Anda di halaman 1dari 103

USULAN

PERENCANAAN DED PEMBANGUNAN GEDUNG RAWAT INAP RSUD CIMACAN


TEKNIS

BAB V
INOVASI

KONSEP ARSITEKTUR

Pengertian rumah sakit menurut Encyclopedia of American Architecture:


A building, group of buildings, or part of a building for the treatment and care of the sick or injured. The
first purpose of a hospital is the diagnosis of health problems and the second is to cure them if possible. In
addition, hospitals are concerned with the prevention of health problems and with the rehabilitation of
those who have been treated. Hospitals are also involved, in varying degrees, with the education of medical
students, interns, and nurses, and many are active in research.

Sedangkan studi yang dilakukan oleh Carpman Grant Associates, Konsultan Desain Lingkungan (Ann
Arbor, Michigan, USA) menyatakan bahwa kebutuhan semua pasien di rumah sakit (termasuk pengunjung)
yaitu:

a. Physical Comfort
Kenyamanan fisik, diantaranya berkaitan dengan temperatur ruang yang sesuai, pencahayaan yang
cukup, perabot yang nyaman, perletakan telepon yang mudah dijangkau dari tempat tidur, bebas dari
bau-bauan yang tidak menyenangkan serta bebas dari kebisingan.

b. Social Contact
Kontak sosial mencakup personal privacy-membatasi apa yang orang lain lihat dan dengar dari
seseorang-seperti juga apa yang seseorang lihat dan dengar dari orang lain. Misalnya apabila dalam
desain tidak disediakan suatu tempat untuk dokter berkonsultasi dengan anggota keluarga, maka pasien
mungkin dapat mendengar percakapan yang dilakukan diluar ruangannya. Hal ini dapat menghilangkan
semangat pasien, yaitu bahwa ia menanti prosedur yang akan terjadi padanya selanjutnya. Ketika
seseorang menunggu, ia sebaiknya tetap mempunyai social contact dengan pengunjung lain serta
dengan pengelola rumah sakit, dalam arti tidak terisolasi, meskipun personal privacy tidak dapat
diabaikan.

c. Symbolic Meaning
Symbolic meaning mencakup pesan non-verbal yang menyatu dalam desain. Contohnya, ruang tunggu
yang tidak nyaman, sumpek dengan jumlah tempat duduk yang tidak mencukupi bukan hanya tidak
USULAN
PERENCANAAN DED PEMBANGUNAN GEDUNG RAWAT INAP RSUD CIMACAN
TEKNIS

nyaman secara fisik, tapi juga membuat pasien meragukan kemampuan rumah sakit untuk merawat
mereka.

d. Way-finding
Aspek yang paling mudah ditemui di rumah sakit besar adalah kehilangan arah. Lebih besar dari itu
bahkan sampai kehilangan diri sendiri. Pasien yang sudah dalam kondisi tidak nyaman dan stress, akan
mudah untuk merasa ‘hilang’ dalam keramaian di rumah sakit. Sementara bagi pengunjung takut
apabila mereka kurang berhati-hati dan bepergian ke ruangan yang terlarang bagi mereka. Ketika
menunggu, seseorang butuh berada dalam ruang dengan skala yang manusiawi dimana dia dapat
mengontrol dan menempatkan dirinya.

Usaha kesehatan semula hanya berupa usaha perawatan/pengobatan (kuratif) terhadap pasien dengan tujuan
menyembuhkannya dari sakit atau memulihkan kesehatannya. Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi
terutama berkembangnya pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan atau yang
menyebabkan sakit/penyakit, maka kemudian juga diusahakan pencegahan (prevensi) penyakit dan
peningkatan derajat kesehatan (promotion of health). Selanjutnya berkembang pula usaha kesehatan yang
lain yang disebut rehabilitasi, yaitu yang pada dasarnya bertujuan memulihkan fungsi daripada organ
ataupun organisme secara keseluruhan (human function).

V.1.1 Pendekatan Bentuk dan Karakter Bangunan

a. Keterkaitan dengan Lingkungan Daerah


PERENCANAAN DED PEMBANGUNAN GEDUNG RAWAT INAP RSUD CIMACAN.
terletak di provinsi Bali yang memiliki ciri Arsitektur Tradisional tersendiri dan ikon-ikon bangunan
yang khas. Bentuk dan karakter bangunan yang dirancang akan menyesuaikan dengan kondisi
arsitektur daerah sehingga menjadi sebuah salah satu ikon gedung di kabupaten cianjur

b. Keterkaitan terhadap Kota


Karena rumah sakit merupakan bangunan publik yang memiliki fungsi pelayanan maka kita dapat
melihat sebuah pencerminan pemerintah kota dalam melayani kebutuhan masyarakat akan kesehatan.
Bentukan massa hendaknya memperhatikan pada situasi sekeliling (urban situation) sehingga
menampilkan wajah kota yang selaras dan harmoni.

c. Keterkaitan terhadap Bangunan Sekitar dan Eksisting


USULAN
PERENCANAAN DED PEMBANGUNAN GEDUNG RAWAT INAP RSUD CIMACAN
TEKNIS

Bangunan yang direncanakan akan mengikuti pola bentukan massa yang sudah ditetapkan dalam
master plan. Selain itu, gaya arsitektural juga akan menyerap gaya arsitektural yang sudah diterapkan
dalam master plan agar bangunan baru dan lama tampak serasi dan harmoni.

Secara garis besar, konsep gedung yang akan diterapkan adalah bangunan Tropis Modern. Konsep
tropis diadopsi dari inti sari arsitektur tradisional yang mewarisi keagungan pemikiran para leluhur
bangsa dalam menyikapi kondisi iklim di nusantara. Konsep Modern diadopsi dari konsepsi bangunan-
bangunan pada era modern (abad 20) yang terus berkembang hingga saat ini. Konsep ini menganut
azas-azas seperti efisien, praktis, fleksibel, sederhana, dan fungsional (form follow function).

d. Keterkaitan dengan Fungsi Bangunan


Fungsi sarana kesehatan yaitu sebagai gedung rumah sakit sering memberikan kesan yang kaku. Untuk
menghilangkan kesan kaku tersebut maka dibuat bangunan dengan permainan bidang dan garis di
bagian luar, namun tetap memiliki nilai estetis tinggi. Selain itu fungsi sarana kesehatan hendaknya
merupakan bangunan yang berkarakter modern. Hal ini bisa ditonjolkan dengan penggunaan material
dan finishing yang memiliki teknologi terbaru baik dari segi kemudahan secara teknis, estetika maupun
daya tahannya.

e. Keterkaitan dengan Efisiensi dan Perawatan


Desain bangunan rumah sakit sangat erat kaitannya dengan efisiensi, dimana ruang yang ada harus di
pergunakan seefektif mungkin dan jangan sampai ada ruang yang terbuang. Secara bentuk dapat
diterjemahkan dengan gubahan massa yang mengikuti fungsinya atau dalam arsitektur disebut dengan
konsep form follow function. Secara kasar dapat kita gambarkan dengan suatu wujud bangunan yang
kompak dalam menampung segala aktivitas didalamnya. Dari segi perawatan bangunan dapat kita
wujudkan dengan pemilihan material dan finishing bangunan yang tepat dalam arti berkualitas tinggi,
tidak mahal dan perawatannya mudah. Selain itu, bentuk bangunan menghindari bentuk yang sulit
dibersihkan, semisal elemen substraktif yang berlebihan, sudut sudut yang tidak terjangkau dan terlalu
banyak ornamen.

f. Keterkaitan terhadap Kondisi Iklim dan Posisi Matahari


Terdapat dua alternatif peletakkan massa bangunan persegipanjang terhadap posisi matahari:
USULAN
PERENCANAAN DED PEMBANGUNAN GEDUNG RAWAT INAP RSUD CIMACAN
TEKNIS

Alternatif 1 yaitu massa bangunan dengan sisi panjang menghadap utara-selatan. Peletakkan seperti
ini amat efektif karena dapat menghindari bidang pertemuan yang luas dengan sinar matahari langsung.
Sehingga berpengaruh pada efesiensi dalam mengurangi beban bangunan yang ditimbulkan oleh
pemakaian air conditioner. Selain itu bukaan jendela di arah utara-selatan dapat dibuat lebih lebar
karena tidak silau dan panas terkena sinar matahari langsung.

Alternatif 2 yaitu massa bangunan dengan sisi panjang menghadap timur-barat. Perletakkan massa
seperti ini sebaiknya sedapat mungkin dihindari, karena sebagian besar bangunan akan terkena sinar
USULAN
PERENCANAAN DED PEMBANGUNAN GEDUNG RAWAT INAP RSUD CIMACAN
TEKNIS

matahari langsung setiap pagi dan sore. Akibatnya bangunan akan menjadi lebih cepat panas. Bukaan
jendela di perletakkan massa seperti ini sebaiknya sesedikit mungkin, atau bukaan dapat lebar namun
perlu menggunakan banyak sirip untuk menahan sinar matahari langsung masuk ke dalam bangunan.

Konsep Tapak dan Massa Bangunan


Seperti telah disebutkan, massa gedung didesain terintegrasi dan taat kepada Rencana Induk / Master Plan
yang telah dibakukan. Peruntukan lahan yang telah ditentukan dalam Master Plan harus ditelaah dengan
teliti agar tidak terjadi perbedaan persepsi dalam desain. Parameter yang menentukan dalam bentukan massa
dan tapak adalah skala bangunan, skala ruang terbuka, sirkulasi antar bangunan, sirkulasi kendaraan,
sirkulasi servis hingga komposisi bentukan massa yang dianut.

Konsep Pola Sirkulasi

Sirkulasi Horisontal, ada 3 jenis sirkulasi horisontal dalam bangunan:

a. Single loaded system


b. Double loaded system
c. Cluster system

Dengan pertimbangan efektifitas dan kemudahan pengawasan maka sirkulasi yang direkomendasikan
adalah Double Loaded system. Sistem ini menggunakan satu jalur sirkulasi utama dalam bangunan yang
menghubungkan semua ruang-ruang. Selain menjadi sirkulasi dalam bangunan, sirkulasi utama ini
direncanakan akan terhubung dengan sistem selasar / koridor rumah sakit eksisting.

Sirkulasi Vertikal:
USULAN
PERENCANAAN DED PEMBANGUNAN GEDUNG RAWAT INAP RSUD CIMACAN
TEKNIS

Dengan mempertimbangkan para pengguna / user maka sirkulasi vertikal menggunakan:Tangga dengan
mempertimbangkan faktor kenyamanan dan keamanan saat menaiki anak tangga.

Pada gedung rawat inap, bangunan berbentuk persegi panjang, maka posisi ruang paling efisien yang
terbentuk dengan bentuk massa seperti ini adalah pola sirkulasi double loaded dengan sirkulasi jalan utama
di tengah bangunan. Sirkulasi haruslah cukup lebar untuk jalur keluar masuk 2 orang, seorang dengan
tongkat dengan seorang berkursi roda dan jalur keluar masuk 2 kursi roda. Lebar sirkulasi sekitar 150cm
dengan double swing door cukup memenuhi standar.

Konsep Program Ruang

Secara umum bangunan dibagi dalam zona pendaerahan yaitu :

a. Zona Publik
Instalasi Gawat Darurat
Instalasi Rawat Jalan dan Medical check-up
Fasilitas Umum
Diagnostic
Farmasi/Apotek
Administrasi
b. Zona Privat
Kebidanan dan
c. Zona servis
d. Zona sirkulasi
Diusahakan setiap lantai memiliki kelengkapan ruang sehingga menjamin pelayanan yang prima kecuali
beberapa fasilitas yang dipakai bersama-sama yaitu :

a. Sirkulasi vertikal
b. Ruang gas medik
c. R. lobby utama / void
Berikut akan dibahas lebih lanjut mengenai kebutuhan secara umum dan standar dimensi yang diperlukan
oleh beberapa ruang diatas :

a. Lobby
Lobby pada suatu rumah sakit merupakan tempat dimana pasien dapat memberikan kesan pertamanya
tentang rumah sakit itu secara keseluruhan. Dalam pandangan lama, mendesain lobby dianggap membuang-
buang space yang ada. Sementara sekarang dengan pandangan yang baru, desain lobby merupakan
USULAN
PERENCANAAN DED PEMBANGUNAN GEDUNG RAWAT INAP RSUD CIMACAN
TEKNIS

kesempatan untuk mengekpresikan, menunjukkan keseriusan suatu rumah sakit dalam memperhatikan
kenyamanan konsumen.
Di lobby terdapat :

1. Reception area
Reception areas are where a company meets its public and normally involve most, if not all, of
the following :
a) receiving;
b) waiting;
c) exhibition and display;
d) storage for goods and for coats;
e) lifts and/or stairs. (Duffy,1976: h.153)

Pada suatu bangunan publik, reception area merupakan bagian awal yang dilihat oleh orang banyak.
Reception area digunakan untuk menerima tamu, tempat informasi, penjagaan keamanan, mengadakan
pertemuan, selain untuk menunggu. Di rumah sakit, biasanya reception area bisa juga disatukan dengan
nurse station sebagai area kontrol utama di gedung rawat inap rumah sakit.

2. Nurse station
Desain dari nurse station perlu memperhatikan dimensi tubuh manusia. Tinggi dari counter nurse station di
sisi sebelah luar yang menghadap publik perlu disesuaikan dengan tinggi siku tangan (107-109 cm).
Counter minimal dapat menerima dua pengunjung sekaligus (lebar counter 38-46 cm).Tempat kerja untuk
perawat harus setinggi meja kerja standar (tinggi 76 cm, lebar 46 cm). Tempat penyimpanan file harus bisa
diraih oleh orang dengan ukuran tubuh kecil.

Standar dimensi area nurse station


USULAN
PERENCANAAN DED PEMBANGUNAN GEDUNG RAWAT INAP RSUD CIMACAN
TEKNIS

3. Seating area

Seating area atau area untuk duduk-duduk, mungkin memang tidak dikhususkan untuk menunggu. Pada
seating areas—sesuai dengan namanya—orang dapat duduk-duduk untuk mengobrol, makan, minum, atau
sekadar duduk melepas lelah. Kapasitas di ruang tunggu tidak boleh terlalu ramai karena dapat membuat
sesak ruangan. Orang sakit cenderung tidak ingin berinteraksi sehingga dibutuhkan jarak yang cukup
dengan orang di sekitarnya.

4. Ruang rawat inap pasien

Ruang rawat inap pasien perlu memiliki tempat yang cukup bagi dokter dan perawat agar dapat bergerak
bebas memeriksa pasien (activity zone 72-76 cm), juga memiliki tempat yang cukup bagi pengunjung agar
dapat duduk dengan nyaman di sekitar tempat tidur (circulation and activity zone minimal 76 cm). Ukuran
tempat tidur standar untuk rumah sakit yaitu panjang 221 cm dan lebar 99 cm). Disamping tempat tidur
USULAN
PERENCANAAN DED PEMBANGUNAN GEDUNG RAWAT INAP RSUD CIMACAN
TEKNIS

sebaiknya terdapat medical wall unit (panjang 43-46cm, lebar 13-15 cm, tinggi dari lantai 38 cm, tinggi rak
minimal 137 cm). Ruang rawat inap juga perlu mengakomodasi kebutuhan orang dengan kursi roda, perlu
ada tempat yang cukup bagi kursi roda untuk bermanuver (circulation zone didepan tempat tidur 137 cm).
Pintu masuk ke ruang rawat inap perlu cukup besar untuk tempat tidur dorong dan kursi roda untuk masuk
dengan leluasa (lebar pintu masuk 117-122 cm).

Standar dimensi area rawat inap pasien


USULAN
PERENCANAAN DED PEMBANGUNAN GEDUNG RAWAT INAP RSUD CIMACAN
TEKNIS

Standar dimensi entrance ke ruang rawat inap


USULAN
PERENCANAAN DED PEMBANGUNAN GEDUNG RAWAT INAP RSUD CIMACAN
TEKNIS

ARSITEKTUR DAN STRUKTUR


BANGUNAN RUANG OPERASI RUMAH SAKIT
Umum.
(1) Setiap bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit merupakan tempat untuk melakukan kegiatan
tindakan pembedahan secara elektif maupun akut, yang membutuhkan kondisi steril dan
kondisi khusus lainnya.

(2) Fungsi bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit dikualifikasikan berdasarkan tingkat sterilitas dan
tingkat aksesibilitas.

Alur Sirkulasi kegiatan Ruangan Operasi.


PARAMEDIS
USULAN
PERENCANAAN DED PEMBANGUNAN GEDUNG RAWAT INAP RSUD CIMACAN
TEKNIS

PERAWAT DOKTER

LOKER RUANG DOKTER

R. UTILITAS
SCRUB STATION
KOTOR

C.S.S.D
RUANG BEDAH

GUDANG
STERIL

RUANG RUANG
RESUSITASI RUANG
PEMULIHAN
NEONATUS I.C.U
(PACU)

R. PERSIAPAN/
INDUKSI

R. TRANSFER
&/ R. TUNGGU
PASIEN RUANG RAWAT RUANG RAWAT
BAYI INAP

RUANG
RUANG
TUNGGU
PENDAFTARAN
PENGANTAR
Master
Plan
Pembagian Zona pada Sarana Ruang Operasi Rumah Sakit

Ruangan-ruangan pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit dapat dibagi kedalam 5 (lima) zona

Pembagian zona pada bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit

Keterangan :
1. Zona Tingkat Resiko Rendah (Normal)
2. Zona Tingkat Resiko Sedang (Normal dengan Pre Filter)
3. Zona Resiko Tinggi (Semi Steril dengan Medium Filter)
4. Zona Resiko Sangat Tinggi (Steril dengan prefilter, medium filter dan hepa filter, Tekanan
Positif)
5. Area Nuklei Steril (Meja Operasi)

1) Zona 1, Tingkat Resiko Rendah (Normal)


Zona ini terdiri dari area resepsionis (ruang administrasi dan pendaftaran), ruang tunggu
keluarga pasien, janitor dan ruang utilitas kotor. Zone ini mempunyai jumlah partikel debu per
m3 > 3.520.000 partikel dengan diameter 0,5 μm (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom standards
Tahun 1999).

2) Zona 2, Tingkat Resiko Sedang (Normal dengan Pre Filter)


Zona ini terdiri dari ruang istirahat dokter dan perawat, ruang plester, pantri petugas, ruang
tunggu pasien (holding), ruang transfer dan ruang loker (ruang ganti pakaian dokter dan

7-1
Master
Plan
perawat) merupakan area transisi antara zona 1 dengan zone 2. Zone ini mempunyai jumlah
maksimal partikel debu per m3 3.520.000 partikel dengan dia. 0,5 μm (ISO 8 - ISO 14644-1
cleanroom standards Tahun 1999).

3) Zona 3, Tingkat Resiko Tinggi (Semi Steril dengan Medium Filter)


Zona ini meliputi kompleks ruang operasi, yang terdiri dari ruang persiapan (preparation),
peralatan/instrument steril, ruang induksi, area scrub up, ruang pemulihan (recovery), ruang
linen, ruang pelaporan bedah, ruang penyimpanan perlengkapan bedah, ruang penyimpanan
peralatan anastesi, implant orthopedi dan emergensi serta koridor-koridor di dalam kompleks
ruang operasi. Zone ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah 352.000
partikel dengan dia. 0,5 μm (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).

4) Zona 4, Tingkat Resiko Sangat Tinggi (Steril dengan Pre Filter, Medium Filter, Hepa Filter)
Zona ini adalah ruang operasi, dengan tekanan udara positif. Zone ini mempunyai jumlah
maksimal partikel debu per m3 adalah 35.200 partikel dengan dia. 0,5 μm (ISO 7 - ISO
14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).

5) Area Nuklei Steril


Area ini terletak dibawah area aliran udara kebawah (;laminair air flow) dimana bedah
dilakukan. Area ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah 3.520 partikel
dengan dia. 0,5 μm (ISO 5 s/d ISO 6 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).

Alasan mempunyai sistem zona pada bangunan ruang operasi rumah sakit adalah untuk meminimalisir
risiko penyebaran infeksi (infection control) oleh micro-organisme dari rumah sakit (area kotor)
sampai pada kompleks ruang operasi. Konsep zona dapat menimbulkan perbedaan solusi sistem air
conditioning pada setiap zona, Ini berarti bahwa staf dan pengunjung datang dari koridor kotor
mengikuti ketentuan pakaian dan ketentuan tingkah laku yang diterapkan pada zona. Aliran bahan-
bahan yang masuk dan keluar Ruang Operasi Rumah Sakit juga harus memenuhi ketentuan yang
spesifik. Aspek esensial/penting dari zoning ini dan layuot/denah bangunan Ruang Operasi Rumah
Sakit adalah mengatur arah dari tim bedah, tim anestesi, pasien dan setiap pengunjung dan aliran
bahan steril dan kotor. Dengan sistem zoning ini menunjukkan diterapkannya minimal risiko infeksi
pada paska bedah. Kontaminasi mikrobiologi dapat disebabkan oleh :

Phenomena yang tidak terkait komponen bangunan, seperti :


a. mikroorganisme (pada kulit) dari pasien atau infeksi yang mana pasien mempunyai
kelainan dari apa yang akan dibedah.
b. staf ruang operasi, terkontaminasi pada sarung tangan dan pakaian.
c. kontaminasi dari instrumen, kontaminasi cairan.
7-1
Master
Plan

Persyaratan teknis bangunan, seperti :


(a) Denah (layout) sarana Ruang Operasi Rumah Sakit. Jalur yang salah dari aliran barang
“bersih” dan “kotor” dan lalu lintas orang dapat dengan mudah terjadi infeksi silang.

(b) Sebagai upaya pencegahan dan pengendalian infeksi silang yang disebabkan oleh alur
sirkulasi barang “bersih” dan “kotor” dan alur sirkulasi orang, maka harus dilengkapi
dengan standar-standar prosedur operasional.

(c) Area-area dimana pelapis struktural dan peralatan yang terkontaminasi.

(d) Aliran udara. Udara dapat langsung (melalui partikel debu pathogenic) dan tidak langsung
(melalui kontaminasi pakaian, sarung tangan dan instrumen) dapat menyebabkan
kontaminasi. Oleh karena itu, sistem pengkondisian udara mempunyai peranan yang sangat
penting untuk mencegah kondisi potensial dari kotaminasi yang terakhir.

Aksesibiltas.

Umumnya, sarana Ruang Operasi Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan aksesibilitas tempat
tidur. Ini berarti bahwa ruang operasi, area persiapan dan lain-lain, dan area lalu lintas yang
bersebelahan dengannya harus aksesibel untuk tempat tidur.

Selanjutnya, kebutuhan tempat tidur harus dapat melalui area jalur lalu lintas

Persyaratan dasar aksesibilitas

7-1
Master
Plan

Hubungan antar ruang.

Persyaratan dasar berikut diterapkan untuk hubungan antar ruang dalam bangunan (sarana) instalasi
bedah.

(1) Bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit harus bebas dari lalu lintas dalam lokasi
rumah sakit, dalam hal ini lalu lintas melalui bagian Ruang Operasi Rumah Sakit tidak
diperbolehkan.

(2) Bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit secara fisik disekat rapat oleh sarana “air-
lock” di lokasi rumah sakit.

(3) Kompleks ruang operasi adalah zone terpisah dari ruang-ruang lain pada bangunan (sarana)
Ruang Operasi Rumah Sakit.

(4) Petugas yang bekerja dalam kompleks ruang operasi harus diatur agar jalur yang dilewatinya
dari satu area “steril” ke lainnya dengan tidak melewati area “infeksius”.

Persyaratan Umum Ruang Operasi

Sebagai bagian penting dari Rumah Sakit, beberapa komponen yang digunakan pada ruang operasi
memerlukan beberapa persyaratan khusus, antara lain :

(a) Komponen penutup lantai.

1) Lantai tidak boleh licin, tahan terhadap goresan/ gesekan peralatan dan tahan terhadap api.
2) Lantai mudah dibersihkan, tidak menyerap, tahan terhadap bahan kimia dan anti bakteri.
3) Penutup lantai harus dari bahan anti statik, yaitu vinil anti statik.
4) Tahanan listrik dari bahan penutup lantai ini bisa berubah dengan bertambahnya umur
pemakaian dan akibat pembersihan, oleh karena itu tingkat tahanan listrik lantai ruang operasi
harus diukur tiap bulan, dan harus memenuhi persyaratan yang berlaku.

7-1
Master
Plan
5) Permukaan dari semua lantai tidak boleh porous, tetapi cukup keras untuk pembersihan
dengan penggelontoran (flooding), dan pem-vakuman basah.
6) Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata.
7) Hubungan/ pertemuan antara lantai dengan dinding harus menggunakan bahan yang tidak
siku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan lantai (Hospital plint).
8) Tinggi plint, maksimum 15 cm.

(b) Komponen Dinding


Komponen dinding memiliki persyaratan sebagai berikut
1) Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca, tahan bahan kimia, tidak berjamur dan anti
bakteri.
2) Lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori-pori) sehingga
dinding tidak menyimpan debu.
3) Warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata.
4) Hubungan/ pertemuan antara dinding dengan dinding harus tidak siku, tetapi melengkung
untuk memudahkan pembersihan dan juga untuk melancarkan arus aliran udara.
5) Bahan dinding harus keras, tahan api, kedap air, tahan karat, tidak punya sambungan (utuh),
dan mudah dibersihkan.
6) Apabila dinding punya sambungan, seperti panel dengan bahan melamin (merupakan bahan
anti bakteri dan tahan gores) atau insulated panel system maka sambungan antaranya harus di-
seal dengan silicon anti bakteri sehingga memberikan dinding tanpa sambungan (;seamless),
mudah dibersihkan dan dipelihara.
7) Alternatif lain bahan dinding yaitu dinding sandwich galvanis, 2 (dua) sisinya dicat dengan cat
anti bakteri dan tahan terhadap bahan kimia, dengan sambungan antaranya harus di-seal
dengan silicon anti bakteri sehingga memberikan dinding tanpa sambungan (;seamless).
8) Cat epoksi pada dasarnya mempunyai kecenderungan untuk mengelupas atau membentuk
serpihan.

(c) Komponen langit-langit.


Komponen langit-langit memiliki persyaratan sebagai berikut :

1) harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala cuaca, tahan terhadap air, tidak
mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, tidak berjamur serta anti bakteri.
2) memiliki lapisan penutup yang bersifat non porosif (tidak berpori) sehingga tidak
menyimpan debu.
3) berwarna cerah, tetapi tidak menyilaukan pengguna ruangan.
4) Selain lampu operasi yang menggantung, langit-langit juga bisa dipergunakan untuk
tempat pemasangan pendan bedah, dan bermacam gantungan seperti diffuser air
conditioning dan lampu fluorescent.
7-1
Master
Plan
5) Kebutuhan peralatan yang dipasang dilangit-langit, sangat beragam. Bagaimanapun
peralatan yang digantung tidak boleh sistem geser, kerena menyebabkan jatuhnya debu
pengangkut mikro-organisme setiap kali digerakkan.

(d) Pintu Ruang operasi.


1) Pintu masuk ruang operasi atau pintu yang menghubungkan ruang induksi dan ruang operasi.
a) disarankan pintu geser (sliding door) dengan rel diatas, yang dapat dibuka tutup secara
otomatis.
b) Pintu harus dibuat sedemikian rupa sehingga pintu dibuka dan ditutup dengan
menggunakan sakelar injakan kaki atau siku tangan atau menggunakan sensor, namun
dalam keadaan listrik penggerak pintu rusak, pintu dapat dibuka secara manual.
c) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun diantara
pembedahan-pembedahan.
d) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation glass : double glass fixed
windows).
e) Lebar pintu 1200 - 1500 mm, dari bahan panil dan dicat jenis cat anti bakteri & jamur
dengan warna terang.
f) Apabila menggunakan pintu swing, maka pintu harus membuka ke arah dalam dan alat
penutup pintu otomatis (;automatic door closer) harus dibersihkan setiap selesai
pembedahan
2) Pintu yang menghubungkan ruang operasi dengan ruang scrub-up.
a) sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dan mengayun kedalam ruang operasi.
b) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun diantara
pembedahan-pembedahan, untuk itu pintu dilengkapi dengan “alat penutup pintu (door
closer). Disarankan menggunakan door seal and interlock system.
c) Lebar pintu 1100 mm, dari bahan panil (;insulated panel system) dan dicat jenis cat anti
bakteri/ jamur dengan warna terang.
d) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (;observation glass : double glass fixed
windows).

3) Pintu/jendela yang menghubungkan ruang operasi dengan ruang spoel Hoek (disposal).
(catatan ; jika menggunakan selasar kotor maka disposal material / barang bekas pakai langsung
dibawa keruang CSSD atau untuk peralatan bisa dibawa keruang sterilisasi di area operasi dan
linen ke CSSD)
a) sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dilengkapi dengan door seal and interlock system
dan mengayun keluar dari ruang operasi.

7-1
Master
Plan
b) Pintu/jendela tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun diantara
pembedahan-pembedahan, untuk itu pintu dilengkapi dengan engsel yang dapat menutup
sendiri (auto hinge) atau alat penutup pintu (door closer).
c) Lebar pintu/jendela 1100 mm, dari bahan panil (;insulated panel system) dan dicat jenis
duco dengan cat anti bakteri/ jamur dengan warna terang dan dicat jenis duco dengan
warna terang.
d) Pintu/jendela dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation glass : double glass
fixed windows).

4) Pintu yang menghubungkan ruang operasi dengan ruang penyiapan peralatan/ instrumen (jika
ada).
a) sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dan mengayun kedalam ruang operasi.
b) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun diantara
pembedahan-pembedahan, untuk itu pintu dilengkapi dengan “alat penutup pintu (door
closer).
c) Lebar pintu 1100 mm, dari bahan panil dan dicat jenis duco dengan cat anti bakteri/ jamur
dengan warna terang.
d) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation glass :double glass fixed
windows).

Sarana evakuasi dan aksesibilitas penyandang cacat.

Sarana evakuasi.
Setiap bangunan rumah sakit, harus menyediakan sarana evakuasi yang meliputi sistem peringatan
bahaya bagi pengguna, pintu eksit, dan jalur evakuasi yang dapat dijamin kemudahan pengguna
bangunan rumah sakit untuk melakukan evakuasi dari dalam bangunan rumah sakit secara aman
apabila terjadi bencana atau keadaan darurat. Penyediaan sistem peringatan bahaya bagi pengguna,
pintu eksit, dan jalur evakuasi disesuaikan dengan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung, jumlah dan
kondisi pengguna bangunan rumah sakit, serta jarak pencapaian ke tempat yang aman. Sarana pintu
eksit dan jalur evakuasi harus dilengkapi dengan tanda arah yang mudah dibaca dan jelas. Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan sarana evakuasi mengikuti pedoman dan standar teknis
yang berlaku.

Aksesibilitas penyandang cacat.


Setiap bangunan rumah sakit harus menyediakan fasilitas dan aksesibilitas untuk menjamin
terwujudnya kemudahan bagi penyandang cacat dan lanjut usia masuk ke dan ke luar dari bangunan
rumah sakit serta beraktivitas dalam bangunan rumah sakit secara mudah, aman nyaman dan mandiri.
Fasilitas dan aksesibilitas sebagaimana dimaksud meliputi toilet, telepon umum, jalur pemandu, rambu

7-1
Master
Plan
dan marka, pintu, ram, tangga, dan lif bagi penyandang cacat dan lanjut usia. Penyediaan fasilitas dan
aksesibilitas disesuaikan dengan fungsi, luas dan ketinggian bangunan rumah sakit. Ketentuan tentang
ukuran, konstruksi, jumlah fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat mengikuti ketentuan
dalam pedoman dan standar teknis yang berlaku.

Konsep Sistem Struktur

Persyaratan Struktur Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit.

Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, strukturnya harus direncanakan kuat/kokoh, dan stabil dalam
memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur
layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit,
lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya. Kemampuan memikul beban
diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh aksi sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin
bekerja selama umur layanan struktur, baik beban muatan tetap maupun beban muatan sementara yang

7-1
Master
Plan
timbul akibat gempa dan angin. Dalam perencanaan struktur bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit
terhadap pengaruh gempa, semua unsur struktur bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, baik bagian
dari sub struktur maupun struktur bangunan, harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa
rancangan sesuai dengan zona gempanya. Struktur bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit harus
direncanakan secara detail sehingga pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila
terjadi keruntuhan, kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna bangunan Ruang
Operasi Rumah Sakit menyelamatkan diri. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembebanan, ketahanan
terhadap gempa dan/atau angin, dan perhitungan strukturnya mengikuti pedoman dan standar teknis
yang berlaku.

Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan sistem struktur yang akan digunakan
yaitu:

a. Kemampuan kontraktor / pekerja lokal


b. Industri konstruksi yang ada di sekitar proyek
c. Waktu dan Biaya

Komponen Sistem Struktur:

a. Persyaratan Desain Struktur


Struktur memenuhi persyaratan stabilitas, kekuatan dan kekakuan. Persyaratan ini akan
menghasilkan suatu desain yang ekonomis dengan keamanan struktur tetap terjamin.

b. Pembebanan
Struktur mampu memikul semua beban yang bekerja, meliputi beban arah vertikal, horizontal,
dan kombinasi keduanya. Beban kerja yang diperhitungkan berdasarkan Tata Cara Perencanaan
Pembebanan untuk Rumah dan Gedung yang berlaku.

c. Analisa Struktur
Menggunakan cara-cara mekanika teknik yang baku, dengan didukung perhitungan komputer.

d. Tipe Struktur
Bangunan merupakan struktur beton bertulang yang terdiri dari portal-portal terbuka dalam arah
memanjang maupun melintang.

e. Ketentuan Bahan
- Mutu beton yang digunakan dalam perancanaan adalah K-250

- Mutu tulangan utama, tulangan yang digunakan tulangan ulir (deformed) mutu BJTD 40.
Sementara untuk tulangan sengkang digunakan tulangan polos mutu BJTP 24.

f. Pembebanan Vertikal
7-1
Master
Plan
Faktor reduksi untuk perumahan/ penghunian = 0.75 perencanaan terhadap beban gempa, untuk
perumahan/ penghunian 0,3.

g. Pembebanan Hidup dan Beban Mati


Didistribusikan ke balok-balok berdasarkan perbandingan panjang bentang arah y dan arah x
(ly/lx) (Metode Markus).

h. Beban Lateral Gempa


Sesuai peraturan Perancanaan Tanah Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung 1987 pada 1 lantai
puncak dipasang beban terpusat sebesar 0,1 V dan sisanya 0,9 V dibagikan menurut V =
C.I.K.Wt

i. Perkiraan Dimensi Elemen Struktur


Dimensi balok diperkirakan dari bentang balok yang bersangkutan dengan pedoman:

b>h

h=±L ↔ L rata-rata L

10 20 12

Dimensi kolom diperkirakan dari Estimasi Gaya Aksial (N) dari Tributary Area dengan asumsi
untuk bangunan publik beban yang bekerja 1200 kg/m2.

Struktur Atas dan Pondasi

Struktur atas beton bertulang dengan ketentuan bahan sebagai berikut :

a. Perhitungan Struktur Atas:


Beban merata pelat lantai akan didistribusikan ke balok yang mendukungnya berdasarkan teori
Markum. Beban yang diterima balok adalah penjumlahan dari bahan hasil distribusi dari pelat
lantai, beban tembok yang ada di atas balok, dan beban sendiri balok tersebut. Beban dari balok
ditahan oleh kolom yang akhirnya akan diterima oleh pondasi.

b. Perhitungan Pelat :
Pelat diasumsikan bertumpu pada keempat sisi sebagai penjepit elastis. Beban yang bekerja pada
pelat dihitung sebagai beban merata dan momen lentur dihitung menggunakan tabel PBI’71 hal
203.

7-1
Master
Plan
c. Analisa Beban Lateral Gempa :
Karena gedung ini mempunyai ketinggian yang kurang dari 40 m. Untuk desain tidak dilakukan
analisa dinamik respon spektra terhadap gempa.

d. Analisa Mekanika Teknik dengan ETABS:


Analisa mekanika teknik struktur berdasarkan beban mati struktur, beban hidup struktur, serta
beban gempa, tanpa memberikan faktor beban. Hasil analisis gempa, tanpa memberikan faktor
beban.

e. Tipe pondasi:
Tipe pondasi yang digunakan adalah pondasi tiang pancang sampai pada elevasi tanah keras
berdasarkan hasil akhir penyelidikan tanah.

Peraturan:

 Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung


 Tata Cara Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung
 Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung
Seperti diketahui, bangunan ini harus terwujud dalam waktu yang relatif singkat yaitu 2 bulan
kalender, untuk itu sistem struktur yang digunakan merupakan kombinasi dari sistem pre-cast dan
manual :

Pondasi akan menggunakan pondasi tiang pancang, main structure menggunakan konstruksi
beton bertulang, pelat lantai menggunakan metal decking komposit beton bertulang, partisi
ruangan menggunakan pasangan bata finishing plester, dan kusen menggunakan material
alumunium.

Konsep Sistem Utilitas (Mekanikal dan Elektrikal)

Dalam bangunan, utilitas yang akan diterapkan yaitu:

a. Gas medik
b. Titik lampu
c. Nurse call
d. Air conditioner
e. Elevator / lift
f. Air kotor , air bersih
g. Water heater
h. Audio Visual

7-1
Master
Plan
Air conditioner (AC) menggunakan sistem unit split dengan pertimbangan udara masing-masing
ruang tidak saling terkontaminasi. Elevator yang akan dipasang berukuran 2,35 x 2,9 m berdaya
angkut 1 ton. Semua instalasi akan mengacu pada standar dan peraturan yang berlaku.

Konsep Utilitas :

a. Sumber air bersih berasal dari PAM dan sumur dalam dialirkan ke daerah basah toilet
dan areal taman/ halaman gedung.
b. Sumber listrik dari PLN disambung dari gardu listrik yang ada. Bila kapasitas tidak
memadai, perlu menaikkan kapasitas gardu setempat.
c. Penanganan listrik dalam kondisi emergency/ PLN mati harus mendapat pemikiran
tersendiri
d. Sistem air kotor dari sumber air hujan dialirkan melalui gorong-gorong ke saluran
umum lingkungan yang kemudian disalurkan ke sungai terdekat.
e. Sistem penghawaan disamping penghawaan alami juga dipasang penghawaan buatan
(AC).
f. Sistem pencegahan terhadap kebakaran dipasang unit Fire Protection yang dikontrol
oleh unit pengendalian.

Lebih rinci pendekatan masalah mekanikal dan elektrikal dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Sistem Penyediaan Air Bersih


Kebutuhan air bersih ini akan meningkat sejalan dengan peningkatan kapasitas tampung dan
peningkatan teknologi kedokteran. Kebutuhan air bersih untuk masing-masing tempat tidur 500
liter/ tempat tidur/ hari. (Sesuai dengan perkiraan kebutuhan air bersih untuk rumah sakit dari
Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia, Dirjen PPM & PLP Departemen Kesehatan RI
tahun 1990).

Untuk mengatasi peningkatan kebutuhan air bersih, bila penambahan debit dari PDAM tidak
memadai, diusulkan untuk mendapatkan air bersih dari sumber lain, misalnya melalui pembuatan
sumur gali atau dengan mengambil air sumur dari sistem yang sudah ada. Dengan upaya
demikian diharapkan tidak terjadi permasalahan dengan air bersih yang sangat menentukan
kelancaran kegiatan. Bila akan digunakan sumber air dari sumur gali, tentu saja harus dilakukan
analisis terhadap kuantitas dan terutama kualitasnya. Kualitas air bersih yang diperoleh harus
sesuai dengan persyaratan yang termuat dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416 Tahun
1990. Ada kemungkinan sebelum air tersebut dapat digunakan untuk kegiatan rumah sakit,
sebelumnya harus dilakukan pengolahan terlebih dahulu.

Sistem jaringan distribusi, selain dapat menggunakn sistem bercabang ada pula sistem lingkaran
(Loop/ Close System) dan atau sistem campuran antara keduanya. Sistem cabang mempunyai

7-1
Master
Plan
keuntungan sebagai sistem yang mudah (jaringan pipanya sederhana) dan ekonomis dari segi
penggunaan diameter pipa. Tapi sistem ini mempunyai kelemahan yaitu apabila terjadi kerusakan
pada salah satu jaringan pipa maka seluruh daerah pelayanan yang bersumber dari pipa tersebut
akan terganggu serta penggunaan air yang berlebihan di satu tempat akan mempengaruhi daerah
pelayanan lainnya.

Kelemahannya, sistem ini sangat mahal karena pipa yang digunakan lebih panjang dan
perlengkapan pipa yang dibutuhkan juga lebih banyak.

Untuk mengatasi kecilnya tekanan air dari PDAM, diusulkan:

1. Melakukan evaluasi terhadap sisa tekan dan rehabilitasi bagian jaringan pipa disteibusi yang
mengalirkan air bersih dalam jumlah yang tidak memadai.
2. Tangki reservoar sebaiknya terpusat di satu tempat baik berupa ground reservoar atau
menempatkan reservoar didalam bangunan dengan ruang yang cukup untuk
pengoperasiannya.
3. Untuk pertimbangan efisiensi biaya investasi dan operasi serta memudahkan
pengoperasiannya diusulkan untuk menggabungkan elevated reservoir yang tersebar pada
masing-masing bangunan menjadi beberapa elevated reservoir.

b. Sistem Penyediaan Air Panas


Bila diperlukan sistem air panas maka akan disediakan dengan menggunakan water heater.

c. Pengolahan Air Limbah dan Sampah


1. Analisis sistem pengolahan air limbah dan sampah
2. Analisis volume bangunan pengelola (penerima, pembuangan, pengolahan) air limbah
dan sampah (limbah padat).

7-1
Master
Plan
d. Sistem Elektrikal
1. Sistem Kelistrikan
Kriteria penting yang harus dipenuhi didalam perencanaan sistem kelistrikan rumah sakit
diantaranya adalah kualitas dan kontinuitas dalam penyediaan daya listriknya. Sistem kelistrikan
yang direncanakan meliputi lingkup sebagai berikut:

a) Sistem distribusi listrik untuk penerangan dan beban peralatan lain


b) Sistem komunikasi, meliputi:
 Sistem Telepon
 Sistem Panggil Perawat
 Sistem Radio Komunikasi
 Sistem Jam Sentral
c) Sistem tata suara dan Public Address
d) Sistem monitoring dan keamanan, meliputi:
 Sistem Alarm Kebakaran
e) Sistem pentanahan
f) Sistem penangkal petir, meliputi:
 Sistem Proteksi Internal
 Sistem Proteksi External

Konsep pembebanan sistem elektrikal dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Faktor penting yang mempengaruhi perencanaan sistem kelistrikan dan pengaturan jaringan
adalah: karakteristik beban, kualitas pelayanan, ukuran dan konfigurasi bangunan serta
pertimbangan biaya.

 Diesel-Generator
Sebagai sumber tenaga cadangan digunakan diesel-generator denga perkiraan kapasitas antara
30% sampai dengan 40% dari total beban puncak.

7-1
Master
Plan
 Uninteruptable Power Supplies (UPS)
UPS sangat penting untuk mensuplai daya listrik cadangan peralatan-peralatan medis penting
yang melayani kelangsungan hidup pasien serta peralatan lain seperti telepon, alarm
kebakaran, PABX serta peralatan komunikasi dan komputer.

2. Sistem Komunikasi
Sistem Komunikasi ini terdiri dari fasilitas-fasilitas sebagai berikut:

a) Instalasi Telepon
Untuk menuju rumah sakit modern, fasilitas telepon harus direncanakan dapat melayani
kebutuhan komunikasi secara lengkap dan menyeluruh, baik komunikasi intern maupun
extern.Berbagai faktor yang harus diperhatikan selama perencanaan sistem telepon ini
diantaranya adalah:

 Jaringan kabel
 Ruang terminal PABX
 Sistem distribusi dan terminal bawah lantai
 Interface dan koneksi ke Building Automation System.

b) Instalasi Panggil Perawat (Nurse Call System)


Bangunan ini nantinya yang akan dilengkapi dengan peralatan panggil perawat. Beberapa jenis
sistem yang dapat diterapkan tergantung pada kebutuhan. Sistem panggil perawat yang modern
dapat dilihat pada gambar berikut :

c) Instalasi Tata Suara


7-1
Master
Plan
Sistem tata suara diperlukan dengan kegunaan sebagai sistem tata suara dan public address
tersebut antara lain adalah :

 Untuk memanggil personel diluar atau lain ruangan


 Untuk mengirimkan informasi umum
 Untuk mendistribusikan suara musik hiburan
 Untuk mengirimkan pesan-pesan khusus seperti petunjuk-petunjuk dalam keadaan darurat.

Sistem ini harus dikendalikan secara terpusat pada Master Control Sound System (MCCS) yang
ditempatkan di ruangan Kontrol (Ruang Administrasi)

d) Instalasi Alarm Kebakaran


Peringatan akan bahaya kebakaran secara dini sangat diperlukan bagi rumah sakit, agar cukup
waktu untuk mengevakuasi pasien ke tempat yang aman jika terjadi peristiwa kebakaran. Sistem
alarm kebakaran ini akan memberi dan mengirim tanda-tanda bunyi (alarm) berdasarkan sumber-
sumber panas atau asap yang berpotensi menimbulkan bahaya kebakaran.

e) Sistem Gas Medis


Sistem yang tersebar dengan unti-unit kecil selain sulit dalam pemeliharaannya juga tidak efisien
dalam operasionalnya. Untuk itu harus direncanakan sistem gas medis yang terpusat, terdiri dari
sistem udara bertekanan, oksigen, vakum dan nitrogen.

Sistem digunakan menurut peraturan internasional maupun nasional dengan memperhitungkan


keamanan dan sistem kontrolnya. Standar diambil dari NFPA.

V.1.7 Konsep Tata Lingkungan / Landscape

Tata lingkungan dimaksudkan untuk memberikan suasana yang menyenangkan pada pasien
sehingga membantu proses penyembuhan. Kegiatan bercocok tanam juga menjadi salah satu
terapi yang sangat membantu pemulihan mental pasien. Untuk itu perlu dilakukan pemilihan
lokasi lahan dan tanaman yang cocok ditinjau dari bentuk, warna, ukuran, dan kemudahan
perawatan. Penempatan tanaman berbunga akan menambah keindahan dari tata lingkungan yang
akan direncanakan apabila dapat dikomposisikan dengan tanaman hijau sebagai peneduh.

 Analisis perencanaan tata hijau secara umum berdasarkan pertimbangan dari


segi teknis arsitekturis, fisik dan psikologis.

7-1
Master
Plan
 Analisis morfologis, karakteristik dan jenis tanaman disesuaikan dengan
sasaran perencanaan, sehubungan dengan fungsi tata ruang, tata massa dan penataan hijauan.
 Perkerasan dengan bahan conblock/grassblock

V.2 KONSEP MANAJEMEN RUMAH SAKIT :

V.2.1 Standard Peralatan Gedung Perawatan dan Instalasi Rawat Darurat Meliputi :

A. RUANG POLIKLINIK

1. Tempat tidur biasa

2. Tensimeter

3. Termometer

4. Electrocardiograph (ECG)

5. Kursi Roda

6. Tabung Oksigen + Flow Meter with Humidifer

7. Stethoscope

B. RUANG DIAGNOSTIK

1. Exercise stress system (treadmill with ecg)

2. Holter

3. USG color Doppler (echocariograph)

4. Tabung Oksigen + Flow Meter with Humidifer

5. Tensimeter

6. Stethoscope

C. RUANG INTERMEDDIATE CARE (RAWAT INAP)

1. Patient monitor

2. Central mnitor

3. Electrocardiograpf (ECG)

4. Defibrilator

5. Infusion pump

6. Syringe pump

7. Suction pump

7-1
Master
Plan
8. Nebulizer

9. Central oksigen

10. O2 flow meter with humidifier

11. Tempat tidur pasien

12. Infus stand

13. Kursi roda

14. Tensimeter

15. Stethoscope

D. RUANG REHABILITASI

1. Treadmil

2. Static bicyle

3. Tabung Oksigen + Flow Meter with Humidifier

4. Tensimeter

5. Stethoscope

V.2.2 Standard Peralatan Medik Untuk Diagnostik Syaraf

1. Electromyograph (EMG)

2. Electroenchepalograph (EEG)

3. Brain mapping

4. Tensimeter

5. Stethoscope

V.2.3 Penataan Pengelolaan Rumah Sakit

1. Penataan Ulang RS ( Hospital Mall)

2. Reinventing Government (Memangkas budaya birokrasi di lingkungan RS)

3. Komputerisasi Sistem Informasi Manajemen RSUP

4. Transparansi sistem pengadaan barang/jasa

5. Perbaikan sistem pembagian jasa pelayanan (Performed based system)

7-1
Master
Plan
6. Pengembangan Sumber Daya Manusia (Diklat Pegawai)

7. Perbaikan Mutu Pelayanan (Akreditasi dan Quallity Assurance)

8. Sistem Rekruitment dan Credential Pegawai RS

9. Sistem keuangan yang akuntabel

10. Sistem perencanaan dan penganggaran

11. Pengembangan dan penyertaan aspek spiritualitas dan budaya dalam pelayanan

mengutamakan kepuasan langganan

NB : Terobosan

• Akreditasi (standarisasi pelayanan)

• Tim Quality Assurance

Tenaga Medik dan Non Medik Yang Dibutuhkan untuk Sebuah RSUD :

1) Pelayanan Umum :

Dokter Spesialis, Dokter Umum, Perawat, Bidan, Apoteker, Asisten Apoteker, Kesehatan
Masyarakat, Tenaga Gizi, Tenaga Terapi Fisik, Tekniss Medis, Tenaga Non Medis

2) Pelayanan Spesialistik :

Spesialis Bedah, Spesialis Obstetri dan Gynekologi, Spesialis Kesehatan Anak, Spesialis Penyakit
Dalam, Spesialis Kesehatan Mata, Spesialis THT, Spesialis Gigi dan Mulut, Spesialis Ortodonti,
Spesialis Prostodonti, Spesialis Anesthesi, Spesialis Kulit dan Kelamin, Spesialis Bedah
Orthopaedi, Spesialis Bedah Onkologi, Spesialis Syaraf, Spesialis Patologi Klinik, Spesialis
Patologi Anatomi, Spesialis Radiologi

Fasilitas Pelayanan 24 Jam memerlukan kesiapan :

• Ambullance 24 jam

• Apotek 24 Jam

• Laboratoriium llengkap 24 jam

7-1
Master
Plan
Prinsp Dasar Dalam Pengelolaan Rumah Sakit :

Untuk mendapat pelayanan yang sesuai dengan harapan pasti memerlukan pembiayaan yang tinggi
terutama untuk penyediaan peralatan kedokteran dan embangunan gedung sesuai standar. Masalahnya
darimana rumah sakit pemerintah mendapatkan dana untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Sumber pendanaan yang saat ini dimiliki oleh rumah sakit daerah adalah dari pendapatan
fungsionalnya dan bertumpu kepada bantuan pemerintah baik pusat maupun daerah. Bantuan dari
pemerintah biasanya jumlah dan waktunya tidak pasti sehingga sulit untuk diandalkan. Disamping
pembiayaan untuk investasi alat dan atau gedung, pelanggan utama rumah sakit daerah biasanya
adalah masyarakat menengah kebawah, kemampuan ekonomi mereka terbatas namun tetap menuntut
kualitas pelayanan yang baik.

Masyarakat lain pelanggan RSD adalah pasien tidak mampu, peningkatan jumlah pasien ini setelah
terjadinya krisis moneter (akhir tahun 1997). Pasien tidak mampu seharusnya menjadi
tanggungannegara/ pemerintah (sesuai amanat pada UUD’45) namun pada kenyataannya hampir
sebagian besar pembiayaan pasien tidak mampu menjadi tanggungjawab rumah sakit karena RSD
berkewajiban memberikan pelayanan dengan tidak membeda – bedakan tingkat ekonominya sebagai
perwujudan dari fungsi sosial rumah sakit.

Hal ini mengakibatkan RSD harus menyediakan pembiayaan untuk menutupi biaya

pelayanan pasien tidak mampu. Program pemerintah untuk pembiayaan pasien miskin (JPSBK dan
Program Dana Pengurangan Subsidi Energi dan mineral Bidang kesehatan yang dilaksanakan
pemerintah sejak tahun 1998 sampai saat ini belum dapat menutupi total kebutuhan pembiayaan
rumah sakit untuk pasien tidak mampu)

Bagaimana pengelola rumah sakit daerah agar dapat mencari solusi untuk permasalahan pembiayaan
rumah sakit tetapi tidak terlalu merugikan pihak – pihak memerlukan jasa pelayanan (resiko
seminimal mungkin).

Prinsip – prinsip yang harus dipegang Rumah Sakit dalam melayani pasien kurang mampu
adalah:

• RSD harus menyediakan pelayanan yang bermutu sesuai dengan keinginan masyarakat sehingga
mereka tetap percaya dan akan memanfaatkan pelayanan.

• Semua pasien pada dasarnya lagi terkena musibah semestinya tidak dibebani oleh pembiayaan rumah
sakit yang terlalu tinggi

7-1
Master
Plan
• Pelayanan kesehatan sebagaimana diamanatkan oleh UUD 45 merupakan kewajiban pemerintah dan
pemerintah tidak etis memanfaatkan pendapatan dari pasien / orang sakit untuk pembangunan
lainnya.

• Subsidi silang dari pasien mampu ke pasien kurang mampu semaksimal mungkin dihindari karena
keduanya adalah sama – sama sedang terkena musibah yang perlu mendapatkan pelayanan dan
pembebanan sesuai dengan proporsinya.

• Subsidi yang seharusnya diterapkan adalah memanfaatkan masyarakat sehat dan mampu dalam
pelayanan kesehatan Bagaimana mencari sumber pendapatan baru (non kesehatan) terutama dari
masyarakat mampu dan sehat, sebagai sumber pendapatan baru untuk menutupi pembiayaan rumah
sakit.

 Sistem Remunerisasi (imbal jasa) di RSUP adalah salah satu faktor


kunci dalam menghasilkan kinerja RS yang baik.

BANGUNAN GEDUNG NEGARA

Bangunan Gedung PERENCANAAN DED PEMBANGUNAN GEDUNG RAWAT INAP


RSUD CIMACAN. adalah termasuk Bangunan Gedung Negara (BGN) dan dapat dikategorikan
sebagai bangunan tidak sederhana, tapi karena fungsinya yang ada laboratorium maka juga bisa
dikategorikan sebagai bangunan khusus.

Menurut Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara, Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor : 45/PRT/M/2007 tanggal 27 Desember 2007, tentang Pedoman Teknis
Pembangunan Bangunan Gedung Negara, yaitu :

Bangunan Gedung Negara adalah bangunan gedung untuk keperluan dinas yang menjadii
akan menjadi kekayaan milik Negara dan diadakan dengan sumber pembiayaan lainnya,
antara lain gedung kantor, gedung sekolah, gedung rumah sakit, gudang, gedung olah raga
dan rumah Negara.

Pelaksanaan pembangunan gedung Negara berasaskan :


 Hemat, tidak mewah, efisien dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang disyaratkan.
 Terarah dan terkendali sesuai rencana, program / kegiatan , serta fungsi setiap
Departemen/Lembaga/Instansi pengguna bangunan gedung.
 Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan
kemampuan/potensi nasional.

7-1
Master
Plan

a. KLASIFIKASI BANGUNAN GEDUNG NEGARA


 Bangunan Sederhana
Klasifikasi bangunan sederhana adalah bangunan gedung negara dengan karakter sederhana
serta memiliki kompleksitas dan teknologi sederhana, atau bangunan gedung negara yang
sudah ada disain prototipenya. Masa penjaminan kegagalan bangunannya adalah selama 10
(sepuluh) tahun.
Yang termasuk klasifikasi Bangunan Sederhana, antara lain:
 Gedung kantor yang sudah ada disain prototipenya, atau bangunan gedung kantor
dengan jumlah lantai s.d. 2 lantai dengan luas sampai dengan 500 m2;
 Bangunan rumah dinas tipe C, D, dan E yang tidak bertingkat;
 Gedung pelayanan kesehatan: puskesmas;
 Gedung pendidikan tingkat dasar dan/atau lanjutan dengan jumlah lantai s.d. 2
lantai.
 Bangunan Tidak Sederhana
Klasifikasi bangunan tidak sederhana adalah bangunan gedung negara dengan karakter
tidak sederhana serta memiliki kompleksitas dan atau teknologi tidak sederhana. Masa
penjaminan kegagalan bangunannya adalah selama 10 (sepuluh) tahun.
Yang termasuk klasifikasi Bangunan Tidak Sederhana, antara lain:
 Gedung kantor yang belum ada disain prototipenya, atau gedung kantor dengan
luas di atas dari 500 m2, atau gedung kantor bertingkat di atas 2 lantai.
 Bangunan rumah dinas tipe A dan B; atau rumah dinas C, D, dan E yang
bertingkat,
 Gedung Rumah Sakit Klas A, B, C, dan D.
 Gedung pendidikan tinggi universitas/akademi; atau gedung pendidikan
dasar/lanjutan bertingkat di atas 2 lantai.
 Bangunan Khusus
Klasifikasi bangunan khusus adalah bangunan gedung negara yang memiliki penggunaan
dan persyaratan khusus, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya memerlukan
penyelesaian/ teknologi khusus. Masa penjaminan kegagalan bangunannya minimum adalah
10 (sepuluh) tahun.
Yang termasuk klasifikasi Bangunan Khusus, antara lain:
 Istana negara dan rumah jabatan presiden & wakil presiden
 Wisma negara
 Gedung instalasi nuklir
 Gedung laboratorium
 Gedung terminal udara/laut/darat
7-1
Master
Plan
 Stasiun kereta api
 Gedung olah raga
 Rumah tahanan
 Gudang benda berbahaya
 Gedung bersifat monumental
 Gedung untuk pertahanan
 Gedung kantor perwakilan negara R.I. di luar negeri.

b. KRITERIA BANGUNAN GEDUNG NEGARA


 Persyaratan Teknis
Secara umum, persyaratan teknis bangunan gedung negara mengikuti ketentuan:

 Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 441 /KPTS/1998 tentang Persyaratan


Teknis Bangunan Gedung,
 Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 468/KPTS/1998 tentang Persyaratan
Teknis Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan,
 Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No. 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan
Teknis Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan,
 Peraturan Daerah setempat tentang Bangunan Gedung, serta

 Standar teknis lainnya yang berlaku.


Persyaratan teknis Bangunan Gedung Negara harus tertuang secara lengkap dan jelas pada
Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) dalam Dokumen Perencanaan.

 Tahapan Pembangunan Gedung Negara


Sesuai dengan Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara, Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 45/PRT/M/2007 tanggal 27 Desember 2007, tentang
Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara tahapan Pembangunan Bangunan
Gedung Negara terdiri dari :

 Tahap Persiapan

a. Tahap persiapan proyek merupakan kegiatan persiapan setelah program dan


pembiayaan tahunan yang diajukan telah disetujui atau DPA telah diterima
oleh Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).

b. Tahap persiapan proyek dilakukan oleh pemegang mata anggaran, yang


pelaksanaannya dilakukan oleh PPTK, berdasarkan program dan pembiayaan
yang telah disusun sebelumnya.

7-1
Master
Plan
c. Kegiatan yang harus dilakukan oleh PPTK pembangunan bangunan gedung
negara meliputi:
1) Pembentukan Organisasi Pengelola Proyek dan Panitia Pengadaan
Barang dan Jasa yang diperlukan.
2) Pengadaan Konsultan Manajemen Konstruksi untuk proyek yang
menggunakan penyedia jasa manajemen konstruksi.
 Tahap Perencanaan Konstruksi

a. Perencanaan konstruksi merupakan tahap penyusunan rencana teknis (disain)


bangunan, termasuk yang penyusunannya dilakukan dengan menggunakan
disain berulang atau dengan disain prototipe, sampai dengan penyiapan
dokumen lelang.

b. Penyusunan rencana teknis bangunan dilakukan dengan menggunakan


penyedia jasa perencana konstruksi, baik perorangan ahli maupun badan
hukum yang kompeten, sesuai ketentuan yang berlaku.

c. Rencana teknis disusun berdasarkan Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang


disusun oleh pengelola proyek dan ketentuan teknis (pedoman dan standar
teknis) yang berlaku.

d. Dokumen rencana teknis bangunan secara umum meliputi:

1) Gambar-gambar rencana teknis bangunan, seperti rencana arsitektur,


rencana struktur, dan rencana utilitas bangunan.
2) Rencana kerja dan syarat-syarat (RKS), yang meliputi persyaratan
umum, administrasi dan persyaratan teknis bangunan yang direncanakan,
3) Rencana anggaran biaya pembangunan.
4) Laporan akhir perencanaan, yang meliputi:
 laporan arsitektur;
 laporan perhitungan struktur; dan
 laporan perhitungan utilitas.

e. Keluaran akhir tahap perencanaan adalah dokumen pelelangan, yaitu Gambar


Rencana Teknis, Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS), Rencana
Anggaran Biaya (Engineering Estimate), dan Daftar Volume (Bill of
Quantity) yang siap untuk dilelangkan.

f. Penyusunan Kontrak Kerja Perencanaan Konstruksi dan Berita Acara


Kemajuan Pekerjaan/Serah Terima Pekerjaan Perencanaan disusun dengan
mengikuti ketentuan yang tercantum dalam Keppres tentang Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Pedoman/Petunjuk Teknis

7-1
Master
Plan
pelaksanaannya.

 Tahap Pelaksanaan Konstruksi

a. Pelaksanaan konstruksi merupakan tahap pelaksanaan mendirikan,


memperbaiki, dan atau memperluas bangunan gedung negara dilakukan
dengan menggunakan penyedia jasa pelaksana konstruksi, yang merupakan
badan hukum yang kompeten.

b. Pelaksanaan konstruksi fisik dilakukan berdasarkan dokumen pelelangan


yang telah disusun oleh perencana konstruksi, dengan segala tambahan dan
perubahannya pada penjelasan pekerjaan waktu pelelangan, serta ketentuan
teknis (pedoman dan standar teknis) yang berlaku.

c. Pelaksanaan pekerjaan konstruksi fisik harus memperhatikan kualitas


masukan (bahan, tenaga, dan alat), kualitas proses (tata cara pelaksanaan
pekerjaan), dan kualitas hasil pekerjaan. Kecuali terjadi perubahan pekerjaan
yang disepakati dan dicantumkan dalam berita acara, ketidaksesuaian hasil
pekerjaan dengan rencana teknis yang telah ditetapkan harus dibongkar dan
disesuaikan.

d. Pelaksanaan konstruksi fisik harus mendapatkan pengawasan dari penyedia


jasa pengawas konstruksi atau penyedia jasa manajemen konstruksi.

e. Pelaksana pekerjaan konstruksi fisik juga harus memperhatikan ketentuan


keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang berlaku.

f. Keluaran akhir yang harus dihasilkan pada tahap ini adalah:

1) bangunan gedung negara yang sesuai dengan dokumen untuk


pelaksanaan konstruksi.
2) Dokumen Pelaksanaan Pembangunan, yang meliputi:
 gambar-gambar yang sesuai dengan pelaksanaan (as built
drawings),
 semua berkas perizinan yang diperoleh pada saat pelaksanaan
konstruksi fisik, termasuk Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB),
 kontrak pekerjaan pelaksanaan konstruksi fisik, pekerjaan
pengawasan beserta segala perubahan/ addendumnya,
 laporan harian, mingguan, bulanan yang dibuat selama pelaksanaan
konstruksi fisik, laporan akhir manajemen konstruksi/ pengawasan,
dan laporan akhir pengawasan berkala,
 berita acara perubahan pekerjaan, pekerjaan tambah/kurang, serah
terima I dan II, pemeriksaan pekerjaan, dan berita acara lain yang
7-1
Master
Plan
berkaitan dengan pelaksanaan konstruksi fisik,
 foto-foto dokumentasi yang diambil pada setiap tahapan kemajuan
pelaksanaan konstruksi fisik,
 manual pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung, termasuk
petunjuk yang menyangkut pengoperasian dan perawatan peralatan
dan perlengkapan mekanikal-elektrikal bangunan.

g. Dokumen Pendaftaran Bangunan Gedung Negara,

h. Penyusunan Kontrak Kerja Konstruksi Pelaksanaan dan Berita Acara


Kemajuan Pekerjaan/Serah Terima Pekerjaan Pelaksanaan Konstruksi
maupun Pengawasan Konstruksi mengikuti ketentuan yang tercantum dalam
Keppres tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan
Pedoman/Petunjuk Teknis pelaksanaannya.

 Pemeliharaan Konstruksi

a. Pemeliharaan konstruksi adalah tahap uji coba dan pemeriksaan atas hasil
pelaksanaan konstruksi fisik. Di dalam masa pemeliharaan ini penyedia jasa
pelaksana konstruksi berkewajiban memperbaiki segala cacat atau kerusakan
dan kekurangan yang terjadi selama masa konstruksi.

b. Dalam masa pemeliharaan semua peralatan yang dipasang di dalam dan di


luar gedung, harus diuji coba sesuai fungsinya. Apabila terjadi kekurangan
atau kerusakan yang menyebabkan peralatan tidak berfungsi, maka harus
diperbaiki sampai berfungsi dengan sempurna.

c. Masa pemeliharaan konstruksi apabila tidak ditentukan lain dalam kontrak


kerja pelaksanaan konstruksi, untuk bangunan sederhana minimal selama 2
( dua ) bulan, sedangkan untuk bangunan tidak sederhana dan khusus
7-1
Master
Plan
minimal selama 3 ( tiga ) bulan terhitung sejak serah terima pertama
pekerjaan konstruksi.

Metoda Konstruksi

Berbagai aspek yang mempengaruhi metode konstruksi dapat digambarkan dalam bagan
berikut ini :

Inovasi Teknologi

Metode Konstruksi
Syarat dalam Kontrak Serangkaian Kegiatan Lingkungan dan Kondisi
Membangun Proyek

Perkembangan Ilmu
Pengetahuan dan
Teknologi

Metoda konstruksi merupakan suatu aspek inovasi teknologi yang dibutuhkan / disyaratkan oleh
persyaratan kontrak. Metoda konstruksi yang dipilih harus disesuaikan dengan berbagai kondisi
lingkungan proyek. Metoda konstruksi dipengaruhi oleh ketersediaan sumberdaya missal : untuk
menguraikan metoda konstruksi pada pembuatan pondasi di casting yard (tempat pabrikasi) sampai
dengan pemasangan pondasi perlu dipertimbangkan seluruh aspek kegiatan sejak dipersiapkan sampai
dengan pemasangan antara lain :
a)Kegiatan di tempat pembuatan (Fabrikasi)
 Penyiapan lahan
 Penyiapan peralatan
 Penyiapan pembuatan
 Penyiapan pengangkutan
b) Kegiatan transportasi
 Penyiapan alat transportasi
 Penyiapan dari alat transportasi ke lokasi pelaksanaan
c)Kegiatan di lokasi pelaksanaan
 Penyiapan tempat
 Penyiapan peralatan untuk pemasangan/penurunan
 Penyiapan pengawasan pelaksanaan
 dan seterusnya

7-1
Master
Plan
Berbagai perkembangan teknologi konstruksi antara lain :
1. Teknologi Bahan
Bahan bangunan yang umum dipakai pada struktur bangunan gedung adalah beton dan baja,
kemajuan teknologi pada proses pembuatan baja dan beton berdampak pada peningkatan
kekuatan bahan beton dan baja. Misal contoh pembuatan kabel baja bermutu tinggi yang
selanjutnya digunakan dalam peningkatan teknologi beton pra-tekan yang lebih ekonomis.
2. Teknologi Desain
Dengan adanya perangkat computer yang makin canggih berdampak pada etode desain yang
lebih cepat dan bervariasi, sehingga dapat membuat berbagai alternative desain yang lebih
baik dalam waktu singkat, demikian pula dalam bahan-bahan miniature tahap perancangan
arsitektural, lebih dapat memuaskan pengguna rancangan dengan berbagai variasi warna dan
bentuk rancangan.
3. Metoda Konstruksi
Dengan adanya bahan-bahan baru yang lebih baik dan kemajuan teknologi dalam peralatan
lebih sempurna menyebabkan jadwal dan biaya pelaksanaan dapat lebih memenuhi
persyaratan kontrak.
Metoda konstruksi bangunan gedung dibagi menjadi dua bagian yaitu :

a. Metoda Bottom-up
Metoda ini sering digunakan pada bangunan berlantai banyak yaitu metoda konstruksi dengan
proyek konstruksi yang dimulai dari bawah ke atas dimulai dari pondasi, basement dan lantai
berikutnya, contohnya pekerjaan pondasi sampai keatas yaitu pekerjaan lantai sampai
pekerjaan atap. Urutan kegiatan pelaksanaan membangun dengan metoda bottom-up adalah :
 Tahap 1 : pekerjaan persiapan pengaturan arus transportasi
 Tahap 2 : penggalian tanah
 Tahap 3 : pembuatan pondasi
 Tahap 4 : pembuatan dinding penahan tanah
 Tahap 5 : pembuatan kolom diteruskan pembuatan balok dan lantai
diatas kolom secara berulang hingga atap.
b. Metoda Top Down
Biasanya metoda ini digunakan pada proyek konstruksi yang mempunyai ruang bebas yang
terbatas akibat adanya bangunan gedung yang telah ada dilokasi pembangunan dalam hal ini
rentannya galian basement terhadap bahaya longsor apabila dilaksanakan dengan metode
bottom-up. Urutan kegiatan membangun dengan metode Top Down :
 Tahap 1 : melaksanakan pembongkaran dan pemindahan pondasi lama yang ada
dilokasi proyek dan dilakukan persiapan permukaan tanah pada ketinggian yang
diinginkan kemudian dibuat dinding penahan tanah sementara

7-1
Master
Plan
 Tahap 2 : dinding diafragma dibangun pada basement yang direncanakan, pondasi
mulai dikerjakan dan diikuti dengan pemasangan kolom.
 Tahap 3 : pembuatan ke dinding diafragma yang telah dibuat dan diisi sebagai
pengganti dinding penahan tanah sementara yang telah dicabut
 Tahap 4 : penggalian tanah untuk membangun kolom-kolom dimana lantai dicetak
pada tanah bersamaan dengan detail drainase yang diperlukan

a. PENDEKATAN PERENCANAAN STRUKTUR DAN KONSTRUKSI BANGUNAN

Persyaratan Desain Struktur


Struktur memenuhi persyaratan stabilitas, kekuatan dan kekakuan. Persyaratan ini akan
menghasilkan suatu desain yang ekonomis dengan keamanan struktur tetap terjamin.

Pembebanan
Struktur mampu memikul semua beban yang bekerja, meliputi beban arah vertikal, horizontal, dan
kombinasi keduanya. Beban kerja yang diperhitungkan berdasarkan Tata Cara Perencanaan
Pembebanan untuk Rumah dan Gedung yang berlaku.

Analisa Struktur
Menggunakan cara-cara mekanika teknik yang baku, dengan didukung perhitungan komputer.

Tipe Struktur
Bangunan merupakan struktur beton bertulang yang terdiri dari portal-portal terbuka dalam arah
memanjang maupun melintang.

Ketentuan Bahan
- Mutu beton yang digunakan dalam perancanaan adalah K-250
- Mutu tulangan utama, tulangan yang digunakan tulangan ulir (deformed) mutu BJTD 40.
Sementara untuk tulangan sengkang digunakan tulangan polos mutu BJTP 24.

Pembebanan Vertikal
Faktor reduksi untuk perumahan/ penghunian = 0.75 perencanaan terhadap beban gempa, untuk
perumahan/ penghunian 0,3.

Pembebanan Hidup dan Beban Mati

7-1
Master
Plan
Didistribusikan ke balok-balok berdasarkan perbandingan panjang bentang arah y dan arah x
(ly/lx) (Metode Markus).

Beban Lateral Gempa


Sesuai peraturan Perancanaan Tanah Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung 1987 pada 1 lantai
puncak dipasang beban terpusat sebesar 0,1 V dan sisanya 0,9 V dibagikan menurut V = C.I.K.Wt
Perkiraan Dimensi Elemen Struktur
Dimensi balok diperkirakan dari bentang balok yang bersangkutan dengan pedoman:
b>h
h=±L ↔ L rata-rata L
10 20 12
Dimensi kolom diperkirakan dari Estimasi Gaya Aksial (N) dari Tributary Area dengan asumsi
untuk bangunan publik beban yang bekerja 1200 kg/m2.

Perencanaan/perhitungan struktur dan konstruksi disesuaikan dengan lingkup yang dikerjakan oleh
bidang Teknik Sipil, terutama mengenai struktur dan konstruksi karena pembebanan berat dan
kekuatan terhadap gempa.

7-1
Master
Plan

Lingkup pekerjaannya harus memenuhi hal-hal :


a. Kriteria Dasar Perencanaan Struktur :
1) Struktur bangunan (termasuk pondasi) harus memenuhi persyaratan : kekuatan
(strenght), kekakuan (stiffness), kestabilan (stability), dan ekonomis (optimum design).
2) Perhitungan harus berdasarkan peraturan-peraturan teknis yang berlaku di
Indonesia, diantaranya :
a) FBI-1971
b) Peraturan Muatan Indonesia (PMI.1970).
c) Peraturan Perencanaan Tahan gempa Indonesia untuk Gedung 1983.
d) Konsep Peraturan Perencanaan Baja Indonesia.
e) Peraturan lainnya tentang Bahan Bangunan Struktur yang dikeluarkan.
Oleh DTPI/Departemen Pekerjaan Umum.
3) Perhitungan konstruksi pondasi harus berdasarkan beban-beban luar (menara
angin, gempa dan lain-lain yang terkait) dan laporan dan hasil penyelidikan tanah yang
bersangkutan.
4) Pembebanan :
a) Beban Vertikal
 Beban hidup
 Beban lantai ruang
b) Beban Horisontal :
 Beban Angin
 Beban Gempa
 Beban Konstruksi
 Konstruksi Pondasi

b. Kriteria Perencanaan Struktur, harus memenuhi pertimbangan-petimbangan utama,


yaitu :
1) Penggunaan bahan-bahan konstruksi secara ekonomis.
2) Kesederhanaan demi mudahnya pelaksanaan.
3) Keberuntungan unsur-unsur struktur untuk kemungkinan pelaksanaan
yang cepat dan tepat.
4) Bangunan berlantai majemuk cukup digunakan sistem portal terbuka
(open frame system) tanpa shear wall.
7-1
Master
Plan
5) Untuk bangunan bertingkat unsur-unsur struktural, perlu dimanfaatkan
seoptimal mungkin dan sejauh mungkin mereduksi ketebalan/ketinggian suatu rancangan
struktural guna mendapatkan ruang yang semaksimal mungkin.
6) Siar dilatasi harus ditempatkan diantara dua bangunan yang berbeda
ketinggian, untuk mendapatkan kejelasan prilaku dinamik akibat gempa bumi.
7) Analisis struktur harus dilakukan dengan cara-cara mekanika teknik yang
baku.
8) Analisis dengan komputer harus disertai dengan penjelasan mengenai
prinsip cara kerja program, data masukan serta penjelasan mengenai data keluaran.
9) Percobaan model diperbolehkan bila diperlukan untuk menunjang analisis
teoritis.
10) Analisis struktur harus dilakukan dengan model-model matematis yang
menstimulasikan keadaan struktur yang sesungguhnya dilihat dari segi sifat bahan dan
kekakuan unsur-unsurnya.

c. Sistem Struktur
1) Sistem struktur bangunan dapat dibagi atas dua bagian, yaitu :
 Struktur bagian atas (dari lantai sampai atap).
 Struktur bagian bawah (pondasi).
a) Sistem struktur bagian atas :
 Struktur lantai-lantai tingkat dipilih plat beton yang dicor monolit dengan balok-balok anak
dan balok-balok portal yang dipikul oleh kolom-kolom beton bertulang. Jika dikehendaki
atau berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, dapat digunakan pelat balok-balok
bertulang.
 Struktur pendukung atap dipilih dari balok baja sayap lebar (monobeam), dengan
pertimbangan sistem ini akan mampu memberikan dukungan penuh kepada arsitek untuk
mengembangkan desain langit-langit (plafond). Struktur dari balok monobeam ini juga
menjamin pelaksanaan yang lebih sederhana dan lebih cepat, jika dibandingkan dengan
struktur rangka batang yang biasa. Untuk kecepatan pelaksanaan dan kekuatan serta
kekakuan yang terjamin, gording-gording menggunakan profil tipis bentuk C yang di pabrik
dibentuk dalam keadaan dingin (cold formed steel), diperkuat dengan batang-batang tarik
(trekstang) pada sumbu-sumbu lemahnya.
 Struktur tangga dipilih dari beton bertulang untuk menjamin kenyamanan pemakai tangga
(tangga bebas dari getaran).

b) Sistem Struktur Bagian Bawah.

7-1
Master
Plan
 Untuk menjamin pondasi yang stabil dan aman dari penurunan (settlement) dan mengikat
gedung ini terdiri dari satu atau dua lantai, maka untuk pondasi kolom-kolom dipilih sistem
pondasi sampai mencapai lapisan tanah keras. Untuk kedalaman tanah keras lebih dari 10 m
atau muka air tanah dangkal, dipilih pondasi tiang pancang mini dengan penampang
segitiga. Bagian pertemuan dengan kaki-kaki kolom ditutup dengan poer beton bertulang
dan disatukan dengan balok-balok kopel beton bertulang.
 Untuk pondasi tembok-tembok di lantar dasar, digunakan pondasi lajur dari pasangan batu
kali.
 Sistem pondasi dapat ditentukan dengan lebih ekonomis dan efesien, apabila sudah
diperoleh hasil penyelidikan atas kondisi dan sifat-sifat tanah dimana bangunan ini akan
didirikan (tapak proyek).
 Persyaratan Umum Pondasi
2) Desain Struktur dan Konstruksi
Desain (perancangan dan perhitungan) struktur dan konstruksi dilaksanakan sesuai dengan
peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia, khususnya untuk menjamin agar struktur bangunan
ini memenuhi persyaratan sebagai bangunan tahan gempa.
Kriteria-kriteria desain struktur yang digunakan, adalah :
 Kekuatan, untuk menjamin kekuatan struktur dalam memikul berbagai macam kombinasi
pembebanan yang mungkin bekerja pada struktur tersebut.
 Kekuatan, untuk menjamin kenyamanan pemakai gedung.
 Stabil, terhadap berbagai macam kombinasi pembebanan yang mungkin terjadi pada
struktur tersebut.
 Teknis pelaksanaan pembangunannya sederhana dan cepat.

 Ekonomis.
3)

7-1
Master
Plan

Gambar 5.11 Pondasi tiang pancang

Desain struktur dilaksanakan sesuai dengan :


 Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.53.1987, UDC :
624.042).
 Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.53.1987,
UDC : 699.841).
 Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 (NI-2).
 Pedoman Perencanaan Bangunan Baja untuk Gedung (SKBI-1.3.53.1987, UDC : 693.814).
 Standard Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SK BNI T – 15 –
1991 – 03).

b. PENDEKATAN PERENCANAAN UTILITAS DAN MEKANIL ELEKTRIKAL

RS. ORTOPEDI PROF.DR.


R.SOEHARSO SURAKARTA

7-1
Master
Plan

1) Sistem Pengkondisian Udara


Sistem pengkondisian udara dimaksudkan untuk mengkondisikan udara khususnya di dalam ruangan,
agar memberikan kenyamanan bagi penghuni. Kenyamanan ruangan tersebut antara lain dipengaruhi
oleh temperatur udara, kelembaban udara, kecepatan sirkulasi. Pada bangunan seperti ini sistem yang
digunakan adalah sistem sentral.
Sistem pendinginan terdiri dari dua macam sistem yaitu yang menggunakan air atau udara. Sistem
tersebut dirujuk dari literatur sebagai berikut :
a. Air to Air System
Pendinginan dilakukan dengan memanfaatkan udara luar dan gas freon.
Macam-macam sistem adalah window, split, multi split, sentral dengan AHU air cooled, air
cooled package.
b. Water to Water System
Pendinginan dilakukan dengan memanfaatkan air dan gas freon. Sistem yang digunakan
adalah sentral dengan chiller dan AHU, serta packaged water cooled system.

Menurut literatur lain pendinginan ruang ada dua macam :


a. Sistem Langsung (Direct Cooling)
Dalam sistem ini udara didinginkan langsung oleh refrigerant dengan menggunakan mesin-
mesin paket seperti window unit atau package air conditioner dengan atau tanpa tabung udara
dingin (ducting).
b. Sistem Tidak Langsung (Indirect Cooling)
Dalam sistem ini udara tidak langsung didinginkan oleh refrigerant, tetapi menggunakan
media air es / chilled water dengan temperatur sekitar 5º C, yang diproduksi dalam chilled
melalui refrigerant.
Uraian kesimpulan : Maka sistem pendinginannya ada dua yaitu dengan menggunakan air dan chiller,
udara atau FAI.

2) Sistem Distribusi Air Bersih


Sistem penyediaan air bersih merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan
bangunan vertikal. Oleh karena itu, perencanaan dan perancangan sistem haruslah dilakukan secara
bersamaan dan sesuai dengan tahapan-tahapan perencanaan dan perancangan bangunan vertikal
tersebut.
Tujuan terpenting dari sistem penyediaan air adalah menyediakan air bersih. Penyediaan air bersih
dengan kualitas yang tetap baik merupakan prioritas utama. Banyak negara telah menetapkan standar
kualitas untuk tujuan ini.

7-1
Master
Plan

Sistem pendistribusian yang lazim digunakan dapat dikelompokkan sebagai berikut :


 Up feed system
Dalam sistem ini pendistribusiannya dilakukan dengan bantuan pompa pendorong di mana air
dari reservoar bawah dipompa ke atas dan disalurkan melalui pipa-pipa pendistribusian.
Penempatan peralatan dengan sistem pendistribusian up feed system adalah:
 Reservoar bawah diletakkan pada bagian terendah muka tanah atau di bawah muka tanah.
Persyaratan tangki bawah :
a) Tangki air harus dapat menampung kebutuhan air bersih untuk kebutuhan seluruh
bangunan.
b) Dinding tangki bawah harus terbuat dari bahan kedap air.
c) Dilengkapi dengan pipa pelepas udara.
 Pompa
Pompa ditempatkan dalam sebuah bangunan yang berdekatan dengan tangki bawah, hal
ini memungkinkan sistem operasiaonal yang disyaratkan.
 Pipa distribusi
Pipa yang didistribusikan secara vertikal ditempatkan pada shaft berupa ruangan yang
menghubungkan antara satu lantai dan lantai berikutnya. Sedangkan untuk pipa yang
didistribusikan secara horizontal ditempatkan di bawah lantai kerja.

d) Persyaratan pipa :
 Pemipaan dibuat sependek mungkin untuk menghindari kemungkinan bocor.

7-1
Master
Plan
 Pipa tidak langsung dimasukkan ke dalam dinding tapi dimasukkan ke dalam pipa yang
diameternya lebih besar. Hal ini dimaksudkan agar pipa tersebut dapat bergerak pada saat
pemuaian dan penyusutan, sehingga tidak merusak dinding atau pipa itu sendiri
 Awet dalam pemakaian dan mampu menerima tekanan khususnya dalam pipa itu sendiri.
 Down feed system
Dalam sistem ini, air ditampung dalam reservoar bawah kemudian dipompakan ke reservoar
atas yang dipasang di bagian paling atas bangunan, lalu didistribusikan ke seluruh ruang basah
pada bangunan dengan pompa atau gravitasi tanpa menggunakan pompa pendorong.
Penempatan peralatan untuk bangunan yang menggunakan sistem pendistribusian dengan
down feed system:
 Reservoar atas, diletakkan pada lantai top floor untuk menampung semua air sebelum
didistribusikan.
 Pompa. Untuk sistem ini dilengkapi juga dengan pipa booster yang diletakkan pada lantai
atas dekat dengan tangki atas untuk memudahkan pendistribusian air ke lantai-lantai di
bawahnya.

3) Sistem Penangkal Petir


Untuk melindungi bangunan atau bagian bangunan yang tinggi dipergunakan penangkal petir dengan
daerah perlindungan yang cukup dan tepat. Sistem yang dipergunakan adalah sistem Faraday (yang
terdiri dari batang rod penangkal petir, penghantar penyalur dan penahan).
Ada beberapa sistem pertahanan, yaitu pentanah petir, pentanah sistem listrik dan pentanah perangkap
elektronik yang terpisah. Tahanan petanah masing-masing disesuaikan untuk masing-masing sistem
(penangkal petir 6 ohm, sistem listrik 6 ohm, dan perangkat sistem komputer 3 ohm atau disesuaikan).

4) Sistem Alarm dan Pemadam Kebakaran


Sistem alarm adalah unit pendeteksi adanya asap dan panas yang timbul karena adanya kebakaran.
Detector tersebut ditempatkan pada langit-langit ruangan terdapat pada setiap ruang sesuai dengan
fungsi ruang dan dengan daerah jangkauan tertentu. Fire alarm ini dikendalikan oleh panel alarm
otomatic. Pengendalian kebakaran dilakukan dengan mempergunakan sirene, bell, lampu signal yang
dapat direset dan sistem manual stasiun (break glass).
Pemadam kebakaran untuk bangunan ini mempergunakan fire hidrant dan pemadam api ringan.
Penempatan sedemikian sehingga mudah dioperasikan. Hidrant selain terdapat didalam bangunan juga
terdapat diluar bangunan/halaman dan siap disambungkan dengan sistem hidrant kota (bila ada) dan
unit mobil pemadam kebakaran. Hidrant dilayani oleh pompa pemadam kebakaran yang dikontrol
otomatic dan siap dipergunakan.
Untuk melindungi bangunan dan terutama arsip dari bahaya kebakaran, direncanakan jaringan pipa
pemadam kebakaran. Dipilih jenis pemadam kebakaran bukan air karena area yang dilindungi adalah
7-1
Master
Plan
ruangan arsip. Dipilih penggunaan pemadam kebakaran jenis busa seperti FM200. Zat pemadam
kebakaran dikeluarkan dari nozzle yang dipasang di plafond.

PEMBERLAKUAN SNI KEBAKARAN PADA PERATURAN BANGUNAN


Peraturan perundang-undangan yang mengatur aspek keselamatan bangunan mengakomodasi
berlakunya standar-standar/SNI proteksi kebakaran. Setiap ketentuan atau persyaratan proteksi
kebakaran yang disebut dalam peraturan tersebut, perinciannya mengacu ke SNI proteksi kebakaran.
Peraturan-peraturan tersebut adalah:
1. UU no 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (UUBG)
2. PP nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UUBG
3. Kepmeneg PU No. 10/KPTS/2002 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap kebakaran
pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
4. Kepmeneg PU No. 11/KPTS/2002 tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan
Kebakaran di Perkotaan

Undang-Undang no 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (UUBG) merupakan peraturan payung
yang memberikan landasan bagi peraturan atau ketentuan pada tingkat dibawahnya. UUBG terdiri atas
10 bab yakni mencakup ketentuan umum, prinsip, tujuan dan ruang lingkup, fungsi bangunan,
persyaratan bangunan, proses pembangunan, peran masyarakat, pembinaan teknis, sanksi, ketentuan
peralihan dan penutup.

Bagian penting dalam UUBG adalah pada Bab IV yang mengatur mengenai persyaratan bangunan.
Terdapat 2 (dua) hal utama pada persyaratan bangunan yakni persyaratan administrasi (perizinan,
status lahan, kepemilikan bangunan) dan persyaratan teknis (persyaratan intensitas bangunan dan
persyaratan kehandalan).

7-1
Master
Plan

Sedang pada persyaratan kehandalan diatur mengenai persyaratan keselamatan, kesehatan,


kenyamanan dan persyaratan aksesibilitas. Proteksi kebakaran termasuk
dalam aspek keselamatan disamping gempa dan bahaya petir.

UUBG selanjutnya diuraikan secara lebih rinci menjadi 120 Pasal dan 9 Bab dalam PP
no 36 Tahun 2005 tentang Peraturan pelaksanaan UU nomor 28 Tahun 2002 Bangunan Gedung
Selanjutnya UUBG serta peraturan pelaksanaannya mengamanatkan bahwa suatu bangunan gedung
harus memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) sebagai prasyarat mendirikan bangunan gedung, dan
untuk dapat dimanfaatkan harus terlebih dahulu memiliki sertifikat laik fungsi (SLF).

Setingkat di bawah UU dan PP terdapat Kepmen PU no 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis


Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan dan Lingkungan, serta Kepmen PU No.
11/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan.
Kedua Kepmen tersebut disusun sebagai acuan bagi Daerah untuk menyusun Peraturan Daerah atau
PERDA masingmasing mengenai penanganan bahaya kebakaran di wilayahnya. Pemenuhan peraturan
dan standar teknis proteksi kebakaran secara konsisten diperlukan dalam rangka keselamatan
bangunan & industri terhadap bahaya kebakaran yang setiap saat bisa terjadi. Banyak kejadian
kebakaran yang berakibat fatal oleh karena tidak memenuhi ketentuan proteksi kebakaran. Penerapan
standar-standar/SNI proteksi kebakaran diwujudkan salah satunya lewat sistem pengendalian proses
membangunan bangunan gedung sebagaimana diperlihatkan pada Gambar E.2 di bawah ini.

TITIK TITIK KONTROL DALAM PROSES MEMBANGUN

Pemenuhan Persyaratan Dalam Setiap Proses Membangun (Pola Baru)

7-1
Master
Plan
PERANGKAT PENDUKUNG PENERAPAN SNI PROTEKSI KEBAKARAN

Perangkat pendukung lainnya yang diperlukan dalam rangka peningkatan penerapan SNI proteksi
kebakaran dilakukan dengan menggunakan pendekatan model STPI (Science Technology and Policy
Implementation) sebagaimana diperlihatkan pada Gambar berikut ini yang mencakup unsur
kebijakan, unsur peraturan dan per-undang-undangan, unsur kelembagaan atau institusi, aspek
mekanisme operasional dan pranata.

Selanjutnya berdasarkan hierarki elemen STPI tersebut, maka hal-hal berikut perlu
dipertimbangkan dalam rangka peningkatan penerapan SNI.

1. Kebijakan baik di tingkat Pusat maupun Derah yang memberlakukan standarstandar dan pedoman
teknis sebagai salah satu unsur dalam pembinaan tertib pembangunan dan keselamatan bangunan.
2. Pemantapan peraturan atau norma baik di tingkat pusat dalam bentuk Code maupun di tingkat
daerah (Perda) menyangkut aspek pencegahan dan penanggulangan kebakaran sebagai dasar
peraturan kegiatan proses membangun yang aman kebakaran yang pada rincian persyaratannya
mengacu kepada standar-standar / SNI yang berlaku.
3. Peningkatan kinerja dan kewenangan instansi terkait dalam penanganan keselamatan bangunan
terhadap kebakaran meliputi tingkat layanan, kualifikasi SDM, peralatan dan sarana yang
terstandardisasi termasuk pemahaman dan penerapan standar-standar / SNI dan pedoman teknis
bangunan gedung.
4. Pengukuhan mekanisme operasional pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang
mengkoordinasikan berbagai instansi terkait baik dalam bentuk SOP atau PROTAP dan
dilaksanakan secara konsisten.
5. Termasuk dalam unsur mekanisme operasional, adalah pemantapan prosedur penaksiran
kesesuaian dengan standar (conformity assessment procedures) di sektor bangunan & konstruksi
meliputi akreditasi fasilitas uji, sertifikasi dan labelisasi.
6. Terkait dengan pranata, diperlukan peningkatan pengetahuan dan pemahaman substansi standar-
standar melalui kegiatan sosialisasi, penyusunan pedoman teknis, pemberian insentif dan dis-
insentif serta tidak kalah pentingnya adalah melalui jalur pendidikan baik formal maupun non-
formal.

7-1
Master
Plan

Model STPI

5) Sistem Komunikasi Telepon


Sisten telepon/komunikasi antar ruang
Untuk keperluan komunikasi keluar bangunan dipergunakan saluran telepon Telkom yang
disambungkan pada PABX. Untuk pamakaian langsung disediakan saluran langsung Telkom. Selain
itu juga disediakan komunikasi dengan Faximile Telkom.

6) Sistem Sound System/Tata Suara


Guna pelayanan pengumuman dan penggilan kendaran dipergunakan sound system. Speaker diletakan
pada langit-langit/plafond ruang dan diluar ruangan (pelayanan car calling). Kuat suara maupun
jumlah speaker seminimum mungkin dan disesuaikan dengan pola plafond ruang.

7) Sistem Pembuangan Air Kotor Dan Air Hujan


a. Pembuangan air kotor dari toilet dan janitor di tiap lantai bangunan disalurkan dengan
pipa yang berada di lubang Shaft selanjutnya dialirkan ke septik tank dan peresapan.
b. Pembuangan air hujan dari plat dan beton disalurkan melalui talang horisontal dan
vertikal kesaluran disekeliling bangunan,selanjutnya dialirkan ke saluran pembuangan
yang terdekat di luar bangunan. Selanjutnya dialirkan ke saluran pembuangan yang
terdekat di luar bangunan. Selanjutnya bersama sama dengan air hujan/air halaman yang
disalurkan melalui saluran saluran terbuka didalam lahan, dibuang keluar lahan ke saluran

7-1
Master
Plan
drainage kota. Mengingat sekeliling tapak telah tersedia saluran pembuangan kota, maka
untuk efisiensinya saluran pembuangan dibuat menyebar kesekeliling bangunan.

8) Sistem Transportasi vertikal (lift/elevator)


Untuk bangunan 4 lantai keatas dianjurkan untuk menggunakan lift (elevator) sebagai transportasi
vertikal. Meskipun demikian keberadaan tangga terutama tangga darurat adalah keharusan demi
alasan keamanan.

7-1
Master
Plan

c. PENDEKATAN PERENCANAAN RUANG LUAR

Analisis Tapak Eksternal


Merupakan penilaian terhadap informasi elemen-elemen di luar atau di sekeliling tapak yang pada
berdiri pada konteks wilayah yang lebih luas dan mempunyai hubungan maupun pengaruh erat
terhadap kondisi tapak. Berikut adalah uraian mengenai elemen-elemen tapak eksternal.
A. Hukum dan Kebijakan, menganalisis hirarki, fungsi dan peran yang diemban oleh suatu wilayah
sehingga memperjelas hukum dan kebijakan yang berlaku dalam suatu wilayah, dalam hal ini
adalah kebijakan dan undang-undang yang pernah dikeluarkan oleh pemerintah daerah yang
berkaitan dengan sektor pendidikan.
B. Lokasi
a. Lokasi tapak dalam konteks regional dan wilayah sekitarnya.
b. Lokasi tapak dalam konteks lingkungan, mencakup kedudukan dan fungsi-fungsi
pelayanan suatu kawasan dalam konteks kecamatan.
C. Zoning (pemintakatan) dan proyeksi pengembangan masa depan
Zoning atau pemintakatan merupakan alat yang digunakan untuk menentukan peruntukan lahan,
ukuran, jenis dan struktur yang akan dibangun pada sebuah lahan, seperti persyaratan ketinggian
bangunan, garis sempadan bangunan, serta kepadatan bangunan. Keberadaan analisis proyeksi
terhadap pengembangan di masa yang akan datang berarti dapat memperkirakan kebutuhan
pembangunan, prasarana dan sarana apa saja yang akan dibangun serta kebutuhan akan wilayah
dikembangkan ataupun dilindungi.
D. Lingkungan
a. Elemen alam dan binaan penting
 Kehidupan dan kegiatan sosial budaya di sekitar tapak
Termasuk ke dalam kegiatan sosial budaya adalah tradisi, adat istiadat atau
kebudayaan lokal dengan produk berupa berupa kerajinan, tari-tarian ataupun
nyanyian.
 Usia atau kondisi elemen desain, bangunan, dan fungsi-fungsi lain yang ada di sekitar
tapak.
b. Klasifikasi penting/khusus
E. Pola sirkulasi di sekitar tapak
Sistem sirkulasi sangat erat hubungannya dengan pola penempatan aktivitas dan penggunaan
tapak sehingga merupakan pergerakan dari satu ruang ke ruang lain. Kenyamanan
berkendaraan ataupun berjalan kaki dapat berkurang akibat sirkulasi yang kurang baik misalnya
ketidakjelasan sirkulasi serta ketiadaan hirarki sirkulasi. Pola sirkulasi terbagi ke dalam dua
bagian, yaitu:
a. Lalu lintas dan transportasi/sirkulasi kendaraan di sekitar tapak
7-1
Master
Plan
Analisis meliputi:
 Keberadaan moda transportasi yang menuju atau melewati tapak ataupun sebaliknya,
berhubungan dengan kemudahan pencapaian ke dalam suatu kawasan.
 Lebar koridor jalan dengan memperhitungkan jumlah jalur dan lajur
 Hirarki jalan, terbagi ke dalam beberapa kelas/tipe jalan merupakan hal penting dalam
variasi sirkulasi di suatu wilayah yang didasari oleh besarnya kapasitas jalan dalam
menampung volume kendaraan maupun pedestrian.
 Hirarki jalur kendaraan, terbagi kedalam dua bagian, yaitu jalur distribusi (jalur untuk
gerak perpindahan lokasi atau jalan utama) dan jalur akses (jalur yang
menghubungkan jalan utama dengan pintu masuk kawasan)
b. Sirkulasi pejalan kaki
Berupa jalur pedestrian harus dirancang untuk memungkinkan para pejalan kaki bergerak
dengan aman dan nyaman. Hal yang perlu diperhatikan adalah permukaan trotoar yang
stabil dan kuat dengan tekstur relatif rata akan tetapi tidak licin dengan pemakaian ramp
untuk mempermudah aksesibilitas kaum difable. Hal penting lain adalah elemen
penerangan yang disesuaikan dengan intensitas pemakaian, lebar trotoar yang
memungkinkan lalu lintas dua arah serta keberadaan penutup jaringan drainase sehingga
dapat memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pejalan kaki.
c. Kelengkapan sarana dan prasarana penunjang, seperti terminal, tempat parkir, halte,
maupun rambu-rambu lalu lintas.

F. Pola dan proses alam


a. Iklim
b.Pertimbangan gejala iklim dalam skala besar maupun kecil sangat penting seperti perubahan
arah angin, suhu, curah hujan, serta sudut/pola bayangan matahari.
c. Topografi
d.Bentuk dasar permukaan tanah atau struktur topografi merupakan sumber daya visual dan
estetika yang sangat mempengaruhi lokasi dari berbagai tata guna tanah, serta fungsi
rekreasi, interpretatif, dan sebagainya. Beberapa hal yang termasuk ke dalam topografi
adalah: ketinggian permukaan, orientasi topografi dan kelerengan.
e. Pola drainase permukaan
f. Drainase atau saluran pembuangan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
analisis tapak, dimana genangan air yang tidak terencana dapat merusak konstruksi
perkerasan, mengakibatkan tanaman menjadi rusak bahkan menjadi mati serta
mengakibatkan efek visual yang kurang baik selain juga mengurangi kenyamanan dalam
berjalan kaki.
g.Vegetasi

7-1
Master
Plan
Jenis dan pola vegetasi merupakan sumber daya rekreasi, visual dan ekologi yang penting.
Jenis vegetasi setempat berkaitan dengan tanah, mikroiklim, hidrologi dan topografi.
Vegetasi juga berfungsi meningkatkan kualitas lingkungan dengan pembatas fisik,
pengendali iklim, pencegah erosi, habitat satwa, nilai estetis dan kontrol pandangan
(visual control).

Analisis Tapak Internal


Analisis tapak internal menilai karakteristik fisik alami, buatan manusia (man-made) maupun
karakteristik hukum dan sosial budaya. Penjabaran analisis tapak internal dijabarkan sebagai berikut:
A. Hukum
a. Tata wilayah dan garis sempadan
b.Status kepemilikan dan yurisdiksi
c. Luas yang boleh dibangun
d.Luas penutupan tapak dan batas ketinggian bangunan
B. Kondisi tapak
a. Alami
 Kontur & kelandaian
 Keistimewaan lahan utama
 Angin
 Pola drainase permukaan
 Penutup permukaan dan kondisinya
 Jenis tanah
Pemahaman terhadap pembentukan dan jenis tanah sangat penting dalam penentuan
kesesuaian tapak dalam mendirikan bangunan dan struktur lainnya, memberikan
informasi terhadap penanaman vegetasi dan lokasi habitat satwa liar.
 Vegetasi
 Hidrologi
Jenis dan kualitas air pada suatu tapak merupakan sumber daya visual dan rekreasi
yang penting. Akan tetapi yang lebih penting adalah pertimbangan sistem hidrologis
atau tata air yang saling berkaitan. Kemampuan tata air harus diperhatikan apabila
sistem tersebut akan dimanfaatkan.
 Bahaya bencana, seperti bahaya longsor, banjir, gempa bumi, dan sebagainya.
b. Buatan
 Sirkulasi
 Kendaraan
 Utilitas
 Penerangan

7-1
Master
Plan
C. Potensi & batasan tapak
a. View dari dan ke luar tapak
b. Tempat daya tarik di dalam tapak
c. Pemandangan melalui tapak
d. Kebisingan
e. Pencemaran udara dan air
D. Kegiatan sosial budaya

Pekerjaan perencanaan dan perancangan ruang luar/pertamanan secara integrated mengacu pada
ruang dalam/luar, pola fungsional dan gaya arsitektur yang telah terbentuk.
Teori mengenai lahan hijau kota menurut Haryoto Kunto :
Pada masa inilah dikenal terminology-terminologi ruang terbuka hijau atau taman antara lain:
Plein, Park, Plantsoen, Stadtsuin, dan juga Boulevard. Dari sekian terminologi di atas, dapat bahwa
ruang terbuka hijau dengan istilah Park-lah yang benar-benar direncanakan sebagai suatu wadah
kegiatan publik dan mempunyai konsep-konsep tersendiri.
Berikut ini adalah teori mengenai lahan hijau kota menurut Haryoto Kunto, dimana secara
sederhana, seringkali orang awam menganggap semua bentuk lahan hijau adalah taman.
Sebenarnya terdapat beberapa tipe dan bentuk lahan hijau, seperti park, plein, platsoen,
stadstuin, dan boulevard (bahasa Belanda).
Berikut ini klasifikasi lahan hijau tersebut :
a. Park
Park adalah sebidang tanah yang dipagari sekelilingnya, yang ditata secara teratur dan artistik,
ditanami pohon lindung, tanaman hias, rumput dan berbagai jenis tanaman bunga. Selain itu
dilengkapi pula jaringan jalan, bangku tempat duduk dan lampu penerangan yang bernilai seni.
Kadang kala Park / taman dilengkapi kolam, tempat berteduh yang disebut Gazebo dan kandang
binatang / unggas serta saluran air yang teratur.
b. Plein
Plein adalah lapangan, lahan datar atau pelataran yang tidak terlalu luas. Biasanya ditumbuhi
rumput, terletak di sekitar bangunan atau gedung dan tanpa jaringan jalan di dalamnya. Terkadang
terdapat satu atau dua pohon lindung.
Lahan hijau ini sering dimanfaatkan untuk kegiatan rekreasi, seperti: kegiatan pramuka,
olahraga, bermain, dan sebagainya.

c. Plantsoen
PLantsoen adalah lahan dalam kota yang digunakan sebagai kebun bibit, tempat memelihara
dan membudidayakan berbagai jenis tanaman keras. Lahan hijau ini berfungsi sebagai taman terbuka
yang bisa dikunjungi warga kota.

7-1
Master
Plan
Jaringan jalan setapak yang terdapat di dalam lahan itu, membuka kesempatan bagi
masyarakat kota untuk berjalan di dalamnya. Bentuk lahan plantsoen umumnya memanjang dan pada
kedua sisinya ditanam pohon besar.
Bentuk lahan plantsoen umumnya memanjang, terkadang menyusuri sungai dan di kedua
sisinya ditanami pohon-pohon besar. Dengan demikian plantsoen dalam kota berfungsi sebagai “jalur
hijau” dan untuk melestarikan lahan sekitar aliran sungai dari kemungkinan erosi dan pembangunan
rumah liar.
d. Stadstuin
Stadstuin adalah kebun bibit milik pemerintah setempat. Tempat persemaian berbagai macam
pohon lindung, jenis tanaman keras, tanaman hias, bunga-bungaan, dan lahan tempat
membudidayakan berbagai jenis rumput.
Stadstuin berbeda dengan plantsoen karena sebagian besar lahannya digunakan untuk
pembibitan tanaman, terutama kebun bunga yang tertutup bagi kalangan umum.
e. Boulevard
Boulevard adalah jalur hijau yang memanjang, menyusuri jalan raya yang lebar. Sederetan
pohon lindung sejenis terdapat pada kedua sisi jalan. Sedangkan di bagian tengah jalan terdapat taman
bunga yang memanjang, membatasi dua jalur terpisah.
Boulevard umumnya terdapat dalam wilayah kota yang baru dibangun, ditandai dengan
trotoar yang lebar dan dilengkapi lampu jalan. Di kota-kota besar Eropa, sepanjang boulevard sering
terdapat toko, café, hotel, perkantoran dan lalu lintas yang ramai. Namun di Indonesia pada sepanjang
boulevard umumnya terdapat bangunan rumah besar dengan pekarangan luas.

Kriteria perencanaan tata ruang luar adalah :


a. Perencanaan tata ruang luar ini lebih dititik beratkan pada pemenuhan efesiensi, efektivitas dan
kenyamanan kerja, serta peningkatan gairah kerja pemakaiannya (estetika lahan dan bangunan).
a. Perencanaan tata ruang luar ini didasarkan pada Anthropo-metrik dan Ergonomik
manusia Asia/Indonesia.
b. Seluruh pekerjaan sebanyak mungkin menggunakan bahan-bahan produksi Indonesia (produksi
dalam negeri) menggunakan produksi setempat, dengan tahap mengutamakan mutu.
b. Pemilihan jenis penghijauan harus memenuhi persyaratan-persyaratan :
1) Memenuhi tujuan perencanaan dan perancangan ( fungsi dan estetikanya).
2) Mudah untuk menumbuhkan dan pemeliharaannya, serta sesuai dengan
iklim setempat.
3) Menggunakan bibit tanaman yang sudah cukup besar secara fisik,
sehingga tidak mudah mati bila mendapat gangguan-gangguan fisik yang ringan.
4) Kemudahan untuk mendapatkannya.
c. Perencanaan dan perancangan tata ruang ini selengkapnya akan meliputi pekerjaan-
pekejaan :
7-1
Master
Plan
1) Perancangan perkerasan (sirkulasi kendaraan beserta tempat parkirnya, plaza,
tempat upacara, sirkulasi pejalan kaki, dan lain sebagainya).
2) Perancangan dan penataan penghijauan (tanaman pelindung, penghias,
pengarah, dan lain sebagainya).
3) Perancangan perabot taman (tiang bendera, lampu taman, dan lain sebagainya)
beserta marka grafisnya.

FASILITAS PARKIR
A. Penentuan Kebutuhan Parkir
1. Jenis peruntukan kebutuhan parkir sebagai berikut
a. Kegiatan parkir yang tetap
1) Pusat pedagangan
2) Pusat perkantoran swasta atau pemerintahan
3) Pusat pedagangan eceran atau pasar swalayan
4) Pasar
5) Sekolah
6) Tempat rekreasi
7) Hotel dan tempat penginapan
8) Rumah sakit

b. Kegiatan parkir yang bersifat sementara


1) Bioskop
2) Tempat pertunjukan
3) Tempat pertandingan olahraga
4) Rumah ibadah.

2. Ukuran kebutuhan ruang parkir pada pusat kegiatan ditentukan sebagai berikut.
a. Berdasarkan hasil studi Direktorat Jenderal Perhubungan Darat
1) Kegiatan parkir yang tetap
a) Pusat perdagangan

b) Pusat perkantoran

c) Pasar swalayan

7-1
Master
Plan

d) Pasar

e) Sekolah/perguruan tinggi

f) Tempat rekreasi

g) Hotel dan tempat penginapan

h) Rumah sakit

2) Kegiatan parkir yang bersifat sementara


a) Bioskop

b) Tempat pertandingan olah raga

b. Berdasarkan ukuran ruang parkir yang dibutuhkan yang belum tercakup dalam Butir 2.a.

Tabel D-3
UKURAN KEBUTUHAN RUANG PARKIR
7-1
Master
Plan

Sumber : Naasra 1988

B. Penentuan Satuan Ruang Parkir (SRP)


Penentuan satuan ruang parkir (SRP) didasarkan atas hal berikut.
1. Dimensi kendaraan standar untuk mobil penumpang, seperti Gambar II.1 d.

Dimensi Kendaraan Standar untuk Mobil Penumpang

a = jarak gandar h = tinggi total


b = depan tergantung B = lebar total
c = belakang tergantung L = panjang total
d = lebar
2. Ruang bebas kendaraan parkir
Ruang bebas kendaraan parkir diberikan pada arah lateral dan longitudinal kendaraan. Ruang bebas
arah lateral ditetapkan pada saat posisi pintukendaraan dibuka, yang diukur dari ujung terluar pintu ke
badan kendaraan parkir yang ada di sampingnya. Ruang bebas ini diberikan agar tidak terjadi benturan
antara pintu kendaraan dan kendaraan yang parkir di sampingnya pada saat penumpang turun dari
kendaraan. Ruang bebas arah memanjang diberikan di depan kendaraan untuk menghindari benturan
dengan dinding atau kendaraan yang lewat jalur gang (aisle). Jarak bebas arah lateral diambil sebesar
5 cm dan jarak bebas
7-1
Master
Plan
arah longitudinal sebesar 30 cm.

Tabel D-4
PENENTUAN SATUAN RUANG PARKIR (SRP)

C. Disain Parkir di Badan Jalan


1. Penentuan Sudut Parkir
Sudut parkir yang akan digunakan umumnya ditentukan oleh:
a) lebar jalan;
b) volume lalu lintas pada jalan bersangkutan;
c) karakteristik kecepatan;
d) dimensi kendaraan;
e) sifat peruntukkan lahan sekitarnya dan peranan jalan yang bersangkutan.

Tabel D-5
LEBAR MINIMUM JALAN LOKAL PRIMER SATU ARAH UNTUK PARKIR PADA BADAN
JALAN

7-1
Master
Plan

Keterangan : J = lebar pengurangan ruang manuver (2,5 meter)

Tabel D-6
LEBAR MINIMUM JALAN LOKAL SEKUNDER SATU ARAH UNTUK PARKIR PADA
BADAN JALAN

Ke
terangan : J = lebar pengurangan ruang manuver (2,5 meter).

Tabel D-7
LEBAR MINIMUM JALAN KOLEKTOR SATU ARAH UNTUK PARKIR PADA BADAN JALAN

7-1
Master
Plan

Keterangan : J = lebar pengurangan ruang manuver (2,5 meter).

Ruang Parkir pada Badan Jalan

Keterangan : A = lebar ruang parkir (m)


D = ruang parkir efektif (m)
M = ruang manuver (m)
J = lebar pengurangan ruang manuver (m)
W = lebar total jalan
L = lebar jalan efektif
2. Pola Parkir
a. Pola parkir paralel
1). pada daerah datar

7-1
Master
Plan

2). pada daerah tanjakan

3). pada daerah turunan

b. Pola parkir menyudut :


1. Lebar ruang parkir, ruang parkir efektif, dan ruang manuver berlaku untuk jalan kolektor dan lokal
2. Lebar ruang parkir, ruang parkir efektif,
a). Sudut = 30°

7-1
Master
Plan

b). Sudut = 45°

c). Sudut = 60°

7-1
Master
Plan

d). Sudut = 90°

Keterangan :
A = lebar ruang parkir (M)
B = lebar kaki ruang parkir (M)
C = selisih panjang ruang parkir (M)
D = ruang parkir efektif (M)
7-1
Master
Plan
M = ruang manuver (M)
E = ruang parkir efektif ditambah ruang manuver (M)
3. Larangan Parkir
a. Sepanjang 6 meter sebelum dan sesudah tempat penyeberangan pejalan kaki atau tempat
penyeberangan sepeda yang telah ditentukan

b. Sepanjang 25 meter sebelum dan sesudah tikungan tajam dengan radius kurang dari 500m

Gambar D-18

c. Sepanjang 50 meter sebelum dan sesudah jembatan

7-1
Master
Plan

d. Sepanjang 6 meter sebelum dan sesudah akses bangunan gedung

e. Sepanjang 6 meter sebelum dan sesudah keran pemadam kebakaran atau sumber air sejenis

h. Sepanjang tidak menimbulkan kemacetan dan menimbulkan bahaya

D. Disain Parkir di Luar Badan Jalan


1). Pintu Masuk dan Keluar Terpisah

Satu jalur Dua jalur


b = 3,00 - 3,50 m b = 6,00 m
d = 0,80 - 1,00 m d = 0,80 - 1,00 m
R1 = 6,00 - 6,50 m R1 = 3,50 - 5,00 m
R2 = 3,50 - 4,00 m R2 = 1,00 - 2,50 m

7-1
Master
Plan

2) Pintu Masuk dan Keluar Menjadi Satu

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pintu masuk dan keluar adalah sebagai berikut.
1) Letak jalan masuk/keluar ditempatkan sejauh mungkin dari persimpangan
2) Letak jalan masuk/keluar ditempatkan sedemikian rupa sehingga kemungkinan konflik dengan
pejalan kaki dan yang lain dapat dihindarkan.
3) Letak jalan keluar ditempatkan sedemikian rupa sehingga memberikan jarak pandang yang cukup
saat memasuki arus lalu lintas.
4) Secara teoretis dapat dikatakan bahwa lebar jalan masuk dan keluar (dalam pengertian jumlah
jalur) sebaiknya ditentukan berdasarkan analisis kapasitas.

Pada kondisi tertentu kadang ditentukan modul parsial, yaitu sebuah jalur gang hanya menampung
sebuah deretan ruang parkir di salah satu sisinya.

7-1
Master
Plan
Jenis modul itu hendaknya dihindari sedapat mungkin. Dengan demikian, sebuah taman parkir
merupakan susunan modul yang jumlahnya tergantung pada luas tanah yang tersedia dan lokasi jalan
masuk ataupun keluarnya.

d. PENDEKATAN PERENCANAAN RUANG DALAM (INTERIOR)

a. Kriteria perencanan tata ruang dalam adalah :


 Perencanaan hendaknya didasarkan pada
anthropometrik dan ergonomik (ruang gerak dan sirkulasinya) studi gerak dalam konteks
manusia Asia/Indonesia.
 Perencanaan hendaknya dititik beratkan pada
pemenuhan efisiensi dan efektivitas serta kenyamanan kerja dan dapat meningkatkan
gairah kerja.
 Perencanaan hendaknya memperhatikan fungsi
ruang, struktur organisasi serta operasional rumah sakit yang dirancang serta sirkulasi
orang dan barang yang disesuaikan dengan pemakaian perabot kerja.
 Perencanaan hendaknya tidak merubah struktur
dan konstruksi, mekanikal, elektrikal dan ruang dasar bentukan hasil perencanaan secara
arsitektural.
 Pembuatan semua elemen interior menggunakan
teknologi yang dapat ditangani dengan berpola pada produksi massal (mass production).
 Spesifikasi teknis untuk bahan hendaknya juga
memperhatikan hirarki jabatan pegawai yang menggunakannya.

b. Lingkup Pekerjaan Tata Ruang Dalam adalah :


 Perhitungan konstruksi (jika ada).
 Perhitungan utilitas (kuat cahaya, distribusi tenaga listrik dan sebagainya).
 Pengolahan tata ruang.
 Perencanaan perabot kerja dan perabot perlengkapan dalam hubungan dengan tata
ruangannya.
 Perencanaan (usulan, bentuk, macam dan posisi) rambu-rambu petunjuk dan elemen
estetik khusus.
 Pembuatan perspektif berwarna dari ruang-ruang yang mewakili (representatif).

Penampilan ruang dalam dari gedung Gedung TEACHING FACTORY haruslah terlihat ramah,
mengundang serta representatif. Hal ini dapat dihasilkan dengan memperhatikan:
 Lay out ruangan yang lapang dan ramah, namun aman ke / dari Luar

7-1
Master
Plan
 Penggunaan elemen-elemen interior yang bermutu dan tahan lama.
 Luasan ruang yang mencukupi
 Penggunaan koordinasi warna yang sporty.
 Pembagian ruangan yang sesuai dengan kebutuhan.

e. PENDEKATAN PERENCANAAN RUANG UNTUK KAUM DIFABEL (CACAT TUBUH)

Difable berasal dari bahasa Inggris yaitu “different “ yang artinya berbeda dan “abled” atau “ability”
yang artinya berkemampuan. Jadi difable people dapat diartikan orang yang memiliki kemampuan
berbeda.Secara istilah, difable people adalah setiap orang yang memiliki kelainan fisik dan atau
mental, yang dapat mengganggu atau merupakan hambatan bagi mereka untuk melakukan kegiatan
sebagai layaknya orang normal

Ada beberapa azas dalam aksesibilitas yang harus diperhatikan antara lain (Darmawan, 2009) :
 Kemudahan, yaitu semua orang dapat mencapai semua tempat atau bangunan yang bersifat umum
dalam suatu lingkungan.
 Kegunaan,yaitu setiap orang harus dapat mempergunakan semua tempat atau bengunan yang bersifat
umum dalam suatu lingkungan.
 Keselamatan, yaitu setiap bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan terbangun, harus
memperhatikan keselamatan bagi semua orang.
 Kemandirian, yaitu setiap orang harus dapat mencapai, masuk, dan mempergunakan semua tempat
atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan dengan tanpa membutuhkan bantuan orang
lain.

7-1
Master
Plan

Elemen-Elemen Bangunan Publik yang Aksesibel untuk Difable


 Ukuran dasar ruangan

 Pintu

 Ramp

 Tangga

 Kamar Kecil

 Wastafel

 Perlengkapan dan Peralatan Kontrol

 Rambu

 Jalur untuk Pejalan Kaki

 Area parkir

PERENCANAAN ARSITEKTUR

7.1 LAHAN PERENCANAAN DAN BANGUNAN EKSISTING


Rencana pengembangan RSUD Cimacan merupakan pengembangan fisik di lahan baru
2
(kosong). Lahan tersebut seluas 32.723,47 m berupa sawah, kebun dan semak belukar.

7-1
Master
Plan
Lahan tersebut terletak didepan RSUD Cimacan. Sedangkan bangunan RSUD Cimacan
2.
eksisting seluas 2.500 m

7-1
Master Plan

Gambar 7.1
Lahan dan Bangunan Eksisting (Survai hasil pengukuran)

7-2
Master
Plan

7.2 RENCANA TAPAK


Konsep perencanaan tapak RSUD Cimacan akan meliputi konsep zonasi atau pendaerahan
fungsi tapak, sirkulasi dan aksesibilitas, orientasi dan tata letak massa. Dalam penentuan
konsep perencanaan tapak ini mempertimbangkan beberapa potensi dan kendala yang
dimiliki tapak, regulasi tapak dan kawasan yang telah ditentukan oleh Pemda setempat
serta fungsi dan kegiatan dalam tapak.

1. Zonasi/Pendaerahan
Pengelompokan kegiatan di dalam tapak rumah sakit akan terbagi atas tingkat
kebutuhan aktifitas yang berkaitan dengan privasi masing-masing bangunan dan ruang
terhadap kegiatan di dalam maupun di luar tapak. Pengelompokan kegiatan tersebut
akan dibagi menjadi beberapa area kelompok kegiatan sebagai berikut :
a. Zona Publik
Merupakan area yang mewadahi kegiatan dalam tapak yang mempunyai tingkat
intensitas kegiatan/interaksi dengan pihak luar relatif tinggi. Kelompok kegiatan
publik ini meliputi :
 Instalasi Gawat Darurat;
 Instalasi Rawat Jalan dan medical check-up;
 Fasilitas Umum;
 Diagnostic Center;
 Farmasi/Apotek;
 Administrasi.

b. Zona Privat
Merupakan area yang mewadahi kegiatan intern dalam tapak dengan tingkat
intensitas kegiatan/interkasi yang terbatas terhadap pihak luar. Kelompok kegiatan
ini meliputi :
 Kebidanan dan Anak (Instalasi Maternal – Perinatal);
 Instalasi Bedah Sentral;
 Instalasi Perawatan Intensif;
 Unit Pelayanan Khusus (Jantung, Pembuluh Darah dan lain-lain);
 Instalasi Rawat Inap.

7-3
Master
Plan

c. Zona Servis
Merupakan area yang mewadahi kegiatan pelayanan terhadap area publik
maupun privat. Kelompok kegiatan ini meliputi :
 Instalasi Gizi/Dapur;
 Instalasi Linen/Laundry;
 Instalasi Sarana dan Prasarana Rumah Sakit (IPSRS);
 Workshop/Gudang;
 Insalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL);
 Incinerator;
 Plant house;
 Instalasi Farmasi;
 Mortuary/ Kamar jenazah.

d. Zona Penunjang
 Merupakan area penunjang terhadap kegiatan rumah sakit serta yang dapat
menjembatani interkasi sosial antara kegiatan di dalam tapak dengan
lingkungan di sekitar tapak.
 Masjid;
 Asrama perawat;
 Play ground;
 Lapangan tenis;
 Rumah dinas.

7-4
Gambar 7.2 Zonasi/Pendaerahan

PUBLIC AREA

7- 5
PRIVATE AREA
SEMrPUBL/C
AREA
+

· ..... .:t. 'fT'


s '- - .a- 1 1.
Site Pengukuran
Luas Lahan = 32723.47M2

7- 5
2. Sirkulasi dan Aksesibilitas
Akses menuju tapak RSUD Cimacan dijangkau dari Jalan Raya Cimacan yang
berada di bagian barat tapak. Pintu masuk utama berada pada Jalan Raya Cimacan
yang merupakan jalur arteri primer kota dengan mempertimbangkan beberapa faktor
seperti kemudahan, keamanan dan kenyamanan pencapaian bagi pengguna.

Pintu masuk utama masuk persis di depan RSUD Cimacan eksisting. Hal ini
dimaksudkan untuk lebih memudahkan akses langsung dari jalan raya dan mudah
untuk mengenali karena terlihat jelas dari jalan raya. Selain itu ada side entrance
yang berada disebelah selatan pintu masuk utama agar tidak terjadi kemacetan
diarea RSUD Cimacan eksisting maupun RSUD Cimacan pengembangan.

Akses pintu masuk dalam perancangan akan dibuatkan elemen-elemen pendukung


seperti :
 Pintu masuk transisi dari jalan raya menuju pintu masuk
 Signage/ tanda pengarah dan pos jaga
 Elemen lansekap sebagai orientasi dan pengarah pintu masuk

Sedangkan aksesbilitas untuk kendaraan servis akan dikonsentrasikan di bagian side


entrance melalui jalur keluar kendaraan emergency dengan pengaturan waktu keluar
masuk kendaraan.
Sirkulasi yang direncanakan dalam tapak dibuat suatu pemisahan antara pengguna
kendaraan bermotor (roda dua dan empat) dan sirkulasi untuk pejalan kaki, dimana
pejalan kaki tetap bisa menggunakan koridor/selasar penghubung antara bangunan-
bangunan yang satu dengan yang lainnya.

Untuk pola sirkulasi kendaraan dalam tapak direncanakan dengan pola searah/linier
serta disediakan jalan lingkar (ring road) yang dapat mencapai masing-masing
bangunan yang direncanakan dengan mudah. Seperti yang tertera dalam gambar, pola
sirkulasi tersebut dapat dijelaskan di bawah ini :
a. Pintu masuk utama yang memudahkan pengguna jalan menuju masing- masing
kegiatan/area dalam tapak;

7-6
b. Pintu masuk khusus untuk Ambulans atau pengunjung menuju Instalasi
Gawat Darurat;
c. Aksesibilitas untuk kendaraan servis melalui side entrance;
d. Akses kendaraan ambulans menuju pool kendaraan dan kamar
mayat/Instalasi Pemulasaran Jenasah juga melalui side entrance.

7-7
Gambar 7.3 Sirkulasi dan Pencapaian

·--+ + + +

+ ·--f..

+ ·--+ +

+ ·--+ N + + +

+ ·--+
W*E
s + + +

·-·+ + + +

SIRKULASI & PENCAPAIAN

7-8
·-·+ t + + t + + + +
i i i i
I • I
• i
I
i
I
i
I ! i
I

7-8
Sedangkan pola sirkulasi pejalan kaki akan dipisah menjadi beberap
kelompok yaitu :
a. Sirkulasi Publik
Sirkulasi pejalan kaki yang berada pada bagian depan/pintu masuk yang
diperuntukkan untuk seluruh pengunjung rumah sakit
b. Sirkulasi Internal
Sirkulasi pejalan kaki yang berada dibagian dalam rumah sakit, diperuntukkan
untuk pasien, keluarga pasien, dokter dan perawat. Sirkulasi internal ini
direncanakan dengan membuat selasar tertutup yang akan menghubungkan
masing-masing bangunan.
c. Sirkulasi Servis
Sirkulasi staf rumah sakit dan sirkulasi untuk trolley dalam mengirimkan
makan atau linen menuju area rawat inap atau area pelayanan rumah sakit
lainnya.

3. Tata Letak Massa


Peletakan massa-massa bangunan pada tapak direncakan dengan mengikuti kontur
tanah serta penzoningan sebagai acuan tata letak.

Perletakan masa sesuai kontur tersebut di atas akan membentuk suatu simpul atau titik
orientasi yang berfungsi sebagai pusat orientasi dari massa-massa bangunan yang
direncanakan. Pusat orientasi ini pada tapak akan ditentukan dengan menempatkan
hirarki dari bangunan yang membentuk suatu ruang terbuka/inner court yang berfungsi
juga sebagai ”paru-paru” bangunan dalam tapak untuk mendapatkan sinar matahari
dan matahari udara bersih serta pemandangan yang baik pada bangunan di
sekelilingnya.

a. Sistem Evakuasi Bencana


Pada dasarnya jalur evakuasi bencana direkomendasikan sebagai berikut:
 Sarana evakuasi kebakaran pada umumnya berupa pintu kebakaran, tangga
kebakaran, ruang penyelamatan sementara dan jalur keluar
 Sirkulasi vertikal untuk jalur evakuasi bencana menggunakan tangga darurat
atau ramp.

7-9
 Penggunaan elevator/ lift pada bangunan pada situasi bencana akan berhenti
pada lantai terdekat, dan diarahkan untuk menuju pintu keluar/ tangga
darurat lain.
 Pengaturan jalur evakuasi pada setiap lantai bangunan ke titik-titik tangga
darurat atau pintu darurat yang langsung berhubungan ke luar ruangan.
 Jalur sirkulasi di luar bangunan tidak boleh membingungkan, diatur
dengan menggunakan signage/ rambu-rambu yang mengarahkan pedestrian
ke muster point (tempat berkumpul) yang selanjutnya pedestrian dievakuasi
ke tempat aman lainnya.

7 - 10
Gambar 7.4 Tata Letak Massa

7-
11
7.3 PERENCANAAN BANGUNAN
7.3.1 Bentuk Bangunan Dan Facade
Bentuk bangunan direncanakan menggunakan bentuk-bentuk geometris (persegi panjang)
yang sesuai dengan efisiensi dan efektifitas ruang dalam.

Bangunan direncanakan dengan konsep transformasi bentuk arsitektural eksisting ke dalam


bentuk yang lebih sederhana untuk memberikan kesan formal namun masih memiliki nilai
estetis. Ketebalan/daging bangunan direncakan tidak lebih dari 15 meter untuk
memungkinkan pencahayaan dan pertukaran udara di dalam bangunan dapat
dimaksimalkan.

Perencanaan facade atau kulit bangunan diusulkan dengan konsep penggabungan


bentuk kontekstual modern.

7 - 12
Gambar 7.5 Tampilan Fisik

7- 13
7- 14
7- 15
7- 16
7- 17
Master
Plan

7.3.2 Program Ruang


Ruang-ruang yang dibutuhkan dan diimplementasikan dalam Program Ruang
RSUD Cimacan disusun berdasarkan masukan dan diskusi dari setiap instalasi
dan SMF yang lebih memahami kebutuhan ruang di masing- masing unit
kegiatannya. Selain itu juga disusun berdasarkan analisis program fungsi untuk
mengoptimalkan pelayanan. Program Ruang di setiap instalasi dan SMF dapat dilihat
pada Tabel 7.1.

7 - 18
Master
Plan
Tabel 7.1
Program Ruang Rencana Pengembangan RSUD Cimacan
LUASAN
NAMA GEDUNG LANTAI (M²)
A1 GF : EMERGENCY CENTER
LV1 : INTERMEDIATE CARE 1.308.00
LV2 : ADMINISTRASI
A2 GF : DIAGNOSTIC UNIT/LAB RO
LV1 : HIGH CARE UNIT 1.155,53
LV2 : ONE DAY SURGERY (2 OK)
B LG : MEDICAL RECORD
MEDICAL CHECK UP
REHABILITASI MEDIK
JEMBATAN PENGHUBUNG
GF : INSTALASI RAWAT JALAN 5.055,00
ADMISSION OFFICE
FASILITAS UMUM
LV 1 : INSTALASI RAWT JALAN
R. KOMITE MEDIK/R. SMF
C LG1 : LOADING AREA
LG : MAIN LOBBY/RUANG TUNGGU
JEMBATAN PENGHUBUNG
GF : MAIN LOBBY/RUANG TUNGGU 922,40
JEMBATAN PENGHUBUNG
LV1 : MAIN LOBBY/RUANG TUNGGU
C1 LG1 : WORKSHOP/IPSRS

7 - 19
Master
Plan

7 - 20
Master
Plan
LUASAN
NAMA GEDUNG LANTAI (M²)
LG : RADIOLOGI
GF : LABORATORIUM 2.332,8
LV1 : INSTALASI BEDAH SENTRAL
C2 LG2 : LAUNDRY
LG1: INSTALASI GIZI & GENERAL STORAGE
LG : FARMASI 3.645,00
GF : CSSD
LV1 : ICU/ICCU/PICU
CD LG2 : SUNGAI
LG1 : RAMP & SERVICE HALL
LG : RAMP & IDEM
GF : RAMP & JEMBATAN 2.800,00
LV1 : RAMP & JEMBATAN
LV2 : PLENUM/MEP
LV3 : HELIPAD
D LG1 : MAIN LOBBY & RUANG TUNGGU
LG : MAIN LOBBY & RUANG TUNGGU
GF : MAIN LOBBY & RUANG TUNGGU 921,60
LV1 : MAIN LOBBY & RUANG TUNGGU
D1 LG : IRNA KELAS 3
GF : IRNA KELAS 3 1.312,20
LV1 : IRNA KELAS 3
D2 LG2 : IRNA KELAS 2
LG1 : IRNA KELAS 2
LG : IRNA KELAS 2 3.645,00
GF : IRNA KELAS 1
LV1 : IRNA VIP/VVIP
E LG1 : MORTUARY 516,00
F LG2 : MASJID 324,00
G LG2 : RUANG ENTERTAINMENT/OR
RUANG JAGA ASRAMA 3.280,00
LG1 : R. ADMINISTRASI

7 - 21
LUASAN
NAMA GEDUNG LANTAI (M²)
R. BERSAMA
GF : AULA
G1 LG1 : ASRAMA WANITA 774,00
GF : GUEST HOUSE
G2 LG1 : ASRAMA PRIA 774,00
GF : R. PENDIDIKAN
H LAPANGAN TENIS 1.485,00
H1 R GANTI 144,00
I PLAYGROUND/TAMAN TERTATA 703,84
J PERUMAHAN DINAS 4 KAVLING/4 UNIT 96,00
SELASAR SELASAR 1 159,57
SELASAR 2 16,40
SELASAR 3 20,23
SELASAR 4 203,08
SELASAR 5 83,31
SELASAR 6 110,06
JALAN PARKIR 5.427,60

Dari program ruang tersebut di atas, luas perencanaan bangunan dapat


disimpulkan sebagai berikut :
2
 Luas Tapak = 32.723;47m
 Luas Bangunan :
2
 Bangunan Baru = 29.568,65 m
2
 Luas Lantai Dasar = 10.369m
 Koefisien Dasar Bangunan
Luas Lantai Dasar
KDB = x 100%
Luas Tapak

= 31,6 %
 Koefisien Lantai Bangunan
Luas Lantai Terbangun
KLB =
Luas Tapak
= 0,9

 Kebutuhan Parkir Kendaraan


2
Standar : satu parkir mobil/ 100 m bangunan
o Jumlah parkir = 245 Mobil

o Kebutuhan luas parkir bangunan dan jalan :


2
1 mobil = 25 m
2
luas parkir = 295 x 25 m
2
= 7.392 m

Tabel 7.2
Komparasi Perencanaan dan Peraturan
NO ITEM PERATURAN PERENCANAAN REKOMENDASI
1. KDB 40 % 31%.
(Koefisien Dasar
Bangunan)
2. Luas Lantai Dasar
2
10.369 m

3. KLB
(Koefisien Lantai 0,9
Bangunan)
4. Luas Lantai
Terbangun GFA 2
29.568,65 m
(KLB 0,6)
5. Ketinggian 12 m 12 m .
Bangunan

7.3.3 Perencanaan Bahan/ Material Bangunan


Rencana penggunaan bahan/ material bangunan dapat dilihat dalam 3 kategori
tabel di bawah ini.

Tabel 7.3
Rencana Penggunaan Bahan
1. Interior
Ruang Lantai Dinding Plafond
 R. Operasi  Vinyl Sheet  Dinding  Gypsum Board/
Anti Static & Celcon/Calcium Calcium Silicate
Chemical Silicate Board Board
Ruang Lantai Dinding Plafond
Resistant  Cat antistatik & Anti  Cat antistatik & Anti
Kimia Kimia
 Laboratorium  Vinyl Sheet  Dinding Celcon/  Gypsum Board/
 Ruang Gawat Anti Static & Bata/Calcium Silicate Calcium Silicate
Darurat Chemical Board Board
 ICU Resistant  Cat Anti Kimia  Cat antistatik & Anti
 Kebidanan & anak  Keramik Kimia
 R.Rawat Inap  Keramik  Dinding Celcon/  Gypsum Board
 Hospital plint Bata/Calcium Silicate  Cat Emulsi
 R. Pemulihan Board
 Cat dinding Emulsi
 Keramik
 Radiologi  Vinyl Sheet  Dinding Celcon/  Gypsum Board/
High-impact Bata/Calcium Silicate Calcium Silicate
resistant Board Board
 Insulasi Pb  Cat Chemical
 Cat Chemical Resistent
Resistent
 CSSD & Gudang  Vinyl Sheet  Dinding Celcon/  Gypsum Board/
Alat Steril High-impact Bata/Calcium Silicate Calcium Silicate
resistant Board Board
 Cat Epoxy enamel  Cat Epoxy enamel
 Koridor Peralatan  Keramik/Homoge  Dinding Celcon/  Gypsum Board/
neous Tile Bata/Calcium Silicate  Cat Emulsi
 Hospital plint  Bumper Guard
 Rail Guard
 Keramik
 Cat anti debu
(dustproof)
 Ruang Publik &  Keramik/Homoge  Dinding Celcon/ Bata  Gypsum Board/
Hall neous Tile  Cat Emulsi  Cat emulsi
 Plywood Clodding  Acoustic Tile
 Stone Clodding

2. Eksterior
Bangunan : Perkerasan/Hardscape
 Dingding Bata/Celcon block  Retaining wall Batu Alam
 Cat Weather Shield  Pedestrian :
 Stone Clodding (Batu Alam)  Rabat Beton
 Kaca :  Koral Sikat
 Clear Float Glass  Batu Alam
 Patterned Glass  Perkerasan Jalan :
 Sand Blasted Glass  Aspal
 Tempered Glass  Paving Block
 Kusen Alumunium/PVC Power Coating  Kanstin
 Atap Genteng metal/Struktur baja ringan  nstin

7.3.4 Modul Struktur


Penentuan modul struktur yang akan digunakan didasari atas : Kesesuaian
terhadap modul ruangan utama rumah sakit (Rawat Inap)
USULAN
PERENCANAAN DED PEMBANGUNAN GEDUNG RAWAT INAP RSUD CIMACAN
TEKNIS

Gambar 7.6
Modul Struktur

RAWAT INAP 6M

TOILET

2M 4M

Kesesuaian terhadap modul dasar bahan bangunan 300 x 300 mm,


600 x 600 mm, 1200 x 2400 mm dan seterusnya.
Maka modul struktur yang akan digunakan adalah modul dasar 6 m
dengan beberapa pengembangan konfigurasi sebagai berikut:

6m

6m

3m
9m
6m

6m

Anda mungkin juga menyukai