Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MATA KULIAH : ASPEK HUKUM DAN ETIKA RUMAH SAKIT

PENGAMPU : Fresley Hutapea, SH, MH, MARS


DIBUAT OLEH : Andri Wiguna/Kelas 30 D/NPM 196080088

Pertanyaan
1. Masalah-masalah dalam persyaratan perizinan Rumah Sakit
2. Bagaimana tanggapan saudara tentang klasifikasi Rumah Sakit
3. Masalah dalam prosedur perizinan Rumah Sakit di Indonesia
4. Tanggapan anda tentang persyaratan menjadi pimpinan RS sesuai Permenkes no. 971 tahun
2009

Jawaban
1. Masalah-masalah dalam persyaratan perizinan Rumah Sakit
Sesuai dengan UU Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
definisi rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna yang dimaksud meliputi pelayanan kesehatan yang
bersifat promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Pada pasal 7 mengenai persyaratan sebuah rumah sakit, UU no 44 tahun 2009
menyebutkan bahwa sebuah rumah sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan,
prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan. Rumah sakit dapat didirikan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, atau swasta. Rumah sakit yang didirikan oleh pemerintah dan
pemerintah daerah harus berbentuk unit pelaksana teknis dari instansi yang bertugas di bidang
kesehatan, instansi tertentu, atau lembaga teknis daerah dengan pengelolaan Badan Layanan
Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Rumah sakit yang didirikan oleh swasta harus berbentuk badan hukum yang kegiatan
usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan.
Pada pasal 8 dijelaskan lebih lanjut terkait persyaratan lokasi harus memenuhi ketentuan
mengenai kesehatan, keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian
kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan rumah sakit. Ketentuan mengenai kesehatan dan
keselamatan lingkungan menyangkut upaya pemantauan lingkungan, upaya pengelolaan
lingkungan dan/atau dengan analisis mengenai dampak lingkungan dilaksanakan sesuai dengan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ketentuan mengenai tata ruang dilaksanakan
sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota, Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan dan/atau Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan. Hasil kajian kebutuhan penyelenggaraan rumah sakit harus didasarkan pada studi
kelayakan dengan menggunakan prinsip pemerataan pelayanan, efisiensi dan efektivitas, serta
demografi.
Pasal 9 UU no 44 tahun 2009 menjelaskan mengenai persyaratan bangunan yang harus
memenuhi 2 syarat, yaitu persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung pada
umumnya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Persyartan teknis bangunan
rumah sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan
serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak,
dan orang usia lanjut.
Pasal 10 lebih jauh lagi menjelaskan mengenai bangunan rumah sakit harus dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang paripurna, pendidikan dan
pelatihan, serta penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis bangunan rumah sakit diatur dengan
Peraturan Menteri. Bangunan rumah sakit paling sedikit terdiri atas ruang:
1. rawat jalan;
2. ruang rawat inap;
3. ruang gawat darurat;
4. ruang operasi;
5. ruang tenaga kesehatan;
6. ruang radiologi;
7. ruang laboratorium;
8. ruang sterilisasi;
9. ruang farmasi;
10. ruang pendidikan dan latihan;
11. ruang kantor dan administrasi;
12. ruang ibadah, ruang tunggu;
13. ruang penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit;
14. ruang menyusui;
15. ruang mekanik;
16. ruang dapur;
17. laundry;
18. kamar jenazah;
19. taman;
20. pengolahan sampah; dan
21. pelataran parkir yang mencukupi.
Pasal 11 UU no 44 tahun 2009 mengatur mengenai prasarana rumah sakit yang meliputi:
a. instalasi air;
b. instalasi mekanikal dan elektrikal;
c. instalasi gas medik;
d. instalasi uap;
e. instalasi pengelolaan limbah;
f. pencegahan dan penanggulangan kebakaran;
g. petunjuk, standar dan sarana evakuasi saat terjadi keadaan darurat;
h. instalasi tata udara;
i. sistem informasi dan komunikasi; dan
j. ambulan
Prasarana harus memenuhi standar pelayanan, kemanan, serta keselamatan dan kesehatan
kerja penyelenggaraan rumah sakit. Prasarana harus dalam keadaan terpelihara dan berfungsi
dengan baik. Pengoperasian dan pemeliharaan prasarana rumah sakit harus dilakukan oleh
petugas yang mempunyai kompetensi di bidangnya, serta didokumentasi dan dievaluasi secara
berkala dan berkesinambungan. Ketentuan lebih lanjut mengenai prasarana rumah sakit diatur
dengan Peraturan Menteri.
Persyaratan sumber daya manusia dalam Pasal 12 UU no 44 tahun 2009 mengatur bahwa
rumah sakit harus memiliki tenaga tetap yang meliputi tenaga medis dan penunjang medis,
tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga manajemen rumah sakit, dan tenaga non-
kesehatan. Jumlah dan jenis sumber daya manusia sebagaimana dimaksud harus sesuai dengan
jenis dan klasifikasi rumah sakit. Rumah sakit harus memiliki data ketenagaan yang melakukan
praktik atau pekerjaan dalam penyelenggaraan rumah sakit. Rumah sakit dapat mempekerjakan
tenaga tidak tetap dan konsultan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan.
Sesuai dengan pasal 13 UU no 44 tahun 2009, tenaga medis yang melakukan praktik
kedokteran di rumah sakit wajib memiliki Surat Izin Praktik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di rumah sakit wajib memiliki izin
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di
rumah sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan rumah sakit, standar
prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan
keselamatan pasien. Ketentuan mengenai tenaga medis dan tenaga kesehatan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Di dalam pasal 14 UU no 44 tahun 2009 dijelaskan bahwa rumah sakit dapat
mempekerjakan tenaga kesehatan asing sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Pendayagunaan
tenaga kesehatan asing hanya dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan alih teknologi
dan ilmu pengetahuan serta ketersediaan tenaga kesehatan setempat. Pendayagunaan tenaga
kesehatan asing hanya dilakukan bagi tenaga kesehatan asing yang telah memiliki Surat Tanda
Registrasi dan Surat Ijin Praktik. Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan tenaga
kesehatan asing diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15 UU no 44 tahun 2009 mengatur mengenai kefarmasian dimana persyaratan
kefarmasian harus menjamin ketersediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat,
aman dan terjangkau. Pelayanan sediaan farmasi di Rumah Sakit harus mengikuti standar
pelayanan kefarmasian. Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai di
Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi farmasi sistem satu pintu. Besaran harga perbekalan
farmasi pada instalasi farmasi Rumah Sakit harus wajar dan berpatokan kepada harga patokan
yang ditetapkan Pemerintah. Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan kefarmasian
diatur dengan Peraturan Menteri.
Persyaratan peralatan diatur dalam pasal 16 UU no 44 tahun 2009 yang menyatakan
peralatan medis dan non-medis harus memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu,
keamanan, keselamatan dan laik pakai. Peralatan medis harus diuji dan dikalibrasi secara berkala
oleh Balai Pengujian Fasilitas Kesehatan dan/atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang
berwenang. Peralatan yang menggunakan sinar pengion harus memenuhi ketentuan dan harus
diawasi oleh lembaga yang berwenang. Penggunaan peralatan medis dan non-medis di rumah
sakit harus dilakukan sesuai dengan indikasi medis pasien. Pengoperasian dan pemeliharaan
peralatan rumah sakit harus dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di bidangnya.
Pemeliharaan peralatan harus didokumentasi dan dievaluasi secara berkala dan
berkesinambungan. Ketentuan mengenai pengujian dan/atau kalibrasi peralatan medis, standar
yang berkaitan dengan keamanan, mutu, dan manfaat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Setiap penyelenggara rumah sakit wajib memiliki izin, sesuai dengan pasal 25 UU no 44
tahun 2009. Izin sebagaimana dimaksud terdiri dari izin mendirikan dan izin operasional. Izin
mendirikan rumah sakit diberikan untuk jangka waktu 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang
untuk 1 (satu) tahun. Izin operasional rumah sakit diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun
dan dapat diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan. Izin sebagaimana dimaksud di
atas diberikan setelah memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam UU no 44 tahun 2009.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan diatur dengan Peraturan Menteri.

Persyaratan perizinan Rumah Sakit berdasarkan UU no 44 tahun 2009


Persyaratan Peraturan
• Undang-Undang Republik Indonesia no.
32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)
• Peraturan Pemerintah (PP) no. 27 tahun
1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup
• Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Lokasi Amdal Hidup Republik Indonesia no. 05 tahun
2012 tentang Jenis Rencana Usaha
dan/atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia no. 7 tahun 2019 tentang
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
Tata Ruang Undang-Undang Republik Indonesia no. 26
tahun 2007 tentang Penataan Ruang
• Undang- Undang Republik Indonesia no.
44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Studi kelayakan • Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia no.3 tahun 2020 tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit
Bangunan Administratif • Undang- Undang Republik Indonesia no.
44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
• Undang-Undang Republik Indonesia no.
28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Teknis
Indonesia no. 24 tahun 2016
tentang
Persyaratan Teknis Bangunan dan
Prasarana Rumah Sakit
Prasarana Instalasi air • Undang-Undang Republik Indonesia no.
Instalasi mekanikal dan
28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
elektrik
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Instalasi gas medik
Instalasi uap Indonesia no. 24 tahun 2016
Instalasi pengelolaan tentang
limbah Persyaratan Teknis Bangunan dan
Pencegahan dan
Prasarana Rumah Sakit
penanggulangan kebakaran
Petunjuk, standar dan • Peraturan Pemerintah no. 63 tahun 2000
sarana evakuasi saat terjadi tentang Keselamatan dan Kesehatan
keadaan darurat terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion
Instalasi tata udara • Peraturan Pemerintah no. 50 tahun 2012
Sistem informasi dan
tentang Penerapan Sistem Manajemen
komunikasi
Ambulans Keselamatan dan Kesehatan Kerja
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia no. 66 tahun 2016 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah
Sakit
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia no. 1171 tahun 2011 tentang
Sistem Informasi Rumah Sakit
Sumber Daya Surat izin tenaga medis Undang-Undang Republik Indonesia no. 29
Manusia tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
Surat izin tenaga kesehatan • Undang-Undang Republik Indonesia no.
36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
• Undang-Undang Republik Indonesia no. 4
tahun 2019 tentang Kebidanan
• Peraturan Pemerintah no. 51 tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia no. 1796 tahun 2011 tentang
Registrasi Tenaga Kesehatan
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia no. 889 tahun 2011 tentang
Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia no. 148 tahun 2010 tentang Izin
dan Penyelenggaraan Praktik Perawat
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia no. 149 tahun 2010 tentang Izin
dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia no. 357 tahun 2006 tentang
Registrasi dan Izin Kerja Radiografer
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia no. 867 tahun 2004 tentang
Registrasi dan Praktik Terapis Wicara
Jumlah tenaga sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik
klasifikasi RS Indonesia no.3 tahun 2020 tentang Klasifikasi
dan Perizinan Rumah Sakit
Farmasi Manajemen logistik Peraturan Menteri Kesehatan Republik
kefarmasian Indonesia no. 58 tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
Peralatan Standar mutu dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
keselamatan alat medis Indonesia no. 31 tahun 2018 tentang Aplikasi
dan non-medis Sarana, Prasarana, dan Alat Kesehatan
Kalibrasi Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia no. 54 tahun 2015 tentang
Pengujian dan Kalibrasi Alat Kesehatan
Peralatan dengan sinar • Undang-Undang Republik Indonesia no.
pengion 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran
• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
no. 33 tahun 2007 tetang Keselamatan
Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber
Radioaktif
• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
no. 29 tahun 2008 tetang Perizinan
Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan
Bahan Nuklir
• Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia no. 1014 tahun 2008 tentang
Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik
di Sarana Pelayanan Kesehatan

Selanjutnya di dalam Permenkes RI no 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan


Rumah Sakit pada pasal 21 dinyatakan bahwa setiap rumah sakit wajib memiliki izin setelah
memenuhi persyaratan. Persyaratan yang dimaksud adalah sesuai dengan UU no 44 tahun 2009
meliputi lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan. Lokasi
rumah sakit harus berada pada lahan yang sesuai dengan tata ruang wilayah dan/atau rencana tata
bangunan lingkungan kabupaten/kota setempat, dan peruntukan lahan untuk fungsi rumah sakit.
Lahan tersebut harus memiliki batas yang jelas dan dilengkapi akses/pintu yang terpisah dengan
bangunan fungsi lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pada pasal 23 dinyatakan bahwa bangunan dan prasarana rumah sakit harus memenuhi
prinsip keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan keamanan serta kemudahan. Rencana blok
bangunan rumah sakit harus berada dalam satu area yang terintegrasi dan saling terhubung.
Bangunan dan prasarana rumah sakit juga harus memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada pasal 27 dijelaskan bahwa izin rumah sakit meliputi izin mendirikan dan izin
operasional. Izin mendirikan merupakan izin yang diajukan oleh pemilik rumah sakit untuk
mendirikan bangunan atau mengubah fungsi bangunan yang telah ada menjadi rumah sakit. Izin
operasional merupakan izin yang diajukan oleh pimpinan rumah sakit untuk melakukan kegiatan
pelayanan kesehatan termasuk penetapan kelas rumah sakit dengan memenuhi persyaratan
dan/atau komitmen. Izin mendirikan berlaku selama rumah sakit memberikan pelayanan
kesehatan, sedangkan izin operasinal berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang selama
memenuhi persyaratan dan klasifikasi rumah sakit.
Pada pasal 29 dijelaskan lebih lanjut bahwa izin mendirikan dan izin operasional
merupakan perizinan berusaha sektor kesehatan yang diterbitkan oleh menteri, gubernur, atau
bupati/wali kota berdasarkan kewenangan masing-masing melalui Lembaga OSS sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Lembaga OSS atau Online Single Submission atau
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik merupakan Lembaga pemerintah non
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman
modal.
Pada pasal 31 diatur mengenai persayaratan untuk memperoleh izin medirikan rumah
sakit meliputi:
a. dokumen kajian dan perencanaan bangunan yang terdiri atas Feasibility Study (FS), Detail
Engineering Design, dan Master Plan; dan
b. pemenuhan pelayanan alat kesehatan
Persyaratan untuk memperoleh izin operasional diatur dalam pasal 32, meliputi:
a. profil rumah sakit paling sedikit meliputi visi dan misi, lingkup kegiatan, rencana strategi,
dan struktur organisasi;
b. self assessment meliputi jenis pelayanan, sumber daya manusia, peralatan, dan bangunan dan
prasarana rumah sakit;
c. surat keterangan atau sertifikat izin kelayakan atau pemanfaatan dan kalibrasi alat kesehatan;
d. sertifikat akreditasi; dan
e. surat pernyataan yang mencantumkan komitmen jumlah tempat tidur untuk rumah sakit
penanaman modal asing berdasarkan kesepakatan/kerja sama internasional sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan

2. Tanggapan tentang klasifikasi rumah sakit


Sesuai dengan Permenkes no. 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah
Sakit, pada pasal 16 ayat 1 dijelaskan bahwa klasifikasi rumah sakit umum terdiri atas:
a. Rumah sakit umum kelas A;
b. Rumah sakit umum kelas B;
c. Rumah sakit umum kelas C; dan
d. Rumah sakit umum kelas D;
Pada pasal 16 ayat 2 dijalskan lebih lanjut bahwa rumah sakit umum kelas D terdiri atas:
a. Rumah sakit umum kelas D; dan
b. Rumah sakit umum kelas D pratama
Pada pasal 17 ayat 1 sampai dengan ayat 4 menjelaskan mengenai definisi masing-
masing kelas. Rumah sakit umum kelas A merupakan rumah sakit umum yang memiliki jumlah
tempat tidur paling sedikit 250 buah. Rumah sakit umum kelas B merupakan rumah sakit umum
yang memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 200 buah. Rumah sakit umum kelas C
merupakan rumah sakit umum yang memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 100 buah.
Rumah sakit umum kelas D merupakan rumah sakit umum yang memiliki jumlah tempat tidur
paling sedikit 50 buah.
Selanjutnya pada pasal 18 dijelaskan mengenai klasifikasi rumah sakit khusus terdiri atas:
a. Rumah sakit khusus kelas A;
b. Rumah sakit khusus kelas B; dan
c. Rumah sakit khusus kelas C
Pada pasal 19 ayat 1 sampai dengan ayat 3 menjelaskan mengenai definisi masing-
masing kelas. Rumah Sakit khusus kelas A merupakan rumah sakit khusus yang memiliki jumlah
tempat tidur paling sedikit 100 buah. Rumah Sakit khusus kelas B merupakan rumah sakit
khusus yang memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 75 buah. Rumah Sakit khusus kelas C
merupakan rumah sakit khusus yang memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 25 buah.
Berdasarkan Permenkes no. 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah
Sakit, maka perbedaan klasifikasi masing-masing kelas baik untuk klasifikasi rumah sakit umum
maupun khusus hanya terletak pada jumlah minimal tempat tidur yang disediakan oleh rumah
sakit. Berbeda dengan Permenkes no. 56 tahun 2014 serta Permenkes no. 30 tahun 2019 yang
mengatur penetapan klasifikasi rumah sakit berdasarkan 4 komponen yaitu pelayanan, sumber
daya manusia, peralatan, serta bangunan dan prasarana.

3. Masalah dalam prosedur perizinan Rumah Sakit di Indonesia


Di dalam UU no. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pada pasal 25 ayat 1 disebutkan
bahwa setiap penyelenggara rumah sakit wajib memiliki izin. Izin tersebut terdiri dari izin
mendirikan dan izin operasional. Lebih lanjut pada pasal 28 dikatakan bahwa ketentuan lebih
lanjut mengenai perizinan diatur dengan Peraturan Menteri.
Berdasarkan Permenkes no. 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit
pada pasal 29 ayat 1 dijelaskan bahwa izin mendirikan dan izin operasional merupakan perizinan
berusaha sektor kesehatan yang diterbitkan oleh menteri, gubernur, atau bupati/wali kota
berdasarkan kewenangan masing-masing melalui Lembaga OSS sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Selanjutnya pada pasal 30 dijelaskan bahwa penerbitan izin
melalui Lembaga OSS sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat 1 dilakukan dalam bentuk
dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang informasi
dan transaksi elektronik.
Tata cara perizinan dicantumkan dalam pasal 33 ayat 1 sampai dengan ayat 16, serta
pasal 34 ayat 1 sampai dengan 11. Pemilik rumah sakit harus mengajukan pendaftaran melalui
sistem OSS untuk mendapatkan nomor induk berusaha. Nomor induk berusaha sebagaimana
dimaksud tadi merupakan identitas berusaha dan digunakan oleh pemilik rumah sakit untuk
mendapatkan izin mendirikan dan izin operasional. Pemilik Rumah Sakit yang telah
mendapatkan nomor induk berusaha dapat diterbitkan izin mendirikan oleh Lembaga OSS.
Pemilik rumah sakit harus melakukan pemenuhan komitmen untuk mendapatkan izin
mendirikan yang berlaku efektif. Pemenuhan komitmen tersebut harus dapat dipenuhi paling
lama 2 (dua) tahun. Pemenuhan komitmen dilakukan dengan menyampaikan persyaratan izin
mendirikan kepada kementerian kesehatan untuk rumah sakit kelas A dan penanaman modal
asing, pemerintah daerah provinsi untuk rumah sakit kelas B, dan pemerintah daerah
kabupaten/kota untuk rumah sakit kelas C dan kelas D. Pemenuhan komitmen kepada
kementerian kesehatan dapat dilakukan melalui sistem perizinan online kementerian kesehatan.
Pemenuhan komitmen kepada pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah
kabupaten/kota dapat dilakukan melalui sistem perizinan online instansi pemberi izin masing-
masing pemerintah daerah. Sistem perizinan online kementerian kesehatan dan instansi pemberi
izin masing-masing pemerintah daerah dapat diintegrasikan dengan sistem OSS dengan cara
melakukan interoperabilitas.
Kementerian kesehatan, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah
kabupaten/kota melakukan evaluasi terhadap pemenuhan komitmen paling lama 14 (empat belas)
hari sejak pemilik rumah sakit menyampaikan pemenuhan komitmen. Berdasarkan hasil evaluasi
kementerian kesehatan, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota
memberikan notifikasi persetujuan atau perbaikan kepada pemilik rumah sakit melalui sistem
OSS.
Pemilik rumah sakit wajib melakukan perbaikan melalui sistem OSS sejak diterimanya
hasil evaluasi dari kementerian kesehatan, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah
kabupaten/kota. Dalam rangka melakukan perbaikan sebagaimana dimaksud tadi, pemilik rumah
sakit dapat melakukan perpanjangan pemenuhan komitmen paling lama 1 (satu) tahun sejak
diterimanya notifikasi perbaikan melalui sistem OSS. Kementerian kesehatan, pemerintah daerah
provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan verifikasi kembali terhadap
pemenuhan komitmen tersebut paling lama 10 (sepuluh) hari sejak pemilik rumah sakit
menyampaikan kembali pemenuhan komitmen. Berdasarkan hasil verifikasi tersebut,
kementerian kesehatan, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota
memberikan notifikasi persetujuan atau penolakan izin mendirikan kepada pemilik rumah sakit
melalui sistem OSS. Notifikasi persetujuan tersebut merupakan pemenuhan komitmen izin
mendirikan.
Untuk mendapatkan izin operasional yang diterbitkan oleh Lembaga OSS, pimpinan
rumah sakit harus memiliki izin mendirikan dan pemenuhan komitmen izin operasional.
Pemenuhan komitmen izin operasional harus dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan untuk
mendapatkan izin operasional yang berlaku efektif. Pemenuhan komitmen izin operasional
dilakukan dengan menyampaikan persyaratan izin operasional kepada kementerian kesehatan
untuk rumah sakit kelas A dan penanaman modal asing, pemerintah daerah provinsi untuk rumah
sakit kelas B, dan pemerintah daerah kabupaten/kota untuk rumah sakit kelas C dan kelas D.
Pemenuhan komitmen kepada kementerian kesehatan dapat dilakukan melalui sistem perizinan
online kementerian kesehatan. Pemenuhan komitmen kepada pemerintah daerah provinsi atau
pemerintah daerah kabupaten/kota dapat dilakukan melalui sistem perizinan online instansi
pemberi izin masing-masing pemerintah daerah. Sistem perizinan online kementerian kesehatan
dan instansi pemberi izin masing-masing pemerintah daerah dapat diintegrasikan dengan sistem
OSS dengan cara melakukan interoperabilitas.
Kementerian kesehatan, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah
kabupaten/kota melakukan verifikasi dan visitasi paling lama 14 (empat belas) hari sejak
pimpinan rumah sakit menyampaikan pemenuhan komitmen. Visitasi dilakukan oleh tim yang
bertugas melakukan penilaian kesesuaian komitmen terhadap pemenuhan klasifikasi rumah sakit.
Tim visitasi tersebut meliputi:
a. Tim yang dibentuk oleh direktur jenderal, terdiri atas unsur kementerian kesehatan, dinas
kesehatan daerah provinsi, dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, dan asosiasi
perumahsakitan, untuk rumah sakit kelas A dan rumah sakit penanaman modal asing
b. Tim yang dibentuk oleh dinas kesehatan daerah provinsi, terdiri atas unsur kementerian
kesehatan, dinas kesehatan daerah provinsi, dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, dan
asosiasi perumahsakitan, untuk rumah sakit kelas B
c. Tim yang dibentuk oleh dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, terdiri atas unsur dinas
kesehatan daerah provinsi, dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, dan asosiasi
perumahsakitan, untuk rumah sakit kelas C dan kelas D
Berdasarkan hasil verifikasi dan visitasi tersebut, kementerian kesehatan, pemerintah
daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota akan mengeluarkan notifikasi
persetujuan atau penolakan melalui sistem OSS paling lama 10 (sepuluh) hari sejak dilakukan
visitasi. Notifikasi persetujuan tersebut merupakan pemenuhan komitmen izin operasional.
4. Tanggapan tentang persyaratan menjadi pimpinan RS sesuai Permenkes no. 971 tahun
2009
Sesuai dengan Permenkes no. 971 tahun 2009 tentang Standar Kompetensi Pejabat
Struktural Kesehatan pada bab 3 mengenai standar kompetensi pejabat structural kesehatan pasal
3 menyebutkan bahwa:
1) Pengangkatan pegawai ke dalam suatu jabatan struktural kesehatan dilakukan setelah
memenuhi persyaratan kualifikasi serta standar kompetensi jabatan yang akan dipangkunya
melalui proses rekruitmen dan seleksi sesuai peraturan perundang-undangan.
2) Persyaratan kualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3) Standar kompetensi jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi dasar,
kompetensi bidang dan kompetensi khusus.
Lebih lanjut pada pasal 4 diterangkan mengenai kompetensi dasar, kompetensi bidang
dan kompetensi khusus, yaitu:
1) Kompetensi Dasar harus dimiliki oleh Pejabat Struktural sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan
2) Kompetensi Bidang didapat melalui pendidikan dan pelatihan teknis dan fungsional
kesehatan sesuai dengan bidang pekerjaannya
3) Kompetensi Khusus harus dimiliki oleh pejabat struktural dalam mengemban tugas pokok
dan fungsinya sesuai dengan jabatan dan kedudukannya
Pasal 5 menjelaskan lebih detail mengenai kompetensi dasar yang meliputi:
a. Integritas
b. Kepemimpinan
c. Perencanaan
d. Penganggaran
e. Pengorganisasian
f. Kerjasama
g. Fleksibel
Kompetensi bidang dijelaskan lebih lanjut pada pasal 6, yang meliputi:
a. Orientasi pada pelayanan
b. Orientasi pada kualitas
c. Berpikir analitis
d. Berpikir konseptual
e. Keahlian tehnikal, manajerial,dan profesional
f. Inovasi
Kompetensi khusus dijelaskan pada pasal 7 yang meliputi:
a. Pendidikan
b. Pelatihan
c. Pengalaman jabatan
Selanjutnya. pada pasal 10 disebutkan bahwa:
1) Direktur Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan
keahlian di bidang perumahsakitan.
2) Direktur Rumah Sakit telah mengikuti pelatihan perumahsakitan meliputi Kepemimpinan,
Kewirausahaan, Rencana Strategis Bisnis, Rencana Aksi Strategis, Rencana Implementasi
dan Rencana Tahunan, Tatakelola Rumah Sakit, Standar Pelayanan Minimal, Sistem
Akuntabilitas, Sistem Remunerasi Rumah Sakit, Pengelolaan Sumber Daya Manusia.
3) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dipenuhi sebelum atau paling lama satu
tahun pertama setelah menduduki jabatan struktural.
4) Pengalaman jabatan Direktur diutamakan meliputi:
a. Direktur Rumah Sakit Kelas A pernah memimpin Rumah Sakit Kelas B dan/atau pernah
menjabat sebagai Wakil Direktur Rumah Sakit Kelas A paling singkat selama 3 (tiga)
tahun
b. Direktur Rumah Sakit Kelas B pernah memimpin Rumah Sakit Kelas C dan/atau pernah
menjabat sebagai Wakil Direktur Rumah Sakit Kelas B paling singkat selama 3 (tiga)
tahun
c. Direktur Rumah Sakit Kelas C pernah memimpin Rumah Sakit Kelas D dan/atau pernah
menjabat sebagai Kepala Bidang Rumah Sakit Kelas C paling singkat selama 1 (satu)
tahun
d. Direktur Rumah Sakit Kelas D pernah memimpin Puskesmas palingsingkat selama 1
(satu) tahun
Mengacu pada Global Consortium for Healthcare Management Professionalization,
sebuah inisiatif yang didukung dan dikembangkan oleh International Hospital Federation yang
bertujuan untuk mendorong perkembangan kepemimpinan dan praktek manajerial pada layanan
kesehatan, terdapat 5 domain kritis kompetensi bagi seorang pemimpin di bidang kesehatan,
yaitu:
1. Leadership
2. Communication and relationship management
3. Professional and social responsibility
4. Health and healthcare Environment
5. Business

Global Consortium for Healthcare


Permenkes no. 971 tahun 2009
Management Professionalization
Leadership Kepemimpinan
Perencanaan
Pengorganisasian
Inovasi
Communication and relationship Kerjasama
management Fleksibel
Professional and social responsibility Integritas
Orientasi pada pelayanan
Orientasi pada kualitas
Pendidikan
Pelatihan
Pengalaman jabatan
Health and healthcare Environment Berpikir analitis
Berpikir konseptual
Keahlian tehnikal, manajerial,dan profesional
Business Penganggaran

Dengan melihat perbandingan antara keduanya maka pendekatan yang dilakukan oleh
kementerian kesehatan sejalan dengan inisiatif global dalam mendorong peningkatan kapasitas
dan kapabilitas kepemimpinan di sektor layanan kesehatan. Terlebih lagi apabila kita lihat
pelatihan yang harus dijalani yang meliputi Kepemimpinan, Kewirausahaan, Rencana Strategis
Bisnis, Rencana Aksi Strategis, Rencana Implementasi dan Rencana Tahunan, Tatakelola Rumah
Sakit, Standar Pelayanan Minimal, Sistem Akuntabilitas, Sistem Remunerasi Rumah Sakit,
Pengelolaan Sumber Daya Manusia, maka hal ini sudah sangat sejalan dengan analisa dan
framework yang dibangun oleh inisiatif global seperti Global Consortium for Healthcare
Management Professionalization.

Anda mungkin juga menyukai