Anda di halaman 1dari 3

Nama : Sri Arum Wulansari

NIM : 19/446847/TP/12650
Dosen : Dr. Ir. Mochammad Maksum, M.Sc.
Mata Kuliah : Perdagangan Internasional

Tugas Perdagangan Internasional

1. Inpres 5 Tahun 2015 bodong, kenapa?


Inpres Nomor 5 Tahun 2012 berisi tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan
Penyaluran Beras oleh Pemerintah. Pengadaan yang dilakukan pemerintah ini melalui
Bulog. Didalamnya terdapat poin yang mengatur Harga Pembelian Pemerintah yaitu
sebagai berikut:

a. Harga Pembelian Gabah Kering Panen dalam negeri dengan kualitas kadar air
maksimum 25% dan kadar hampa/kotoran maksimum 10% adalah Rp3.700,- per
kilogram di petani, atau Rp3.750,- per kilogram di penggilingan;
b. Harga Pembelian Gabah Kering Giling dalam negeri dengan kualitas kadar air
maksimum 14% dan kadar hampa/kotoran maksimum 3% adalah Rp4.600 per
kilogram di penggilingan, atau Rp4.650 per kilogram di gudang Perum BULOG;
c. Harga Pembelian Beras dalam negeri dengan kualitas kadar air maksimum 14% ,
butir patah maksimum 20%, kadar menir maksimum 2% dan derajat sosoh minimum
95% adalah Rp7.300 per kilogram di gudang Perum BULOG.

Harga-harga yang ditentukan inilah yang menjadi suatu kontroversi bagi masyarakat
terutama petani padi. Dari Machfoedz (2016) menganalisis kasus ini dengan pada Inpres
memandatkan HPP-GKP di penggilingan sebesar Rp 3.750/kilogram, HPP-GKG di gudang
Bulog Rp 4.600, dan HPP-Beras Rp 7.300 di gudang Bulog. Konsentrasi telaah bisa pada
angka HPP GKP-GKG-Beras sebesar Rp 3.750- Rp 4.600- Rp 7.300. Ada dua cara untuk
dapat melihat kelayakan angka ini yaitu pada tingkat lapangan dan penggilingan, sampai
pada level laboratorium bilamana diperlukan.
Pada tingkat lapangan petani memiliki banyak pilihan untuk bisa melepas gabahnya
baik dalam bentuk GKP maupun GKG. Karena faktanya, harga HPP Inpres tidak cukup
menarik. Harga pasar pada umumnya lebih tinggi. Sementara itu, pada tingkat penggilingan
dengan HPP beras Rp 7.300 dan GKG Rp 4.600, hanya bisa terjadi ketika rendemen
gilingnya 67%. Untuk beras kualitas medium, angka ini tidak pernah ada
dalam tingkat laboratorium sekalipun. Kesimpulannya, sungguh tidak mungkin dengan
HPP-GKG Rp 4.600 bisa dihasilkan HPP-Beras Rp 7.300. Sedangkan GKG di
lapangan lebih besar dari HPP GKG yang hanya Rp 4.600.
Pemaksaan proporsi harga dilakukan melalui aneka bantuan
pemerintah. Salah satunya melalui Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM)
yang membanjiri 500 Gapoktan dengan bantuan dana masing-masing sebesar Rp 200 juta,
tahun 2016. Untuk bisa bekerja sama dengan toko tani agar bisa menjual pangan murah.
Pengamanan harga yang tidak mendasar ini pun tidak efektif dan persoalan beras setia
menghiasi berita harian. Kita lihat ulang HPP-GKG dan HPP-Beras: Rp 4.600 – Rp 7.300.
Proporsionalitas ini jelas tidak mungkin terjadi, kecuali ada invisible hand atau tepatnya
kebijakan ajaib seperti PUPM, kalau efektif. Lebih tidak mungkin lagi manakala HPH-
GKG dalam kenyataannya lebih rendah dari harga pasar yang lebih mudah diakses rakyat
tani. Fakta ini selalu dibesar-besarkan penguasa urusan pangan dan Kabinet
Kerja pada umumnya dengan mengatakan bahwa itu akibat ulah mafia yang
mempermainkan harga. Alih-alih menyadari adanya landasan sistem legal yang perlu
dibenahi, yang terjadi malah menyalahkan para pedagang yang masuk pasar oleh karena
tidak mungkin efektifnya inpres.

2. Review Pertumbuhan Ekonomi RI by Obermann (2012)


Indonesia berpotensi menjadi negara maju di tahun 2030 sesuai dengan yang
disebutkan oleh Chairman McKinsey Global Institut, Raoul Obermann. Hal didukung
dengan beberapa mitos yang ada. Pertama Indonesia tumbuh selama resesi ekonomi global
2007-2010. Pertumbuhan ekonomi Indonesia termasuk salah satu pertumbuhan yang
konsisten di antara ekonomi global. Ekonomi Indonesia terbukti pernah masuk ke dalam
peringkat 16 terbesar di dunia dengan pertumbuhan kuat lebih dari satu dekade serta lebih
beragam dan lebih stabil dibandingkan dengan hasil pengamatan banyak ahli di luar sana.
Pertumbuhan PDB tahunan Indonesia berkisar antara 4%-6%. Sebagai perbandingan,
pertumbuhan tahunan Malaysia dan Thailand pada periode yang sama lebih bervariasi,
yaitu -2% saat krisis finansial global yang dimulai pada tahun 2008 hingga 9%. Saat resesi
ekonomi global pada tahun 2007-2010, ekonomi Indonesia tetap mengalami pertumbuhan.
Kedua, Tingkat pertumbuhan di Jakarta jauh lebih rendah daripada luar Jakarta. Hal
tersebut tidak sepenuhnya benar, karena walaupun Jakarta sebagai kontributor utama
output ekonomi Indonesia, tetapi beberapa kota besar juga sedang melampaui pertumbuhan
PDB ibu kota. Kelas ekonomi menengah dan menengah ke atas dari 2-10 juta penduduk
telah tumbuh lebih cepat dari Jakarta dengan 6,7% per tahun untuk kelas menengah ke atas
dan 6,4% untuk kelas menengah.
Ketiga, tidak berkembang ekspor tetapi memperluas konsumsi. Kenyataannya,
konsumsi domestik dan sektor jasa adalah faktor mendorong pertumbuhan, lebih besar
dibandingkan dengan ekspor dan manufaktur atau sumber dayanya. Sebagai bagian dari
PDB, Ekspor Indonesia kira-kira setengah dari ekspor Malaysia pada tahun 1989. Saat itu,
pendapatan rata-rata Malaysia berada pada tingkat yang sama dengan pendapatan rata-
rataIndonesia saat ini. Proporsi ekspor non-komoditas di PDB hanya sekitar sepertiga dari
proporsi di negara Thailand dan Malaysia.
Keempat, Mengekspor beberapa bahan mentah dilarang oleh hukum. Pada sector
pertambangan tumbuh 0,3% per tahun dan pertanian 2,6% dibandingkan pertumbuhan
tahunan dalam jasa lebih dari 6%. Sektor pertambangan, minyak, dan gas menyumbang
11% dari PDB Indonesia yang identic dengan tingkat pertumbuhan rata-rata lintas sector
sebesar 4,4%. Indonesia kadang masih dianggap sebagai produsen minyak besar. Tetapi
sejak tahun 2004, Indonesia telah menjadi net importir minyak. Sejak tahun 2020,produksi
minyak di Indonesia mulai mengalami penurunan. Selain itu, pemerintah juga menerbitkan
undang – undang pembatasan ekspor bahan baku yang salah satunya merupakan Undang –
Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara yang mewajibkan proses
peleburan.
Kelima, Meningkatnya dominasi tenaga kerja terampil ditunjukkan oleh Pendidikan
yang lebih baik. Pada kenyataanya, dalam dua decade terakhir, Indonesia telah
menyumbang 60% dari keseluruhan pertumbuhan dari produktivitas yang tinggi. Dalam
periode yang sama, dibandingkan dengan Malaysia menyumbang 55% dan Singapura 45%
maka Indonesia termasuk yang paling tinggi.

3. Analisis Optimisime Sektor Agro di Indonesia


Industri agro merupakan kelompok sektor manufaktur yang selama ini memberikan
kontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Sepanjang triwulan III tahun 2020,
sumbangsih industri agro signifikan terhadap PDB sektor pengolahan nonmigas, mencapai
52,94%. Menperin menyebutkan, sub-sektor industri agro yang memberikan kontribusi
besar pada PDB sektor pengolahan nonmigas pada triwulan III-2020, yakni industri
makanan dan minuman dengan sumbangsih mencapai 39,51%. Selanjutnya, diikuti industri
pengolahan tembakau (4,8%), industri kertas dan barang dari kertas (4,22%), serta industri
kayu, barang dari kayu, rotan dan furnitur (2,84%).
Pengembangan industri agro di Indonesia cukup prospektif. Potensi ini antara lain
karena didukung pasar domestik yang besar, sumber daya pertanian yang berlimpah
sebagai sumber bahan baku industri agro dalam negeri, perubahan pola konsumsi
konsumen yang cenderung beralih ke makanan kemasan modern, serta munculnya pemain-
pemain industri agro nasional yang sudah mampu bersaing di tingkat global. Adapun
langkah-langkah strategis untuk meningkatkan ekspor di sektor industri agro, di
antaranya adalah penguatan kemampuan industri agro secara menyeluruh dengan fokus
pada perbaikan sektor hulu pertanian. Berikutnya, penerapan sektor pertanian dan industri
agro dengan teknologi industri 4.0. Di samping itu, juga dilakukan upaya untuk
memperkuat daya saing produk industri agro dari segi kualitas, harga, dan kemampuan
delivery dalam rangka memenuhi pasar ASEAN dan global, serta meningkatkan
kemampuan SDM, teknis dan teknologi industri agro untuk memperkuat kemampuan
produksi nasional di pasar global. Selain itu, upaya yang dipacu adalah penambahan
produksi untuk keempat jenis produksi tersebut sebesar Rp120.019,81 miliar atau naik
35,29% dibandingkan tahun 2019. Langkah selanjutnya mendorong realisasi investasi
sebanyak 25 proyek dengan total nilai investasi sebesar Rp30 triliun.

Anda mungkin juga menyukai