Anda di halaman 1dari 12

Prevalens Asma Berdasarkan Kuesioner ISAAC dan Hubungan

dengan Faktor yang Mempengaruhi Asma Pada Siswa SLTP di


Daerah Padat Penduduk Jakarta Barat Tahun 2008
 
  &
Wiwien Heru Wiyono
Departement of Pulmonology and Respiratory Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia/
Persahabatan Hospital Jakarta

    /  *+.        !0    
   ) 1) *  )   !   -    2334

Abstract
Introduction: Asthma prevalence is increasing in all part of the world including Indonesia. This research to know asthma
prevalence of 13–14 years old children in West Jakarta in 2008. To know relationship between asthma prevalence and
wheeze, night cough, asthma in the last 12 months, physical exercise, atopy (rhinitis and eczema), history of breastfeeding
in early life, and familial history of asthma.
Methods: Cross Sectional Study were doing by reviewed 2080 subject 13–14 years old in West Jakarta using ISAAC
questionnaires. The results was analyzed with Pearson Chi Square test using SPSS 16.0.
Results: The asthma prevalence in 13–14 years old children in West Jakarta 2008 was 13.1%. Prevalence of rhinitis and
`‰ `
_ &$;€ +$€$


` 

` `
 { {‰  $}
 

` 

``
 { 


   _ `
`
 $
 

 

` 

``
 {  _ ` 
 

 
$
Conclusion: The asthma prevalence among 13–14 years old children in West Jakarta in 2008 was 13.1%. There is


`  

` `
  {  _ `     {‰   

  
   


` 

` {

 

 
$

Keywords: asthma prevalence, ISAAC questionnaires, familial history of asthma, breastfeeding.

Abstrak
Pendahuluan: Prevalens asma meningkat di setiap bagian dunia termasuk Indonesia. Penelitian ini untuk mengetahui
prevalens asma pada anak-anak 13-14 tahun di Jakarta Barat pada tahun 2008. Untuk mengetahui hubungan antara
_  
' 

 




 

{ 
menyusui pada awal kehidupan, dan riwayat keluarga asma.
Metode: Studi potong lintang dilakukan dengan mengumpulkan 2080 subjek usia 13-14 tahun di Jakarta Barat
menggunakan kuesioner ISAAC. Hasil dianalisis dengan Pearson uji Chi Square dengan bantuan SPSS 16,0.
Hasil: Prevalens asma pada anak 13-14 tahun di Jakarta Barat 2008 adalah 13,1%. Prevalens rinitis dan eksim masing-

&;€ +€$


 `

 
 
$Š
]   



  

  
{    _   ‹ $V 

 


  



  

   _  
{  
 {
  $
Kesimpulan: Prevalens asma di kalangan anak-anak 13-14 tahun di Jakarta Barat pada tahun 2008 adalah 13,1%. Ada



  

   _  


{    


 
secara statistik dengan riwayat menyusui di awal kehidupan.

Kata kunci: asma prevalens, kuesioner ISAAC, riwayat keluarga asma, menyusui.

J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011 181


LATAR BELAKANG Kuesioner ISAAC telah diuji coba oleh 156 pusat
asma di 56 negara di dunia. International study
Penyakit asma terbanyak pada anak dan of asthma and allergies in childhood membuat
berpotensi mengganggu pertumbuhan dan suatu metode praktis agar peneliti di seluruh dunia
perkembangan anak. Asma merupakan penyakit dapat menggunakan metodologi yang sama untuk
kronik yang mempunyai dampak serius pada mengukur prevalens asma, rinitis alergi dan eksim
     
   
  di masyarakat. Kuesioner ini dapat digunakan pada
anak. Pada beberapa anak penyakit ini dapat        $8
menyebabkan keterbatasan aktiviti. Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui
terhadap anak sekolah menunjukkan peningkatan prevalens asma anak usia 13-14 tahun di daerah
kekerapan asma, peningkatan kekerapan rinitis padat penduduk Jakarta Barat tahun 2008. Tujuan
dan eksim. Penelitian epidemologi mengungkapkan khususnya adalah mengetahui prevalens asma
bahwa faktor atopi mempunyai kaitan erat dengan secara kumulatif dan prevalens asma dihubungkan
perkembangan dan angka kekerapan asma.1,2,3 dengan gejala mengi, batuk malam hari serta latihan
Bebagai penelitian menunjukkan bahwa 
 
' 
     
terjadinya asma merupakan interaksi dua faktor kuesioner ISAAC, mengetahui hubungan antara
yaitu faktor genetik dan lingkungan. Risiko untuk faktor atopi (rinitis dan eksim) dengan angka kejadian
terjadinya asma pada anggota keluarga generasi asma pada anak dan mengetahui hubungan antara
pertama dari individu yang menyandang asma faktor keturunan asma, pemberian ASI atau PASI
adalah 2 sampai 6 kali lebih tinggi dibandingkan pada awal kehidupan dengan angka kejadian asma
dengan individu pada populasi normal.4 Beberapa pada anak.
penelitian melaporkan bahwa lamanya pemberian
Air Susu Ibu (ASI) secara bermakna menurunkan METODOLOGI PENELITIAN
risiko kejadian asma dan penyakit alergi lain pada
anak. Peningkatan pemberian Pengganti Air Susu Rancangan penelitian ini dilakukan dengan uji
Ibu (PASI) dalam hal ini susu formula yang berbasis cross sectional yaitu untuk mengetahui prevalens
susu sapi atau protein asing lain dari makanan asma pada anak usia 13-14 tahun dengan
padat yang diperkenalkan pada bulan pertama menggunakan kuesioner ISAAC di Jakarta Barat.
kehidupan dapat meningkatkan kejadian atopi Penelitian dilakukan di SLTP terpilih di Jakarta Barat
atau asma.5 Beberapa penelitian prevalens asma pada tahun 2008. Penyebaran kuesioner dilakukan
anak yang telah dilakukan di Indonesia didapatkan pada bulan Januari hingga Mei tahun 2008.
angka yang bervariasi antara 2,1% hingga 22,2%. Populasi target penelitian ini adalah anak remaja
Indonesia sebagai negara berkembang perhatian atau pubertas di Indonesia. Populasi yang mudah
yang diberikan terhadap penyandang asma masih terjangkau pada penelitian ini adalah siswa SLTP
sangat sedikit. Π   
 

  yang berumur 13-14 tahun di Jakarta Barat. Sampel
secara epidemiologi masih belum ada. Penelitian penelitian diambil secara acak dari 71.737 murid
epidemiologi asma terdapat perbedaan tentang yang bersekolah di 222 SLTP di Jakarta Barat. Pada
persepsi asma, metode dan data penelitian pada penelitian ini terpilih 15 SLTP dari 5 kecamatan yang
masing-masing peneliti sehingga hasilnya belum ada di Jakarta Barat dengan jumlah siswa sebanyak
dapat dipakai sebagai standar.2,6,7 '**$ V  

  
  
 
{ ‚
Penelitian prevalens asma pada anak umumnya +  
‚ $
menggunakan kuesioner International Study Pemilihan sampel sekolah dilakukan secara
of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC). acak terhadap seluruh SLTP yang berada di Jakarta

182 J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011


Barat. Pemilihan subyek penelitian dilakukan secara serangan, 66 siswa (49,3%) pernah mengalami
acak dengan menggunakan program komputer. mengi 1-3 kali, 11 siswa (8,2%) mengalami
Subyek yang terpilih dibagikan kuesioner ISAAC serangan mengi 4 sampai 12 kali dan 7 siswa (5,2%)
dan diisi sendiri. Bila ada hal-hal lain yang perlu mengalami serangan mengi lebih dari 12 kali. Dalam
ditanyakan pada orang tua, kuesioner dapat dibawa hal gangguan tidur pada 134 siswa yang mengalami
pulang dan dikembalikan keesokan harinya. Sebelum serangan mengi dijumpai 43 siswa (32,1%) tidurnya
pengisian kuesioner seluruh subyek penelitian diberi tidak terganggu, 68 siswa (50,7%) tidurnya terganggu
penjelasan mengenai penyakit asma secara umum karena mengi 1 kali dalam seminggu dan 23 siswa
disertai gejala klinis asma yang harus dikenali seperti (17,2%) tidurnya terganggu karena mengi lebih 1
mengi, batuk, sesak, rinitis dan eksim. Kuesioner kali dalam seminggu. Dalam 12 bulan terakhir siswa
yang telah diisi oleh murid akan dijumpai 2 kelompok yang pernah mengalami serangan hebat sebanyak
yaitu asma dalam 12 bulan terakhir dan yang bukan 40 siswa (1,9%) yang terdiri atas 19 siswa (47,5%)
asma. Pengolahan data penelitian dan perhitungan laki-laki dan 21 siswa (52,5%) perempuan. Riwayat
statistik dilakukan dengan menggunakan program asma dijumpai pada 253 siswa (12,2%) terdiri atas
komputer SPSS 16.0. 109 siswa (43%) laki-laki dan 144 siswa (57%)
perempuan. Mengi setelah olah raga terdapat pada
HASIL PENELITIAN 74 siswa (3,6%) terdiri atas 36 siswa (48,6%) laki-
laki dan 38 siswa (51,4%) perempuan. Batuk malam
Kuesioner Responden hari dijumpai 133 siswa (6,4%) terdiri atas 59 siswa
Sebanyak 2120 kuesioner disebarkan terhadap (44,4%) laki-laki dan 74 siswa (55,6%) perempuan
siswa SLTP yang berusia 13 – 14 tahun. Kuesioner (tabel 2).
yang dikembalikan berjumlah 2080 buah (98,1%)
Tabel 2. Distribusi Gejala
terdiri atas 988 siswa (47,5%) laki-laki dan 1092
No Gejala Laki-laki Perempuan Jumlah (%)
siswa (52,5%) perempuan. Kelompok umur 13 1. Riwayat mengi 88 (47%) 99 (53%) 187 9,0
2. Mengi 12 bln terakhir 52 (38,8%) 82 (61,2%) 134 6,4
tahun berjumlah 873 (42%) terdiri atas 396 (40,1%) 3. Serangan mengi 12 bln terakhir:
- Tidak pernah 11 (8,2%) 39 (29,1%) 50 (37,3%)
laki-laki dan 477 (43,7%) perempuan sedangkan - 1-3 kali 28 (21,0%) 38 (28,3%) 66 (49,3%)
- 4-12 kali 8 (6,0%) 3 (2,2%) 11 (8,2%)
kelompok umur 14 tahun berjumlah 1207 (58%) - > 12 kali 5 (3,7%) 2 (1,5%) 7 (5,2%)
4. Tidur terganggu karena mengi:
terdiri atas 592 (59,9%) laki-laki dan 615 (56,3%) - Tidak pernah
- 1 kali/minggu
19 (14,2%)
24 (17,9%)
24 (17,9%)
44 (32,8%)
43 (32,1%)
68 (50,7%)
perempuan (tabel 1). - > 1 kali/minggu 9 (6,7%) 14 (10,5%) 23 (17,2%)
5. Serangan hebat 12 bln terakhir 19 (47,5%) 21 (52,5%) 40 1,9
6. Riwayat asma 109 (43%) 144 (57%) 253 12,2
7. Mengi setelah olah raga 36 (48,6%) 38 (51,4%) 74 3,6
Tabel 1. Distribusi kuesioner ISAAC yang diisi responden 8. Batuk malam hari 59 (44,4%) 74 (55,6%) 133 6,4
Jenis Kelamin Jumlah %
Kelompok Umur Siswa
Laki-laki Perempuan
13 tahun % kelompok umur 396 (40,1%) 477 (43,7%) 873 (42%) Dari tabel tersebut di atas didapatkan siswa
14 tahun % kelompok umur 592 (59,9%) 615 (56,3%) 1207 (58%)
Total % kelompok umur 988 (47,5%) 1092 (52,5%) 2080 (100%) penyandang asma atau mengi 12 bulan terakhir
189 siswa (9,1%) yang terdiri atas 86 siswa (44,5%)
Pertanyaan Pernapasan laki-laki dan 103 siswa (54,5%) perempuan.
Sebanyak 2080 kuesioner yang berhasil Jumlah tersebut diperoleh dari gabungan jawaban
dikumpulkan terdapat 187 siswa (9%) yang pertanyaan pernapasan nomor 2 (mengi 12 bulan
mempunyai riwayat mengi terdiri atas 88 (47%) terakhir), pertanyaan nomor 7 (mengi setelah olah
laki-laki dan 99 (53%) perempuan. Mengi 12 bulan raga 12 bulan terakhir) dan pertanyaan nomor
terakhir dijumpai pada 134 siswa (6,4%) terdiri atas 8 (batuk malam hari 12 bulan terakhir). Mengi
52 (38,8%) laki-laki dan 82 (61,2%) perempuan. Dari kumulatif yang merupakan gabungan pertanyaan no
134 siswa yang pernah mengalami mengi 12 bulan 1 (riwayat mengi), nomor 2, nomor 6, nomor 7 dan
terakhir, 50 siswa (37,3%) tidak pernah mengalami nomor 8 dijumpai pada 273 (13,1%) yang terdiri atas

J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011 183


124 (45,4%) siswa laki-laki dan 149 (54,6%) siswa terakhir dan 6 siswa (4,5%) yang mempunyai gejala
perempuan (Tabel 3). eksim 12 bulan terakhir (Tabel 5). Secara statistik
didapatkan hubungan yang bermakna antara mengi
Tabel 3. Prevalens siswa yang menyandang asma 12 bulan terakhir dan
asma kumulatif 12 bulan terakhir dengan rinitis 12 bulan maupun
Jenis Kelamin
Gejala
L P
Jumlah Persentase % eksim 12 bulan terakhir. Risiko relatif mengi terhadap
Asma 12 bulan terakhir 86 (45,5%) 103 (54,5%) 189 9,1 rinitis 12 bulan terakhir adalah 21,2 (4,37-31,34) nilai
Asma kumulatif 124 (45,4%) 149 (54,6%) 273 13,1
p <0,001. Risiko relatif mengi terhadap eksim 12
bulan terakhir adalah 1,85 (0,77-4,41) dengan nilai
Pertanyaan Pilek p <0,001.
Jawaban pertanyaan dari 2080 siswa, jumlah
Tabel 5. Hubungan antara mengi 12 bulan terakhir dengan rinitis atau eksim
yang mempunyai riwayat rinitis adalah 342 siswa 12 bulan terakhir
Gejala Atopi Mengi OR P CI 95%
(16,4%) yang terdiri dari 163 siswa (47,7%) laki-
Eksim 85 (63,4%) 21,2 < 0,001 4,37-31,34
laki dan 179 siswa (52,3%) perempuan, sedangkan Rinitis 6 (4,5%) 1,85 < 0,001 0,77-4,41

responden yang menderita rinitis dalam 12 bulan


terakhir ada 232 siswa (11,2%) terdiri dari 109 siswa FAKTOR RISIKO ASMA
(47%) laki-laki dan 123 siswa (53%) perempuan.
Pertanyaan masalah asma dalam keluarga
Pertanyaan Eksim Dari 2080 kuesioner yang berhasil dikumpulkan
Siswa yang mempunyai riwayat eksim adalah pada pertanyaan mengenai penyandang asma
81 siswa (3,9%) terdiri dari 36 siswa (44,4%) laki-laki dalam keluarga terdapat 158 siswa yang terdiri atas
dan 45 siswa (55,6%) perempuan, sedangkan siswa 81 siswa (51,3%) laki-laki dan 77 siswa (48,7%)
yang menderita eksim 12 bulan terakhir adalah 54 perempuan. Dari jumlah tersebut didapatkan 43
siswa (2,6%) terdiri dari 24 siswa (44,4%) laki-laki siswa (2,0%) dengan ayah asma, 55 siswa (2,6%)
dan 30 siswa (55,6%) perempuan. ibu asma, 20 siswa (1,0%) saudara kandung asma, 9
Seratus delapan tujuh (187) siswa mempunyai siswa (0,4%) saudara kandung ayah asma, 18 siswa
riwayat mengi terdapat 180 (96,2%) yang (0,9%) saudara kandung ibu asma, 5 siswa (0,2%)
mempunyai riwayat atopi terdiri dari 172 siswa (92%) kakek atau nenek pihak ayah asma serta 8 siswa
yang mempunyai riwayat rinitis dan 8 siswa (4,3%) (0,4%) kakek atau nenek pihak ibu asma (Tabel 6).
yang mempunyai gejala eksim (Tabel 4). Secara
Tabel 6. Distribusi asma dalam keluarga
statistik didapatkan hubungan bermakna antara Jenis Kelamin
Keluarga Asma Jumlah %
gejala mengi dengan rinitis dan eksim. Risiko relatif Laki-laki Perempuan

Ayah 28 (65,1%) 15 (34,9%) 43 (2,0)


mengi terhadap rinitis adalah 11,62 (6,70-20,15) Ibu 30 (54,5%) 25 (45,5%) 55 (2,6)
Saudara Kandung 8 (4%) 12 (6%) 20 (1,0)
dengan nilai p <0,001 sedangkan risiko relatif mengi Saudara ayah kandung 2 (22,2%) 7 (77,8%) 9 (0,4%)
Saudara ibu kandung 10 (55,5%) 8 (44,5%) 18 (0,9%)
terhadap eksim dijumpai 1,11 (0,52-2,34) dengan Kakek/nenek pihak ayah 1 (2%) 4 (8%) 5 (0,2%)
Kakek/nenek pihak ibu 2 (25%) 6 (75%) 8 (0,4%)
nilai p <0,05.
Total 81 (51,3%) 77 (48,7%) 158 (100%)

Tabel 4. Hubungan antara riwayat mengi dengan riwayat rinitis atau eksim
Gejala Atopi Mengi OR P CI 95%
Dari 189 siswa yang mempunyai riwayat asma
Eksim 8 (4,3%) 1,11 < 0,05 0,52-2,34
Rinitis 172 (92%) 11,62 < 0,001 6,70-20,15 12 bulan terakhir, didapatkan 17 siswa (0,8%)
mempunyai ayah asma dan 172 siswa (8,3%)
Pada 134 siswa yang mempunyai riwayat mempunyai ayah tidak asma, 20 siswa (1%)
mengi 12 bulan terakhir, dijumpai 91 siswa (67,9%) mempunyai ibu menyandang asma dan 169 siswa
yang mempunyai riwayat atopi terdiri dari 85 siswa (8,1%) mempunyai ibu tidak menyandang asma, 1
(63,4%) yang mempunyai riwayat rinitis 12 bulan siswa (0,01%) mempunyai ayah-ibu menyandang

184 J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011


asma dan 188 siswa (9,1%) mempunyai ayah- Sebanyak 189 siswa yang mempunyai riwayat
ibu tidak menyandang asma, 1 siswa mempunyai asma 12 bulan terakhir, didapatkan 154 siswa (7,4%)
saudara kandung menyandang asma dan 188 dengan pemberian awal ASI, sedangkan yang
siswa (9,1%) mempunyai saudara kandung tidak mempunyai riwayat pemberian awal PASI sebanyak
menyandang asma, 5 siswa mempunyai saudara 35 (1,7%) siswa.
ayah kandung menyandang asma dan 184 siswa Sebanyak 1621 (77,9%) siswa yang
(8,9%) mempunyai saudara ayah kandung tidak mendapatkan ASI kurang dari 6 bulan terdiri dari
menyandang asma, 6 siswa mempunyai saudara ibu 670 siswa (32,2%) dengan rincian 331 siswa
kandung menyandang asma dan 183 siswa (8,8%) (49,4%) laki-laki dan 339 siswa (50,6%) perempuan
mempunyai saudara ibu kandung tidak menyandang sedangkan yang mendapatkan ASI lebih dari 6 bulan
asma, 2 siswa mempunyai kakek atau nenek dari adalah 951 siswa (45,7%) yang terdiri dari 443 siswa
pihak ayah menyandang asma dan 187 siswa (46,6%) laki-laki dan 508 siswa (53,4%) perempuan.
(9,0%) mempunyai kakek atau nenek dari pihak ayah Siswa yang mempunyai riwayat asma 12 bulan
tidak menyandang asma dan 6 siswa mempunyai terakhir, didapatkan 69 (4,3%) siswa dengan awal
kakek atau nenek dari pihak ibu menyandang asma pemberian ASI kurang dari 6 bulan dan 85(5,2%)
dan 183 siswa (8,8%) mempunyai kakek atau nenek 
{   
 
{  
  {! ‚ &
dari pihak ibu tidak menyandang asma. bulan.
Anak dari keluarga asma lebih berisiko untuk Sebanyak 459 siswa (22,1%) yang mendapatkan
menyandang asma dibandingkan dengan anak PASI kurang dari 6 bulan terdiri dari 78 siswa
yang tidak memiliki keluarga asma. Secara statistik (3,8%) dengan rincian 34 siswa (43,6%) laki-laki
didapatkan hubungan yang bermakna. Hasil lain dari dan 44 siswa (56,4%) perempuan sedangkan yang
penelitian ini dapat dilihat pada (Tabel 7). mendapatkan PASI lebih dari 6 bulan adalah 381
siswa (18,3%) yang terdiri dari 180 siswa (47,2%)
Tabel 7. Hubungan keluarga asma dengan anak asma
laki-laki dan 201 siswa (52,8%) perempuan. Dari
OR IK P
Ayah 7,00 3,77 - 13,32 < 0,05 siswa yang mempunyai riwayat asma 12 bulan
Ibu 6,20 3,54 - 11,11 < 0,05
Ayah-ibu 0,23 0,21 - 1,98 > 0,05 terakhir, didapatkan 2 siswa dengan awal pemberian
Saudara Kandung 0,52 0,07 - 3,93 > 0,05
Saudara ayah kandung 12,81 3,41 - 48,15 < 0,05 PASI kurang dari 6 bulan dan 33 siswa (7,2%)
Saudara ibu kandung 5,10 1,90 - 13,84 < 0,05
Kakek/nenek pihak ayah 6,70 1,18 - 40,5 > 0,05 mempunyai riwayat pemberian awal PASI > 6 bulan.
Kakek/nenek pihak ibu 30,90 6,20 - 15,4 < 0,05
Pada penelitian ini secara statistik anak
penyandang asma tidak didapatkan hubungan
Pertanyaan pemberian ASI atau PASI pada awal
bermakna pada awal kehidupan mendapat ASI atau
kehidupan
PASI serta lamanya mendapat ASI atau PASI (Tabel 9).
Dari 2080 kuesioner yang berhasil dikumpulkan
pada pertanyaan mengenai pemberian awal ASI atau Tabel 9. Hubungan anak asma dengan pemberian ASI atau PASI

PASI didapatkan 1621 siswa (77,9%) mendapatkan OR IK P


ASI 1,27 0,86 - 1,86 > 0,05
ASI pada awal kehidupan yang terdiri dari 774 siswa PASI 0,7 0,53 - 1,15 > 0,05
ASI > 6 bulan dan > 6 bulan 1,1 0,83 - 1,83 > 0,05
(47,7%) laki-laki dan 847 siswa (52,3%) perempuan PASI > 6 bulan dan > 6 bulan 0,28 0,06 - 1,19 > 0,05

serta yang mendapat awal PASI berjumlah 459


siswa (22,1%) terdiri dari 214 siswa (46,6%) laki-laki PEMBAHASAN
dan 245 siswa (53,4%) perempuan (Tabel 8).
Asma merupakan interaksi dua faktor yaitu
Tabel 8. Distribusi pemberian awal ASI atau PASI
Pemberian Jenis Kelamin faktor pejamu dan lingkungan. Faktor pejamu
Jumlah Persentase %
awal susu Laki-laki Perempuan
mempunyai peranan penting terjadinya asma tetapi
ASI 774 (47,7%) 847 (52,3%) 1621 77,9
PASI 214 (46,6%) 245 (53,4%) 459 22,1 tidak dapat menerangkan kenaikan prevalens

J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011 185


asma dibanyak negara dalam waktu relatif singkat. masalah yang penting karena tujuan penelitian
Berbagai faktor telah diselidiki yang merupakan adalah membandingkan prevalens asma di antara
faktor risiko terjadinya asma baik yang berasal dari kelompok masyarakat dan bukan diagnosis asma
individu yang bersangkutan seperti gen, atopi, etnis pada individu. Selain itu kuesioner ISAAC dirancang
atau ras, jenis kelamin, hiperresponsif bronkus serta untuk menghindari cara pengisian yang salah
dari lingkungan antara lain alergen, jumlah keluarga, atau penyangkalan responden dalam pengisisan
polusi udara, asap rokok, infeksi saluran napas, kuesioner.
infeksi parasit, makanan, obat, obesiti dan lain-lain. Kuesioner ISAAC yang telah diterjemahkan ke
Penelitian ini dilakukan secara cross sectional di   !  
   


   
Jakarta Barat. Desain ini dipilih karena dapat dipakai tambahan pertanyaan faktor risiko keluarga asma,
untuk meneliti banyak variabel sekaligus, relatif riwayat awal pemberian ASI atau PASI. Kuesioner ini
mudah dilakukan, murah, hasilnya cepat diperoleh telah dilakukan uji validasi oleh Yunus F dkk.6 dengan
dan juga tidak terancam droup out. Desain penelitian  

_
 *€  

 +€

 


tersebut tidak menggunakan kontrol sebagai positif (NPP) 68,12% dan nilai prediksi negatif (NPN)
pembanding, tetapi perbandingan hanya dilakukan 95,73%. Angka prevalens asma pada siswa SLTP
intern antara responden sendiri yaitu kelompok faktor negeri dan swasta di Jakarta Pusat tahun 1996
risiko dibanding kelompok tanpa faktor risiko. Desain   
  

 !" 
ini dapat digunakan untuk penelitian analitik dengan &€   
  

 !"   

menentukan peran faktor risiko dalam terjadinya  

_
&'€  

€$Š
 
penyakit, terutama untuk penyakit yang mempunyai ini juga telah diuji di 56 negara di 156 pusat asma
onset lama serta lama sakit yang panjang. Desain yang mempunyai lingkungan dan bahasa yang
tersebut dapat digunakan untuk mencari hubungan berbeda. Dalam penelitian ini subjek penelitian
antara gejala pada saluran napas, faktor risiko dan diberi penjelasan singkat mengenai gambaran dan
prevalens asma. Besarnya peran faktor risiko dapat pengertian penyakit asma serta cara pengisian
diperkirakan dengan melakukan analisis hubungan kuesioner untuk mempermudah responden dalam
statistik antara variabel tergantung dan variabel menjawab kuesioner. Untuk meningkatkan ketepatan
bebas maupun faktor perancu.dikutip dari 6 jawaban, pengisian kuesioner boleh dibawa pulang
oleh responden dan diserahkan keesokan hari
Kuesioner melalui guru sekolah.
Pemilihan kuesioner ISAAC dalam survei ini Diagnosis asma pada penelitian epidemiologi
bertujuan agar pengisian dapat dilakukan secara ditetapkan bila terdapat riwayat mengi, mengi yang
mudah dengan bahasa yang mudah dipahami diprovokasi oleh stimulus tertentu, pernyataan
dan menggunakan istilah medis yang mudah menyandang asma dan riwayat pernah menyandang
dimengerti. Penggunaan kuesioner yang berisi    
   $ >

 
gejala asma menjadi tulang punggung penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah mengi
epidemiologi untuk mencari prevalens asma. Cara atau asma dalam 12 bulan terakhir. Menggunakan
ini memungkinkan memperoleh sampel penelitian mengi 12 bulan terakhir sebagai kriteria asma maka
yang besar, biaya yang relatif murah dan waktu penelitian ini dapat dibandingkan dengan penelitian
singkat. Kebanyakan penelitian epidemiologi untuk di manapun yang menggunakan kuesioner ISAAC.
prevalens asma berdasarkan kriteria subyektif yang Dalam kuesioner ISAAC pertanyaan yang digunakan
diperoleh dari responden. Kelemahannya adalah adalah pertanyaan nomor 2 yaitu mengi atau asma
tidak dapat mendeteksi obstruksi saluran napas dalam 12 bulan terakhir merupakan pertanyaan
yang tidak memberikan gejala tetapi hal ini bukan utama untuk menetapkan diagnosis asma 12 bulan

186 J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011


terakhir. Pertanyaan nomor 7 dan 8 mengenai mengi Jika dibandingkan dengan penelitian
setelah olah raga 12 bulan terakhir serta batuk pada sebelumnya dari berbagai daerah di luar Jakarta,
 
  
  

<   prevalens asma di Jakarta Barat tergolong tinggi
12 bulan terakhir. Asma kumulatif adalah gabungan tetapi jika dibandingkan dengan penelitian yang juga
antara semua pertanyaan nomor 1, 2, 6, 7 dan 8. dilakukan di Jakarta dari beberapa peneliti didapatkan
Merupakan gabungan antara semua responden yang hasil yang hampir sama. Yunus F dkk.3 di Jakarta
mempunyai riwayat asma dan yang menyandang Timur tahun 2001 prevalens asma 12 bulan terakhir
asma dalam 12 bulan terakhir. yaitu 8,9%, Rahajoe dkk.1 di Jakarta tahun 2002
yaitu 6,7%, demikian juga bila dibandingkan dengan
Penentuan sampel penelitian anak usia 13-14 tahun di Bandung tahun
Populasi target penelitian adalah 2080 siswa 2002 oleh Kartasasmita yang juga menggunakan
SLTP di Jakarta Barat dengan rasio perbandingan kuesioner ISAAC yaitu 5,2%. Sedangkan Sundaru
988 (47,5%) siswa laki-laki dan 1092 (52,5%) siswa dkk.2 di Jakarta Pusat tahun 2004 mendapatkan
perempuan. Agar subyek penelitian dapat dianggap prevalens asma 12 bulan terakhir 12,5%. Beberapa
mewakili seluruh populasi target maka pengambilan faktor dapat mempengaruhi tingginya prevalens
sampel penelitian ini dilakukan secara acak. Sekolah asma di kota besar antara lain lingkungan, gaya
lanjutan tingkat pertama yang dipilih dilakukan secara 
  ]       


acak pada daerah yang padat penduduk. Daerah dalam rumah maupun di luar rumah. Meningkatnya
padat penduduk di sini didapatkan dari data BPS yang jumlah kendaraan bermotor merupakan kontributor
menyatakan bahwa daerah padat penduduk adalah utama polusi udara jalan raya yang emisinya terdiri
yang memiliki rasio kepadatan penduduk lebih dari dari bermacam-macam gas seperti sulfur dioksida,
15.000 jiwa per kilometer persegi. Di Jakarta Barat nitrogen dioksida, ozon yang dapat mengganggu
rasio kepadatan penduduknya adalah lebih dari kesehatan dan tingginya kadar polusi udara di
15.000 jiwa dan terpusat di kecamatan Tambora, Jakarta mempengaruhi tingginya prevalens asma
Taman Sari dan Palmerah. Umur siswa pada pada anak. Menurut Badan Pengelolaan Kadar
populasi target dan subyek penelitian ditentukan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) tahun 2006
pada usia pubertas, tingkat pendidikan dan tingkat DKI menunjukkan nilai rata-rata harian seluruh
pengetahuan siswa mengenai asma relatif sama. polutan masih di bawah nilai ambang batas (NAB),
tetapi untuk daerah konsentrasi pada semua titik
Prevalens Asma pengamatan sudah di atas NAB seperti karbon
Prevalens asma antar negara sulit dibandingkan monoksida 19,7 mcg (NAB 9 mcg), PM10 atau debu
karena masing-masing penelitian menggunakan 496,22 mcg (150 mcg) sulfur dioksida 403,65 mcg
kuesioner dan cara penelitian yang berbeda serta (NAB 260 mcg). Suatu penelitian yang membedakan
banyaknya perbedaan parameter yang digunakan. daerah yang lalu lintas padat dengan yang kurang
Indonesia sebagai negara yang mempunyai padat. Pada daerah padat didapatkan lebih banyak
prevalens asma rendah juga mendapatkan hasil penyakit saluran napas seperti sesak atau mengi
yang berbeda-beda. Pada umumnya peneliti asma dan terjadi penurunan fungsi paru.2,9
menetapkan diagnosis asma berdasarkan gejala Prevalens asma anak perempuan sedikit lebih
asma 12 bulan terakhir. Penelitian ini dilakukan tinggi dibanding anak laki-laki. Hasil ini tidak sesuai
dengan penyebaran kusioner ISAAC terhadap 2080 dengan penelitian luar negeri yang menyatakan
siswa SLTP di Jakarta Barat. Pada penelitian ini prevalens anak laki-laki lebih tinggi dibanding
didapatkan prevalens asma 12 bulan terakhir 9,1% anak perempuan dengan rasio 2:1, saat pubertas
dan prevalens asma kumulatif didapatkan 13,1%. rasio tersebut akan menurun dan menjadi terbalik

J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011 187


setelah usia 15 tahun. Hasil yang sama dengan dengan rinitis antara lain reaksi alergi pada mukosa
peneliti didapatkan pada penelitian Sundaru yang hidung mencetuskan gejala asma, asma dan rinitis
membandingkan perbandingan asma pada daerah mempunyai predisposisi genetik yang sama, asma
rural dan urban didapatkan jumlah kasus asma dan rinitis mempunyai mukosa saluran napas yang
lebih banyak pada anak perempuan dibanding 
<
       
 
laki-laki pada daerah urban yang diwakili Jakarta, patogenesis asma dan rinitis, pengobatan yang
sedangkan pada daerah rural yang diwakili Subang efektif terhadap rinitis juga akan memperbaiki gejala
didapatkan jumlah kasus asma lebih banyak pada asma. Dilaporkan gejala asma pada penderita rinitis
anak laki-laki dibanding anak perempuan. Hal ini antara 19 hingga 38%, sebaliknya gejala rinitis pada
kemungkinan karena jumlah populasi target pada penyandang asma antara 28 hingga 78%. Dikatakan
penelitian ini, terutama pada anak perempuan lebih bahwa pada pusat penelitian dengan prevalens
banyak yang berumur 14 tahun menjelang 15 tahun eksim yang rendah pada umumnya mempunyai
dan kecenderungan usia pubertas yang makin dini. prevalens asma dan gejala rinitis yang rendah.
Remisi menjelang pubertas lebih sering dijumpai Penelitian epidemiologi mengungkapkan bahwa
pada anak laki-laki dibanding perempuan dan asma faktor atopi mempunyai kaitan yang erat dengan
akan lebih banyak pada perempuan. Hal ini karena angka kekerapan penyakit asma. Penelitian lain
meningkatnya ukuran saluran napas secara cepat terhadap anak sekolah menunjukkan peningkatan
pada anak laki-laki menjelang pubertas dibanding kekerapan asma, rinitis dan eksim sebesar dua kali
perempuan.2,10 lipat dalam selang waktu dua puluh lima tahun.11,12

Atopi Genetik Asma


Pada penelitian ini prevalens rinitis pada siswa Penelitian yang dilakukan pada tahun 1997
SLTP di Jakarta Barat dijumpai cukup tinggi 16,4%, sampai tahun 2000 terhadap saudara kembar yaitu
sebaliknya yang terjadi pada eksim hanya 3,9%. Harris dkk. tahun 1997, Panhuysen dkk. tahun1998,
Penelitian ISAAC di 56 negara didapatkan prevalens Koppelman dkk. tahun 1999 dan Räsänen dkk. tahun
rinitis alergi bervariasi antara 1,4 sampai 39,7% 2000 mendukung peran dari bentuk penurunan sifat-
dan pevalens eksim antara 0,3 sampai 20,5%. sifat untuk terjadinya mekanisme asma. Risiko untuk
Semua responden yang mempunyai riwayat mengi, terjadinya asma pada anggota keluarga generasi
172 (92%) siswa mempunyai riwayat rinitis dan 8 pertama dari individu yang menyandang asma
(4,3%) siswa mempunyai riwayat eksim. Dengan adalah 2-6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
menggunakan uji statistik Chi-Square didapatkan individu pada populasi normal.13 Pada penelitian ini
hubungan yang bermakna antara mengi dengan dari dari 189 siswa yang mempunyai riwayat asma 12
gejala rinitis dan eksim dengan nilai odds ratio bulan terakhir didapatkan 17 siswa mempunyai ayah
(OR) mengi terhadap rinitis adalah 11,62 (6,7- asma secara statistik analitik didapatkan hubungan
20,15) dengan nilai p< 0,001, sedangkan OR mengi bermakna. Siswa dengan ayah asma berisiko
terhadap eksim dijumpai 1,11(0,52-2,34) dengan menyandang asma 12 bulan terakhir sebesar 7
nilai p< 0,05. Rinitis alergi dan asma merupakan kali lebih tinggi dari siswa yang tidak memiliki ayah
penyakit kronik yang dapat terjadi bersama-sama asma dengan nilai OR: 7,0 (3,77-13,32).p < 0,05.
dan yang paling sering terjadi pada anak. Dalam Duapuluh siswa mempunyai ibu menyandang asma,
penjelasan perjalanan alamiah penyakit alergi, secara statistik didapatkan hubungan bermakna.
dimulai dengan dermatitis atopi pada masa bayi, Siswa dengan ibu asma berisiko menyandang asma
kemudian timbul rinitis atau asma pada masa kanak- 12 bulan terakhir sebesar 6,2 kali lebih tinggi dari
kanak. Beberapa faktor yang berkaitan antara asma siswa yang tidak memiliki ibu asma dengan nilai

188 J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011


OR: 6,2 (3,54-11,11).p < 0,05. Hubungan saudara sekitar 63%. Hal tersebut berbeda dengan hasil
ayah kandung asma dengan asma 12 bulan penelitian ini yang menunjukkan anak dengan kedua
terakhir terdapat 5 siswa secara statistik didapatkan orang tua asma secara statistik tidak didapatkan
hubungan bermakna. Siswa dengan saudara ayah hubungan bermakna. Lebih kurang 2/3 dari seluruh
kandung asma berisiko menyandang asma 12 anak dengan asma mempunyai dasar alergi. Bila
bulan terakhir sebesar 12,81 kali lebih tinggi dari kedua orangtuanya mempunyai riwayat alergi,
siswa yang tidak memiliki saudara ayah kandung sekitar 58% anaknya akan menyandang asma, bila
asma dengan nilai OR: 12,81 (3,41-48,15).p < 0,05. salah satu orang tuanya menderita alergi, sekitar
Hubungan saudara ibu kandung asma dengan asma 20% anaknya akan menyandang asma dan bila
12 bulan terakhir terdapat 6 siswa secara statistik kedua orangtuanya tidak mempunyai riwayat alergi
didapatkan hubungan bermakna. Siswa dengan yang menyandang asma hanya 6%.
saudara ibu kandung asma berisiko menyandang Sehubungan dengan kejadian asma, penelitian
asma 12 bulan terakhir sebesar 5,1 kali lebih tinggi pertama yang dipublikasi oleh Edfors-Lubs dkk.3
dari siswa yang tidak memiliki saudara ibu kandung tahun 1971 pada 6996 pasangan kembar penduduk
asma dengan nilai OR: 5,1 (1,90- 13,84).p < 0,05. Swedia menunjukkan hasil kecocokan asma pada
Hubungan kakek/nenek pihak ibu asma dengan 19% kembar monozigot dan 4,8% pada kembar
asma 12 bulan terakhir terdapat 6 siswa didapatkan dizigot. Pada penelitian yang dilakukan oleh Suryati
hubungan bermakna. Siswa dengan kakek/nenek pada 90 anak yang menyandang asma didapatkan
pihak ibu asma berisiko menyandang asma 12 bulan 60,9% ada riwayat asma dalam keluarga. Penelitian
terakhir sebesar 30,9 kali lebih tinggi dari siswa yang genetik juga menunjukkan bahwa atopi dan
tidak memiliki saudara ibu kandung asma dengan hiperrespons bronkus mempunyai pola pewarisan
nilai OR: 30,9 (6,20-15,4).p < 0,05. Sedangkan yang berbeda yaitu kemampuan untuk menghasilkan
hubungan saudara kandung asma dengan riwayat ! 
  
     

asma pada anak serta hubungan kakek/nenek IgE terutama dipengaruhi oleh lingkungan. Faktor
pihak ayah dengan riwayat asma pada anak tidak lingkungan juga berpengaruh terhadap terjadinya
didapatkan hubungan bermakna. Pada penelitian asma, hal ini diketahui dengan ditemukannya
ini anak asma dengan keturunanan keluarga asma kejadian asma hanya pada salah satu anggota
lebih berisiko menyandang asma dari pada anak keluarga yang kembar monozigot.3 Cookson dkk15
tanpa memiliki keturunan keluarga asma. Penelitian membuktikan bahwa atopi diturunkan sebagai
tersebut tidak berbeda dengan penelitian kohort oleh karakteristik dominan otosomal 85% dari mereka
Alford dkk.14 yang menilai pola penyandang asma yang membawa gen mempunyai gejala penyakit
pada orang tua dan risiko menyandang asma pada alergi dan 60% mengalami mengi.
anak mendapatkan hubungan yang bermakna antara
riwayat asma pada ayah dengan risiko menyandang Pemberian ASI atau PASI
asma pada anak dibandingkan dengan riwayat asma Pada penelitian ini hasil pengisian kuesioner oleh
pada ibu. siswa didapatkan siswa yang mendapat ASI pada
Pada penelitian terhadap 344 keluarga awal kehidupan yaitu 77,9% dan yang mendapat
Amerika, didapatkan hasil sebagai berikut bila kedua PASI 22,1%. Siswa dengan lama pemberian ASI
orangtuanya tidak asma, sekitar 6,5% anaknya  &   +''€   ‚ &   ;€   
mempunyai risiko untuk menjadi asma, bila satu  
  V!  &   +€   ‚ &
orang tuanya asma, maka risiko anak menyandang bulan 18,3%. Pada siswa asma dengan pemberian
asma sekitar 19,7% dan bila kedua orangtuanya awal ASI didapatkan 7,4%, secara statistik tidak
menyandang asma, maka risiko anak menjadi asma didapatkan hubungan bermakna pemberian awal

J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011 189


ASI terhadap kejadian asma pada anak (OR:1,27 IK: 
 !‚&    

]
 
0,86-1,86. p > 0,05). Siswa asma dengan pemberian atopi pada anak. Perdana dalam penelitiannya tahun
awal PASI 1,7%, secara statistik tidak didapatkan 2006 di Bandung mendapatkan anak yang mendapat
hubungan bermakna pemberian awal PASI dengan PASI pada usia < 6 bulan dan memiliki riwayat atopi
kejadian asma pada anak (OR 0,7.IK: 0,53-1,15.p dalam keluarga berisiko menjadi atopi 3,38 kali lebih
> 0,05). Siswa asma dengan lama pemberian ASI besar dibanding anak yang mendapat PASI pada
& ;+€  
 !‚&  
 ‚ &  $  
   
{  
 
5,2% secara statistik tidak didapatkan hubungan keluarga, maka anak yang mendapat PASI pada
bermakna (OR 1,7.IK 0,83-1,63.p > 0,05) sedangkan usia < 6 bulan memiliki risiko 6,08 kali lebih besar
siswa asma dengan lama PASI < 6 bulan 0,4% dan 
 
     V! 
‚&
V!‚& '€`

] 
 bulan.7,21
didapatkan hubungan bermakna (OR: 0,28 IK: 0,06- Perbedaan dari hasil penelitian ini dapat
1,19.p > 0,05). Hal ini sesuai dengan penelitian disebabkan oleh perbedaan metodologi, jumlah
oleh Horwood dkk.16 tahun1985 membandingkan subyek penelitian, besar sampel yang digunakan,
angka kejadian asma pada 3 kelompok bayi yaitu perbedaan epidemiologi atau faktor lain yang belum
mereka yang diberi susu sapi saja, mereka yang diteliti seperti infeksi saluran napas atau infeksi virus
diberi ASI dan susu sapi dan mereka yang diberi pada awal kehidupan, diit ibu dengan kualiti ASI,
ASI saja, masing-masing sampai 4 bulan. Ternyata jenis PASI yang diberikan dan lain-lain. Di Indonesia
pada ketiga kelompok ini tidak terdapat perbedaan penyandang asma merupakan salah satu penyebab
yang bermakna pada angka kejadian asma. kesakitan terbanyak setelah infeksi artinya infeksi
Demikian pula penelitian Halpern dkk.17 tahun1973 lebih tinggi di Indonesia. Tingginya insidens
yang membandingkan bayi-bayi tanpa melihat latar penyakit infeksi pada anak di Indonesia diduga
belakang atopi keluarga mereka yang diberi ASI merupakan salah satu faktor rendahnya prevalens
saja, ASI dengan susu kedelai dan ASI dengan asma dibanding dengan negara maju. Infeksi virus
susu sapi, ternyata tidak terdapat perbedaan di masa kecil merupakan faktor predisposisi yang
yang bermakna pada angka kejadian alergi atau mengakibatkan menurunnya respons imun Th2
asma pada ketiga kelompok bayi ini. Penelitian ini seseorang menjadi lebih rendah sehingga produksi
berbeda dengan beberapa penelitian di luar negeri IgE menjadi rendah. Teori hygiene hypothesis
yang memperlihatkan bahwa lamanya pemberian menyebutkan bahwa peningkatan atopi berhubungan
ASI (prolonged breast feeding ) secara bermakna dengan berkurangnya pajanan terhadap infeksi pada
menurunkan risiko kejadian asma dan penyakit awal kehidupan. Penelitian lain menyebutkan bahwa
alergi lain pada anak.5,18,19 Kull dkk.20 tahun 2002 pajanan endotoksin konsentrasi tinggi di awal usia
dalam penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian kehidupan mampu memberikan proteksi terhadap
ASI selama 4 bulan dapat menurunkan risiko asma berkembangnya atopi. Penelitian lain menyimpulkan
dan mengi. Tampaknya masih kontroversi tentang bahwa anak yang lebih jarang menderita infeksi
efek protektif ASI terhadap angka kejadian asma pada usia balita mempunyai risiko lebih besar untuk
atau pengaruhnya terhadap usia mula timbul asma, menderita asma pada usia sekolah. 22-24
sehingga anjuran memberikan ASI sebagai suatu
usaha untuk mencegah atau mengurangi angka
kejadian asma pada anak, masih belum dapat
disepakati. Pada penelitian Evijanti di Bandung
tahun 2006 didapatkan pemberian awal ASI eksklusif
menurunkan risiko kejadian atopi pada anak serta

190 J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011


KESIMPULAN 5. Wright AL, Holberg CJ, Taussig LM, Martinez
[>$ [`
< `
  
  
 
1. Prevalens asma pada siswa SLTP yang berusia feeding to asthma and recurrent wheeze in
13-14 tahun di Jakarta Barat tahun 2008 adalah childhood. Thorax. 2001; 56:192-7.
9,1% sedangkan prevalens asma kumulatif 6. Ghazali MV, Sastroasmoro S, Soejarwo SR,
yaitu 13,1%. Soelaryo T, Pramulyo HS, Study cross sectional.
2. Prevalens siswa yang pernah menderita rinitis Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, eds. Dasar
dan eksim yaitu 16,4% dan 3,9%, sedangkan metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung
prevalens rinitis 12 bulan terakhir 11,2% dan Seto; 2002. p.97-106.
prevalens eksim 12 bulan terakhir 2,6% . 7. Evijanti RN. Hubungan antara pemberian ASI
Terdapat hubungan yang bermakna antara eksklusif serta lama pemberian ASI dalam 2
riwayat mengi dan atopi. tahun pertama kehidupan dan kejadian atopi
3. Terdapat hubungan bermakna antara riwayat pada anak dengan atau yanpa riwayat penyakit
asma pada keluarga dengan riwayat asma pada atopi dalam keluarga (Tesis) Bandung: Ilmu
anak dan tidak terdapat hubungan bermakna Kesehatan Anak fakultas kedokteran Universitas
antara riwayat asma pada anak dengan Padjadjaran Bandung; 2006.
pemberian ASI atau PASI pada awal kehidupan $ ’



_  $ >

   
serta lamanya pemberian ASI atau PASI. overview. National Institute of Health. National
2006. p.2-8.
DAFTAR PUSTAKA 9. Badan Pengelolaan Kadar Lingkungan Hidup
Daerah/DKI/JakBar (cited on 2008 October
1. UKK Pulmonologi PP Ikatan Dokter Anak 15). Available from http://sarpedal.barat.jakarta.
Indonesia. Dalam: Rahajoe N, Supriyatno B, go.id/ling.php.
Setyanto DB. Eds. Pedoman nasional asma 10. Hertzen L, Haahtela T. Signs of reversing trends
anak. Jakarta: Balai pustaka FKUI. 2005. p.1- in prevalence of asthma. Allergy 2005;60:683-
11. 92.
2. Sundaru H. Perbandingan prevalens dan derajat 11. The International Study of Asthma and Allergies
berat asma antara daerah urban dan rural pada in Childhood (ISAAC) Steeering Committee.
siswa sekolah usia 13-14 tahun (disertasi). Worldwide variations in the prevalence of
Jakarta: Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran asthma symptoms: the International Study of
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Asthma and Allergies in childhood. Eur Respir J
2005. 1998; 12:315-35.
3. Yunus F, Ratnawati, Rasmin M, Mangunegoro 12. Akib AAP. Perjalanan ilmiah penyakit alergi
H, Jusuf A, Bachtiar A. Asthma prevalence dan upaya pencegahannya. Dalam: Akib
among High School Student in East Jakarta AAP, Tumbeleka AR, Matondang CS, eds.
2001 based on ISAAC questionaire. Med J Univ Pendekatan imunologis berbagai penyakit
Indonesia. Jakarta 2003; 12:133-9. alergi dan infeksi. Naskah lengkap PKB Ilmu
4. Ghosh B, Sharma S, Nagarkatti R. Genetics of Kesehatan Anak XLIV. Jakarta: BP FKUI; 2001.
asthma : current research paving the way for p.117-27.
development of personalized drugs. Molecular 13. Bottcher MF, Jenmalm MC, Garofalo RP.
immunogenetics laboratory, institute of genomic Cytokines in breast milk from allergic and
& integrative biology, Delhi, India. Indian J Med nonallergic mother. Pediatric research. 2000;
Res 2003; 117:185-97. 47:157-162.

J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011 191


14. Alford SH, Zoratti E, Peterson EL, Maliarik 19. Saarinem UM, Kojasaari M. Breast feeding as
M, Johnson CC. Parental history of atopic “
  
 
` 
Q V `
_
disease: Disease pattern and risk of pediatric follow up study until 17 years old. Lancet.1995;
atopy in offspring. J Allergy Clin Immunol 2004; 364:1065-69.
114:1046-50. 20. Kull l, Wickman M, Litja G, Nordvall S, Reshagen
15. Cookson WOC, Miriam FM. Genetics of asthma G. Breast feeding and allergy diseases in
and allergy disease. Human molecular genetics infants-a prospective birt cohort study. Archives
2000; 9:2359-64. of disease in children. 2002; 87:478-81.
16. Galli SJ. Complexity and redundancy in the 21. Perdana NS. Hubungan antara waktu pemberian
pathogenesis of asthma : reassessing the PASI dan kejadian atopi pada anak dengan atau
roles of mast cells and T cells. Department tanpa riwayat penyakit atopi dalam keluarga
of pathology, Beth Israel deaconess medical (Tesis) Bandung: Ilmu Kesehatan Anak fakultas
center and Harvard medical school, Boston, kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung;
Massachusetts. J. Exp. Med 1997; 186:343-7. 2006.
17. Kelley CF, ManninoDM, Homa DM, Brown AS, 22. Depkes RI. Kebijakan pemberian MP ASI lokal
Holguin F. Asthma phenotypes, risks factors and tahun 2006. Direktorat bina gizi masyarakat.
measures of severity in national sample of US Jakarta: Depkes RI; 2006.
children. Pediatrics. 2005; 115:726-31. 23. Zeiger RS. Food allergen avoidance in the
18. Oddy WH, Holt PG, Read AW, Stanley FJ, prevention of food allergy in infants and children.
Burton PR. Association between breast feeding Pediatrics 2003; 111:1662-71.
and asthma in 6 year old children: Finding of 24. Strachan DP. Family size, infection and atopy:
prospective birth cohort study. British Med J.   `   
   
$ ”
1999; 319:815-19. Allergy Clin Immunol. 1999; 104:554-8.

192 J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011

Anda mungkin juga menyukai