Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit adalah tempat dimana orang-orang sakit akan mendapatkan
perawatan kesehatan. Rumah sakit artinya orang-orang yang butuh perawatan
kesehatan menginap dan tinggal di rumah sakit untuk beberapa waktu.
Sehubungan dengan fungsi rumah sakit yang mana mengobati orang-orang yang
sakit, maka sudah barang tentu desain rumah sakit sangat berbeda dengan desain
rumah ataupun desain kantor. Desain rumah bisa dimodifikasi atau dibuat
sedemikian rupa. Desain kantor dibuat seideal mungkin agar kesan tempat bekerja
tampak dengan jelas. Desain rumah sakit berbeda jauh dengan desain bangunan
lain. Seperti diketahui bahwa orang sakit membutuhkan tempat yang nyaman dan
tenang, maka desain rumah sakit harus menonjolkan sisi ketenangan bagi pasien.
Pada desain rumah sakit harus dipastikan semua ruangan memiliki sirkulasi udara
yang baik. Harus memperhatikan faktor kebisingan, bagaimana caranya membuat
bangunan rumah sakit bisa menangkal kebisingan yang ada di luar kamar pasien.
Prinsip dasar bangunan fisik pelayanan kesehatan pada umumnya harus
mengutamakan pada fungsi dan fungsi tersebut harus mengutamakan keselamatan
pasien (patient safety first), lebih efisien dan fleksibel agar terwujud kepuasan
pelanggan internal danexternal.
Desain rumah sakit juga harus memperhatikan letak kamar jenazah dan
memastikan semua ruangan yang dibuat memiliki sifat bebas akses dan leluasa
untuk dijamah. Dalam arti, ruangan yang ada di rumah sakit diusahakan sebisa
mungkin nyaman untuk para pasien dan para pekerja rumah sakit diantaranya para
dokter, perawat dan yang lainnya.
Design interior harus mencakup spesifikasi material dan rekomendasi
bagaimana konstruksi dan arsitektur harus dirancang secara ideal, diantaranya
jenis lantai, plafon, dinding, furniture, penggunaan finishing pabrikan, penutup
jendela, jenis pintu, dan accessories arsitek lain yang diperlukan sesuai dengan
standarisasi fungsi rumah sakit utamanya yang berkaitan langsung dengan “patient
safety”. Pendokumentasiannya harus detail dan digambarakan secara jelas dalam
bentuk RKS.
Memang tidak mudah untuk memenuhi standar desain rumah sakit, karena
dalam hal ini dibutuhkan biaya yang cukup besar untuk membuat semua ruangan
yang dibutuhkan oleh rumah sakit, tapi paling tidak ada keinginan yang baik dari
pengelola rumah sakit untuk membuat desain rumah sakit yang nyaman bagi siapa
saja yang berada di rumah sakit.

B. Tujuan
1. Menciptakan tempat kerja yang aman dan sehat agar karyawan rumah sakit yang
bekerja dapat produktif
2. Menyediakan sarana kesehatan dengan mutu yang baik dan dapat dijangkau oleh
masyarakat di sekitarnya.

Pedoman K3 Konstruksi RSUD Sungai Dareh 1


BAB II
PERSYARATAN UMUM BANGUNAN RUMAH SAKIT

A. Lokasi Rumah Sakit


1. Pemilihan Lokasi
a. Aksesibilitas untuk jalur transportasi dan komunikasi
Lokasi harus mudah dijangkau oleh masyarakat atau dekat ke jalan raya dan
tersedia infrastuktur dan fasilitas dengan mudah, misalnya tersedia
pedestrian, aksesibel untuk penyandang cacat.
b. Kontur tanah
Kontur tanah mempunyai pengaruh yang penting pada perencanaan struktur,
dan harus dipilih sebelum perencanaan awal dapat dimulai. Selain itu kontur
tanah juga berpengaruh terhadap perencanaan sistem drainase, kondisi jalan
terhadap tapak bangunan dan lain-lain.
c. Fasilitas parkir
Perancangan dan perencanaan tempat parkir di rumah sakit sangat penting,
karena prasarana parkir dan jalan masuk kendaraan akan menyita banyak
lahan. Tempat parkir harus dilengkapi dengan rambu parkir.
d. Tersedianya utilitas publik
Rumah sakit membutuhkan air bersih, pembuangan air kotor/limbah, listrik
dan jalur telepon. Pengembangan harus membuat utilitas tersebut selalu
tersedia.
e. Pengelolaan kesehatan lingkungan
Setiap rumah sakit harus dilengkapi dengan persyaratan pengendalian dampak
lingkungan antara lain :
1. Studi kelayakan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan yang
dihasilkan rumah sakit terhadap lingkungan sekitar, hendaknya dibuat
dalam bentuk implementasi Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya
Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) yang selanjutnya dilaporkan setiap 6
bulan sekali.
2. Fasilitas untuk mengolah limbah padat infeksius dan non infeksius (sampah
domestik)
3. Fasilitas pengolahan limbah cair (Instalasi Pengolahan LimbahCair/IPAL).
4. Fasilitas pengolahan air bersih yang menjamin keamanan konsumsi air
bersih rumah sakit.
f. Bebas dari kebisingan, asap, uap dan gangguan lain
1. Pasien dan petugas membutuhkan udara bersih dan lingkungan yang
tenang.
2. Pemilihan lokasi sebaiknya bebas dari kebisingan yang tidak
semestinya dan polusi atmosfer yang datang dari berbagai sumber.
g. Master plan dan pengembangannya
Setiap rumah sakit harus menyusun master plan pengembangan kedepan. Hal
ini sebaiknya dipertimbangkan apabila ada rencana pembangunan bangunan
baru. Review master plan dilaksanakan setiap 5 tahun sekali.

Pedoman K3 Konstruksi RSUD Sungai Dareh 2


2. Masa bangunan
a. Intensitas antar bangunan gedung di rumah sakit harus memperhitungkan
jarak antara massa bangunan dalam rumah sakit dengan mempertimbangkan
hal-hal berikut ini :
1. Keselamatan terhadap bahaya kebakaran
2. Kesehatan termasuk sirkulasi udara dan pencahayaan
3. Kenyamanan
4. Keselarasan dan keseimbangan dengan lingkungan
b. Perencanaan rumah sakit harus mengikuti rencana tata bangunan dan
lingkungan, yaitu :
1. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Ketentuan besarnya KDB mengikuti peraturan daerah setempat. Misalkan
ketentuan KDB suatu daerah adalah maksimum 60 % maka area yang dapat
didirikan bangunan maksimum 60% dari luas total area/tanah.
2. Koefisien Lantai Bangunan(KLB)
Ketentuan besarnya KLB mengikuti peraturan daerah setempat. KLB
menentukan luas total lantai bangunan yang boleh dibangun.
3. Koefisien Daerah Hijau (KDH)
Perbandingan antara luas area hijau dengan luas persil bangunan gedung
negara, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan daerah setempat
tentang bangunan gedung, harus diperhitungkan dengan
mempertimbangkan daerah resapan air dan ruang terbuka hijau.
4. Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan Garis Sempadan Pagar (GSP).
Ketentuan besarkan GSB dan GSP harus mengikuti ketentuan yang diatur
dalam RTBL atau peraturan daerah setempat.
c. Mengikuti persyaratan peraturan daerah setempat (tatakota)
d. Pengembangan rumah sakit pola vertikal dan horisontal
Penentuan pola pembangunan rumah sakit disesuaikan dengan kebuthan
pelayanan kesehatan yang akan diberikan kepada masyarakat, kebudayaan
daerah, kondisi alam, lahan yang tersedia dan kondisi keuangan manajemen
rumah sakit.

3. Zonasi
Pengkategorian pembagian area atau zonasi rumah sakit adalah zonasi
berdasarkan privasi dan zonasi berdasarkan pelayanan.
a. Zonasi berdasarkan tingkat resiko terjadinya penularan penyakit terdiri dari :
1. Area dengan risiko rendah, yaitu ruang kesekretariatan dan administrasi,
ruang komputer, ruang pertemuan, ruang arsip/rekam medis
2. Area dengan risiko sedang, yaitu ruang rawat inap non penyakit menular,
rawat jalan.
3. Area dengan risiko tinggi, yaitu ruang rawat inap ICU/ICCU, laboratorium,
pemulasaran jenazah dan ruangan bedah mayat, ruang radiodiagnostik.
4. Area dengan risiko sangat tinggi, yaitu ruang bedah, IGD, ruang bersalin,
ruang patologi
b. Zonasi berdasarkan privasi kegiatan terdiri dari :
1. Area publik, yaitu area yang mempunyai akses langsung dengan lingkungan
luar rumah sakit, misalkan poliklinik, IGD, apotek.
2. Area semi publik, yaitu area yang menerima tidak berhubungan langusng
dengan lingkungan luar rumah sakit, umumnya merupakan area yang

Pedoman K3 Konstruksi RSUD Sungai Dareh 3


menerima beban kerja dari area publik, misalnya laboratorium, radiologi,
rehabilitasi medik.
3. Area privat, yaitu area yang dibatasi bagi pengunjung rumah sakit,
umumnya area tertutup, misalnya seperti ICU/ICCU, instalasi bedah,
instalasi kebidanan dan penyakit kandungan, ruang rawat inap.
c. Zonasi berdasarkan pelayanan terdiri dari :
1. Zona pelayanan medik dan perawatan yang terdiri dari Instalasi Rawat
Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Perawatan
Intensif, Instalasi Bedah, Instalasi Rehabilitasi Medik, Instalasi Kebidanan
dan Penyakit Kandungan, Unit Hemodialisa, Instalasi Radioterapi, Instalasi
Kedokteran Nuklir,Unit Transfusi Darah.
2. Zona penunjang dan operasional yang terdiri dari instalasi farmasi, instalasi
radiodiagnostik, laboratorium, instalasi diagnostik terpadu, instalasi
sterilisasi pusat, dapur utama, laundry, pemulasaran jenazah dan forensik,
instalasi sanitasi,instalasi pemeliharaansarana.
3. Zona penunjang umum dan administasi yang terdiri dari bagian
kesekretariatan dan akuntasi, bagian rekam medik, bagian logistik/gudang,
bagian perencanaan dan pengembangan, sistem pengawasan internal,
bagian pendidikan dan penelitian, bagian sumber daya manusia, bagian
pengadaan, bagian informasi dan teknologi.

B. Perencanaan Bangunan Rumah Sakit


1. Prinsip umum
a. Perlindungan terhadap pasien merupakan hal yang harus diprioritaskan.
Terlalu banyak lalu lintas akan mengganggu pasien, mengurangi efisiensi
pelayanan pasien dan meninggikan risiko infeksi, khususnya untuk pasien
bedah dimana kondisi bersih sangat penting. Jaminan perlindungan terhadap
infeksi merupakan persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam kegiatan
pelayanan terhadap pasien.
b. Merencanakan sependek mungkin jalur lalu lintas. Kondisi ini membantu
menjaga kebersihan dan mengamankan langkah setiap orang, perawat, pasien
dan petugas rumah sakit lainnya.
c. Pemisahan aktivitas yang berbeda, pemisahan antara pekerjaan berdih dan
pekerjaan kotor, aktivitas tenang dan bising, perbedaan tipe layanan pasien,
dan tipe berbeda dari lalu lintas di dalam dan di luar bangunan.
d. Mengontrol aktifitas petugas terhadap pasien serta aktivitas pengunjung
rumah sakit yang datang, agar aktifitas pasien dan petugas tidak terganggu.
Tata letak pos perawatan harus mempertimbangkan kemudahan bagi perawat
untuk memonitor dan membantu pasien yang sedang berlatih di koridor pasien
dan aktivitas pengunjung saat masuk dan keluar unit. Bayi harus dilindungi
dari kemungkinan pencurian dan dari kuman penyakit yang dibawa
pengunjung dan petugas rumah sakit. Pasien di ruang ICU dan ruang bedah
harus dijaga terhadap infeksi.
2. Prinsip khusus
a. Pencahayaan dan penghawaan yang nyaman untuk semua bagian bangunan
merupakan faktor yang penting. Ini khususnya untuk rumah sakit yang tidak
menggunakan AC.
b. Rumah sakit minimal mempunyai 3 akses/pintu masuk/gerbang masuk,
terdiri dari pintu masuk utama, pintu masuk ke unit gawat darurat dan pintu

Pedoman K3 Konstruksi RSUD Sungai Dareh 4


masuk ke area layanan servis.
c. Pintu masuk servis sebaiknya berdekatan dengan dapur dan tempat
penyimpanan persediaan (gudang) dan apabila memungkinkan berdekatan
dengan life service. Sampah padat dan sampah lainnya dibuang dari tempat ini,
juga benda-benda yang tidak terpakai. Akses kamar mayat sebaiknya
diproteksi terhadap pandangan pasien dan pengunjung untuk alasan
psikologis.
d. Pintu masuk dan lobi disarankan dibuat cukup menarik sehingga pasien dan
pengantar pasien mudah mengenali pintu masuk utama.
e. Jendela sebaiknya dilengkapi dengan kawat kasa untuk mencegah serangga
lainnya yang berada di sekitar rumah sakit, dan dilengkapi pengaman.
f. Alur lalu lintas pasien dan petugas rumah sakit harus direncanakan seefisien
mungkin.
g. Koridor publik dipisah dengan koridor untuk pasien dan petugas medik,
dimaksudkan untuk mengurangi waktu kemacetan. Bahan-bahan, material
dan pembuangan sampah sebaiknya tidak memotong pergerakan orang.
Rumah sakit perlu dirancang agar petugas, pasien dan pengunjung mudah
orientasinya jika berada di dalam bangunan.
h. Lebar koridor 2,40 m dengan tinggi langit-langit minimal 2,40 m. koridor
sebaiknya lurus. Apabila ramp digunakan, kemiringannya sebaiknya tidak
melebihi 1: 10 (membuat sudut maksimal 70)
i. Alur pasien rawat jalan yang ingin ke laboratorium, radiologi farmasi, terapi
khusus dan kepelayanan medis lain, tidak melalui daerah pasien rawat inap.
j. Alur pasien rawat inap jika ingin ke laboratorium, radiologi dan bagian lain
harus mengikuti prosedur yang telah ditentukan
k. Site plan atau tata letak instalasi-instalasi berdasarkan zoning dan peruntukan
bangunan yang telah direncanakan.

Pedoman K3 Konstruksi RSUD Sungai Dareh 5


BAB III
PERSYARATAN TEKNIS SARANA RUMAH SAKIT

A. Atap
1. Atap harus kuat, tidak bocor, tahan lama dan tidak menjadi tempat perindukan
tikus, serangga dan binatang pengganggu lainnya.
2. Apabila menggunakan penutup atap dari bahan beton harus dilapisi dengan
lapisan tahan air. Dan apabila menggunakan genteng keramik, genteng beton
atau genteng tanah liat, pemasangannya harus dengan sudut kemiringan sesuai
ketentuan yang berlaku.
3. Rangka atap harus kuat memikul beban berat.
4. Apabila rangka atap terbuat dari bahan kayu, maka harus dilapisi dengan cat anti
rayap. Dan apabila rangka atap terbuat dari bahan metal harus dari metal yang
tidak mudah berkarat, atau dicat dengan cat dasar anti karat.

B. Langit-langit
1. Langit-langit harus kuat, berwarna terang dan mudah dibersihkan.
2. Tinggi langit-langit di ruangan minimal 2,80 m dan tinggi di selasar (koridor)
minimal 2,40m
3. Bahan langit-langit antara lain gypsum, acoustic tile, GRC (Grid Reinforce
Concrete), bahan logam/metal.

C. Dinding dan Partisi


1. Dinding harus keras, rata tidak berpori, tisak menyebabkan silau, tahan api,
kedap air, tahan karat, tidak punya sambungan (utuh) dan mudah dibersihkan
2. Lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori-pori)
sehingga dinding tidak dapat menyimpan debu.
3. Khusus pada ruangan-ruangan yang berkaitan dengan aktivitas anak-anak,
pelapis dinding dengan warna warni dapat diterapkan untuk merangsang
aktivitas anak.
4. Pada daerah tertentu, dindingnya harus dilengkapi pegangan tangan (handrail)
yang menerus dengan ketinggian berkisar 80-100 cm dari permukaan lantai.
Pegangan harus mampu menahan beban orang dengan berat minimal 75 kg yang
berpegangan dengan satu tangan pada pegangan tangan yang ada. Bahan
pegangan tangan harus terbuat dari bahan yang tahan api, mudah dibersihkan
dan memiliki lapisan permukaan yang bersifat non-porosif (tidak mengandung
pori-pori)
5. Khusus untuk daerah yang sering berkaitan dengan bahan kimia, daerah yang
mudah terpicu api, maka dinding harus dari bahan yang tahan api, cairan kimia
dan benturan.
6. Pada ruangan yang menggunakan peralatan yang menggunakan gelombang
elektromagnit (EM), seperti Short Wave Diathermy atau Micro Wave Dianthermy,
penggunaan penutup dinding yang mengandung unsur metal atau baja sedapat
mungkin dihindarkan.

Pedoman K3 Konstruksi RSUD Sungai Dareh 6


D. Lantai
1. Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin,
warna terang dan mudah dibersihkan.
2. Pada daerah dengan kemiringan kurang dari 70,penutup lantai harus dari
lapisan
3. Permukaan yang tidak licin (walaupun dalam kondisi basah)
4. Pada ruangan yang menggunakan peralatan khusus seperti ruang bedah maka
lantai harus cukup konduktif, sehingga mudah untuk menghilangkan muatan
listrik statik dari peralatan dan petugas, tetapi bukan sedemikian konduktifnya
sehingga membahayakanpetugas dari sengatanlistrik.

E. Struktur Bangunan
1. Persyaratan pembebanan bangunan rumah sakit
Setiap bangunan rumah sakit, strukturnya harus direncanakan agar kuat, kokoh
dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan
kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan
mempertimbangkan fungsi bangunan rumah sakit, lokasi, keawetan dan
kemungkinan pelaksanaan kontruksinya. Kemampuan memikul beban
diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh aksi sebagai akibat dari
beban-beban yang mungkin bekerja selama umur layanan struktur, baik beban
muatan tetap maupun beban muatan sementara yang timbul akibat gempa,
angin, pengaruh korosi, jamur dan serangga perusak.
Struktur bangunan rumah sakit harus direncanakan secara detail sehingga pada
kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjadi keruntuhan,
kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna bangunan rumah
sakit menyelamatkan diri. Untuk menentukan tingkat keandalan struktur
bangunan, harus dilakukan pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala
sesuai dengan pedoman atau standar yang berlaku.
2. Struktur atas
Kontruksi atas bangunan rumah sakit dapat terbuat dari kontruksi beton,
kontruksi baja, kontruksi kayu atau kontruksi dengan bahan dan teknologi
khusus.
3. Struktur bawah
Struktur bawah bangunan rumah sakit dapat berupa pondasi langsung atau
pondasi dalam, disesuaikan dengan kondisi tanah di lokasi didirikannya rumah
sakit. Persyaratan teknisnya sebagai berikut :
a. Pondasi langsung
1. Kedalaman pondasi langsung harus direncanakan sedemikian rupa
sehingga dasarnya terletak di atas lapisan tanah yan gmantap dengan daya
dukung tanah yang cukup kuat dan selama berfungsinya bangunan tidak
mengalami penurunan yang melampaui batas.
2. Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori
mekanika tanah yang baku dan lazim dalam praktek, berdasarkan
parameter tanah yang ditemukan dari penyelidikan tanah dengan
memperhatikan nilai tipikal dan korelasi tipikal dengan parameter tanah
yang lain.

Pedoman K3 Konstruksi RSUD Sungai Dareh 7


3. Pondasi langsung dapat dibuat dari pasangan batu atau kontruksi beton
bertulang.
b. Pondasi dalam
1. Dalam hal penggunaan tiang pancang beton bertulang harus mengacu
pedoman teknis dan standar yang berlaku.
2. Pondasi dalam pada umumnya digunakan dalam hal lapisan tanah dengan
daya dukung yang cukup terletak jauh di bawah permukaan tanah, sehingga
penggunaan pondasi langsung dapat menyebabkan penurunan yang
berlebihan atau ketidakstabilan kontruksi.
3. Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori
mekanika tanah yang baku dan lazim dalam praktek, berdasarkan
parameter tanah yang ditemukan dari penyidikan tanah dengan
memperhatikan nilai tipikal dan korelasi tipikal dengan parameter tanah
yang lain.
4. Umumnya daya dukung rencana pondasi dalam harus diverifikasi dengan
percobaan pembebanan, kecuali jika jumlah pondasi dalam direncanakan
dengan faktor keamanan yang jauh lebih besar dari faktor keamanan yang
lazim.
5. Percobaan pembebanan pada pondasi dalam harus dilakukan dengan
berdasarkan tata cara yang lazim dan hasilnya harus dievaluasi oleh
perencana ahli yang memiliki sertifikasi sesuai.
6. Jumlah percobaan pembebanan pada pondasi dalam adalah 1 % dari
jumlah titik pondasi yangakan dilaksanakan dengan penentuan titik secara
random, kecuali ditentukan lain oleh perencana ahli serta disetujui oleh
instansi yang bersangkutan.
c. Keselamatan struktur
1. Untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan, harus dilakukan
pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala sesuai dengan ketentuan
dalam pedoman
2. Perbaikan atau perkuatan struktur bangunan harus segera dilakukan
sesuai rekomendasi hasil pemeriksaan keandalan bangunan rumah sakit,
sehingga rumah sakit selalu memenuhi persyaratan keselamatan struktur.
3. Pemeriksaan keandalan bangunan rumah sakit dilaksanakan secara berkala
sesuai klasifikasi bangunan dan harus dilakukan atau didampingi ileh ahli
yang memiliki sertifikasi sesuai.
d. Keruntuhan struktur
Untuk mencegah terjadinya keruntuhan struktur yang tidak diharapkan,
pemeriksaan keandalan bangunan harus dilakukan secara berkala sesuai
dengan pedoman/petunjuk teknis yangberlaku.
e. Persyaratan bahan
1. Bahan struktur yang digunakan harus sudah memenuhi syarat keamanan,
termasuk keselamatan terhadap lingkungan dan pengguna bangunan.
2. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum mempunyai SNI,
dapat digunakan standar baku dan pedoman teknis yang diberlakukan oleh
instansi yang berwenang.
3. Bahan yang dibuat atau dicampurkan di lapangan harus diproses sesuai
dengan standar tata cara yang baku untuk keperluan yang dimaksud.

Pedoman K3 Konstruksi RSUD Sungai Dareh 8


Bahan bangunan prefabrikasi harus dirancang sehingga memiliki sistem
hubungan yang baik dan mampu mengembangkan kekuatan bahan-bahan
yang dihubungkan, serta mampu bertahan terhadap gaya angkat pada saat
pemasangan/pelaksanaan.

F. Pintu
1. Pintu adalah bagian dari suatu tapak, bangunan atau ruangan yang merupakan
tempat untuk masuk dan ke luar dan pada umumnya dilengkapi dengan penutup
(daunpintu).
2. Pintu ke luar/masuk utama memiliki lebar bukaan minimal 120 cm atau dapat
dilalui brankar pasien, dan pintu-pintu yang tidak menjadi akses pasien tirah
baring memiliki lebar bukaan minimal 90cm.
3. Di daerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari adanya ramp atau
perbedaan ketinggian lantai
4. Setiap rumah sakit yang bertingkat lebih dari 3 lantai harus dilengkapi dengan
pintu darurat. Lebar pintu darurat minimal 100 cm membuka kearah ruang
tangga penyelamatan (darurat) kecuali pada lantai dasar membuka ke arah luar
(halaman). Jarak antara pintu darurat dalam saru blok bangunan gedung
maksimal 25 m dari segala arah.

G. Toilet (Kamar Kecil)


Persyaratan :
1. Toilet umum :
a. Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk
masuk dan keluar oleh pengguna.
b. Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna (36-
38cm)
c. Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin. Lantai tidak boleh
menggenakan air buangan.
d. Pintu harus mudah dibuka dan ditutup
e. Kunci-kunci toilet atau grandel dipilih sedemikian sehingga bisa dibuka dari
luar jika terjadi kondisi darurat.
2. Toilet untuk aksesibilitas
a. Toilet atau kamar kecil umum yang aksesibel harus dilengkapi dengan tampilan
rambu/simbol “penyandang cacat” pada bagian luarnya.
b. Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk
masuk dan keluar kursi roda.
c. Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna
kursi roda (sekitar 45-50cm)
d. Kamar kecil umum harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) yang
memiliki posisi dan ketinggian disesuaikan dengan pengguna kursi roda dan
penyandang cacat yang lain. Pegangan disarankan memiliki bentuk siku-siku
mengarah keatas untuk membantu pergerakan pengguna kursi roda.
e. Letak tissu, kran air dan perlengkapan lainnya harus dipasang sedemikian
hingga mudah digunakan oleh orang yang memiliki keterbatasan fisik dan bisa
dijangkau pengguna kursi roda.
f. Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa dibuka dari

Pedoman K3 Konstruksi RSUD Sungai Dareh 9


luar jika terjadi kondisi darurat
g. Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti pada daerah pintu masuk,
dianjurkan untuk menyediakan tombol bunyi darurat (emergency sound button)
bila sewaktu-waktu terjadi sesuatu yang tidak diharapkan

Pedoman K3 Konstruksi RSUD Sungai Dareh 10


BAB IV
STANDAR SARANA DAN PRASANA

A. Transportasi Vertikal Rumah Sakit


Setiap bangunan rumah sakit yang bertingkat harus menyediakan sarana hubungan
vertikal antara lantai yang memadahi untuk terselenggaranya fungsi bangunan
rumah sakit tersebut berupa tersedianya tangga, ram, lift, tangga berjalan/eskalator
dan atau lantai berjalan/travelator.
1. Ramp
Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu,
sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga. Fungsi dapat
digantikan dengan lift (fire lift).
Berikut adalahpersyaratan dari ramp, antara lain ;
a. Kemiringan suatu ramp di dalam bangunan tidak boleh melebihi 7 0,
perhitungan kemiringan tersebut tidak termasuk awalan dan akhiran ramp
(curb ramps/landing).
b. Panjang mendatar dari suatu ramp (dengan kemiringan 70) tidak boleh lebih
dari 900 cm. panjang ramp dengan kemiringan yang lebih rendah dapat lebih
panjang.
c. Lebar minimum dari ramp adalah120 cm dengan tepi pengaman.
d. Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran dari suatu ramp harus bebas
dan datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk memutar kursi
roda dan stretcher,denganukuranminimum 160cm.
e. Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ramp harus melebihi tekstur
sehinggatidak licinbaik diwaktuhujan.
f. Lebar tepi pengaman ramp (low curb) 10 cm, dirancang untuk menghalangi
roda dari kursi roda atau strecher agar tidak terperosok atau keluar dari lakur
ramp.
g. Ramp harus diterangi dengan pencahayaan yang cukup sehingga membantu
penggunaan ramp saat malam hari. Pencahayaan disediakan pada bagian ramp
yang memiliki ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya dan bagian-bagian
yang membahayakan.
h. Ramp harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang dijamin
kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai.

2. Tangga
Tangga merupakan fasilitas bagi pergerakan vertikal yang dirancang dengan
mempertimbangkan ukuran dan kemiringan pijakan dan tanjakan dengan lebar
yang memadahi.
Berikut ini adalah persyaratan dari tangga, antara lain :
a. Harus memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran seragam. Tinggi
masing-masing pijakan/tanjakan adalah 15-17 cm.
b. Harus memiliki kemiringan tangga kurang dari 600
c. Lebar tangga minimal 120 cm untuk membawa usungan dalam keadaan
darurat, untuk mengevakuasi pasien dalam kasus terjadinya kebakaran atau
ancaman bom.
d. Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan pengguna

Pedoman K3 Konstruksi RSUD Sungai Dareh 11


tangga.
e. Harus dilengkapi dengan pegangan rampat (handrail)
f. Pegangan rampat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65-80 cm dari
lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu dan bagian ujungnya
harus bulat atau dibelokkan dengan baik kearah lantai, dinding atau tiang.
g. Untuk tangga yang terletak di luar bangunan, harus dirancang sehingga tidak
ada air hujan yang menggenang pada lantainya.

3. Lift (elevator)
Lift merupakan fasilitas lalu lintas vertikal baik bagi petugas rumah sakit maupun
untuk pasien. Oleh karena itu harus direncanakan dapat menampung tempat
tidur pasien.
Berikut adalah persyaratan dari lift, antara lain :
a. Ukuran lift rumah sakit minimal 1,50 m x 2,30 m dan lebar pintunya tidak
kurang dari 1,20 m untuk memungkinkan lewatnya tempat tidur dan stretcher
bersama-sama dengan pengantarnya.
b. Lift penumpang dan lift service dipisah bila memungkinkan.
c. Jumlah, kapasitas dan spesifikasi lift sebagai sarana hubungan vertikal dalam
bangunan gedung harus mampu melakukan pelayanan yang optimal untuk
sirkulasi vertikal pada bangunan, sesuai dengan fungsi dan jumlah pengguna
bangunan rumah sakit.
d. Setiap bangunan rumah sakit yang menggunakan lift harus tersedia lift
kebakaran yangdimulai dari lantai dasar bangunan (groundfloor).
e. Lift kebakaran dapat berupa lift khusus kebakaran lift penumpang biasa/lift
barang yang dapat diatur pengoperasiannya sehingga dalam keadaan darurat
dapat digunakan khusus oleh petugas kebakaran.

B. Sarana Evakuasi
Setiap bangunan rumah sakit harus menyediakan sarana evakuasi bagi orang yang
berkebutuhan khusus termasuk penyandang cacat yang meliputi :
1. Sistem peringatan bahaya bagi pengguna’ pintu keluar darurat
2. Jalur evakuasi yang dapat menjamin pengguna bangunan rumah sakit untuk
melakukan evakuasi dari dalam bangunan rumah sakit secara aman apabila
terjadi bencana atau keadaan darurat.
Untuk persyaratan sarana evakuasi pada bangunan rumah sakit harus dipenuhi
standar tata cara perencanaan sarana evakuasi pada bangunan gedung.

C. Aksesibilitas Penyandang Cacat


Setiap bangunan rumah sakit, harus menyediakan fasilitas dan aksesibilitas untuk
menjamin terwujudnya kemudahan bagi penyandang cacat dan lanjut usia masuk
dan keluar ke dan dari bangunan rumah sakit serta beraktivitas dalam bangunan
rumah sakit secara mudah, aman, nyaman dan mandiri. Fasilitas dan aksesibilitas
yang dibutuhkan meliputi toilet, tempat parkir, telepon umum, jalur pemandu,
rambu dan marka, pintu, ramp, tangga dan lift bagi penyandang cacat dan lanjut
usia. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas disesuaikan dengan fungsi, luas dan
ketinggian bangunan rumah sakit.

Pedoman K3 Konstruksi RSUD Sungai Dareh 12


BAB V
PENUTUP

Demikian Buku Pedoman ini disusun untuk dapat digunakan sebagai pedoman dan
pegangan seluruh karyawan RSUD Sungai Dareh pada umumnya. Penyusunan
Rancangan Pedoman ini adalah langkah awal suatu proses yang panjang, sehingga
memerlukan dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak dalam penerapannya untuk
mencapai tujuan yang dimaksud.

Pedoman K3 Konstruksi RSUD Sungai Dareh 13

Anda mungkin juga menyukai