Anda di halaman 1dari 91

NEMATODA JARINGAN

Sahat M. Ompusunggu
Yang termasuk nematoda
jaringan:
-Filaria
-Dracunculus medinensis
-Larva migrans
-Angiostrongylus
-Gnathostoma
-Anisakis
FILARIA
Hospes
 Hospes definitif: manusia, mammalia.
 Hospes intermedier/vektor: nyamuk, lalat,
agas.

Penyakit
 Filariasis (nama umum);
 Filariasis limfatik (yg disebabkan oleh filaria yg
tinggal di jaringan limfatik: W.bancrofti,
B. malayi, dan B. timori.
SPESIES
 Semua cacing filaria masuk sbg anggota super-
familia Filarioidea.
 Yang normal berparasit pd pada manusia:
 Wuchereria bancrofti,


Brugia malayi,
Brugia timori,
} ada di Indonesia

 Loa loa,
 Mansonella ozzardi,
 Mansonella perstans, tidak ada di
 Mansonella streptocerca, Indonesia
 Onchocerca volvulus.
Cacing dewasa
► Tinggal di:
» Jaringan limfe,
» Jar subkutan,
» Jar lain: peritoneum, mesenterium, rongga
tubuh, perirenal, retroperitoneal, dsb.
► Bersifat vivipar, menghasilkan mikro-
filaria.
► Bisa hidup 4-6 tahun.
Mikrofilaria

 Pada filaria limfatik, hanya pd waktu tertentu mikro-


filaria muncul di aliran darah perifer/tepi, yang disebut
periodisitas.
 Periodisitas ini waktunya sesuai dengan waktu puncak
gigitan vektor pada hospes (manusia atau hewan).
 Mampu hidup 70 hari di dalam darah.
Mikrofilaria
Jenis periodisitas mikrofilaria:
1. Periodik nokturna: hanya pd malam hari muncul di
aliran darah perifer, pd siang hari tidak.
2. Sub periodik nokturna: malam maupun siang muncul
di aliran darah perifer, tetapi lbh banyak pd malam.
3. Periodik diurna: hanya pd siang hari muncul di alir-
an darah perifer, pd malam hari tidak.
4. Sub periodik diurna: malam maupun siang muncul di
aliran darah perifer, tetapi lbh banyak pd siang.
5. Non periodik (=aperiodik): siang dan malam muncul
di aliran darah perifer dan sama banyak.
Perbedaan spesies filaria
Perbe W. ban- B.ma- B. ti- Loa M. oz- M. per- M.strept O.vol-
daan crofti layi mori loa zardi stans ocerca vulus

Distri- Asia, Afrika Afrika,


busi Pasifik, Indo- Barat, Afrika, Ameri-
geog- Afrika Asia nesia Te- Amerika Amerika Afrika ka Te-
rafis tropis, /NTT ngah Selatan Selatan, Barat ngah &
Amerika Tengah Tengah Selatan
Habi- Mesen- Mesente-
tat Sistim terium, rium, pe-
Dewa- Sistim Sistim limfa- Sub- rongga rirenal, Sub Sub
sa limfatik limfatik tik kutan tubuh retroperi- kutan kutan
toneal
Vek- Nyamuk Nya- Nya- Chry- Culicoi- Culi- Culi- Simu-
tor muk muk sops des, Si- coides coides lium
mulium

Lokasi
mf Darah Darah Darah Darah Darah Darah Kulit Kulit
Noktur-
Perio- na, non Nok- Non Nonperio- Non Non
disitas Beragam periodik turna Diurna periodik dik periodik periodik
Perbedaan spesies filaria
P’be- W. ban- Loa M. oz- M. per- M.strept O.volv
daan crofti B.ma-layi B. ti-mori loa zardi stans ocerca ulus

Morfologi mikrofilaria

Selu- Ada, Ada,


bung/ Ada, tdk merah merah Tidak Tidak Tidak Tidak
sarung jelas dgn jambu jambu Ada ada ada ada ada
Giemsa dgn dgn
Giemsa Giemsa

285-
Pan- 250- 370
jang 230-300 175-260 280-310 300 175-240 190-200 180-240 & 150-
(μ) 290

Lebar
(μ) 7,5-10 5-6 7 6-8,5 4-5 4-5 5-6 5-9
Perbedaan spesies filaria
P’be- W. ban- B. ti- Loa M. oz- M. per- M.strepto O.vol-
daan crofti B.ma-layi mori loa zardi stans cerca vulus
Merun-
cing;
ujung
Merun- membulat
- Ekor Merun- cing, inti Panjang, , tumpul Merun-
dan Merun- Merun- cing, hingga ujung Merun- dan cing ke
inti cing ke cing, ada 2 ke ujung merun- cing; ujung membeng ujung,
ekor ujung, ada 2 inti inti di ekor dgn cing, membulat -kok spt tanpa
tanpa inti di ujung ujung jarak tdk tanpa inti tumpul; kait; inti inti di
di ujung ekor ekor beratur- di ujung inti ada ada ujung
ekor an ekor hingga ke hingga ke ekor
ujung ekor ujung.
P:L
kepala 1:1 2:1 3:1 -- -- -- -- --
Susun
an inti Tdk Tdk
badan Teratur teratur teratur -- -- -- -- --
Lekuk Patah- Patah-
tubuh Halus patah patah -- -- -- -- --
Stadium pada vektor Stadium pada manusia
Nyamuk mengisap darah (lar-
va stadium 3 memasuki kulit

Pindah ke probosis nyamuk

Larva stadium 3
Cacing dewasa di limfatika

Larva stadium 1 Cacing dewasa memproduksi


Nyamuk
microfilaria berselubung dan pindah
mengisap
darah ke saluran limfe dan darah
(menelan
Mikrofilaria melepaskan mikrofilaria)
selubung-nya, menembus
usus dan pindah ke otot
toraks nyamuk

Stadium infektif
Stadium diagnostik

Siklus Hidup filaria


Purnomo
Siklus Hidup filaria
Siklus Hidup filaria
Perbedaan morfologi mikrofilaria
bagian kepala dan ekor
Larva stadium ke-3 filaria pada proboscis nyamuk
Pharyngeal armature dan cibarial armature
pada nyamuk An. gambiae
Pharyngeal armature pada nyamuk An. gambiae
FILARIA LIMFATIK:
1. Wuchereria bancrofti
2. Brugia malayi
3. Brugia timori
Wuchereria bancrofti
 Sinonim:
» Filaria sanguinis hominis;
» Filaria bancrofti,
» Filaria nocturna,
» Wuchereria pacifica.
 Hospes: hanya manusia.
 Penyakit:
» Wuchereriasis bancrofti;
» Filariasis bancrofti;
Distribusi geografis filaria limfatik di dunia
(W. bancrofti, B. malayi dan B. timori)
Penyebaran filariasis di Indonesia

W. bancrofti dan B.malayi


B..malayi
W. bancrofti
W. bancrofti dan B. timori
Morfologi mikrofilaria W. bancrofti
Sediaan darah tebal, Sediaan filtrasi nukleopor,
pewarnaan hematoksilin pewarnaan Giemsa

Mikrofilaria W. bancrofti
» kepala 1:1,
» susunan inti badan teratur,
» tdk mempunyai inti ekor;
» mempunyai selubung, tetapi tdk jelas dgn Giemsa
» lekuk badan halus,
selubung inti badan

kepala

Mikrofilaria W. bancrofti
(pewarnaan Giemsa)
Pewarnaan Giemsa Pewarnaan Hematoksilin Eosin

Mikrofilaria W. bancrofti
Pewarnaan Giemsa
Mikrofilaria W. bancrofti
Penampilan mikrofilaria dengan mikroskop fluoresen
On the cuticles of the microfilariae of the two species, there were numerous
transverse striations running across regularly all over the body
1. General profil of B. pahangi microfilaria. X 2,000
2. Transverse striation at midportion of B. malayi microfilaria. X 6,000
(Aoki et al. STUDIES ON MALAYAN FILARIASIS IN CHE-JU IS., KOREA)
The anterior end of B. pahangi microfilaria had the appearance of a bluntly
rounded cap, where three special external structures were recognized. One was
a single wedge-shaped cephalic hook. It extended backwards from one edge of
the cephalic cap, probably on the ventral surface, and was 0.7 to 1.1 u long.
Others were two small pores. One of them was situated at the center of the
cephalic cap. It was rectangular in shape and about 0.4 u by 0.2. The other pore
was round in shape. It measured 0.2 to 0.3 u in diameter and lay just in the
middle between the base of the hook and the rectangular pore. The rest was a
bow-shaped groove on the side of the cephalic cap opposite to the hook.
Vektor filariasis di Indonesia
1,6,7
6,7,8,9,10, 3,4,6,7,8,9,12,
6,8,9,12 6,8,9 13,15,17
11,12
6,7,10 6,12 1,2,3,6,18,19,
13
6 13 20,21,22,23
6,12 6
5,12
6,8,9,11

6,12 6 1 1,6

1,7
1. Cx quinquefasciatus.
14
2. Cx. bitaeniorrhynchus
3. Cx. annulirostris 10. Ma. annulifera 17. An. maculatus
13,14, 18. An. farauti
4. Cx. withmorei 11. Ma. annulata 15,16
5. Mansonia spp. 12. An. nigerrimus 19. An. koliensis
6. Ma. uniformis 13. An. barbirostris 20. An. punctulatus
7. Ma. indiana 14. An. subpictus. 21. An. bancrofti.
8. Ma. bonneae 15. An. aconitus 22. Ar. subalbatus
9. Ma. dives 16. An. vagus 23. Ae. kocki
Vektor filaria di Indonesia

Cx.
Cx. bitaen Ma.
quinq iorrrh Cx. Cx. Mans Ma. Ma. bonne Ma. Ma. An, An. An. An. An. An. An. An. An. Ar.
uefas ynchu annuli withm onia unifor indian ae/div annuli annul nigerr barbir subpi aconit An. macul aconit An. kolien punct bancr subal Ae.
Provinsi ciatus s rostris orei spp. mis a es fera ata imus ostris ctus us vagus atus us farauti sis ulatus ofti batus kocki
NAD V V V
Sumut V
Riau V V V
Sumbar V V
Jambi V V V
B'kulu V V V
Sumsel V V

Lmpung V
DKI V
Jabar V V
Jateng V V
Kalbar V V
Kalteng V V
Kalsel V V V V V V
Kaltim V V
NTB V
NTT V V V V
Sulsel V V V
Sulteng V
Sultra V V V V V V V V V
Maluku V
Papua V V V V V V V V V V
Patogenesis, Patologi, Klinis
• Fase akut (awal infeksi  pendewasaan
cacing): demam, limfangitis, limfadenitis,
orkitis dan hidrokel.
• Stadium kronis (sesdh berbln-bln): varises
limfatik, kiluria, hidrokel dan elefantiasis.
• Kebanyakan lesi muncul pd jaringan limfa seb
bawah dan terkonsentrasi di daerah inguinal pd
pria (skrotum) dan buah dada pd wanita.
• Mikrofilaria jarang terlihat di darah perifer pd
kasus elefantiasis kronis.
Elephantiasis
• Elephantiasis is a common term for either
Lymphatic filariasis or Podoconiosis. These
are two different diseases but they both cause
enlargement of lower extremities that would
appear like an elephant’s limb and thus
accountable for the term. Both diseases are
included in the list of Neglected Tropical
Diseases by the World Health Organization.
Sistim limfatik manusia
Jejaring sistim limfatik dan
kapiler pembuluh darah
Gejala wuchereriasis kronis
pada pria: pembesaran skrotum
Berbagai bentuk pembesaran skrotum
Gejala wuchereriasis kronis:
Gejala wuchereria- Kiri : urina normal
sis akut: limfadenitis. Tengah: kiluria sebelum disen-
tifugasi;
Kanan: kiluria setelah disentri-
fugasi.
Gejala wuchereriasis pada wanita

Pembesaran vulva
Pembesaran mammae
Akibat dan gejala pada bayi
Diagnosis
• Klinis: di daerah endemis, gejala limfangitis,
limfadenitis dan elefantiasis bernilai diagnostik.
• Parasitologis: pemeriks. darah pd malam hari
utk menemukan mikrofilaria, dibuat sediaan
darah tebal (60 µL) dan diwarnai dgn Giemsa
1:15 selama 15 menit).
• Serologis: complement fixation, presipitin dan
tes kulit, meskipun kadang-kadang terjadi
positif palsu; tes terbaru yang sensitif adalah
RIPEGA (radioimmuno polyethylene-glycol
assay), IRMA (Immunoradiometric assay), radio
immunoassay 2 sisi dan sebagainya.
Diagnosis

Tes cepat dgn ICT


Karakteristik Wuchereria Brugia Brugia
bancrofti malayi timori
Panjang 309,2-346,8 µ 205-240 µ 265-323 µ
Lebar 5,30 µ 4,00 µ 4,40 µ
Ruang kepala 4,10 µ 7,50 µ 13,00 µ
Panjang: lebar kepala 1:1 1,9:1 3:1
Cincin syaraf 49,39 µ 48,30 µ 63,80 µ
Lubang ekskresi 93,00 µ 67,00 µ 84,40 µ
Innenkorper 33,05 µ 30,70 µ 60,00 µ
Lubang anus 253,40 µ 181,60 µ 238,00 µ
Pengobatan
 Obat utk filaria limfatik hanya diethylcarbama-
zine.
 Cara pemberantasan melalui pengobatan:
» Bila dlm satu kabupaten, Microfilaremia rate < 1 %,
dilakukan pengobatan selektif (hanya kpd penderita
saja) dgn obat dethylcarbamazine (DEC), dosis 6 mg/
kg BB/hari selama 12 hari).
» Bila Microfilaremia rate > 1 %, diberikan kombinasi
DEC 6 mg/kg bb dan albendazole (400 mg/orang)
secara massal (semua penduduk) berumur > 2 tahun,
diberikan 1 x / tahun selama 5 tahun berturut-turut.
Epidemiologi
 Di Indonesia ada 2 tipe: perkotaan & pedesaan.
yang berkaitan dgn penyebaran vektor.
 Vektor di perkotaan: Culex pipiens fatigans (=
C. quinquefasciatus) dan Aedes.
 Vektor di pedesaan: Culex, Aedes, Anopheles
dan Armigeres.
 Di alam, hospes definitif W.b. hanya manusia,
namun secara eksperimen bisa menginfeksi
monyet dan marmut.
 Di Kalsel ditemukan spesies lain: W. kalimantani
yang menginfeksi monyet daun (Presbytis
cristatus), tetapi tdk menginfeksi manusia.
Brugia malayi
Sinonim
 Filaria malayi,
 Mikrofilaria malayi,
 Wuchereria malayi.

Hospes
 Hospes definitif: manusia, juga monyet daun,
(Presbytis cristatus), kucing rumah, kucing
hutan dan pangolin.
Penyakit
 Filariasis malayi,
 Filariasis brugia,
 Brugiasis malayi.

Distribusi geografis
 Terdapat di Asia: Indonesia, Malaysia,
Vietnam, Kamboja, Laos, Cina, Jepang, India,
Sri Langka dan Filippina.
Morfologi
Mikrofilaria:
 kepala 2:1,
 lekuk badan patah-patah,
 susunan inti badan tdk teratur,
 ada 2 inti ekor (subterminal dan terminal);
 dgn Giemsa, selubung b’warna merah
jambu.
pewarnaan hematoksilin pewarnaan Giemsa
Mikrofilaria B. malayi
- kepala 2:1,
- lekuk badan patah-patah,
- susunan inti badan tdk teratur,
- ada 2 inti ekor (subterminal dan terminal);
- dgn Giemsa, selubung berwarna merah jambu.
Mikrofilaria B. malayi, sediaan basah dalam 2 % formalin
Sel darah merah

Inti terminal

Inti subterminal

Mikrofilaria B. malayi dengan Dua inti ekor


mikroskop elektron (pewarnaan Giemsa)
Mikrofilaria B. malayi manusia (pewarnaan fosfatase
asam
Terlihat aktifitas enzim fosfatase asam di daerah amphid (Am),
porus ekskretorius (E), porus anus (An), dan phasmid (P). Sumber:
Ravindran et al, 2014, Canine Filarial Infections in a Human Brugia malayi
Endemic Area of India.
Patogenesis, Patologi, Klinis
• Banyak kemiripan dgn gjl klinis W. bancrofti,
tetapi gjl limfangitis dan limfadenitis jarang pd
alat kelamin, hanya pada tungkai bawah dan
lengan bawah.

Diagnosis
• Sama seperti W. bancrofti.

Pengobatan
• Sama spt W. bancrofti, hanya saja dosis DEC pd
p’obatan selektif adalah 5 mg/kg BB/hr selama 10 hari.
Gejala pada brugiasis
Gejala pada brugiasis
Gejala pada brugiasis
Peredaran darah pensuplai skrotum
Perkembangan elefantiasis
Pengobatan
Terhadap elefantiasis:
dicuci bersih, diurut
supaya jaringan
menjadi lunak
Cara membersihkan dan mengurut pembesaran kaki
Contoh penyembuhan elefantiasis setelah
dibersihkan dan diurut

Sebelum 2 bulan sesudah


Contoh pembedahan untuk penyembuhan
elefantiasis
Epidemiologi
 Di Indonesia, B.malayi hanya terdpt di pedesaan.
 Ada 3 tipe: periodik nokturna, subperiodik nokturna
dan nonperiodik.
 Hospes definitif tipe periodik nokturna hanya manusia.
 Hospes definitif tipe subperiodik nokturna dan nonpe-
riodik: manusia, kucing rumah (Felis catus), monyet
daun (Presbytis cristatus), musang dan pangolin, jadi
bersifat zoonotik.
 Vektor tipe periodik nokturna: Anopheles barbirostris
dan Aedes togoi.
 Vektor tipe subperiodik nokturna dan nonperiodik:
Mansonia (Ma. annulata, Ma. annulifera, Ma. indiana
dan Ma. bonneae/dives) dan Coquilettidia (Cq. crassipes
Tempat perindukan
Mansonia sp: air
dengan eceng gondok
Brugia timori
Hospes: hospes definitifnya hanya manusia.

Penyakit: brugiasis timori.

Morfologi:
 Mikrofilaria: kepala 3:1, lekuk badan patah-patah,
susunan inti badan tdk teratur, ada 2 inti ekor
(subterminal dan terminal); mempunyai selubung.

Patogenesis, Patologi, Klinis, Diagnosis,


P’obatan: mirip B. malayi.

Epidemilogi: vektornya An. barbirostris.


inti ekor

kepala

inti ekor
Mikrofilaria
kepala B. timori
Mikrofilaria B. timori
Sumber: Ni Wayan Dewi Adnyana,
Muhammad Kaswaini, Mefi M. Tallan,
Karniawan Bulu
Podokoniosis (medicalhub)
 Elefantiasis atau kaki gajah bisa terjadi tanpa
keterlibatan parasit. Bentuk pembengkakan tanpa
parasit ini disebut podokoniosis (elefantiasis nonfilaria
endemik).
 Penyebab: kontak yang terus menerus dengan jenis
tanah tertentu, terutama tanah liat merah yang
kandungan metal alkalinya tinggi, termasuk kalium
dan natrium serta mineral pegunungan api lainnya.
 Diduga predisposisinya adalah faktor genetik.
 Tidak seperti filariasis limfatik, podokoniosis hanya
timbul pada tungkai bawah atau bagian kaki yang
kontak terus menerus dengan tanah dan kemudian
pembengkakan berlanjut ke bagian atas.
Podokoniosis (medicalhub)
 Pembengkakan selalu pada kedua kaki meskipun bisa
asimetris. Kulit kaki yang bengkak akan menebal dan
benjol-benjol (papillomata hiperkeratotis) sehingga
podokoniosis disebut juga sebagai “kaki berlumut
(Mossy foot)”
 Hingga 1970-an, satu-satunya penyebab kaki gajah
yang diketahui adalah filaria limfatik.
 Sesudah itu, ahli bedah Inggris, Ernest W. Price,
menemukan bahwa di dataran tinggi daerah tropis,
penderita kaki gajah tidak mengandung nematoda
pada nodus limfatikus, namun menemukan micro-
particles di dekat sel-sel makrofag. Mikropartikel ini
diidentifikasi sebagai mineral tanah seperti aluminium
dan silikon yang berada di permukaan limfosit.
Podokoniosis (medicalhub)

 Menurut Price, mikropartikel ini masuk ke dalam tubuh


melalui kulit dan menyebabkan penyumbatan. Sebagai
benda asing, partikel tsb merangsang limfosit dan
menyebabkan oedem (penimbunan cairan)
subendotelium. Hal itu diikuti dengan kollagenisasi
rongga dan kemudian menyebabkan blokade lengkap.
 Tergantung pada kondisi predisposisi genetik, pada
penyakit ini terjadi reaksi abnormal terhadap mineral
yang dikandung tanah liat merah.
Gejala podokoniosis

1. Gejala awal: nyeri kulit kaki bagian depan  rasa


terbakar tungkai bawah. Juga: odema di bagian
belakang, hiperkeratosis atau kulit menjadi kasar,
papillomata dan mengerasnya jari kaki.
2. Gejala lanjut: awal elefantiasis, pembengkakan, baik
keras maupun lunak. Pembengkakan lunak/cairan
diikuti dgn fibrotik kasar dan pengerasan nodulus
kulit. Adenolimfangitis menyebabkan demam dan
tungkai menjadi panas dan nyeri.
Gejala Podokoniosis

Stadium awal: timbul Stadium fibrotik:


pembengkakan nodulus yang keras
ringan dan kulit berkembang pada
menjadi kasar oleh kulit akibat dari
papillomata. abnormalitas
jaringan ikat.
Stadium lanjut berupa
pembengkakan kedua
kaki dan hiperkeratosis
Gejala Podokoniosis

Photo’s: J. van der Zee (expertise


Centre lymphology, drachten, the
netherlands), with permission.
Pengobatan dan Pencegahan
Filariasis limfatik
1. Pengobatan Massal (Mass Drug Administration,
MDA) – WHO merekomendasi MDA sebagai untuk
pengobatan pencegahan filariasis limfatik. MDA adalah
pemberian diethylcarbamazine atau ivermectine yang
dikombinasikan dengan albendazol) sekali setahun
selama 5 tahun terus menerus. Di Indonesia unit
wilayah pengobatan adalah satu kabupaten.
2. Pembedahan: bertujuan untuk pengobatan hidrocele
dan merekonstruksi daerah yang terkena.
Pengobatan dan Pencegahan
Filariasis limfatik

3. Pengendalian vektor: meskipun sulit, pengendalian


vektor adalah salah satu cara pengendalian untuk
mengurangi gigitan nyamuk; bisa berupa pemakaian
kelambu berinsektisida dan penyemprotan rumah
dengan insektisida.

4. Higiene: terhadap penderita, higiene ketat harus


diberlakukan untuk mencegah gangguan infeksi
sekunder. Latihan (exercise) juga bermanfaat untuk
melancarkan sirkulasi darah sehingga mampu
mencegah akumulasi cairan limfe.
Pengobatan dan Pencegahan
Podokoniosis
1. Memakai alat pelindung kaki: pemakaian alat
pelindung kaki terbukti efisien mencegah atau
mengurangi kontak yang konstan dengan tanah
pengiritasi. Upaya ini terbukti berhasil di Amerika
Utara dan Eropa.
2. Pencucian kaki dengan air sabun: cara ini harus
dilakukan setiap hari. Obat pemutih pakaian bisa
ditambahkan untuk mengurangi akibat bakteri pada
kaki dan menjaganya tetap lembab. Antiseptik lain
juga bisa ditambahkan.
Pengobatan dan Pencegahan
Podokoniosis
3. Memakai salap antibakteri: pemakaian salap
antibakteri memberi dua keuntungan. Pertama,
mengurangi pertumbuhan mikroba pada kulit yang
terinfeksi, dan kedua, dapat menjaga kelembaban kulit
sehingga mengurangi friksi dan pecahnya kulit selama
proses penyembuhan (kulit yang tebal akan digantikan
oleh kulit normal yang baru).
4. Mengurangi pembengkakan: mengkompres daerah
yang terkena dengan perban efektif mengurangi pem-
bengkakan. Meninggikan bagian kaki yang bengkak
juga bagus. Latihan juga memberi manfaat yang sama
sebab dapat memperbaiki sirkulasi darah.
Pengobatan dan Pencegahan

5. Pembedahan membuang nodulus: biasanya hanya


nodulus yang menyolok yang dapat dikeluarkan sebab
perubahan akibat penyakit bersifat reversibel (bisa
timbul, bisa hilang). Pembedahan yang radikal tidak
dianjurkan.
Treatment and Prevention
Lymphatic Filariasis
1.Mass Drug Administration – The WHO recommends MDA or Mass Drug
Administration for the treatment of Lymphatic filariasis. It is a combination of two
antihelminthic drugs that are taken in a single dose. This combination eradicates
microfilariae from the bloodstream.
There are two formulated combinations consisting of Albendazole which is
combined with either Ivermectin or Diethylcarbamazine citrate.
2.Surgery – In terminal cases of Elephantiasis, surgical procedures are done to
cure hydrocoele and reconstruct affected areas.
3.Mosquito Control – Since mosquitoes are the vectors for parasites that cause
Lymphatic filariasis, mosquito control is a vital step to prevent transmission. Mea
of control include insecticide-treated nets and indoor residual spraying.
4.Hygiene – For infected patients, vigilant hygiene should be maintained to
prevent aggravation and secondary infection. Proper exercise is also encourage
for proper circulation thus to prevent lymph accumulation. [2]
Treatment and Prevention
Podoconiosis
1.Wearing of protective footwear – The mere wearing of protective footwear is
already efficient to prevent or minimize constant contact with the irritant soil. The
disease was also prevalent in some highlands of North America and Europe but
was eliminated since the advent of wearing footwear.
2.Foot-washing with soap and water – This regimen includes daily washing of
the feet with soap and water. Bleach is commonly added to the water to decreas
the bacterial burden of the feet and to keep them hydrated. Other antiseptics ma
also be used.
3.Use of antibacterial emollients. – Simple inexpensive antibacterial emollients
such as Whitfield Ointment, provide two benefits for the patient. First, they reduc
microbial growth on the infected skin. Second, they also keep the skin hydrated
and thus reduce friction and cracking while promoting skin turnover (thickened sk
will be replaced by normal new skin cells).
4.Reduction of swelling – Bandaging of affected areas to induce compression i
effective in minimizing the size of swelling. Elevation of the affected area also do
the same. Exercise may also be beneficial since it induces proper circulation.
5.Surgical removal of nodules – Usually, only prominent nodules are being
removed since the course of the disease is highly reversible. Radical surgery is n
recommended.

Anda mungkin juga menyukai