Anda di halaman 1dari 8

NAMA : Khairun Nasihin

PRODI : Pendidikan Agama Islam (PAI)

SMESTER : 4 (empat)

MAKUL : Tafsir Tarbawi

1. TUJUAN PENDIDIKAN

Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah kegiatan selesai dan memerlukan
usaha dalam meraih tujuan tersebut. Pengertian tujuan pendidikan adalah perubahan yang
diharapkan pendidik kepada peserta didik setelah mengalami proses pendidikan baik pada
tingkah laku, kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya.

Surat adz-dzariyat ayat 56Tujuan Pendidikan untuk beribadah kepada Allah

Firman Allah SWT. dalam al Qur‟an surat adz-dzariyat ayat 56-58:

“Dan tidaklah aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku”

Yusuf Amir Faisal merinci tujuan pendidikan Islam sebagai berikut :

a. Membentuk manusia muslim dapat melaksanakan ibadah mahdlah

b. Membentuk manusia muslim dapat juga melaksanakn ibadah muamalah dalam


kedudukannya sebagai orang per orang atau sebagai anggota masyarakat dalam
lingkungan tertentu.

c. Membentuk warga negara yang bertanggungjawab pada Allah SWT sebagai pencipta-
Nya.

d. Membentuk dan mengembangkan tenaga professional yang siap dan terampil atau
tenaga setengah terampil untuk memungkinkan memasuki masyarakat.
e. Mengembangkan tenaga ahli dibidang ilmu agama dan ilmu -ilmu Islam yang lainnya.

Berdasarkan penjelasan dan rincian tentang tujuan pendidikan di atas maka dapat diambil
kesimpulan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah sebagai berikut :

a. Menyiapkan dan membiasakan anak dengan ajaran Islam sejak kecil agar menjadi
hamba Allah SWT yang beriman.

b. Membentuk anak muslim dengan perawatan, bimbingan, asuhan, dan pendidikan pra
natal sehingga dalam dirinya tertanan kuat nilai-nilai keislaman yang sesuai fitrahnya.

c. Mengembangkan potensi, bakat dan kecerdasan anak sehingga mereka dapat


merealisasikan dirinya sebagai pribadi muslim.

d. Memperluas pandang hidup dan wawasan keilmuan bagi anak sebagai makhluk
individu dan sosial.

Surat at-taubah 122

Pada surat attaubah 122, walaupun dalam keadaan darurat sepeti peperangan hendaklah
menuntut ilmu harus tetap dilakukan oleh sebagian orang, ini menunjukan berjihad dalam
menuntut ilmu sama dengaan berjihad melawan musuh Allah, jadi menuntut ilmu sama
pentingnya dengan perang melawan musuh Allah Swt.

Seperti yang dikemukakan Hasan Langgulung, bahwa pendidikan dapat ditinjau dari dua
segi. Pertama dari sudut pandang masyarakat, dari sini pendidikan dapat diartikan warisan
kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda yang bertujuan agar hidup masyarakat tetap
berlanjut, atau dengan kata lain agar suatu masyarakat mempunyai nilai-nilai budaya yang
senantiasa tersalurkan dari generasi ke generasi dan senantiasa terpelihara dan tetap eksis dari
zaman ke zaman. Kedua pendidikan dapat dilihat dari sudut pandang individu, dari sini
pendidikan dapat diartikan pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi
dalam diri setip individu, sebagai tujuan dalam memnuhi semua kemandirian dan kemampuan
dalam menjalani kehidupan dan agar memenuhi semua keinginan individu tersebut.

Pandangan tersebut lahir dari tujuan pendidikan yang mana jika tujuan pendidikan
tersebut akan berubah dan akan jauh berbeda jika dibenturkan dalam agama Islam. Di mana
Islam datang secara komprehensif membentuk pendidikan yang berlandasakn al-Qur’an dan as-
Sunnah, di mana Islam mendidik individu menjadi manusia yang beriman, berakhlak yang mulia
dan beradab yang kemudian melahirkan masyarakat yang bermartabat, teori ini didasarkan pada
firman Allah:

Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila
mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”(QS. At-Taubah:
122)

Secara mendasar, agama Islam sendiri sangat menjunjung tinggi pendidikan, serta tidak
membeda-bedakan pendidikan kepada laki-laki maupun pendidikan kepada wanita. Sebagaimana
hadisnabi yang berbunyi.

2. MATERI POKOK PENDIDIKAN YANG TERSIRAT DALAM AYAT LUQMAN


AYAT 13-19:

a. tentang Ketauhidan

Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar".

Pelajaran pertama yang disampaikan adalah tentang ketauhidan, Luqman memulai


nasehatnya dengan menekankan perlunya menghindari syirik/mempersekutukan Alloh. Larangan
ini sekaligus menandung pengajaran tentang wujud dan keesaan Tuhan. Bahwa redaksi pesannya
berbentuk larangan, jangan mempersekutukan Alloh untuk menekan perlunya meninggalkan
sesuatu yang buruk

Sebelum melaksanakan yang baik. Dalam kaitannya dengan dunia pendidikan hendaknya
pesan/nasehat ini dihubungkan dengan kaidah ushul “At-takhliyah muqoddamun „ala attahliyah”
(menyingkirkan keburukan lebih utama daripada manyandang perhiasan) atau “dar‟u al-mafasid
muqoddamun „ala jalbi al-mashalih” (meninggalkan sesuatu yang merusak lebih utama daripada
melaksanakan sesuatu yang baik).
b. Tentang berbakti kepada kedua orang tua

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepadaKulah kembalimu.”

Pesan/pelajaran kedua dalam surat ini seperti dinasehatkan Luqman adalah kewajiban
manusia untuk berbakti kepada kedua orang tua karena jasa dan pengorbanan yang tidak ternilai
yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya. Wasiat bagi anak untuk berbakti kepada kedua
orang tuanya muncul berulang-ulang dalam Al-Qur‘an. Sesungguhnya kedua orang tua pasti
mengeluarkan segalanya bagi anak-anaknya baik apapun yang mereka miliki dalam jasadnya,
dalam umurnya maupun segala yang mereka miliki dengan penuh kasih saying.

c. Pelajaran ketiga tentang “Etika Otonom”

"(Lukman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi,
dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya
(membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui."

Ayat di atas melanjutkan wasiat Luqman kepada anaknya. Kali ini tentang kedalaman
ilmu Alloh swt., yang diisyaratkan dalam pesan Luqman ―Wahai anakku, sesungguhnya jika
ada sesuatu perbuatan baik atau buruk walaupun seberat biji sawi dan berada pada tempat yang
paling tersembunyi, misalnya dalam batu karang sekecil,

d. Tentang ubudiyah dan amal saleh

“Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah
(mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”

Setelah merasa anak-anaknya sudah paham dengan materi ketauhidan dan kesempurnaan
Alloh, selanjutnya diberikanlah pelajaran-pelajaran mengenai ibadah dan amal saleh. Nasihat
luqman selanjutnya adalah menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan amal-amal saleh yang
puncaknya adalah shaalat, serta amal-amal kebajikan yang tercermin dalam amar ma‟ruf nahi
munkar, juga nasihat berupa perisai membentengi seseorang dari kegagalan yaitu sabar dan tabah.
Menyuruh hal-hal yang ma‘ruf, mengandung pesan untuk mengerjakannya, karena tidaklah
wajar menyuruh sebelum diri sendiri mengerjakannya. Demikian juga melarang kemunkaran,
menuntut agar yang melarang terlebih dahulu mencegah dirinya, karena tidaklah lucu apabila
orang yang memerintah tidak melaksanakan, orang yang melarang malah melakukan, seperti
ancaman Alloh tentang dosa orang yang hanya bisa berkata tanpa melakukan sesuatu yang
diucapkannya

“Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu
kerjakan.”

Itu agaknya yang menjadi sebab mengapa Luqman tidak memerintahkan anaknya
melaksanakan ma‘ruf menjauhi munkar, tetapi memerintahkan anaknya, menyuruh dan
mencegah. Di sisi lain membiasakan anak melaksanakan tuntunan ini menimbulkan dirinya
mempunyai jiwa kepemimpinan serta kepedulian sosial.14 Dalam melaksanakan kebaikan
ubudiyah dan amal saleh amar ma‘ruf nahi munkar, tentunya banyak kendala, rintangan dan
cobaan, maka dalam menghadapinya diperlukan kesabaran, karena kesabaran termasuk hal-hal
yang diutamakan.

e. Tentang Akhlak

"Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah
kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang
yang sombong lagi membanggakan diri."

Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya


seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” Nasihat Luqman selanjutnya berkaitan dengan akhlak
dan sopan santun berinteraksi dengan sesama manusia. Materi pelajaran Tauhid atau Akidah,
beliau selingi dengan materi pelajaran akhlak, yang mengisyaratkan bahwa ajaran akidah dan
akhlak merupakan satu kesatuan ilmu yang tidak dapat dipisahkan. Selain itu, penyampaian
materi lain (akhlak) setelah penyampaian materi akidah juga dimaksudkan agar peserta didik
tidak jenuh dengan satu materi. Dalam kaitannya dengan hal ini, penting bagi seorang pendidik
agar selalu melakukan perubahan-perubahan (pengembangan diri) dalam pola pengajarannya,
sehingga metode pembelajaran yang dilakukannya selalu menarik dan menyenangkan tanpa
mengurangi kaidah-kaidah pokok dalam pembelajaran sesuai dengan prinsip model
pembelajaran paikem,, yang akan membuat siswa aktif, kreatif dalam kegiatan belajar.

3. METODE PENDIDIKAN DALAM SURAT AL-A’RAF 176-177 DAN AL-NAHL 125:

A. al-A’raf 176-177

“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat
itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka
perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu
membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang
yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisahkisah itu agar
mereka berfikir. Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayatayat Kami
dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim”.

Dari ke dua ayat di atas terlihat metode yang dapat dipakai dalam pendidikan yaitu
metode perumpamaan dan metode cerita (kisah)

1) Metode Perumpamaan

Adapun pengertian dari metode perumpamaan adalah penuturan secara lisan oleh
guru terhadap peserta didik yang cara penyampainnya menggunakan perumpamaan. Seorang
pendidik mengumpamakan seekor anjing yang terus menjulurkan lidahnya.

Dalam hal ini seorang pendidik mengajari anak didiknya untuk senantiasa
bersyukur atas semua nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita. Jangan merasa kekurangan,
seperti seekor anjing baik itu ketika ia lapar, haus, berlari, maupun kenyang, ia terus menjulurkan
lidahnya. Kelebihan metode ini diantaranya yaitu: Mempermudah siswa memahami apa yang
disampaikan pendidik, dan Perumpamaan dapat merangsang kesan terhadap makna yang tersirat
dalam perumpamaan tersebut (Sudiyono, 2009:285-286).

2) Metode cerita (kisah)

Dalam hal ini, seorang pendidik mengajarkan kepada muridnya dengan cara
menceritakan kisah tentang seseorang yang tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah di
milikinya. Seperti Qorun yang tamak akan harta yang dimilikinya, sehingga dengan
ketamakannya itu, Allah menengglamkannya bersama hartanya tersebut.

Dengan demikian, kedua ayat diatas memberikan perempumaan tentang siapapun


yang sedemikian dalam pengetahuannya sampai-sampai pengetahuan itu melekat pada dirinya,
seperti melekatnya kulit pada daging. Namun ia menguliti dirinya sendiri dengan melepaskan
tuntutan pengetahuannya. Ia diibaratkan seekor anjing yang terengah-engah sambil menjulurkan
lidahnya sepanjang hidupnya. Hal ini sama seperti seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan
tetapi ia terjerumus karena mengikuti hawa nafsunya. Ia tidak dapat mengendalikan hawa
nafsunya dengan ilmu yang ia miliki. Seharusnya pengetahuan tersebut yang membentengi
dirinya dari perbuatan buruk, tetapi ternyata baik ia sudah memiliki hiasan dunia ataupun belum,
ia terus menerus mengejar dan berusaha mendapatkan dan menambah hiasan duniawi itu karena
yang demikian telah menjadi sifat bawaannya seperti keadaan anjing tersebut.

B. Al-Nahl 125

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orangorang yang mendapat petunjuk.

Metode Pendidikan Dalam Ayat Ini adalah:

1) Metode Al-Hikmah

Dalam bahasa Arab Al-hikmah artinya ilmu, keadilan, falsafah, kebijaksanaan, dan uraian yang
benar. Al-hikmah berarti mengajak kepada jalan Allah dengan cara keadilan dan kebijaksanaan,
selalu menimbang berbagai faktor dalam proses belajar mengajar, baik faktor subjek, obyek,
sarana, media dan lingkungan pengajaran. Pertimbangan pemilihan metode dengan
memperhatikan audiens atau peserta didik diperlukan kearifan agar tujuan pembelajaran tercapai
dengan maksimal.

2) Metode Mauizhah Hasanah


Mau’izhah hasanah terdiri dari dua kata “al-Mauizhah dan Hasanah”. Almauizhah
dalam tinjauan etimologi berarti “wejangan, pengajaran, pendidikan, sedangkan hasanah berarti
baik. Bila dua kata ini digabungkan bermakna pengajaran yang baik. Mau’izhah adalah uraian
yang menyentuh hati yang mengantar kepada kebaikan (Quraish Shihab, 2002: 775). Ibnu Katsir
menafsirkan almauizhah hasanah sebagai pemberian peringatan kepada manusia, mencegah dan
menjauhi larangan sehingga dengan proses ini mereka akan mengingat kepada Allah.

4.URGENSI EVALUASI PENDIDIAKAN DALAM AL-HASYR 18-19 DAN AL-MULK 2 :

1. Dalam Al-Qur’an surat Al-Hasyr ayat 18 Allah Swt berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Dalam hal ini bertakwa kepada Allah pada redaksi pertama dikaitkan dengan suatu
sikap yang harus dimiliki oleh setiap manusia beriman agar senantiasa melakukan evaluasi
terhadap perbuatannya yang telah lalu yang akan menjadi dasar dalam melakukan perbuatan
selanjutnya.

evaluasi dalam perspektif al-Qur’an tidak hanya bersifat insidentil dan khusus
hanya di lembaga pendidikan formal, melainkan bersifat kontinue (istimrâr), komprehensif (kullî,
syumûl), dan sepanjang waktu (t{ûl al-zamân). Hal itu ditegaskan dalam Qs. Hûd/11:7, al-
Kahf/18:7, dan al-Mulk/67:2. Misal dalam Qs. al-Mulk/67:2 disebutkan:

Yang menjadikan mati dan hidup, agar Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik
amalnya. Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.

Anda mungkin juga menyukai