Anda di halaman 1dari 53

A.

Konteks Penelitian

Pendidikan merupakan ikhtiar bangsa dalam pengembangan individu

agar optimal tumbuh kembangnya baik fisik maupun psikisnya, baik itu

muncul dari kesadaran masyarakat maupun per individu itu sendiri, supaya

nilai sosial dan moralnya bisa menjadi barometer yang baik bagi dirinya

sendiri di kehidupannya saat ini hingga dewasa kelak. 1

Sudah menjadi kekhasan bahwasannya pendidikan dipakai secara

sengaja untuk kematangan peserta didik. Pendidikan menghasilkan

kedewasaan dan kematangan pola pikir tiap orang. Mustahil seseorang bisa

maju dan berkembang serta menggapai cita-citanya tanpa pendidikan yang

memadai. Dalam berbagai aspek kehidupan, pendidikan merupakan hal baik

yang harus melekat di dalam berbagai lini kehidupan.

Banyak sekali bentuk penyimpangan yang di praktekkan peserta didik

ketika di dalam ataupun di luar sekolah. Ketika di sekolah, ada siswa yang

secara sengaja membentak atau berbicara kasar kepada gurunya di sekolah

serta banyak lagi pelanggaran lain yang sering kita temukan. Adapun ketika

di luar sekolah, akhir-akhir ini di sebagian media sosial sering kita temui

berita hangat yang bertemakan tindak kriminal yang terjadi di negeri yang

notabennya negeri berpendidikan. Di lain tempat terdapat siswa yang berani

menggauli ibu kandungnya sendiri, pertikaian sesama remaja, tawuran siswa,

penyelewengan narkoba, miras oplosan, dan yang lainnya.2


1
Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Di Sekolah, (Bandung:
Sinar Baru Al Gensindo, 1991), 2.
2
Dadan Sumara, dkk, “Kenakalan Remaja dan Penanganannya”, 2 (Juli.2017), 347.
1
Salah satu kejadian yang miris akhir-akhir ini adalah maraknya

degradasi moral para remaja. Kejadian ini terjadi tepatnya di daerah Sampang

Madura yang telah menewaskan seorang guru. Salah satu pelajar SMAN 1

Torjun Kabupaten Sampang melakukan penganiayaan terhadap guru seni

rupa berinisial BC sampai nyawanya melayang. Peristiwa seperti inilah yang

telah memperlihatkan adanya degradasi pada moral seorang remaja.3

Kejadian lain yang tidak kalah memprihatinkan adalah kasus tawuran

antar pelajar. Dilansir dari akun website resmi detik.com yang memberitakan

terkait kejadian tawuran tersebut sudah di rencanakan lewat janjian di

medsos, tawuran tersebut dilaksanakan oleh para remaja Jakarta Pusat pada

minggu dini hari pada pukul 01.30 WIB di daerah Kebon Sayur Kelurahan

Kwitang. Akhir dari kejadian ini menewaskan satu remaja yang juga ikut

dalam aksi tawuran dimana tewasnya remaja ini akibat terkena luka bacok di

bagian perut. Motif tawuran masih dalam proses penyelidikan oleh pihak

Kapolsek Senen.4

Kejadian serupa juga terjadi pada kawasan DKI Jakarta, tepatnya di

daerah Jakarta Selatan. Kejadian tawuran tersebut di latar belakangi oleh aksi

saling tantang di Instagram. Kombes Polri, Andi Sinajaya Ghalib selaku

Kepala Satuan Reskrim Polres Jakarta Selatan memberikan penjelasan bahwa

kasus ini terjadi pada hari sabtu, ketika itu korban HS dan saksi AR sangat

3
https://www.kompasiana.com/iinlyla/5a9914d1ab12ae51150bbb82/degradasi-moral-
remaja-refleksi-fenomena-tewasnya-guru-di-sampang-jawa-timur, 23 Januari 2020. 7.50 PM.
4
https://news.detik.com/berita/d-4537818/janjian-tawuran-via-medsos-seorang-
remaja-di-jakpus-tewas-dibacok?_ga=2.137508592.1515668210.1580279297-
2071444018.1494639530, 23 Januari 2020. 8.10 PM.
2
asyik duduk-duduk di TKP dan sedang live di Instagram sembari sesumbar

menantang kepada siapa saja yang melihatnya di live Instagram untuk datang

ke Gang Bakso Kebagusan. Merasa tertantang kedua pelaku AS dan AR

dengan membawa 11 teman lainnya menuju ke lokasi korbam dengan

membawa sajam dengan berkendaraan motor. Para pelaku menggunakan

sajam saat berada di lokasi daerah Warung Buncit dan Kebagusan. Mereka

melihat celurit di tangan korban, pelaku lantas memukulnya hingga celurit

korban terjatuh dan saat korban hendak mengambilnya kembali, pelaku

membacok punggung korban hingga korban HS meninggal di lokasi. Andi

selaku Kombes Polri mengatakan bahwa antara para pelaku dan korban satu

sama lain tidak saling mengenal, meski begitu mereka terpengaruh sehingga

bentrok antar pelajar pun tak terhentikan.5

Adanya kejadian-kejadian di atas menjadi alasan cukup kuat untuk

mewujudkan gagasan pendidikan karakter di Indonesia. Pendidikan moral yang

terdapat di dalam Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan seharusnya

sudah menjadi tanda bahwa pendidikan akhlak sangatlah penting untuk di

ajarkan, sayangnya semua itu kurang efektif dalam tumbuh kembang akhlak

peserta didik. Akhirnya, belajar dari pengalaman yang sudah ada dapat diambil

simpulan bahwa yang paling krusial dalam edukasi karakter ialah keprihatinan

untuk menelaah segala jenis pekerjaan yang sedang berlangsung.6

5
https://news.detik.com/berita/d-4531333/tawuran-dipicu-aksi-saling-tantang-di-ig-
nyawa-pemuda-di-jaksel-melayang?_ga=2.98171615.1515668210.1580279297-
2071444018.1494639530, 23 Januari 2020. 9.00 PM
6
Akhmad Muhaimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia “Revitalisasi
Pendidikan Karakter Terhadap Keberhasilan Belajar dan Kemajuan Bangsa”, 19.
3
Peserta didik sebagai tonggak cita negara juga dasar kemandirian sebuah

bangsa, sudah seharusnya memperoleh asupan ilmu yang sehat agar

intelektualitas dan kesehatan nalarnya dapat terkawal dengan baik sehingga

nantinya mampu untuk menggantikan susunan kenegaraan yang sekarang

sedang berjalan. Wajibnya belajar sendiri sudah terumuskan di dalam pedoman

umat Islam, oleh karena pendidikan memiliki posisi yang penting dalam

kesuksesan dan kejayaan negara. Pendidikan selalu menjadi pondasi paling

dasar untuk pengembangan individu dan masyarakat. Pendidikan sering disebut

sebagai alat pemaju peradaban, pembangunan masyarakat yang beradab, serta

mesin yang mampu memproduksi generasi-generasi hebat pemaju bangsa.7

Dalam Islam, kemandirian akhlak menduduki posisi yang sangat krusial

yang mencorakkan “buah” tanaman Islam yang menjadikan tauhid sebagai

akarnya, syari’ah sebagai daun dan cabangnya.8

Dengannya, edukasi agama lebih-lebih pendidikan akhlak sangat krusial

dalam membentuk akhlak seorang pelajar. Sejalan dengan hal ini, peneliti

sangat tedorong untuk menelaah lebih dalam tentang pendidikan yang diasuh

oleh Hafidh Hasan Al-Mas’udi

Meski banyak dari kalangan filosof-filosof muslim yang memberikan

sumbangsih pemikirannya mengenai konsep pendidikan dalam Islam, namun

yang menjadi fokus utama peneliti kali adalah konsep pendidikan yang

7
Hery Noer Aly dan Munzier S., Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung
Insani, 2003), 1.
8
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004), 348.
4
ditawarkan oleh Syeikh Hafidh Hasan Al-Mas’udiy. Peneliti di sini lebih

tertarik kepada Syeikh Hafidh Hasan Al-Mas’udiy karena beliau dipandang

memiliki tanggung jawab terhadap sepak terjang pendidikan akhlak. Sebagai

bentuk antusias terhadap pendidikan akhlak, penulis hendak memelajari dan

menelaah berkaitan dengan implementasi desain pendidikan akhlak yang

digagas Syeikh Hafidh Hasan Al-Mas’udiy di dalam kitab “Taisirul Kholaq fi

Ilmi al-Akhlak”.

Kitab Syeikh Hafidh Hasan Al-Mas’udiy yang berjudul “Taisirul Kholaq

Fi Ilmi al-Akhlak” berisi tentang nasehat-nasehat tentang pendidikan akhlak.

Melalui buku tersebut, peneliti berharap mendapatkan solusi untuk

meningkatkan pendidikan di Indonesia melalui pemikiran cendekiawan muslim

Syeikh Hafidh Hasan Al-Mas’udiy. Solusi tersebut diharapkan bukan hanya

mampu meningkatkan ketangguhan fisik, mental, intelektual, namun juga dapat

menangguhkan spiritualitas (akhlak) peserta didik menjadi lebih baik.

Mempertimbangkan beberapa aspek di atas tentu sangat menarik

perhatian saya untuk meneliti hal ini. Berawal dari kegelisahan saya dengan

kondisi pendidikan hingga peserta didiknya yang mulai melakukan berbagai

penyimpangan membuat saya sebagai Mahasiswa Pendidikan Agama Islam

untuk memberikan sumbangsih atau perannya dalam mencarikan solusi dari

masalah tersebut sebagai upaya untuk membangun pendidikan di Indonesia

yang lebih baik.

5
B. Fokus Penelitian

Berlandaskan konteks penelitian pada permasalahan di atas, maka

rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Apa konsep pendidikan akhlak menurut Syeikh Hafidh Hasan Al-

Mas’udiy dalam kitab Taisirul Kholaq Fi Ilmi al-Akhlak?

2. Bagaimana relevansi pemikiran pendidikan akhlak menurut Syeikh Hafidh

Hasan Al-Mas’udiy dalam kitab Taisirul Kholaq Fi Ilmi al-Akhlak

terhadap akhlak peserta didik?

C. Tujuan Penelitian

Berlandaskan focus penelitian di atas, maka arah dari penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Untuk memahami pemikiran pendidikan akhlak menurut Syeikh Hafidh

Hasan Al-Mas’udiy dalam kitab Taisirul Kholaq Fi Ilmi al-Akhlak.

2. Untuk memahami relevansi pemikiran pendidikan akhlak menurut Syeikh

Hafidh Hasan Al-Mas’udiy dalam kitab Taisirul Kholaq Fi Ilmi al-Akhlak

terhadap akhlak peserta didik.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan dari uraian dalam penelitian yang bertajuk “Konsep

Pendidikan Akhlak Perspektif Hafidh Hasan Al Mas’udiy dalam kitab

“Taisirul Kholaq Fi Ilmi Al Akhlak Karya Abu Al-Hasan Ali Ibn Husain Ibn

6
Ali Al-Mas’udiy” maka dapat dirumuskan kegunaan yang bisa di dapat dari

penelitian ini adalah:

1. Bagi penulis, produk dari penelitain ini sangat berharga dan berdaya guna

dalam memajukan paham keilmuan yang lebih ensiklopedis terkait

gagasan pendidikan akhlak perspektif Syeikh Hafidh Hasan Al-Mas’udiy.

2. Dapat memahami secara lebih jelas dan terperinci berkenaan dengan

kandungan di dalam kitab Taisirul Kholaq Fi Ilmi al-Akhlak.

3. Hasil pada penelitian ini, diharapkan mampu memberikan jalan keluar

berkenaan dengan persoalan dalam pendidikan akhlak peserta didik di

lembaga pendidikan.

4. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih pada dunia

pendidikan, utamanya terhadap Ilmu Pendidikan Agama Islam Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Maulana Malik Ibrahim maupun

lembaga formal lainnya.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Demi mencapai target data yang relevan serta mampu memhasilkan

haluan kajian sesuai dengan konteks di atas, kiranya wajib untuk dibuatkan

ruang lingkup dan pembatasan masalah. Ruang lingkup kajian yang

tercantum pada skripsi ini dibatasi oleh tujuan supaya skripsi ini menjadi

tertuju dan terpusat. Pembatasan-pembatasan ini terpusat kepada Konsep

Pendidikan Akhlak Perspektif Hafidh Hasan Al Mas’udiy dalam kitab

7
“Taisirul Kholaq Fi Ilmi Al Akhlak Karya Abul Hasan Ali Ibn Husein Ibn Ali

Al-Mas’udiy.

F. Originalitas Penelitian

Sebagai bahan orisinalitas penelitian, maka peneliti melangsungkan

analisis pada sebagian penelitian yang sudah terlaksana untuk mengantisipasi

pengulangan kajian terhadap hal yang sama. Berikut beberapa hasil penelitian

sebagai pembanding penelitian yang akan diletili sebagai berikut:

1. Anisa Nandya (2013), Jurusan Tarbiyah Prodi Pendidikan Agama Islam

STAIN Salatiga dengan berjudul “Etika Murid Terhadap Guru”. Analisis

Kitab Ta’lim Muta’alim karangan Syaikh Az-Zarnuji yang merupakan

penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan datanya menggunakan

konsep penelitian kepustakaan (Library Research).

Dalam penelitian tersebut, diurai tentang etika murid terhadap guru yang

terdapat dalam kitab Ta’lim Muta’alim yaitu: a). Hendaknya seorang

murid tidak berjalan di depan seorang guru. b). Tidak duduk di

tempatnya, kecuali dengan ijinnya. c). Tidak memulai bicara padanya

kecuali dengan ijinnya. d). Hendaknya tidak berbicara di depan guru. e).

Tidak bertanya sesuatu bila guru sedang capek atau bosan. f). Harus

menjaga waktu. g). Jangan mengetuk pintunya, tetapi sebaliknya

menunggu sampai beliau keluar.9

9
Anisa Nandya, Etika Murid Terhadap Guru. Analisis Kitab Ta’lim Muta’alim
karangan Syaikh Az-Zarnuji. Skripsi, Abstrak, Jurusan Pendidikan Agama Islam, STAIN
Salatiga, 2013.
8
2. Ahmad Mubarok (2013), menulis skripsi dengan judul Nilai-nilai

pendidikan karakter dalam Syair Lir-ilir Karangan Kanjeng Sunan

Kalijaga dan Relevansinya dengan Pendidikan Islam dengan produk

penelitiannya ialah bahwa dalam syair tersebut dapat ditemukan sebagian

manfaat karakter yang senada dengan misi pendidikan agama islam yakni

sama-sama bermaksud untuk membangun kemampuan penjiwaan yang

berkaitan dengan kepercayaan terhadap tuhannya, bakat psikologis yang

memiliki kaitan dengan lakuan, serta peluang sosial. Penekanan pendidik

yang dominan pada kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan

kompetensi strategi. Pada hal metode pendidikan terdapat metode

penyesuaian maupun metode permainan serta keteladanan.10

3. Ridwan Nur Kholis (2013), berkenaan dengan Nilai-nilai Karakter dalam

Syi’ir Tanpo Waton dengan hasil penelitian yakni pada teks syi’ir Tanpo

Waton tersebut memberikan asas yang mendalam mengenai interpretasi

diri, pemahaman Agama Islam, dan pemahaman dalam menjalani

kehidupan sosial. Pemahaman terhadap diri sendiri yang dimaksud

adalah mengenai penanaman peningkatan religiusitas berupa ketauhidan,

keimanan, dan ketaqwaan kepada Sang Khaliq, pengembangan

pemahaman mengenai Ilmu Pengetahuan, baik ilmu agama islam maupun

ilmu pengetahuan umum dalam rangka pencarian jati diri. Dalam Syi’ir

Tanpa Waton tersebut, baik dalam setiap baris, bait, maupun secara

keseluruhan syi’irnya terdapat beberapa nilai karakter, yaitu: karakter


10
Ahmad Mubarok, Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Syair Lir-lir Karya Sunan
Kalijaga dan Relevansinya dengan Pendidikan Islam. Skripsi, Abstrak, Jurusan Pendidikan
Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013.
9
religious, toleransi, ketaqwaan, kedisiplinan, kasih sayang dan

kepedulian, tanggung jawab, kesholihan, gemar membaca, cinta damai,

menghargai prestasi, dan qana’ah.11

4. Muhammad Solehan (2015), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

Jurusan Pendidikan Agama Islam, Institut Agama Islam Negeri Salatiga

yang berjudul: “Nilai-nilai Pendidikan Akhlaq Dalam Buku Tuhan, Maaf

Kami Sedang Sibuk Karya Ahmad Rifa’i Rif’an”. Penelitian kualitatif

yang memakai pendekatan studi pustaka (library research), yaitu

penelitian yang di kerjakan secara terperinci terhadap buku Tuhan, Maaf

Kami Sedang Sibuk. Sumber data penelitian berakar pada pangkal data

primer dan pangkal data sekunder. Berkaitan dengan metode analisis,

penelitian ini memakai metode analisis deduktif dan induktif.12

5. Nur Hidayah (2015), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan

Pendidikan Agama Islam, Institut Agama Islam Negeri Salatiga yang

berjudul: “Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Novel 99 Cahaya di

Langit Eropa” (Analisis Penelitian Dari Perspektif Unsur-Unsur

Pendidikan). Penelitian yang mencorakka model penelitian kepustakaan

(Library Research), dalam penelitian tersebut menyimpulkan beberapa

11
Ridwan Nur Kholis, Nilai-nilai Karakter dalam Syi’ir Tanpa Waton (Studi
Terhadap Teks Syi’ir Tanpa Waton). Skripsi, Abstrak, Jurusan Pendidikan Agama Islam,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013.
12
Muhammad Solehan, Nilai-nilai Pendidikan Akhlaq Dalam Buku Tuhan, Maaf
Kami Sedang Sibuk Karya Ahmad Rifa’i Rif’an. Skripsi, Abstrak, Jurusan Pendidikan Agama
Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Salatiga, 2015.

10
nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam novel 99 Cahaya di Langit

Eropa.13

Berikut kami paparkan persamaan, perbedaan dan orisinalitas penelitain

dalam mempermudah pemahaman dalam sebuah tabel:

No. Nama Peneliti, Persamaan Perbedaan Orisinalias

Judul Penelitian Penelitian

1. Anisa Nandya, Membahas 1. Meneliti relevansi

Etika Murid tentang tentang etika pemikiran

Terhadap Guru”. membentuk murid terhadap pendidikan

Analisis Kitab Akhlak baik. guru akhlak

Ta’lim 2. Tahun dan menurut

Muta’alim Lokasi Syeikh Hafidh

karangan Syaikh Penelitian Hasan Al-

Az-Zarnuji, Mas’udiy

2013. dalam kitab

Taisirul

Kholaq Fi Ilmi

al-Akhlak

terhadap

13
Nur Hidayah, Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Novel 99 Cahaya di Langit Eropa.
Skripsi, Abstrak, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
IAIN Salatiga, 2015.
11
akhlak peserta

didik.

2. Ahmad Membahas 1. Meneliti

Mubarok, Nilai- tentang bagaimana

nilai pendidikan membentuk peranan Syair

karakter dalam Akhlak baik. lir-ilir terhadap

Syair Lir-ilir pembetukan

Karya Sunan karakter siswa.

Kalijaga dan 2. Tahun dan

Relevansinya Lokasi

dengan Penelitian

Pendidikan

Islam, 2013

3. Muhammad Membahas 1. untuk

Solehan, Nilai- tentang mengetahui

nilai Pendidikan membentuk peranan Syi’ir

Akhlaq Dalam Akhlak baik. Tanpo Waton

Buku Tuhan, terhadap

Maaf Kami pemahaman

Sedang Sibuk diri dan sosial

Karya Ahmad 2. Tahun dan

Rifa’i Rif’an, Lokasi

2015 Penelitian

12
4. Membahas 1. untuk

tentang mengetahui

membentuk nilai-nilai

Akhlak baik. pendidikan

akhlak dalam

buku Tuhan

Maaf Kami

Sedang Sibuk

Karya Ahmad

Rifa’i Rif’an.

2. Tahun dan

Lokasi

Penelitian

5. Nur Hidayah, Membahas Penelitian ini

Nilai-nilai tentang terfokus

Pendidikan Islam membentuk kepada nilai-

Dalam Novel 99 Akhlak baik. nilai

Cahaya di Langit pendidikan

Eropa, 2015. islam dalam

novel 99

Cahaya di

Langit Eropa.

Tabel 1.1 Originalitas Penelitian

13
G. Definisi Istilah

1. Pendidikan

Pendidikan dalam bahasa latin adalah education. Definisi

pendidikan ialah alat pembentuk jiwa maupun raga, tanpa memisahkan

dimensi pengajaran juga pendidikan.14 Interpretasi lain memaparkan bahwa

pendidikan merupakan ikhtiar yang dilangsungkan dengan sengaja guna

melahirkan pergantian sikap dan kepribadian seseorang lewat pengajaran

dan pelatihan.15

2. Akhlak

Kalimat akhlak berakar pada bahasa arab yang di terjemahkan

menjadi Indonesia. Akhlak secara istilah yakni suatu term di dalam agama

yang dipakai sebagai barometer baik buruknya perbuatan manusi.16

3. Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak merupakan edukasi terhadap basis-basis akhlak,

keutamaan perangai, serta adab yang perlu dipegang dan digunakan

sebagai kebiasaan anak sejak masa sebelum akil baligh sampai ia menjadi

mukallaf. Ia hidup dan mekar dengan bertumpu pada pondasi iman kepada

Allah dan terbimbing agar senantiasa kuat, ingat, bertumpu, memohon

bantuan, dan bertawakkal kepada-Nya, lalu dia akan mempuyai

14
Ali Abdul Halim Mahmud, At-Tarbiyah Al-Khuluqiyah, Terj. Abdul Hayyie Al-
Kattani, dkk. Akhlak Mulia, (Jakarta, Gema Insani, 2004), 22.
15
Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1990), 365.
16
Mahjuddin, Kuliah Akhlaq-Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), 1-6.
14
kemampuan serta respon yang naluratif ketika menampung setiap

keistimewaan dan kewibawaan. Di sisi lain terbentuklah keluhuran tutur

laku dalam akhlak.

4. Kitab “Taisirul Kholaq Fi Ilmi al-Akhlak” Karya Syeikh Hafidh Hasan Al-

Mas’udiy

Kitab “Taisirul Kholaq” adalah salah satu kitab Syeikh Hafidh

Hasan Al-Mas’udiy yang mengandung nasihat-nasihat atas pendidikan

akhlak. Dalam Kitab tersebut terdapat 31 bab baik itu akhlak terpuji

maupun akhlak tercela.

Alasan penulis menggunakan kitab Taisirul Kholaq karangan

Syeikh Hafidh Hasan Al Mas’udiy dan tidak menggunakan kitab-kitab

akhlak lain sebagai objek penelitian adalah karena penulis beranggapan

bahwa kitab Taisirul Kholaq karya dari seorang ulama yang hebat yang

berisikan materi-materi dasar ilmu akhlak yang ditulis secara ringkas

sehingga di anggap pas sebagai bahan penelitian. Kemudian penulis juga

melihat bahwa kitab Taisirul Kholaq sendiri banyak diajarkan pada

pesantren-pesantren di Indonesia, sehingga perlu dilakukan sebuah

penelitian dan pendalaman kitab Taisirul Kholaq itu sendiri khususnya

dalam konsep pendidikan akhlak yang terkandung di dalamnya.

H. Sistematika Pembahasan

Secara umum, sistematika penulisan di dalam skripsi terdiri dari 5 (lima)

bab. Untuk detailnya, peneliti hendak menyajikan deskripsi beserta rincianya


15
sebagai berikut ini:

Bab I Pendahuluan, Bagian yang dimuat pada bab ini adalah latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan peneliti melakukan penelitian,

manfaat dari apa yang diteliti, dan metode yang dipakai dalam penelitian

(pendekatan dan jenis penelitian, pokok penelitian, keaslian penelitian,

definisi operasional dan sistematika pembahasan.

Bab II Kajian Pustaka, Bab ini mencakup kajian teoritik, hasil

penelitian terdahulu yang relevan dan hipotesis penelitian, yaitu penelitian

terdahulu yang berkaitan dengan hipotesis penelitian saat ini dan mampu

memperkuat penelitian saat ini.

Bab III Metode Penelitian, Bab ini mencakup pendekatan dan

model penelitian yang dipakai, data serta sumber data, gaya pengumpulan

data, analisis data, pengecekan keabsahan data, serta langkah-langkah

penelitian.

Bab IV Paparan Data dan Temuan Penelitian, Pada bab ini, peneliti

menyajikan data-data yang didapat dari penelitian yang pernah dikerjakan

berupa deskripsi data berkenaan dengan variabel yang diteliti.

Bab V Pembahasan, Bab ini berisi pembahasan yang menjawab

beberapa pertanyaan yang terdapat dalam rumusan masalah penelitian.

Peneliti akan menjawab setiap rumusan masalah dengan menyajikan data-

data yang diperoleh dari penelitiannya.

16
Bab VI Penutup, Bab ini memuat kesimpulan dari hasil penelitian

yang didapat dan masukan-masukan untuk ke depannya yang kemudian

ditutup dengan penutup.

I. Kajian Pustaka

1. Landasan Teori

a. Pendidikan

Pendidikan pada diskusi keislaman lebih masyhur dengan

sebutan At- tarbiyah, At-Ta’dib, At-Ta’lim, serta Ar-Riyadhah. Pada

setiap istilah tersebut mengandung karakteristik makna tersendiri kala

salah satu atau seluruhnya disebutkan secara berbarengan.

Tarbiyah dalam pandangan Al-Abrasyi seperti yang dinukil

Ramayulis definisinya ialah menyiapkan manusia agar dapat hidup

secara sempurna dan ceria, menyayangi tanah air, kuat jasmaninya, elok

perangainya (akhlaknya), sistematis pikirannya, lembut perasaannya,

cakap dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik melalui lisan

ataupun tulisan. Sedang Ta’dib dimaknai dengan penataran atau

penyesuaian. Menurut istilah ta’dib ialah pemahaman dan pengakuan

tempat-tempat dari yang tepat dari segala entitas yang berada dalam

tatanan penciptaan yang sedemikian rupa, sehingga memandu ke arah

pengenalan serta pengakuan kekuasaan Tuhan di dalam susunan wujud

dan eksistensinya. Kata Ta’lim dalam istilah pendidikan Islam ialah

proses transfer berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa

17
adanya sekat dan keputusan tertentu. Itu bermaknakan bahwa at-ta’lim

hanya mencakup dimensi kognitif, belum sampai pada aspek yang lain.

Al-Ghazali memberikan tawaran istilah Ar-Riyadhah, menurut Al-

Ghazali Ar-riyadhah ialah metode pembiasaan terhadap individu

terhadap anak-anak pada masanya. Bersandarkan dari pengertian

tersebut, Al-Ghazali sekedar mengutamakan penggunaan riyadhah pada

fase kanak-kanak.17

Beberapa sebutan yang digunakan pada pendidikan seperti

diatas yang paling masyhur dipakai ialah kalimat At-tarbiyah, karena

sebutan lain sepeerti (ta’dib, ta’lim, dan riyadhah) adalah paruh dari

aktivitas tarbiyah. Pada kamus bahasa Arab, kata At-tarbiyah

mempunyai tiga dasar kebahasaan, yaitu:18

1) Robba, Yarbu, Tarbiyatan: yang mempunyai artian tambah (Zad)

dan berkembang (nama). Maka pendidikan (At-tarbiyah) dapat

dipahami sebagai suatu jalan untuk menumbuh kembangkan sosial,

fisik, spiritual, maupun psikisnya.

2) Robba, Yurbi, Tarbiyatan: yang mempunyai artian tumbuh (nasya’a)

dan berkembang atau dewasa (tara’ra’a). Maknanya, pendidikan

(Tarbiyah) ialah gerak langkah dalam menumbuh kembangkan

sosial, fisik, spiritual, maupun psikisnya.

3) Robba, Yarubbu, Tarbiyatan: bermaknakan membenahi (ashlaha),

menguasai urusan, menjaga, mengasuh, mengatur, memberi makan,


17
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, cet. 11 (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), 16-17.
18
Abdul Mudjib, et.al, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), 10-11.
18
mengasuh, dan menjaga keseimbangan keberadaannya. Artinya

pendidikan (Tarbiyah) ialah perjuangan untuk mengatur, mengasuh,

memperbaiki, merawat, dan memelihara kelangsungan tumbuh

kembang peserta didik, supaya dia bisa mandiri dalam menjalani

kesehariannya.

Secara bahasa Pendidikan berarti proses, cara perbuatan

mendidik. Mendidik merupakan pola asuh dan pola latih berkaitan

dengan akhlak dan kecerdasan akal.19

Mengacu kepada UU RI nomor 20 tahun 2003 dinyatakan,

sesungguhnya pendidikan yang sebenarnya ialah ikhtiar yang disengaja

dan teragenda untuk melahirkan lingkungan belajar mengajar serta

tahapan transformasi keilmuan agar secara aktif siswa maupun siswi

dapat meengeksplor bakat yang dimilikinya agar memiliki energi

kerohanian keagamaan, kepribadian, kemulyaan, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya pada khususnya,

masyarakat pada umumnya, dan nusantara.

Ramayulis mendeskripsikan bahwa, kata pendidikan berakar

dari bahasa yunani, yaitu “Paedagogie” yang bermakna bimbingan

yang dilimpahkan untuk kebaikan anak. Sebutan ini akhirnya

dimengerti dalam bahasa Inggris dengan kalimat “education” yang

dapat kita artikan dengan pengembangan atau bimbingan. Beda dengan

19
Meity Taqdir Qadratillah, et. al., Kamus Bahasa Indonesia untuk Pelajar, (Jakarta:
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
2011), 97.
19
Bahasa arab, kata pendidikan ini banyak ditemui dalam kamus arab

dengan terjemahan “tarbiyah”.20

M. Suyudi menjelaskan bahwasannya pendidikan ialah segala

bentuk ikhtiar yang disengaja oleh pendidik terhadap seluruh peserta

didik sebagai pelaku utama dalam kegiatan akademik, adapun tujuan

dari pendidikan itu sendiri adalah untuk mendidik generasi penerus

bangsa menjadi manusia yang berkepribadian luhur baik sikap jasmani

maupun kerohaniannya agar dapat membangun bangsa kedepannya

menjadi bangsa yang bisa menjadi percontohan bangsa lainnya.21

b. Akhlak

Kalimat akhlak dapat kita temui di dalam bahasa Indonesia

yang kalimat aslinya berasal dari bahasa Arab akhlaq, yang berasal dari

kalimat jamak dari kalimat khuluq, yang apabila diterjemahkan ke

dalam bahasa indonesia dapat diartikan dengan tabi’at, keluhuran

akhlak, tindak tanduk, dan kelakuan.22

Sedangkan akhlak dalam kajian akademik memiliki komposisi

yang menyeluruh yang terdiri dari ciri khas akal atau tingkah laku yang

menyebabkan seseorang menjadi khas. Ciri khas ini membentuk

kerangka psikologi seseorang dan membuatnya berperilaku yang sesuai

20
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1998), 1.
21
M. Suyudi, Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an, (Yogyakarta: Mikraj, 2005),
54.
22
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1998), 346.
20
dengan dirinya dan nilai yang cocok dengan dirinya ketika berada pada

kondisi apapun.23

Menurut Ibnu Miskawaih, akhlak merupakan kedudukan jiwa

sseorang yang memaksanya untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas

tanpa melewati estimasi akal terlebih dahulu. Karakter yang merupakan

suatu kondisi jiwa itu melantarkan jiwa belaku tanpa berpikir atau

dipertimbangkan secara meluas, dan bentuk seperti ini ada dua jenis.

Pertama, alamiah berpangkal dari budi pekerti, misalnya pada

orang yang cepat marah sekedar karena masalah yang tidak besar, atau

yang ragu menghadapi perkara hanya karena masalah kecil. Orang

terkejut dada bergetar dikarenakan suara yang sangat lemah yang

mengenai gendang telinganya, atau kebimbangan lantaran mendengar

suatu berita. Atau tertawa yang berlebihan hanya akibat sesuatu yang

sangat sederhana telah menyebabkannya kagum, atau sedih sekali

hanya karena terlahir melalui pelatihan dan pembiasaan, dan pada

awalnya keadaan seperti ini tidak terlalu menghawatirkan. Kedua,

berlangsung karena dipetimbangkan dan dipikirkan namun kemudian

melalui praktik secara kontinyu akhirnya menjadi sebuah karakter yang

tidak membutuhkan nasehat pola pikir terlebih dahulu.24

Bersamaan dengan itu bisa berasumsi sesungguhnya akhlak

adalah bentuk sikap yang diinginkan manusia dibarengi dengan niat


23
Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, (Jakarta: Gema Insani, 1995), 26.
24
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam, cet. 3 (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009), 21.
21
yang tenang pada jiwa yang berdasar kepada Al-Qurān dan Hadits yang

akan nampak kegiatan atau kebiasaan dengan ringan tanpa

membutuhkan perbuatan dan kebiasaan yang bagus, maka dari itu bisa

kita disebut dengan akhlak yang terpuji. Pun juga sebaliknya, jika

menonjolkan perbuatan dan kebiasaan yang buruk maka disebut akhlak

yang buruk.

c. Pendidikan Akhlak

Selepas mendapatkan penjelasan secara terpisah mengenai definisi

pendidikan dan definisi akhlak, setelah itu bisa diperingkas bahwa

sesungguhnya pendidikan akhlak merupakan pendidikan tentang pondasi-

pondasi akhlak dan keistimewaan perangai, tabiat yang mesti dipunyai dan

dijadikan rutinitas oleh anak mulai masa sebelum akil baligh sampai ia

menjadi mukallaf. Ia hidup dan berkembang dengan bertumpu pada

pondasi iman kepada Allah dan terbimbing supaya selalu gigih, ingat

bersandar, memohon pertolongan dan bertawakkal kepada-Nya, dengan itu

dia dapat mempunyai kemampuan serta respon yang instingtif di dalam

menampung setiap keistimewaan dan kemuliaan. Di sisi lain terbiasa

bertutur laku akhlak mulia.25

d. Pembentukan Akhlak

Berbincang tentang problem pembentukan akhlak sama halnya

dengan berbincang-bincang tentang maksud pendidikan, karena


25
Raharjo, dkk. Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer,
(Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), 63.
22
kebanyak dari kita menemukan pendapat para ahli yang mengatakan

bahwa sesungguhnya tujuan daripada pendidikan ialah pembentukan

akhlak. Salah satunya pendapat M. Athiyah al-Abrasyi yang dinukil

oleh Abuddin Nata, mengatakan bahwasannya pendidikan budi pekerti

dan akhlak adalah jiwa dan tujuan pendidikan Islam. 26 Begitu juga

dengan Ahmad D. Marimba yang berpendapat bahwasannya maksud

utama pendidikan Islam sangatlah identik dengan maksud hidup setiap

Muslim, yakni untuk menjadi hamba Allah, yaitu hamba yang beriman

dan berserah diri kepada-Nya dengan menjadikan agama Islam sebagai

agama satu-satunya yang ia emban.27

Sebagian pakar akhlak memiliki pemahaman lain tentang akhlak

bahwa sesungguhnya eksistensi akhlak tidak perlu dibangun, sebab

akhlak merupakan naluri yang dimiliki manusia dari lahir. Bagi

kalangan ini bahwa problematika akhlak merupakan fitrah dari masing-

masing individu, yaitu kecondongan terhadap kebaikan yang terdapat di

dalam setiap diri manusia, dan bisa saja berbentuk kata batin atau naluri

yang senantiasa mengarah kepada hakikat kehidupan. Dengan pola

pandang seperti ini, maka secara otomatis akhlak dapat berkembang,

meskipun tanpa dibangun atau dilatih. Kalangan ini selanjutnya

berspekulasi bahwa akhlak merupakan sketsa batin yang tercermin

26
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Cet. IV, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002),
7.
27
Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Cet. IV, (Bandung: al-
Ma’arif, 1980), 48-49.
23
dalam aktivitas lahir. Aktivitas lahir tersebut tidak akan mampu

merubah aktivitas batin.

Setelah itu terdapat pendapat yang mengatakan kalau akhlak

merupakan buah dari keberadaan pendidikan, pelatihan, pembimbingan,

serta kesungguhan. Sebetulnya akhlak yang berada pada diri manusia

bisa dirubah dan dibangun. Seorang yang salah tidak mungkin selalu

salah, ibarat seekor binatang yang bengis dan beringas dapat dijinakkan

melalui pelatihan dan pola asuhan. Oleh karena itu manusia dengan

akal yang masih normal masih dapat dimodifikasi dan dibangun

perilakunya atau wataknya. Maka dari itu ikhtiar yang seperti itu

membutuhkan hasrat yang teguh untuk meyakinkan terbangunnya

akhlak yang luhur.28

e. Faktor-faktor dalam Pembentukan Akhlak

Terdapat aliran-aliran yang berpengaruh dan memiliki peran

penting di dalam pembentukan akhlak. Aliran-aliran tersebut meliputi

aliran empirism, aliran konvergensi, dan aliran nativism.29

Nativisme merupakan aliran yang paling utama dalam

pembentukan diri seseorang. Aspek fitrah dari dalam yang coraknya

bisa berbentuk kecondongan, fitrah akal, dan yang lainnya. Apabila

28
Dayang HK, "Pentingnya Pembentukan Akhlak Mulia", http://www.brunet.bn/
news/pelita/25jan/ teropong.htm Sabtu, 23 Januari 2020, 09.53. PM
29
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, 165.
24
seseorang bisa mempunyai fitrah atau kecondongan terhadap segala

sesuatu yang luhur maka secara otomatis orang tersebut menjadi luhur.

Aliran tersebut memiliki kepercayaan diri yang tinggi atas daya

batin yang terdapat pada pribadi manusia dan perkara ini kiranya

berkaitan erat dengan pendapat aliran intuisisme dalam menentukan

buruk dan baik seperti halnya yang sudah dipaparkan di atas. Aliran

tersebut sepertinya kurang menganalisa kontribusi pembimbingan atau

pembangunan pendidikan.

Aliran empirisme berpandangan kalau aspek yang muncul dari

luar mempunyai skala yang sangat utama dalam pembentukan diri

seseorang, diantaranya ialah lingkup sosial termasuk pembimbingan

dan pendidikan yang diberikan. Apabila pendidikan dan pembimbingan

yang diberikan itu bagus, maka baguslah anak itu.

Begitu pun sebaliknya. Aliran tersebut seakan seperti percaya

atas peranan yang diltetapkan oleh dunia pengajaran dan edukasi.

Namun beda halnya dengan anggapan aliran konvergensi, aliran

tersebut beranggapan jika pembentukan akhlak memiliki dampak dari

segi internal, yakni bakat pada anak, dan aspek eksternal yang muncul

adalah pendidikan atau pembangunan dan pembimbingan yang

dikerjakan secara karakteristik, atau lewat hubungan dalam lingkup

sosial. Fitrah atau tendensi yang mengarah kepada hal positif dengan

25
binaan yang dikerjakan secara mendalam melalui aneka metode dapat

menuntun anak kepada keluhuran akhlak.

Hamzah Ya’kub berpendapat bahwa terdapat faktor krusial yang

keberadaannya memberi pengaruh besar di dalam pembentukan akhlak.

faktor ini melingkupi faktor yang keluar dari dalam (intern) dan faktor

yang terdapat diluar kita(ekstern).30

1) Faktor Intern

Elelmen atau aspek dari dalam (intern) yakni sucinya anak

yang dilahirkan dari rahim ibunya yang memiliki potensi dan potensi

juga kesucian anak yang lahir sebelumnya juga terkena pengaruh

dari luarnya yang artinya lingkungan prenatal juga bisa

mempengaruhi sang anak ketika ia nantinya dilahirkan.

Insting ketauhidan merupakan salah satu unsur-unsur yang

nantinya dapat memberikan pengaruh kepada setiap anak yang

dilahirkan, unsur-unsur tersebut dapat membantu anak dalam

pembangunan pondasi akhlak dan kerangkanya. Unsur-unsur lain

yang dimiliki sejak lahir antara lain adalah sebaagai berikut:

a) Instink (naluri)

Instink merupakan kecakapan mengerjakan masalah degan

kerumitan yang tidak biasa tanpa adanya bimbingan sebelumnya,

tidak dilakukan dengan sengaja, terencana atas apa-apa yang


30
Hamzah Ya’qub, Etika Islam, (Bandung: Diponegoro, 1993), 57.
26
dituju bagi subyek, dan berjalan begitu saja tanpa adanya

settingan.31 Pakar psikologi menjelaskan keanekaragaman intuisi

pada tiap-tiap individu yang menjadi penggerak gaya lakuannya,

intuisi yang dapat kita temukan atau bahkan kita alami di dalam

kehidupan sehari-hari antaranya yakni intuisi untuk makan ketika

lapar, naluri keibuan dan kebapakan, intuisi untuk

memperjuangkan suatu hal, intuisi untuk mencari tuhan, dan

intuisi untuk mencari pasangan hidup ketika umur sudah

menegur, dan sebagainya.32

b) Rutinitas

Asas penting lainnya yang ikut andil dalam pembentukan

akhlak ialah kegiatan rutinan yang kita kerjakan. Yang dimaksud

kegiatan rutinan ialah aktivitas yang senantiasa dilakukan secara

istiqomah sehingga bisa dengan mudah direalisasikan.33

Rutinitas dianggap sebagai bawaan setelah bawaan hati

nurani. Kegiatan yang dilakukan oleh manusia dominan

digerakkan karena sudah menjadi rutinitas. Seperti halnya ketika

lapar tanpa disuruh untuk makan maka secara otomatis akal

memerintahkan tubuh untuk berjalan mencari makanan, begitu

juga dengan hausnya tenggorokan maka secara otomatis badan

akan tergerak untuk menuju tempat dimana minuman disediakan,


31
Kartini Kartono, Psikologi Umum, (Bandung: Mandar Maju, 1996), 100.
32
Hamzah Ya’qub, Etika Islam, 30.
33
Hamzah Ya’qub, Etika Islam, 31.
27
mandi ketika badan sudah mengalami gerah dan kusam, termasuk

gaya berbusana sehari-hari yang sudah menjadi kebiasaan.

c) Keturunan

Ahmad Amin berpendapat bahwa pergeseran kepribadian-

kepribadian orang tua pada anak turunnya, maka disebut warisan

sifat atau kepribadian yang dalam Bahasa ilmiahnnya dikenal

dengan sebutan al- Waratsah.34

Sifat-sifat yang diturunkan dari orang tua kepda anak

turunnya terdapat dua jenis, yakni menurun secara langsung dan

secara tidak langsung. Sebagai permisalan seorang ayah yang

berprofesi sebagai tentara belum tentu anaknya juga berani

menjadi anaknya, ini adalah contoh yang tidak langsung. Untuk

contoh turunan secara langsung, maka ketika sang ayah

berprofesi sebagai seorang polisi, anak yang akan lahir juga

memiliki keberanian sebagai seorang polisi layaknya orang

tuanya.

d) Kehendak

Kemauan gigih dan kehendak yang kuat akan menjadi

kekuatan yang sangat besar bagi siapapun yang mampu

mengelolanya. Kehendak memiliki peran penting agar individu

34
Ahmad Amin, Ethika (Ilmu Akhlak) terj. Farid Ma’ruf, (Jakarta: Bulan Bintang,
1975), 35.
28
dapat mencapai asa yang dikehendaki. Kehendak ini merupakan

daya yang berasal dari dalam diri seseorang.35 Disetiap

kesungguhan ada kehendak yang menggerakkan. Seseorang yang

bekerja pagi hingga malam hari dan hal tersebut senantiasa

terealisasikan tentu karena adanya kehendak kuat atau kemauan

yang sangat keras sehingga semua bisa tercapai.

Begitu juga sama halnya pekerjaan yang berat dan

berbobot tentu tanpa kehendak tidak akan dapat terselesaikan.

Dari sebuah kehendak akan tercipta niat kesungguhan yang dapat

mengarah kepada hal baik maupun hal yang sifatnya buruk,

sehingga baik buruknya lakuan juga terpengaruh oleh adanya

suatu kehendak itu sendiri.

e) Nurani

Pada tiap insan yang hidup, terdapat alarm yang dapat

menjadi pengingat apabila laku insan mengarah kepada sesuatu

yang berbahaya atupun buruk. Alarm ini sering kita pahami

sebagai kepekaan bathin yang dapat merasakan sesuatu yang

tidak akan bisa dirasa oleh indra yang lain seperti indra peraba

maupun pendengaran, yang jika kita lihat pada kamus Bahasa

arabnya maka akan kita temui dengan sebutan “dhamir”.36 Dan

35
Agus Sujanto, Psikologi Umum, (Jakarta: Aksara Baru, 1985), 93.
36
Basuni Imamuddin, et.al., Kamus Kontekstual Arab-Indonesia, (Depok: Ulinuha
Press, 2001), 314.
29
dalam kamus berbahasa Inggris disebut “conscience”.37

Sedangkan “conscience” sendiri bisa bermaknakan sebuah

struktur skala moral seseorang, kesadaran atas perbuatan salah

dan benar dalam bertingkah laku.38

Alarm yang kita sebut sebagai nurani ini akan bekerja

apabila kegiatan yang bersifat jelek akan dilangsungkan. Apabila

seorang insan terjatuh pada hal yang bersifat keburukan maupun

ketidak benaran, maka ketidak tenangan akan dirasakan oleh

batin, selain sebagai tanda untuk menghalau dari suatu

keburukan, nurani juga memberikan energi dorongan untuk

manusia dalam mengeksekusi pekerjaan yang bersifat baik. Oleh

sebab itu, nurani menjadi salah satu asas penting dalam

terbentuknya sebuah akhlak yang baik.

2) Faktor Ekstern

Faktor lain yang dapat dengan kuat mempengaruhi

tingkah laku dan kegiatan amaliyah manusia adalah faktor yang

berasal dari luar atau faktor ekstern yang meliputi:

a) Lingkungan

Lingkungan (milleu) merupakan satu dari beberapa sebab

yang dapat memberikan pengaruh terhadap kelakuan seseorang di

37
John. M. Echol, et.al., Kamus Bahasa Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1987),
139.
38
C.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: Rajawali Press, 1989), 106.
30
dalam bermasyarakat. Milleu pasti melekat kepada siapa saja

yang hidup. Sebagai contoh bahwa lingkungan dapat berpengaruh

dalam pertumbuhan lakuan, sifat, dan kepribadian adalah adanya

pergaulan yang dapat mendorong seseorang untuk berlaku baik

maupun buruk sesuai pergaulan yang di dapatkan.

b) Keluarga

Setiap manusia yang dilahirkan akan mendapatkan tempat

singgah pertamanya yang kita kenal dengan istilah keluarga, dari

keluarga inilah pendidikan pertama anak akan didapat, dan orang

tua memiliki hak penuh atas pembimbingan tumbuh kembang

anak yang bisa mengarah kepada hal baik dan buruk sesuai

dengan kurikulum yang dimiliki oleh orang tua itu sendiri.

Sebagai pusat dari tumbuh kembang anak, orang tua harus

dapat dengan benar memberikan pembinaan kepada anaknya agar

baik dalam bersikap, tegas dalam berbuat, dan elok dalam

melakukan olah fikir agar di masa depan sang anak dapat menjadi

generasi yang dapat bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya.

c) Sekolah

Sebagai lingkungan kedua anak dalam mengenyam

pendidikan, sekolah juga turut ikut andil dalam pertumbuhan

akhlakk anak. Sebagaimana Mahmud Yunus memiliki

pandangan mengenai hal ini:


31
“Kewajiban sekolah ialah melangsungkan pendidikan

yang tidak diberikan ketika anak berada dalam

lingkungan keluarga, pengalaman anak-anak dijadikan

dasar pelajaran sekolah, tingkah anak-anak yang kurang

luhur harus diperbaiki, tabiat-tabiat yang kurang benar

segera mungkin dibetulkan, perangai yang kurang lembut

supaya diperhalus, tingkah laku yang kurang senonoh

diperbaiki dan begitu selanjutnya.39

Bentuk-bentuk dasar dari pengolahan pendidikan akan

kita ketahui ketika kita mengunjungi sekolah tersebut. Lebih

mudahnya, pembentukan perilaku dan sikap di dalam sekolah

dapat kita lihat dari bagaimana mereka melakukan kerja sama

antar siswa, bekerja secara berkelompok dimana di dalamnya anti

kita bisa selipkan nilai-nilai baik yang dapat membentuk akhlak

mereka secara bertahap.40

d) Masyarakat

Sederhananya, masyarakat merupakan kelompok yang

terdiri atas individu-individu yang berbeda-beeda dimana mereka

terikat oleh norma kebudayaan, peraturan agama, hingga

peraturan bernegara. Ahmad D. Marimba mengatakan:

39
Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: Agung, 1978),
31.
40
Abu Ahmadi, et.al. Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), 269.
32
“Di dalam masyarakat, seseorang akan mendapati

keragaman corak pendidikan. Keberagaman ini meliputi

berbagai hal, seperti pembangunan kebiasaan,

pembiasaan bertata laku serta berjalan dalam norma

budaya dan norma agama”.38

f. Biografi Syeikh Hasan al-Mas’udi

Nama lengkap beliau yakni Abul Hasan Ali ibn Husein ibn Ali

al-Mas’udi, tempat tanggal lahir beliau di daerah Baghdad tepatnya di

daerah Fustat, 285 H/ 896 M. Beliau merupakan seorang ahli geografi,

sejarawan, ahli geologi, akhlak, dan ahli zoologi Muslim. Beliau juga

mendalami ilmu kalam (theologi), politik, dan ilmu bahasa. Pendeknya,

beliau merupakan seorang tokoh eksiklopedik dalam sains Islam. Tetapi

sangat dikenal sebagai seorang ahli geografi dan sejarah. Kejayaannya

dalam geografi dan sejarah nampaknya terdapat hubungan dengan

kondisi dirinya yang sekligus sebagai seorang pengembara yang

menghimpun materi kesejaraan dari wilayah yang sangat luas.41

Ensiklopedi Islam selaku bacaan dalam bidang sejarah

mengenalkan baliau hasan ali al-Mas’udi sebagai orang alim terbesar

Baghdad yang mempunyai ribuan murid diantaranya yakni Sinan ibn

Sabit ibn Qurra’ (w.331 H/ 923 M), seorang tokoh yang alim dalam

bidang teologi Mu’tazilah yang bernama al-Jubba’I (al-Asy’ari pernah

berguru kepadanya), dan al-Asy’ari sendiri (seorang pendiri kalam/


41
Badri Yatim, Historigrafi Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 124.
33
teologi sunni), dan kimiawan Abu Bakar Muhammad ibn Zakariya al-

Razi (w.320 H/923 M). Al-Mas’udi telah melintasi jalan panjang ke

negeri-negeri Timur, termasuk ke negeri India. Ia juga pernah menetap

beberapa tahun di Mesir, Wilayah Spanyol dan Afrika Utara merupakan

wilayah yang belum pernah beliau singgahi. Ia meghimpun catatan

tentang negeri-negeri yang pernah didatanginya dalam buku beliau yang

berjudul Muruj adz-Dhahab wa ma’adin al-Jawbar Zaman (Padang

Zaman). Ia menyelesaikan 34 karya tulis, separuh darinya telah

musnah.42

Al-Mas’udi kecil tinggal di tempat dimana banyak orang tidak

mengetahui keberadaannya. Banyak dari para sejarawan berpendapat

bahwa ia lahir dan menetap di wilayah Baghdad pada akhir abad ke-9

dan tutup usia di daerah Fustat pada tahun 956 M. Namun, dalam kitab

al-fihrist milik Ibn Nadim, beliau menulis dalam kitab tersebut kalau al-

Mas’udi lahir di daerah Maroko. Atas dasar itu Ahmad Romadhon

Ahmad (sejarawan), dalam al-Rihlah wa al-Rahalah al-muslimun

(wisata dan para penjelajah Muslim) memeberikan simpulanbahwa ada

dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, keluarganya menetap di

Maghrib saat dia masih kanak-kanak dan setelah itu pindah ke daerah

Baghdad. Kedua, keluarganya singgah sebentar di Maghrib dan

menetap dalam waktu yang lama di wilayah Baghdad, sedang dia lahir

42
Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), 264.
34
di Baghdad. Ahmad sendiri tidak memiliki ikhtiar lebih dalam

pengambilan pendapat yang kokoh.43

Al-Mas’udi masyhur sebagai orang alim beraliran Mu’tazilah

moderat. Ini bisa dilihat dari karya beliau yang berjudul Muruj al-

Dzahab. Yang sedikit kerasa adalah ada beberapa orang yang menuduh

beliau sebagai pengikut Syi’ah. namun, tuduhan tersebut bukanlah

tuduhan yang asal-asalan, karena al-Mas’udi sendiri sering mengatakan

hal tersebut di dalam tulisannya tentang kejayaan aliran Syi’ah. Dalam

dua karyanya pertama dan kedua, ia menyatakan adanya “wasiat” Nabi

kepada Ali ibn Abi Thalib, suatu peristiwa sejarah yang tidak diakui

oleh golongan Sunni dan secara ketat diyakini oleh golongan Syi’ah.44

g. Pendidikan yang diemban Syeikh Hasan al-Mas’udi

Beliau al-Hafidz al-Mas’udi, memberikan tinggalan berupa

karangan tulisan yang banyak jumlahnya, namun banyak pula yang

hilang dan belum bisa ditemukan. Karya yang dapat kita nikmati saat

ini ada yang masih sempurna ada juha yang Cuma berupa ringkasan dan

sekerad kutian-kutipan. Beliau juga menyertakan beberapa karyanya di

dalam kitab Muruj az-Dzahab, sebuah tulisan bertajuk geografi.

Beberapa karyanya yang dapat kita nikmati ialah sebagai berikut:

h. Latar Belakang Penulisan Kitab Taisir al-Khallaq

43
Badri Yatim, Historigrafi Islam, 125.
44
Badri Yatim, Historigrafi Islam, 128.

35
Kitab “Taisir al Khalaq” karangan Syeihk Hafidh Hasan Al-

Mas’udi merupakan ringkasan dalam kajian akhlak berdaya guna yang

sangat fundamental, sebuah isyarat yang sangat dibutuhkan oleh setiap

mereka yang beragama islam lebih-lebih kepada mereka yang masih

belia yang seyogyanya sejak dini mendapatkan bimbingan bertemakan

nilai-nilai atauhid dan akhlak seorang muslim. Dewasa ini, sepak terjan

pendidikan modern telah menjadi trend center dan seakan membuat

kajian akhlak menjadi diam stagnan.45

Syeikh Hafidz Hasan Al-Mas’udi memiliki ghirah dalam

menulis kitab bertajuk akhlak ketika beliau melihat murid-muridnya di

bangku kelas satu ma’had al-Azhar sedang belajar, beliau menyadari

bahwa penting untuk mengawal akhlak murid-muridnya agar memiliki

akhlak yang mulia. Maka terciptalah kitab Taisirul Khalaq yang

membahas tentang akhlak dengan dijadikannya Kitab Suci Agama

Islam dan as-Sunnah sebagai pondasi dalam berakhlak.

Beliau Hafidh Hasan Al-Mas’udi memiliki ambisi yang tinggi

dalam dunia keilmuan sehingga pelayaran di dalam . Selain itu Syeikh

Hafidh Hasan Al-Mas’udi memberikan sumbangsih pemikirannya pada

bidang keilmuan Islam, seperti penjelasan pada problem hadist serta

akhlak. Sehingga beliau mendapatkan amanat menjadi guru besar Darul

Ulum Universitas Al-Azhar Cairo Mesir. Doa yang terus dipanjatkan

semoga kitab tersebut dapat menjadi kitab yang bermanfaat dalam


45
Hafidz Hasan Al-Mas’udi, Taisirul Khallaq, Terj. Msaid An-Nadwi, Bek al
Berharga Untuk Menjadi Anak Mulia, Bab Muqaddimah, Al-Hidayah, Surabaya, t.th, 2016.
36
mengawal akhlak generasi muda sehingga bisa meneladani akhlak

Rasulullah SAW.

i. Gambaran Kitab Taisirul Khalaq

Sistematika dan gaya penulisan yang terdapat dalam kitab

taisirul kholaq kurang lebih sama dengan kitab kuning pada umumnya.

Diawali dengan judul kitab selanjutnya pengarang kitabnya. Lembar

berikutnya berisi tulisan sederhana menggunakan gaya Bahasa yang

mudah dipahami oleh kebanyakan santri yakni berupa latar belakang

kenapa kitab Taisirul Kholaq. Gaya tulisan dibuka dengan kalimat

basmalah serta ditutup dengan bacaan hamdalah. Lalu dilanjutkan

dengan alasan kenapa kitab Taisirul Khalaq ditulis.

Kajian berikutnya merupakan materi Kitab Taisirul Khalaq

tulisan Hafidh Hasan Al-Mas’udi, yang menerangkan tentang akhlak

baik dan ahlak buruk.

Sistematika penulisan kitab ini dibagi menjadi 5 bagian

diantaranya adalah:

1) Halaman judul

2) Kata pengantar

3) Daftar isi

4) Muqaddimah penyusun

j. Pembahasan / Materi Kitab Taisir al Khallaq

37
Kitab Taisirul Kholaq karangan Hafidh Hasan Al-Mas’udi

adalah karya monumental dimana beliaunya sendiri masyhur sebagai

sejarawan dan ahli di bidang geografi Arab.46 Ia dilahirkan di Baghdad,

Irak, pada akhir abad XIX. Nama lengkap beliau ialah Abul Hasan Ali

bin Husein Ibn Ali al-Mas’udi. Setelah beliau lulus dari jenjang

pendidikan paling dasar, al-Mas’udi memiliki ketertarikan kepada adat

istiadat suatu daerah dan sejarah untuk dipelajari secara mendalam. Dari

sinilah awal mula kegiatan pengembaraan beliau tekuni dari satu daerah

ke daerah lain, dari belahan bumi yang satu menuju belahan bumi yang

lain, pengembaraan di mulai dari dataran Persia, kemudian menuju

Istakhr, lalu di lanjut ke daerah Multan, terus sampai kepada daerah

Manura, Oman, Caspia, Ceylon, Damaskus, Tiberias, Madagaskar,

Mesir, dan Suriah sebagai akhir dari perjalananya. Dalam setiap

pengembaraan yang beliau lakukan, al-Mas’udi fokus dalam belajar dan

mengkaji ajaran Yahudi dan Kristen, kemudian dilanjut dengan sejarah

negara-negara Timur hingga Barat.

Kitab Akhbar az-Zaman merupakan satu dari banyaknya tulisan

yang telah ditorehkan al-Mas’udi yang terangkum di dalam tiga puluh

jilid. Kitab ini mengandung rincian masa lalu dunia. Karya lainnya

ialah Kitab al-Ausat, yang merangkum sejarah secara umum. Tahun

947 M, keduanya di reduksi menjadi satu karya monumental berjudul

Muruj adz-Dzahab wa Ma’adin.47


46
Hafidz Hasan Al-Mas’udi, Taisirul Khallaq, Terj. Msaid An-Nadwi, 30.
47
Hafidz Hasan Al-Mas’udi, Taisirul Khallaq, Terj. Msaid An-Nadwi, 31.
38
Kitab taisirul khalaq sendiri telah merangkum materi

bernafasakan akhlak dengan 29 subtema,48 pada kesempatan ini penulis

menuliskan subtema tersebut, yakni:

1) Ketaqwaan 16) Jujur dan dusta

2) Adab Guru 17) Amanah

3) Adab Murid 18) Memelihara diri

4) Hak-hak orang tua 19) Charisma (Muru’ah)

5) Hak-hak saudara 20) Hilmi (bijaksana)

6) Hak-hak tetangga 21) Tawaddu’ (rendah diri)

7) Adab dalam Pergaulan 22) Berjiwa besar

8) Persahabatan (persatuan) 23) Dengki/ iri hati

9) Persaudaraan 24) Hasud (Gosip/mengumpat)

10) Adab di forum pertemuan 25) Namimah (adu domba)

11) Etika makan 26) Takabbur (sombong)

12) Etika minum 27) Ghurur (menipu)

13) Etika tidur 28) Dzalim (aniaya)

14) Etika ketika di masjid 29) Adil


15) Pola hidup bersih
2. Kerangka Berfikir

48
Hafidz Hasan Al-Mas’udi, Taisirul Khallaq, Terj. Msaid An-Nadwi, 2-30.
39
J

U Konsep Pendidikan Akhlak Perspektif Hafidh Hasan Al

Mas’udiy dalam kitab “Taisirul Kholaq Fi Ilmi Al Akhlak Karya


D
Abul Hasan Ali Ibn Husein Ibn Ali Al-Mas’udiy
U

R Bagaimana konsep Bagaimana relevansi

U pendidikan akhlak menurut pemikiran pendidikan

Syeikh Hafidh Hasan Al- akhlak menurut Syeikh


M
Mas’udiy dalam kitab Hafidh Hasan Al-Mas’udiy
U Taisirul Kholaq Fi Ilmi al- dalam kitab Taisirul Kholaq

S Akhlak Fi Ilmi al-Akhlak terhadap

akhlak peserta didik.


A

N
h

T Untuk mengetahui Untuk mengetahui

pemikiran pendidikan relevansi pemikiran


U
akhlak menurut pendidikan akhlak
J
Syeikh Hafidh Hasan menurut Syeikh

U Al-Mas’udiy dalam Hafidh Hasan Al-

kitab Taisirul Kholaq Mas’udiy dalam kitab


A
Fi Ilmi al-Akhlak. Taisirul Kholaq Fi

Ilmi al-Akhlak
40
terhadap akhlak

peserta didik.
N

T
Teori yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pendidikan,

E akhlak, pendidikan akhlak, konsep pemikiran Syeikh Hasan al-

Mas’udi, Heurmeneutika.
O

I
M

E Model penelitian pada penelitian kali ini ialah model kualitatif

menggunakan pendekatan heurmeneutika


T

H Hasil yang diharapkan pada penelitian ini ialah adanya pandangan

atau perspektif dari ilmuwan muslim yakni Syeikh Hasan al-Mas’udi


A
tentang pendidikan akhlak yang mana nanti dapat memberikan
S
pemahaman lebih kepada masyarakat terkait pendidikan akhlak.

41
I

Gambar 1.1 Kerangka Berfikir

J. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini lebih mengarah kepada atau studi

kepustakaan atau penelitian kepustakaan (library research) disebabkan

bahan yang diperoleh bermuara dari khasanah kepustakaan. Di lain hal,

penelitian yang dilakukan oleh penulis kali ini bersifat analytical

description atau penggambaran secara mendalam, yakni penjabaran

konsep secara menyeluruh dengan kepenulisan yang tertata dan

sistematis. Setelah keseluruhan bahan telah di dapatkan dengan

sempurna dan sesuai kebutuhan, maka kegiatan analisis bisa dilakukan

dengan mengacu kepada tata cara yang sudah dipahami.49

b. Pendekatan Penelitian

Definisi pendekatan hematnya dapat dipahami sebagai kaidah-

kaidah ataupun sistem-sistem yang teratur untuk menuju kepada suatu

objek.50 Dengannya penulis ingin sekali melakukan eksplorasi terhadap

49
Anton Beker, Metode Filsafat, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996), 10.
50
Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra Strukturalisme
hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif. (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008),
53.
42
penelitian ini dengan menjadikan hermeneutika sebagai pendekatan

yang cocok untuk penelitian kedepan. Kitab yang akan diteliti oleh

penulis sendiri adalah kitab karya Hafidh Hasan al-Mas’udi dengan

padatan materi berisi tentang akhlak dan cara mendidiknya.

Kata hermeneutika memiliki tafsiran arti menafsirkan atau

menerjemahkan suatu hal, kata tersebut berasal dari bahasa Yunani

dengan kata asli hermeneuein. Proses dalam pendekatan hermeneutika

adalah pengubahan sesuatu dari keadaan ketidak pahaman menjadi

paham akan suatu hal. Oleh karena yang dikaji pada penelitian kali ini

adalah sebuah kitab dengan teks kuno, maka pendekatan hermeneutika

pada penelitian tersebut bisa diterjemahkan sebagai suatu proses

penafsiran teks kuno menjadi teks yang dapat kita pahami dengan gaya

bahasa yang sesuai dengan keadaan kita saat ini.51

Hermeneutik merupakan studi pemahaman, yang lebih tepatnya

bergerak pada bidang memahami sebuah teks. Kajian ini bergerak

sebagai bentuk ikhtiar dalam memberikan sketsa untuk memahami

sebuah teks, lebih mendalam kepada pemahaman kesejaraan dan

humanistik. Dengan demikian, hermeneutik memiliki fokus-fokus

perhatian yang berbeda-beda dan saling berkaitan yaitu; 1) perihal

pemahaman sebuah teks, 2) pemahaman interpretasi yang menjadi arah

dari persoalan yang ada.52


51
Hasan Hanfi Umiarso, Pendekatan Hermeneutik dalam Menghidupkan Tuhan.
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 193.
52
Richard E. Palmer, Hermeneutics. (Chicago: Northwestern University Press, 1969),
8.
43
2. Data dan Sumber Data

Dalam penelitian yang dilakukan, terdapat data dan sumber data

yang terbagi dalam dua macam yaitu:

a. Sumber data primer

Sumber data primer ialah sumber data yang secara langsung

memberikan data pada saat pengumpulan data.53 Pada penelitian kali

ini, yang menjadi sumber primer ialah kitab Taisirul Kholaq karya

Hafidh Hasan al-Mas’udi yang sudah diterjemahkan dari kitab turots

menjadi bahasa jawa (pego) / makna pesantren dan bahasa Indonesia.

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder ialah sumber data yang memeberikan

sumber data secara tidak langsung.54 Sumber data sekunder yang di

ambil dalam penelitian kali ini adalah:

a. Buku karya Suwito yang berjudu Filsafat Pendidikan Akhlak.

b. Buku Abdul Majid dan Andayani yang berjudul Pendidikan Karakter

Perspektif Islam.

c. Dimyati Zuchri dalam bukunya yan berjudul Panduan Penelitian

Analisis Konten, dan lainnya.

3. Teknik Pengumpulan Data

53
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabet, 2008), 193.
54
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, 193.
44
Tujuan utama dari sebuah penelitian yang di lakukan oleh seorang

peneliti adalah mendapatkan data dan bahan penelitian, beberapa tahapan

akan di lakukan oleh seorang peneliti terhadap kajian penelitiannya agar

kajian yang di teliti menjadi kajian yang bernilai dan bermakna, hal

tersebut memerlukan adanya sebuah teknik pengumpulan data agar data

yang di dapatkan bisa maksimal dan optimal baik dari segi kuantitas

maupun dari segi kualitas. Teknik mengumpulkan data perlu dipelajari dan

di pahami agar ketika pencarian data dilangsungkan, data yang di dapatkan

dapat memehuni standar yang telah disepakati.55 Skripsi yang sedang

peneliti buat memakai teknik dokumentasi sebagai teknik penggalian data

untuk mencari data-data yang berkaitan dengan variable yag dapat berupa

transkip, surat kabar, catatan, buku, majalah, dan yang lainnya.56

Idektifikasi tidak hanya dilakukan dengan cara dokumentasi, akan

tetapi peneliti juga melakukan identifikasi wacana dari beberapa buku

utamanya dalam Taisirul Kholaq karya Syeikh Hafidh Hasan al-Mas’udi,

serta karya ilmiah seperti majalah, makalah, web (internet), jurnal, artikel,

atapun bisa juga melalui sumber lainnya yang berkaitan baik langsung

maupun tidak langsung dengan judul penelitian yang dilakukan oleh

peneliti untuk mendapatkan variabel yang bersifat transkrip, jurnal, buku,

catatan, dan yang lainnya yang memiliki hubungan dengan penelitian ini.

55
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan
R&D. (Bandung: Alfabeta, 2010), 308.
56
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2002), 206.
45
Penekanan dalam penelitian ini ialah menemukan berbagai dalil,

teori,prinsip, pendapat serta gagasan-gagasan Syeikh Hafidh Hasan al-

Mas’udi yang dapat difahami sebagai bahan dalam penganalisaan dan

pemecahan masalah yang sedang diteliti.

Agar relevan dan sistematis dalam pengumpulan data-data, maka

penulis menggunakan tahapan-tahapan sebagaimana berikut ini:

1) Membaca, menelaah, mengkaji dan mengklasifikasikan isi Taisirul

Kholaq sehingga penulis dapat memaparkan isi dari kitab tersebut serta

merumuskan konsep pendidikan akhlak yang termuat dalam Taisirul

Kholaq.

2) Pendeskripsian dan penelaahan pada setiap topik yang sudah melewati

tahap klarifikasi dengan fokus kajian hermeneutika.

3) Penyusunan kesimpulan dari setiap topik yang sudah diklasifikasikan.

4. Analisis Data

Melihat dari model data yang di dapat, maka teknik yang dipakai

pada penelitian ini ialah analisis konten (content analiysis). Menurut

Hostli, content analysis merupakan teknik yang dipakai dalam penarikan

kesimpulan untuk mendapatkan pesan yang karakteristik yang dikerjakan

secara sistematis dan objektif.57 Melihat dari teknik analisis di atas, maka

iferensi adalah tujuan utamanya. Tanpa adanya inferensi, peneliti akan

57
Lexy J. Moleong Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT.
Remaja Roesdakarya, 2002), 163.
46
mengalami kesulitan dalam memahami komunikasi. Analisis konten selalu

melibatkan kegiatan membandingkan dan menghubungkan penemuan

dengan beberapa teori atau kriteria. Perlu di garis bawahi jika inferensi

dalam analisis konten bersifat kontekstual karena konteks yang berlainan

mamapu memunculkan inferensi yang berlainan pula.58

Dengan melakukan analisis isi terhadap Taisirul Kholaq kitab

Syeikh Hafidh Hasan al-Mas’udi, peneliti dapat mengidentifikasi nilai-

nilai karakter yang termuat, sehingga sedikit banyak bisa menjadi konsep

akhlak dan dapat menjadi sumbangsih bagi pendidikan akhlak.

5. Pengecekan Keabsahan Data

Pada pengecekan keabsahan data ini, peneliti menggunakan

beberapa teknik yaitu sebagai berikut:

a. Teknik ketekunan Penelaahan

Pada teknik ini peneliti mengamati secara cermat dan

berkelanjutan serta memusatkan pada persoalan yang diteliti. Dengan

melakukan teknik ketekunan pengamatan, peneliti dapat memverifikasi

kembali data- data penelitian yang ditemukan terdapat kesalahan

ataupun tidaknya. Cara yang dilakukan peneliti di sini yaitu dengan

membaca berbagai referensi buku atau hasil penelitian serta

dokumentasi yang berhubungan dengan tema yang diteliti. Selain itu,

58
Dirmiati Zuchdi, Panduan Penelitian Analisis Konten, (Yogyakarta: Lembaga
Penelitian IKIP Yogyakarta, 1993), 1.
47
peneliti juga melihat layak atau tidaknya hadits riwayat Muslim tersebut

untuk diteliti, dengan melalui cara Takhrij Hadits.

b. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber ini dilakukan dengan cara memeriksa data

yang diperoleh melalui beberapa sumber. Peneliti memverifikasi dan

membandingkan data dengan beberapa sumber yang berbeda sehingga

dapat diperoleh tumpuan dan keabsahan dari informasi tersebut.

c. Menggunakan Bahan Referensi

Bahan referensi yang dimaksud merupakan bahan referensi yang

mendukung data yang ditemukan. Peneliti menggunakan referensi

berupa catatan dan dokumen yang mendukung hasil penelitian.

Terutama buku- buku yang berhubungan dengan penelitian.

6. Prosedur Penelitian

Penelitian ini disusun berdasarkan prosedur sebagaimana paparan di

bawah ini.

a. Tahapan Persiapan: jelajah kepustakaan

Dalam penelitian ini, peneliti berusaha melakukan jelajah pada

kitab- kitab dan jurnal guna memperoleh data yang kuat dan valid

dalam menganalisis konsep pendidikan akhlak perspektif kitab Taisirul

Khalaq serta relevansi terhadap generasi sekarang. Agar peneliti dapat

menemukan referensi- yang berkaitan dengan pembahaan tersebut.

48
b. Tahap Pelaksanaan: Pengumpulan Data dan Analisis Data

Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa penelitian ini

merupakan penelitian kepustakaan sehingga data yang didapat

merupakan data- data tekstual yang berasal dari perpustakaan. Seperti

dokumen, catatan, serta buku- buku yang tekait dengan penelitian ini.

Selain itu peneliti juga akan melakukan analisis konten dan pencocokan

teori pada penelitian ini.

c. Tahap Akhir: Penyusunan Laporan Penelitian

Dalam tahap ini, peneliti mulai menyusun hasil laporan terhadap

masalah yang terkait. Diawali dengan pemaparan hasil temuan dan

penelitian, kemudian menganalisis data penelitian serta menyimpulkan

hasil yang diperoleh dari penelitian. Dalam penelitian ini, penulis

membatasi fokus pada konsep pendidikan akhlak perspektif kitab

Taisirul Khalaq yang berkaitan dengan nilai- nilai pendidikan akhlak

serta relevansi terhadap generasi sekarang.

49
1. Pustaka Sementara

Ahmadi, Abu. 1991. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.


Ali, Mohammad Daud. 1998. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Ali, Mohammad Daud. 2004. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Al-Mas’udi, Hafidz Hasan. 2016. Taisirul Khallaq, Terj. Msaid An-Nadwi,
Bek al Berharga Untuk Menjadi Anak Mulia, Bab Muqaddimah, Al-
Hidayah, Surabaya.
Aly, Hery Noer dan S, Munzier. 2003. Watak Pendidikan Islam. Jakarta:
Friska Agung Insani.
Amin, Ahmad. 1975. Ethika (Ilmu Akhlak) terj. Farid Ma’ruf. Jakarta:
Bulan Bintang.
Arikunto, Suharsimi. 2002 Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Azzet, Akhmad Muhaimin. Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia
“Revitalisasi Pendidikan Karakter Terhadap Keberhasilan Belajar
dan Kemajuan Bangsa”.
Beker, Anton. 1996. Metode Filsafat. Jakarta; Ghalia Indonesia.
Chaplin, C.P. 1989. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Press.
Echol, John. M. 1987. Kamus Bahasa Inggris Indonesia. Jakarta:
Gramedia.
Ensiklopedi Nasional Indonesia. 1990. Jakarta: Cipta Adi Pustaka.
Glasse, Cyril. 1999. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Hidayah, Nur. 2015. Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Novel 99
Cahaya di Langit Eropa. Skripsi. Abstrak. Jurusan Pendidikan
Agama Islam. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Salatiga.

50
HK, Dayang. Sabtu, 23 Januari 2020, 09.53. PM. "Pentingnya
Pembentukan Akhlak Mulia", http://www.brunet.bn/
news/pelita/25jan/ teropong.htm.
https://news.detik.com/berita/d-4531333/tawuran-dipicu-aksi-saling-
tantang-di-ig-nyawa-pemuda-di-jaksel-melayang?
_ga=2.98171615.1515668210.1580279297-
2071444018.1494639530, 23 Januari 2020. 9.00 PM
https://news.detik.com/berita/d-4537818/janjian-tawuran-via-medsos-
seorang-remaja-di-jakpus-tewas-dibacok?
_ga=2.137508592.1515668210.1580279297-
2071444018.1494639530, 23 Januari 2020. 8.10 PM.
https
://www.kompasiana.com/iinlyla/5a9914d1ab12ae51150bbb82/degradas
i-moral-remaja-refleksi-fenomena-tewasnya-guru-di-sampang-jawa-
timur, 23 Januari 2020. 7.50 PM.
Imamuddin, Basuni. 2001. Kamus Kontekstual Arab-Indonesia. Depok:
Ulinuha Press.
Kartono, Kartini. Psikologi Umum. Bandung: Mandar Maju.
Kholis, Ridwan Nur. 2013. Nilai-nilai Karakter dalam Syi’ir Tanpa Waton
(Studi Terhadap Teks Syi’ir Tanpa Waton). Skripsi. Abstrak. Jurusan
Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Lihat Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 1 ayat 1.
Mahjuddin. 1994. Kuliah Akhlaq-Tasawuf. Jakarta: Kalam Mulia.
Mahmud, Ali Abdul Halim. 1995. Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani.
Mahmud, Ali Abdul Halim. 2004. At-Tarbiyah Al-Khuluqiyah. Terj. Abdul
Hayyie Al-Kattani, dkk. Akhlak Mulia. Jakarta, Gema Insani.
Mansur. 2009. Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam. Cetakan III.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Marimba, Ahmad D. 1980. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Cet. IV.
Bandung: al-Ma’arif.
Moleong, Lexy J. Moleong. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT. Remaja Roesdakarya.
Mubarok, Ahmad. 2013. Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Syair Lir-
lir Karya Sunan Kalijaga dan Relevansinya dengan Pendidikan
Islam. Skripsi. Abstrak, Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas
Ilmu Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Mudjib, Abdul. 2006. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana.

51
Nandya, Anisa. 2013. Etika Murid Terhadap Guru”. Analisis Kitab Ta’lim
Muta’alim karangan Syaikh Az-Zarnuji. Skripsi. Abstrak, Jurusan
Pendidikan Agama Islam. STAIN Salatiga.
Nata, Abudin. 2002. Akhlak Tasawuf. Cet. IV. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Palmer, Richard E. 1969. Hermeneutics. Chicago; Northwestern
University Press.
Qadratillah, Meity Taqdir. 2011. Kamus Bahasa Indonesia untuk Pelajar.
Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Raharjo, dkk. 1999. Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Tokoh Klasik
dan Kontemporer. Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Ramayulis. 1998. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 1998), 1.
Ramayulis. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Cetakan 11. Jakarta: Kalam
Mulia.
Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra
Strukturalisme hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif.
Yogyakarta; Pustaka Belajar.
Solehan, Muhammad. 2015 Nilai-nilai Pendidikan Akhlaq Dalam Buku
Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk Karya Ahmad Rifa’i Rif’an.
Skripsi. Abstrak. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan IAIN Salatiga.
Sudjana, Nana. 1991. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Di
Sekolah. Bandung: Sinar Baru Al Gensindo.
Sugiono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung; Alfabet.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kualitatif,
Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sujanto, Agus. 1985. Psikologi Umum. Jakarta: Aksara Baru.
Sumara, Dadan. Dkk. 2017. “Kenakalan Remaja dan Penanganannya”.
Suyudi, M. 2005. Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an. Yogyakarta:
Mikraj.
Umiarso, Hasan Hanfi. 2011. Pendekatan Hermeneutik dalam
Menghidupkan Tuhan. Yogyakarta; Ar-Ruzz Media.
Ya’kub, Hamzah. 1993. Etika Islam. Bandung: Diponegoro.
Yunus, Mahmud. 1978. Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran.
Jakarta: Agung.

52
Zuchdi, Dirmiati. 1993. Panduan Penelitian Analisis Konten. Yogyakarta:
Lembaga Penelitian IKIP Yogyakarta.

53

Anda mungkin juga menyukai