."
"Kita harus melakukan dengan cepat, sebelum me-
reka sampai di celah bukit, sehingga dengan mudah
mereka menemukan tempat berlindung."
"Sebentar lagi kita akan hancurkan mereka."
"Kami semua menunggu perintahmu."
Saburo Mishima tetap diam, menunggu. Ia berpe-
gang teguh pada ajaran Soen Tzu: Panglima perang yang memenangkan pertempuran
adalah dia yang
membuat banyak perencanaan sebelum peperangan
dimulai. Panglima perang yang kalah adalah dia yang sedikit membuat perencanaan.
Membuat rencana dan
strategi adalah kekuatan menuju ke kemenangan sejati.
Takeshi memutar balik kudanya. Ia memacu bina-
tang itu menuju tempat perlindungan pasukan panah.
Ada sekitar enam puluh pasukan panah di balik Lem-
bah Aga. Mereka telah siap dengan memasang anak
panah di busurnya.
Pasukan Saburo kini berada di atas bukit yang ter-
lindungi hutan azaela. Posisi ini sangat menguntungkan, karena dengan mudah
mereka mengamati mu-
suhnya.
Pasukan Nobunaga sendiri, sekarang bergerak me-
masuki celah bukit. Mereka berada dalam posisi terje-pit oleh lereng bukit dan
hutan azaela. Bagi seorang ahli perang, biasanya akan menghindari tempat-tempat
seperti ini, karena mereka seperti memasuki pe-
rangkap musuh. Namun Nobunaga tahu tentara Ashi-
kaga tinggal sedikit. Jumlah mereka tak mungkin da-
pat menghancurkan tentaranya. Karena itu tanpa pe-
rasaan takut, Nobunaga memerintahkan penyerbuan
ke Istana Kamakura. Kekuatan pasukannya tak akan
mudah ditaklukkan oleh medan perang yang tidak
menguntungkan.
Saburo Mishima kini duduk tegak di atas pelana.
Pandangannya lurus ke arah pasukan musuh yang
bergerak mendekat. Bendera-bendera warna merah
dan biru berkibaran tertiup angin. Gerakan mereka
mirip segerombolan binatang yang menderap ke depan.
Sinar mata mereka mirip mata serigala haus darah.
Tiba-tiba terlintas di pelupuk mata Mishima, wajah
istri dan anaknya - Itzumi dan Kojiro. Mereka kini berada di tengah keluarga
istana, menanti kabar tentang pertempuran ini. Bila pertempuran kali ini
berhasil
dimenangkan, bukan mustahil Ashikaga akan meng-
angkatnya sebagai daimyo - bangsawan Jepang yang
sangat terhormat. Ia akan memiliki istana sendiri, pe-
ngawal sendiri, dan wilayah kekuasaan yang luas. Ju-
ga tanah pertanian yang akan memberinya kemakmu-
ran. Tetapi sebaliknya, bila kali ini ia kalah, per-
tempuran ini akan menjadi jalan baginya untuk mati.
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa di http://cerita-silat.mwapblog.com
buh ke tanah.
http://cerita-silat.mwapblog.com/cersil-pdf-pendekar-rajawali-sakti-138-datuk-pulau-ular.html
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa Split-pdf by Saiful Bahri - Situbondo
Samurai kelima mengangkat kedua tangannya ting-
gi-tinggi sambil menggenggam gagang pedangnya, ke-
mudian dengan teriakan nyaring, ia menyerbu ke arah
Saburo Mishima. Ini adalah salah satu jurus aliran
'Yagyu' yang sangat berbahaya. Sabetan vertikal itu
sangat kuat, sehingga dapat mematahkan pedang mu-
suh, sekaligus membelah tubuh lawan. Itulah jurus
'Pedang Menebas Angkasa', salah satu jurus yang
membuat 'Yagyu' ditakuti di seluruh Jepang. Saburo
Mishima menyadari bahaya itu, namun dengan penuh
ketetapan hati, ia menyongsong lawan dengan tubuh
tegak. Tangan kanannya menggenggam pedang secara
horisontal. Keduanya bergerak seperti dua hembusan
angin yang saling berhadapan. Hanya dalam hitungan
detik, Mishima dengan cepat memiringkan tubuhnya,
sabetan pedang itu hanya beberapa inci dari wajahnya.
Di saat musuhnya masih limbung ke depan, Mishima
menebaskan pedang ke belakang, seketika terdengar
jeritan menyayat ketika samurai itu merasakan pung-
gungnya robek.
Saburo Mishima menarik kekang kuda, ia siap
menghadapi musuh berikutnya. Pertempuran di seki-
tarnya masih berlangsung dengan sengit. Suara geme-
rincing pedang diiringi jerit kematian terdengar di ma-na-mana. Tanah kering di
Lembah Aga kini berwarna
merah. Mayat-mayat bergelimpangan bagai setumpuk
bangkai binatang tak berharga. Entah sudah berapa
puluh samurai terkapar di tanah. Namun pertempuran
belum menunjukkan tanda-tanda berhenti. Kedua be-
lah pihak seakan ingin meyakinkan kemenangannya.
Baru saja Saburo Mishima menebas lawannya, ia
melihat Takeshi mendekatinya.
"Seorang kurir baru saja datang," kata Takeshi
sambil menghentikan kudanya. Debu-debu bercampur
darah berkepul di kaki kudanya. "Sektor selatan telah kalah. Kini Konishiwa
Hideaki memimpin penyerbuan
ke istana."
"Bagaimana kekuatan kita di sana?"
"Tidak akan mampu menahan serbuan Hideaki."
"Siapa yang memimpin pertahanan?"
"Ishida Mitsunari."
"Ishida?"
"Ya."
"Dia adalah ipar Hideaki."
Takeshi tidak sempat menjawab, ia harus memutar
kudanya sambil menyabetkan pedang ke arah samurai
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa di http://cerita-silat.mwapblog.com
gungkan malu."
"Kau harus sanggup," potong Ashikaga tegas. "Ha-
rus ada salah satu keluargaku yang hidup. Kau masih
muda, masih banyak yang dapat kaulakukan. Kecuali
http://cerita-silat.mwapblog.com/cersil-pdf-han-bu-kong.html
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa Split-pdf by Saiful Bahri - Situbondo
itu, Nobunaga tidak akan membuang-buang waktu un-
tuk mengejarmu."
Sekali lagi Yoshioka membungkukkan badan. "Apa
yang dapat saya lakukan?"
"Mitsunari," kata Ashikaga sambil menoleh pada
samurai kepercayaannya, "kuberikan perintah padamu
untuk menyelamatkan putraku. Bawa dia meninggal-
kan istana secepatnya, lindungilah dengan nyawamu."
"Haik! " jawab Mitsunari sambil membungkukkan badan.
"Tidak ada apa pun yang lebih berharga dibanding
putraku, karena itu kuminta engkau menjaga kesela-
matannya. Bila kau gagal, segeralah penggal kepalanya agar Nobunaga tak sempat
mempermalukan keluarga-
ku."
"Baik!"
Sekonyong-konyong dari luar berlompatan sejumlah
samurai Nobunaga. Seluruh pakaian mereka berwarna
hitam, bahkan kepala dan wajahnya tertutup rapat,
hanya menyisakan lubang mata.
"Ninja! " desis Ashikaga sambil berdiri untuk menghadapi setiap kemungkinan. Ia
menoleh pada Mitsuna-
ri. "Rupanya Nobunaga menggunakan pembunuh-
pembunuh bayaran untuk melawanku. Mitsunari, ha-
dapi mereka!"
"Baik."
Mitsunari segera mencabut pedang, kemudian mu-
lai menyerang ninja-ninja itu. Sabetan pedangnya membuat seorang ninja terguling
dengan leher menganga.
Darah muncrat mewarnai dinding istana.
"Lakukan seppuku, Tuanku," kata Mitsunari pada
Ashikaga. "Biar saya yang menghadapi mereka."
Shogun Ashikaga yang telah mencabut pedangnya,
segera menyarungkan kembali, kemudian ia bergegas
meninggalkan ruangan itu menuju ke dalam bilik ista-
na. Istri dan anaknya mengikuti dari belakang. Juga Itzumi dan Kojiro.
Pertempuran sengit terjadi di ruangan istana. Ada
dua puluh ninja melakukan penyerbuan. Rupanya No-
bunaga tahu betapa sulit menembus pertahanan apa-
bila hanya mengandalkan tentaranya. Ia menggunakan
ninja untuk melakukan penyusupan. Bagi para pem-
bunuh bayaran itu, tidak ada medan yang tak dapat
ditembus. Benteng istana yang setinggi dua puluh me-
ter, dengan sangat mudah mereka daki, menggunakan
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa di http://cerita-silat.mwapblog.com
tali dan shuko (cakar pemanjat yang sekaligus berfungsi sebagai senjata). Selain
itu, serbuan mereka tidak menimbulkan suara, karena para pembunuh terla-
tih itu dapat berlari seperti angin. Kaki-kaki mereka
seakan tak menyentuh tanah.
Mitsunari membabat ke kanan ke kiri, tebasannya
menimbulkan suara angin mendesis. Ia kini mengha-
dapi tiga orang ninja, mereka menyerbu dari tiga jurusan, namun dengan ilmu
pedang Yagyu, Mitsunari
berhasil menangkis secara bersamaan, lalu menya-
betkan pedang dengan ayunan melengkung. Suara te-
basan itu mendesis ketika salah seorang ninja itu menjerit dengan tubuh robek.
Melihat kawannya ambruk,
salah seorang ninja melempar tombak, Mitsunari ber-
kelit ke kiri, mata tombak itu hanya setengah inci dari dadanya. Tanpa membuang
waktu Mitsunari berguling
mendekati ninja tersebut, dan dalam kecepatan yang
sukar dibayangkan, pedangnya telah menembus tubuh
musuhnya. Ninja ketiga segera mengayunkan rantai
berujung pisau ke arah Mitsunari, namun dengan si-
gap lelaki tersebut mengeluarkan pedang pendek di
pinggangnya untuk menangkis serangan itu. Rantai itu membelit pedang tersebut,
kemudian dengan kekuatan
penuh, Mitsunari menarik rantai tersebut. Ninja tersebut mengubah taktik, ia
mengikuti tarikan tersebut
sambil mencabut belati di pinggangnya untuk meni-
kam, tetapi pada saat tubuhnya melambung, Mitsunari
telah menyongsongnya ke depan sambil membabatkan
pedang panjangnya. Terdengar suara menjerit ketika
pedang itu merobek dada lawan.
Mitsunari segera berbalik, ia melangkah mundur,
membentengi jalan menuju bilik istana. Ada tiga ninja yang mencoba menerobos
pertahanannya, namun dengan bengis Mitsunari membabat tubuh mereka satu
per satu.
Ketika ketiga ninja itu roboh, sejumlah samurai
mengepung Mitsunari. Laki-laki itu tiba-tiba mengi-
baskan pedangnya untuk membersihkan darah pada
pedang itu.
"Saya Ishida Mitsunari," katanya lantang. "Kalian
jangan bodoh! Saya yang memimpin penyerbuan di si-
ni!"
***
Di pinggiran Kota Kamakura, Saburo Mishima terus
memacu kudanya. Pakaian kebesarannya yang berupa
bilah-bilah besi gemerincing ditiup angin. Tangan kirinya dipakai mengendalikan
kuda, sementara tangan
kanannya masih menggenggam pedang panjang. Ia
memacu kudanya dengan cepat. Dada lelaki itu berde-
bar-debar. Sejumlah bangunan di pinggir istana telah terbakar. Asap mengepul
dari balik benteng. Terbayang di benak Saburo, penyerbuan di dalam istana.
Di beberapa tempat masih terjadi pertempuran. Pa-
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa di http://cerita-silat.mwapblog.com
http://cerita-silat.mwapblog.com/cersil-pdf-pendekar-rajawali-sakti-147-tongkat-sihir-dewa-api.ht
ml
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa Split-pdf by Saiful Bahri - Situbondo
"Bagaimana kalau kita beristirahat dulu?"
"Terserah Yang Mulia Yoshioka," jawab salah seo-
rang pengawalnya.
"Aku capek."
Itzumi segera mendekati Yoshioka. "Sebaiknya kita
jangan berhenti, Yang Mulia. Sesudah menemukan je-
nazah Shogun Ashikaga, bukan mustahil mereka me-
nemukan pintu lorong ini. Mereka bisa saja berada di belakang kita."
"Berapa jauh kita akan keluar dari lorong ini?"
"Masih jauh."
"Berapa kira-kira jauhnya?"
"Apa bedanya bagi Yang Mulia?"
"Saya ingin mengetahuinya."
"Suami saya pernah menceritakan mengenai lorong
ini, jauhnya kira-kira tiga puluh mil...."
Yoshioka menukas karena terkejut. "Tiga puluh mil?"
"Benar."
"Saya harus berjalan kaki sejauh tiga puluh mil?"
"Tidak ada pilihan lain. Ini satu-satunya jalan ke-
luar bila Yang Mulia ingin selamat."
"Saya lebih suka melakukan seppuku."
Samar-samar terdengar langkah kaki di belakang
mereka. Derap kaki bergegas mengejar mereka. Suara
itu bergema, kian lama kian keras.
Itzumi menoleh pada Natane Yoshioka, "Kita telah
membuang-buang waktu. Kalau tidak cepat mereka
pasti akan segera menyusul kita. Tak ada waktu lagi
untuk berdebat, kita harus segera pergi."
Salah seorang pengawalnya berkata, "Biarkan saya
di sini, Yang Mulia. Saya akan berusaha menghambat
mereka."
Natane menatap pengawal itu dengan penuh rasa
hormat, lalu bergegas ia meninggalkan tempat itu.
Sepuluh menit kemudian Ishida Mitsunari sampai
di tempat itu. Meskipun keadaan agak gelap dan ia sedang terburu-buru, namun
lelaki itu tidak kehilangan kewaspadaan. Ia melihat kilauan pedang terayun ke
arahnya, secara refleks ia berkelit ke kanan, kemudian menebaskan pedang ke
perut penyerangnya. Terdengar
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa di http://cerita-silat.mwapblog.com
berhasil dibinasakan.
"Permainan pedangmu masih bagus," puji Mitsunari
sambil berputar, siap menghadapi serangan.
Saburo Mishima tidak menggubris pujian itu, ia kini
menyilangkan pedangnya di depan mata secara hori-
sontal, matanya yang tajam mengikuti setiap gerak ka-ki musuhnya. Ia tahu siapa
yang tengah ia hadapi.
Ishida Mitsunari adalah murid perguruan Yagyu yang
sangat disegani. Dahulu lelaki itu hanya seorang shugyosa (samurai pengembara).
Berkat permainan pedangnya ia akhirnya bisa menjadi pengawal Shogun
Ashikaga. Tidak seorang pun meragukan kehebatan
permainan pedangnya.
Mitsunari menggenggam pedang dengan kedua ta-
ngannya ke samping kanan, pelan-pelan ia menggeser
kaki ke kiri. Kedua matanya menatap tajam pada mata
lawannya.
Jurus 'Sabetan Pedang Pelangi', kata Mishima dalam hati. Rupanya ia ingin
menebas leherku dengan jurus terhebat 'Yagyu'.
Saburo segera mengubah posisi, ia menggenggam
pedang lurus di atas kepala. Ini adalah jurus 'Pedang Halilintar'. Bila Sabetan
Pedang Pelangi menguta-makan kecepatan, sebaliknya, jurus Pedang Halilintar
mempertaruhkan semua pada kekuatannya.
Mereka bergerak perlahan, menghitung setiap inci
gerakan lawan dengan teliti. Ketegangan kian memun-
cak. Natane Yoshioka dan Kojiro memperhatikan perta-
rungan itu dengan berdebar-debar.
Tiba-tiba dengan raungan panjang, Mitsunari me-
nyerbu lawan. Ia menebas leher Saburo, tetapi sebe-
lum pedang mengenai sasaran, pedang Saburo telah
menghantamnya, bunga api berpijar. Mitsunari berba-
lik sambil menebas perut lawan, kali ini Saburo mun-
dur dua langkah, kemudian melompat ke kanan sam-
bil mengirimkan tikaman. Sekali lagi terdengar suara pedang beradu, kemudian
mereka kembali memasang
kuda-kuda.
Kini Saburo Mishima yang menyerang, ia menikam
dada musuh dengan kedua tangannya, Mitsunari ber-
kelit sambil menebaskan pedang ke pinggang lawan.
Mishima mencabut pisau kecil di pinggang untuk me-
nangkis serangan itu. Lalu dengan kekuatan penuh ia
membabat kepala musuhnya. Dengan kecepatan se-
persepuluh detik Mitsunari menyadari serangan itu,
namun ia terlambat menghindar, sabetan pedang Mi-
shima mengenai wajahnya. Mata lelaki itu mengucur-
kan darah dengan luka memanjang hingga ke pipi.
Pandangan Mitsunari menjadi kabur. Kecuali hanya
mata sebelah kanan yang berfungsi, darah, dan rasa
pedih membuat lelaki itu sangat terganggu.
"Jahanam," rutuk Mitsunari menggeram.
Dengan amarah meluap-luap lelaki itu kembali me-
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa di http://cerita-silat.mwapblog.com
http://cerita-silat.mwapblog.com/cersil-pdf-pendekar-rajawali-sakti-34-jari-malaikat.html
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa Split-pdf by Saiful Bahri - Situbondo
menangan akan terbuka...."
Saburo Mishima menghindar, melompat ke belakang,
sementara Mitsunari terus memburunya. Lelaki terse-
but seakan ingin segera menyudahi pertarungan itu.
Saat Saburo berada di belakang tiang gua, Mitsunari
menebas sekuat tenaga, tiang bambu itu terpotong
menjadi dua. Karena kehilangan tiang penyangga, tanah di atasnya berguguran ke
bawah, Mitsunari menutup
mata, kesempatan yang hanya sepersekian detik itu tak disia-siakan oleh Saburo,
ia bergulingan sambil menebas kaki musuhnya. Terdengar jeritan melengking keti-
ka Mitsunari roboh ke tanah. Kaki kirinya putus.
Ketika kesadaran Mitsunari mulai pulih, ia merasa-
kan ujung pedang Mishima menempel di lehernya.
"Kau kalah," kata Saburo Mishima dengan bibir ge-
metar.
"Bunuhlah aku," kata Mitsunari sambil merintih.
"Lengkapi kemenanganmu dengan kematianku."
"Kau bukan seorang samurai. Aku tidak akan mem-
bunuhmu karena tidak ada harganya."
"Jangan membuatku merasa terhina."
"Kau memang hina," tukas Mishima dingin. "Tidak
ada yang lebih hina dibanding seorang samurai yang
berkhianat. Kau lebih nista dibanding shugyosa. Aku
akan membiarkan dirimu tetap hidup agar kau me-
ngerti arti kehinaan dirimu."
Saburo menarik pedangnya.
"Kenapa kau tidak membunuhnya?" tiba-tiba Na-
tane Yoshioka bertanya. "Dia seorang pengkhianat."
Saburo membungkuk hormat. Kemudian menjawab,
"Dia telah kehilangan sebuah mata dan satu kakinya,
ia tak akan pernah lagi hidup sebagai seorang samu-
rai, lebih-lebih menjadi daimyo seperti keinginannya.
Dia akan menanggungkan penghinaan seumur hidup-
nya. Kematian hanya akan membuatnya senang, ka-
rena tak harus merasakan penderitaan."
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa di http://cerita-silat.mwapblog.com
http://cerita-silat.mwapblog.com/cersil-pdf-pendekar-slebor-32-malaikat-peti-mati.html
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa Split-pdf by Saiful Bahri - Situbondo
tu singkat kita akan menghadapi bahaya besar. Me-
reka akan membongkar seluruh bukit ini untuk me-
nemukan Anda."
"Itu lebih baik daripada kita berdiam diri di sini seperti orang terpenjara."
Saburo Mishima membungkukkan badan. "Boleh-
kah saya mencegah Anda?"
"Sebaiknya tidak," jawab Natane Yoshioka enteng.
"Saya ingin membuktikan seberapa besar kesetiaan
rakyat pada ayahku. Besok, menjelang fajar menying-
sing, saya akan turun ke desa terdekat. Kita akan tahu seberapa besar
sesungguhnya bahaya yang kita hadapi." "Apakah tidak berbahaya?"
"Saat ini tidak ada yang tidak berbahaya. Apa pun
risikonya, kita harus berani menghadapinya."
"Pernahkah saya mengajarkan pada Anda, Yoshio-
ka-san, tentang ajaran Soen Tzu mengenai sebuah pe-
ngepungan?"
"Rasanya belum."
"Maukah Anda mendengarkannya?"
"Coba katakan."
"Soen Tzu adalah seorang panglima perang Cina
yang sangat terkenal. Pada lima ratus tahun sebelum
Masehi, ia telah menuangkan buah pikirannya menge-
nai strategi militer dalam buku yang diberi judul Seni Berperang. Satu ajarannya
mengatakan: Jika lawan kuat di segala posisi, bersiap-siaplah untuk
menghadapinya. Jika lawan lebih kuat, menghindarlah! Kita sekarang tahu, pasukan
Nobunaga jauh lebih kuat diban-
ding kita bertiga, bukankah kita lebih baik menghinda-rinya saja?"
"Kenapa kita harus berguru pada orang Cina?"
"Kita dapat belajar tentang kebijaksanaan hidup da-
ri siapa pun juga."
***
NOBUNAGA
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa di http://cerita-silat.mwapblog.com
moxa.
Karena sekarang musim semi, gubuk-gubuk yang
biasa dipakai membuat moxa banyak yang kosong, di-
tinggalkan para petani untuk mencari bahan obat-
obatan itu. Karena itu, ketika menemukan gubuk ter-
sebut, Saburo menganggap Tuhan berniat menyela-
matkan mereka. Bukan saja karena gubuk tersebut
dapat dipakai bersembunyi, tetapi sisa-sisa moxa yang ada di tempat itu, dapat
mereka pergunakan untuk
mengobati lukanya.
Di dalam gubuk itu, Natane Yoshioka sedang duduk
bersila sambil memegang pedangnya. Kojiro duduk di
sampingnya sambil menahan kantuk. Ketika mende-
ngar bunyi rumput ilalang terinjak kaki, kedua anak
itu saling berpandangan. Secara refleks Yoshioka mendorong bilah Pedang Muramasa
dari sarungnya.
Mereka bernapas lega ketika melihat Saburo Mishi-
ma yang datang.
http://cerita-silat.mwapblog.com/cersil-pdf-pendekar-naga-putih-76-neraka-bumi.html
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa Split-pdf by Saiful Bahri - Situbondo
"Hari ini kita akan mengadakan pesta," kata Saburo
sambil memperlihatkan seekor ayam di tangannya.
"Ayam ini kuperoleh dari rumah petani di bawah sa-
na."
"Engkau mencurinya, Sensei?" Yoshioka bertanya.
"Ya. Saya terpaksa mencuri karena pemiliknya tidak
ada. Semua orang berangkat ke Kamakura untuk me-
nyambut kedatangan Nobunaga."
"Mereka sekarang telah memasuki istana?"
"Tampaknya begitu. Saya sempat melihat iring-
iringan mereka dari jauh."
"Berapa banyak pasukannya?"
"Saya tidak tahu pasti, tetapi saya kira tidak kurang dari dua ribu orang.
Melihat rombongan itu, tampaknya Nobunaga akan memindahkan pusat pemerinta-
han di Kamakura."
"Dia merampas istana ayahku."
"Itulah yang terjadi."
"Dia telah membunuh kedua orang tuaku."
"Dia juga membunuh ibuku," Kojiro tiba-tiba berka-
ta. Ini mengejutkan Mishima. Selama ini, Kojiro jarang mengungkapkan
perasaannya. "Suatu saat saya akan
membalas."
"Saya pun akan membalas," sahut Yoshioka. "Me-
reka telah merampas semua milikku."
"Kita semua akan membalas," tukas Mishima de-
ngan suara mengandung kemarahan. "Tetapi tidak se-
karang. Kita harus mengumpulkan kekuatan terlebih
dulu sebelum melawan Nobunaga. Kekuatannya tidak
dapat kita anggap ringan. Dia memiliki samurai-sa-
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa di http://cerita-silat.mwapblog.com
http://cerita-silat.mwapblog.com/cersil-pdf-pendekar-slebor-27-rahasia-sang-geisha.html
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa Split-pdf by Saiful Bahri - Situbondo
"Haik, Yang Mulia."
"Engkau telah gagal menjalankan kewajibanmu se-
hingga anak Ashikaga lolos dan Pedang Muramasa le-
nyap."
"Benar, Yang Mulia."
"Kau tidak pantas memperoleh penghormatan seba-
gai seorang samurai. Satu-satunya tebusan untuk ke-
gagalan adalah kematian. Tetapi kegagalanmu kali ini jauh lebih buruk dari
kegagalan apa pun juga. Lolosnya Yoshioka menjadi benih bahaya yang tak dapat
di-
cegah. Karena itu aku akan menghukummu."
Mitsunari membungkukkan badan penuh hormat,
"Saya minta diizinkan untuk melakukan seppuku."
"Seppuku?"
"Benar, Yang Mulia. Rasanya saya tak sanggup me-
nanggungkan rasa malu. Telah menjadi kewajiban
saya sebagai seorang samurai untuk menebus kegaga-
lan ini dengan nyawa."
"Seorang samurai pantang melakukan kegagalan,"
kata Nobunaga dalam nada tinggi. "Kau tidak pantas
menjadi samurai."
"Yang Mulia!" Mitsunari mengangkat kepala. Ia sa-
ngat kaget mendengar pernyataan Nobunaga. Kata-
kata Nobunaga memberi isyarat bahwa ia tak diizinkan melakukan seppuku. Ini
berarti ia akan menanggungkan penghinaan seumur hidupnya. Bila dugaan ini be-
nar, berarti Nobunaga telah mencampakkan dirinya
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa di http://cerita-silat.mwapblog.com
http://cerita-silat.mwapblog.com/cersil-pdf-pendekar-rajawali-sakti-23-jago-dari-mongol.html
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa Split-pdf by Saiful Bahri - Situbondo
gas.
"Saya juga tidak akan gagal," sambung Kojiro.
"Jurus 'Sepasang Roda' merupakan tebasan melin-
tang di arah pinggul musuh," kata Saburo menje-
laskan. "Ini merupakan ujian pertama permainan pe-
dang setiap samurai."
Yoshioka dan Kojiro segera melaksanakan perintah
Saburo. Mereka menebas dengan gesit. Berulang-ulang
kedua anak itu menebas, sampai akhirnya Saburo meng-
hentikannya.
"Dalam permainan pedang, sabetan harus tepat, ti-
dak boleh bergeser seinci pun," kata Saburo memberi
penjelasan. "Setiap inci perbedaan, akan mengubah jurus yang dilakukan. Ada enam
belas tebasan yang ha-
rus dikuasai oleh setiap samurai."
"Ajarkan pada kami, Sensei," kata Yoshioka berse-
mangat.
"Benar. Biarkan kami mempelajarinya."
"Ryo-kuruma, tebasan pedang pada pinggul. Tai-tai, sabetan pedang pada garis
bahu. Sabetan ini hanya
memiliki selisih satu inci dari batas leher, karena itu tak seorang samurai pun
boleh meleset melakukan tebasannya."
Yoshioka berkata, "Kedengarannya rumit sekali."
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa di http://cerita-silat.mwapblog.com
lajari."
"Sepertinya itu bukan ilmu pedang...."
"Ilmu pedang bukan hanya bagaimana cara meng-
gunakan pedang, tetapi bagaimana cara memenangkan
suatu pertarungan."
Pada malam hari, sambil berbaring di atas jerami,
Saburo Mishima memberikan pengetahuan lain ten-
tang taktik dan kehidupan. Seperti biasa, Saburo se-
nang menceritakan tentang Soen Tzu:
Tulisan Soen Tzu mengenai "Seni Berperang" me-
narik perhatian Raja Ho Lu, dari negara Wu. Ketika
Soen Tzu menghadap raja tersebut, Raja Ho Lu berka-
ta, "Saya telah membaca dengan penuh perhatian bu-
ku Anda yang terdiri dari tiga belas bab itu. Dapatkah saya menguji teori Anda?"
Soen Tzu menjawab, "Silakan, Yang Mulia."
Ho Lu bertanya lagi, "Untuk mengujinya, dapatkah
digunakan wanita?"
"Dapat."
Kemudian dipanggillah 180 orang dayang-dayang
istana dan dibagi dalam dua kelompok. Masing-masing
kelompok dipimpin oleh seorang selir kesayangan raja.
Soen Tzu minta agar perempuan-perempuan itu di-
lengkapi tombak dan perisai. Setelah itu berkatalah
Soen Tzu kepada perempuan-perempuan tersebut.
"Saya kira kalian telah mengetahui perbedaan an-
tara depan dan belakang, tangan kiri dan tangan ka-
nan."
Para wanita itu menjawab serentak, "Ya."
"Jika saya katakan 'Pandangan ke depan', kalian
harus menghadap lurus ke depan. Jika saya katakan
'Menghadap ke kiri' kalian harus berputar menghadap
ke kiri. Demikian pula jika saya berkata 'Balik kanan'
atau 'Balik kiri' kalian harus melakukannya. Apakah
kalian mengerti?"
Para wanita itu menjawab, "Mengerti!"
Latihan pun dimulai. Dengan diiringi bunyi gende-
rang, Soen Tzu mulai memberikan aba-aba, "Balik ka-
nan!"
Wanita-wanita itu justru meledak tertawa.
Soen Tzu berkata, "Jika ucapan tidak jelas, bila pe-
rintah yang dikeluarkan tidak dipahami, panglimanya
yang salah. Mengerti?"
"Mengerti!"
Latihan pun dimulai lagi. Kali ini perintahnya, "Ha-
dap kiri!"
Sekali lagi wanita-wanita itu tertawa.
Soen Tzu berkata, "Jika kata-kata yang diucapkan
tidak jelas, bila perintah yang diberikan tidak dipahami, panglimanya yang
salah. Tetapi jika perintah yang
dikeluarkan jelas dan tidak dipatuhi, maka itu meru-
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa di http://cerita-silat.mwapblog.com
PENGEJARAN
SHOGUN Nobunaga sedang menciumi Naoko, salah se-
orang geisha kesayangannya. Wanita itu tergial sambil mendesah manja. Wajahnya
yang berbentuk oval dengan garis mata yang mencuat ke atas, mempertegas
garis kecantikannya. Rambutnya yang hitam lebat dis-
anggul tinggi di atas kepalanya. Gerak-geriknya yang gemulai menampilkan
sensualitas yang menggiurkan.
Payudaranya besar di atas pinggang yang kecil dan
pinggul yang besar memang sangat menggairahkan.
Naoko termasuk geisha dari Fujiwara yang sangat dis-
ayangi oleh Nobunaga. Bahkan menurut desas-desus,
wanita itu berperan dalam pengambilan-pengambilan
keputusan politik Nobunaga. Termasuk di antaranya,
penaklukan Shogun Ashikaga.
Menurut kabar angin, kecuali ambisi Nobunaga
menjadi satu-satunya shogun di Jepang, penaklukan
itu didorong oleh permintaan Naoko yang ingin tinggal di Istana Kamakura.
Menurut sejumlah sumber, sebelum menjadi kekasih Nobunaga, Naoko pernah menja-
lin cinta dengan Shogun Ashikaga. Mereka bertemu di
Fujiwara, kota kecil di pinggir Kamakura yang dijadikan pusat pelacuran. Mereka
memadu cinta hampir
setiap minggu. Selain memiliki kecantikan luar biasa, Naoko, seorang geisha yang
memiliki daya pikat tersendiri. Ia pandai menari dan memainkan shamizen (alat
musik yang baru saja ditemukan di Edo).
Pada malam bulan purnama, Shogun Ashikaga da-
tang ke Fujiwara. Ia berbaring polos di kolam mem-
biarkan seluruh tubuhnya dimandikan oleh kekasih-
http://cerita-silat.mwapblog.com/cersil-pdf-pendekar-gagak-rimang-4-rahasia-golok-cindar-buana
.html
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa Split-pdf by Saiful Bahri - Situbondo
nya. Sesudah itu, ia akan duduk menikmati sake sam-
bil mendengarkan permainan shamizen geisha kesa-
yangannya. Barulah setelah larut malam, mereka
menghabiskan waktu dengan bercinta.
Di atas ranjang, Naoko adalah seorang pecinta yang
hebat. Ia memberikan pelayanan terhadap Ashikaga
dengan sepenuh hati. Mempraktekkan berbagai posisi,
semata-mata untuk memuaskan kekasihnya. Buku
seks Jepang Kuno, Kagemusha, yang selalu dipraktekkan Naoko, menjadikan Ashikaga
tergila-gila pada wa-
nita itu. Sampai suatu hari shogun tersebut berjanji untuk mengawininya.
Naoko tersenyum penuh rasa bahagia. Jantungnya
berdetak lebih kencang. Ia benar-benar merasa men-
dapatkan karunia.
"Benarkah Yang Mulia akan membawa saya ke ista-
na?" Naoko bertanya dengan manja.
"Kau akan tinggal di Istana Kamakura bersamaku,"
kata Ashikaga sambil menciumi tubuh Naoko. "Aku tak
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa di http://cerita-silat.mwapblog.com
"Dengan setulusnya."
Nobunaga semakin tergila-gila. Ia lebih sering datang ke Fujiwara, khusus untuk
menjumpai geisha kesayangannya. Mereka bercinta seperti dua ekor ular naga,
saling membelit, melampiaskan gairah penuh gelora.
Sebagaimana orang Jepang yang memiliki cita rasa
tinggi, Nobunaga menulis haiku (puisi pendek) untuk
Naoko:
Dengan munculnya bunga sakura
Musim semi jadi pesona Fujiwara
Tanah kering menjadi subur berbunga azaela
Sungai diairi selendang pelangi
Aku disergap kerinduan seorang geisha
Naoko Yoritomo namanya
Naoko membalas puisi itu dengan menari di depan
Nobunaga, suatu tarian gemulai yang sangat indah.
Dengan penuh muslihat, Naoko melepas pakaiannya
satu per satu. Semua dilakukan menurut irama sha-
mizen. Tubuhnya yang mulus, dengan kulit putih ber-
sih, membuat Nobunaga kian terpesona. Laki-laki itu
berkali-kali menghela napas panjang, sebelum akhir-
nya tak kuat menahan rangsangan seksual dalam di-
rinya. Ia menarik Naoko ke dalam dekapannya.
Dengan liar, Nobunaga menciumi seluruh tubuh
wanita itu. Tidak seinci pun dibiarkan tak tersentuh bibirnya. Naoko sendiri
membalas sentuhan serta ciuman Nobunaga dengan cara-cara yang penuh imaji-
nasi. Dengan penuh kemesraan ia menciumi seluruh
permukaan tubuh lelaki gemuk itu.
"Kau sangat pintar, Naoko-san."
"Nikmati saja, Yang Mulia. Saya akan membuat
Yang Mulia bahagia."
"Naoko-san, aku tidak kuat lagi," desis Nobunaga
gemetar.
"Saya senang bermain-main," jawab Naoko tenang.
Kemudian ia mulai bermain-main lagi. Nobunaga me-
rasakan seluruh tubuhnya bergetar hebat. Dan akhir-
nya ia terkulai lemas sambil mendekap kepala Naoko
erat-erat.
"Oh, luar biasa, Naoko-san."
Nobunaga memejamkan matanya. Dengan letih ia
berbaring sambil memeluk kekasihnya.
Setengah jam kemudian, Nobunaga bertanya, "Se-
karang mintalah sesuatu padaku, aku bersumpah un-
tuk mengabulkannya. Sudah begitu banyak yang kau
berikan padaku, sementara belum ada yang kuberikan
padamu. Maka saat ini, mintalah sesuatu...."
"Benarkah Anda akan mengabulkan apa pun per-
mintaan saya?"
"Ini sumpahku. Katakan permintaanmu."
"Istana Kamakura."
Nobunaga terperanjat, "Apa maksudmu?"
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa di http://cerita-silat.mwapblog.com
"Aku ingin tinggal di istana itu sebagai wanita yang Anda cintai."
Kini semua sudah terlaksana. Sumpah Nobunaga
benar-benar dilaksanakan. Dendam Naoko pun telah
terbalas. Bagi Naoko, sesungguhnya pelampiasan den-
dam terhadap Ashikaga, jauh lebih memuaskan diban-
dingkan apa saja. Namun, api dendam dalam dirinya
belum seluruhnya padam, lolosnya Natane Yoshioka
membuat pembalasan itu tidak sempurna. Karena itu
ia akan terus menghasut Nobunaga untuk menun-
taskan pembalasan dendamnya.
Di luar dinding kamar, tiba-tiba terdengar derap kaki mendekat. Shogun Nobunaga
mendorong tubuh telanjang Naoko, kemudian meraih pedang di sisi ranjang.
"Siapa di situ?" teriaknya lantang.
Orang-orang di luar dinding kamar terdengar ber-
simpuh.
"Saya Konishiwa, Yang Mulia."
"Konishiwa-san, ada apa?"
"Saya ingin melaporkan peristiwa yang baru saja
terjadi di pinggir kota."
"Peristiwa apa?" nada suara Nobunaga terdengar ti-
dak sabar.
"Ishida Mitsunari melakukan pembelotan. Dia telah
melawan perintah Anda."
Nobunaga terdengar mendengus. Ia merasa lega.
Tadinya ia menduga ada pemberontakan yang berba-
haya.
"Kalau begitu gantung mayatnya di pinggir jalan
agar semua orang tahu risiko melawanku."
"Ishida Mitsunari telah membunuh ketujuh samurai
yang mengawalnya, Yang Mulia. Dia kemudian meng-
hilang entah ke mana."
Nobunaga bertanya menggeram, "Enam orang sa-
murai yang kau andalkan tewas di tangan seorang la-
ki-laki yang tidak punya kaki?"
"Benar, Yang Mulia."
"Bodoh! Kalian samurai-samurai bodoh! Kerahkan
seratus samurai, kejar laki-laki itu. Tangkap dia hidup atau mati!"
Konishiwa membungkukkan badan. "Bagaimana de-
ngan Saburo" Bagaimana dengan Yoshioka" Bagaima-
na dengan Pedang Muramasa?"
Nobunaga meledak karena marah, "Kerahkan seribu
samurai untuk mengejar mereka! Geledah semua ru-
mah di Kamakura, cari sampai ketemu, penggal kepala
mereka untukku!"
"Baik, Yang Mulia. Saya akan segera jalankan perin-
tah Anda."
Konishiwa mundur, bangkit berdiri, kemudian ber-
gegas meninggalkan tempat itu. Dua puluh samurai di
belakangnya segera mengikutinya.
Udara malam yang dingin tidak membuat Konishiwa
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa di http://cerita-silat.mwapblog.com
http://cerita-silat.mwapblog.com/cersil-pdf-pendekar-pulau-neraka-57-sepasang-bangau-putih.htm
l
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa Split-pdf by Saiful Bahri - Situbondo
si.
"Ayahku akan melepasmu," kata Kojiro sambil men-
dekati gadis itu. "Tetapi engkau jangan menjerit atau berteriak. Teriakanmu
dapat membahayakan kami.
Percayalah, kami bukan orang jahat."
Yoshioka turut bicara, "Kalau engkau berjanji tidak
menjerit, kami akan membebaskan dirimu. Aku bah-
kan akan memberimu hadiah."
Gadis itu menatap bimbang pada Yoshioka. Lalu de-
ngan ragu-ragu ia mencoba menganggukkan kepala.
"Jangan menjerit," bisik Saburo lembut. "Karena ka-
lau engkau menjerit, kami terpaksa menyakitimu."
Gadis itu menganggukkan kepala.
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa di http://cerita-silat.mwapblog.com
http://cerita-silat.mwapblog.com/cersil-pdf-pendekar-perisai-naga-05-siluman-kera-sakti.html
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa Split-pdf by Saiful Bahri - Situbondo
"Sudah saya selesaikan semua," kata pandai besi
itu sambil memperlihatkan pesanan Ishida. "Sekarang
berikan dulu uangnya, baru saya berikan pesanan ini."
Secepat kilat Ishida mencabut pedang lalu menebas
tubuh pandai besi itu. Laki-laki tersebut tidak pernah menduga akan mendapat
serangan seperti itu. Ia tetap berdiri membeku ketika merasakan cairan hangat
berwarna merah membanjiri tubuhnya. Sabetan pedang
itu demikian hebat sehingga pandai besi itu tak dapat merasakan apa-apa. Saat
kesadarannya pulih, tubuhnya telah merosot, lalu terjungkal di tanah. Saat itu
is-
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa di http://cerita-silat.mwapblog.com
tri pandai besi tersebut muncul dari rumahnya. Ketika melihat tubuh suaminya
terbaring berlumur darah, ia
menjerit histeris. Tetapi sebelum jeritan itu didengar orang lain, Ishida telah
menebas tubuh wanita itu dari belakang.
"Maafkan saya," kata Ishida Mitsunari sambil me-
masukkan pedangnya. "Saya terpaksa membunuh ka-
lian agar tidak ada yang tahu mengenai diriku."
Dengan tertatih-tatih, Ishida kemudian meninggal-
kan tempat itu.
Di kuil, Ishida tersenyum lebar, bangga terhadap di-
rinya. Ia kini memiliki tiga senjata yang sangat mematikan. Pedang panjang di
tangan kanan, penyangga
kaki yang dapat berfungsi sebagai tombak, dan kaki
yang tajam mematikan.
Hujan deras mengguyur Kuil Muro, namun Ishida
tidak peduli. Kegembiraan telah mengalahkan keleti-
hannya. Ia terus berlatih, mencoba menggunakan se-
gala kemungkinan dengan kaki kirinya. Tak seorang
pun menduga, cacat itu akhirnya justru menjadi keku-
atan yang tak terduga. Rasa frustasinya seketika le-
nyap, pikirannya kini dipenuhi luapan kegembiraan
tak terkatakan. Ia gembira karena akan dapat melaku-
kan pembalasan dendam pada Saburo, dan Nobunaga!
"Aku bersumpah, akan memasuki jalan iblis untuk
membalas dendam. Akan kutumpas semua musuhku
hingga anak cucunya. Mereka akan menyadari kesala-
hannya, akan kubuat mereka meratap meminta kema-
tiannya!"
***
PENGKHIANATAN
BUKIT tempat persembunyian Saburo tampak lebih hi-
tam dibanding pernis yang paling hitam, sementara
gunung di kejauhan terlihat pucat seperti mika. Musim semi masih menebarkan bau
harum dan hangat. Bambu kuning dan tumbuhan wistaria menjerat kabut transparan.
Pondok bambu di lereng bukit itu terasa hangat. Te-
rutama bagi Yoshioka dan Kojiro. Kedua anak itu me-
rasa terlepas dari kesunyian. Keluarga Miyagi meneri-ma mereka dengan penuh
hormat. Mereka menanak
nasi kemudian mencarikan sayur-mayur untuk lauk.
Lelaki itu menangkap ikan dari kolam, lalu menghi-
dangkan sebagai ikan bakar yang lezat.
Natane Yoshioka dan Kojiro makan dengan lahap.
Selama ini mereka hanya makan buah-buahan dan
ikan segar, karena itu suguhan keluarga Miyagi mem-
buat mereka merasakan kenikmatan yang berlipat
ganda. Hanya Saburo yang mencoba menekan rasa la-
par dalam dirinya. Sebagai seorang samurai, ia tetap bersikap waspada. Betapa
pun, mereka belum tahu banyak tentang keluarga Miyagi, termasuk kesetiaannya
pada Shogun Ashikaga.
Dari keluarga itu pula, mereka mengetahui Shogun
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa di http://cerita-silat.mwapblog.com
"Ke mana?"
Yoshioka terdiam. Ia bingung menjawabnya. Sesu-
dah pertemuan dengan keluarga Miyagi, rasanya me-
reka tidak bebas lagi menggunakan gubuk di atas bu-
kit sebagai tempat persembunyian. Yoshioka kemudian
menoleh pada Saburo. Tetapi lelaki itu tak mem-
pedulikannya.
"Apabila Yang Mulia berkenan, saya persilakan
menginap di sini. Kami masih memiliki dua buah ka-
mar yang kosong."
"Terima kasih, saya rasa...."
"Tidak perlu," potong Saburo cepat. "Apabila Anda
mengizinkan, kami akan berterima kasih sekali bila dibiarkan menggunakan gubuk
itu untuk sementara
waktu."
"Saya merasa tidak pantas bila membiarkan Yang
Mulia tidur di gubuk itu."
"Jangan terlalu dipikirkan. Buktinya kami telah
tinggal di sana lewat satu bulan."
Ayah Miyagi membungkukkan badan hingga kepa-
lanya menyentuh lantai. "Kalau begitu, saya tak dapat menghalanginya."
Ayah Miyagi bernama Miyazawa, seorang pandai be-
si. Sudah hampir dua puluh tahun lelaki itu membuat
pedang untuk kaum samurai. Ia bekerja dibantu oleh
adiknya, Takezo, seorang lelaki bertubuh tegap dengan sinar mata mengandung
keculasan. Saat pertama ber-
temu di atas bukit, naluri Saburo mengatakan harus
bersikap hati-hati pada Takezo. Laki-laki tersebut tidak dapat dipercaya. Sikap
pendiamnya sangat mencuriga-kan. Karena itulah, Saburo terus bersikap waspada.
Beberapa kali Saburo melihat Takezo menatap Pedang
Muramasa di tangannya. Sebagai seorang pandai besi,
Takezo pasti tahu nilai Pedang Muramasa, karena itu
tatapan lelaki tersebut (bagi Saburo) mengandung ma-
rabahaya.
Di depan rumah Miyazawa, terdapat tempat pembu-
atan pedang. Saburo membiarkan Yoshioka dan Kojiro
melihat bagaimana cara membuat naginata. Sebagai
calon samurai kedua anak itu memang harus me-
ngetahui rahasia di balik pedang mereka. Kedua anak
itu terheran-heran menyaksikan proses pembuatan
naginata. Pedang itu ternyata tidak dibuat dari baja yang kemudian ditempa
tipis, tetapi sekumpulan bilah-bilah baja dari berbagai tingkat ukuran yang
kemudian ditempa menjadi satu.
"Dahulu kami memang membuat pedang dari baja
tebal yang ditempa," kata Miyazawa menjelaskan. "Te-
tapi cara itu hanya dapat menghasilkan pedang kuali-
tas nomor dua. Meskipun ketajamannya tak perlu dira-
gukan, namun pedang jenis itu mudah patah. Pernah
pula kami coba mempergunakan baja lunak, tidak
mudah patah, namun jenis itu kehilangan ketajaman-
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa di http://cerita-silat.mwapblog.com
http://cerita-silat.mwapblog.com/cersil-pdf-tokoh-besar-karya-khu-lung.html
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa Split-pdf by Saiful Bahri - Situbondo
lebih dulu filosofi kehidupannya sebelum dia memba-
wa pedang di pinggangnya."
"Apakah saya belum mengerti filosofi itu?"
"Masih dibutuhkan waktu untuk menyempurnakan-
nya."
"Saya merasa sudah tidak sabar untuk segera me-
milikinya."
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa di http://cerita-silat.mwapblog.com
gai samurai ia sangat terlatih. Indra keenamnya selalu memberi firasat bila
sesuatu akan terjadi. Dan biasanya, firasat itu selalu terjadi.
Sejak pertemuannya dengan Miyagi, naluri Saburo
mengatakan akan adanya bahaya. Keluarga pandai be-
si itu tidak dapat dipercaya, terutama Takezo. Sorot mata lelaki tersebut
mengisyaratkan kelicikan.
Saburo melihat Natane Yoshioka dan Kojiro masih
lelap. Dengan hati-hati ia berdiri sembari mengambil pedangnya. Ia melangkah
pelan-pelan. Lewat celah
dinding gubuk itu, Saburo mengintai keluar. Tidak ada siapa-siapa. Di luar tetap
sepi. Malam masih gelap.
Keadaan di luar hanya diterangi cahaya rembulan. Sa-
buro mencoba mempertajam pendengarannya. Dalam
suasana gelap, ia terbiasa mengandalkan telinganya.
Saburo meletakkan pedangnya, kemudian mem-
bungkuk, menempelkan telinganya di tanah. Dadanya
seketika berdebar-debar. Detak jantungnya serasa
berhenti berdenyut. Ia mendengar derap kaki ratusan
jumlahnya. Tanpa berpikir panjang lagi ia memba-
ngunkan Yoshioka dan Kojiro.
"Bangun. Kalian harus bangun!" Saburo berbisik
sambil menggoyang tubuh keduanya.
"Ada apa?" Natane Yoshioka bertanya sambil me-
ngerjap-ngerjapkan mata.
"Saya masih mengantuk," sambung Kojiro karena
tidurnya merasa terganggu.
"Seseorang mengkhianati kita," kata Saburo berbi-
sik. "Mereka sekarang mengepung kita."
"Siapa?"
"Tentara Nobunaga."
Yoshioka kaget, "Nobunaga?"
"Ya. Mereka sekarang sedang bergerak kemari. Ada
kira-kira tiga ratus prajurit sedang mendaki bukit ini."
"Tiga ratus" Bagaimana Sensei tahu?"
"Dari langkah mereka yang terdengar."
Kojiro bertanya, "Siapa yang mengkhianati kita?"
"Satu di antara dua pandai besi itu."
"Pasti Takezo," kata Kojiro geram. "Saya tidak me-
nyukainya sejak pertama kali bertemu."
"Soal siapa yang mengkhianati kita, tak usah dibi-
carakan sekarang," kata Saburo. "Sekarang yang pen-
ting kita mencari jalan keluar untuk lolos dari kepungan mereka."
"Bagaimana caranya?"
"Saya akan menuruni bukit untuk mengetahui se-
berapa besar kekuatan mereka. Kalian tunggu di sini.
Nanti setelah tahu jumlah musuh, kita baru bisa me-
mastikan harus berbuat apa."
"Baiklah, kami akan menunggu."
Saburo Mishima pelan-pelan berdiri. Ia berbalik, la-
lu bergegas pergi. Natane Yoshioka berpaling pada Kojiro, keduanya tampak
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa di http://cerita-silat.mwapblog.com
tegang.
"Akan kupenggal kepala Takezo kalau kita dapat lo-
los dari pengepungan ini," kata Yoshioka penuh kebencian.
"Sejak awal aku sudah tidak menyukainya," sahut
Kojiro geram. "Benar-benar kurang ajar!"
"Akan kubunuh seluruh keluarganya kalau terbukti
mereka berkhianat."
"Kenapa seluruh keluarganya?"
"Mereka harus menanggungkan semua akibat
pengkhianatannya."
"Bagaimana kalau hanya Takezo yang mengkhianati
kita?"
"Aku tidak peduli. Akan kupenggal kepala mereka
sebagai contoh bagi orang yang mengkhianati Ashika-
ga."
"Juga Miyagi?"
Yoshioka seketika berpaling pada Kojiro. "Kenapa
dengan Miyagi?"
"Dia tak mungkin mengkhianati kita."
"Bagaimana kau tahu?"
"Dia gadis yang baik."
"Kau jatuh cinta padanya?"
Kojiro gelagepan untuk menjawab.
"Kau pasti sedang jatuh cinta," kata Yoshioka meng-
goda.
Kojiro memerah wajahnya. Ia lalu bergegas mengin-
tip keadaan di luar lewat lubang pada dinding. Yoshi-
oka tersenyum mengerti.
Saburo berlari menuruni bukit. Ia mencari tempat
yang dapat untuk melihat hutan di bawahnya. Seketi-
ka hatinya terkesiap, pada jarak kira-kira tujuh ratus meter di bawahnya, ia
melihat ratusan tentara Nobunaga tengah mendaki bukit itu. Puluhan orang di
antaranya membawa obor, sehingga tempat di sekitarnya
terang benderang. Api obor itu bergerak-gerak tertiup angin, mirip lidah ular
naga. Setiap pembawa obor, di punggungnya terdapat bendera warna merah, lambang
keshogunan Nobunaga.
Derap kaki tentara itu terasa menggetarkan tanah
di sekitarnya. Mereka mendaki bukit dalam formasi
yang sangat rapat, sehingga mustahil Saburo dapat
bersembunyi.
"Gila!" desis Saburo marah. "Rupanya Nobunaga ti-
dak ingin memberi kesempatan padaku."
Seorang laki-laki yang memimpin penyergapan itu
berteriak-teriak memberi aba-aba. Pakaiannya yang
berlapis besi berkilauan tertimpa sinar rembulan.
Saburo tak ingin membuang waktu, ia segera berlari
ke arah utara, mencari jalan untuk lolos. Harapannya sia-sia. Di lereng bukit
sebelah utara, tampak ratusan tentara panah tengah merayap mendaki bukit. Obor
yang dibawa untuk menerangi jalan menjadikan lereng
bukit itu seperti hutan terbakar.
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa di http://cerita-silat.mwapblog.com
http://cerita-silat.mwapblog.com/cersil-pdf-pendekar-pedang-tumpul-joko-sableng-16-bidadari-ca
dar-putih.html
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa Split-pdf by Saiful Bahri - Situbondo
merupakan satu-satunya pilihan. Dalam hati Saburo
01. Samurai Pengembara 1 - Shugyosa di http://cerita-silat.mwapblog.com