Anda di halaman 1dari 23

SIX SIGMA SEBAGAI STRATEGI PENINGKATAN

KUALITAS PELAYANAN DI RUMAH SAKIT

MANAJEMEN MUTU
Dosen pengampu: Safari Hasan, S.I.P, M.M.R.S

Oleh:
MOHAMMAD FAJAR LAKSANA
NIM. 10819001

PROGRAM STUDI S1 ADMINISTRASI RUMAH SAKIT


FAKULTAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah swt. atas limpahan rahmat,
hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini
tanpa suatu halangan apapun. Tidak lupa sholawat serta salam kami curahkan
kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW.

Adapun tujuan dari penyusunan makalah yang berjudul Six Sigma


Sebagai Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan Di Rumah Sakit ini adalah
sebagai pemenuhan tugas yang diberikan demi tercapainya tujuan pembelajaran
yang telah direncanakan.

Tidak lupa ucapan terimakasih kami tujukan kepada pihak-pihak yang


turut mendukung dalam menyelesaikan makalah ini khususnya Bapak Safari Hasan,
S.I.P,M.M.R.S Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan demi terciptanya makalah yang lebih baik
selanjutnya. Dan kami berharap semoga dengan hadirnya makalah ini dapat
memberi manfaat bagi pembaca sekalian. Akhir kata kami ucapkan terima kasih

Penulis

Selasa, 07 Juni 2022

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................ 3
1.4 Manfaat Penulisan ...................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 4
2.1 Definisi Pelayanan Kesehatan .................................................................... 4
2.2 Dimensi Kualitas Pelayanan Kesehatan ...................................................... 4
2.3 Faktor-faktor kepuasan pasien .................................................................... 7
2.4 Definisi Six Sigma ................................................................................... 10
2.5 Manfaat Penerapan Six Sigma .................................................................. 12
2.6 Manfaat Penerapan Six Sigma Dalam Pelayanan Kesehatan ..................... 13
2.7 Sejarah Six Sigma .................................................................................... 14
2.8 Fase-Fase Six Sigma ................................................................................ 15
2.9 Langkah-Langkah Fase Six Sigma............................................................ 16
2.10 Faktor kritis dalam kesuksesan penerapan Six Sigma.............................. 17
BAB III KESIMPULAN .................................................................................... 18
3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 18
3.2 Saran ........................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas adalah pelayanan
kesehatan yang peduli dan terpusat kepada kebutuhan, harapan, serta nila-nilai
pelanggan sebagai titik tolak penyediaan pelayanan kesehatan dan menjadi
persyaratan yang harus dapat dipenuhi agar dapat memberikan kepuasan kepada
masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan (Menawati, T. Dan
Kurniawan, H. 2015). Selaras dengan hal tersebut pelayanan kesehatan adalah
setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu
organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesejahteraan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga,
kelompok ataupun masyarakat (Irwanashari, 2010). Tujuan pelayanan kesehatan
adalah meringankan penderitaan dan mencegah atau menunda komplikasi dan
kematian (Notoatmodjo, S. 2008). Sedangkan menurut Nofiana, H., dan Sugiarsi, S
(2011) tujuan pelayanan kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang memuaskan harapan (consumer satisfaction) melalui pelayanan
yang prima oleh pemberi pelayanan yang memuaskan harapan (provider
satisfaction)dan institusi pelayanan yang diselenggarakan (institutional
satisfaction).
Macam-macam pelayanan kesehatan menurut Hodgetts dan Cascio (1983)
dalam Radito (2014) dapat dibedakan menjadi medical services (pelayanan
kedokteran) dan public health service (pelayanan kesehatan masyarakat). Pelayanan
kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran atau secara
bersama-sama dalam satu organisasi (institution), tujuan utamanya untuk
menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama
untuk perseorangan dan keluarga. Kualitas layanan harus mentransformasikan
aktivitas tindakan-tindakan tersebut menjadi perbaikan berkelanjutan, salah satu
cara yang dapat dipergunakan adalah lean six sigma. Sejak diperkenalkan oleh

1
2

Motorola pada tahun 1800 an, six sigma banyak diadopsi oleh berbagai perusahaan
untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan.
Menurut Ratnaningtyas, Surendro (2013) dalam Hana Catur Wahyuni
(2015:21) six sigma merupakan alat untuk memperbaiki kualitas produk dengan
mereduksi tingkat kecacatan produk melalui 5 (lima) tahapan yaitu define
(identifikasi masalah), measure (pengukuran performance kualitas), analyze
(melakukan analisa terhadap penyebab kecacatan), improvement (melakukan usaha
perbaikan untuk meningkatkan kualitas) dan control atau pengendalian. Fungsi dari
six Sigma merupakan sebuah metode yang digunakan untuk memperbaiki suatu
proses dengan memfokuskan pada kegiatan untuk memperkecil variasi proses yang
terjadi sekaligus mengurangi cacat produksi dengan menggunakan analisis statistik.
Secara sederhana six sigma dapat diartikan sebagai suatu proses yang mempunyai
kemungkinan (probabilitas) kecacatan sebesar 0,00034% atau 3,4 unit kecacatan
dalam satu juta unit yang diproduksi (Didiharyono, 2018).
Penerapan konsep Six sigma dapat dilakukan pada industri jasa maupun
manufaktur. Salah satu industri jasa yang menarik untuk diterapkan konsep six
sigma ini adalah jasa pelayanan kesehatan melalui rumah sakit. Rumah Sakit adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat (Kemenkes, 2019). Dengan semakin meningkatnya kebutuhan
masyarakat atas kesehatan dan meningkatnya persaingan maka rumah sakit juga
dituntut untuk bisa memberikan pelayanan yang prima. Oleh karena itu upaya yang
sungguh-sungguh untuk menyiapkan sumber daya kesehatan perlu dimaksimalkan
disemua level organisasi di rumah sakit.
Saat ini kesehatan sudah dianggap sebagai suatu kebutuhan masyarakat
untuk hidup sehat. Perkembangan layanan kesehatan yang cukup pesat saat ini,
menuntut pengelola rumah sakit mengelola usahanya dengan baik. Rumah Sakit
adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat (Kemenkes, 2019)

2
3

Kondisi ini menciptakan persaingan yang semakin tajam, membuat rumah


sakit yang mampu mengelola layanan kesehatannya dengan baik akan bisa bertahan
bahkan berkembang, tetapi bagi yang tidak mampu mengelola dengan baik maka
akan semakin terpuruk yang pada akhirnya akan kalah dalam persaingan yang
semakin ketat. Salah satu untuk dapat memenangkan ketatnya tingkat persaingan
adalah meraih kepercayaan masyarakat dengan memberikan kepuasan kepada
masyarakat atau pelanggan dengan mengukur menggunakan six sigma.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis mengangkat topik makalah yang
berjudul “Implementasi Six Sigma Sebagai Strategi Peningkatan Kualitas
Pelayanan Di Rumah Sakit”
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana implementasi six sigma sebagai strategi peningkatan kualitas
pelayanan di rumah sakit?

1.3 Tujuan Penulisan


Untuk mengetahui implementasi six sigma sebagai strategi peningkatan
kualitas pelayanan di rumah sakit.

1.4 Manfaat Penulisan


Secara akademis, penulisan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
akademik di IIK Bhakti Wiyata Kediri didalam studi administrasi rumah sakit
khususnya dibidang six sigma sebagai strategi peningkatan kualitas pelayanan di
rumah sakit.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pelayanan Kesehatan


Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diberikan kepada masyarakat,
mencakup perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pencataatan, pelaporan, dan
dituangkan dalama suatu sistem (Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 75 tahun
2014). Sistem Kesehatan adalah suatu jaringan penyedia pelayanan kesehatan
terpadu untuk masyarakat, sebagai bentuk upaya pelayanan kesehatan bagi
masyarakat yang optimal serta tercapainya tujuan nasional dalam Sistem Kesehatan
Nasional karena sebagaimana dijelaskan pada Peraturan Presiden No. 72 tahun
2012 Pasal 1 ayat 2 yang menjelaskan bahwa “Pengelolaan kesehatan yang
diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling
mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang
setinggitingginya.”[2], serta dalam pengelolaan Sistem Kesehatan Nasional
menjelaskan bahwa dalam pelayanan kesehatan nasional yang disebut dengan
Fasilitas kesehatan (Faskes) merupakan pelayanan kesehatan yang berjenjang di
pusat dan daerah yang dikenal sebagai fasilitas kesehatan tingkat 1 seperti
Puskesmas, fasilitas kesehatan tingkat 2 untuk pelayanan kesehatan spesialistik
oleh dokter sub spesialis di Faskes tingkat lanjut, dan Fasilitas kesehatan tingkat 3
untuk pelayanan rujukan dan lanjutan seperti halnya Rumah Sakit Umum Daerah,
serta memperhatikan otonomi daerah dan otonomi fungsional di bidang kesehatan
(Yufrizal, 2017)

2.2 Dimensi Kualitas Pelayanan Kesehatan


Konsep mengukur kesenjangan antara harapan dan nilai yang dirasakan dari
kesenjangan Servqual telah terbukti sangat berguna dalam menilai tingkat kualitas
layanan. SERVQUAL merupakan ukuran kepuasan pelanggan berdasarkan lima
dimensi kualitas pelayanan, yaitu kehandalan, jaminan, fisik (tangible), empati dan
kemampuan tanggap.

4
5

Menurut Parasuraman et al dalam Astuti (2012) menyempurnakan dimensi


tersebut kemudian diolah lagi sehingga akhirnya
disederhanakan menjadi 5 dimensi yaitu:
1) Bukti langsung (tangibles); meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan
sarana komunikasi
2) Keandalan (reliability); yakni kemampuan memberikan pelayanan yang
dijanjikan
dengan segera, akurat, dan memuaskan
3) Daya tanggap (responsiveness); yaitu keinginan para staf untuk membantu para
pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap
4) Jaminan (assurance); mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat
dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko, atau
keraguraguan
5) Empati (empathy); meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,
komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan
5 Dimensi Kepuasan Pelanggan

Dimensi servqual terdiri atas 5 dimensi yang menggambarkan kepuasan


pelanggan. Penjelasannya sebagai berikut:
a. Tangibles
Tangibles adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan layanan
terbaik bagi pelanggan dan hal tersebut merupakan hal yang konkret.
Artinya, kualitas tersebut dapat dilihat dan dirasakan secara langsung oleh
pelanggan. Seperti apa tangibles ini? Misalnya Anda bermalam di sebuah
hotel, maka yang termasuk dalam tangibles adalah bangunan fisik hotel,
fasilitasnya, hingga tampilan karyawan yang melayani. Memberikan
voucher hadiah kepada pelanggan sebagai bentuk cashback atau ucapan
terima kasih karena sudah menginap selama 3 malam juga termasuk di
dalam tangibles. Sodexo, sebagai penyedia layanan voucher, siap
membantu Anda dalam memberikan voucher hadiah terbaik kepada
6

pelanggan melalui Sodexo Gift Pass, sehingga pelanggan bisa mendapatkan


hadiah yang diinginkan dan dibutuhkan.

b. Reliability
Dimensi kepuasan pelanggan berikutnya adalah reliability. Apa yang
dimaksud dengan reliability? Reability adalah kemampuan perusahaan
dalam memberikan layanan bagi pelanggan. Jika tangibles adalah tentang
hal yang konkret, reliability bisa dibilang lebih abstrak. Ini karena reliability
bersinggungan langsung dengan harapan konsumen. Kembali lagi pada
contoh bermalam di hotel. Dalam contoh ini, yang disebut dengan reliability
adalah hal-hal yang berkaitan dengan harapan seperti ketepatan waktu
(punctuality) saat check-in hingga keramahan yang diberikan oleh
karyawan dan staf.
c. Responsivenes
Sama seperti namanya, responsiveness berkaitan langsung dengan
ketanggapan. Artinya, responsiveness adalah tentang bagaimana
perusahaan memberikan layanan yang responsif terhadap semua keinginan
dan kebutuhan pelanggan. Biasanya responsiveness ini juga diikuti dengan
penyampaian yang runtut namun tetap mudah dimengerti.
d. Assurance
Dimensi berikutnya adalah assurance. Assurance berkaitan dengan
kepastian, tepatnya kepastian yang didapatkan pelanggan dari perilaku
pelaku usaha. Assurance ini bisa didapat, misalnya, dari komunikasi yang
baik, pengetahuan yang luas, hingga sikap sopan dan santun kepada
pelanggan. Dengan adanya assurance maka kepercayaan pelanggan
terhadap produk Anda pun akan meningkat.
e. Empathy
Dimensi terakhir dari 5 dimensi kepuasan pelanggan adalah empathy. Apa
yang dimaksud dengan empathy di sini? Empathy yang berkaitan dengan
kepuasan pelanggan erat kaitannya dengan perhatian yang tulus dan dekat
kepada masing-masing pelanggan. Empathy akan membantu Anda untuk
7

mengetahui kebutuhan serta keinginan dari pelanggan dengan spesifik


(www.sodexo.co.id)
Mutu Pelayanan Kesehatan dapat dilihat dalam 5 dimensi mutu yaitu :
a. Responsiveness (Cepat Tanggap)
Dimensi ini dimasukkan kedalam kemampuan petugas kesehatan menolong
pelanggan dan kesiapannya melayani sesuai prosedur dan bisa memenuhi harapan
pelanggan. Harapan pelanggan terhadap kecepatan pelayanan cenderung meningkat
dari waktu ke waktu. Pelayanan kesehatan yang responsif ditentukan oleh sikap staf
yang didepan karena berhubungan langsung dengan para pengguna jasa dan
keluarganya.
b. Reliability
Adalah kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan tepat waktu
dan akurat sesuai dengan yang ditawarkan. Untuk meningkatkan reliability
dibidang pelayanan kesehatan, pihak manajemen perlu membangun budaya kerja
yang bermutu. Reliabilitas berkaitan dengan kemampuan menyampaikan layanan
yang dijanjikan.
c. Assurance
Kriteria ini berhubungan dengan pengetahuan, kesopanan dan sifat petugas yang
dipercaya oleh pelanggan. Dimensi ini meliputi faktor keramahan, kompetensi,
kredibilitas dan keamanan.
d. Empathy
Kriteria ini terkait dengan rasa kepedulian dan perhatian khusus staf kepada setiap
pengguna jasa, memahami kebutuhan mereka dan memberikan kemudahan untuk
dihubungi setiap saat jika para pengguna jasa ingin memperoleh bantuannya.
e. Tangible
Mutu jasa pelayanan kesehatan juga dapat dirasakan secara langsung oleh para
penggunanya dengan menyediakan fasilitas fisik dan perlengkapan yang memadai.
Contohnya ruang penerimaan dan perawatan pasien yang bersih, nyaman, lengkap.
2.3 Faktor-faktor kepuasan pasien
Menurut Nursalam (2012) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan
pasien,yaitu sebagai berikut:
8

a) Kualitas produk atau jasa

Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan


bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas
b) Harga

Harga, yang termasuk didalamnya adalah harga produk atau jasa. Harga
merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan
kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen
ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya
semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang
lebih besar.
c) Emosional

Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum
terhadap konsumen bila dalam hal ini pasien memilih institusi
pelayanan kesehatan yang sudah mempunyai pandangan, cenderung
memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
d) Kinerja

Wujud dari kinerja ini misalnya: kecepatan, kemudahan, dan


kenyamanan bagaimana perawat dalam memberikan jasa pengobatan
terutama keperawatan pada waktu penyembuhan yang relatif cepat,
kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan kenyamanan yang
diberikan yaitu dengan memperhatikan kebersihan, keramahan, dan
kelengkapan peralatan rumah sakit.
e) Estetika

Estetika merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap oleh
pancaindra. Misalnya : keramahan perawat, peralatan yang lengkap dan
sebagainya.
f) Karakteristik Produk

Produk ini merupakan kepemilikan yang bersifat fisik antara lain


gedung dan dekorasi. Karakteristik produk meliputi bangunan ,
9

kebersihan, dan tipe kelas kamar yang disediakan beserta


kelengkapannya.
g) Pelayanan

Pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam pelayanan.


Institusi pelayanan kesehatan dianggap baik apabila dalam memberikan
pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien. Kepuasan muncul
dari kesan pertama masuk pasien terhadap pelayanan keperawatan yang
diberikan. Misalnya: pelayanan yang cepat, tanggap, dan keramahan
dalam memberikan pelayanan keperawatan.
h) Lokasi

Lokasi meliputi letak kamar dan lingkungannya. Merupakan salah satu


aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih institusi
pelayanan kesehatan. Umumnya semakin dekat lokasi dengan pusat
perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan
lingkungan yang baik akan menjadi pilihan bagi pasien.
i) Fasilitas

Kelengkapan fasilitas turut menentukan penilaian kepuasan pasien,


misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana, tempat parkir,
ruang tunggu yang nyaman dan ruang rawat inap. Walaupun hal ini
tidak vital menentukan kepuasan pasien, namun institusi pelayanan
kesehatan perlu memberikan perhatian pada fasilitas dalam penyusunan
strategi untuk menarik konsumen.

2.4 Manfaat pengukuran kepuasan pasien


Manfaat pengukuran kepuasan pasien menurut Soeparmanto dan Astuti
(2006),yaitu:
Mengetahui kekurangan masing-masing tingkat kelemahan penyelengaraan
pelayanan.

1. Mengetahui kinerja penyelenggaraan pelayanan yang telah dilaksanakan


oleh unit pelayanan.
10

2. Sebagai bahan penetapan kebijakan yang perlu diambil dan upaya yang
perlu dilakukan.
3. Mengetahui indeks kepuasan masyarakat secara pelayanan publik pada
lingkup pemerintahan pusat dan daerah.
4. Memacu persaingan positif antar unit penyelenggara pelayanan dalam
upaya peningkatan kinerja pelayanan.
5. Bagi masyarakat dapat mengetahui gambaran tentang kinerja pelayanan
unit yang bersangkutan.

2.5 Cara Mengukur Kepuasan Pasien


Mereka yang membeli atau menggunakan produk atau jasa pelayanan kesehatan
disebut pelanggan atau costumer (Muninjaya, 2013). Lebih lanjut menurut Kotler
dalam Nursalam (2011) ada beberapa cara mengukur kepuasan pelanggan atau
pasien,antaralain:
Sistem keluhan dan saran. Seperti kotak saran di lokasi-lokasi strategis, kartu pos
berprangko, saluran telepon bebas pulsa, website, email, dan lain-lain.

1. Survei kepuasan pelanggan. Baik via pos, telepon, email, maupun tatap
muka langsung.
2. Ghost shopping. Salah satu bentuk observasi yang memakai jasa orang
yang menyamar sebagai pelanggan atau pesaing untuk mengamati aspek-
aspek pelayanan dan kualitas produk.
3. Lost costumer analysis. Yaitu menghubungi atau mewawancarai
pelanggan yang telah beralih dalam rangka memahami penyebab dengan
melakukan perbaikan pelayanan.

2.6 Definisi Six Sigma


Menurut Pande (2003) menyatakan Six sigma merupakan sebuah sistem
yang komprehensif dan fleksibel untuk mencapai, mempertahankan, dan
memaksimalkan sukses bisnis. Six sigma secara unik dikendalikan oleh
pemahaman yang kuat terhadap kebutuhan pelanggan, pemakaian dengan disiplin
11

terhadap fakta, data, dan analisis statistik, dan perhatian yang cermat untuk
mengelola, memperbaiki, dan menanamkan kembali proses bisnis.
Menurut Greg Brue (2004) mendefinisikan Six sigma sebagai konsep
statistik yang mengukur suatu proses yang berkaitan dengan cacat atau kerusakan.
Mencapai “enam sigma” berarti bahwa proses menghasilkan hanya 3,4 cacat per
sejuta peluang.
Six Sigma merupakan suatu metode ilmiah yang digunakan untuk
memecahkan berbagai masalah dalam bidang industri dan bisnis. Six Sigma
berorientasi pada proses dan pencegahan kegagalan dalam proses pelayanan
tersebut. Six Sigma juga merupakan suatu program peningkatan kualitas, di mana
terdapat proses investigasi, evaluasi, pengukuran, dan. Analisis ini dilakukan
dengan melihat sampai ke akar penyebab masalah, di mana masalah yang timbul
merupakan penyebab dari ketidakpuasan pasien sebagai pelanggan rumah sakit
(Sunaringtyas, 2014)
Six sigma adalah strategi, disiplin ilmu, dan alat – untuk mencapai dan
mendukung kesuksesan bisnis. Six sigma terfokus pada peningkatan kepuasan
pelanggan, disebut disiplin ilmu karena mengikuti model formal,yaitu DMAIC (
Define, Measure, Analyze, Improve, Control ) dan alat karena digunakan
bersamaan dengan yang lainnya, seperti Diagram Pareto (Pareto Chart) dan
Histogram. Intinya dapat meningkatkan kualitas dan kinerja bisnis, kesuksesan Six
sigma bergantung pada kemampuan memecahkan masalah.
Aktivitas Six Sigma berfokus pada tiga pemangku kepentingan utama
yaitu: pelanggan, pemegang saham, dan karyawan (Pyzdek, 2010). Fokus berasal
dari dua perspektif yaitu ke bawah dari sasaran tingkat atas dan ke atas dari masalah
dan peluang. Proyek Six Sigma menghubungkan aktivitas perusahaan dengan
sasaran perbaikan. Tidak ada konsensus terhadap definisi Six Sigma. Berikut adalah
ringkasan definisi dari beberapa pakar (Aboelmaged, 2010):
a. Andersen et. al.: “Program perbaikan untuk mengurangi variasi dengan
berfokus pada perbaikan yang kontinyu dan besar”.
b. Antony: “Strategi perbaikan performansi bisnis yang bertujuan mengurangi
jumlah cacat sampai sejauh 3,4 kejadian per satu juta kesempatan”.
12

c. Banuelas and Antony: “Suatu filosofi yang menggunakan metodologi


perbaikan berkesinambungan yang terstruktur untuk mengurangi
variabilitas proses dan menghilangkan pemborosan dalam proses bisnis
dengan menggunakan teknik dan tool statistika”.
d. Behara et al.: “Suatu rating yang menandakan „best in class’, dengan hanya
3,4 cacat per sejuta unit atau operasi”.
e. Bendel: “Pendekatan strategis, yang mencakup perusahaan, berfokus pada
pengurangan variasi, proyek yang mempunyai potensi dalam pengurangan
biaya dan peningkatan kepuasa konsumen secara simultan”.
f. Black and Revere: “Gerakan mutu, metodologi, dan ukuran. Sebagai
gerakan mutu, Six Sigma merupakan pemain utama baik dalam industri
manufaktur maupun jasa di seluruh dunia. Sebagai metodologi, Six Sigma
digunakan untuk mengevaluasi kapabilitas proses”.
g. Chakarabrty and Tan: “Program perbaikan mutu dengan sasaran
mengurangi jumlah cacat sampai 3,4 part per sejuta kesempatan”.
h. Kwak and Anbari: “Strategi bisnis yang digunakan untuk memperbaiki
profitabilitas bisnis, meningkatkan efektivitas dan efisiensi seluruh operasi
agar memenuhi atau melebihi kebutuhan dan harapan konsumen”
(Wibisono, 2013)
Menurut Pande dan Holpp (2003), definisi Six sigma dikonsentrasikan
dalam tiga hal yaitu :
1) Ukuran statistik terhadap kinerja sebuah proses atau sebuah produk
2) Tujuan yang mencapai nyaris sempurna untuk perbaikan atau peningkatan
kinerja
3) sistem manajemen untuk mencapai kepemimpinan bisnis terdepan dan kinerja
kelas dunia.
2.7 Manfaat Penerapan Six Sigma
Manfaat dari Metode Six sigma ini bisa dirasakan maksimal apabila dalam
implementasinya didukung baik oleh top level, kerja tim yang solid, program
training yang tepat, alat ukur terbaru, serta etos kerja yang lebih baik. Bagi
13

perusahaan, penerapan Metode Six sigma yang berhasil akan memberikan


beberapa manfaat yang diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Menunjang Kesuksesan yang Berkesinambungan.
Six sigma menjadi metode kunci bagi perusahaan untuk terus
melakukan terobosan dalam menciptakan strategi produksi terbaik.
Manfaatnya tidak hanya untuk menunjang kesuksesan perusahaan, tetapi
juga agar kesuksesan itu bersifat kontinu atau berkesinambungan.
b. Memperkuat Nilai di Mata Konsumen
Six sigma diterapkan untuk menciptakan mutu yang lebih baik sehingga
bernilai tinggi bagi konsumen, bahkan menjadi satu-satunya pilihan
konsumen. Hal ini bisa dicapai dengan mempelajari perspektif konsumen.
c. Mempercepat Perbaikan
Perbaikan proses produksi akan menjadi lebih cepat dan terjaga melalui
metode Six sigma. Perbaikan ini penting dalam usaha mencukupi desakan
konsumen.
d. Menjadi Standar Baru
Six sigma menggunakan kerangka bisnis untuk mewujudkan tujuannya.
Dengan persentase keberhasilan yang cukup tinggi yaitu mencapai
99,9966%, Six sigma bisa menjadi standar baru bagi siapapun yang terlibat
agar memperbaiki kemampuannya.
e. Melakukan Perubahan Strategis
Bisa melakukan perubahan strategis dari mulai memperkenalkan
produk baru, menjalin kerja sama baru, memasuki pasar baru, dan lain
sebagainya bisa menjadi manfaat dari penerapan Six sigma bagi
perusahaan.
2.8 Manfaat Penerapan Six Sigma Dalam Pelayanan Kesehatan
Menurut Taner et al (2007) dalam Fajrianti (2017) proyek Six Sigma
sejauh ini dalam layanan kesehatan terfokus pada pelayanan langsung,
dukungan administrasi, dan administrasi finansial dengan eksekusi proyek
mengikuti proses berikut:
a. Meningkatkan kapasitas di ruang-ruang sinar X.
14

b. Meningkatkan ketepatan kode klinik.


c. Meningkatkan kepuasan pasien di Accident and Emergency (A&E).
d. Mengurangi waktu pengulangan dalam menyiapkan laporan medis.
e. Mengurangi antrean atau kemacetan di UGD.
f. Mengurangi siklus waktu di berbagai area rawat inap dan rawat jalan .
g. Mengurangi angka kesalahan dalam pengobatan dan meningkatkan
keselamatan pasien.
h. Mengurangi kegagalan penanganan pasien.
i. Mengurangi kesalahan dari pengobatan yang berisiko tinggi.
j. Mengurangi kesalahan administrasi pengobatan.
k. Meningkatkan manajemen aktif biaya personel.
l. Meningkatkan produktivitas layanan kesehatan personel.
m. Meningkatkan ketepatan hasil laboratorium .
n. Meningkatkan ketepatan proses penagihan dan mengurangi angka
kesalahan penagihan.
o. Meningkatkan perpindahan lintas berbagai departemen di rumah sakit.
p. Mengurangi jumlah infeksi luka pascaoperasi dan masalah yang terkait
dengan itu.
q. Meningkatkan jadwal pemeriksaan MRI.
r. Meningkatkan waktu untuk pemesanan obat.
s. Meningkatkan pengerahan farmasis atau perawat.
t. Meningkatkan kapasitas operasi.
u. Mengurangi lamanya menetap di A&E,
v. Memperbaiki siklus pendapatan.
w. Mengurangi level inventori.
x. Memperbaiki ketepatan registrasi pasien.
y. Memperbaiki retensi karyawan
2.9 Sejarah Six Sigma
Sejarah Six Sigma pada tahun 1988 Bob Galvin menerima penghargaan
Malcolm Baldridge National QualityAward untuk motorola, yang secara singkat
diberi nama Six Sigma(enam sigma). Six Sigma, sebagaimana diterapkan dan
15

dikembangkan oleh Motorola, adalah suatu perpanjangan drastis dari gagasan


lama mengenai pengendalian statistik dari proses produksi sebagaimana halnya
untuk mengkualifikasi sebagai suatu subjek yang sepenuhnya berbeda. Pada 1980-
an, Motorola mulai fokus pada kualitas produk dan menitikkan empat point
rencana: Daya Saing Global, Pastisipasi Manajemen, Peningkatan Kualitas, dan
Institus Manajemen Motorola.
Upaya Smith dan Harry sangatlah mengesankan, mereka berhasil
meningkatkan kualitas Motorola 10 x lipat dan menciptakan perubahan
berkelanjutan dalam budaya perusahaan melalui metode Six Sigma. Pada tahun
1985, Smith menciptakan istilah Six Sigma, dan tahun berikutnya Harry
menerbitkan deskripsi formal pertama tentang Six sigma. Motorola mendirikan
program perbaikan Six Sigma pada tahun 1987 dan hanya setahun kemudian,
perusahaan menerima Penghargaan Malcolm Baldrige National Quality Award,
penghargaan bergengsi dari Pemerintah AS untuk kali pertamanya. Pada tahun
1995, Jack Welch membawa Six Sigma ke proses manufaktur General Electric dan
Honeywell. Sejak itu, Six Sigma diimplementasikan di banyak fasilitas manufaktur
di seluruh dunia. Pada akhir 1990-an, lebih dari enam puluh persen perusahaan
Fortune 500 telah mengintegrasikan filosofi Six Sigma ke dalam proses dan budaya
perusahaan (redaksi, 2022)
2.10 Fase-Fase Six Sigma
Banyak model perbaikan yang diterapkan pada proses selama bertahuntahun
sejak gerakan kualitas dimulai. Sebagian besar dari model tersebut didasarkan
pada langkah-langkah yang diperkenalkan oleh W. Edwards Deming yaitu plan,
do, check, act (PDCA). Sedangkan model perbaikan yang dikenal dalam Six
sigma menggunakan siklus perbaikan lima fase yaitu define, measure, analyze,
improve, dan control atau biasa disingkat dengan DMAIC, yang dapat dijelaskan
berikut ini (Thomas Pyzdek, 2000).
a. Define
Menetapkan tujuan-tujuan kegiatan perbaikan. Level yang berbeda
dalam organisasi akan mempunyai sasaran atau tujuan yang berbeda pula,
misalnya pada level atas (manager) adalah strategi mendapatkan tingkat
16

pengembalian yang lebih besar, dan pada level operasi adalah peningkatan
produksi.
b. Measure
Mengukur sistem yang sudah ada, yaitu dengan menciptakan suatu
pengukuran yang dapat diandalkan dan valid untuk membantu dalam
memonitor perkembangan ke arah tujuan yang ditetapkan.
c. Analyze
Mengevaluasi sistem dengan menemukan cara untuk mengeliminasi
celah antara proses atau sistem yang ada pada saat ini dengan tujuan yang
hendak dicapai. Menggunakan alat-alat statistik sebagai pedoman dalam
melakukan analisis.
d. Improve
Memperbaiki sistem yang ada dengan menemukan cara-cara baru
untuk melakukan hal yang lebih baik, murah, dan cepat.
e. Control
Mengontrol dan membudayakan sistem baru dengan kebijakan-
kebijakan, prosedur, pedoman pengoperasian dan sistem manajemen
lainnya.
2.11 Langkah-Langkah Fase Six Sigma
Keberhasilan penerapan Six Sigma dalam organisasi diukur berdasarkan nilai six
sigma yang dicapai. Metode yang digunakan yaitu Define, Measure, Analyze,
Improve, Control, atau biasa disingkat dengan DMAIC (Putri, 2015).

a. Define:
Menentukan tujuan dan lingkup proyek, mengumpulkan informasi
dari para pelanggan, dan mengetahui proses dalam menentukan proyek yang
akan dilakukan (Di tahap ini, proses-proses kunci didefinisikan, juga
dilakukan pendefinisian terhadap konsumen yang terlibat di dalam proses
pelayanan kesehatan
b. Measure:
Menentukan pengukuran apa saja yang akan diperlukan untuk
menguantifikasi masalah (Putri, 2015). Tahap measure memiliki tujuan
17

untuk menilai suatu proses pada waktu tertentu kemudian melalui program
peningkatan kualitas, dapat membantu menetapkan tujuan yang harus
dicapai. Di tahap ini, penentuan karakteristik mutu pelayanan kesehatan
paling kritis atau Ctitical to Quality dilakukan.
c. Analyze:
Analisis melalui data-data yang ada, menganalisis akar penyebab
masalah yang ditemukan, analisis terhadap kesenjangan antara kinerja saat
ini dan kinerja yang diinginkan ke depan (Putri, 2015). Untuk
mempermudah ke tahap selanjutnya, sumber penyebab kegagalan
pelayanan dapat digambarkan dengan detail dalam bentuk diagram.
d. Improve:
Memilih karakteristik kinerja proses yang harus ditingkatkan dan
sebab-sebab kesalahan yang harus dihilangkan Pada tahap ini, diberikan
solusi untuk memecahkan masalah berdasarkan diagram yang telah dibuat
pada tahap analisis dengan merancang usulan tindakan perbaikan. Tujuan
dari tahap ini yaitu untuk mengetahui apakah sistem baru di rumah sakit
berhasil diterapkan atau tidak
e. Control:
Mengendalikan kinerja proses dan menetapkan rencana tindakan
perbaikan. Setelah dilakukan perbaikan terhadap sistem pelayanan
sebagaimana yang dilakukan pada tahap sebelumnya, di tahap ini dilakukan
pengukuran mutu pelayanan rumah sakit.

2.12 Faktor kritis dalam kesuksesan penerapan Six Sigma


Menurut Hassan (2013) faktor kritis dalam kesuksesan penerapan Six
Sigma sebagai berikut:

a. Keterlibatan manajemen dan komitmen.


b. Perubahan budaya.
c. Komunikasi.
d. Infrastruktur organisasi.
e. Pelatihan sebagai pembelajaran paralel.
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Six Sigma merupakan suatu metode ilmiah yang digunakan untuk
memecahkan berbagai masalah dalam bidang industri dan bisnis. Six Sigma
berorientasi pada proses dan pencegahan kegagalan dalam proses pelayanan
tersebut. Six Sigma juga merupakan suatu program peningkatan kualitas, di mana
terdapat proses investigasi, evaluasi, pengukuran, dan. Analisis ini dilakukan
dengan melihat sampai ke akar penyebab masalah, di mana masalah yang timbul
merupakan penyebab dari ketidakpuasan pasien sebagai pelanggan rumah sakit.
Konsep mengukur kesenjangan antara harapan dan nilai yang dirasakan dari
kesenjangan Servqual telah terbukti sangat berguna dalam menilai tingkat kualitas
layanan. SERVQUAL merupakan ukuran kepuasan pelanggan berdasarkan lima
dimensi kualitas pelayanan, yaitu kehandalan, jaminan, fisik (tangible), empati dan
kemampuan tanggap sehingga dapat meningkatkan derajat kualitas pelayanan
kesehatan dirumah sakit.

3.2 Saran
Dengan menggunakan six sigma, manajemen rumah sakit dapat
mengurangi keluhan-keluhan yang timbul tentang pelayanan kesehatan di rumah
sakit memiliki frekuensi yang cukup tinggi, apabila tidak diperbaiki maka dapat
menurunkan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit.

18
19

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, H. J. (2012). Analisis Kepuasan Konsumen (Servqual Model dan Important


Performance Analysis Model). Media Ekonomi Universitas
Muhammadiyah Purwokerto, 7(1), 29587.
Didiharyono, D., Marsal, M., & Bakhtiar, B. (2018). Analisis pengendalian kualitas
produksi dengan metode six-sigma pada industri air minum PT Asera
Tirta Posidonia, Kota Palopo. Sainsmat: Jurnal Ilmiah Ilmu Pengetahuan
Alam, 7(2), 163-176.
Fajrianti, K. N., & Muhtadi, A. (2017). Review artikel: peningkatan mutu
pelayanan kesehatan di rumah sakit dengan six sigma. Farmaka, 15(3),
111-122.
Hassan, Mohamed. K. 2013. Applying Lean Six Sigma for Waste Reduction in a
Manufacturing Environment. American Journal of Industrial
Engineering, Vol. 1, No. 2.
Kemenkes (2019) ‘peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 30 tahun
2019 tentang klasifikasi dan perizinan rumah sakit dengan’, pp. 1–106.
Menawati, T., & Kurniawan, H. (2015). Pentingnya Komunikasi Dalam Pelayanan
Kesehatan Primer. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 15(2), 120-124.
Muhith, A., & Nursalam, N. (2012). Quality of Nursing care Based on Analysis of
Nursing Performance and Nurse and Patient Satisfaction. Jurnal
Ners, 7(1), 47-55.
Nofiana, H., & Sugiarsi, S. (2011). Hubungan Mutu Pelayanan Pendaftaran dengan
Kepuasan Pasien Rawat Jalan Di Rumah Sakit Pku Muhammadiyah
Karanganyar. Rekam Medis, 5(1).
Notoatmodjo, S. (2008). Kesehatan dan Pembangunan Sumber Daya Manusia.
Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional (National Public Health
Journal), 2(5), 195-199.
Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta :
Salemba Medika. Nursalam.
Pande Peter.S, Larry Holpp, “Berpikir Cepat Six Sigma”, Andi, Yogyakarta 2003
Prasko, dimensi mutu pelayanan kesehatan, diakses pada 08 Juli 2022,
http://prasko17.blogspot.com/2013/04/dimensi-mutu-pelayanan-
kesehatan.html
Radito (2014). Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Fasilitas Kesehatan
Terhadap Kepuasan Pasien Puskesmas: Jurnal Ilmu Manajemen, 11(2)
Redaksi, Sejarah Six Sigma, diakses pada 04 Juli 2022,
http://shiftindonesia.com/sejarah-six-sigma/
20

Sodexo, Dimensi Kepuasan Pelanggan, diakses pada 08 Juli 2022,


https://www.sodexo.co.id/dimensi-kepuasan-pelanggan-yang-jarang-
diketahui-pebisnis-pemula
Sunaringtyas, Rachmawati. 2014. Studi Kualitas Pelayanan Rawat Inap Rumah
Sakit dengan Menggunakan Metode Six Sigma. Jurnal MHB, Volume 2.
Wahyuni, Hana Catur, dkk. 2015. Pengendalian Kualitas. Graha Ilmu. Yogjakarta
Wibisono, Y. Y., & Suteja, T. (2013). Implementasi Metode DMAIC-Six Sigma
dalam Perbaikan Mutu di Industri Kecil Menengah: Studi Kasus Perbaikan
Mutu Produk Spring Adjuster di PT. X.
Yufrizal, M. R. N., Renaldi, F., & Umbara, F. R. (2017). Sistem informasi
pelayanan fasilitas kesehatan tingkat 1 (Puskesmas) terintegrasi Kota
Cimahi. Cimahi: Jawa Barat.

Lampiran

Anda mungkin juga menyukai