PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksudkan dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 melalui
pembangunan nasional yang berkesinambungan. Untuk merealisasikan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu
diperlukan sarana kesehatan yang menurut Undang-undang Republik
Indonesia No. 23 Tahun 1992 Bab I, Pasal 1, butir 4, yang berbunyi :
”Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan”. Rumah Sakit merupakan salah satu sarana kesehatan,
dimana berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan R.I No,
159.b/Men.Kes/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit, Bab V, Pasal 19
dinyatakan, bahwa ” setiap rumah sakit harus mempunyai ruangan untuk
penyelenggaraan rawat jalan, rawat inap, gawat darurat, penunjang medik
dan non medik, serta harus memenuhi standardisasi bangunan rumah sakit ”.
Peningkatan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang
berkualitas merupakan salah satu agenda dari upaya mewujudkan Indonesia
yang sejahtera. Dalam rangka menunjang sasaran tersebut, maka harus
didukung dengan upaya peningkatan kualitas sarana kesehatan.
Pengkategorian rumah sakit dibedakan berdasarkan jenis penyelenggaraan
pelayanan, yang terdiri dari rumah sakit umum (RSU), yaitu rumah sakit
yang memberikan pelayanan kesehatan semua bidang dan jenis penyakit dan
rumah sakit khusus (RSK), yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan
utama pada suatu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan
kekhususannya.
Rumah sakit umum (RSU) diklasifikasikan menjadi 4 kelas yang didasari
oleh beban kerja dan fungsi rumah sakit tersebut, yaitu rumah sakit kelas A,
B, C dan D. RS Kelas A adalah RSU yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan sub spesialistik luas. RS
Kelas B adalah RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
2) Kontur Tanah
Kontur tanah mempunyai pengaruh penting pada perencanaan
struktur, dan harus dipilih sebelum perencanaan awal dapat
dimulai. Selain itu kontur tanah juga berpengaruh terhadap
perencanaan sistem drainase, kondisi jalan terhadap tapak
bangunan dan lain-lain.
3) Fasilitas parkir
Perancangan dan perencanaan prasarana parkir di RS sangat
penting, karena prasarana parkir dan jalan masuk kendaraan akan
menyita banyak lahan. Perhitungan kebutuhan lahan parkir pada
RS idealnya adalah 1,5 s/d 2 kendaraan/tempat tidur (37,5m 2 s/d
50m2 per tempat tidur)1 atau menyesuaikan dengan kondisi sosial
ekonomi daerah setempat. Tempat parkir harus dilengkapi dengan
rambu parkir.
b. Massa Bangunan.
c. Zonasi.
Pengkategorian pembagian area atau zonasi rumah sakit adalah zonasi
berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit, zonasi
berdasarkan privasi dan zonasi berdasarkan pelayanan.
1) Zonasi berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit
terdiri dari :
a) area dengan risiko rendah, yaitu ruang kesekretariatan dan
administrasi, ruang komputer, ruang pertemuan, ruang
arsip/rekam medis.
b) area dengan risiko sedang, yaitu ruang rawat inap non-
penyakit menular, rawat jalan.
c) area dengan risiko tinggi, yaitu ruang isolasi, ruang
ICU/ICCU, laboratorium, pemulasaraan jenazah dan ruang
bedah mayat, ruang radiodiagnostik.
d) area dengan risiko sangat tinggi, yaitu ruang bedah, IGD,
ruang bersalin, ruang patolgi.
b. Prinsip khusus.
A. Sejarah
Kesehatan merupakan hak dasar manusia dan merupakan salah satu faktor
yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu,
kesehatan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya serta dilindungi dari
ancaman yang merugikannya. Dengan adanya pemikiran tersebut, Pemerintah
berupaya mewujudkan suatu tatana kehidupan yang mencerminkan upaya
untuk mencapai tujuan Pembangunan Kesehatan Nasional yang disusun
dalam Sistem Kesehatan Nasional. Hal itu sejalan dengan UU no.23 Tahun
1992 tentang kesehatan yang tetap dijadikan acuan dalam upaya
meningkatkan kesadaran , kemauan dan kemampuan bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan yang optimal.
Rumah sakit merupakan suatu institusi padat karya dan padat modal,
sehingga optimasi proses pelayanan sangat dibutuhkan guna meningkatnya
jumlah institusi penyelenggara pelayanan kesehatan beberapa tahun terakhir,
maka semakin dapat dipastikan bahwa upaya untuk meningkatkan mutu
untuk meraih pangsa pasar dengan menyuguhkan pelayanan rumah sakit yang
prima, sangat diperlukan disamping tetap mempertahankan fungsi sosial
untuk tujuan pemerataan kesehatan bagi seluruh masyarakat, khususnya
masyarakat di Kota Madiun.
Rumah Sakit Islam Siti Aisyah Madiun telah memiliki dokumen UKL dan
UPL yang disusun pada tahun 2010 akan berakhir masa berlakunya pada
tahun 2015. Rumah Sakit Islam Siti Aisyah Madiun masuk dalam kategori
kelas C dengan kapasitas 120 tempat tidur, dengan adanya pengembangan
rumah sakit tahun 2013 kapasitas mencapai 134 tempat tidur, direncanakan
hingga tahun 2018 akan dikembangkan menjadi 200 tempat tidur. Pada saat
ini rumah sakit merencanakan akan menambah fisik bangunan gedung tiga
lantai yang akan dipergunakan untuk basement untuk tempat parker, lantai 1
ruang perawatan dan serbaguna, lantai 2 masjid, lantai 3 untuk perkantoran
dengan memanfaatkan lahan yang telah ada.
Harus pula disadari bahwa penetapan Master Plan dalam jangka waktu 25
tahun memiliki konsekuensi berupa ketertinggalan terhadap perubahan yang
cepat dibidang teknologi ekonomi, sosial dan bidang kesehatan sendiri.
Dalam hal ini perlu diantisipasi bahwa kemungkinan Master Plan saat ini
tidak dapat memenuhi tuntutan/kebutuhan pelayanan kesehatan di masa 25
tahun mendatang.
2. Tujuan
Tujuan utama disusunnya Master Plan ini adalah tersedianya sarana dan
prasarana RSI Siti Aisyah Madiun yang memadai dalam bentuk fisik,
perlengkapan dan peralatan, tenaga medis, dan paramedis serta unsur
penunjang lainnya guna memenuhi pelayanan kesehatan di wilayah
Madiun dan sekitarnya,
tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang optimal dan memberikan
pelayanan rasa nyaman serta memberikan kepuasan kepada masyarakat.
Pasal 29
1. Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a
terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat.
2. Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga
puluh) persen dari luas wilayah kota.
Pasal 30
Distribusi ruang terbuka hijau publik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 ayat (1) dan ayat (3) disesuaikan dengan sebaran penduduk dan
hierarki pelayanan dengan memperhatikan rencana struktur dan pola
ruang.
Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan dan pemanfaatan ruang
terbuka hijau dan ruang terbuka nonhijau sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 huruf a dan huruf b diatur dengan peraturan Menteri.
3) sebagai peneduh;
4) produsen oksigen;
8) penahan angin.
4. Tipologi RTH
a. Fisik : RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar
alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional serta RTH non
alami atau binaan seperti taman, lapangan olahraga, pemakaman
atau jalur-jaur hijau jalan.
b. Fungsi : RTH dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan
ekonomi.
c. Struktur ruang : RTH dapat mengikuti pola ekologis (mengelompok,
memanjang, tersebar), maupun pola planologis yang mengikuti
hirarki dan struktur ruang perkotaan.
d. Kepemilikan : RTH dibedakan ke dalam RTH publik dan RTH
privat.
5. Penyediaan RTH
Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan dapat didasarkan pada:
a. Luas wilayah
Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah
sebagai berikut:
1) ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan
RTH privat;
2) proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal
30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10%
terdiri dari ruang terbuka hijau privat;
b. Jumlah penduduk
Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk,
dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani
dengan standar luas RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku.
1) 250 jiwa : Taman RT, di tengah lingkungan RT
2) 2500 jiwa : Taman RW, di pusat kegiatan RW
3) 30.000 jiwa : Taman Kelurahan, dikelompokan dengan sekolah/
pusat kelurahan
4) 120.000 jiwa : Taman kecamatan, dikelompokan dengan
sekolah/ pusat kecamatan
5) 480.000 jiwa : Taman Kota di Pusat Kota, Hutan Kota (di
dalam/kawasan pinggiran), dan Pemakaman (tersebar)
c. Kebutuhan fungsi tertentu
Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau
pengamanan, sarana dan prasarana misalnya melindungi kelestarian
sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi
perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak
teganggu.
RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur
hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan perlindungan
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1.RSI Siti Aisyah saat ini adalah rumah sakit dengan kelas C di kota Madiun.
2.Ruang Terbuka Hijau RSI Siti Aisyah Madiun telah memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh undang – undang dan sesuai UU no 26 tahun 2007 tentang penataan
ruang untuk kawasan kota dan Rumah Sakit.
B. SARAN
1. RSI Siti Aisyah Madiun baiknya menambah pohon pada taman utama
agar menambah kapasitas oksigen pada kawasan sekitar rumah sakit.
2. RSI Siti Aisyah Madiun baiknya menambah satu lagi taman utama pada
kawasan rumah sakkit dengan tujuan pemerataan taman utama pada kawasan RSI
Siti Aisyah Madiun.
DAFTAR PUSTAKA