NIM : 19/446847/TP/12650
Dosen : Dr. Ir. Mochammad Maksum, M.Sc.
Mata Kuliah : Perdagangan Internasional
a. Harga Pembelian Gabah Kering Panen dalam negeri dengan kualitas kadar air
maksimum 25% dan kadar hampa/kotoran maksimum 10% adalah Rp3.700,- per
kilogram di petani, atau Rp3.750,- per kilogram di penggilingan;
b. Harga Pembelian Gabah Kering Giling dalam negeri dengan kualitas kadar air
maksimum 14% dan kadar hampa/kotoran maksimum 3% adalah Rp4.600 per
kilogram di penggilingan, atau Rp4.650 per kilogram di gudang Perum BULOG;
c. Harga Pembelian Beras dalam negeri dengan kualitas kadar air maksimum 14% ,
butir patah maksimum 20%, kadar menir maksimum 2% dan derajat sosoh minimum
95% adalah Rp7.300 per kilogram di gudang Perum BULOG.
Harga-harga yang ditentukan inilah yang menjadi suatu kontroversi bagi masyarakat
terutama petani padi. Dari Machfoedz (2016) menganalisis kasus ini dengan pada Inpres
memandatkan HPP-GKP di penggilingan sebesar Rp 3.750/kilogram, HPP-GKG di gudang
Bulog Rp 4.600, dan HPP-Beras Rp 7.300 di gudang Bulog. Konsentrasi telaah bisa pada
angka HPP GKP-GKG-Beras sebesar Rp 3.750- Rp 4.600- Rp 7.300. Ada dua cara untuk
dapat melihat kelayakan angka ini yaitu pada tingkat lapangan dan penggilingan, sampai
pada level laboratorium bilamana diperlukan.
Pada tingkat lapangan petani memiliki banyak pilihan untuk bisa melepas gabahnya
baik dalam bentuk GKP maupun GKG. Karena faktanya, harga HPP Inpres tidak cukup
menarik. Harga pasar pada umumnya lebih tinggi. Sementara itu, pada tingkat penggilingan
dengan HPP beras Rp 7.300 dan GKG Rp 4.600, hanya bisa terjadi ketika rendemen
gilingnya 67%. Untuk beras kualitas medium, angka ini tidak pernah ada
dalam tingkat laboratorium sekalipun. Kesimpulannya, sungguh tidak mungkin dengan
HPP-GKG Rp 4.600 bisa dihasilkan HPP-Beras Rp 7.300. Sedangkan GKG di
lapangan lebih besar dari HPP GKG yang hanya Rp 4.600.
Pemaksaan proporsi harga dilakukan melalui aneka bantuan
pemerintah. Salah satunya melalui Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM)
yang membanjiri 500 Gapoktan dengan bantuan dana masing-masing sebesar Rp 200 juta,
tahun 2016. Untuk bisa bekerja sama dengan toko tani agar bisa menjual pangan murah.
Pengamanan harga yang tidak mendasar ini pun tidak efektif dan persoalan beras setia
menghiasi berita harian. Kita lihat ulang HPP-GKG dan HPP-Beras: Rp 4.600 – Rp 7.300.
Proporsionalitas ini jelas tidak mungkin terjadi, kecuali ada invisible hand atau tepatnya
kebijakan ajaib seperti PUPM, kalau efektif. Lebih tidak mungkin lagi manakala HPH-
GKG dalam kenyataannya lebih rendah dari harga pasar yang lebih mudah diakses rakyat
tani. Fakta ini selalu dibesar-besarkan penguasa urusan pangan dan Kabinet
Kerja pada umumnya dengan mengatakan bahwa itu akibat ulah mafia yang
mempermainkan harga. Alih-alih menyadari adanya landasan sistem legal yang perlu
dibenahi, yang terjadi malah menyalahkan para pedagang yang masuk pasar oleh karena
tidak mungkin efektifnya inpres.