Anda di halaman 1dari 12

PERSYARATAN UMUM BANGUNAN RUMAH SAKIT

A.       LOKASI RUMAH SAKIT


1.       Pemilihan lokasi.
a.       Aksesibilitas untuk jalur transportasi dan komunikasi,
Lokasi harus mudah dijangkau oleh masyarakat atau dekat ke jalan raya dan tersedia
infrastruktur dan fasilitas dengan mudah, misalnya tersedia pedestrian, Aksesibel untuk
penyandang cacat
b.      Kontur Tanah
kontur tanah mempunyai pengaruh penting pada perencanaan struktur, dan harus dipilih
sebelum perencanaan awal dapat dimulai. Selain itu kontur tanah juga berpengaruh terhadap
perencanaan sistem drainase, kondisi jalan terhadap tapak bangunan dan lain-lain.
c.        Fasilitas parkir.
Perancangan dan perencanaan prasarana parkir di RS sangat penting, karena prasarana parkir
dan jalan masuk kendaraan akan menyita banyak lahan. Perhitungan kebutuhan lahan parkir
pada RS idealnya adalah 1,5 s/d 2 kendaraan/tempat tidur (37,5m2 s/d 50m2 per tempat
tidur)1atau menyesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi daerah setempat. Tempat parkir
harus dilengkapi dengan rambu parkir.
d.      Tersedianya utilitas publik.
Rumah sakit membutuhkan air bersih, pembuangan air kotor/limbah, listrik, dan jalur
telepon. Pengembang harus membuat utilitas tersebut selalu tersedia.
e.       Pengelolaan Kesehatan Lingkungan
         Studi Kelayakan Dampak Lingkungan yang ditimbulkan oleh RS terhadap lingkungan
disekitarnya, hendaknya dibuat dalam bentuk implementasi Upaya Pengelolaan Lingkungan
dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL), yang selanjutnya dilaporkan setiap 6
(enam) bulan (KepmenKLH/08/2006).
         Fasilitas pengelolaan limbah padat infeksius dan non–infeksius (sampah domestik).
         Fasilitas pengolahan limbah cair (Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL); Sewage
Treatment Plan (STP); Hospital Waste Water Treatment Plant (HWWTP)). Untuk limbah cair
yang mengandung logam berat dan radioaktif disimpan dalam kontainer khusus kemudian
dikirim ke tempat pembuangan limbah khusus daerah setempat yang telah mendapatkan izin
dari pemerintah.
         Fasilitas Pengelolaan Limbah Cair ataupun Padat dari Instalasi Radiologi.
         Fasilitas Pengolahan Air Bersih (;Water Treatment Plant) yang menjamin keamanan
konsumsi air bersih rumah sakit, terutama pada daerah yang kesulitan dalam menyediakan air
bersih.
f.       Bebas dari kebisingan, asap, uap dan gangguan lain.
Setiap RS harus dilengkapi dengan persyaratan pengendalian dampak lingkungan antara
lain :         Pasien dan petugas membutuhkan udara bersih dan lingkungan yang tenang.
         Pemilihan lokasi sebaiknya bebas dari kebisingan yang tidak semestinya dan polusi atmosfer
yang datang dari berbagai sumber.
g.       Master Plan dan Pengembangannya.
Setiap rumah sakit harus menyusun master plan pengembangan kedepan. Hal ini sebaiknya
dipertimbangkan apabila ada rencana pembangunan bangunan baru. Review master plan
dilaksanakan setiap 5 tahun.
2.      Massa Bangunan.
a.       Intensitas antar Bangunan Gedung di RS harus memperhitungkan jarak antara massa
bangunan dalam RS dengan mempertimbangkan hal-hal berikut ini :
         Keselamatan terhadap bahaya kebakaran;
         Kesehatan termasuk sirkulasi udara dan pencahayaan;
         Kenyamanan;
         Keselarasan dan keseimbangan dengan lingkungan;
b.      Perencanaan RS harus mengikuti Rencana Tata Bangunan & Lingkungan (RTBL), yaitu :
1)        Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Ketentuan besarnya KDB mengikuti peraturan daerah setempat. Misalkan Ketentuan KDB
suatu daerah adalah maksimum 60% maka area yang dapat didirikan bangunan adalah 60%
dari luas total area/ tanah.
2)        Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Ketentuan besarnya KLB mengikuti peraturan daerah setempat. KLB menentukan luas total
lantai bangunan yang boleh dibangun. Misalkan Ketentuan KLB suatu daerah adalah
maksimum 3 dengan KDB maksimum 60% maka luas total lantai yang dapat dibangun
adalah 3 kali luas total area area/tanah dengan luas lantai dasar adalah 60%.
3)        Koefisien Daerah Hijau (KDH)
Perbandingan antara luas area hijau dengan luas persil bangunan gedung negara, sepanjang
tidak bertentangan dengan peraturan daerah setempat tentang bangunan gedung, harus
diperhitungkan dengan mempertimbangkan
1. daerah resapan air
2. ruang terbuka hijau kabupaten/kota
Untuk bangunan gedung yang mempunyai KDB kurang dari 40%, harus mempunyai KDH
minimum sebesar 15%.
4)        Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan Garis Sepadan Pagar (GSP)
Ketentuan besarnya GSB dan GSP harus mengikuti ketentuan yang diatur dalam RTBL atau
peraturan daerah setempat.
c.       Memenuhi persyaratan Peraturan Daerah setempat (tata kota yang berlaku).
d.      Pengembangan RS pola vertikal dan horizontal
Penentuan pola pembangunan RS baik secara vertikal maupun horisontal, disesuaikan dengan
kebutuhan pelayanan kesehatan yang diinginkan RS(;health needs), kebudayaan daerah
setempat (;cultures), kondisi alam daerah setempat (;climate), lahan yang tersedia (;sites) dan
kondisi keuangan manajemen RS (;budget).
3.      Zonasi.
Pengkategorian pembagian area atau  zonasi rumah sakit adalah zonasi berdasarkan tingkat
risiko terjadinya penularan penyakit, zonasi berdasarkan privasi dan zonasi berdasarkan
pelayanan.
a.       Zonasi berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit terdiri dari :
         area dengan risiko rendah, yaitu ruang kesekretariatan dan administrasi, ruang komputer,
ruang pertemuan, ruang arsip/rekam medis.
         area dengan risiko sedang, yaitu ruang rawat inap non-penyakit menular, rawat jalan.
         area dengan risiko tinggi, yaitu ruang isolasi, ruang ICU/ICCU, laboratorium, pemulasaraan
jenazah dan ruang bedah mayat, ruang radiodiagnostik.
         area dengan risiko sangat tinggi, yaitu ruang bedah, IGD, ruang bersalin, ruang patolgi.
b.      Zonasi berdasarkan privasi kegiatan terdiri dari :
         area publik, yaitu area yang mempunyai akses langsung dengan lingkungan luar rumah sakit,
misalkan poliklinik, IGD, apotek).
         area semi publik, yaitu area yang menerima tidak berhubungan langsung dengan lingkungan
luar rumah sakit, umumnya merupakan area yang menerima beban kerja dari area publik,
misalnya laboratorium, radiologi, rehabilitasi medik.
         area privat, yaitu area yang dibatasi bagi pengunjung rumah sakit, umumnya area tertutup,
misalnya seperti ICU/ICCU, instalasi bedah, instalasi kebidanan dan penyakit kandungan,
ruang rawat inap.
c.       Zonasi berdasarkan pelayanan terdiri dari :
         Zona Pelayanan Medik dan Perawatan yang terdiri dari : Instalasi Rawat Jalan (IRJ),
Instalasi Gawat Darurat (IGD), Instalasi Rawat Inap (IRNA), Instalasi Perawatan Intensif
(ICU/ICCU/PICU/NICU), Instalasi Bedah, Instalasi Rehabilitasi Medik (IRM), Instalasi
Kebidanan dan Penyakit Kandungan
         Zona Penunjang dan Operasional yang terdiri dari : Instalasi Farmasi, Instalasi
Radiodiagnostik, Laboratorium, Instalasi Sterilisasi Pusat (;Central Sterilization Supply
Dept./CSSD), Dapur Utama, Laundri, Pemulasaraan Jenazah, Instalasi Sanitasi, Instalasi
Pemeliharaan Sarana (IPS).
         Zona Penunjang Umum dan Administrasi yang terdiri dari : Bagian Kesekretariatan dan
Akuntansi, Bagian Rekam Medik, Bagian Logistik/ Gudang, Bagian Perencanaan dan
Pengembangan (Renbang), Sistem Pengawasan Internal (SPI), Bagian Pendidikan dan
Penelitian (Diklit), Bagian Sumber Daya Manusia (SDM), Bagian Pengadaan, Bagian
Informasi dan Teknologi (IT).
Gambar 2.1.3. Zoning Rumah Sakit Berdasarkan Pelayanan Pada Rumah Sakit Berdasarkan
Pola Pembangunan Horisontal

4.      Kebutuhan luas lantai.


a.       Kebutuhan luas lantai untuk rumah sakit pendidikan disarankan + 110 m2 setiap tempat
tidur. 2)
b.      Sebagai contoh, rumah sakit pendidikan dengan kapasitas 500 tempat tidur, kebutuhan luas
lantainya adalah sebesar + 110 (m2/tempat tidur) x 500 tempat tidur = + 55.000 m2.
c.       Kebutuhan luas lantai untuk rumah sakit umum (non pendidikan) saat ini disarankan 80 m 2
sampai dengan 110 m2 setiap tempat tidur.3)
d.      Sebagai contoh, rumah sakit umum (non pendidikan) dengan kapasitas 300 tempat tidur,
kebutuhan luas lantainya adalah sebesar 80 (m 2/tempat tidur) x 300 tempat tidur = + 24.000
m2
e.       Tabel 3.1.4 menunjukkan bagian-bagian dari rumah sakit umum (non pendidikan) dan
ruangan yang dibutuhkannya.
Tabel 3.1.4 - Kebutuhan ruang minimal untuk rumah sakit umu non pendidikan

B.     PERENCANAAN BANGUNAN RUMAH SAKIT.


1.      Prinsip umum.
a.       Perlindungan terhadap pasien merupakan hal yang harus diprioritaskan. Terlalu banyak lalu
lintas akan menggangu pasien, mengurangi efisiensi pelayanan pasien dan meninggikan
risiko infeksi, khususnya untuk pasien bedah dimana kondisi bersih sangat penting. Jaminan
perlindungan terhadap infeksi merupakan persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam
kegiatan pelayanan terhadap pasien.
b.      Merencanakan sependek mungkin jalur lalu lintas. Kondisi ini membantu menjaga
kebersihan (aseptic) dan mengamankan langkah setiap orang, perawat, pasien dan petugas
rumah sakit lainnya. Rumah sakit adalah tempat dimana sesuatunya berjalan cepat. Jiwa
pasien sering tergantung padanya. Waktu yang terbuang akibat langkah yang tidak perlu
membuang biaya disamping kelelahan orang pada akhir hari kerja.
c.       Pemisahan aktivitas yang berbeda, pemisahan antara pekerjaan bersih dan pekerjaan kotor,
aktivitas tenang dan bising, perbedaan tipe pasien, (contoh sakit serius dan rawat jalan) dan
tipe berbeda dari lalu lintas di dalam dan di luar bangunan.
d.      Mengontrol aktifitas petugas terhadap pasien serta aktifitas pengunjung RS yang datang, agar
aktifitas pasien dan petugas tidak terganggu.
Tata letak Pos perawat harus mempertimbangkan kemudahan bagi perawat untuk memonitor
dan membantu pasien yang sedang berlatih di koridor pasien, dan pengunjung masuk dan ke
luar unit. Bayi haru dilindungi dari kemungkinan pencurian dan dari kuman penyakit yang
dibawa pengunjung dan petugas rumah sakit. Pasien di ruang ICU harus dijaga terhadap
infeksi. Begitu pula pada kamar bedah.
2.      Prinsip khusus.
a.       Maksimum pencahayaan dan angin untuk semua bagian bangunan merupakan faktor yang
penting. Ini khususnya untuk rumah sakit yang tidak menggunakan air conditioning.
b.      Jendela sebaiknya dilengkapi dengan kawat kasa untuk mencegah nyamuk dan binatang
terbang lainnya yang berada dimana-mana di sekitar rumah sakit.
c.       RS minimal mempunyai 3 akses/pintu masuk, terdiri dari pintu masuk utama, pintu masuk ke
Unit Gawat Darurat dan Pintu Masuk ke area layanan Servis. 

Gambar 2.2.2-a - Contoh Rencana Lokasi

d.   Pintu masuk untuk service sebaiknya berdekatan dengan dapur dan daerah penyimpanan
persediaan (gudang) yang menerima barang-barang dalam bentuk curah, dan bila mungkin
berdekatan dengan lif service. Bordes dan timbangan tersedia di daerah itu. Sampah padat
dan sampah lainnya dibuang dari tempat ini, juga benda-benda yang tidak terpakai. Akses ke
kamar mayat sebaiknya diproteksi terhadap pandangan pasien dan pengunjung untuk alasan
psikologis.
e.      Pintu masuk dan lobi disarankan dibuat cukup menarik, sehingga pasien dan pengantar
pasien mudah mengenali pintu masuk utama.
f.       Alur lalu lintas pasien dan petugas RS harus direncanakan seefisien mungkin.
g.       Koridor publik dipisah dengan koridor untuk pasien dan petugas medik, dimaksudkan untuk
mengurangi waktu kemacetan. Bahan-bahan, material dan pembuangan sampah sebaiknya
tidak memotong pergerakan orang. Rumah sakit perlu dirancang agar petugas, pasien dan
pengunjung mudah orientasinya jika berada di dalam bangunan.
h.       Lebar koridor 2,40 m dengan tinggi langit-kangit minimal 2,40 m. Koridor sebaiknya lurus.
Apabila ramp digunakan, kemiringannya sebaiknya tidak melebihi 1 : 10 ( membuat sudut
maksimal 70)
i.      Alur pasien rawat jalan yang ingin ke laboratorium, radiologi, farmasi, terapi khusus dan ke
pelayanan medis lain, tidak melalui daerah pasien rawat inap.
j.        Alur pasien rawat inap jika ingin ke laboratorium, radiologi dan bagian lain, harus
mengikuti prosedur yang telah ditentukan.
Gambar 2.2.2-b-Alur sirkulasi pasien di dalam rumah sakit umum

Gambar 2.2.2-c – Contoh Model Aliran lalu lintas dalam RS


k.        Site Plan atau Tata letak instalasi-instalasi berdasarkan zoning dan peruntukan bangunan
yang telah direncanakan. Contoh dapat dilihat pada gambar 2.2.2-d.

Gambar 2.2.2-d – Contoh Model Perletakan Instalasi-instalasi pada Site Rumah Sakit
(Rencana Blok)
Klaten, 4 Mei
2017

Kepada Yth.

Ketua PDGI Cabang Klaten

Di tempat

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : drg.Rita Kusumawati

Tempat / tgl. Lahir : Yogyakarta / 22 Juni 1974

Lulusan : FKG UGM / Tahun 2000

No. STR : 3422100212081462

Alamat : Jl. Mpu Sedah Dk. Pokoh RT.002 RW.002

Nglinggi, Klaten Selatan

Mohon diterbitkan surat rekomendasi sebagai kelengkapan administrsi pengurusan SIP,


dengan alamat tempat praktek :

Praktek 1 : Jl. Mpu Sedah Dk. Pokoh RT.002 RW.002

Nglinggi, Klaten Selatan

Hari Senin – Sabtu pukul 06.00 – 07.00 WIB

Praktek 2 : RSD Bagas Waras Klaten

Jl. Ir. Soekarno KM.02 Buntalan, Klaten Tengah

Hari Senin – Sabtu pukul 07.15 – 14.00 WIB

Praktek 3 : Magersari II RT.023 RW.004 Bendan

Manisrenggo

Hari Senin – Sabtu pukul 16.00 – 20.00 WIB

Demikian surat permohonan ini saya buat untuk dapat dipergunakan sebagai mana
mestinya

Hormat saya,

drg. Rita Kusumawati


RSUP DR. SOERADJI TIRTONEGORO

1. Spesialis Bedah Mulut Senin - Jumat 07.15 – 16.00

2. Spesialis Kedokteran Gigi Anak Senin - Jumat 07.15 – 16.00

3. Spesialis Konservasi Gigi Senin - Jumat 07.15 – 16.00

4. Spesialis Periodonsia Senin - Jumat 07.15 – 16.00

RSI KLATEN

1. Spesialis Bedah Mulut Senin 16.00 – selesai


Rabu 16.00 - selesai
2. Spesialis Ortodonsia Sabtu 12.00 - selesai

3. Spesialis Konservasi Gigi Kamis 16.00 – selesai


Sabtu 14.00 - selesai
4. Spesialis Prostodonsia Senin, Rabu, 08.00 – 13.00
Jumat, Sabtu
Selasa, Kamis 14.00 – 16.00

RSD BAGAS WARAS KLATEN

1. Spesialis Bedah Mulut Jumat 16.00 - selesai


RUANG LINGKUP PELAYANAN KESEHATAN BPJS
RAWAT JALAN TINGKAT PERTAMA (RJTP)

A. Jenis pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP)


1. Administrasi pelayanan, meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta
untuk berobat, penyediaan dan pemberian surat rujukan ke Faskes
Lanjutan untuk penyakit yang tidak dapat ditangani di Faskes Tingkat
Pertama
2. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis
3. Premedikasi
4. Kegawatdaruratan oro-dental
5. Pencabutan gig sulung (topikal, infiltrasi)
6. Pencabutan gigi permanen tanpa penyulit
7. Perawatan pulpa (pulp caping)
8. Obat pasca ekstraksi
9. Tumpatan
10.Scalling 1 tahun sekali *

B. Jenis pemeriksaan, pengobatan, konsultasi medis, tindakan medis non


spesialistik, baik operatif maupun non operatif, pelayanan obat dan bahan
medis habis pakai serta pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium
tingkat pertama yang dilakukan di Faskes Tingkat Pertama sesuai dengan
Panduan Praktik Klinik (PPK) bagi dokter gigi dari Persatuan Dokter Gigi
Indonesia (PDGI) dan Peraturan Perundangan yang berlaku.

C.Prothesa Gigi (1-8 gigi = Rp. 250.000,- ; 9-16 gigi = Rp. 500.000,- per rahang)
---- diberikan paling cepat 2 (dua) tahun sejali atas indikasi medis untuk gigi
yang sama)
SAMPAH
INFEKSIUS

SAMPAH
NON
INFEKSIUS
ENDODONTIC TOOLS

ENDODONTIC MATERIALS

MATA BUR

SENDOK CETAK

DENTAL MATERIALS

Anda mungkin juga menyukai