Anda di halaman 1dari 3

8.

jelaskan tata laksana farmakologi dan non farmakologi beserta KIE yang terkait dengan
kasus tesebut?

Penatalaksanaan yang umum dikenal untuk abses peritonsil adalah insisi, drainase dan terapi
antibiotika, diikuti oleh tonsilektomi beberapa minggu kemudian

a) Farmakologi
1
Pada gejala awal diberikan terapi antibiotika disertai obat simptomatik, dan juga
diperlukan untuk kumur-kumur dengan cairan hangat dan kompres dingin pada leher
utnuk mengendurkan tegangan pada otot. 2Pada stadium infiltrasi, maka diberikan terapi
antibiotika setelah dilakukan pemeriksaan kultur seperti golongan penicillin atau
clindamycin dalam dosis tinggi yang disebabkan oleh kuman Staphylococcus atau
Streptococcus dan metronidazole yang sangat baik untuk infeksi anaerob. Diberikan
antibiotik oral maupun intravena.
 Antibiotik oral
Dapat digunakan bagi pasien yang sudah bisa mengonsumsi makanan dan
minuman dengan baik atau terapi lanjutan dari antibiotik intravena. Contoh
antibiotik yang digunakan untuk terapi abses peritonsillar ini adalah
Amoxicillin clavulanate 875 mg/ 12 jam, Sefalosporin generasi 3 (misalnya
Cefdinir 300 mg/ 12 jam) + Metronidazole 500 mg/ 6 jam, Clindamycin 300-450
mg/ 8 jam
 Antibiotik Intravena
Dapat digunakan bagi pasien yang kesulitan mengonsumsi antibiotik secara oral.
Contoh antibiotik intravena yang digunakan untuk terapi abses peritonsillar adalah
Penicillin G 10 juta IU/ 6 jam + Metronidazole 500 mg/ 6 jam, Clindamycin 900
mg/ 8 jam, Vancomycin 1 g/ 12 jam (bila dicurigai infeksi Staphylococcus
aureus  resisten methicillin) + Metronidazole 500 mg/ 6 jam

Terapi yang lain adalah diberikan analgesik untuk mengurangi nyeri akibat abses yang
ditimbulkan. Pemberian terapi antibiotik ini harus tetap diikuti dengan insisi dan
tonsilektomi agar mengeluarkan pus dari abses tersebut.
b) Non Farmakologi
1. Teknik Insisi
2
Bila sudah terbentuk abses, maka perlu dilakukan insisi dan drainase. Dilakukan
dengan posisi duduk lalu dilakukan penyuntikan anastesi lokal. Setelah dilakukan
anastesi lokal maka akan dilkukan aspirasi terlebih dahulu untuk memeriksa pus.
3
Setelah itu dilakukan insisi memakai pisau tonsil melalui mukosa dan submukosa
dekat kutub atas fosa tonsilaris atau dilihat dari daerah yang paling menonjol saat
dilakukan palpasi (pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula dengan
geraham atas terakhir pada sisi yang sakit.). Jika terdapat trismus, maka untuk
mengatasi rasa nyeri, diberikan analgesia (lokal), dengan menyuntikkan xylocain atau
novocain 1% di ganglion sfenopalatinum.

2. Operasi Tonsilektomi
2
Setelah dilakukan insisi, pasien di anjurkan untuk melakukan operasi tonsilektomi.
Bila dilakukan bersama-sama tindakan drenase abses, disebut tonsilektomi “a' chaud”.
Bila tonsilektomi dilakukan 3-4 hari sesudah drainase abses, disebut tonsilektomi “a'
tiede”, dan bila tonsilektomi dilakukan 4-6 minggu sesudah drainase abses, disebut
tonsilektomi “a' froid”. Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi
tenang, yaitu 2-3 minggu sesudah drainase abses.
c) KIE bagi pasien
Selalu menjaga kebersihan bagian dalam mulut, menghabiskan antibiotik yang telah
diberikan dan minum sesuai aturan namun bila pasien tidak dapat menelan obat yang
diberikan maka dianjurkan pasien melakukan rawat inap untuk diberikan antibiotik
intravena, jika sudah dilakukan tindakan insisi dan tonsilektomi maka pasien wajib
kontrol kembali ke rumah sakit untuk dilakukan evaluasi selanjutnya.

Daftar pustaka

1. Novialdi, Prijadi J. Diagnosis dan penatalaksanaan abses peritonsil. Diagnosis dan


Penatalaksanaan Abses Peritonsil. Published online 2014:1-10.

2. Nursalam, 2016 metode penelitian. Tht Ui. Vol 53.; 2013.

3. Marbun EM. Abses Peritonsil Diagnosis , Management and Complication of Peritonsil


Abscess. J Kedokt Meditek. 2016;22(6).

Anda mungkin juga menyukai