BAB 3 Dan 4 Buku Teknik Kontrol Automatic
BAB 3 Dan 4 Buku Teknik Kontrol Automatic
Bab 3
Transformasi Laplace
3.1 Pendahuluan
Di dalam perancangan dan analisa sistem pengaturan akan banyak dijumpai
persamaan-persamaan differensial dimana ia merupakan pemodelan dari suatu sistem.
Untuk mengetahui sifat-sifat dari suatu sistem, persamaan-persamaan tersebut harus
dipecahkan, dan salah satu teknik untuk memecahkan persamaan differensial adalah
dengan menggunakan metode Transformasi Laplace.
dimana
30
31
Dari Persamaan di atas, jika diinginkan mengubah kembali fungsi frekuensi, F(s), ke
fungsi waktu, f(t), maka diperlukan kebalikan dari Transformasi Laplace (dikenal
dengan istilah Invers Transformasi Laplace), yang dituliskan sebagai berikut:
s
cos (kt)
s +k 2
2
1
T
s2
cf (t ) cF (s)
df (t )
sF ( s)−f (0)
dt
F (s)
∫ f (t )dt s
d2 f
9
ℒ
[ ]
dt 2
= s2 F (s )−f (0−)−f ' (0−)
n
Teorema differensiasi
dn f
10
ℒ dt[ ]
n
= s n F ( s )−f ∑ s n−k f k −1' (0−)
k −1
Teorema differensiasi
Teorema intergrasi
11 1 F( s)
{∫0− f (τ )dτ }=
ℒ s Teorema nilai akhir
12
f (∞ )=Lim sF ( s )
s→0
f ( 0+)=Lim sF (s ) Teorema nilai akhir
s→∞
Contoh 3-1
Sebuah fungsi waktu sebagai berikut ini;
f ( t )=5 u ( t )+ 3 e−2 t
L [ 5 u ( t ) ] =5 L [ u ( t ) ] =5/ s
3
L [ 3 e−2 t ]=3 L [ e−2 t ] =
s+ 2
Maka ;
33
5 3
F ( s ) =F [ 5u ( t ) ] +3 e−2 t= +
s s+2
Atau dapat juga dituliskan dalam bentuk;
8 s+10
F ( s) =
s( s+ 2)
Jika konstanta a, b, dan c telah diberikan, maka problemnya adalah mencari koefisien
PFE k1 dan k2.
Secara umum, sebuah fungsi rasional adalah sebagai berikut:
dimana N(s) adalah polinom pembilang dan D(s) adalah polinom penyebut.
Maka, untuk dapat menyelesaikan PFE, akar-akar dari polinom penyebut haruslah
diketahui terlebih dahulu, sehingga fungsi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
34
Maka, untuk mendapatkan harga kj, terdapat beberapa kemungkinan. Pertama, jika
semua pi polinom penyebut memiliki harga real yang unik, maka:
sedangkan, jika polinom penyebut memiliki pi yang harganya real dan berulang, maka:
Untuk lebih jelasnya tentang pembahasan diatas, perhatikan dua contoh berikut:
Contoh
p
= lim ∫ e−st tdt
p →∞ 0
p
1
= lim ∫ t .− d(e−st )
p →∞ 0 s
p
1
=− lim te−st −∫ e−st dt
s p →∞ 0
p
1 1
s p →∞ [
=− lim te−st + e−st
s ]
0
1 1
=−
s [ ]
0−
s
36
1
=
s2
=f (s)
b. Metode Deret
Misal F(t) mempunyai uraian deret pangkat yang diberikan oleh
2 3
F(t )=a0 +a1 t +a2 t + a3 t +. ..
∞
= ∑ an t n
n=0
∞
L{F(t )}=∫ e− st F (t )dt
0
0 0
p ∞
=c 1 ∫ e−st F1 (t )dt+c 2∫ e−st F 2 (t )dt
0 0
=c 1 f 1 ( s )+c 2 f 2 (s )
4 2
=L {t }+2 L {t }+L{1}
4! 2! 1
=
s 4+1 ( )
+2 2+1 +
s s
24 4 1
= + +
s5 s3 s
5t 2
4. L{4 e +6 t −3 sin 4 t+2 cos2 t}
∞
L{e F (t )}=∫ e−st e at F (t )dt
at
0
∞
−(s−a )t
=∫ e F(t )dt
0
=f (s−a)
Contoh:
−3t
1. Tentukan L{e F(t )} jika L {F (t )}=f ( s)
=f (s+3 )
2. Tentukan
L{e 2t F (t )}, jika L{F(t )}=f ( as )
at
Menurut sifat 2 di atas, L{e F (t )}=f (s−a )
Karena
L{F(t )}=f ( as ) , maka L{e 2t
F(t )}=f ( s−2a )
s 2
=f ( − )
a a
s
L{e−t F (t )} jika L {cos 2 t}= 2
3. Tentukan s +4
s
L {cos 2 t}= 2
Karena s +4 maka menurut sifat translasi pertama
L{e−t F (t )} =f (s+1)
s+1
L{e−t F (t )} =
(s +1)2 +4
s+ 1
= 2
s +2 s+5
−2t
4. Tentukan L{e (3 cos6 t−5 sin 6 t )}
Me6nurut sifat linear,
40
3 s−24
= 2
s + 4 s+ 40
Soal
Tentukan transformasi Laplace fungsi
2) F(t )=(1+te−t )3
−t
3) F(t )=e (3 sinh 2 t−5 cosh 2 t )
maka
L{G(t )}=e−as f (s )
Bukti
∞
L{(G(t )}=∫ e−st G(t )dt
0
a ∞
=∫ e−st G(t )dt+∫ e− st G(t )dt
0 a
a ∞
=∫ e−st (0 )dt+∫ e−st F (t−a )dt
0 a
∞
=∫ e−st F(t−a)dt
a
=e−as f ( s)
Contoh
2π 2π
Carilah L{F(t )} jika
{
F(t)=¿ cos(t− ),t> ¿ ¿¿¿
3 3
Menurut definisi transformasi Laplace
∞
L{F(t )}=∫ e− st F (t )dt
0
2 π /3 ∞
= ∫ e−st (0)dt + ∫ e−st cos(t−2 π /3 )dt
0 2 π /3
∞
−s (u+2 π /3)
=∫ e cosudu
0
42
∞
−2 πs /3
=e ∫ e−su cosudu
0
−2 πs/ 3
se
=
s2 +1
Bukti
Karena
∞
L{F(t )}=∫ e− st F(t )dt
0
maka
∞
L{F( at )}=∫ e−st F (at )dt
0
du
u=at maka du=adt sehingga dt=
Misal a
Menurut definisi
L¿ ¿
∞ −u s
=∫ e
a( ) F(u ) du
0
a
s
1 −( a ) u
= ∫e F (u)du
a
1 s
= f
a a ()
Contoh:
6
L{F(t )}= =f (s )
1. Jika ( s+2 )3
1 s
L{F(3 t )}= f ( )
maka 3 3
43
6
= 3
s
( )
3 +2
3
6.9
=
( s+6 )3
Soal:
e−1/s
L{F(t )}= , −t
3. Jika s carilah L{e F (3t )}
Jawab
−1/s
e
L{F(t )}= =f ( s ),
Karena s maka menurut sifat 4 diperoleh
1 s
L{F(3 t )}= f
3 3 ()
3
−
s
1e
L{F(3 t )}=
3 s
Sehingga 3
3
1 −
= e s
s
=f (s)
Pada persamaan ini, f(t) adalah fungsi pendorongnya, x(t) adalah respon
sistemnya. Jika diterapkan Transformasi Laplace, dengan mengasumsikan semua
harga awal adalah nol, maka akan didapat:
Jika, diketahui bahwa fungsi pendorong, f(t), adalah fungsi tangga satuan (unit step
function), maka F(s) = 1/s, sehingga:
X ( s )=G ( s ) F ( s )=¿
X ( s )=¿
Dengan menggunakan prinsip PFE, maka didapat:
2
k 1=sF ( s ) ⃒ s=0 = ⃒ =1
(s +1)( s+ 2) s=0
2
k 2=( s+1)F ( s ) ⃒ s=−1= ⃒ =−2
s(s+ 2) s=−1
45
2
k 3=( s+2)F ( s ) ⃒ s=−2= ⃒ =1
s(s+ 1) s=−2
Dengan menggunakan Tabel Transformasi Laplace, maka respon sistem adalah:
1 −2 1
X ( s )= + + , sehingga
2 s+1 s+ 2
Contoh soal
Dengan menggunakan sifat transformasi Laplace dari turunan-turuan, tunjukkan
bahwa
a
L{sin at }= =f ( s )
s +a2
2
2
Misal F(t )=sin at diperoleh F '(t )=a cosat , F ''(t )=−a sin at
1
L{sin at }=− L¿¿
sehingga a2
Dengan menggunakan sifat transformasi Laplace dari turunan-turunan diperoleh
1
L{sin at }= −
( ) a2
( sf ( s )−sF ( 0 )−F ' ( 0) ) f
1 a
a ( s +a )
2
=− s 2
−s ( 0 )−a2 2
1 as 2
=− (
a2 s2 +a2
−a )
1 as 2 −as 2 −a3
=−
a2 (
s 2 + a2 )
a
=
s + a2
2
Bukti:
46
t
G(t )=∫ F (u)du
Misal 0 maka G' (t )=F (t ) dan G(0)=0
Dengan mentransformasikan Laplace pada kedua pihak, diperoleh:
L{G' (t )}=L{F(t )}
⇔ sL{G(t )}−G{0}=f ( s)
⇔ sL{G(t )}=f (s )
f ( s)
⇔ L {G(t )}=
s
t
f ( s)
Jadi diperoleh
L
{ ∫ F(u )du =
0
} s
Contoh
t
1. Carilah
L
{∫ 0
sin u
u
du
}
sin t
F(t )=
Misal t
1
L{F(t )}=arctan
Maka s
Sehingga menurut sifat transformasi di atas
t
f (s ) 1
L
{∫
0
sin u
u
du =
} s
= arctan
s
1
s
t
2. Buktikan
L
{ ∫
0
sin u
u }1
du = arctan
s
1
s
Bukti:
t
sin u
F(t )=∫ du maka F (0 )=0
Misal 0 u
sin t
F '(t )=
t dan tF '(t )=sint
Dengan mengambil transformasi Laplace kedua bagian
1
L{tF '(t )}=L {sin t }= 2
s +1
47
d 1
⇔ sf (s )=− 2
ds s +1
1
⇔ sf (s)=−∫ 2
ds
s +1
⇔ sf (s )=−arctan s+C
Lim sf ( s )=lim F (t )=F(0 )=0
Menurut teorema harga awal, s→∞ t→0
π
c=
Sehingga diperoleh 2 .
1 1
sf (s)= arctan
Jadi s s
∞
cosu ln ( s2 +1 )
3. Buktikan
{
L∫
t u
du =
}
2s
Bukti:
∞
cosu cost
F(t )=∫ du F '(t )=−
Misal t u maka t atau t {F '(t )}=−cos t
L{tF '(t )}=L {−cos t}
d s d s
(−1 )
ds
( sf ( s)−F(0 ))=− 2 atau
s +1 ds ( )
sf ( s )= 2
s +1
s
sf (s )=∫ 2
ds
s +1
1
= ln ( s2 +1 ) +c
2
lim sf (s )=lim F (t )=0 ,
s→ 0 t→ 0
Menurut teorema harga akhir, sehingga c = 0.
2
1 ln(s +1 )
sf (s )= ln ( s 2 +1 ) +0 f (s )=
Jadi 2 atau 2s
n
3.8.1 Perkalian dengan t
48
=−L {tF (t )}
df
L{tF(t )}=− =−f ' (s)
Jadi ds
Contoh
diperoleh
n
d f (s)
L{tF ( t )}=(−1 )n
dsn , sehingga
d a
L{t sin at }=(−1)
(
ds s 2 +a 2 )
2 as
=
( s + a2 )2
2
2
d s
Menurut sifat di atas,
L{t 2 cos at }=(−1)2
(
ds s + a2
2 2 )
d a2 −s2
=
(
ds ( s 2 +a2 )2 )
3 2
2s −6 a s
= 2 23
(s +a )
3.8.2 Sifat pembagian oleh t
F (t ) ∞
Jika L{F(t )}=f (s ) maka
L
t 0
{ }
=∫ f (u )du
Bukti:
F(t )
G(t )=
Misal t maka F(t )=tG(t )
Dengan menggunakan definisi transformasi Laplace untuk kedua bagian, maka
d
L{F(t )}=L {tG (t )} atau f (s)=− L {G(t )}
diperoleh bentuk ds atau
dg
f (s)=−
ds
Selanjutnya dengan mengintegralkan diperoleh
dg
∫ f (s)=∫ − ds
.
s
g(s)=−∫ f (u)du
∞
∞
=∫ f (u)du
s
F (t ) ∞
Jadi
L { }
t
=∫ f (u )du
0
Soal-soal
1) Tentukan transformasi Laplace untuk fungsi yang diberikan
50
2) Jika
F(t)=¿ {t2 ,0<t≤1 ¿ ¿¿¿
Carilah L{F ''(t )}
2t ,0 t 1
F (t )
3) Diketahui t , t 1
a. carilah L{F(t )}
c. apakah L{F '(t )}=sf ( s )−F (0) berlaku untuk kasus ini
∞
3
∫ te−3t sin tdt=50
4) Tunjukkan bahwa 0
5) Tunjukkan bahwa
t
1
(2 −u 2 −t
L= ∫ (u −u+ e ) du = L{t −t +e }
0 s )
6) Perlihatkan bahwa
1
1−u−u 1 1
a.
L= ∫
( 0 u )
du = ln|1+ |
s s
t1
{∫ }
t
f (s)
L dt 1∫ F( u ) du = 2
L{F(t )}=f (s ) maka s
Jika 0 0
Jika transformasi Laplace suatu fungsi F(t) adalah f(s), yaitu jika L{F(t )}=f (s )
maka F(t) disebut suatu transformasi Laplace Invers dari f(s). Secara simbolis ditulis
1. Karena
L { s−21 }=e 2t
maka
L−1 { e 2t } =
1
s−2
s s
2. Karena
L
{ }
s +32
= cos t √ 3 e
maka
L−1 { cos t √ 3 }= 2
s +3
1 sinh at sinh at 1
3. Karena
L
{ }
s −a22
=
a
maka
L−1 { a }
= 2 2
s −a
F1 (t )=e−3 t dan
F2 (t)=¿ {0 untuk t=1¿¿¿¿
1
L−1 {F 1 (t )}=L−1 {F 2 (t )}=
Mengakibatkan s+3
Jika kita menghitung fungsi-fungsi nol, maka terlihat bahwa transformasi Laplace
invers tidak tunggal. Akan tetapi apabila kita tidak dapat memperhitungkan fungsi-
52
fungsi nol (yang tidak muncul dalam kasus-kasus fisika) maka ia adalah tunggal.
Hasilnya dinyatakan oleh teorema berikut.
Teorema Lerch
Jika membatasi diri pada fungi-fungsi F(t) yang kontinu secara sebagian-sebagaian
dalam setiap selang berhingga 0 ¿ t ≤N dan eksponensial berorde untuk t > N, maka
inversi transformasi laplace dari f(s) yaitu L−1 { f (s ) }=F (t ) , adalah tunggal. Jika
tidak ada pernyataan lainnya, maka kita selalu menganggap ketunggalan di atas.
Berdasarkan definisi di atas, dapat ditentukan transformasi Laplace invers beberapa
fungsi sederhana pada tabel 3.3 dibawah ini.
Tabel 3.3 TransformasimLaplace Invers
Nomor f(s) L−1 {f ( x)}=F (t )
1. 1 1
s
2. 1 t
s2
3. 1 n
, n=0,1,2,3 ,. .. t
n+1
s n!
at
4. 1 e
s−a
5. 1
s +a2
2 sin at
a
6. s cos at
s +a2
2
7. 1 sinh at
s −a2
2
a
8. s cosh at
s −a2
2
9. 2 2 t cos at
s −a
(s 2 +a 2 )2
=L−1 {c 1 F1 (t )}+L−1 {c 2 F 2 (t )}
−1 as
L {e f(s)}=¿ { F(t−a), untuk t>a¿¿¿
Contoh
1
L−1
{ } 2
s +1
=sin t
maka
54
πs
{ }{
−
3
e π π
L−1 2
= ¿ sin(t− ),untuk t> ¿ ¿¿¿
s −9 3 3
4) Sifat pengubahan skala
1 t
−1
Jika L {f (s)}=F (t ) maka
L−1 {f (ks )}= F
k k ()
Contoh
3s 1 t
Karena
L−1
{ } 2
s
s +1
=cos t
maka diperoleh
−1
L
{ (3 s ) +1 3
2 } ()
= cos
3
dn
Jika L−1 {f (s)}=F (t ) maka
(n )
L−1 {f ( s)}=L−1 { ds }
f ( s) =(1−)n t n F (t )
Contoh
2 d 2 −4 s
Karena
L−1
{ } s +42
=sin 2 t
dan
( )
2
= 2
ds s + 4 ( s + 4 )2
maka diperoleh
d 2 −4 s
L−1 { } (
ds s + 4
2
=L−1 2
( s +4 )2 )
=(−1 )n t n sin 2t=−t sin 2t
Contoh
1 1 1 1 1 1
Karena
L−1
{ = L−1 −
3 s (s+1) 3 } {
= − e−t
s s+1 3 3 maka
}
π
1 1 1 1−e−t
diperoleh
L
−1
(∫ 3 u − 3(u+1) du = 3
0
) ( ) t
55
n
7) Sifat perkalian dengan s
9) Sifat konvolusi
F*G disebut konvolusi atau faltung dari F dan G, dan teoremanya dinamakan
teorema konvolusi atau sifat konvolusi.
Contoh
Karena
L−1 { s+41 }=e −4 t
L {
dan
−11
s−2 }
=e 2t
t
1
L {
( s+4 )(s−2 ) }
−4 u 2( t−u )
−1
=∫ e e du=e 2t +e−4 t
maka diperoleh 0
P(s)
(polinom) dan derajat P(s) lebih kecil dari Q(s). Selanjutnya Q( s) dapat ditulis
jumlah dari fungsi rasional yang mempunyai bentuk
A As+B
r
atau dan seterusnya , r =1,2,3 ,. .. .
(as+b) (as +bs +c )r
2
Dengan memperoleh transformasi Laplace invers tiap pecahan parcial maka dapat
P (s)
ditentukan
L−1 { }
Q( s)
Contoh
3 s+16
1. Tentukan
L−1
{ s2 −s−6 }
57
Jawab
3 s+16 3 s+16
L
−1
{ 2
s −s−6
=L
} {
−1
(s+2)( s−3) }
3 s+16 A B
= +
(s +2)( s−3) s +2 s−3
A ( s−3)+ B(s +2)
=
s2 −s−6
( A+B )s+(2 B−3 A )
=
s2 −s−6
atau A+B = 3 dan 2B-3A = 16 atau 2(3-A)–3A=16 sehingga didapat
A = -2 dan B = 5
3 s+16 −2 5
L−1
{( s+2 )(s−3 )
=L−1
} {
+
s+2 s−3 }
=L−1 { s+−22 }+ L {s−35 }
−1
−2t 3t
=−2 e +5 e
s−1
2. Tentukan
L
−1
{
( s+3 )(s 2 +2 s+2 ) }
Jawab
s−1 A Bs+C
L
−1
{ 2
( s+3 )(s +2 s+2 )
=L
−1
} {+ 2
s+3 ( s +2 s+2 ) }
A Bs+ C A (s 2 +2 s+2 )+( Bs +C )( s+ 3)
+ =
s+ 3 s 2 +2 s+2 ( s+ 3)( s2 + 2 s+2 )
As2 +2 As+2 A+Bs 2 +(3 B+C )s+3 C
=
(s +3 )(s 2 +2 s+ 2)
Sehingga
4 4 1
−
Atau A = 5 , B = 5 , dan C = 5
4 4 1
Akhirnya diperoleh
−1
L
{ s−1
}
( s+3 )(s 2 +2 s+2 )
=L
−1
{ −
5
+
s+
5 5
s+3 ( s2 +2 s+2 ) }
4 4 1
L−1 { −
5
+ 2
s+
5 5
s+3 (s +2 s+2)
4
=− L−1
5
1
+ }
4 ( s+1 )
s+3 5 ( s+1)2 +1 { } { }
4 4
=− e−3 t + e−t cost
5 5
2) Metode Deret
Jika f(s) mempunyai statu uraian dari kebalikan pangkat dari s yang diberikan oleh
ao a1 a2 a3
f ( s )= + + + +.. .
s s2 s 3 s 4
Maka dibawah persyaratan-persyaratan yang sesuai kita dapat menginversi suku
demi suku untuk memperoleh
2
a2 t a3 t
F( t )=ao +a1 t + + +. ..
2! 3!
Contoh
1
{}
−
s
e
L−1
Tentukan s
Jawab
1
{ }
−
s
e 1 1 1 1
s s {
= 1− + 2 − 3 +. ..
s 2! s 3!s }
1 1 1 1
=
{ − + −
s s 2 2 ! s 3 3 ! s4
+ .. .
}
1
{ }
− s
2
e 1 1 1 1
Sehingga
L−1
s {
= L−1 − 2 + 3 − 4 +.. .
s s 2 !s 3 !s }
59
2 3
t t
=1−t + 2 2
− 2 2 2
1 2 1 2 3 + ...
lebih kecil dari Q(s). Misal Q(s) mempunyai n akar-akar yang berbeda yaitu αk ,
k= 1, 2, 3, 4, ..., n. Maka
n
P (s) P(α k ) αk t
L−1
{ } =∑
Q( s) k=1 Q' (α k )
e
s−α k
=P(α k ). lim
{ }
s →αk Q( s )
1
=P(α k )
Q '( s) ...
60
dengan demikian
P(s) P(α 1 ) 1 P(α 2 ) 1 P( α k ) 1 P( α n ) 1
L−1 { } {
Q( s)
=L−1 . + .
Q '( α 1 ) s−α 1 Q' (α 2 ) s−α 2
+.. .+ .
Q ' ( α k ) s−α k
+. ..+ .
Q' (α n ) s−α n }
P (α 1 ) 1 −1 P( α 2 1 P( α k 1 −1 P(α n ) 1
L
−1
{ .
Q ' (α 1 ) s−α 1
+L
} { .
Q' (α 2 ) s−α 2 }
+. . ..+ L
−1
{ .
Q ' (α k s−α k }
+. ..+ L { .
Q '( α n ) s−α n }
P(α 1 ) α1 t P( α 2 ) α2 t P( α k ) α k t P(α n ) α n t
= .e + . e +. ..+ . e +.. .+ .e
Q' (ε 1 ) Q' (α 2 ) Q '(α k ) Q ' (α n )
n
P( α k ) αk t
=∑ e
k=1 Q '(α k )
9) Fungsi Beta
Jika m>0 dan n>0 didefinisikan fungsi beta sebagai
1
∫ um−1 (1−n)n−1 du
B(m,n) = 0 a dan kita dapat memperlihatkan sifat-sifat:
Γ (m) Γ(n )
B (m, n )=
1. Γ (m+n )
π
2
1 Γ ( m)Γ (n)
∫ sin 2m−1 θ cos2 m−1θ dθ= 2 B(m , n)= 2 Γ (m+n )
2. 0
Soal-soal
1. Tentukan,
a.
L−1 {124−s }
2 s−5
b.
L−1
{ }
s2 −9
61
3 s−8 4 s−24
c.
L
−1
{ −
s2 + 4 s2 −16 }
3 s−2 7
d.
L−1
{ s
5
2
−
3 s+2
}
s
e.
L
−1
{ }
( s+1 )3
3 s−14
f.
L−1
{ 2
s −4 s+ 8 }
8 s+ 20
g.
L−1
{ 2
s −12 s+ 32 }
s+1
h.
L−1
{ } s
3
2
5 s−2
i.
L−1
{ 3 s 2 + 4 s+8 }
s 4 s−24
j.
L−1
{ ( s+ 4 )
5
2
−
s2 −16 }
s +1
k.
L
−1
{ ( s +2 s+2)2
2 }
1
l.
L
−1
{( s+4 )(s 2 +4 ) }
1
m.
L
−1
{ ( s2 +1)3 }
2. Buktikan bahwa:
3 s+16
a.
L−1
{ } 2
s −s−6
=5 e 2 t −2 e−2 t
2 s−1 3 1
b.
L−1
{ } 3
s −s
=1− e−t + et
2 2
62
−t −2t
s +1 1 1
c.
L
−1
{ 2 }
= e
6 s +7 s+ 2 2
2
− e
2
3
t
11 s 2−2+5 3
d.
L −1
{( s−2)(2 s−1 )(s+1) 2 }
=5 e2 t − e 2 +2 e−t
27−12 s
e.
L
−1
{ 2
( s+4 )(s +9 ) }
−4t
=3 e −3 cos(3 t )
s 2−16 s−24 1
f.
L−1
{ }
= sin(4 t )+cos(2 t )−sin(2 t )
s4 +20 s2 +64 2
s−1 1 4 −3t
g.
L
−1
{ =
}
( s+3 )(s 2 +2 s+2 ) 5
( 4 cos t−3 sin t ) −
5
e
3.10 Rangkuman
3.11 Latihan
1. Gunakan menggunakan metode Partial Fraction Expansion, selesaikan fungsi-
fungsi persamaan berikut:
X (s ) 1
G(s )= = 2
a. F ( s ) s +7 s+12
2
d y (t ) dy (t )
2
+10 +20 y (t )=x (t )
b. dt dt
Bab 4
Pemodelan Sistem Dinamik
4.1 Pendahuluan
Pemodelan sistem dalam ilmu teknik kendali sering disebut juga sebagai pemodelan
matematika sistem kontrol. Dipakai matematika sebagai media analisa sistem control
dikarenakan karekteristik sistem control yang perubahannya dan sifat prosesnya yang
hanya dapat dilihat dengan besaran matematika. Proses analisis dilakukan apabila ada
penyimpangan keluaran (output) yang tidak sesuai dengan harapan atau karena kualitas
output yang tidak sesuai dengan yang diinginkan.
Kontrol problem adalah masalah menentukan set point agar diperoleh target
output yang diinginkan. Untuk menetapkan set point tersebut dibutuhkan pemahamam
sifat-sifat fisis sistem yang didapat dari model sistem dalam keluaran sistem fungsi waktu.
Hal ini hanya bisa dijelaskan dan dipahami dengan menggunakan pendekatan matematika.
Untuk analisis dan desain sistem kendali, sistem f isik harus dibuat model
fisisnya. Model fisis ini harus dapat menggambarkan karakteristik dinamis sistem
tersebut secara memadai. Dari model fisis diturunkan model matematis. Model
matematis diartikan sebagai hubungan matematik yang menghubungkan keluaran sistem
dengan masukannya. Model matematis diperoleh dari hukumhukum fisis sistem yang
bersangkutan seperti dinamika sistem mekanis yang dimodelkan dengan hukumhukum
Newton, dinamika sistem elektrik dimodelkan dengan hukumhukum Kirchoff, ohm dan
lain lain. Model matematis digunakan untuk memperkirakan bagaimana sistem akan
memberikan tanggapan pada kondisikondisi spesifik yang pasti tanpa menguji sistem
fisik yang sebenarnya. Suatu sistem yang memiliki model matematis sama tidak selalu
menggambarkan model fisis yang sama (misal: analogi sistem mekanis dengan sistem
elektrik). Beberapa contoh model matematis untuk sistem tradisional satu input satu output
(SISO) diantaranya. Perhatikan bahwa model matematika tidak unik untuk sistem tertentu
yang diberikan. Sebuah sistem dapat digambarkan dalam banyak cara yang berbeda dan
karena itu mungkin mempunyai banyak model matematika, tergantung pada perspektif
seseorang.
64
Bab ini akan membahas tiga sistem fisik yang akan diturunkan persamaan
matematikanya, yaitu sistem elektrik, sistem mekanik, dan sistem elektromekanik.
.2 Tujuan Khusus
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan dapat:
a. Menjelaskan pengertian model matematika sistem dinamik
b. Membuat model matematika dari sistem elektrik
c. Membuat model matematika dari sistem mekanik
d. Membuat model matematika dari sistem elektromekanik
Mungkin salah satu model yang paling sederhana dari sistem fisik adalah hukum Ohm
(lebih tepat dikatakan sebagal model Ohm) yang diterapkan pada fenomena resistansi
elektrik. Model ini adalah:
v(t) = i(t)R (1)
65
Pada persamaan ini, v(t) adalah tegangan dalam besaran volt, i(t) adalah arus dalam besaran
ampere, dan R adalah resistensi dalam besaran Ohm. Jika resistansi dihubungkan dengan
sumber tegangan yang diketahui, tegangan akan menjadi masukan sistem dan arus adalah
keluaran sistem (atau tanggapan).
Dinamika banyak sistem, apakah sistem tersebut mekanika, listrik, panas, ekonomi,
biologi, dan seterusnya, mungkin dijelaskan dalam bentuk persamaan diferensial. Persamaan
diferensial demikian dapat diperoleh dengan menggunakan hukum fisika yang
mengendalikan sistem tertentu, misalriya, hukum Newton untuk sistem mekanika dan hukum
Kirchoff untuk sistem listrik. Tanggapan sistem dinamika terhadap masukan (atau fungsi
gaya) dapat diperoleh jika persamaan yang terlibat diselesaikan.
Langkah pertama dalam anialisis sistem dinamik adalah menurunkan model
matematikanya. Harus selalu diingat bahwa menurunkan model matematika yang layak
adalah bagian yang paling penting dalam analisis secara keseluruhan.
Model matematika mungkin mengambil banyak bentuk yang berbeda-beda.
Tergantung dari sistem tertentu, satu model matematika mungkin lebih cocok daripada model
matematika yang lain. Misalnya, pada masalah kontrol optimum, lebih menguntungkan
menggunakan gambaran tempat kedudukan. Di lain pihak. untuk analisis tanggapan transien
atau tanggapan frekuensi dari sistem masukan tunggal, keluaran tunggal, linear, waktu tidak
berubah, gambaran fungsi alih lebih baik dan mudah dari yang lain. Sekali model matematika
dari sistem diperoleh, berbagai macam alat bantu analisis dan komputer dapat digunakan
untuk tujuan analisis sintesis.
Penentuan model matematika untuk fungsi transfer sebuah sistem dapat dilakukan
melalui dua cara yaitu :
1) Penurunan melalui persamaan matematis; Penentuan fungsi transfer yang dilakukan
dengan penurunan persamaan secara matematis mempersyaratkan adanya model
dinamika dari sistem fisis bersangkutan. Keakuratan fungsi transfer yang diperoleh
bergantung pada keakuratan model dinamika fisis tersebut.
2) Pengukuran langsung terhadap sistem fisis sesungguhnya; yaitu dengan mengamati
keluaran sistem fisis tersebut terhadap sinyal uji/masukan tertentu. Untuk melakukan
pengukuran cara ini perlu dipahami analisis sinyal dalam kawasan(domain) waktu dan
kawasan frekuensi.
Dalam menganalisis dan merancang, kita selalu bekerja dengan model matematik dari
sistem fisik yang terlibat. Model dapat atau tidak dapat mewakili dengan tepat karaktenistik
sistem fisik yang sebenarnya. Model dapat dengan tepat mewakili sistem fisik untuk masukan
66
spesifik yang pasti, tetapi dapat menjadi kurang tepat untuk masukan spesitik yang berbeda.
Hal ini digambarkan dengan sebuah contoh.
Contoh:
Suatu resistor karbon biasa l-Ώ,2-W dapat dianggap sebagai sistem fisik. Jika diberikan
tegangan konstan (DC) scbesar 1 V ke dalam resistor, Model matematik memperlihatkan
bahwa arus 1 A akan mengalir. Jika secara fisik kita menghubungkan resistor melalui catu
daya dc 1-V. arus 1 A akan mengalir melalui resistor bergantung dan resistansi murni dari
resistor, karakteristik catu daya dan lainnya. Jika daya yang dibuang di dalam resistansi
adalah:
2
v (t )
p(t )=
R (2)
maka ada daya sebesar 1 W yang dibuang di dalam resistor. Sekarang anggaplah bahwa kita
memiliki percobaan yang sama dengan sumber tegangan 10 V. Model matematik akan
menyatakan bahwa arus 10 A akan mengalir melalui resistansi, dan daya sebesar 100 W akan
dibuang di dalam resistansi. Tetapi, karena resistor fisik hanya dapat menerima daya 2 W,
resistor akan gagal jika dihubungkan dengan catu daya 10 V, yang menyebabkan tidak ada
arus, atau bergantung dari karakteristik catu daya, sekering mungkin terbakar. Pada banyak
kejadian, besamya arus tidak akan tepat 10 A seperti yang diduga oleh model. Jadi
karakteristik resistor 1-W dapat berubah. bergantung dari sinyal masukan (tegangan) yang
diberikan pada peralatan.
Selanjutnya akan dibahas cara mendapatkan model matematik dari sistem fisik. Istilah
model matematik diartikan sebagai hubungan matematik yang menghubungkan keluaran
sistem ke masukannya.
Dalam perancangan dan analisa sistem kontrol, Transformasi Laplace digunakan
untuk mentransformasi persamaan-persamaan diferensial dari sistem menjadi persamaan
aljabar. Persamaan aljabar ini lebih mudah dimanipulasi dan dianalisa jika dibandingkan
dengan persamaan aljabar.
Bentuk Laplace dari respon (output) sebuah sistem dapat dinyatakan sebagai
perkalian bentuk Laplace dari fungsi pendorong (input) dengan sebuah fungsi tertentu. Fungsi
pengali ini dikenal dengan istilah Fungsi Alih (Transfer Function) dari sistem, G(s).
Definisi Fungsi Alih sebuah sistem diilustrasikan pada gambar 4.1 di bawah ini.
67
(3)
Jumlah arus pada setiap titik percabangan aadalah nol, dan jumlah tegangan
pada setiap loop adalah nol. Hukum-hukum ini merupakan dasar dari prosedur proses
pemodelan matematika sistem elektrrik. Sebenarnya, terlalu banyak jenis-jenis
komponen elektrik yang biasar digunakan. Namun, bab ini hanya akan membahas
model matematika dari komponen yang sederhana, biasa disebut dengan komponen pasif dan
linear. Komponen pasif yang akan dibahas adalah: Resistor, Kapasitor dan Induktor.
Resistor, disimbolkan seperti tampak pada gambar 4.2, memiliki persamaan
matematika sebagai berikut:
(4)
68
(5)
dan, simbol serta persamaan matematika Induktor adalah:
(6)
Biasanya, penggunaan arus, i, lebih disukai dalam penggunaan komponen
elektrik praktis. Namun, agar tampak lebih mudah dari segi matematika, penggunaan
muatan, q, akan digunakan pada bab ini. Penggunaan muatan, q, akan membuat persamaan
matematikanya menjadi persamaan diferensial biasa.
Sebagai contoh, sebuah rangkaian RLC digambarkan pada gambar 4.5 di bawah
ini:
Dengan menggunakan KVL (Kirchoff Volt Law), maka persamaan voltase input (ei) dan
persamaan voltase output (eo) dapat ditulis sebagai berikut:
(7)
Dalam bentuk Laplace, persamaan di atas dapat ditulis:
(8)
Dengan demikian hubungan antara voltase input (Ei) dengan voltase output (Eo) atau disebut
juga sebagai fungsi alih sistem rangkaian listrik di atas adalah:
(9)
Jika rangkaian RLC tersebut mempunyai 2 loop, seperti tampak pada gambar 4.6:
70
(10)
persamaan pada loop 2:
(11)
Gabungkan persamaan (8) dan (9) maka akan didapat:
(12)
Dengan menggunakan aturan Cramer, maka I2 dari persamaan (10) di atas bisa di dapatkan.
(13)
Dimana;
Sehingga model matematika yang menunjukkan hubungan antara output I2( s) dengan input
V(s) atau disebut juga sebagai fungsi transfer bisa didapat sebagai berikut
(14)
71
Keterangan :
Fk = k . x
M F
Fd = b . v
= M. a
Selanjutnya dengan mengaplikasikan gaya luar F yang bekerja pada system,dimana akan
berlawanan dengan arah gaya yang mencoba mempertahankan bodi (system) pada tempatnya
semula yaitu gaya pegas (Fk) dan gaya gesek mekanis. Gesekan mekanis ini dapat dinyatakan
sebagai fungsi kecepatan dengan B adalah koefisien gesekan. Dengan demikian gaya gesekan
Fg adalah sama dengan gaya damping (Fd), Fd = Bv. Jika benda massa m ditarik oleh gaya F
dengan arah seperti pada gambar 4.7 maka persamaan gerak untuk sistem diatas menurut
hukum Newton II dapat dituliskan sebagai berikut:
72
∑ F=ma
f −k . x−b.v=m .a (15)
di mana x adalah perpindahan massa m setiap saat.
2
dx dv d x
v= dan a= = 2
Selanjutnya karena dt dt dt , maka persamaan (15) dapat juga dituliskan:
2
dx d x
f −kx−b =m 2
dt dt (16)
Dari bentuk (16), persamaan tersebut adalah persamaan differensial linear orde dua yang
tidak homogen dengan t sebagai variabel bebas, x sebagai variabel tidak bebas dan F a sebagai
fungsi masukan. Solusi umum persamaan (16) ini bergantung pada bentuk F a. Bentuk Fa yang
paling umum adalah fungsi tangga (step function), konstanta atau fungsi sinus. Dalam bentuk
laplace persamaan (16) ditulis sebagai:
ms 2 X ( s)+bXs( s)+kX (s )=F( s) (17)
Fungsi alih :
X (s ) 1
= 2
F( s ) ms +bs +k (18)
Contoh pertama dari sistem mekanis translasi diperlihat pada gambar 4.7. Jika besaran
masa dari sistem diketahui sebesar 1 kg, dengan konstanta pegas 1 Nm dan damping
koefisien sebesar 2 N.sec.m, maka dengan menerapkan persamaan 18 maka fungsi transfer
sistem dapat ditulis sebagai berikut:
X (s) 1 1
= 2 =
F( s ) s +2 s +1 (s +1)( s+1 ) (19)
Contoh kedua dari sistem mekanis ditunjukkan dalam gambar 4.8 di bawah ini. Model
matematika yang akan dibuat adalah untuk menggambarkan hubungan antara perubahan
posisi massa m (relatif terhadap tanah) yang berada di dalam gerobak terhadap posisi
gerobak.
73
du
=kons tan
dt
y= output relative terhadap tanah
Selanjutnya dengan menggunakan prinsip hukum Newton II, maka persamaan dinamis sistem
dapat diekpresikan demgan menggunakan persamaan linear diferensial sebagai berikut;
(20)
Dalam bentuk Transformasi laplace persamaan tersebut menjadi:
(21)
Disamping Spring-mass-damper sistem yang diuraikan diatas (susunan horizontal),
sistem ini bisa juga tersusun secara vertical, misalnya pada sistem suspensi. Pada contoh
ketiga berikut, kita akan menurunkan model matematika untuk fungsi transfer dari sistem
yang terlihat pada gambar 4.9.
74
∑ F=ma
dimana :
m = massa [Kg]
a = percepatan [m/det2]
f = Gaya
Berdasarkan hukum Newton II diatas, diperoleh:
(22)
Transformasi Laplace dari persamaan (22) adalah
(23)
Dengan demikian Fungsi Transfer dari rangkaian mekanik translasi pada gambar 4.9 adalah:
(24)
T θ
Langkah selanjutnya membuat persamaan kesetimbangan torsi sesuai dengan Newton dan
hukum Hooke, yaitu sebagai berikut:
d2θ
T = Tj = Jα = J 2 , Torsi Pegas (Tk), Tk = k*θ
dt
(25)
Berikutnya, persamaan differensial di atas ditransformasikan dalam bentuk Laplace sehingga
menjadi:
(26)
Sehingga fungsi alih sistem yang menunjukkan perbandingan hubungan output (m) dengan
input (T) adalah:
(27)
Dalam contoh selanjutnya akan diuraikan cara menentukan fungsi transfer (Transfer
Functions) dari sebuah sistem yang terdiri dari inersia beban dan peredam gesekan liat
(viscous damping) seperti telihat pada gambar 4.11.
76
dituliskan:
d2 θ dθ
J 2
+b =T
dt dt (29)
di mana adalah perpindahan sudut setiap saat.
Selanjutnya dalam bentuk laplace dapat di tuliskan sebagai berikut:
Js 2 θ( s)+bsθ(s)=T ( s ) (30)
Sehingga fungsi transfer sistem yang menunjukkan hubungan posisi rotor sebagai output dan
torsi sebagai input adalah:
θ (s ) 1
G(s )= = 2
T (s ) Js +bs (31)
77
Parameter-parameter:
θ : perpindahan sudut dari poros motor
Ra : tahanan kumparan jangkar.
La : induktansi kumparan jangkar.
ia : arus kumparan jangkar.
if : arus medan / eksitasi.
ea : tegangan yang diberikan.
eb : gaya gerak listrik (emf) balik.
T : torsi yang diberikan motor.
K : konstanta torsi motor.
Kb : konstanta emf balik.
Torsi T yang dihasilkan motor adalah berbanding lurus dengan hasil kali dari arus
kumparan Ia dan fluks celah udara. Karena arus medan konstan, maka fluks celah udara
konstan, sehingga torsi yang dihasilkan motor sebanding dengan arus jangkar ia:
T = K ia (32)
Bila kumparan magnet berputar maka tegangan induksi balik sebanding dengan
hasil kali fluks dan kecepatan sudut. Untuk fluks yang konstan, tegangan induksi e b
berbanding lurus dengan kecepatan sudut ω =dt/dθ atau:
dθ
e b =K b =K b ω
dt (33)
Kecepatan servomotor dc dikontrol oleh tegangan kumparan jangkar e a.
Persamaan diferensial rangkaian listriknya:
78
(34)
Dengan mensubstitusi dua persamaan terakhir di atas, diperoleh persamaan:
(35)
Arus jangkar menghasilkan torsi yang bekerja terhadap inersia dan gesekan sehingga:
(36)
2
dθ dω d θ
ω= dan α = = 2
Karena dt dt dt maka persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut:
d2 θ dθ
J 2 +b =K . I a
dt dt (37)
Dalam bentuk laplace persamaan di atas ditulis sebagai:
2
Js θ( s)+bs θ(s )=K . I a ( s )
( Js 2 +bs ) .θ (s )=K . I a ( s ) (38)
Dengan demikian fungsi transfer yang menggambarkan hubungan antara input arus yang
diberikan terhadap output posisi rotor adalah:
θ( s ) K
= 2
I a (s ) ( Js +bs ) (39)
Jawab :
Dengan beberapa asumsi - Input : Q(t) - Output : H (t) 2 - Semua kondisi awal bernilai
nol Persamaan dinamis sistem yang diekspresikan dengan menggunakan persamaan linear
diferensial.
Untuk tangki 1 C1 dh1 = q1 dt (39)
Dimana
h1−h2
q 1= (40)
R1
Sehingga
dh 1
R1 C 1 +h1=h 2 (41)
dt
Untuk Tangki 2
C2dh2 = (q – q1 – q2) dt (42)
Dimana
h2−h1
q 1= (43)
R1
h2
q 2= (44)
R2
Sehingga,
dh1 R 2 R2
R2 C 2 + h2 +h 2=R 2 q + h1 (45)
dt R 1 R1
d 2 h2 dh2 dq
R1 C1 R 2 C 2 2 +( R1 C 1+ R 2 C 2+ R 2 C 1) +h 2=R 2 q + R1 C 1 R 2
dt dt dt
(46)
4.8 Rangkuman
Untuk mengembangkan suatu sistem maka sebelum diimplementasikan pertama
harus memformulasikan model matematikanya sesuai dengan komponen dan tujuan kinerja
sistem. Model matematika sistem dapat diturunkan/diperoleh dengan menggunakan hukum
fisika yang berlaku pada sistem yang ditinjau. Banyak sistem alam dapat dimodelkan
dengan persamaan diferensial. Persamaan diferensial biasa mendiskripsikan bagimana
tingkat perubahan variabel suatu sistem dipengaruhi oleh variabel-variabel di dalam
sistem itu sendiri dan pengaruh dari luar yaitu input. Dalam sistem pengaturan, yang
merupakan dasar pengaturan otomatik adalah P.D. biasa linear biasa dengan koefisien
konstan, sedang apakah persamaan tersebut homogen atau tidak homogen bergantung pada
bentuk dari pada fungsi masukan atau forcing function.
4.9 Latihan
81
3. Tentukan fungsi transfer dari sistem yang terlihat pada gambar di bawah ini jika
d2 y dy
diketahui persamaan dinamik sistem mekaniknya adalah m 2
+b +ky ( t ) =u(t)
dt dx
Dimana m = 1 kg , b = 0.75 Nsec m dan k = 1.25 N m dengan asumsi pada saat t =
dy (0) .
= y (0 )=0
0 nilai y(0) = 0 dan dt . Tentukan tanggapan sistem terhadap
masukan input step.
5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan model matematika dari sebuah sistem.
6. Tentukan transfer function dari model mekanisme dibawah ini, jika diketahui K1 = K2 =
K3 = K dan C1 = C
X
K2
K1
K3
m Fa (t)
C1
7. Buat permodelam matematis dari model fisis seperempat bodi mobil dibawah ini,
tentukan transfer functionsnya serta buat bentuk respon dari system natural model
fisis berikut ini. Diketahui m = 5 kg, C 1 = 2 N Sec/m , C2 = 1 N.Sec/ m, K1 = 1.25
N/m , K2 = 2 N/m dan k3 = 1.5 N/m
82
8. Berdasarkan gambar dibawah ini, buat model matematis dan tentukan fungsi alih
berdasarkan parameter parameter yang diketahui