1
ANALISIS DAN PERENCANAAN BALOK GELAGAR
(ANALYSIS AND DESIGN OF PLATE GIRDER)
MATERI KULIAH
1.1 Pendahuluan
1.2 Kriteria Balok Gelagar
1.3 Kuat Lentur Rencana Balok Gelagar
1.4 Tegangan Kritis
1.5 Kuat Lentur Rencana Balok Gelagar Hybrida
1.6 Pelat Badan Balok Gelagar
1.7 Kuat Geser Rencana Balok Gelagar
1.8 Tension Field Action
1.9 Interaksi Lentur dan Geser
1.10 Pengaku Penumpu Beban
1.11 Pelat Pengaku Vertikal
1.12 Pelat Pengaku Memanjang
1.13 Pengekang Lateral
1.14 Contoh Soal dan Penyelesaian
REFERENSI / LITERATUR
1. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung 2002 (SNI 03‐1729‐
2002)
2. Load and Resistance Factor Design Specification for Structural Steel Buildings,
American Institute of Steel Construction (AISC)
3. Salmon, C.G., and Jonhson, J.E., Steel Structure, Design and Behavior, 4th edition,
Harper Collins, 1995.
4. Bowles, Joseph E., Stuctural Steel Design, McGraw‐Hill Book Company, 1988.
5. Owens, G.W., & Davison, B., 2003, Steel Designers' Manual, 6th edition, The Steel
Construction Institute, Blackwell Science Ltd.
6. Ray, S.S., 1998, Structural Steelwork, Analysis and Design, Blackwell Science Ltd.
7. Lam, D., Ang, T.C., Chiew, S.P., 2004, Structural Steelwork, Design to Limit State
Theory, 3rd edition, Elsevier Butterworth‐Heinemann
1.1 PENDAHULUAN
Pada struktur‐struktur balok yang mempunyai bentangan yang besar dan/atau memikul
beban berat, seperti gelagar pada struktur jembatan jalan raya (highway bridge) dan/atau
jembatan kereta api (railway bridge) atau transfer girder pada struktur bangunan tinggi (high
rise building), akan menghasilkan momen lentur yang besar. Sehingga diperlukan penampang
balok dengan kuat lentur yang besar.
Kuat lentur yang besar hanya disediakan oleh penampang baja profil IWF yang cukup tinggi,
yaitu baja profil IWF yang mempunyai jarak antara pelat sayap atas dan pelat sayap bawah
yang cukup besar (d >>). Penampang baja profil IWF ini tidak tersedia di pasaran, karena baja
profil yang dicetak di pabrik‐pabrik (rolled steel girder) mempunyai tinggi penampang
terbatas. Pada umumnya, baja profil yang dicetak di pabrik mempunyai tinggi kurang dari 1.0
m (d < 1.0 m).
tf
h d
tw
b
Penampang Baja Profil IWF
Balok Baja Profil IWF
Gambar 1.1 Balok Baja Profil IWF yang dicetak di pabrik (Rolled Steel Girder)
Untuk kondisi di atas, terdapat beberapa alternatif yang dapat dilakukan untuk menambah
kekuatan lentur penampang baja, antara lain adalah :
Menggunakan dua buah atau lebih balok baja profil IWF yang dipasang secara sejajar
(paralel).
Hal ini akan mengakibatkan bertambahnya berat sendiri struktur dan biaya yang
dikeluarkan juga akan semakin besar.
Disamping itu, lendutan yang terjadi pada balok baja belum tentu lebih kecil dari
lendutan yang diizinkan.
Memasang pelat baja tambahan pada pelat sayap dan/atau pada pelat badan dari baja
profil tersebut.
Penambahan pelat baja pada pelat sayap penampang baja profil akan menambah
kekuatan lentur dari penampang balok baja profil tersebut. Akan tetapi,
penambahan kuat lentur dari pelat baja tambahan tersebut masih terbatas.
Menggunakan balok gelagar (plate girder)
Dengan menggunakan balok gelagar (plate girder), maka dapat ditentukan ukuran/
dimensi pelat sayap dan pelat badan dari penampang balok baja profil yang akan
menghasilkan kuat lentur penampang yang sanggup memikul momen lentur yang
terjadi pada balok baja tersebut.
Penampang Baja Profil IWF
yang disusun Paralel
Balok Baja Profil IWF yang disusun
secara Paralel
Gambar 1.2 Balok Baja Profil IWF yang disusun secara paralel
Pelat Baja
Pelat Baja
Penampang Baja Profil IWF
yang diperkuat dengan Pelat Baja
pada Pelat Sayap dan Pelat Badan
Balok Baja Profil IWF
yang diperkuat dengan Pelat Baja
pada Pelat Sayap dan Pelat Badan
Gambar 1.3 Balok Baja Profil IWF yang diperkuat dengan pelat baja pada pelat sayap dan
pelat badan
Balok gelagar (plate girder) atau disebut juga dengan balok pelat berdinding penuh,
merupakan balok terbuat atau tesusun dari beberapa elemen pelat baja, untuk mendapatkan
nilai kuat lentur penampang yang lebih besar.
Penampang balok gelagar pada umumnya berbentuk I, yang terbuat dari dua pelat sayap
(flange plate) dan satu pelat badan (web plate) yang disambungkan dengan menggunakan
paku keling (rivet), baut (bolt) atau dengan las (weld), seperti yang terdapat pada Gambar
1.4, Gambar 1.5, Gambar 1.6, dan Gambar 1.7.
Untuk balok gelagar yang disambungkan dengan paku keling (riveted plate girder) atau
dengan baut (bolted plate girder), digunakan profil baja siku (angle) yang menghubungkan
pelat badan dengan pelat sayap, dengan atau tanpa adanya pelat penutup (cover plate).
Pada umumnya, balok gelagar lebih ekonomis digunakan daripada gelagar baja profil pada
jembatan simple span dengan panjang bentang > 20 m dan jembatan continuous spans
dengan panjang bentang > 30 m. Dibandingkan dengan jembatan rangka, penggunaan balok
gelagar lebih ekonomis untuk jembatan dengan panjang bentang < 100 m.
Jembatan continuous spans pada umumnya terdiri dari tiga bentang yang menerus, dengan
panjang bentangan yang di tengah bisa mencapai 125 m. Sebagai contoh, jembatan yang
melintasi Save River di Belgrade, Yogoslavia, terdiri dari tiga bentangan yang menerus dengan
panjang bentang 75 m – 260 m – 75 m. Penampang gelagar utama jembatan berupa double
box girder, dengan tinggi 4.5 m di tengah bentang dan 9.0 m pada pilar (pier). Jembatan ini
dibuat untuk menggantikan jembatan lama, yaitu suspension bridge, yang telah hancur pada
saat Perang Dunia II.
Pada struktur gedung, biasanya balok gelagar hanya digunakan pada daerah‐daerah yang
memikul beban yang besar atau mempunyai bentangan yang panjang, seperti balok untuk
crane yang memikul beban yang berat atau untuk rangka atap pabrik‐pabrik yang
mempunyai bentangan yang sangat panjang.
Pelat Sayap
Pelat Sayap
tf Paku Keling tf
Baja Siku Pelat
Pengaku Pengaku
Pelat Badan Pelat Badan
d h d h
tw tw
Baja Siku
Las
Pelat
Penutup
b b
Penampang Balok Gelagar dengan Penampang Balok Gelagar dengan
Paku Keling (Riveted Plate Girder) Las (Welded Plate Girder)
Gambar 1.4 Penampang Balok Gelagar (Plate Girder)
Baja Siku Pengaku
(Stiffener Angle)
Paku Keling
(Rivet)
Pelat Badan
(Web Plate)
Baja Siku
(Flange Angle)
Pelat Penutup (Cover Plate) Pelat Sayap (Flange Plate)
Penampang Balok Gelagar dengan Paku Keling (Riveted Plate Girder)
Las (Weld)
Pelat Pengaku
(Stiffener Plate)
Las
(Weld)
Pelat Badan
(Web Plate)
Pelat Sayap (Flange Plate)
Penampang Balok Gelagar dengan Pengelasan (Welded Plate Girder)
Gambar 1.5 Balok Gelagar (Plate Girder)
Balok Gelagar dengan Paku Keling
(Riveted Plate Girder)
Balok Gelagar dengan Pengelasan
(Welded Plate Girder)
Gambar 1.6 Balok Gelagar (Plate Girder) – 3D
Flange Plate Cover Plate
Covered Plate Girder
Haunched Ends Continuous Girder
Gambar 1.7 Bentuk Balok Gelagar secara umum
Dalam pemilihan dimensi penampang balok gelagar yang akan digunakan pada struktur
gedung, perbandingan antara panjang bentang balok gelagar dengan tinggi balok gelagar
(L/d) untuk balok gelagar berbentuk I yang direkomendasikan, adalah sebagai berikut :
Balok di atas dua tumpuan sederhana (simple beam) 12 < L/d < 20
Balok menerus (continuous beam) 15 < L/d < 25
Balok untuk crane (simply‐supported crane girders) 10 < L/d < 15
Sedangkan untuk gelagar jembatan jalan raya, pemilihan dimensi penampang balok gelagar
berbentuk I (I‐Shape Plate Girder) yang akan digunakan berdasarkan perbandingan antara
panjang bentang balok gelagar dengan tinggi balok gelagar (L/d) yang direkomendasikan,
adalah sebagai berikut :
Balok di atas dua tumpuan sederhana (simple beam) L/d > 10
Balok menerus (continuous beam) L/d > 12
Jenis‐jenis balok gelagar yang dilas (welded plate girder) lainnya, yang sering juga digunakan
dalam perencanaan struktur, antara lain :
Box Girder, untuk meningkatkan kekakuan torsi (torsional stiffness) balok pada jembatan
bentang panjang (long‐span bridge).
Hybrid Girder, memberikan kekuatan material yang berbeda sesuai dengan tegangan
yang terjadi pada penampang balok
Delta Girder, untuk meningkatkan kekakuan lateral (lateral rigidity) balok jika jarak
pengekang lateral sangat besar
Pelat Sayap Tekan
(Compression Flange)
Pelat Sayap dari
Baja Mutu Tinggi
(Higher‐Strength Pelat Badan dari
Flange) Baja Mutu Rendah
(Lower‐Strength
Web)
Las
Gambar 1.8 Tipe‐Tipe Balok Gelagar dengan Pengelasan (Welded Plate Girder)
1.2 KRITERIA BALOK GELAGAR
Balok dapat dikatakan sebagai balok berdinding penuh atau balok gelagar (plate girder), jika
mempunyai kelangsingan pelat badan (Butir 8.4.1, SNI 03‐1729‐2002) :
h
> λr ........... (1.1)
tw
dimana :
2550 E
λr = = 5.70 ........... (1.2)
fy fy
(Tabel 7.5‐1, SNI 03‐1729‐2002)
Keterangan :
h = tinggi pelat badan (mm)
(h = d – 2 tf) tf
tw = tebal pelat badan (mm)
λr = batas kelangsingan penampang tak kompak d h
tw
Es = modulus elastisitas baja (MPa)
fy = tegangan leleh baja (MPa)
b
Balok gelagar sebenarnya adalah balok tinggi (deep beam) yang mempunyai kelangsingan
pelat badan (h/tw) yang cukup besar. Sehingga, kemungkinan terjadinya bahaya tekuk
(buckling) pada pelat badan cukup besar. Oleh karena itu, untuk mencegah bahaya tekuk
pada pelat badan, maka di sepanjang bentang balok gelagar dipasang pelat‐pelat pengaku
(stiffener plates) pada jarak‐jarak tertentu (a).
a a a a a a
Pelat
Pengaku
L
Gambar 1.9 Pelat Pengaku (Stiffener Plates) pada Balok Gelagar
1.3 KUAT LENTUR RENCANA BALOK GELAGAR
Kuat Lentur Rencana Balok Pelat Berdinding Penuh atau Balok Gelagar (plate girder) harus
memenuhi (Butir 8.1.3, SNI 03‐1729‐2002) :
Mn ≥ Mu ........... (1.3)
dimana :
= faktor reduksi lentur untuk balok pelat berdinding penuh
( = 0.90 ; Tabel 6.4‐2, SNI 03‐1729‐2002)
Mu = momen lentur terfaktor (N.mm)
Mn = kuat lentur nominal penampang (N.mm)
Nilai momen lentur terfaktor (Mu) diperoleh dari analisis struktur sebagai nilai momen lentur
maksimum (Mmax) yang terbesar dari kombinasi‐kombinasi pembebanan yang diberikan.
Kombinasi Pembebanan yang harus diperhitungkan dalam perencanaan struktur baja,
adalah sebagai berikut (Butir 6.2.2, SNI 03‐1729‐2002) :
1.4 D
1.2 D + 1.6 L
1.2 D + 1.6 (La atau H) + (L L atau 0.8 W)
1.2 D + 1.3 W + L L + 0.5 (La atau H)
1.2 D + L L ± 1.0 E
0.9 D ± (1.3 W atau 1.0 E) ........... (1.4)
dimana :
D = beban mati
L = beban hidup, termasuk beban kejut
La = beban hidup pada atap
H = beban hujan, tidak termasuk beban akibat genangan air
W = beban angin
E = beban gempa, menurut SNI 03‐1726‐1989
L = faktor reduksi beban hidup
(L = 0.5 jika L < 5.0 kPA dan L = 1.0 jika L ≥ 5.0 kPa)
Sedangkan nilai kuat lentur nominal balok gelagar (Mn), ditentukan sebagai nilai kuat lentur
terkecil yang dihitung berdasarkan jenis keruntuhan yang terjadi.
Jenis keruntuhan (kondisi ultimate) yang terjadi pada balok gelagar, adalah :
Keruntuhan akibat Leleh (yielding), yang terjadi pada pelat sayap tarik
Keruntuhan akibat Tekuk (buckling)
Tekuk Torsi Lateral (lateral torsional buckling), yang tergantung pada panjang
bentang balok gelagar
Tekuk Lokal Sayap (flange local buckling), yang ditentukan oleh tebal pelat sayap
balok gelagar
Nilai kuat lentur nominal (Mn) balok gelagar berdasarkan jenis‐jenis keruntuhan (kondisi
ultimate) yang terjadi pada balok gelagar, didefinisikan sebagai berikut :
Kuat Lentur Nominal Balok Gelagar berdasarkan Keruntuhan akibat Leleh
(Butir 8.2.1.a., SNI 03‐1729‐2002) :
Mn = Kg × Sxt × fy ........... (1.5)
Kuat Lentur Nominal Balok Gelagar berdasarkan Keruntuhan akibat Tekuk
(Butir 8.4.1.a, SNI 03‐1729‐2002) :
Mn = Kg × Sxc × fcr ........... (1.6)
dimana :
fy = tegangan leleh pelat sayap tarik
fcr = tegangan kritis pelat sayap tekan akibat tekuk, merupakan nilai fcr terkecil akibat
tekuk torsi lateral atau tekuk lokal sayap
Ix
Sxt = modulus penampang elastik untuk pelat sayap tarik =
yt
Ix
Sxc = modulus penampang elastik untuk pelat sayap tekan =
yc
Ix = momen inersia penampang balok gelagar terhadap sumbu – x
yt = jarak antara titik berat penampang balok gelagar terhadap serat tarik terjauh
yc = jarak antara titik berat penampang balok gelagar terhadap serat tekan terjauh
Kg = koefisien balok pelat berdinding penuh
Koefisien Balok Gelagar atau Balok Pelat Berdinding Penuh (Kg), ditentukan sebagai
berikut (Butir 8.4.1, SNI 03‐1729‐2002) :
ar h 2550
Kg = 1 ≤ 1.0 ........... (1.7)
1200 300 ar tw fcr
dimana :
ar = perbandingan antara luas pelat badan terhadap pelat sayap tekan
Aw
ar = ≤ 10 ........... (1.8)
Af
h = tinggi bersih balok pelat berdinding penuh, yaitu dua kali jarak dari garis netral
ke tempat mulai adanya alat penyambung ke sisi tekan. Atau sama dengan tinggi
pelat badan (h) dari balok gelagar dengan penampang berbentuk I – simetris
1.4 TEGANGAN KRITIS
Nilai tegangan kritis (fcr) akibat tekuk pada penampang balok pelat berdinding penuh (balok
gelagar) ditentukan berdasarkan nilai tegangan kritis (fcr) terkecil diantara keruntuhan akibat
tekuk torsi lateral atau keruntuhan akibat tekuk lokal pelat sayap.
1.4.1 TEGANGAN KRITIS BERDASARKAN PANJANG BENTANG (TEKUK TORSI LATERAL)
Faktor Kelangsingan untuk Tekuk Torsi Lateral (Lateral Torsional Buckling)
Faktor kelangsingan untuk tekuk torsi lateral ditentukan berdasarkan panjang bentang balok
gelagar, yang dinyatakan dengan persamaan (Butir 8.4.2.1, SNI 03‐1729‐2002) :
Lp
λG = ........... (1.9)
rt
dimana :
Lp = jarak antara pengekang lateral
rt = jari‐jari girasi daerah pelat sayap tekan ditambah luas dari sepertiga bagian pelat
badan yang mengalami tekan, terhadap sumbu yang memotong pelat badan
rt =
1
12 b 3
tf ......... (1.10)
b t h t
f
1
6 w
Gambar 1.10 Tekuk Torsi Lateral (Lateral Torsional Buckling) pada Balok Gelagar
σ (–)
Daerah Tekan
h/2
(Compression) M M
Garis Netral
Daerah Tarik
(Tension) h/2
σ (+)
tf
(⅓ pelat badan yang
h/6
mengalami tekan)
h/2
tw
b
Gambar 1.11 Bagian Pelat Sayap dan Pelat Badan yang diperhitungkan dalam menentukan
Faktor Kelangsingan akibat Tekuk Torsi Lateral
Balok Gelagar Pengekang lateral
s s
Pelat Pengaku
Balok Gelagar Pengekang lateral
Lp Lp
L
Gambar 1.12 Pengekang Lateral (Lateral Support) pada Balok Gelagar
Batas‐Batas Kelangsingan untuk Tekuk Torsi Lateral
Batas‐batas kelangsingan berdasarkan panjang bentang (tekuk torsi lateral), adalah (Butir
8.4.2.1, SNI 03‐1729‐2002) :
E
λp = 1.76 ......... (1.11)
fy
E
λr = 4.40 ......... (1.12)
fy
Tegangan Kritis untuk Tekuk Torsi Lateral
Jika λG ≤ λp (Butir 8.4.3, SNI 03‐1729‐2002) :
fcr = fy ......... (1.13)
Jika λp ≤ λG ≤ λr (Butir 8.4.4, SNI 03‐1729‐2002) :
( λG λp )
fcr = Cb fy 1 ≤ fy ......... (1.14)
2 ( λr λp )
Keterangan :
Cb = Koefisien pengali momen akibat pengaruh tekuk torsi lateral
(Butir 8.3.1, SNI 03‐1729‐2002)
12.5 Mmax
Cb = ≤ 2.30 ......... (1.15)
2.5 Mmax 3 MA 4 MB 3 MC
dimana :
Mmax = Momen lentur maksimum absolut pada bentang yang ditinjau
M A = Momen lentur absolut pada ¼ bentang yang ditinjau
MB = Momen lentur absolut pada ½ bentang yang ditinjau
MC = Momen lentur absolut pada ¾ bentang yang ditinjau
Catatan :
– Prosedur perhitungan untuk mendapatkan nilai Cb dari balok di atas dua tumpuan
sederhana (simple beam) dan balok dengan tumpuan jepit‐jepit (fixed beam)
akibat beban terpusat dan beban merata, dapat dilihat pada Gambar 1.13 dan
Gambar 1.14.
– Nilai Cb dari beberapa bentuk struktur sederhana akibat beban terpusat dan
beban merata, dapat dilhat pada Tabel 1.1 dan Tabel 1.2.
Jika λG ≥ λr (Butir 8.4.5, SNI 03‐1729‐2002) :
2
λ
fcr = fc r ......... (1.16)
λG
dimana :
C b fy
fc = ≤ fy ........ (1.17)
2
P Bentang JK
J K Panjang Bentang : LJK = L
MA (x = ¼ L) = (½P) (¼L) = ⅛ PL
P/2 P/2 MB (x = ½ L) = (½P) (½L) = ¼ PL
MC (x = ¾ L) = (½P) (¾L) – P (¼L) = ⅛ PL
L/2 L/2 Mmax (x = ½ L) = (½P) (½L) = ¼ PL
Diperoleh :
J K 12.5(1 4)
Cb =
MA MC 2.5( 4) 3( 1 8) 4(1 4) 3( 1 8)
1
MB
Cb = ²⁵⁄₁₉ = 1.316
Mmax
(a) Balok di atas dua tumpuan sederhana dengan beban terpusat di tengah bentang balok
P Bentang JM dan Bentang KM
J K Panjang Bentang : LJM = LKM = ½ L
M MA (x = ⅛ L) = (½ P) (⅛ L) = ¹⁄₁₆ PL
P/2 P/2 MB (x = ¼ L) = (½ P) (¼ L) = ⅛ PL
MC (x = ⅜ L) = (½ P) (⅜ L) = ³⁄₁₆ PL
L/2 L/2 Mmax (x = ½ L) = (½ P) (½ L) = ¼ PL
Diperoleh :
J M K 12.5(1 4)
Cb =
2.5( 4) 3( 1 16) 4( 1 8) 3( 3 16)
1
MA
MB Cb = ⁵⁄₃ = 1.667
MC
Mmax
(b) Balok di atas dua tumpuan sederhana dengan beban terpusat di tengah bentang balok dan
dengan pengekang lateral di bawah titik beban
P P Bentang JK
J K Panjang Bentang : LJK = L
MA (x = ¼ L) = P (¼L) = ¼ PL
P P MB (x = ½ L) = P (½L) – P (⅙L) = ⅓ PL
MC (x = ¾ L) = P (¾L)–P(⅓L)–P(⅙L) = ¼ PL
L/3 L/3 L/3 Mmax (x = ½ L) = P (½L) – P (⅙ L) = ⅓ PL
Diperoleh :
J K 12.5( 1 3)
Cb =
2.5( 3) 3( 1 4) 4( 1 3) 3( 1 4)
1
MA MB MC
Cb = ²⁵⁄₂₂ = 1.136
Mmax
(c) Balok di atas dua tumpuan sederhana dengan beban terpusat pada setiap jarak sepertiga
bentang balok
P P Bentang JM dan Bentang KN
J K Panjang Bentang : LJM = LKN = L/3
M N MA (x = ¹⁄₁₂ L) = P (¹⁄₁₂ L) = ¹⁄₁₂ PL
P P MB (x = ⅙ L) = P (⅙ L) = ⅙ PL
MC (x = ¼ L) = P (¼ L) = ¼ PL
L/3 L/3 L/3 Mmax (x = ⅓ L) = P (⅓ L) = ⅓ PL
Diperoleh :
J M N K 12.5( 1 3)
Cb =
2.5( 3) 3( 1 12) 4( 1 6) 3( 1 4)
1
MA
MB Cb = ⁵⁄₃ = 1.667
MC
Mmax
Bentang MN
M N Panjang Bentang : LMN = L/3
P (¹⁄₁₂ L) = ⅓ PL
MA (x = ⁵⁄₁₂ L) = P (⁵⁄₁₂ L) –
MA MB MC MB (x = ½ L) = P (½ L) – P (⅙ L) = ⅓ PL
MC (x = ⁷⁄₁₂ L) = P (⁷⁄₁₂ L) – P (¼ L) = ⅓ PL
Mmax Mmax (x = ½ L) = P (½ L) – P (⅙ L) = ⅓ PL
Diperoleh :
12.5( 1 3)
Cb =
2.5( 1 3) 3( 1 3) 4( 1 3) 3( 1 3)
Cb = 1.000
(d) Balok di atas dua tumpuan sederhana dengan beban terpusat pada setiap jarak sepertiga
bentang balok dan dengan pengekang lateral di bawah titik beban
w
Bentang JK
J K Panjang Bentang : LJK = L
MA (x = ¼L) = ½wL(¼L) – ½w(¼L)2 = ³⁄₃₂ wL2
wL/2 wL/2 MB (x = ½L) = ½wL(½L) – ½w(½L)2 = ⅛ wL2
MC (x = ¾L) = ½wL(¾L) – ½w(¾L)2 = ³⁄₃₂ wL2
L/2 Mmax (x = ½L) = ½wL(½L) – ½w(½L)2 = ⅛ wL2
Diperoleh :
J K 12.5( 1 8)
Cb =
MA MC 2.5( 8) 3( 3 32) 4( 1 8) 3( 1 32)
1
MB
Cb = ²⁵⁄₂₂ = 1.136
Mmax
(e) Balok di atas dua tumpuan sederhana dengan beban merata sepanjang bentang balok
Gambar 1.13 Prosedur Perhitungan Nilai Cb untuk struktur balok di atas dua tumpuan sederhana
akibat beban terpusat dan beban merata
PL/8 P PL/8 Bentang JK
J K
Panjang Bentang : LJK = L
MA (¼L) = – ⅛PL + ½P (¼L) = 0
P/2 P/2 MB (½L) = – ⅛PL + ½P (½L) = ⅛ PL
MC (¾L) = – ⅛PL + ½P (¾L) – P (¼L) = 0
L/2 L/2 Mmax (½L) = – ⅛PL + ½P (½L) = ⅛ PL
Diperoleh :
12.5( 1 8)
Cb =
J K 2.5( 8) 3(0) 4( 1 8) 3(0)
1
MA MB MC
Cb = ²⁵⁄₁₃ = 1.923
Mmax
(a) Balok dengan tumpuan jepit – jepit dengan beban terpusat di tengah bentang balok
PL/8 P PL/8 Bentang JM dan Bentang KM
J K
Panjang Bentang : LJM = LKM = ½ L
M MA (⅛L) = │– ⅛PL + ½P (⅛L)│ = ¹⁄₁₆ PL
P/2 P/2 MB (¼L) = │– ⅛PL + ½P (¼L)│ = 0
MC (⅜L) = │– ⅛PL + ½P (⅜L)│ = ¹⁄₁₆ PL
L/2 L/2 Mmax (½L) = │– ⅛PL + ½P (½L)│ = ⅛ PL
Diperoleh :
MA
12.5( 1 8)
Cb =
J K 2.5( 8) 3( 1 16) 4(0) 3( 116)
1
MB
MC Cb = ²⁵⁄₁₁ = 2.273
Mmax
(b) Balok dengan tumpuan jepit – jepit dengan beban terpusat di tengah bentang balok dan dengan
pengekang lateral di bawah titik beban
2PL P P 2PL
Bentang JK
9 J K 9
Panjang Bentang : LJK = L
MA (¼L) = │–²⁄₉PL + P(¼L)│ = ¹⁄₃₆ PL
P P MB (½L) = │–²⁄₉PL + P(¼L) – P(⅙L)│ = ¹⁄₉ PL
MC (¾L) = │–²⁄₉PL + P(¾L) – P(⅓L) – P(⅙L)│
L/3 L/3 L/3 = ¹⁄₃₆ PL
Mmax (0L) = │–²⁄₉PL + P(¼L) – P(⅙L)│ = ²⁄₉ PL
Mmax
Diperoleh :
12.5(2 9)
Cb =
2.5( 9) 3( 1 36) 4( 1 9) 3( 1 36)
2
J K
MA MB MC Cb = ⁵⁰⁄₂₁ = 2.381
(c) Balok dengan tumpuan jepit – jepit dengan beban terpusat di tengah bentang balok
w
wL2 wL2
12 12 Bentang JM dan Bentang KM
Panjang Bentang : LJM = LKM = ½ L
J M K MA (¼L) = │– ¹⁄₁₂ wL2 + ½wL (¼L) – ½w (¼L)2│
wL/2 wL/2 = ¹⁄₉₆ wL2
MB (½L) = │– ¹⁄₁₂ wL2 + ½wL (½L) – ½w (½L)2│
L/2 L/2 = ¹⁄₂₄ wL2
MC (¾L) = │– ¹⁄₁₂ wL2 + ½wL (¾L) – ½w (¾L)2│
= ¹⁄₉₆ wL2
Mmax (0L) = │– ¹⁄₁₂ wL2 + ½wL (½L) – ½w (½L)2│
= ¹⁄₁₂ wL2
Diperoleh :
12.5(1 12)
Cb =
J K 2.5( 12) 3( 1 96) 4( 1 24) 3( 1 96)
1
MA MB MC
Cb = ⁵⁰⁄₂₁ = 2.381
Mmax
(d) Balok tumpuan jepit – jepit dengan beban merata di sepanjang bentang
w
wL2 wL2
12 12 Bentang JM dan Bentang KM
Panjang Bentang : LJM = LKM = ½ L
J M K MA (⅛L) = │– ¹⁄₁₂ wL2 + ½wL (⅛L) – ½w (⅛L)2│
wL/2 wL/2 = ¹¹⁄₃₈₄ wL2
MB (¼L) = │– ¹⁄₁₂ wL2 + ½wL (¼L) – ½w (¼L)2│
L/2 L/2 = ¹⁄₉₆ wL2
MC (⅜L) = │– ¹⁄₁₂ wL2 + ½wL (⅜L) – ½w (⅜L)2│
= ¹³⁄₃₈₄ wL2
Mmax (0L) = │– ¹⁄₁₂ wL2 + ½wL (½L) – ½w (½L)2│
= ¹⁄₁₂ wL2
MA Diperoleh :
M 12.5( 1 12)
J K Cb =
2.5( 12) 3( 384) 4( 1 96) 3(13 384)
1 11
MB
MC
Cb = ⁵⁰⁄₂₁ = 2.381
Mmax
(d) Balok tumpuan jepit – jepit dengan beban terpusat di tengah bentang dan dengan pengekang
lateral di tengah bentang
Gambar 1.14 Prosedur Perhitungan Nilai Cb untuk struktur balok dengan tumpuan jepit‐jepit
akibat beban terpusat dan beban merata
Tabel 1.1 Nilai Faktor Pengali Momen (Cb) untuk balok di atas dua tumpuan sederhana
Nilai Cb untuk Balok tanpa Pengekang Lateral Nilai Cb untuk Balok dengan Pengekang Lateral
P P
Cb = 1.316 Cb = 1.667 Cb = 1.667
L/2 L/2 L/2 L/2
P P P P
Cb = 1.136 Cb = 1.667 Cb = 1.000 Cb = 1.667
L/3 L/3 L/3 L/3 L/3 L/3
P P P P P P
Cb = 1.136 1.667 1.111 1.111 1.667
L/4 L/4 L/4 L/4 L/4 L/4 L/4 L/4
w w
Cb = 1.136 Cb = 1.299 Cb = 1.299
L/2 L/2 L/2 L/2
w
Cb = 1.460 Cb = 1.014 Cb = 1.460
L/3 L/3 L/3
w
1.523 1.061 1.061 1.523
L/4 L/4 L/4 L/4
Tabel 1.2 Nilai Faktor Pengali Momen (Cb) untuk balok dengan tumpuan jepit – jepit
Nilai Cb untuk Balok tanpa Pengekang Lateral Nilai Cb untuk Balok dengan Pengekang Lateral
P P
Cb = 1.923 Cb = 2.273 Cb = 2.273
L/2 L/2 L/2 L/2
P P P P
Cb = 2.381 Cb = 2.174 Cb = 1.000 Cb = 2.174
L/3 L/3 L/3 L/3 L/3 L/3
P P P P P P
Cb = 2.049 1.923 1.364 1.364 1.923
L/4 L/4 L/4 L/4 L/4 L/4 L/4 L/4
w w
Cb = 2.381 Cb = 2.381 Cb = 2.381
L/2 L/2 L/2 L/2
w
Cb = 2.419 Cb = 1.042 Cb = 2.419
L/3 L/3 L/3
w
2.057 1.208 1.208 2.057
L/4 L/4 L/4 L/4