Anda di halaman 1dari 8

1.

Jelaskan prinsip-prinsip desain rumah sakit yang anda ketahui sesuai dengan Pedoman Teknis
Bangunan dan Sarana Rumah Sakit Ditjen BUK!
2. Jelaskan desain fisik ruang IGD yang sesuai dengan Permenkes No 856 tahun 2009 tentang IGD!
3. Sebuah Rumah Sakit Tipe-C dengan spesifikasi sebagai berikut :
 Letak Rumah Sakit di area pemukiman yang tidak terlalu padat, di tepi jalan utama, dan dekat
dengan kawasan industri rumah tangga
 Jumlah bed 120 buah
 Luas tanah 3500 m3
 Jenis bangunan adalah superblock multi storey dengan jumlah level sebanyak 3 lantai
 Luas area parkir seluas 875 m3, dengan luas zona hijau sebesar 100 m3
 Luas lantai 7875 m3
 Memiliki zona masuk yang menyatu dengan zona keluar
 Letak IGD berada di samping kiri, tidak terlalu eye catching dan cukup sulit untuk ditemukan
dari tapak depan Rumah Sakit
 Memiliki zona rawat inap dan rawat jalan yang terpisah
 Ruang IGD memiliki Laboratorium cito 24 jam, memiliki zona triase yang terpisah dengan
zona observasi, memiliki sebuah counter pendaftaran merangkap sebagai nurse station,
ruangan lain tidak dimiliki
 Ruang rawat inap kelas-3 ada 20 kamar dengan kapasitas bed bagi setiap kamar adalah 3 bed,
ruang rawat inap kelas-2 ada sebanyak 10 kamar dengan kapasitas bed bagi setaip kamar
adalah sebanyak 2 bed, ruang rawat inap kelas-1 sebanyak 26 kamar dengan kapasitas bed
bagi setiap kamar adalah 1 bed, dan ruang rawat inap kelas-VIP sebanyak 14 kamar dengan
kapasitas bed bagi setiap kamar adalah 1 bed
 Laboratorium pusat, Kamar operasi, dan CSSD berada di lantai 2 gedung Rumah Sakit.
Sedangkan Instalasi Radiologi, Instalasi Farmasi, dan Instalasi Rawat Jalan berada pada lantai
dasar Rumah Sakit
 Tidak memiliki pemulasaraan jenazah

Pertanyaan :

1. Jika Rumah Sakit tersebut dikelola oleh Bapak/Ibu maka hal apa saja yang perlu
dikembangkan terhadap desain fisik bangunan?
2. Mohon Bapak/Ibu narasikan, seperti apa potensi yang sangat memungkinkan dalam
pengelolaan Bapak/Ibu terhadap Rumah Sakit tersebut!
3. Apabila Rumah Sakit tersebut akan dijual sebagai Trauma Center, apa hal yang paling
mendasar dalam proses pengembangan desain fisiknya?
4. Dalam kaitan membantu Pemerintah mensukseskan program Kesehatan Nasional, apakah
menurut Bapak/Ibu Rumah Sakit tersebut sudah dapat mendukung Program Pemerintah?
Mohon narasikan pendapat anda.
JAWABAN

1. Terdapat 14 prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam merencanakan komponen-


komponen fisik rumah sakit, meliputi perencanaan lahan, bangunan, dan infrastruktur,
diantaranya :
1) Rencanakan Rumah Sakit Sesuai Rencana Strategis.
Sering terjadi beberapa kasus kegagalan disebabkan karena pengembangan lahan dan
bangunan yang tidak didasarkan atas studi kelayakan serta perencanaan bisnis yang
matang pada tahap awal perencanaan. Akibat yang ditimbulkan dari kurang
matangnya tahap perencanaan antara lain adalah lahan tidak sesuai, bangunan
terbengkalai, serta ketidaksesuaian antara aktivitas dengan wadahnya. Melihat
kecenderungan diatas pada akhirnya setiap organisasi baik profit maupun non profit
mulai mempertimbangkan pengelolaan dengan prinsip bisnis yang baik dan benar
sehingga tercipta sebuah bangunan yang mandiri dalam operasional, perawatan,
proses tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu sebuah rumah sakit perlu
dikembangkan berdasarkan rencana bisnis. Suatu perencanaan yang dimulai dari
perencanaan aktivitas, sumberdaya manusia, perlengkapan fasilitas, akan membawa
implikasi pada lahan, bangunan dan infrastruktur.
Proses pengelolaan aset pada dasarnya akan sangat dipengaruhi oleh proses
perencanaan kegiatan. Dengan kata lain, proses perencanaan strategis akan sangat
mempengaruhi perencanaan masterplan keseluruhan aset (serta masterplan masing-
masing unit dan perencanaan fasilitas dalam masing-masing unit). Meski demikian,
dapat dikatakan bahwa proses perencanaan aset akan mengikuti proses sebagaimana
berikut:
 Identifikasi aset eksisting (lahan, bangunan, dan infrastruktur)
 Penentuan visi bagi keseluruhan dan masing-masing asset
 Perumusan strategi yang harus dilakukan pada keseluruhan dan masing-
masing aset.
2) Rencanakan Rumah Sakit Secara Organis, Berkembang, dan Bertahap.
Setiap rumah sakit pasti akan berkembang dalam proses daur fungsi bangunannya.
Dimulai dari tahap embrional, perkembangan awal, perkembangan lanjut,
kematangan, dan dapat berlanjut ke penurunan performansi fisik dan fungsi jika tidak
segera ditindak-lanjuti dengan tepat. Dalam hal ini, rumah sakit perlu direncanakan
sesuai dengan tingkat perkembangannya. Sebagai contoh pada suatu waktu tertentu
yang diperlukan dalam proses perkembangan rumah sakit adalah proses
pengembangan lahan, kemudian di waktu yang lain diperlukan adalah pembangunan
atau peningkatan fisik bangunan. Pada waktu tertentu lainnya, yang dibutuhkan adalah
konsolidasi aset-aset.
Dalam proses memanfaatkan sumberdaya lahan pun, kita perlu mempertimbangkan
pentahapan perkembangan rumah sakit. Ada beberapa kemungkinan perkembangan
rumah sakit yang dapat kita pilih sesuai dengan kondisi yang ada seperti
perkembangan secara horisontal, interstisial, ataupun vertikal. Oleh karena itu,
dibutuhkan sebuah masterplan yang baik, yang memberi kesempatan pada bagian-
bagian tertentu untuk berkembang secara bertahap.
3) Rencanakan Rumah Sakit yang “Kompak”
Efisiensi dan efektivitas adalah dua parameter mutakhir yang selayaknya menjadi isu
utama perencanaan Rumah Sakit. Dibutuhkan harmonisasi dalam mengkomposisikan
kebutuhan akan kelengkapan fasilitas fisik, ketersediaan lahan, keterbatasan
anggaran, juga isu sosial yang berkembang, maupun isu krusial lainnya.
Rule of thumb untuk pengembangan rumah sakit adalah sekitar 50m2 untuk tiap bed.
Dengan adanya arahan dasar ini, dapat diperkirakan luasan, kebutuhan dan
kompleksitas yang berbeda-beda antar rumah sakit, sebagai contoh 70 bed x 50m2.
Memulai dari sebuah rumah sakit yang kecil namun memiliki efisiensi, efektivitas
serta kompak yang tinggi sehingga dapat beroperasi dengan baik akan jauh lebih
baik dalam proses perkembangan usaha.
4) Rencanakan Rumah Sakit yang Memberikan Harapan Sehat.
Istilah 'rumah sakit' mungkin memang kurang tepat, karena bukan menyiratkan
harapan (isi gelas masih setengah) melainkan justru menyiratkan masalah (isi gelas
tinggal setengah). Hal ini tentu saja harus dirubah dengan mengarahkan pada sifat
penuh harapan sehat dan optimisme serta kecerahan, mengingat berbagai penelitian
telah menunjukkan bahwa sugesti diri dan optimisme akan meningkatkan angka
kesembuhan secara mencolok.
Arsitektur rumah sakit diharapkan mampu mengubah image masyarakat tentang
rumah sakit. Dimulai dari penggunaan warna dan cahaya yang suram yang semestinya
digantikan dengan pemanfaatan warna dan cahaya yang lebih cerah (meski tetap
bersifat kalem/tenang). Meningkat pada penataan eksterior dan interior yang semata-
mata menekankan pada fungsi, dan selayaknya mulai diolah menjadi fungsi dan fiksi
(atrau bahkan fungsi dan puisi). Lebih lanjut dapat ditingkatkan pada citra
keseluruhan rumah sakit yang harus berubah dari “penjara” ke “resort” : pasien
bukanlah pesakitan melainkan customer yang terhormat, sementara pemberi layanan
kesehatan bukanlah sipir melainkan “customer partner” menuju sehat.
5) Rencanakan Rumah Sakit dengan Pengelompokan yang Tepat.
Rumah sakit semestinya direncanakan dengan pengelompokan ruang (kerap juga
disebut pemintakatan atau zoning) yang tepat. Pengelompokan ruang yang tepat akan
mendukung efektivitas dan efisiensi kegiatan yang berlangsung di dalamnya dan antar
ruang.
Pengelompokan yang tepat juga akan memberi kedekatan ruang-ruang yang saling
membutuhkan kedekatan, dan memisahkan ruang-ruang yang membutuhkan
pemisahan.
Zona Luar adalah zona yang harus dengan mudah diakses oleh masyarakat luas,
seperti: layanan gawat darurat, layanan rawat jalan, serta layanan administratif untuk
umum. Zona Kedua adalah zona yang menerima beban kerja dari zona terluar tadi,
meliputi laboratorium, farmasi, dan radiologi. Zona Dalam adalah zona yang
menyediakan layanan rawat inap dan layanan lain bagi pasien. Zona Terdalam adalah
zona yang membutuhkan tingkat kesterilan tertentu dalam memberikan layanan,
seperti misalnya layanan bedah, melahirkan, serta rawat intensif. Terakhir adalah
Zona Layanan, yang memberikan layanan pada kegiatan rumah sakit, seperti
misalnya dapur, laundry, IPSRS, pool kendaraan, dan kamar jenazah.
6) Rencanakan Rumah Sakit dengan Sirkulasi yang Tepat dan Aksesibel.
Sistem sirkulasi pada dasarnya terbagi dalam sirkulasi eksternal dan sirkulasi internal.
Sirkulasi eksternal akan didominasi oleh sirkulasi kendaraan bermotor dalam
mengakses rumah sakit. Perlu ada pembedaan antara akses utama rumah sakit bagi
pengunjung, akses gawat darurat yang harus dapat dicapai dengan mudah dan tidak
terganggu akses yang lain, serta akses layanan dan karyawan. Demikian juga parkir
perlu direncanakan sedemikian rupa sehingga secara kualitatif dan kuantitatif
memenuhi persyaratan yang ada. Pada umumnya diperlukan 1 parkir mobil bagi tiap 4
bed rawat inap dalam sebuah rumah sakit .
Sirkulasi internal akan terbagi antara sirkulasi umum dan pengunjung serta sirkulasi
pasien dan layanan medik. Ada beberapa area yang sirkulasi pasien dan layanan
medik perlu dipisahkan secara sempurna dengan sirkulasi umum. Demikian juga pada
bangunan bertingkat, adanya pemisahan elevator yang digunakan oleh pasien berbeda
dengan yang digunakan pengunjung umum.Pemisahan sirkulasi pun terjadi pada
sirkulasi pasien dan clean utilities (utilitas bersih) dibedakan dengan alur dirty utilities
(utilitas kotor).
7) Rencanakan Rumah Sakit yang Hemat Energi dan Nyaman Thermal.
Penghematan energi yang paling sederhana namun dapat berdampak sangat besar
dapat dilakukan dengan perencanaan sistem penghawaan. Penghematan ini dilakukan
dengan cara beberapa ruangan penentuan dari awal tentang beberapa bagian dari
rumah sakit direncanakan dengan sistem pengkondisian udara dengan menggunakan
AC dan bagian-bagian lain dari rumah sakit direncanakan dengan menggunakan
ventilasi alami dan tidak menggunakan AC. Bagian rumah sakit yang direncanakan
dengan menggunakan AC akan lebih efisien jika memiliki volume ruang yang lebih
kecil dengan jarak lantai dan langit-langit yang tidak terlalu tinggi. Sementara
kenyamanan termal yang lebih baik akan dimiliki bangunan berventilasi alami yang
memungkinkan ventilasi silang dan dengan volume ruang yang lebih besar dengan
jarak lantai dan langit-langit yang lebih tinggi.
Perletakan dan orientasi dari massa bangunan pun sangat mempengaruhi penghematan
energi dan kenyamanan thermal. Untuk mengurangi panas matahari di Indonesia,
bangunan diorientasikan membujur timur barat, bagian transparan atau bukaan
diarahkan menghadap selatan dan utara sehingga lebih menghemat energi
pendinginan. Pada kondisi tertentu i kadang tidak dimungkinkan untuk meletakan
massa bangunan pada kondisi ideal diatas namun hal-hal ini dapat diatasi dengan
penggunaan sunshading serta penggunaan material yang tepat (transparan atau bukaan
seperti kaca dan jendela pada bagian yang tidak terpanaskan dan pasangan masif pada
bagian yang terpanaskan).
8) Rencanakan Rumah Sakit yang Aman dan Tanggap Keadaan Darurat.
Selain keamanan dari pengguna yang selalu diperhatikan oleh pengelola fasilitas
kesehatan, masalah keamanan dari keadaan-keadaan darurat yang tidak diharapkan
menjadi hal yang patut diperhatikan. Contoh yang paling mudah adalah melihat rumah
sakit dari sisi keamanan terhadap bahaya kebakaran. Hal ini mencakup tiga hal, yaitu
keamanan dari bahaya kebakaran, kemudahan memadamkan api, serta kemudahan
menyelamatkan diri dari bahaya kebakaran. Dari hal pertama, perlu direncanakan
perletakan sumber api yang dijauhkan dari bahan-bahan yang mudah terbakar
(combustible).
Penyelamatan diri dari bahaya kebakaran meliputi tangga darurat pada jarak-jarak
tertentu, dengan persayaratan dan kemudahan aksesnya. Ramp juga merupakan sarana
wajib, mengingat pada waktu kebakaran listrik akan mati. Ramp sebaiknya dirancang
dengan memperhatikan lebar, kesejajaran (alignment), serta kemiringan yang
memadai. Bukaan ke luar dari tangga-tangga darurat maupun dari akses-akses ke
ground floor perlu dilengkapi dengan pintu-pintu yang membuka ke luar (bukan ke
dalam) dengan lebar total bukaan disesuaikan dengan jumlah jiwa yang ada dalam
bangunan. Selanjutnya perlu didukung dengan hal yang kedua, yaitu tersedianya
pemadam kebakaran dengan berbagai sistem, mulai dari hidrant hingga pemadam
portable yang dapat menjangkau seluruh bagian rumah sakit. Akses mobil pemadam
kebakaran meruapakan suatu hal yang perlu dipertimbangkan, terutama di bagian
perifer lahan rumah sakit, karena hidrant kerap tidak selalu dapat diharapkan dalam
beberapa kasus darurat.
9) Rencanakan Rumah Sakit yang “Hijau”.
Tata lansekap dalam suatu rumah sakit merupakan satu komponen vital yang perlu
direncanakan dengan seksama. Komponen tata lansekap antara lain meliputi ruang terbuka
hijau, pohon peneduh, pohon pengarah, penutup tanah, serta furnitur lansekap (lampu,
bangku, ataupun signage).
Ruang terbuka hijau selayaknya menjadi salah satu pertimbangan utama dalam perletakan
massa-massa bangunan rumah sakit. Untuk bangunan berlantai banyak, ruang terbuka
setidaknya memiliki jarak 10 m antar bangunan untuk dinding dengan dinding, 15 m untuk
jendela dengan dinding, serta 20 m untuk jendela dengan jendela, agar privasi pasien tetap
terjamin. Adanya pohon-pohon peneduh dan pengarah bisa membantu privasi pasien, dan
juga memberikan suasana hijau yang nyaman dan membuat suasana penyembuhan lebih baik.
Furnitur lansekap juga harus direncanakan, sehingga lampu yang ada tidak menyilaukan,
serta signage (penanda) yang direncanakan dapat tertata teratur dan memudahkan wayfinding.
10) Rencanakan Rumah Sakit yang Mudah dan Murah Perawatan.
Aspek pemeliharaan kerap kali kurang diperhatikan dalam perencanaan awal rumah sakit.
Padahal aspek ini merupakan hal yang nantinya akan ditemui terus sepanjang daur hidup
fasilitas fisik rumah sakit. Tata lansekap yang tidak menyulitkan perawatan, kulit bangunan
yang tidak menyulitkan pembersihan, serta sistem infrastruktur yang mudah dipantau dan
dirawat, adalah beberapa prinsip dalam pemeliharaan.
Penggunaan bahan bangunan juga sangat perlu dipertimbangkan, mengingat bahan-bahan
tertentu akan mudah kotor ataupun rusak, sementara bahan-bahan yang lain dapat memiliki
kualitas yang senantiasa terjaga. Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan mengenai
kenyamanan thermal dan konservasi energi. Hal ini juga berlaku bagi sistem perletakan
ruangan, sehingga ruangan yang memungkinkan dapat memanfaatkan ventilasi dan cahaya
alami secara maksimal.
11) Rencanakan Rumah Sakit yang Sesuai Target Konsumen dan Memberikan
Fasilitas Terbaik.
Setiap fasilitas publik, termasuk rumah sakit, akan memiliki target pasar tersendiri, sehingga
fasilitas-fasilitas yang dimiliki akan disesuai dengan target pasar yang hendak dilayani
tersebut. Survey pasar memungkinkan dapat mengidentifikasi keinginan konsumen saat ini.
Lebih lanjut, rencana strategis juga akan mengarahkan target konsumen di masa
Dalam kaitan dengan pemasaran, hal ini terkait dengan korelasi antara tema dengan
positioning. Dimana terdapat beberapa pertanyaan yang perlu diajukan, seperti misalnya
“Apa business-line anda?”, “Di mana posisi produk anda?”, “Siapa pasar produk anda?”,
“Apa citra yang diharapkan?”, serta “Bagaimana menggubah citra tersebut?”. Diharapkan
rumah sakit memiliki konsep dan tema yang kuat, yang mewadahi secara optimal kebutuhan
manusia dan aktivitas, kuantitatif dan kualitatif, maupun secara positif memberi tanggapan
terhadap lingkungan, fisik dan non-fisik, sesuai dengan tujuan dan aspirasi sang perancang
dan klien.
Sebuah rumah sakit dengan target konsumen geriatrik, misalnya, perlu mengakomodasi
berbagai keterbatasan mobilitas yang dimilki para lansia tersebut. Sementara rumah sakit
(atau bagian rumah sakit) dengan target konsumen anak akan perlu memberi suasana ceria
dan memberikan ruang-ruang bermain yang membuat anak merasa lebih nyaman. Bagian
rumah sakit untuk mereka yang harus menjalani pengobatan terus-menerus (kemoterapi atau
hemodialisis, misalnya) juga perlu diberi citra yang lebih membuat pasien merasa “at home”
dan bukannya menjadi “preparat”.
12) Rencanakan Rumah Sakit yang Mengakomodasi Kebutuhan dan Prilaku
Manusia.
Beberapa kutipan berikut adalah aspek-aspek kebutuhan dan perilaku yang perlu diperhatikan
dalam merencanakan setting makro, meso, hingga mikro dalam sebuah rumah sakit. Pertama,
Setting Perilaku, digambarkan sebagai kombinasi yang stabil dari aktivitas dan ruang yang
terdiri dari aktivitas rutin, penataan lingkungan yang spesifik, hubungan kongruen antara
keduanya, serta periode waktu tertentu (Barker, 1968).
Kedua, Antropometrik dan Ergonomik. Antropometri adalah studi terhadap aspek fisik
manusia yang meliputi dimensi, kapabilitas, dan batasan (Thieberg, 1970, Croney, 1971),
dimana implikasi nyatanya dalam setting fisik RUmah Sakit berupa iluminasi, warna, suara
dan kebisingan, serta bebas hambatan. Sementara Ergonomi cenderung terfokus pada
'komunikasi' antara manusia dan mesin/peralatan (Murrell, 1965, Propst, 1970).
Ketiga, Teori Proksemik: Privasi, Teritorialitas, & Ruang Personal. Dimana Privasi adalah
kemampuan mengontrol keberadaan interaksi, untuk selalu memiliki pilihan, yang pada
akhirnya menjadi jembatan dalam mencapai interaksi yang diharapkan (Rappoport, 1977).
Teritori adalah ruang berbatas yang dipertahankan dan dimanfaatkan keberlangsungannya
secara eksklusif oleh seorang maupun sekelompok orang yang terkumpul berdasarkan isu
yang sama, melibatkan identifikasi psikologis terhadap ruang, dipaparkan melalui sikap
kepemilikan dan pengaturan terhadap objek yang terlibat dalam area tersebut. (Pastalan,
1970). Ruang Personal adalah wilayah dengan batasan visual semu sekeliling lingkungan
fisik seseorang dimana penyusup/pengganggu tidak dapat masuk (Sommer, 1969).
13) Rencanakan Rumah Sakit yang Nyaman Visual dan Tanggap Lingkungan.
Desain yang dilandasi tema yang kuat sangat dibutuhkan dalam perancangan rumah sakit
dewasa ini. Dalam arsitektur, terdapat beberapa prinsip-prinsip perancangan yang perlu
diperhatikan, seperti misalnya proporsi, skala, keseimbangan, keselarasan, kesatuan dan
perbedaan, ritme, serta penekanan.
Pertimbangan lingkungan juga merupakan sesuatu yang penting. Pertimbangan ini akan
merupakan dialog antara keselarasan dan kontras. Rumah sakit di lingkungan urban yang
padat akan mempunyai nilai tambah jika bisa berperan sebagi suatu oase bagi lingkungan di
sekitarnya. Sementara pada kawasan yang sedang berkembang, selain rumah sakit itu perlu
menyiapkan perkembangan, adanya peluang sebagai komponen dominan kawasan akan
menuntut desain yang cukup berkarakter.
14) Rencanakan Rumah Sakit Sebagai Suatau Aset Properti.
Manajemen aset adalah tata laksana, operasi, dan manajemen dari properti yang dimiliki atau
disewakan baik secara untuk keuntungan maupun non-profit, yang meliputi lahan, fasilitas
dam komitmen hukum dan finansial pemilik dan pengguna, dengan penekanan pada
kumpulan properti dalam portfolio. Manajemen Properti akan melihat berbagai properti
sebagai aset tetap perusahaan, dan akan berperan dalam menjaga market value, meningkatkan
keuntungan, merancang tindakan strategis, networking informasi mengenai aset tetap, telaah
dan kontrol resiko, hingga perencanaan tindakan pembelian, penyewaan, dan berbagai
tindakan lain yang menyangkut properti.
Prinsip yang digunakan dalam pengelolaan aset adalah prinsip Highest and Best Use. Dimana
prinsip tersebut akan mengupayakan pemanfaatan potensi yang ada dengan mengupayakan
nilai tambah paling tinggi. Dalam hal ini meliputi lahan, bangunan, dan infrastruktur,
sehingga komponen-komponen yang memiliki nilai produksi ekonomi tinggi tidak akan
menjadi tidak produktif. Upaya pengembangan pertambahan modal (capital gain) akan
dilakukan dengan menjadikan aset-aset tersebut benar-benar memiliki nilai kompetitif.
Prinsip Highest and Best Use ini juga mengharuskan rencana-rencana tersebut dapat
dilaksanakan secara fisik, diijinkan oleh hukum yang berlaku, didukung oleh pasar yang ada,
serta layak secara ekonomis. Hal ini pasti dipengaruhi oleh guna lahan (dulu, kini, yang akan
datang dan sekitar), serta utilitas, transportasi, dan perkembangan lingkungan kini dan yang
akan datang.

2. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.856/Menkes/SK/IX/2009 persyaratan fisik


bangunan IGD sebagai berikut :
1) Luas bangunan IGD disesuaikan dengan beban kerja Rumah Sakit dengan memperhitungkan
kemungkinan penanganan korban masal atau bencana.
2) Lokasi gedung harus berada dibagian depan Rumah Sakit, mudah dijangkau oleh masyarakat
dengan tanda-tanda yang jelas dari dalam dan luar rumaha sakit.
3) Harus mempunyai pintu masuk dan keluar yang berbeda dengan pintu utama (alur masuk
kendaraan/ pasien tidak sama dengan arus keluar) kecuali pada klasifikasi IGD level I dan II.
4) Ambulans atau kendaraan yang membawa pasien harus dapat sampai di depan pintu yang
areanya terlindung dari panas dan hujan (catatan: untuk lantai IGD yang tidak sama tinggi
dengan jalan ambulans harus membuat ramp).
5) Pintu IGD harus dapat dilalui oleh brankar.
6) Memiliki area khusus parkir ambulans yang bisa menampug lebih dari 2 ambulans (sesuai
dengan beban Rumah Sakit).
7) Susunan ruang harus sedemikian rupa sehinga arus dapat lancar dan tidak ada “cross
infaction”, dapat menampug korban bencana sesui dengan kemampuan Rumah Sakit, mudah
dibersihkan dn memudahkan kontrol kegiatan oleh perawat kepala juga.
8) Area dekontaminasi ditempatkan didepan atau luar IGD atau terpisah dengan IGD
9) Ruang triase harus memuat minimal 2 (dua) brankar.
10) Mempunyai ruang tunggu keluarga pasien.
11) Apotik 24 jam tersedia dekat IGD.
12) Memiliki ruang untuk istirahat petugas (dokter dan perawat).

Anda mungkin juga menyukai