Anda di halaman 1dari 12

UTS DESIAN FISIK DAN FASILITAS RUMAH SAKIT

Semester II, TA 2020/2021

Prodi S2 Kesehatan Masyarakat

Institut Kesehatan Delihusada Delitua

PEMINATAN : ADMINISTRASI RUMAH SAKIT (ARS)

WAKTU : JUMAT / 9 APRIL 2021

NAMA : NAULI ASDAM SIMBOLON

NPM : 20.15.056

1. Ruang lingkup fasilitas rumah sakit dan fungsinya


Prasarana Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 44 Tahun
2009 dapat meliputi:
1) Instalasi air; sabagai fasilitas dalam memenuhi kebutuhan air
2) Instalasi mekanikal dan elektrikal; yakni untuk emfalitiasi kelistrikan di rumah sakit
3) Instalasi gas medik; sebagai penyedia dan pembuangan gas medik
4) Instalasi uap; untuk mengelola uap
5) Instalasi pengelolaan limbah; sebagai pengelolah sampah dan limbah rumah sakit
6) Pencegahan dan penanggulangan kebakaran; sebagai pencegahan terhadap bahaya di
rumah sakit
7) Petunjuk, standar dan sarana evakuasi saat terjadi keadaan darurat; sebagai upaya
pencegahan bila terjadi bahaya atau Hazard di rumah sakit
8) Instalasi tata udara; sebagai pengelolaan udara di lingkungan rumah sakit
9) Sistem informasi dan komunikasi; seabgai komunikasi antar disiplin ilmu yang bekerja di
rumah sakit
10) Ambulan. Sebagai moda tranfortasi pasien, rujukan dan sebagainya
2. Pertimbangan membangun rumah sakit
Membangun rumah sakit memang sangat berbeda bila dibandingkan dengan bangunan
publik lainnya. Ada hal hal khusus yang harus dipertimbangkan. Diantaranya, pasien safety,
alur barang bersih kotor, alur pengunjung, sterilitas ruangan, standarisasi ruangan menurut
aturan yang berlaku, dll. Pertimbangan lain seperti bangunan pada umumnya adalah
konstruksi bangunan, mekanika elektrik, arsitektur, saluran air bersih air kotor, instalasi air
limbah, parkir, zoning area, dsb. Semua hal di atas dipertimbangkan pada saat proses rancang
bangun.
Walaupun begitu, agar bangunan yang digarap nantinya mempunyai nilai ekonomi yang
tinggi dan tidak sia sia, maka ada hal penting yang harus dipertimbangkan sebelum
membangun, meluaskan, atau renovasi sebuah rumah sakit. Jangan sampai bangunan sudah
jadi tetapi malah menjadi beban operasional rumah sakit karena tidak meningkatkan kinerja
keuangan. Atau bahkan bangunan mangkrak di tengah jalan karena terganjal persoalan.
Beberapa hal yang harus jelas di depan sebelum membangun adalah:
1) Project concept  dan mission statemen. Ingin menjadi rumah sakit apa dan bagaimana
cara mencapainya.
2) Dukungan perijinan dari pihak terkait. IMB, ijin lokasi, ijin ganggun, ijin dari dinas
kesehatan, dll.
3) Kajian kebutuhan pemakai bangunan. Kecukupan pasar, apakah pasar yang dituju cukup
banyak dan mampu membayar. Bila bangunan akan digunakan untuk kebutuhan
operasional (kantor dan penunjang) maka harus dipertimbangkan efektivitas dan efisiensi
bagunannya.
4) Strategy pembiayaan. Jangan sampai pembangunan akan menguras cash flow keuangan
yang mengakibatkan operasional terganggu, atau malah bangunan berhenti di tengah
jalan.
3. Hal-hal teknis 10 aspek perencanaan bangunan rumah sakit
1) Pencahayaan dan penghawaan yang nyaman untuk semua bagian bangunan merupakan
faktor yang penting. Ini khususnya untuk RS yang tidak menggunakan AC.
2) RS minimal mempunyai 3 akses/pintu masuk/gerbang masuk, terdiri dari pintu masuk
utama, pintu masuk ke Unit Gawat Darurat dan Pintu Masuk ke area layanan Servis.
3) Pintu masuk untuk service sebaiknya berdekatan dengan dapur dan daerah penyimpanan
persediaan (gudang) yang menerima barang-barang dalam bentuk curah, dan bila
mungkin berdekatan dengan lif service. Bordes dan timbangan tersedia di daerah itu.
Sampah padat dan sampah lainnya dibuang dari tempat ini, juga benda-benda yang tidak
terpakai. Akses ke kamar mayat sebaiknya diproteksi terhadap pandangan pasien dan
pengunjung untuk alasan psikologis.
4) Pintu masuk dan lobi disarankan dibuat cukup menarik, sehingga pasien dan pengantar
pasien mudah mengenali pintu masuk utama.
5) Jendela sebaiknya dilengkapi dengan kawat kasa untuk mencegah serangga lainnya yang
berada di sekitar RS, dan dilengkapi pengaman.
6) Alur lalu lintas pasien dan petugas RS harus direncanakan seefisien mungkin.
7) Koridor publik dipisah dengan koridor untuk pasien dan petugas medik, dimaksudkan
untuk mengurangi waktu kemacetan. Bahan-bahan, material dan pembuangan sampah
sebaiknya tidak memotong pergerakan orang. Rumah sakit perlu dirancang agar petugas,
pasien dan pengunjung mudah orientasinya jika berada di dalam bangunan.
8) Lebar koridor 2,40 m dengan tinggi langit-kangit minimal 2,40 m. Koridor sebaiknya
lurus. Apabila ramp digunakan, kemiringannya sebaiknya tidak melebihi 1 : 10
( membuat sudut maksimal 70 )
9) Alur pasien rawat jalan yang ingin ke laboratorium, radiologi, farmasi, terapi khusus dan
ke pelayanan medis lain, tidak melalui daerah pasien rawat inap.
10) Alur pasien rawat inap jika ingin ke laboratorium, radiologi dan bagian lain, harus
mengikuti prosedur yang telah ditentukan.

4. Pengendalian dampak lingkungan di rumah sakit


Setiap RS harus dilengkapi dengan persyaratan pengendalian dampak lingkungan antara
lain :
1) Studi Kelayakan Dampak Lingkungan yang ditimbulkan oleh RS terhadap lingkungan
disekitarnya, hendaknya dibuat dalam bentuk implementasi Upaya Pengelolaan
Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL), yang selanjutnya
dilaporkan setiap 6 (enam) bulan (KepmenKLH/08/2006).
2) Fasilitas pengelolaan limbah padat infeksius dan non–infeksius (sampah domestik).
3) Fasilitas pengolahan limbah cair (Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL); Sewage
Treatment Plan (STP); Hospital Waste Water Treatment Plant (HWWTP)). Untuk limbah
cair yang mengandung logam berat dan radioaktif disimpan dalam kontainer khusus
kemudian dikirim ke tempat pembuangan limbah khusus daerah setempat yang telah
mendapatkan izin dari pemerintah.
4) Fasilitas Pengelolaan Limbah Cair ataupun Padat dari Instalasi Radiologi.
5) Fasilitas Pengolahan Air Bersih (;Water Treatment Plant) yang menjamin keamanan
konsumsi air bersih rumah sakit, terutama pada daerah yang kesulitan dalam
menyediakan air bersih.
5. Aspek sirkulasi dan aksesibilitas rumah sakit
Alur Sirkulasi Pasien dalam Rumah Sakit adalah sebagai berikut:
1) Pasien masuk rumah sakit melakukan pendaftaran/ admisi pada instalasi rawat jalan
(poliklinik) atau pada instalasi gawat darurat apabila pasien dalam kondisi gawat darurat
yang membutuhkan pertolongan medis segera/ cito.
2) Pasien yang mendaftar pada instalasi rawat jalan akan diberikan pelayanan medis pada
klinik-klinik tertentu sesuai dengan penyakit/ kondisi pasien.
a. Pasien dengan diagnosa penyakit ringan setelah diberikan pelayanan medis
selanjutnya dapat langsung pulang.
b. Pasien dengan kondisi harus didiagnosa lebih mendetail akan dirujuk ke instalasi
radiologi dan atau laboratorium. Setelah mendapatkan hasil foto radiologi dan
atau laboratorium, pasien mendaftar kembali ke instalasi rawat jalan sebagai
pasien lama.
c. Selanjutnya apabila harus dirawat inap akan dikirim ke ruang rawat inap.
Selanjutnya akan didiagnosa lebih mendetail ke instalasi radiologi dan atau
laboratorium. Kemudian jika pasien harus ditindak bedah, maka pasien akan
dijadwalkan ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien yang kondisinya belum
stabil akan dikirim ke ruang Perawatan Intensif, pasien yang kondisinya stabil
akan dikirim ke ruang rawat inap. Selanjutnya pasien meninggal akan dikirim ke
instalasi pemulasaraan jenazah. Setelah pasien sehat dapat pulang
d. Pasien kebidanan dan penyakit kandungan tingkat lanjut akan dirujuk ke instalasi
kebidanan dan penyakit kandungan. Apabila harus ditindak bedah, maka pasien
akan dikirim ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien yang kondisinya belum
stabil akan dikirim ke ruang Perawatan Intensif, pasien yang kondisinya stabil
akan dikirim ke ruang rawat inap kebidanan. Selanjutnya pasien meninggal akan
dikirim ke instalasi pemulasaraan jenazah. Setelah pasien sehat dapat pulang.
3) Pasien melalui instalasi gawat darurat akan diberikan pelayanan medis sesuai dengan
kondisi kegawat daruratan pasien.
a. Pasien dengan tingkat kegawatdaruratan ringan setelah diberikan pelayanan medis
dapat langsung pulang.
b. Pasien dengan kondisi harus didiagnosa lebih mendetail akan dirujuk ke instalasi
radiologi dan atau laboratorium. Selanjutnya apabila harus ditindak bedah, maka
pasien akan dikirim ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien yang kondisinya
belum stabil akan dikirim ke ruang Perawatan Intensif, pasien yang kondisinya
stabil akan dikirim ke ruang rawat inap. Selanjutnya pasien meninggal akan
dikirim ke instalasi pemulasaraan jenazah, pasien sehat dapat pulang.
6. Aspek pelistrikan rumah sakit
Sistem instalasi listrik dan penempatannya harus mudah dioperasikan, diamati,
dipelihara, tidak membahayakan, tidak mengganggu dan tidak merugikan lingkungan, bagian
bangunan dan instalasi lain, serta perancangan dan pelaksanaannya harus berdasarkan
PUIL/SNI.04-0225 edisi terakhir dan peraturan yang berlaku
1) Jaringan distribusi listrik terdiri dari kabel dengan inti tunggal atau banyak dan/atau
busduct dari berbagai tipe, ukuran dan kemampuan. Tipe dari penghantar listrik harus
disesuaikan dengan sistem yang dilayani.
2) Peralatan pada papan hubung bagi seperti pemutus arus, sakelar, tombol, alat ukur dan
lain-lain harus ditempatkan dengan baik sehingga memudahkan pengoperasian dan
pemeliharaan oleh petugas.
3) Jaringan yang melayani beban penting, seperti pompa kebakaran, lif kebakaran, peralatan
pengendali asap, sistem deteksi dan alarm kebakaran, sistem komunikasi darurat, dan
beban penting lainnya harus terpisah dari instalasi beban lainnya, dan dilindungi terhadap
kebakaran atau penggunaan penghantar tahan api, dan mengikuti ketentuan yang berlaku.
4) Bagian jaringan yang disebut pada butir (3) di atas, pasokan daya listriknya harus
dijamin dan mempunyai sumber/pasokan daya listrik darurat sesuai ketentuan yang
berlaku.
7. Pengembangan system informasi rumah sakit
Pengembangan system informasi rumah sakit merupakan suatu kebijakan atau usaha dalam
mengembangkan system informasi kesehatan berbasis komputerisasi. Sistem Informasi
Rumah Sakit (SIMR) adalah sistem komputerisasi yang memproses dan mengintegrasikan
seluruh alur proses bisnis layanan kesehatan dalam bentuk jaringan koordinasi, pelaporan
dan prosedur administrasi untuk mendukung kinerja dan memperoleh informasi secara cepat,
tepat dan akurat. Sistem Informasi Manajemen (SIM) berbasis komputer merupakan sarana
pendukung yang sangat penting – bahkan bisa dikatakan mutlak – untuk operasional rumah
sakit
8. Yang perlu diperhatikan dalam penempatan ruangan di rumah sakit
1) Perlindungan terhadap pasien merupakan hal yang harus diprioritaskan. Terlalu banyak
lalu lintas akan menggangu pasien, mengurangi efisiensi pelayanan pasien dan
meninggikan risiko infeksi, khususnya untuk pasien bedah dimana kondisi bersih sangat
penting. Jaminan perlindungan terhadap infeksi merupakan persyaratan utama yang harus
dipenuhi dalam kegiatan pelayanan terhadap pasien.
2) Merencanakan sependek mungkin jalur lalu lintas. Kondisi ini membantu menjaga
kebersihan (aseptic) dan mengamankan langkah setiap orang, perawat, pasien dan
petugas rumah sakit lainnya. RS adalah tempat dimana sesuatunya berjalan cepat,
mengingat jiwa pasien taruhannya, oleh karena itu jalur lalu lintas harus direncanakan
seefisien mungkin baik dari segi waktu, biaya maupun tenaga.
3) Pemisahan aktivitas yang berbeda, pemisahan antara pekerjaan bersih dan pekerjaan
kotor, aktivitas tenang dan bising, perbedaan tipe layanan pasien, dan tipe berbeda dari
lalu lintas di dalam dan di luar bangunan.
4) Mengontrol aktifitas petugas terhadap pasien serta aktifitas pengunjung RS yang datang,
agar aktifitas pasien dan petugas tidak terganggu. Tata letak Pos perawat harus
mempertimbangkan kemudahan bagi perawat untuk memonitor dan membantu pasien
yang sedang berlatih di koridor pasien, dan aktifitas pengunjung saat masuk dan ke luar
unit. Bayi harus dilindungi dari kemungkinan pencurian dan dari kuman penyakit yang
dibawa pengunjung dan petugas RS. Pasien di ruang ICU dan ruang bedah harus dijaga
terhadap infeksi.
9. system proteksi kebakaran di rumah sakit
Dengan adanya kemajuan teknologi, sekarang kita dapat mengetahui secara dini dan
meminimalisasi kerugian yang diakibatkan oleh adanya bahaya kebakaran dengan peralatan
yang beragam.
1) Pengamanan aktif
Pengamanan aktif meliputi tiga sistem yaitu, sistem pendeteksian yang memiliki arti
mendeteksi atas nyalanya api dengan menggunakan detektor, seperti smoke detector, heat
detector, ada pun sistem pemadaman otomatis yaitu proses pemadaman dengan cara
otomatis oleh alat pemadam kebakaran seperti splinkler.
2) Sistem Pengamanan pasif
Perlindungan kebakaran pasif meliputi perencanaan struktur penghambat penjalaran api
dan asap. Sistem pemadaman api terdiri dari empat macam yaitu penguraian yang
memiliki arti memisahkan atau menjauhkan benda-benda yang dapat terbakar, ada pula
pendinginan yang berfungsi menyemprotkan air pada benda-benda yang terbakar. Sistem
isolasi atau sistem lokalisasi dengan menyemprotkan bahan kimia CO2 sertaBlasting
effect system yakni dengan memberikan tekanan yang tinggi. Perencanaan ruang- ruang
yang berpotensi sebagai sumber nyala api pada zona terpisah dengan ruang yang
menyimpan bahan–bahan mudah terbakar, Misalnya gudang peralatan mesin, dan
sebagainya. Peralatan yang disarankan terdiri atas alat deteksi bahaya kebakaran, panel
kontrol, alarm, tabung utama pemadaman CO2 berisi bahan CO2 cair dan bertekanan
serta tabung start CO2 yang terdiri dari 2-3 tabung
10. system pencahayaan di rumah sakit
Menurut KEPMENKES RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit bahwa tata laksana pencahayaan adalah sebagai beikut :
1) Lingkungan rumah sakit baik dalam maupun luar ruangan harus mendapat cahaya dengan
intensitas cukup berdasarkan fungsinya.
2) Semua ruang yang digunakan baik untuk bekerja ataupun untuk menyimpan barang
/peralatan perlu diberi penerangan.
3) Ruangan pasien harus diberikan penerangan umum dan penerangan untuk malam hari
dan diediakan saklar dekat pintu masuk, saklar individu ditempatkan pada titik yang
mudah dijangkau dan tidak menimbulkan berisik. Disetiap setiap area pencahayaan
adalah faktor yang sangat penting,
Sebaiknya digunakan sistem pencahayaan dengan standar yang tinggi. Masing-masing
cahaya perlu mempunyai suatu tenaga 30,000 lux, untuk menerangi suatu ukuran bidang
sedikitnya 150 mm dan dengan konstruksi yang sempurna. Pertimbangan lain sebaiknya area
klinis juga tetap harus diberikan pencahayaan walaupun dalam keadaan siang karena hal ini
dapat mengurangi efek disorientasi bagi para staff dan pasien.
11. System pegendalian kebisingan di rumah sakit
Bising yang cukup keras diatas 70 desibel dapat menyebabkan kegelisahan, kurang enak
badan, kejenuhan mendengar,sakit lambung dan masalah peredaran darah (Doelle,1980).
Faktor kenyaman terhadap kebisingan adalah tingkat kebisingan yang dapat diterima dan
dapat diatasi oleh elemen interior di dalam melawan airborne noise dan impact noise, elemen
interior seperti dinding atau partisi klinik harus meredam bunyi dengan kekuatan 40-50
desibel.
Konsep pengendalian kebisingan ditujukan untuk mengatasi kebisingan dari dalam
banguan ( interior noise ) dan dari luar bangunan ( exterior noise ). Tingkat kebisingan yang
diizinkan untuk sebuah pelayanan kesehatan seperti rumah sakit antara 35-45 desibel,
sehingga penyelesaian pengendalian kebisingan diupayakan melalui elemen interior seperti
dinding atau partisi, dimana untu rumah sakit paling tidak harus dapat meredam bunyi
dengan kekuatan 40-45 desibel. Konsep yang digunakan untuk mengatasi masalah
kebisingan adalah mengelola tata letak dan perencanaan interior, pemilihan material
bangunan serta finishing dinding sedemikian rupa yang dapat mendukung pengendalian
kebisingan tersebut. Disisi lain, perencanaan tata massa bangunan juga berperan dalam
pengendalian kebisingan. Penggunaan material seperti karpet, baik pada lantai maupun
dinding dapat mereduksi kebisingan sampai 70%. Penggunaan plafon yang tepat juga dapat
mereduksi kebisingan terutama dari lantai ke lantai. Kebisingan juga dapat dihindari dengan
tidak menggunakan bahan-bahan logam pada furniture.

12. Sarana dan pola evakuasi di rumah sakit


Prosedur Evakuasi : Prinsip Evakuasi : Tetap tenang, jangan panic. Lepas sepatu/sandal
hak tinggi. Berjalan cepat, jangan berlari. Keluar melalui pintu terdekat. Ikuti petunjuk jalur
evakuasi atau petugas evakuasi menuju titik kumpul. Berilah panduan kepada tamu pasien
dan pegawai. Exit sign merupakan bagian penting dalam saran escape guna memudahkan
pengguna bangunan untuk menuju tempat yang aman. Exit sign diletakan pada tempat-
tempat yang telah dipersiapkan sebagai petunjuk sarana penyelamatan diri ketika terjadi
sebuah bencana, seperti pintu darurat, exit route(jalan keluar), tangga darurat dan meeting
point (titik pertemuan).
Persyaratan waktu tempuh dan jarak tempuh, apabila terdapat koridor yang harus di
lengkapi pintu keluar (exit), tidak diperbolehkan melebihi 45 m jaraknya (untuk bangunan
satu lantai), sedangkan untuk bangunan yang lebih dari satu lantai tidak boleh lebih dari 18 m
jaraknya.
13. Keamanan dan keselamatan sarana dan prsarana rumah sakit
Rumah sakit adalah bangunan gedung atau sarana kesehatan yang memerlukan perhatian
khusus dari segi keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan, dimana
berdasarkan Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 3
menyebutkan bahwa pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan :
1) mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;
2) memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah
sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;
3) meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit;
14. Maksud hospital layout?
Hospital layout merupakan gambaran atau Disain bangunan yang merupakan perpaduan
rancangan yang memperhatikan penyediaan berbagai fasilitas dan penunjang yang
direncanakan tersedia pada bangunan. Penilaian terhadap disain bangunan diperlukan untuk
mengetahui apakah bangunan tersebut mempunyai nilai ekonomis yang sepadan dengan
manfaatnya. Ada beberapa variabel yang berpengaruh besar terhadap biaya bangunan, yang
dapat diklasifikasikan secara umum menjadi empat kategori, yaitu: ukuran keliling bangunan,
konfigurasi bentuk denah, tinggi lantai ke plafon dan pengelompokan ruang
15. Yang mendasari pertimbangan layout yang efisien?
faktor-faktor yang harus diperhatikan secara bersamaan dan simultan dalam manajemen
pengelolaan rumah sakit saat ini, adalah: efisiensi ekonomi, kualitas dan pelayanan. Salah
satu hal yang berpengaruh terhadap efisiensi pelayanan adalah tata letak ruang di dalam
gedung rumah sakit tersebut. Persyaratan teknis dan normatif bangunan gedung rumah sakit
sangat spesifik dan bervariasi, sehingga ketidak tepatan dalam membuat suatu tata letak
ruang dapat mengakibatkan rendahnya nilai fungsi bangunan rumah sakit atau bahkan tidak
berfungsinya suatu fasilitas pelayanan pasien. Suatu perancangan bangunan gedung rumah
sakit haruslah mengikuti kaidah yang berlaku, baik berupa persyaratan atau ketentuan yang
diterbitkan oleh pemerintah (Departemen Kesehatan RI) maupun dari standart-standart
berdasarkan literatur-literatur yang dapat dijadikan pedoman perancangan.
Secara prinsip terdapat beberapa hal yang menjadi perhatian dalam bangunan gedung
rumah sakit (Ronald Hutapea, 2001), ialah:
1) Perlindungan bagi pasien terhadap kemungkinan kontaminasi penyakit. Hal ini adalah
inti dari perawatan yang baik bagi pasien dan merupakan dasar dari perencanaan rumah
sakit.
2) Jarak tempuh pendek, dengan sejauh mungkin memisahkan antar sirkulasi. Ini akan
mengurangi resiko kontaminasi penyakit dari atau terhadap pasien
3) Pemisahan aktifitas yang berbeda, dengan cara memisahkan antara daerah bersih dengan
daerah kotor, pemisahan berbagai jenis pasien, pemisahan daerah bising dengan daerah
tenang, pemisahan berbagai jenis sirkulasi diluar maupun di dalam bangunan, pemisahan
antara daerah yang bagus untuk dilihat dengan daerah yang tidak bagus untuk dilihat.
4) Kontrol terhadap keluar masuknya orang (staf, pasien, pengunjung), barang, uang, serta
terkontrolnya kemungkinan kontaminasi dari atau terhadap pasien.
5) Perhatian terhadap prosedur medik dan prosedur bukan medik, yang akan membentuk
pengelompokan fungsi.
16. Yang dimaksud evaluasi pasca huni Rumah sakit
Evaluasi Pasca Huni (EPH) adalah proses evaluasi terhadap bangunan dengan cara
sistematis dan teliti setelah bangunan selesai dibangun dan telah dipakai untuk beberapa
waktu. Fokus EPH adalah pemakai dan kebutuhan pemakai, sehingga mereka memberikan
pengetahuan mengenai akibat dari keputusan-keputusan desain masa lalu dan dari hasil
kinerja bangunan. Pengetahuan ini mejadi sebuah dasar yang baik untuk menciptakan
bangunan yang lebih baik di masa depan.
Evaluasi Pasca Huni (EPH) adalah kegiatan dalam rangka penilaian tingkat keberhasilan
suatu bangunan dalam memberikan kepuasan dan dukungan kepada penghuni, terutama
dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya. Kegiatan EPH dilakukan untuk menilai tingkat
kesesuaian antara bangunan dan lingkungan binaan dengan nilai – nilai dan kebutuhan
penghuni bangunan, disamping itu juga untuk memberikan masukan dalam merancang
bangunan yang mempunyai fungsi yang sama.
Defenisi lain mengenai pasca huni adalah
1) Merupakan sebuah proses evaluasi bangunan dalam suatu cara yang ketat dan sistematis
setelah bangunan tersebut dihuni beberapa saat.
2) Evaluasi Pasca Huni dipusatkan pada pengguna bangunan dan kebutuhan- kebutuhannya.
3) Tujuan adalah untuk menghasilkan bangunan yang lebih baik dikemudian hari.
4) Evaluasi merupakan penilaian performansi bangunan, secara informal telah dilakukan
sehari-hari (sadar atau tidak, terstruktur atau tidak).
17. Manfaat evaluasi pasca huni adalah ?
1) Jangka pendek : Mengidentifikasikan keberhasilan dan kegagalan bangunan. Membuat
rekomendasi untuk mengatasi masalah. Memberi masukan untuk tahapan pembiayaan
proyek
2) Jangka menengah : Membuat keputusan bagi pengguna kembali dan pembangunan baru
Memecahkan masalah bagi bangunan yang ada.
3) Jangka Panjang : Digunakan sebagai acuan pembangunan mendatang. Mengembangkan
“state of the art” bangunan dengan fungsi yang sama.
18. Kriteria evaluasi pasca huni rumah sakit adalah
Preiser et.al (1998) menyebutkan dalam evaluasi pasca huni yang diukur adalah kriteria
performansi yang meliputi tiga aspek yaitu :
1) Aspek teknikal : dapat terjadi ciri latar belakang lingkungan pengguna beraktivitas.
Meliputi struktur, sanitasi dan ventilasi, keselamatan kebakaran, elektrikal, dinding
eksterior, finishing interior, atap, akustik, pencahayaan dan sistem kontrol lingkungan.
2) Aspek fungsional : meliputi faktor manusia, penyimpanan, komunikasi dan alur kerja,
fleksibilitas dan perubahan, serta spesialisasi dalam tipe atau unit bangunan.
3) Aspek perilaku : meliputi teritorialitas, privasi dan interaksi, persepsi lingkungan, citra
dan makna, serta kognisi dan orientasi lingkungan.
19. Tingkatan evaluasi pasca huni Rumah sakit
Evaluasi Pasca Huni (EPH) bisa dilakukan dengan menggunakan beberapa tingkatan
yakni dengan :
1) Indikatif EPH : Indikasi keberhasilan dan kegagalan bangunan, dilakukan dalam waktu
yang sangat singkat (kurang lebih 3 jam).
2) Investigatif EPH : Berlangsung lebih lama dan lebih kompleks, biasanya dilakukan
setelah ditemukan isu-isu (saat indukatif EPH) dikerjakan selama 2-4 minggu.
3) Diagnostik : Menggunakan metode yang lebih canggih, dengan hasil yang lebih tepat/
akurat memerlukan waktu beberapa bulan. Hasilnya merupakan evaluasi yang
menyeluruh. EPH diagnostik ini mengikuti strategi metode yang beragam, diantaranya;
kuesioner, survey dan ukuran-ukuran fisik dimana seluruh pendekatan ini disesuaikan
dengan evaluasi komparatif terhadap fasilitas – fasilitas dengan tipe yang sama secara
lintas-bagian.
20. Prosedur evaluasi pasca huni adalah?
Evaluasi Pasca Huni (EPH) adalah kegiatan dalam rangka penilaian tingkat keberhasilan
suatu bangunan dalam memberikan kepuasan dan dukungan kepada penghuni, terutama
dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya. Kegiatan EPH dilakukan untuk menilai tingkat
kesesuaian antara bangunan dan lingkungan binaan dengan nilai – nilai dan kebutuhan
penghuni bangunan, disamping itu juga untuk memberikan masukan dalam merancang
bangunan yang mempunyai fungsi yang sama. EPH bermanfaat untuk acuan jangka pendek,
jangka menengah dan jangka panjang serta memberikan dukungan untuk meningkatkan
kepuasan penghuni atas bangunan dan lingkungan binaan yang dihuni.
Menurut Preiser (1998) Evaluasi Pasca Huni (EPH) didefinisikan sebagai pengkajian atau
penilaian tingkat keberhasilan suatu bangunan dalam memberikan kepuasan dan dukungan
kepada pemakai, terutama nilai – nilai dan kebutuhannya. Penggunaan EPH adalah untuk
menilai tingkat kesesuaian antara bangunan (lingkungan binaan) dengan nilai-nilai dan
kebutuhan penghuni/ pemakainya dan sebagai masukan dalam merancang bangunan dengan
fungsi yang sama.

Anda mungkin juga menyukai