Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksudkan dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 melalui
pembangunan nasional yang berkesinambungan. Untuk merealisasikan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu
diperlukan sarana kesehatan yang menurut Undang-undang Republik
Indonesia No. 23 Tahun 1992 Bab I, Pasal 1, butir 4, yang berbunyi :
”Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan”. Rumah Sakit merupakan salah satu sarana kesehatan,
dimana berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan R.I No,
159.b/Men.Kes/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit, Bab V, Pasal 19
dinyatakan, bahwa ” setiap rumah sakit harus mempunyai ruangan untuk
penyelenggaraan rawat jalan, rawat inap, gawat darurat, penunjang medik
dan non medik, serta harus memenuhi standardisasi bangunan rumah sakit ”.
Peningkatan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang
berkualitas merupakan salah satu agenda dari upaya mewujudkan Indonesia
yang sejahtera. Dalam rangka menunjang sasaran tersebut, maka harus
didukung dengan upaya peningkatan kualitas sarana kesehatan.
Pengkategorian rumah sakit dibedakan berdasarkan jenis penyelenggaraan
pelayanan, yang terdiri dari rumah sakit umum (RSU), yaitu rumah sakit
yang memberikan pelayanan kesehatan semua bidang dan jenis penyakit dan
rumah sakit khusus (RSK), yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan
utama pada suatu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan
kekhususannya.
Rumah sakit umum (RSU) diklasifikasikan menjadi 4 kelas yang didasari
oleh beban kerja dan fungsi rumah sakit tersebut, yaitu rumah sakit kelas A,
B, C dan D. RS Kelas A adalah RSU yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan sub spesialistik luas. RS
Kelas B adalah RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


medis sekurang- kurangnya 11 spesialistik dan sub spesialistik terbatas. RS
Kelas C adalah RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medis 4 spesialistik dasar. RS Kelas D adalah RSU yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medis dasar dan minimal 2 spesialistik dasar.
Pusat Sarana, Prasarana dan Peralatan Kesehatan yang mempunyai tugas
menyiapan koordinasi dan pelaksanaan penyusunan standar teknis, norma,
pedoman, kriteria dan prosedur di bidang sarana, prasarana, dan peralatan
kesehatan dalam hal ini akan menyusun “Pedoman Teknis Sarana dan
Prasarana Rumah Sakit Kelas C”. Pedoman ini diharapkan dapat memberikan
arahan dalam perencanaan dan pengembangan fasilitas rumah sakit kelas C,
sehingga dapat melaksanakan pelayanan kesehatan secara efisien dan efektif
yang sesuai dengan kebutuhan layanan kesehatan kepada masyarakat serta
memenuhi Kaidah dan Standar sebagai Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang
baik dan benar.
Master Plan atau Rencana Induk rumah sakit berisi rencana komprehensif
fisik yang akan terus desain detail. Bagian ini adalah bagian yang sangat
penting untuk mensinkronkan apa yang ada dalam Rencana Bisnis yang akan
diterapkan dalam bangunan fisik. Mereka tidak memiliki perencanaan fisik
jangka panjang yang baik, termasuk kesiapan terhadap perubahan tipe rumah
sakit atau prediksi terhadap kemungkinan penambahan program-program
yang baru. Sebagai hasilnya, banyak fasilitas lama harus direlokasi ketika
pengembangan fisik dilakukan, semata untuk mengubah penampilan fisik
yang sudah ketinggalan jaman atau karena tidak tersedianya lagi lahan sesuai
kapasitas yang diinginkan.
Membangun RS adalah spesifik, ada norma norma fungsional yang harus
dipahami terutama untuk posisi zona medis (IGD, kamar Operasi, ICU),
diagnostik, dan penunjang yang sirkuler. Banyak contoh pembangunan RS
dengan tanpa pembuatan rencana pengembangan menjadi salah kaprah dan
harus segera dibenahi ketika beroperasi.

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


B. Tujuan
1. Untuk memahami Studi Master Plan Kawasan Rumah Sakit Islam Siti
Aisyah Madiun
2. Untuk mengetahui Perundang – Undangan tentang Penataan Ruang dan
Wilayah.

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


3.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Persyaratan Umum Bangunan Rumah Sakit


1. Lokasi Rumah Sakit
a. Pemilihan lokasi
1) Aksesibilitas untuk jalur transportasi dan komunikasi.
Lokasi harus mudah dijangkau oleh masyarakat atau dekat ke
jalan raya dan tersedia infrastruktur dan fasilitas dengan mudah,
misalnya tersedia pedestrian, Aksesibel untuk penyandang cacat.

2) Kontur Tanah
Kontur tanah mempunyai pengaruh penting pada perencanaan
struktur, dan harus dipilih sebelum perencanaan awal dapat
dimulai. Selain itu kontur tanah juga berpengaruh terhadap
perencanaan sistem drainase, kondisi jalan terhadap tapak
bangunan dan lain-lain.

3) Fasilitas parkir
Perancangan dan perencanaan prasarana parkir di RS sangat
penting, karena prasarana parkir dan jalan masuk kendaraan akan
menyita banyak lahan. Perhitungan kebutuhan lahan parkir pada
RS idealnya adalah 1,5 s/d 2 kendaraan/tempat tidur (37,5m 2 s/d
50m2 per tempat tidur)1 atau menyesuaikan dengan kondisi sosial
ekonomi daerah setempat. Tempat parkir harus dilengkapi dengan
rambu parkir.

4) Tersedianya utilitas publik.


Rumah sakit membutuhkan air bersih, pembuangan air
kotor/limbah, listrik, dan jalur telepon. Pengembang harus
membuat utilitas tersebut selalu tersedia.

5) Pengelolaan Kesehatan Lingkungan


Setiap RS harus dilengkapi dengan persyaratan pengendalian
dampak lingkungan antara lain :

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


a) Studi Kelayakan Dampak Lingkungan yang ditimbulkan oleh
RS terhadap lingkungan disekitarnya, hendaknya dibuat
dalam bentuk implementasi Upaya Pengelolaan Lingkungan
dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL), yang
selanjutnya dilaporkan setiap 6 (enam) bulan
(KepmenKLH/08/2006).
b) Fasilitas pengelolaan limbah padat infeksius dan non–
infeksius (sampah domestik).
c) Fasilitas pengolahan limbah cair (Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL); Sewage Treatment Plan (STP); Hospital
Waste Water Treatment Plant (HWWTP)). Untuk limbah cair
yang mengandung logam berat dan radioaktif disimpan dalam
kontainer khusus kemudian dikirim ke tempat pembuangan
limbah khusus daerah setempat yang telah mendapatkan izin
dari pemerintah.
d) Fasilitas Pengelolaan Limbah Cair ataupun Padat dari
Instalasi Radiologi.
e) Fasilitas Pengolahan Air Bersih (;Water Treatment Plant) yang
menjamin keamanan konsumsi air bersih rumah sakit,
terutama pada daerah yang kesulitan dalam menyediakan air
bersih.

6) Bebas dari kebisingan, asap, uap dan gangguan lain.


a) Pasien dan petugas membutuhkan udara bersih dan
lingkungan yang tenang.
b) Pemilihan lokasi sebaiknya bebas dari kebisingan yang tidak
semestinya dan polusi atmosfer yang datang dari berbagai
sumber.

7) Master Plan dan Pengembangannya.


Setiap rumah sakit harus menyusun master plan pengembangan
kedepan. Hal ini sebaiknya dipertimbangkan apabila ada rencana
pembangunan bangunan baru. Review master plan dilaksanakan
setiap 5 tahun.

b. Massa Bangunan.

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


1) Intensitas antar Bangunan Gedung di RS harus memperhitungkan
jarak antara massa bangunan dalam RS dengan
mempertimbangkan hal-hal berikut ini :
a) Keselamatan terhadap bahaya kebakaran
b) Kesehatan termasuk sirkulasi udara dan pencahayaan
c) Kenyamanan
d) Keselarasan dan keseimbangan dengan lingkungan

2) Perencanaan RS harus mengikuti Rencana Tata Bangunan &


Lingkungan (RTBL), yaitu :
a) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) Ketentuan besarnya KDB
mengikuti peraturan daerah setempat. Misalkan Ketentuan
KDB suatu daerah adalah maksimum 60% maka area yang
dapat didirikan bangunan adalah 60% dari luas total area/
tanah.
b) Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Ketentuan besarnya KLB
mengikuti peraturan daerah setempat. KLB menentukan luas
total lantai bangunan yang boleh dibangun. Misalkan
Ketentuan KLB suatu daerah adalah maksimum 3 dengan
KDB maksimum 60% maka luas total lantai yang dapat
dibangun adalah 3 kali luas total area area/tanah dengan luas
lantai dasar adalah 60%.
c) Koefisien Daerah Hijau (KDH) Perbandingan antara luas area
hijau dengan luas persil bangunan gedung negara, sepanjang
tidak bertentangan dengan peraturan daerah setempat tentang
bangunan gedung, harus diperhitungkan dengan
mempertimbangkan:
(1) daerah resapan air.
(2) ruang terbuka hijau kabupaten/kota
Untuk bangunan gedung yang mempunyai KDB kurang dari
40%, harus mempunyai KDH minimum sebesar 15%. d.
Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan Garis Sepadan Pagar
(GSP) Ketentuan besarnya GSB dan GSP harus mengikuti
ketentuan yang diatur dalam RTBL atau peraturan daerah
setempat.

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


3) Memenuhi persyaratan Peraturan Daerah setempat (tata kota yang
berlaku).

4) Pengembangan RS pola vertikal dan horizontal Penentuan pola


pembangunan RS baik secara vertikal maupun horisontal,
disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan kesehatan yang
diinginkan RS (;health needs), kebudayaan daerah setempat
(;cultures), kondisi alam daerah setempat (;climate), lahan yang
tersedia (;sites) dan kondisi keuangan manajemen RS (;budget).

c. Zonasi.
Pengkategorian pembagian area atau zonasi rumah sakit adalah zonasi
berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit, zonasi
berdasarkan privasi dan zonasi berdasarkan pelayanan.
1) Zonasi berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit
terdiri dari :
a) area dengan risiko rendah, yaitu ruang kesekretariatan dan
administrasi, ruang komputer, ruang pertemuan, ruang
arsip/rekam medis.
b) area dengan risiko sedang, yaitu ruang rawat inap non-
penyakit menular, rawat jalan.
c) area dengan risiko tinggi, yaitu ruang isolasi, ruang
ICU/ICCU, laboratorium, pemulasaraan jenazah dan ruang
bedah mayat, ruang radiodiagnostik.
d) area dengan risiko sangat tinggi, yaitu ruang bedah, IGD,
ruang bersalin, ruang patolgi.

2) Zonasi berdasarkan privasi kegiatan terdiri dari :


a) area publik, yaitu area yang mempunyai akses langsung
dengan lingkungan luar rumah sakit, misalkan poliklinik,
IGD, apotek).
b) area semi publik, yaitu area yang menerima tidak
berhubungan langsung dengan lingkungan luar rumah sakit,
umumnya merupakan area yang menerima beban kerja dari
area publik, misalnya laboratorium, radiologi, rehabilitasi
medik.

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


c) area privat, yaitu area yang dibatasi bagi pengunjung rumah
sakit, umumnya area tertutup, misalnya seperti ICU/ICCU,
instalasi bedah, instalasi kebidanan dan penyakit kandungan,
ruang rawat inap.

3) Zonasi berdasarkan pelayanan terdiri dari :


a) Zona Pelayanan Medik dan Perawatan yang terdiri dari :
Instalasi Rawat Jalan (IRJ), Instalasi Gawat Darurat (IGD),
Instalasi Rawat Inap (IRNA), Instalasi Perawatan Intensif
(ICU/ICCU/PICU/NICU), Instalasi Bedah, Instalasi
Rehabilitasi Medik (IRM), Instalasi Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
b) Zona Penunjang dan Operasional yang terdiri dari : Instalasi
Farmasi, Instalasi Radiodiagnostik, Laboratorium, Instalasi
Sterilisasi Pusat (;Central Sterilization Supply Dept./CSSD),
Dapur Utama, Laundri, Pemulasaraan Jenazah, Instalasi
Sanitasi, Instalasi Pemeliharaan Sarana (IPS).
c) Zona Penunjang Umum dan Administrasi yang terdiri dari :
Bagian Kesekretariatan dan Akuntansi, Bagian Rekam Medik,
Bagian Logistik/ Gudang, Bagian Perencanaan dan
Pengembangan (Renbang), Sistem Pengawasan Internal (SPI),
Bagian Pendidikan dan Penelitian (Diklit), Bagian Sumber
Daya Manusia (SDM), Bagian Pengadaan, Bagian Informasi
dan Teknologi (IT).

d. Kebutuhan luas lantai.


1) Kebutuhan luas lantai untuk rumah sakit pendidikan disarankan +
110 m2 setiap tempat tidur.
2) Sebagai contoh, rumah sakit pendidikan dengan kapasitas 500
tempat tidur, kebutuhan luas lantainya adalah sebesar ± 110
(m2/tempat tidur) x 500 tempat tidur = ± 55.000 m2.
3) Kebutuhan luas lantai untuk rumah sakit umum (non pendidikan)
saat ini disarankan 80 m2 sampai dengan 110 m2 setiap tempat
tidur.

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


4) Sebagai contoh, rumah sakit umum (non pendidikan) dengan
kapasitas 300 tempat tidur, kebutuhan luas lantainya adalah
sebesar 80 (m2/tempat tidur) x 300 tempat tidur = + 24.000 m2

2. Perencanaan bangunan rumah sakit.


a. Prinsip umum.
1) Perlindungan terhadap pasien merupakan hal yang harus
diprioritaskan. Terlalu banyak lalu lintas akan menggangu pasien,
mengurangi efisiensi pelayanan pasien dan meninggikan risiko
infeksi, khususnya untuk pasien bedah dimana kondisi bersih
sangat penting. Jaminan perlindungan terhadap infeksi merupakan
persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam kegiatan pelayanan
terhadap pasien.
2) Merencanakan sependek mungkin jalur lalu lintas. Kondisi ini
membantu menjaga kebersihan (aseptic) dan mengamankan
langkah setiap orang, perawat, pasien dan petugas rumah sakit
lainnya. Rumah sakit adalah tempat dimana sesuatunya berjalan
cepat. Jiwa pasien sering tergantung padanya. Waktu yang
terbuang akibat langkah yang tidak perlu membuang biaya
disamping kelelahan orang pada akhir hari kerja.
3) Pemisahan aktivitas yang berbeda, pemisahan antara pekerjaan
bersih dan pekerjaan kotor, aktivitas tenang dan bising, perbedaan
tipe pasien, (contoh sakit serius dan rawat jalan) dan tipe berbeda
dari lalu lintas di dalam dan di luar bangunan.
4) Mengontrol aktifitas petugas terhadap pasien serta aktifitas
pengunjung RS yang datang, agar aktifitas pasien dan petugas
tidak terganggu. Tata letak Pos perawat harus mempertimbangkan
kemudahan bagi perawat untuk memonitor dan membantu pasien
yang sedang berlatih di koridor pasien, dan pengunjung masuk
dan ke luar unit. Bayi haru dilindungi dari kemungkinan pencurian
dan dari kuman penyakit yang dibawa pengunjung dan petugas
rumah sakit. Pasien di ruang ICU harus dijaga terhadap infeksi.
Begitu pula pada kamar bedah.

b. Prinsip khusus.

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


1) Maksimum pencahayaan dan angin untuk semua bagian bangunan
merupakan faktor yang penting. Ini khususnya untuk rumah sakit
yang tidak menggunakan air conditioning.
2) Jendela sebaiknya dilengkapi dengan kawat kasa untuk mencegah
nyamuk dan binatang terbang lainnya yang berada dimana-mana
di sekitar rumah sakit.
3) RS minimal mempunyai 3 akses/pintu masuk, terdiri dari pintu
masuk utama, pintu masuk ke Unit Gawat Darurat dan Pintu
Masuk ke area layanan Servis.
4) Pintu masuk untuk service sebaiknya berdekatan dengan dapur
dan daerah penyimpanan persediaan (gudang) yang menerima
barang-barang dalam bentuk curah, dan bila mungkin berdekatan
dengan lif service. Bordes dan timbangan tersedia di daerah itu.
Sampah padat dan sampah lainnya dibuang dari tempat ini, juga
benda-benda yang tidak terpakai. Akses ke kamar mayat
sebaiknya diproteksi terhadap pandangan pasien dan pengunjung
untuk alasan psikologis.
5) Pintu masuk dan lobi disarankan dibuat cukup menarik, sehingga
pasien dan pengantar pasien mudah mengenali pintu masuk utama.
6) Alur lalu lintas pasien dan petugas RS harus direncanakan
seefisien mungkin.
7) Koridor publik dipisah dengan koridor untuk pasien dan petugas
medik, dimaksudkan untuk mengurangi waktu kemacetan. Bahan-
bahan, material dan pembuangan sampah sebaiknya tidak
memotong pergerakan orang. Rumah sakit perlu dirancang agar
petugas, pasien dan pengunjung mudah orientasinya jika berada di
dalam bangunan.
8) Lebar koridor 2,40 m dengan tinggi langit-kangit minimal 2,40 m.
Koridor sebaiknya lurus. Apabila ramp digunakan, kemiringannya
sebaiknya tidak melebihi 1 : 10 ( membuat sudut maksimal 70)
9) Alur pasien rawat jalan yang ingin ke laboratorium, radiologi,
farmasi, terapi khusus dan ke pelayanan medis lain, tidak melalui
daerah pasien rawat inap. )
10) Alur pasien rawat inap jika ingin ke laboratorium, radiologi dan
bagian lain, harus mengikuti prosedur yang telah ditentukan.

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


BAB III
KAJIAN LAPANGAN

A. Sejarah
Kesehatan merupakan hak dasar manusia dan merupakan salah satu faktor
yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu,
kesehatan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya serta dilindungi dari
ancaman yang merugikannya. Dengan adanya pemikiran tersebut, Pemerintah
berupaya mewujudkan suatu tatana kehidupan yang mencerminkan upaya
untuk mencapai tujuan Pembangunan Kesehatan Nasional yang disusun
dalam Sistem Kesehatan Nasional. Hal itu sejalan dengan UU no.23 Tahun
1992 tentang kesehatan yang tetap dijadikan acuan dalam upaya
meningkatkan kesadaran , kemauan dan kemampuan bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan yang optimal.

Derajat kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain lingkungan,


perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan. Termasuk kedalam faktor
lingkungan adalah keadaan perumahan/pemukiman, tempat kerja, sekolah,
tempat umum, air dan udara bersih, teknologi, pendidikan, social dan
ekonomi. Sedangkan faktor perilaku tergambar dalam kebiasaan sehari-hari
seperti pola makan, kebersihan perorangan, gaya hidup, dan perilaku
terhadap upaya kesehatan.

Faktor lingkungan dan perilaku memegang peranan penting dalam


mewujudkan derajat kesehatan yang tinggi. Apabila lingkungan dan perilaku
belum berkembang dengan baik tetapi upaya kesehatan sudah dilakukan
maksimal, tidak akan menjamin peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Oleh karena itu pada waktu yang akan dating pembangunan kesehatan perlu
lebih proaktif, tidak menunggu orang sakit, melainkan aktif memelihara,
meningkatkan dan melindungi kesehatan masyarakat, dalam rangka
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Hal itu mendorong perlunya
dilakukan peninjauan kembali terhadap kebijakan yang ada serta
dirumuskannya paradigma baru dibidang kesehatan.

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


Pada tanggal 1 maret 1999 melalui Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 574/Menkes/SK/IV/2000, pemerintah
mengeluarkan kebijakan “Gerakan Pembangunan Nasional yang Berwawasan
Kesehatan” serta Paradigma Sehat yang bertujuan untuk mencapai Indonesia
Sehat (tahun 2010), Propinsi Sehat (tercapai tahun 2008), Kota/Kabupaten
Sehat (target tahun 2005). Paradigm Sehat adalah cara pandang, pola pikir,
atau model pembangunan kesehatan yang bersifat holistic, yaitu melihat
masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas
sektor, dan upayanya lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan dan
perlindungan kesehatan, bukan hanya penyembuhan orang sakit atau
pemulihan kesehatan. Secara macro, paradigma sehat berarti bahwa
pembangunan semua sektor harus memperhatikan dampaknya dibidang
kesehatan, paling tidak harus memberikan kontribusi positif bagi
pengembangan perilaku dan lingkungan sehat. Secara micro, paradigma sehat
berarti bahwa pembangunan kesehatan lebih menekankan pada upaya
promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan
rehabilitatif.

Untuk mendukung keberhasilan paradigma tersebut tidak terlepas dari


peran serta sarana kesehatan, salah satunya adalah keberadaan rumah sakit
yang dapat memberikan pelayanan paripurna terhadap masyarakat. Rumah
sakit merupakan ujung tombak tercapainya keberhasilan pembangunan
kesehatan khususnya meningkatkan derajat kesehatan msayarakat di suatu
wilayah.

Rumah sakit merupakan suatu institusi padat karya dan padat modal,
sehingga optimasi proses pelayanan sangat dibutuhkan guna meningkatnya
jumlah institusi penyelenggara pelayanan kesehatan beberapa tahun terakhir,
maka semakin dapat dipastikan bahwa upaya untuk meningkatkan mutu
untuk meraih pangsa pasar dengan menyuguhkan pelayanan rumah sakit yang
prima, sangat diperlukan disamping tetap mempertahankan fungsi sosial
untuk tujuan pemerataan kesehatan bagi seluruh masyarakat, khususnya
masyarakat di Kota Madiun.

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


Keberhasilan pengelolan Rumah Sakit Islam Siti Aisyah Madiun telah
nampak ditinjau dari sumber daya manusia dan sarana fisik gedung yang
terus mengalami penambahan. Rumah Sakit Islam Siti Aisyah Madiun
merupakan salah satu diantara rumah sakit swasta yang ada di Kota Madiun
selalu berupaya meningkatkan kualitas layanannya sesuai dengan
perkembangan ilmu dan teknologi saat ini serta kebutuhan pasien. Upaya
yang telah dilakukan dapat dilihat secara nyata bahwa kebutuhan tempat tidur
yang terus bertambah menunjukkan keberadaan Rumah Sakit Islam Siti
Aisyah Madiun sangat dibutuhkan masyarakat madiun dan sekitarnya.

Rumah Sakit Islam Siti Aisyah Madiun telah memiliki dokumen UKL dan
UPL yang disusun pada tahun 2010 akan berakhir masa berlakunya pada
tahun 2015. Rumah Sakit Islam Siti Aisyah Madiun masuk dalam kategori
kelas C dengan kapasitas 120 tempat tidur, dengan adanya pengembangan
rumah sakit tahun 2013 kapasitas mencapai 134 tempat tidur, direncanakan
hingga tahun 2018 akan dikembangkan menjadi 200 tempat tidur. Pada saat
ini rumah sakit merencanakan akan menambah fisik bangunan gedung tiga
lantai yang akan dipergunakan untuk basement untuk tempat parker, lantai 1
ruang perawatan dan serbaguna, lantai 2 masjid, lantai 3 untuk perkantoran
dengan memanfaatkan lahan yang telah ada.

Untuk memenuhi tuntutan pelayanan kesehatan maka RSI Siti Aisyah


Madiun bermaksud untuk mengembangkan pelayanan. Dengan adanya
pengembangan pelayanan di RSI Siti Aisyah Madiun diharapkan dapat
mengakomodir kebutuhan masyarakat mengenai kesehatan bagi masyarakat
Kota Madiun dan sekitarnya.

Dalam pengembangan sebuah rumah sakit diperlukan langkah-langkah


yang sistematik dan teliti karena merupakan suatu gabungan dari berbagai
macam kegiatan yang berkaitan erat satu sama lain. Disamping itu,
pengembangan pelayanan rumah sakit berkaitan erat dengan aspek
pendidikan, ekonomi, kependudukan, sosial dan budaya.

RSI Siti Aisyah Madiun ini diharapkan akan dapat menyelenggarakan


pelayanan kesehatan yang prima dan berorientasi kepada pemenuhan demand

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


berbagai pihak dengan didukung oleh sumber daya manusia yang handal dan
professional dari berbagai macam disiplin ilmu, kerjasama yang harmonis
antara stake holder, mitra provider, suplayer dan karyawan.

Langkah awal yang dapat dilakukan sebagai antisipasi terhadap


perkembangan dibidang kesehatan adalah dengan menyusun suatu rencana
induk (Master Plan) yang dapat menjadi acuan bagi peningkatan pelayanan
RSI Siti Aisyah Madiun pada masa yang akan datang. Pekerjaan penyusunan
ini memerlukan pedoman bagi pengembangan sarana, prasarana, peralatan
serta pelayanan yang memenuhi kebutuhan sesuai dengan perkembangan
Kota Madiun dan wilayah sekitarnya.

Dengan telah ditetapkannya Master Plan serta pelaksanaannya, maka akan


menjadi acuan bagi perencanaan fungsional/operasional yang tertuang dalam
program kerja bidang dan instalasi melalui pendekatan standard pelayanan
prima.

B. Konsep Dasar Penyusunan Mater Plan


Untuk dapat menyusun Master Plan (Rencana Induk) rumah sakit dengan
baik, perlu diperhatikan beberapa kebijakan yang berlaku di Departemen
Kesehatan seperti:
1. Program Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.
2. Pedoman Pelayanan Rumah Sakit (sesuai dengan kelasnya).
3. Pedoman Sarana, Prasarana dan Peralatan Rumah Sakit (sesuai dengan
kelasnya).
4. Buku petunjuk pokok-pokok penyelenggaraan sistem pelayanan kesehatan
POLRI.
5. Ketentuan lain-lain yang terkait dengan standar, pedoman dan peraturan
yang berlaku.

Selain sebagai pedoman suatu perencanaan dan perancangan (gulden line)


yang akan menjadi panduan dalam pelaksanaan pembangunan dan
pengembangan di masa datang, penyusunan Master Plan merupakan upaya
untuk melaksanakan Keputusan Menteri Kesehatan No.983/1992 tentang
Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum dan memenuhi Surat Keputusan
Menteri Kesehatan No.034/Bidhukmas/1972 yang mengatur kewajiban
rumah sakit untuk mempunyai Master Plan Pembangunan dan Pemeliharaan.

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


Produk Master Plan mengkaji analisis dari berbagai kegiatan pelayanan
rumah sakit dan kondisi eksisting (eksternal-internal) yang
mempengaruhinya. Hasil kajian tersebut melahirkan suatu produk
perencanaan terhadap aspek-aspek dasar suatu pengembangan rumah sakit
berupa :
1. Rencana pengembangan pelayanan kesehatan.
2. Rencana pengembangan fisik.
3. Rencana pentahapan pekerjaan.

Harus pula disadari bahwa penetapan Master Plan dalam jangka waktu 25
tahun memiliki konsekuensi berupa ketertinggalan terhadap perubahan yang
cepat dibidang teknologi ekonomi, sosial dan bidang kesehatan sendiri.
Dalam hal ini perlu diantisipasi bahwa kemungkinan Master Plan saat ini
tidak dapat memenuhi tuntutan/kebutuhan pelayanan kesehatan di masa 25
tahun mendatang.

Untuk itu penyususnan Mater Plan dilakukan secermat mungkin untuk


mengantisipasi perubahan dan kemajuan di masa yang akan datang.
Penyesuaian mungkin dapat dilakukan dengan membatasi tinjauan hanya
pada 5-10 tahun mendatang, mengingat begitu pesatnya perkembangan
ekonomi, teknologi kedokteran dan informasi.

Secara umum, pokok-pokok pemikiran yang mendasari sebuah Master


Plan rumah sakit adalah :
1. Rumah sakit hanya ditinjau dari aspek sosial adalah suatu institusi
pelayanan kesehatan umum yang berarti nilai-nilai kemanusiaan akan
dijunjung tinggi, merupakan pusat rujukan yang berskala regional dan
lokal sehingga harus mempu menampung beban yang tinggi namun tetap
berorientasi kemasyarakatan.
2. Rumah sakit ditinjau dari teknologi kedokteran merupakan suatu “Centre
of exelience” dari ilmu kedokteran, pendidikan kedokteran dan pelayanan
medisnya.
3. Rumah sakit ditinjau dari aspek ekonomi adalah suatu lembaga yang harus
mampu serta layak secara ekonomis dan diarahkan pada kemampuan
untuk dikelola secara swadana.

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


4. Rumah sakit ditinjau dari sudut politis adalah merupakan institusi negara
yang harus mengacu kepada peraturan-peraturan kebijakan yang berlaku
dalam segala seginya.
5. Rumah sakit ditinjau dari aspek sosial adalah suatu badan usaha yang
harus mampu memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
dengan sebaik-baiknya.

Mengingat keterkaitan dengan berbagai institusi maka dalam proses


penyusunan Master Plan terdapat hubungan antara pihak (konsultan)
penyusun dengan institusi lain seperti terlihat pada gambar.

Gambar 1.1 : Keterkaitan Konsultan dan Kelembagaan Proyek

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


C. Maksud dan Tujuan Penyusunan Master Plan
1. Maksud
Maksud dari penyusunan Master Plan rumah sakit adalah agar dalam
pelaksanaan penataan bangunan rumah sakit serta pengembangan
pelayanan nantinya bias sesuai dengan standar pelayanan kesehatan serta
sesuai dengan kebutuhan pelayanan dan hubungan fungsional disetiap
unitnya.

2. Tujuan
Tujuan utama disusunnya Master Plan ini adalah tersedianya sarana dan
prasarana RSI Siti Aisyah Madiun yang memadai dalam bentuk fisik,
perlengkapan dan peralatan, tenaga medis, dan paramedis serta unsur
penunjang lainnya guna memenuhi pelayanan kesehatan di wilayah
Madiun dan sekitarnya,
tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang optimal dan memberikan
pelayanan rasa nyaman serta memberikan kepuasan kepada masyarakat.

D. Hasil Studi Master Plan


Sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan pelayanan medik di Rumah
sakit dan perlu juga memenuhi SK Menteri KLH No. KEP5/MNKLH/6/87.
1. Master Plan Kawasan
a. Nama Perusahaan atau Institusi adalah Rumah Sakit Islam Siti
Aisyah Madiun.
b. Jenis Usaha/Kegiatan yang dilakukan adalah Proses Pembakaran
Sampah Medis yang menggunakan mesin Incenerator tipe S-2P.
c. Rumah Sakit Islam Siti Aisyah Madiun terletak di Jl. Mayjen
Sungkono No.38 Kota Madiun. Dengan luas lahan untuk tapak
kawasan yang dimiliki adalah 10.691 m2. Bangunan 1.622,219 m2
sebagian ruangan terdiri dari tiga lantai.
d. Dalam Rumah Sakit Islam Siti Aisyah Madiun ini persentase untuk
kawasan ruang terbuka hijau adalah 30% dari luas lahan dengan luas
blok bangunan berkisar ± 60 – 70 % dari luas lahan. Hal ini
dilakukan menurut UU nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang
untuk kawasan kota dan Rumah Sakit.

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


Table II.1 : Blok Bangunan Rumah Sakit Islam Siti Aisyah Madiun
No. Ruangan Tahun
1. Ruang Ar Raudhoh 1 2008
2. Ruang Ar Raudhoh 2 2008
3. Ruang Riyadh
4. Ruang Marwah
5. Ruang Musdalifah 2003
6. Ruang Multazam
7. Ruang Arofah 1
8 Ruang Arofah 2
Ruang Anak <13 Th
9. Ruang Mina A
10. Ruang Mina B 2004
11. Ruang Mina Zaal 2004
Ruang Bersalin
12. Ruang Al Badar A
13. Ruang Al Badar B (Zaal)
14. Ruang Al Badar C (Gym)
15. Ruang Unit Stroke
16. Ruang Intensif Car Unit (ICU)
17. Ruang IPAL dan INCENERATOR 2004
18. Unit Stroke 2003
19. Pemulasaraan Jenazah 2007
20. Ruang Ahmad Dahlan 2011

Dengan adanya Ruang Terbuka Hijau yang telah memenuhi persyaratan.


Dengan Landcape permukaan yang terdapat pada gambar master plan yang
memiliki area taman yang terdapat pada Rumah Sakit Islam Siti Aisyah
Madiun. Dengan ini Rumah Sakit Islam Siti Aisyah Madiun sudah cukup
memenuhi syarat dalam penyehatan udara unutk pengembangan induk
Rumah sakit (Master Plan). Dalam area penghijauan dapat kita lihat pada

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


UU RI No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang untuk tata ruang wilayah
kota.

2. Aspek dan Tata Ruang


a. Struktur Ruang Wilayah
Pembentukan struktur ruang dilakukan dengan menata hirarki
kota yang ada secara efisien. Kota Madiun dibagi atas beberapa
tingkatan orde kota. Dan tingkatan orde kota tersebut dibentuk oleh
perkembangan dan pertumbuhan kota dipengaruhi oleh beberapa
faktor :
1) Keadaan fisik tanah yang meliputi topografi, sungai, geologi,
kemampuan/jenis tanah.
2) Jumlah dan perkembangan penduduk.
3) Kegiatan masyarakat, baik volume maupun manusia.
4) Kelengkapan utilitas, fasilitas, dan sarana infrastruktur kota.

Adanya hirarki kota berarti ada keterkaitan suatu kota dengan


kota yang lainnya. Kota yang memiliki hirarki yang lebih tinggi
berarti lebih besar pengaruh dan jangkauannya dan akan
mempengaruhi kota lain yang memiliki hirarki lebih rendah.

3. Gambaran Keadaan Internal


a. Pemerian Lokasi
1) Batas Administrasi
Rumah Sakit Islam Siti Aisyah Madiun secara administratif
terletak di Kelurahan Nambangan Lor Kecamatan Manguharjo
Kota Madiun. Secara administrative berbatasan dengan :
a) Sebelah utara : Kel. Pangongangan
b) Sebelah timur : Kel. Taman
c) Sebelah selatan : Kel. Nambangan Kidul
d) Sebelah barat : Kel. Manguharjo

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


2) Jumlah Ruang Rawat Inap
Table II.2 : Jenis Ruangan dan Jumlah Tempat Tidur pada Tiap Kelas Di Ruamh
Sakit Islam “Siti Aisyah” Madiun.
No. Ruangan Kelas Jumlah
Tempat Tidur
1. Ruang Ar Raudhoh 1 VVIP 1
2. Ruang Ar Raudhoh 2 VIP 1 16
3. Ruang Riyadh VIP 2 4
4. Ruang Marwah I 6
5. Ruang Musdalifah II A 9
6. Ruang Multazam II B 14
7. Ruang Arofah 1 III A 12
8. Ruang Arofah 2 III B 24
Ruang Anak <13 Th
9. Ruang Mina A I 2
10. Ruang Mina B II 6
11. Ruang Mina Zaal III 5
Ruang Bersalin
12. Ruang Al Badar A 2
13. Ruang Al Badar B (Zaal) 4
14. Ruang Al Badar (Gym) 4
15. Ruang Unit Stroke 5
16. Ruang Intensif Car Unit (ICU) 5
17. Ruang Ahmad Dahlan 15
JUMLAH 134
Sumber : Rumah Sakit Islam Siti Aisyah Madiun

4. Rencana Pengembangan Bangunan


Pembangunan / pengembangan bangunan fisik gedung Rumah Sakit
Islam Siti Aisyah Madiun yang terbagi menjadi 3 lantai. Kegiatan yang
dilaksanakan pada tahap konstruksi hingga pembangunan fisik gedung
Rumah Sakit Islam Siti Aisyah Madiun. Pada tahap ini dampak yang
akan terjadi meliputi terjadinya kecelakaan kerja, pencemaran
suara/kebisingan akibat operasional alat berat, pencemaran udara hingga
menimbulkan kenaikan suhu udara lingkungan, pencemaran lingkungan
tanah akibat sampah, timbulnya persepsi masyarakat, timbulnya
gangguan kesehatan dan pada akhirnya terjadi gejolak social masyarakat
sekitar Rumah Sakit Islam Siti Aisyah Madiun.

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


5. Master Program
Kondisi eksternal yang mendukung pengembangan Rumah Sakit Islam
Siti Aisyah Madiun, hal ini didukung pula oleh sarana berupa utilisasi
kota Madiun dalam hal penyediaan sumber daya air, listrik, telepon,
drainase kota dan pengelolaan limbah, tingkat pertumbuhan jumlah
penduduk, dan ekonomi dari masyarakat kota Madiun.

Beberapa karakteristik kota yang menjadi pertimbangannya adalah :


1) Program Pengembangan Wisata Alam
2) Karakteristik sosial ekonomi masyarakat secara umum di
dominasi oleh masyarakat menengah ke bawah.
3) Akses ke kota Madiun berupa jalan dan aspek geografis relative
mudah dari kota sekitarnya.

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


BAB IV
PEMBAHASAN

A. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang


1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang
udara, termasuk yang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah,
tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan
memelihara kelangsungan hidupnya.
2. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
3. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
4. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur
ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana
tata ruang.
5. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan
pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
6. Pengendalian pemanfaatan tata ruang adalah upaya untuk mewujudkan
tertib tata ruang.
Ketentuan dalam Pasal 26 ayat (1) ditambahkan:
a. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau;
b. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau; dan
c. Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan
pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang
evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi
wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat
pertumbuhan wilayah.

Pasal 29
1. Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a
terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat.
2. Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga
puluh) persen dari luas wilayah kota.

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


3. Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20
(dua puluh) persen dari luas wilayah kota.

Pasal 30
Distribusi ruang terbuka hijau publik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 ayat (1) dan ayat (3) disesuaikan dengan sebaran penduduk dan
hierarki pelayanan dengan memperhatikan rencana struktur dan pola
ruang.

Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan dan pemanfaatan ruang
terbuka hijau dan ruang terbuka nonhijau sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 huruf a dan huruf b diatur dengan peraturan Menteri.

B. Ruang Terbuka Hijau


Secara definitif, Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces) adalah
kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang
dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana
lingkungan/kota, dan atau pengamanan jaringan prasarana, dan atau
budidaya pertanian. Selain untuk meningkatkan kualitas atmosfer,
menunjang kelestarian air dan tanah, Ruang Terbuka Hijau (Green
Openspaces) di tengah-tengah ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk
meningkatkan kualitas lansekap kota.
Sejumlah areal di perkotaan, dalam beberapa dasawarsa terakhir ini,
ruang publik, telah tersingkir akibat pembangunan gedung-gedung yang
cenderung berpola “kontainer” (container development) yakni bangunan
yang secara sekaligus dapat menampung berbagai aktivitas sosial ekonomi,
seperti Mall, Perkantoran, Hotel, dlsbnya, yang berpeluang menciptakan
kesenjangan antar lapisan masyarakat. Hanya orang-orang kelas menengah ke
atas saja yang “percaya diri” untuk datang ke tempat-tempat semacam itu.
Ruang terbuka hijau yang ideal adalah 30 % dari luas wilayah. Hampir
disemua kota besar di Indonesia, Ruang terbuka hijau saat ini baru mencapai
10% dari luas kota. Padahal ruang terbuka hijau diperlukan untuk kesehatan,

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


arena bermain, olah raga dan komunikasi publik. Pembinaan ruang terbuka
hijau harus mengikuti struktur nasional atau daerah dengan standar-standar
yang ada.
Kebijaksanaan pertanahan di perkotaan yang sejalan dengan aspek
lingkungan hidup adalah jaminan terhadap kelangsungan ruang terbuka hijau.
Ruang terbuka hijau ini mempunyai fungsi “hidro-orologis”, nilai estetika
dan seyogyanya sekaligus sebagai wahana interaksi sosial bagi penduduk di
perkotaan. Taman-taman di kota menjadi wahana bagi kegiatan masyarakat
untuk acara keluarga, bersantai, olah raga ringan dan lainnya. Demikian
pentingnya ruang terbuka hijau ini, maka hendaknya semua pihak yang
terkait harus mempertahankan keberadaannya dari keinginan untuk
merubahnya.
1. Pendekatan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Fungsinya
Pendekatan ini didasarkan pada bentuk-bentuk fungsi yang dapat
diberikan oleh ruang terbuka hijau terhadap perbaikan dan peningkatan
kualitas lingkungan, atau dalam upaya mempertahankan kualitas yang
baik.
a. Daya Dukung Ekosistem
Perhitungan kebutuhan ruang terbuka hijau dilandasi pemikiran
bahwa ruang terbuka hijau tersebut merupakan komponen alam, yang
berperan menjaga keberlanjutan proses di dalam ekosistemnya. Oleh
karena itu ruang terbuka hijau dipandang memiliki daya dukung
terhadap keberlangsungan lingkungannya. Dalam hal ini ketersediaan
ruang terbuka hijau di dalam lingkungan binaan manusia minimal
sebesar 30%.
b. Pengendalian Gas Berbahaya dari Kendaraan Bermotor
Gas-gas yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor sebagai gas
buangan bersifat menurunkan kesehatan manusia (dan makhluk hidup
lainnya), tertama yang berbahaya sekali adalah dari golongan Nox,
CO, dan SO2. Diharapkan ruang terbuka hijau mampu mengendalikan
keganasan gas-gas berbahaya tersebut, meskipun ruang terbuka hijau
sendiri dapat menjadi sasaran kerusakan oleh gas tersebut. Oleh
karena itu, pendekatan yang dilakukan adalah mengadakan dan
mengatur susunan ruang terbuka hijau dengan komponen vegetasi di
dalamnya yang mampu menjerat maupun menyerap gas-gas

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


berbahaya. Penelitian yang telah dilakukan di Indonesia (oleh Dr.
Nizar Nasrullah) telah menunjukkan keragaman kemampuan berbagai
jenis pohon dan tanaman merambat dalam kaitannya dengan
kemampuan untuk menjerat dan menyerap gas-gas berbahaya
tersebut. Perkiraan kebutuhan akan jenis vegetasi sesuai dengan
maksud ini tergantung pada jenis dan jumlah kendaraan, serta susunan
jenis dan jumlahnya.
Sifat dari vegetasi di dalam ruang terbuka hijau yang diunggulkan
adalah kemampuannya melakukan aktifitas fotosintesis, yaitu proses
metabolisme di dalam vegetasi dengan menyerap gas CO2, lalu
membentuk gas oksigen. CO2 adalah jenis gas buangan kendaraan
bermotor yang berbahaya lainnya, sedangkan gas oksigen adalah gas
yang diperlukan bagi kegiatan pernafasan manusia. Dengan demikian
ruang terbuka hijau selain mampu mengatasi gas berbahaya dari
kendaraan bermotor, sekaligus menambah suplai oksigen yang
diperlukan manusia. Besarnya kebutuhan ruang terbuka hijau dalam
mengendalikan gas karbon dioksida ini ditentukan berdasarkan target
minimal yang dapat dilakukannya untuk mengatasi gas karbon
dioksida dari sejumlah kendaraan dari berbagai jenis kendaraan di
kawasan perkotaan tertentu.
c. Pengamanan Lingkungan Hidrologis
Kemampuan vegetasi dalam ruang terbuka hijau dapat dijadikan
alasan akan kebutuhan keberadaan ruang terbuka hijau tersebut.
Dengan sistem perakaran yang baik, akan lebih menjamin
kemampuan vegetasi mempertahankan keberadaan air tanah. Dengan
semakin meningkatnya areal penutupan oleh bangunan dan
perkerasan, akan mempersempit keberadaan dan ruang gerak sistem
perakaran yang diharapkan, sehingga berakibat pada semakin
terbatasnya ketersediaan air tanah.
Dengan semakin tingginya kemampuan vegetasi dalam
meningkatkan ketersediaan air tanah, maka secara tidak langsung
dapat mencegah terjadinya peristiwa intrusi air laut ke dalam sistem
hidrologis yang ada, yang dapat menyebabkan kerugian berupa

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


penurunan kualitas air minum dan terjadinya korosi/ penggaraman
pada benda-benda tertentu.
d. Pengendalian Suhu Udara Perkotaan
Dengan kemampuan untuk melakukan kegiatan evapo-transpirasi,
maka vegetasi dalam ruang terbuka hijau dapat menurunkan tingkat
suhu udara perkotaan. Dalam skala yang lebih luas lagi, ruang terbuka
hijau menunjukkan kemampuannya untuk mengatasi permasalahan
‘heat island’ atau ‘pulau panas’, yaitu gejala meningkatnya suhu
udara di pusat-pusat perkotaan dibandingkan dengan kawasan di
sekitarnya.
Tingkat kebutuhan ruang terbuka hijau untuk suatu kawasan
perkotaan bergantung pada suatu nilai indeks, yang merupakan fungsi
regresi linier dari persentase luas penutupan ruang terbuka hijau
terhadap penurunan suhu udara. Jika suhu udara yang ditargetkan
telah ditetapkan, maka melalui indeks tersebut akan dapat diketahui
luas penutupan ruang terbuka hijau minimum yang harus dipenuhi.
Namun yang harus dicari terlebih dahulu adalah nilai dari indeks itu
sendiri.
e. Pengendalian Thermoscape di Kawasan Perkotaan
Keadaan panas suatu lansekap (thermoscpe) dapat dijadikan
sebagai suatu model untuk perhitungan kebutuhan ruang terbuka
hijau. Kondisi Thermoscape ini tergantung pada komposisi dari
komponen-komponen penyusunnya. Komponen vegetasi merupakan
komponen yang menunjukan struktur panas yang rendah, sedangkan
bangunan, permukiman, paving, dan konstruksi bangunan lainnya
merupakan komponen dengan struktur panas yang tinggi.
Perimbangan antara komponen-komponen dengan struktur panas
rendah dan tinggi tersebut akan menentukan kualitas kenyamanan
yang dirasakan oleh manusia. Guna mencapai keadaan yang
diinginkan oleh manusia, maka komponen-komponen dengan
struktur panas yang rendah (vegetasi dalam ruang terbuka hijau)
merupakan kunci utama pengendali kualitas thermoscape yang
diharapkan. Keadaan struktur panas komponen-komponen dalam

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


suatu keadaan thermoscape ini dapat diukur dengan mempergunakan
kamera infra merah.
Keadaan panas suatu ruang lansekap yang dirasakan oleh manusia
merupakan indikator penting dalam menilai suatu struktur panas yang
ada. Guna memperoleh keadaan yang ideal, maka diperlukan keadaan
struktur panas yang dirasakan nyaman oleh manusia. Dengan
demikian, terdapat suatu korelasi antara komponen-komponen
penyusun struktur panas dalam suatu keadaan thermoscape tertentu,
dan rasa panas oleh manusia. Secara umum dinyatakan bahwa
komponen-komponen dengan struktur panas rendah dirasakan lebih
nyaman dibandingkan dengan struktur panas yang lebih tinggi.
f. Pengendalian Bahaya-Bahaya Lingkungan
Fungsi ruang terbuka hijau dalam mengendalikan bahaya
lingkungan terutama difokuskan pada dua aspek penting : pencegahan
bahaya kebakaran dan perlindungan dari keadaan darurat berupa
gempa bumi.
Ruang terbuka hijau dengan komponen penyusun utamanya berupa
vegetasi mampu mencegah menjalarnya luapan api kebakaran secara
efektif, dikarenakan vegetasi mengandung air yang menghambat
sulutan api dari sekitarnya. Demikian juga dalam menghadapi resiko
gempa bumi yang kuat dan mendadak, ruang terbuka hijau merupakan
tempat yang aman dari bahaya runtuhan oleh struktur bangunan.
Dengan demikian, ruang terbuka hijau perlu diadakan dan dibangun
ditempat-tempat strategis di tengah-tengah lingkungan permukiman.
2. Fungsi Ruang Terbuka Hijau
a. Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis:
1) memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem

sirkulasi udara (paru-paru kota);


2) pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara
alami dapat berlangsung lancar;

3) sebagai peneduh;

4) produsen oksigen;

5) penyerap air hujan;

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


6) penyedia habitat satwa;

7) penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta;

8) penahan angin.

b. Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu:


1) Fungsi sosial dan budaya:
a) menggambarkan ekspresi budaya lokal
b) merupakan media komunikasi warga kota
c) tempat rekreasi; wadah dan objek pendidikan, penelitian,
dan pelatihan dalam mempelajari alam.
2) Fungsi ekonomi:
a) sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga,
buah, daun, sayur mayur;
b) bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan,
kehutanan dan lain-lain.
3) Fungsi estetika:
a) meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota
baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan
permukimam, maupun makro: lansekap kota secara
keseluruhan;
b) menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota;
c) pembentuk faktor keindahan arsitektural;
d) menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area
terbangun dan tidak terbangun.

Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi utama ini dapat


dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan
keberlanjutan kota seperti perlindungan tata air, keseimbangan ekologi
dan konservasi hayati.

3. Manfaat Ruang Terbuka Hijau


a. Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible),
yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk)

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga,
buah)
b. Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible),
yaitu pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan
kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan
beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau
keanekaragaman hayati).

4. Tipologi RTH
a. Fisik : RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar
alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional serta RTH non
alami atau binaan seperti taman, lapangan olahraga, pemakaman
atau jalur-jaur hijau jalan.
b. Fungsi : RTH dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan
ekonomi.
c. Struktur ruang : RTH dapat mengikuti pola ekologis (mengelompok,
memanjang, tersebar), maupun pola planologis yang mengikuti
hirarki dan struktur ruang perkotaan.
d. Kepemilikan : RTH dibedakan ke dalam RTH publik dan RTH
privat.

5. Penyediaan RTH
Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan dapat didasarkan pada:
a. Luas wilayah
Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah
sebagai berikut:
1) ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan
RTH privat;
2) proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal
30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10%
terdiri dari ruang terbuka hijau privat;

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


3) apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang
bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan
atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus
tetap dipertahankan keberadaannya.
4) Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin
keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem
hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem
ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara
bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat
meningkatkan nilai estetika kota.

b. Jumlah penduduk
Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk,
dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani
dengan standar luas RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku.
1) 250 jiwa : Taman RT, di tengah lingkungan RT
2) 2500 jiwa : Taman RW, di pusat kegiatan RW
3) 30.000 jiwa : Taman Kelurahan, dikelompokan dengan sekolah/
pusat kelurahan
4) 120.000 jiwa : Taman kecamatan, dikelompokan dengan
sekolah/ pusat kecamatan
5) 480.000 jiwa : Taman Kota di Pusat Kota, Hutan Kota (di
dalam/kawasan pinggiran), dan Pemakaman (tersebar)
c. Kebutuhan fungsi tertentu
Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau
pengamanan, sarana dan prasarana misalnya melindungi kelestarian
sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi
perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak
teganggu.
RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur
hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan perlindungan

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


setempat berupa RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan
RTH pengamanan sumber air baku/mata air.

C. Ruang Terbuka Hijau RSI Siti Aisyah Madiun


RSI Siti Aisyah Madiun memiliki luas tapak sebesar 10.691 m2 dengan
luas bangunan 1.622,219 m2. Luas ruang terbuka hijau yang tersedia adalah
30% dari luas tanah yang dimiliki RSI Siti Aisyah Madiun, yaitu sebesar
3.207,3 m2. Hal ini dilakukan menurut UU no 26 tahun 2007 tentang
penataan ruang untuk kawasan kota dan Rumah Sakit.
Dengan Luas Ruang Terbuka Hijau adalah 3.207,3 m2. Dengan
Landcape permukaan yang terdapat pada gambar master plan yang memiliki
satu area taman utama yang cukup besar pada RSI Siti Aisyah Madiun.
Dengan ini RSI Siti Aisyah Madiun sudah cukup memenuhi syarat dalam
penyehatan udara unutk pengembangan induk Rumah sakit (Master Plan).
Dalam area penghijauan dapat kita lihat pada UU RI No.26 tahun 2007
tentang Penataan Ruang untuk tata ruang wilayah kota.
Adapun pohon-pohon yang di tanam pada ruang terbuka hijau RSI Siti
Aisyah Madiun yaitu Trembesi, palem, philodendrom, plumbago, kembang
sepatu, dsb.

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1.RSI Siti Aisyah saat ini adalah rumah sakit dengan kelas C di kota Madiun.
2.Ruang Terbuka Hijau RSI Siti Aisyah Madiun telah memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh undang – undang dan sesuai UU no 26 tahun 2007 tentang penataan
ruang untuk kawasan kota dan Rumah Sakit.

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


3.RSI Siti Aisyah Madiun memiliki satu taman utama dan taman – taman
kecil lainnya yang tersebar di beberapa titik pada kawasan RSI Siti Aisyah Madiun
sebagai perwujudan dari UU no 26 tahun 2007 tentang penataan ruang untuk
kawasan kota dan Rumah Sakit.

B. SARAN
1. RSI Siti Aisyah Madiun baiknya menambah pohon pada taman utama
agar menambah kapasitas oksigen pada kawasan sekitar rumah sakit.
2. RSI Siti Aisyah Madiun baiknya menambah satu lagi taman utama pada
kawasan rumah sakkit dengan tujuan pemerataan taman utama pada kawasan RSI
Siti Aisyah Madiun.

DAFTAR PUSTAKA

1. Annahape, Master Plan dan Site Plan, 23 Juni 2010.


http://annahape.com/2010/06/23/master-plan-dan-site-plan
2. Pencemaran Udara, Oktober 2014.
http://ms.wikipedia.org/wiki/Pencemaran_udara
3. Robby, Penyehatan Udara, Februari 2012.
http://robby1992.blogspot.com/2012/02/penyehatan-udara.html
4. Penataan Ruang Terbuka Hijau, Oktober 2014.
http://www.penataanruang.com/ruang-terbuka-hijau.html

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


LAMPIRAN

Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36


Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36
Master Plan Kawasan RSI Siti Aisyah Madiun Page 36

Anda mungkin juga menyukai