Anda di halaman 1dari 40

BAB I

MATRIKS

1.1 Pendahuluan

Definisi

Kumpulan bilangan yang disajikan secara teratur dalam baris dan kolom yang membentuk suatu
persegi panjang, serta termuat diantara sepasang tanda kurung.

Suatu matriks tersusun atas baris dan kolom, jika matriks tersusun atas m baris dan n kolom
maka dikatakan matriks tersebut berukuran (berordo) m x n. Penulisan matriks biasa
menggunakan huruf besar A, B, C dan seterusnya, sedangkan penulisan matriks beserta
ukurannya (matriks dengan m baris dan n kolom) adalah 𝐴𝑚𝑥𝑛 , 𝐵𝑚𝑥𝑛 dan seterusnya.

𝑎11 ⋯ 𝑎1𝑛
Bentuk umum dari 𝐴𝑚𝑥𝑛 adalah 𝐴𝑚𝑥𝑛 =[ ⋮ ⋱ ⋮ ] dengan 𝑎𝑖𝑗 disebut elemen dari A
𝑎𝑚1 ⋯ 𝑎𝑚𝑛
yang terletak pada baris i dan kolom j.

1.2 Jenis-jenis Matriks

Ada beberapa jenis matriks yang perlu diketahui dan sering digunakan pada pembahasan
selanjutnya, yaitu:

a. Matriks baris
Matriks baris adalah matriks yang hanya mempunyai satu baris.
Contoh :
 𝐴 = [1 2 1]
b. Matriks kolom
Matriks kolom adalah matriks yang hanya mempunyai satu kolom.
Contoh :
1
 𝐵 = [3]
7
c. Matriks bujur sangkar
Matriks bujur sangkar adalah matriks yang jumlah barisnya sama dengan jumlah
kolomnya. Karen sifatnya yang demikian ini, dalam matriks bujur sangkar dikenal istilah
elemen diagonal yang berjumlah n untuk matriks bujur sangkar yang berukuran nxn, yaitu:
𝑎11 , 𝑎22 , … , 𝑎𝑛𝑥𝑛 .
Contoh :
𝑎11 𝑎12
 𝐴2𝑥2 = [𝑎 𝑎22 ] dengan elemen diagonal 𝑎11 dan 𝑎22
21
𝑎11 𝑎12 𝑎13
 𝐴3𝑥3 = [𝑎21 𝑎22 𝑎23 ] dengan elemen diagonal 𝑎11 , 𝑎22 dan 𝑎33
𝑎31 𝑎32 𝑎33
d. Matriks nol
Matriks nol adalah matriks yang setiap entri atau elemennya adalah bilangan nol.
Contoh :
0 0
 𝑂2𝑥2 = [ ]
0 0
0 0 0
 𝑂3𝑥3 = [0 0 0]
0 0 0
0 0
 𝑂3𝑥2 = [0 0]
0 0
Sifat-sifat dari matriks nol adalah
 𝐴𝑚𝑥𝑛 + 𝑂𝑚𝑥𝑛 = 𝑂𝑚𝑥𝑛 + 𝐴𝑚𝑥𝑛 = 𝐴𝑚𝑥𝑛
 𝐴𝑚𝑥𝑛 ∗ 𝑂𝑛𝑥𝑚 = 𝑂𝑚𝑥𝑚
 𝑂𝑚𝑥𝑛 ∗ 𝐴𝑛𝑥𝑚 = 𝑂𝑚𝑥𝑚
e. Matriks diagonal
Matriks diagonal adalah matriks persegi yang semua elemen diatas dan dibawah
diagonalnya adalah nol dan dinotasikan dengan D. Dalam hal ini tidak diisyaratkan bahwa
entri atau elemen diagonalnya harus tak nol.
Contoh :
3 0 0
 𝐷3𝑥3 = [0 2 0]
0 0 5
1 0 0
 𝐷3𝑥3 = [0 0 0]
0 0 3
0 0 0
 𝐷3𝑥3 = [0 0 0]
0 0 0
f. Matriks skalar
Matriks skalar adalah matriks diagonal yang semua entri atau elemen pada diagonalnya
sama.
Contoh :
5 0 0
 𝐷3𝑥3 = [0 5 0 ]
0 0 5
g. Matriks identitas
Matriks identitas adalah matriks skalar yang elemen-elemen pada diagonal utamanya
bernilai 1 dan dinotasikan dengan I.
Contoh :
1 0
 𝐼2𝑥2 = [ ]
0 1
1 0 0
 𝐼3𝑥3 = [0 1 0]
0 0 1

Sifat-sifat matriks identitas adalah

 𝐴∗𝐼 =𝐼∗𝐴 = 𝐴
h.Matriks segitiga atas
Matriks segitiga atas adalah matriks persegi yang elemen di bawah diagonal utamanya
bernilai nol.
Contoh :
2 4 5
 𝐴 = [0 1 2]
0 0 6
i. Matriks segitiga bawah
Matriks segitiga bawah adalah matriks persegi yang elemen di atas diagonal utamanya
bernilai nol.
Contoh :
1 0 0
 𝐴 = [3 4 0]
2 5 1
j. Matriks dalam bentuk eselon baris tereduksi
Suatu matriks dikatakan memiliki bentuk eselon baris tereduksi jika memenuhi syarat-
syarat berikut :
i. Untuk semua baris yang elemen-elemennya tak nol, maka bilangan pertama pada
baris tersebut haruslah = 1 (disebut satu utama).
ii. Untuk sebarang dua baris yang berurutan, maka satu utama yang terletak pada baris
yang lebih bawah harus terletak lebih kekanan dari pada satu utama pada baris yang
lebih atas.
iii. Jika suatu baris semua elemennya adalah nol, maka baris tersebut diletakkan pada
bagian bawah matriks.
iv. Kolom yang memiliki satu utama harus memiliki elemen nol ditempat lainnya.

Contoh :

1 0 0
 𝐴 = [0 1 0]
0 0 1
0 1 0 2
 𝐵 = [0 0 1 1]
0 0 0 0
0 1 0
 𝐶 = [0 0 1]
0 0 0
0 0 0

Matriks A, B dan C adalah matriks-matriks dalam bentuk eselon baris tereduksi dan notasi
1 menyatakan satu utamanya. Contoh berikut menyatakan matriks-matriks yang bukan
dalam bentuk eselon baris tereduksi.

Contoh :

1 1 0 2
𝐷 = [0 1 1 0]
0 0 0 0
1 1 0 0 0
𝐸 = [0 0 0 0 0]
0 0 1 0 2

Matriks D dan E bukan dalam bentuk eselon baris tereduksi karena elemen 𝑑12 bernilai 1
sehingga tidak memenuhi syarat ke iv (harusnya = 0), sedangkan matriks E tidak memenuhi
karena baris kedua yang merupakan baris nol letaknya mendahului baris ketiga yang
merupakan baris tak nol, sehingga syarat ketiga tidak terpenuhi.
Jika suatu matriks hanya memenuhi syarat 1-3 saja, maka matriks tersebut dikatakan
matriks eselon baris.

1.3 Operasi-operasi pada matriks


a. Kesamaan dua matriks
Dua buah matriks A dan B dikatakan sama (A = B) apabila matriks A dan B mempunyai
jumlah baris dan kolom yang sama (berordo sama) dan semua entri atau elemen yang
termuat di dalamnya sama (𝑎𝑖𝑗 = 𝑏𝑖𝑗 ).
Contoh :
 𝐴=𝐵
2 4 2 4
𝐴=[ ] dan 𝐵 = [ ]
0 1 0 1
 𝐶=𝐷
1 4 1 1 4 1
𝐶 = [3 2 0] dan 𝐷 = [3 2 0]
2 5 6 2 5 6
 𝐸=𝐹
2 3 2 3
𝐸 = [1 0] dan 𝐵 = [1 0]
4 7 4 7
 𝐺=𝐻
1 3 5 1 3 5
𝐺=[ ] dan 𝐵 = [ ]
0 2 4 0 2 4
 𝐴≠𝐵
2 4
2 4
𝐴=[ ] dan 𝐵 = [0 1]
0 1
0 0
 𝐴≠𝐵
2 4 2 4
𝐴=[ ] dan 𝐵 = [ ]
0 1 3 2
b. Penjumlahan matriks
Operasi penjumlahan dapat dilakukan pada dua buah matiks yang memiliki ukuran
(berordo) sama.
Aturan penjumlahan
Dengan menjumlahkan elemen-elemen yang bersesuaian pada kedua matriks.
Contoh :
𝑎 𝑏 𝑒 𝑓
 𝐴=[ ] dan 𝐵 = [ ]
𝑐 𝑑 𝑔 ℎ
𝑎+𝑒 𝑏+𝑓
𝐴+𝐵 =[ ]
𝑐+𝑔 𝑑+ℎ
𝑎11 𝑎12 𝑎13 𝑏11 𝑏12 𝑏13
 𝑎
𝐴 = [ 21 𝑎22 𝑎23 ] dan 𝐵 = [𝑏21 𝑏22 𝑏23 ]
𝑎31 𝑎32 𝑎33 𝑏31 𝑏32 𝑏33
𝑎11 + 𝑏11 𝑎12 + 𝑏12 𝑎13 + 𝑏13
𝐴 + 𝐵 = [𝑎21 + 𝑏21 𝑎22 + 𝑏22 𝑎23 + 𝑏23 ]
𝑎31 + 𝑏31 𝑎32 + 𝑏32 𝑎33 + 𝑏33
1 3 2 4
 𝐴=[ ] dan 𝐵 = [ ]
5 7 6 8
1+2 3+4 3 7
𝐴+𝐵 =[ ]=[ ]
5+6 7+8 11 15
1 3 0 2 3 1
 𝐴 = [2 0 3] dan 𝐵 = [2 0 2]
0 2 1 1 1 1
1+2 3+3 0+1 3 6 1
𝐴 + 𝐵 = [2 + 2 0 + 0 3 + 2 ] = [4 0 5 ]
0+1 2+1 1+1 1 3 2

Apabila A dan B merupakan dua matriks yang ukurannya sama, maka hasil
penjumlahannya adalah matriks yang diperoleh dengan menambahkan bersama-sama entri
atau elemen yang seletak/bersesuaian dalam kedua matriks tersebut.
Matriks-matriks yang ordo/ukurannya berbeda tidak dapat dijumlahkan.

c. Pengurangan matriks
Operasi pengurangan dapat dilakukan pada dua buah matiks yang memiliki ukuran
(berordo) sama.
Aturan pengurangan
Dengan mengurangkan elemen-elemen yang seletak atau bersesuaian pada kedua matriks.
Contoh :
𝑎 𝑏 𝑒 𝑓
 𝐴=[ ] dan 𝐵 = [ ]
𝑐 𝑑 𝑔 ℎ
𝑎−𝑒 𝑏−𝑓
𝐴−𝐵 =[ ]
𝑐−𝑔 𝑑−ℎ
𝑎11 𝑎12 𝑎13 𝑏11 𝑏12 𝑏13
 𝑎
𝐴 = [ 21 𝑎22 𝑎23 ] dan 𝐵 = [𝑏21 𝑏22 𝑏23 ]
𝑎31 𝑎32 𝑎33 𝑏31 𝑏32 𝑏33
𝑎11 − 𝑏11 𝑎12 − 𝑏12 𝑎13 − 𝑏13
𝐴 − 𝐵 = [𝑎21 − 𝑏21 𝑎22 − 𝑏22 𝑎23 − 𝑏23 ]
𝑎31 − 𝑏31 𝑎32 − 𝑏32 𝑎33 − 𝑏33
1 3 2 4
 𝐴=[ ] dan 𝐵 = [ ]
5 7 6 8
1−2 3−4 −1 −1
𝐴−𝐵 =[ ]=[ ]
5−6 7−8 −1 −1
1 3 0 2 3 1
 𝐴 = [2 0 3] dan 𝐵 = [2 0 2]
0 2 1 1 1 1
1−2 3−3 0−1 −1 0 −1
𝐴 − 𝐵 = [2 − 2 0 − 0 3 − 2 ] = [ 0 0 1 ]
0−1 2−1 1−1 −1 1 0

Apabila A dan B merupakan dua matriks yang ukurannya sama, maka hasil
pengurangannya adalah matriks yang diperoleh dengan mengurangkan bersama-sama entri
atau elemen yang seletak/bersesuaian dalam kedua matriks tersebut.
Matriks-matriks yang ordo/ukurannya berbeda tidak dapat dikurangkan.
d. Perkalian matriks dengan skalar
Jika k adalah suatu bilangan skalar dan matriks A=(aij ) maka matriks kA=(kaij ) adalah
suatu matriks yang diperoleh dengan mengalikan semua entri atau elemen matriks A
dengan k.
Contoh :
𝑏11 𝑏12 𝑏13
𝑎 𝑏
 𝐴=[ ] dan 𝐵 = [𝑏21 𝑏22 𝑏23 ]
𝑐 𝑑
𝑏31 𝑏32 𝑏33
𝑎 𝑏 3𝑎 3𝑏
3𝐴 = 3 [ ]=[ ]
𝑐 𝑑 3𝑐 3𝑑
𝑏11 𝑏12 𝑏13 4𝑏11 4𝑏12 4𝑏13
4𝐵 = 4 [𝑏21 𝑏22 𝑏23 ] = [4𝑏21 4𝑏22 4𝑏23 ]
𝑏31 𝑏32 𝑏33 4𝑏31 4𝑏32 4𝑏33
2 3 1
1 3
 𝐴=[ ] dan 𝐵 = [2 0 2]
5 7
1 1 1
1 3 3 9
3𝐴 = 3 [ ]=[ ]
5 7 12 21
2 3 1 10 15 5
5𝐵 = 5 [2 0 2] = [10 0 10]
1 1 1 5 5 5

e. Perkalian matriks dengan matriks


Operasi perkalian matriks dapat dilakukan pada dua buah matriks (A dan B) jika jumlah
kolom matriks A = jumlah baris matriks B.
Aturan perkalian
Jika matriks 𝐴 = [𝑎𝑖𝑗 ] adalah matriks dengan ukuran m x n dan 𝐵 = [𝑏𝑗𝑘 ] adalah matriks
dengan ukuran n x p, maka A*B merupakan matriks 𝐶 = [𝑐𝑖𝑘 ] dimana elemen dari 𝑐𝑖𝑘
merupakan penjumlahan dari perkalian elemen-elemen matriks A baris i dengan elemen-
elemen matriks B kolom j atau dapat kita tuliskan 𝑐𝑖𝑘 = ∑𝑛𝑗=1 𝑎𝑖𝑗 𝑏𝑗𝑘 = 𝑎𝑖1 𝑏1𝑘 + 𝑎𝑖2 𝑏2𝑘 +
⋯ + 𝑎𝑖𝑛 𝑏𝑛𝑘 .
Contoh :
1
 𝐺 = [3 4] dan 𝐻 = [ ]
2
𝐺1𝑥2 ∗ 𝐻2𝑥1 = 𝐾1𝑥1 = [11] yang merupakan suatu skalar.
𝑘 𝑛
𝑎 𝑏 𝑐
 𝐴=[ ] dan 𝐵 = [ 𝑙 𝑜]
𝑑 𝑒 𝑓
𝑚 𝑝
𝑎𝑘 + 𝑏𝑙 + 𝑐𝑚 𝑎𝑛 + 𝑏𝑜 + 𝑐𝑝
𝐴2𝑥3 ∗ 𝐵3𝑥2 = 𝐶2𝑥2 = [ ]
𝑑𝑘 + 𝑒𝑙 + 𝑓𝑚 𝑑𝑛 + 𝑒𝑜 + 𝑓𝑝
0 2 1 3
 𝐷=[ ] dan 𝐸 = [ ]
1 3 1 0
0.1 + 2.1 0.3 + 2.0 2 0
𝐷2𝑥2 ∗ 𝐸2𝑥2 = 𝐹2𝑥2 = [ ]=[ ]
1.1 + 3.1 1.3 + 3.0 4 3
1.0 + 3.1 1.2 + 3.3 3 11
𝐸2𝑥2 ∗ 𝐷2𝑥2 = 𝑀2𝑥2 = [ ]=[ ]
1.0 + 0.1 1.2 + 0.3 0 2
Jadi 𝐷 ∗ 𝐸 ≠ 𝐸 ∗ 𝐷.
 Perkalian matriks dengan matrks pada umumnya tidak bersifat komutatif.
 Beberapa sifat berikut ini berhubungan dengan perkalian matriks.
 Apabila A merupakan suatu matriks persegi, maka A² = A.A ; A³=A².A dan seterusnya
 Apabila AB = BC maka tidak dapat disimpulkan bahwa A=C (tidak berlaku sifat
kanselasi atu penghapusan)
 Apabila AB = AC belum tentu B = C
 Apabila AB = 0 maka tidak dapat disimpulkan bahwa A=0 atau B=0
 Terdapat beberapa hukum perkalian matriks :
1. A(BC) = (AB)C
2. A(B+C) = AB+AC
3. (B+C)A = BA+CA
4. A(B-C)=AB-AC
5. (B-C)A = BA-CA
6. A(BC) = (AB)C= B(AC)
7. AI = IA = A
f. Perpangkatan matriks
Sifat perpangkatan pada matriks sama seperti sifat perpangkatan pada bilangan-bilangan
untuk setiap a bilangan riil, dimana berlaku :
A2 = A A
A3 = A2 A
A4 = A3 A
A5 = A4 A; dan seterusnya
g. Tranpose matriks
Tranpose matriks A didefinisikan sebagai matriks yang baris-barisnya merupakan kolom
matriks A dan dinotasikan dengan 𝐴𝑇 .
Jika A adalah suatu matriks m x n, maka tranpose A dinyatakan oleh 𝐴𝑇 dan didefinisikan
dengan matriks n x m yang kolom pertamanya adalah baris pertama dari A, kolom
keduanya adalah baris kedua dari A, demikian juga dengan kolom ketiga adalah baris
ketiga dari A dan seterusnya.
Contoh :
1 4
1 2 3
𝐴=[ ] maka tranpose matriks A adalah 𝐴𝑇 = [2 5]
4 5 6
3 6
Beberapa Sifat Matriks Transpose :
1. ((𝐴)𝑇 )𝑇 = 𝐴
2. (𝐴 ± 𝐵)𝑇 = 𝐴𝑇 ± 𝐵 𝑇
3. (𝑘𝐴)𝑇 = 𝑘𝐴𝑇 , dengan k adalah sebarang scalar
4. (𝐴𝐵)𝑇 = 𝐵 𝑇 𝐴𝑇
h. Matriks Invers
Jika A, B matriks bujur sangkar dan berlaku 𝐴𝐵 = 𝐵𝐴 = 𝐼 ( I adalah matriks identitas),
maka dikatakan bahwa A dapat dibalik dan B adalah matriks invers dari A (notasi 𝐴−1 ).
Contoh :
2 −5 3 5 1 0
𝐴=[ ] dan 𝐵 = [ ] 𝐴𝐵 = 𝐵𝐴 = [ ]
−1 3 1 2 0 1
Maka 𝐵 = 𝐴−1 dan 𝐴 = 𝐵 −1
Sifat yang berlaku :
1. (𝐴−1 )−1 = 𝐴
2. (𝐴𝐵)−1 = 𝐵 −1 𝐴−1
1.4 Matriks Elementer
Suatu matriks berukuran 𝑛 𝑥 𝑛 dikatakan matriks elementer jika matriks tersebut dapat
diperoleh dari matriks identitas 𝐼𝑛 dengan melakukan operasi baris elementer tunggal (hanya
melakukan operasi baris elementer sebvanyak 1 kali).
Dalam operasi baris elementer ada beberapa operasi yang dapat digunakan, yaitu :
1. Menukar letak dua baris;
2. Mengalikan suatu baris dengan scalar tak nol;
3. Menambah suatu baris dengan kelipatan baris yang lain.

Opersi-operasi baris elementer tersebut mempunyai tujuan membawa matriks menjadi


matriks dengan bentuk lebih sederhana.

Contoh :

0 1
 𝐸12 = [ ] (Matriks ini diperoleh dari menukar baris 1 dengan baris 2 dari matriks 𝐼2 ).
1 0
1 0 0
 𝐸2(−2) = [0 −2 0] (Matriks ini diperoleh dari mengalikan baris ke 2 dengan skalar
0 0 1
−2 dari matriks 𝐼3 ).
1 0 −2
 𝐸13(−2) = [0 1 0 ] (Matriks ini diperoleh dari menambah baris 1 dengan kelipatan
0 0 1
−2 baris 3 dari matriks 𝐼3 ).
1.5 Trasformasi Elementer
Terhadap elemen atau entri suatu matriks dapat dilakukan transformasi atau penukaran atau
perpindahan menurut baris dan kolom matriks.
Kaidah-kaidah transformasi elementer :
i. Apabila ada matriks 𝐴 = (𝑎𝑖𝑗 ), maka transformasi elemen-elemen pada baris ke-i
dengan baris ke-j ditulis 𝐻𝑖𝑗 (𝐴) atau 𝑏𝑖 ⟷ 𝑏𝑗 , yang merupakan penukaran semua
elemen baris ke-i dengan baris ke-j atau baris ke-i dijadikan baris ke-j dan baris ke-j
dijadikan baris ke-i.
Contoh :
3 1 4 2 1 1 3 1 4
 𝐴 = [2 1 1] maka 𝐻12 (𝐴) = [3 1 4] dan 𝐻23 (𝐴) = [3 0 1]
3 0 1 3 0 1 2 1 1
ii. Transformasi elemen-elemen pada kolom ke-i dengan kolom ke-j ditulis 𝐾𝑖𝑗 (𝐴) atau
𝑘𝑖 ⟷ 𝑘, yang merupakan penukaran semua elemen kolom ke-i dengan kolom ke-j atau
kolom ke-i dijadikan kolom ke-j dan kolom ke-j dijadikan kolom ke-i.

Contoh :

3 1 4 1 3 4 3 4 1
 𝐴 = [2 1 1] maka 𝐾12 (𝐴) = [1 2 1] dan 𝐾23 (𝐴) = [2 1 1]
3 0 1 0 3 1 3 1 0
iii. Mengalikan baris ke-i dengan skalar 𝜆(𝜆 ≠ 0), ditulis 𝐻𝑖(𝜆) (𝐴) dan mengalikan kolom
ke-i dengan λ ditulis 𝐾𝑖(𝜆) (𝐴).

Contoh :

3 1 4 3 1 4 3 4 1
 𝐴 = [2 1 1] maka 𝐻2(−2) (𝐴) = [−4 −2 −2] dan 𝐻3(1) (𝐴) = [23 1 1]
1
3 0 1 3 0 1 2 0
2 2
3 1 4 3 1 8 −3 1 4
 𝐴 = [2 1 1] maka 𝐾3(2) (𝐴) = [2 1 2] dan 𝐾1(−1) (𝐴) = [−2 1 1]
3 0 1 3 0 2 −3 0 1
iv. Menambah baris ke-i dengan λ kali baris ke-j, ditulis 𝐻𝑖𝑗(𝜆) (𝐴) atau 𝐻𝑖 + 𝜆𝐻𝑗 .

Contoh :

3 1 4 3 1 4 3 1 4
 𝐴 = [2 1 1 ] maka 𝐻31(1) (𝐴) = [ 2 1 1 ] dan 𝐻 23(−1) (𝐴) = [ −1 1 0]
3 0 1 6 1 5 3 0 1
v. Menambah baris ke-i dengan λ kali baris ke-j, ditulis 𝐻𝑖𝑗(𝜆) (𝐴) atau 𝐻𝑖 + 𝜆𝐻𝑗 .

Contoh :

3 1 4 3 −7 4 3 7 4
 𝐴 = [2 1 1 ] maka 𝐾23(−2) (𝐴) = [ 2 −1 1 ] dan 𝐾21(2) (𝐴) = [ 2 5 1]
3 0 1 3 −2 1 3 6 0
1.6 Matriks Ekivalen
Dua matriks A dan B disebut matriks ekivalen, ditulis jika B diperoleh dari A dengan
melakukan transformasi elementer, dan sebaliknya A diperoleh dari B dengan melakukan
invers transformasi elemeneter.
Contoh :
2 3 1 4 1 0
 𝐴=[ ] dan 𝐵 = [ ], adalah ekivalen sebab 𝐵 = 𝐻12 (𝐴).
4 1 0 2 3 1
1.7 Ruang Baris dan Kolom Matriks
Diketahui matriks 𝑚 𝑥 𝑛
𝑎11 ⋯ 𝑎1𝑛
𝐴=[ ⋮ ⋱ ⋮ ]
𝑎𝑚1 ⋯ 𝑎𝑚𝑛
 Ruang baris matriks terbentuk dari baris-baris A yang dinamakan vector-vektor baris A.
Yaitu vector-vektor
𝑟1 = (𝑎11 , 𝑎12 , … , 𝑎1𝑛 )
𝑟𝑚 = (𝑎𝑚1 , 𝑎𝑚2 , … , 𝑎𝑚𝑛 )

 Ruang kolom matriks terbentuk dari kolom-kolom A yang dinamakan vector-vektor


kolom A.
Yaitu vector-vektor
𝑎11 𝑎12 𝑎1𝑛
𝑝1 = [ ⋮ ] , 𝑝2 = [ ⋮ ] … , 𝑝𝑛 = [ ⋮ ]
𝑎𝑚1 𝑎𝑚2 𝑎𝑚𝑛

Ruang bagian dari 𝑅 𝑛 yang dibangun oleh vector-vektor baris dinamakan ruang baris dari A,
dan ruang bagian dari 𝑅 𝑚 yang dibangun oleh vector-vektor kolom dinamakan ruang kolom
dari A.

Contoh :

4 3 0
 𝐴=[ ] maka vector-vektor baris dari A adalah 𝑟1 = [4 3 0], 𝑟2 =
2 −5 6
[2 −5 6] dan vector-vektor kolom dari A adalah 𝑝1 = [4] , 𝑝2 = [ 3 ] , 𝑝3 = [0]
2 −5 6
1.8 Rank Matriks
Rank baris dari matriks A adalah dimensi dari ruang baris matriks A.
Rank kolom dari matriks A adalah dimensi dari ruang kolom matriks A.
Jika rank baris = rank kolom maka rank matriks A yaitu 𝑟(𝐴) adalah harga atau nilai dari
rank baris atau rank kolom matriks A tersebut.
Dengan kata lain rank dari matriks menyatakan jumlah maksimum dari vector-vektor baris
atau kolom yang bebas linier. Untuk mencari rank matriks dapat dilakukan dengan
transformasi elementer, yaitu dengan cara sebanyak mungkin mengubah baris kolom menjadi
vector nol.
Contoh :
2 3 1
Tentukan rank dari matriks = [2 1 2] , lakukan transformasi elementer baris dan kolom:
4 4 3
2 3 1 2 3 1 2 3 1
𝐻21(−2) (𝐴) = [−2 −5 0] 𝐻31(−3) = [−2 −5 0] 𝐻32(−1) = [−2 −5 0] 𝐾12(−2) =
5
4 4 3 −2 −5 0 0 0 0
4 4
3 1 3 0
5 5
[0 −5 0] 𝐾31(−5) = [0 −5 0] Jadi rank matriks A adalah 2.
4
0 0 0 0 0 0
BAB II
DETERMINAN MATRIKS

Determinan suatu matriks adalah suatu fungsi scalar dengan domain matriks bujur
sangkar. Dengan kata lain, determinan merupakan pemetaan dengan domain berupa matriks
bujur sangkar, sementara kodomain berupa suatu nilai scalar. Determinan suatu matriks sering
digunakan dalam menganalisa suatu matriks, seperti : untuk memeriksa keberadaan invers
matriks, menentukan solusi system persamaan linier dengan aturan cramer, pemeriksaan basis
suatu ruang vector dll.
a. Determinan Matriks Ordo 𝟐𝒙𝟐
Matriks berordo 2 × 2 yang terdiri atas dua baris dan dua kolom. Pada bagian ini akan dibahas
determinan dari suatu matriks berordo 2 × 2. Misalkan A adalah matriks persegi ordo 2 × 2
a b 
dengan bentuk A=  
c d 
Determinan matriks A di definisikan sebagai selisih antara perkalian elemen elemen pada
diagonal utama dengan perkalian elemen-elemen pada diagonal sekunder. Determinan dari
matriks A dinotasikan dengan det A atau |A|. Nilai dari determinan suatu matriks berupa bilangan
real.
Berdasarkan definisi determinan suatu matriks, Anda bisa mencari nilai
determinan dari matriks A, yaitu:
a b 
det A = |A| =   = a × d – b × c = ad – bc
c d 
Contoh :
1 2 1 2
A=   , maka det A = |A| = 3 4 = 1.4 – 2.3 = 4 – 6 = -2
3 4  
b. Determinan Matriks Ordo 𝟑𝒙𝟑
Pada bagian ini, Anda akan mempelajari determinan mariks berordo 3 × 3.
Misalkan A matriks persegi berordo 3 × 3 dengan bentuk
 a11 a12 a13 
A = a 21 a 22 a 23 
a31 a32 a33 

Untuk mencari determinan dari matriks persegi berordo 3 × 3, akan digunakan suatu metode
yang dinamakan metode Sarrus.
Adapun langkah-langkah yang harus di lakukan untuk mencari determinan matriks berordo 3 × 3
dengan metode Sarrus adalah sebagai berikut:
1. Salin kembali kolom pertama dan kolom kedua matriks A di sebelah kanan tanda
determinan.
2. Hitunglah jumlah hasil kali elemen-elemen pada diagonal utama
dan diagonal lain yang sejajar dengan diagonal utama (lihat gambar). Nyatakan jumlah
hasil kali tersebut dengan Du
a11 a12 a13 a11 a12
a 21 a 22 a 23 a 21 a 22
a31 a32 a33 a31 a32

Du = a11 a22 a33  a12 a23 a31  a13 a21 a32

3. Hitunglah jumlah hasil kali elemen-elemen pada diagonal sekunder dan diagonal lain
yang sejajar dengan diagonal sekunder (lihar gambar). Nyatakan jumlah hasil harga
tersebut dengan Ds.
a11 a12 a13 a11 a12
a 21 a 22 a 23 a 21 a 22
a31 a32 a33 a31 a32

Ds = a31 a22 a13  a32 a23 a11  a33 a21 a12

4. Sesuai dengan defi nisi determinan matriks maka determinan dari matriks A adalah selisih
antara Du dan Ds yaitu Du – Ds.
a11 a12 a13 a11 a12
det A = a 21 a 22 a 23 a 21 a 22
a31 a32 a33 a31 a32

= ( a11 a22 a33  a12 a23 a31  a13 a21 a32 )- (

a31 a22 a13  a32 a23 a11  a33 a 21 a12 )


Contoh :
 3 4 2 
Diketahui matriks A =  2 1 3  Tentukan nilai determinan matriks A.
 1 0  1

Jawab :
 3 4 2   3 4
det A =  2 1 3  2 1
 1 0  1 1 0

= [(–3 × 1 × (–1)) + (4 × 3 × 1) + (2 × 2 × 0)] – [(1 × 1 × 2) +


(0 × 3 × (–3)) + (–1 × 2 × 4)]
= (3 + 12 + 0) – (2 + 0 – 8) = 21
Jadi, nilai determinan matriks A adalah 21.
c. Minor dan Kofaktor Matriks
Jika A adalah matriks kuadrat, maka minor 𝑎𝑖𝑗 dinyatakan oleh 𝑀𝑖𝑗 adalah submatriks A yang
diperoleh dengan menghilangkan baris ke-i kolom ke-j. Sedangkan kofaktor 𝑎𝑖𝑗 dinyatakan oleh
𝐶𝑖𝑗 didefinisikan sebagai : 𝐶𝑖𝑗 = (−1)𝑖+𝑗 . |𝑀𝑖𝑗 |.
Contoh :
𝑎11 𝑎12 𝑎13
𝑎
𝐴 = [ 21 𝑎22 𝑎23 ]
𝑎31 𝑎32 𝑎33
Adapun minor matriks A pada baris satu adalah
𝑎11 𝑎12 𝑎13
𝑎22 𝑎23
𝑀11 = [𝑎21 𝑎22 𝑎23 ] = [𝑎 ]
32 𝑎33
𝑎31 𝑎32 𝑎33
𝑎11 𝑎12 𝑎13
𝑎21 𝑎23
𝑀12 = [𝑎21 𝑎22 𝑎23 ] = [𝑎 ]
31 𝑎33
𝑎31 𝑎32 𝑎33
𝑎11 𝑎12 𝑎13
𝑎21 𝑎22
𝑀13 = [ 21 𝑎22 𝑎23 ] = [𝑎
𝑎 ]
31 𝑎32
𝑎31 𝑎32 𝑎33
Adapun minor matriks A pada baris dua adalah
𝑎11 𝑎12 𝑎13
𝑎12 𝑎13
𝑀21 = [𝑎21 𝑎22 𝑎23 ] = [𝑎 ]
32 𝑎33
𝑎31 𝑎32 𝑎33
𝑎11 𝑎12 𝑎13
𝑎 𝑎13
𝑀22 = [𝑎21 𝑎22 𝑎23 ] = [ 11
𝑎31 𝑎33 ]
𝑎31 𝑎32 𝑎33
𝑎11 𝑎12 𝑎13
𝑎 𝑎12
𝑀23 𝑎
= [ 21 𝑎22 𝑎23 ] = [ 11
𝑎31 𝑎32 ]
𝑎31 𝑎32 𝑎33
Adapun minor matriks A pada baris tiga adalah
𝑎11 𝑎12 𝑎13
𝑎12 𝑎13
𝑀31 = [𝑎21 𝑎22 𝑎23 ] = [𝑎 ]
22 𝑎23
𝑎31 𝑎32 𝑎33
𝑎11 𝑎12 𝑎13
𝑎11 𝑎13
𝑀32 = [𝑎21 𝑎22 𝑎23 ] = [𝑎 ]
21 𝑎23
𝑎31 𝑎32 𝑎33
𝑎11 𝑎12 𝑎13
𝑎11 𝑎12
𝑀33 = [ 21 𝑎22 𝑎23 ] = [𝑎
𝑎 ]
21 𝑎22
𝑎31 𝑎32 𝑎33
Contoh :
3 1 −4
𝐴 = [2 5 6]
1 4 8
5 6
𝑀11 = [ ] 𝐶11 = (−1)1+1 . |𝑀11 | = 1.16 = 16
4 8
3 −4
𝑀22 = [ ] 𝐶11 = (−1)2+2 . |𝑀22 | = 1.28 = 28
1 8
3 −4
𝑀32 = [ ] 𝐶32 = (−1)3+2 . |𝑀32 | = −1.26 = −26
2 6
Determinan suatu matriks kuadrat A dapat juga dihitung dengan menggunakan Ekspansi
Kofaktor dengan menggunakan baris atau kolom.
Teorema
Determinan matriks A yang berukuran 𝑛 𝑥 𝑛 dapat dihitung dengan mengalikan entri-entri dalam
suatu baris atau kolom dengan kofaktor-kofaktornya dan menambahkan hasil kali yang
dihasilkan, yaitu untuk setiap 1 < 𝑖 < 𝑛 dan 1 < 𝑗 < 𝑛, maka
𝐷𝑒𝑡(𝐴) = 𝑎𝑖1 . 𝐶𝑖1 + 𝑎𝑖2 . 𝐶𝑖2 + ⋯ + 𝑎𝑖𝑛 . 𝐶𝑖𝑛 (Ekspansi kofaktor sepanjang baris i)
𝐷𝑒𝑡(𝐴) = 𝑎1𝑗 . 𝐶1𝑗 + 𝑎2𝑗 . 𝐶2𝑗 + ⋯ + 𝑎𝑛𝑗 . 𝐶𝑛𝑗 (Ekspansi kofaktor sepanjang kolom j)
Contoh :
2 1 3
Tentukan determinan matriks 𝐵 = [−1 3 0]
2 −3 4
Penyelesaian:
 Metode kofaktor berdasarkan ekspansi baris pertama.
2 1 3
3 0
𝑀11 = [−1 3 0] = [ ] 𝐶11 = (−1)1+1 . |𝑀11 | = 1.12 = 12
−3 4
2 −3 4
2 1 3
−1 0
𝑀12 = [−1 3 0] = [ ] 𝐶12 = (−1)1+2 . |𝑀12 | = −1. (−4) = 4
2 4
2 −3 4
2 1 3
−1 3
𝑀13 = [−1 3 0] = [ ] 𝐶13 = (−1)1+3 . |𝑀13 | = 1. (−3) = −3
2 −3
2 −3 4
 𝐷𝑒𝑡(𝐵) = 𝑏11 . 𝐶11 + 𝑏12 . 𝐶12 + 𝑏13 . 𝐶13 = 2.12 + 1.4 + 3. (−3) = 24 + 4 + (−9) = 19

 Metode kofaktor berdasarkan ekspansi baris kedua.


2 1 3
1 3
𝑀21 = [−1 3 0] = [ ] 𝐶21 = (−1)2+1 . |𝑀21 | = −1.13 = −13
−3 4
2 −3 4
2 1 3
2 3
𝑀22 = [−1 3 0] = [ ] 𝐶22 = (−1)2+2 . |𝑀22 | = 1.2 = 2
2 4
2 −3 4
2 1 3
2 1
𝑀23 = [−1 3 0] = [ ] 𝐶23 = (−1)2+3 . |𝑀23 | = −1. (−8) = 8
2 −3
2 −3 4
 𝐷𝑒𝑡(𝐵) = 𝑏21 . 𝐶21 + 𝑏22 . 𝐶22 + 𝑏23 . 𝐶23 = −1. (−13) + 3.2 + 0.8 = 13 + 6 + 0 = 19
 Metode kofaktor berdasarkan ekspansi baris ketiga.
2 1 3
1 3
𝑀31 = [−1 3 0] = [ ] 𝐶31 = (−1)3+1 . |𝑀31 | = 1. (−9) = −9
3 0
2 −3 4
2 1 3
2 3
𝑀32 = [−1 3 0] = [ ] 𝐶32 = (−1)3+2 . |𝑀32 | = −1. (3) = −3
−1 0
2 −3 4
2 1 3
2 1
𝑀33 = [−1 3 0] = [ ] 𝐶33 = (−1)3+3 . |𝑀23 | = 1. (7) = 7
−1 3
2 −3 4
𝐷𝑒𝑡(𝐵) = 𝑏31 . 𝐶31 + 𝑏32 . 𝐶32 + 𝑏33 . 𝐶33 = 2. (−9) + (−3). (−3) + 4.7 = −18 + 9 + 28 = 19
d. Sifat-sifat Determinan Matriks
1. Jika A adalah matriks persegi yang memuat sebaris bilangan nol, maka 𝑑𝑒𝑡(𝐴) = 0.
Contoh :
1 2 3
A = [1 0 1]
0 0 0
𝑑𝑒𝑡(𝐴) = (1.0.0 + 2.1.0 + 3.1.0) − (0.0.3 + 0.1.1 + 0.1.2) = 0 − 0 = 0
2. Jika A adalah matriks segitiga 𝑛 𝑥 𝑛 , maka 𝑑𝑒𝑡(𝐴) adalah hasil kali entri-entri pada
diagonal utama, yakni 𝑑𝑒𝑡(𝐴) = 𝑎11 . 𝑎22 … 𝑎𝑛𝑛
Contoh :
2 1 3
A = [0 3 1]
0 0 3
𝑑𝑒𝑡(𝐴) = (2.3.3 + 1.1.0 + 3.0.0) − (0.3.3 + 0.1.2 + 3.0.1) = 18
3. Jika A’ adalah matriks yang dihasilkan dengan baris tunngal A dikalikan dengan
konstanta k, maka 𝑑𝑒𝑡(𝐴′) = 𝑘 𝑑𝑒𝑡(𝐴).
Contoh :
2 1 3 4 2 6
A = [0 3 1] misalkan 𝑘 = 2 𝐻1(2) (𝐴) = [0 3 1] = A′
0 0 3 0 0 3
𝑑𝑒𝑡(𝐴′) = (4.3.3 + 2.1.0 + 6.0.0) − (0.3.6 + 0.1.4 + 3.0.2) = 36 − 0 = 36
Karena 𝑑𝑒𝑡(𝐴) = 18 dan 𝑘 = 2 maka 𝑘. 𝑑𝑒𝑡(𝐴) = 2.18 = 36.
Jadi 𝑑𝑒𝑡(𝐴′) = 𝑘. 𝑑𝑒𝑡(𝐴).
4. Jika A’ adalah matriks yang dihasilkan dengan dua baris A dipertukarkan, maka
𝑑𝑒𝑡(𝐴′) = −𝑑𝑒𝑡(𝐴).
Contoh :
2 1 3 0 3 1
A = [0 3 1] 𝐻12 (𝐴) = [2 1 3] = A′
0 0 3 0 0 3
𝑑𝑒𝑡(𝐴′) = (0.1.3 + 3.3.0 + 1.2.0) − (0.1.1 + 0.3.0 + 3.2.3) = 0 − 18 = −18
Karena 𝑑𝑒𝑡(𝐴) = 18 dan 𝑑𝑒𝑡(𝐴′) = −18
Jadi 𝑑𝑒𝑡(𝐴′) = −𝑑𝑒𝑡(𝐴).
5. Jika A’ adalah matriks yang dihasilkan dengan kelipatan satu baris A ditambahkan pada
baris lain, maka 𝑑𝑒𝑡(𝐴′) = 𝑑𝑒𝑡(𝐴).
Contoh :
2 1 3 2 1 3
A = [0 3 1] 𝐻21(2) (𝐴) = [4 5 7] = A′
0 0 3 0 0 3
𝑑𝑒𝑡(𝐴′) = (2.5.3 + 1.7.0 + 3.4.0) − (0.5.3 + 0.7.2 + 3.4.1) = 30 − 12 = 18
Karena 𝑑𝑒𝑡(𝐴) = 18 dan 𝑑𝑒𝑡(𝐴′) = 18
Jadi 𝑑𝑒𝑡(𝐴′) = 𝑑𝑒𝑡(𝐴).
6. Jika A sebarang matriks persegi, maka 𝑑𝑒𝑡(𝐴) = 𝑑𝑒𝑡(𝐴𝑇 ).
Contoh :
2 1 3 2 0 0
𝑇
A = [0 3 1] 𝐴 = [1 3 0]
0 0 3 3 1 3
𝑑𝑒𝑡(𝐴𝑇 ) = (2.3.3 + 0.0.3 + 0.1.1) − (3.3.0 + 1.0.2 + 3.1.0) = 18 − 0 = 18
Karena 𝑑𝑒𝑡(𝐴) = 18 dan 𝑑𝑒𝑡(𝐴′) = 18
Jadi 𝑑𝑒𝑡(𝐴𝑇 ) = 𝑑𝑒𝑡(𝐴).
7. Jika A dan B matriks persegi yang ukurannya sama, maka 𝑑𝑒𝑡(𝐴𝐵) = 𝑑𝑒𝑡(𝐴). 𝑑𝑒𝑡(𝐵).
Contoh :
1 2
A=[ ] 𝑑𝑒𝑡(𝐴) = 1.3 − 4.2 = −5
4 3
4 3
B=[ ] 𝑑𝑒𝑡(𝐵) = 4.1 − 2.3 = −2
2 1
1 2 4 3 8 5
AB = [ ][ ]=[ ] 𝑑𝑒𝑡(𝐴𝐵) = 8.15 − 5.22 = 120 − 110 = 10
4 3 2 1 22 15
Karena 𝑑𝑒𝑡(𝐴). 𝑑𝑒𝑡(𝐵) = (−5). (−2) = 10 dan 𝑑𝑒𝑡(𝐴𝐵) = 10
Jadi 𝑑𝑒𝑡(𝐴𝐵) = 𝑑𝑒𝑡(𝐴). 𝑑𝑒𝑡(𝐵).
8. Suatu matriks A dapat dibalik atau punya invers (𝐴−1 ) jika dan hanya jika 𝑑𝑒𝑡(𝐴) ≠ 0
Contoh :
1 2
A=[ ] 𝑑𝑒𝑡(𝐴) = 1.3 − 4.2 = −5
4 3
−3 2
1 d −b 1 3 −2
A −1
= det(A) [ ] = −5 [ ] = [ 45 5
−1]
−c a −4 1
5 5
1
9. Jika suatu matriks A mempunyai invers maka 𝑑𝑒𝑡(𝐴−1 ) = 𝑑𝑒𝑡(𝐴)

Contoh :
−3 2
−3 −1 4 2 3 8 −5 −1
A−1 = [ 54 5
−1] 𝑑𝑒𝑡(𝐴−1 ) = ( 5 . ) − (5 . 5) = 25 − 25 = =
5 25 5
5 5
−1 1
Karena 𝑑𝑒𝑡(𝐴) = −5 dan 𝑑𝑒𝑡(𝐴−1 ) = , Jadi 𝑑𝑒𝑡(𝐴−1 ) = 𝑑𝑒𝑡(𝐴).
5
BAB III
INVERS MATRIKS

Pendahuluan
Suatu matriks bujur sangkar A berukuran atau berordo 𝑛 𝑥 𝑛 disebut mempunyai invers, jika ada
suatu matriks B sedemikian hingga 𝐴𝐵 = 𝐵𝐴 = 𝐼𝑛 . Matriks B disebut invers matriks A dan
dinotasikan dengan 𝐴−1 . Secara umum, hanya matriks persegi atau bujur sangkar yang
mempunyai invers, jika ada invers bersifat tunggal (hanya satu). Matriks yang mempunyai invers
disebut matriks invertible atau nonsingular.
Definisi

Teorema
Sebuah matriks kuadrat A dapat dibalik atau invertible jika dan hanya jika 𝑑𝑒𝑡(𝐴) ≠ 0.
Metode mencari invers suatu matriks.
a. Matriks Adjoin
Matriks kofaktor adalah suatu matriks dimana setiap elemen 𝑎𝑖𝑗 diganti dengan kofaktornya
𝑐𝑖𝑗 , sehingga disebut matriks kofaktor. Matriks adjoin adalah tranpose dari suatu matriks
kofaktor dan dinotasikan dengan 𝐴𝑑𝑗(𝐴). Dengan matriks adjoin kita dapat mencari invers
1
suatu matriks, menggunakan rumus 𝐴−1 = |𝐴| 𝑎𝑑𝑗(𝐴).

Contoh :
2 1 3
Tentukan matriks kofaktor dan matriks adjoin dari matriks berikut 𝐵 = [−1 3 0]
2 −3 4
2 1 3
3 0
𝑀11 = [−1 3 0] = [ ] 𝐶11 = (−1)1+1 . |𝑀11 | = 1.12 = 12
−3 4
2 −3 4
2 1 3
−1 0
𝑀12 = [−1 3 0] = [ ] 𝐶12 = (−1)1+2 . |𝑀12 | = −1. (−4) = 4
2 4
2 −3 4
2 1 3
−1 3
𝑀13 = [−1 3 0] = [ ] 𝐶13 = (−1)1+3 . |𝑀13 | = 1. (−3) = −3
2 −3
2 −3 4
2 1 3
1 3
𝑀21 = [−1 3 0] = [ ] 𝐶21 = (−1)2+1 . |𝑀21 | = −1.13 = −13
−3 4
2 −3 4
2 3 1
2 3
𝑀22 = [−1 0] = [
3 ] 𝐶22 = (−1)2+2 . |𝑀22 | = 1.2 = 2
2 4
2 4 −3
2 3 1
2 1
𝑀23 = [−1 0] = [
3 ] 𝐶23 = (−1)2+3 . |𝑀23 | = −1. (−8) = 8
2 −3
2 4 −3
2 3 1
1 3
𝑀31 = [−1 0] = [
3 ] 𝐶31 = (−1)3+1 . |𝑀31 | = 1. (−9) = −9
3 0
2 4 −3
2 3 1
2 3
𝑀32 = [−1 0] = [
3 ] 𝐶32 = (−1)3+2 . |𝑀32 | = −1. (3) = −3
−1 0
2 4 −3
2 3 1
2 1
𝑀33 = [−1 0] = [
3 ] 𝐶33 = (−1)3+3 . |𝑀23 | = 1. (7) = 7
−1 3
2 4 −3
12 4 −3
Matriks kofaktornya 𝐶 = [−13 2 8 ], sehingga matriks 𝐴𝑑𝑗(𝐵) = 𝐶 𝑇 =
−9 −3 7
12 −13 −9
[4 2 −3].
−3 8 7
Berdasarkan ekspansi baris pertama diperoleh nilai determinan matriks
 𝐷𝑒𝑡(𝐵) = |𝐵| = 𝑏11 . 𝐶11 + 𝑏12 . 𝐶12 + 𝑏13 . 𝐶13 = 2.12 + 1.4 + 3. (−3) = 24 + 4 +
(−9) = 19
Dengan nilai determinan dan matriks adjoin dapat diperoleh invers matriksnya
12 −13 −9
12 −13 −9 19 19 19
−1 1 1 4 2 −3
𝐵 = |𝐵|
𝐴𝑑𝑗(𝐵) = 19 [ 4 2 −3] = 19 19 19
−3 8 7 −3 8 7
[ 19 19 19 ]

b. Metode Gauss Jordan


1. Mencari Inver dengan operasi baris elementer (OBE)
Untuk mencari invers suatu matriks A yang dapat dibalik adalah dengan mencari urutan operasi
baris elementer tereduksi A pada matriks satuan dan kemudian melakukan urutan operasi yang
sama ini pada 𝐼𝑛 untuk mendapatkan 𝐴−1 .
𝑂𝐵𝐸
(𝐴|𝐼) → (𝐼|𝐴−1 )
Contoh :
2 2 4
Carilah invers dari matriks 𝐴 = [ 1 3 2]
−1 −2 −3
Penyelesaian :
2 2 4 1 0 0 −1 −2 −3 0 0 1 𝑏 +𝑏
1 2
(1 3 2 |0 1 0) 𝑏1 ↔ 𝑏3 ( 1 3 2 |0 1 0)
2𝑏1 + 𝑏3
−1 −2 −3 0 0 1 2 2 4 1 0 0

1 2 3 0 0 1 −𝑏1 1 2 3 0 0 −1 −3𝑏 + 𝑏
−1| 0 1 1 )
3 1
(0 1 −1|0 1 1) −1 (0 1
−1 𝑏3 + 𝑏2
0 0 −2 1 0 2 2 𝑏3 0 0 1 2 0 −1

3 5
0 2 −2 2
1 2 0| 2 1 0 0| 2
−1 −1
0 1 0 1 0 −2𝑏2 + 𝑏1 0 1 0 1 0
|2 |2
0 0 1 −1 0 0 1 −1
( 0 −1) ( 0 −1)
2 2
5
−2 2
2
−1
Jadi, 𝐴−1 = 2
1 0
−1
[2 0 −1]

Contoh :
1 2 3
Carilah invers dari matriks 𝐴 = [2 5 3]
1 0 8
Penyelesaian :
1 2 31 0 0 𝑏 − 2𝑏 1 2 3 1 0 0
2 1
(2 5 3|0 1 0) (0 1 −3|−2 1 0)
𝑏3 − 𝑏1
1 0 80 0 1 0 −2 5 −1 0 1

1 1 2 3 1 0 0 1 2 3 1 0 0
𝑏3 + 𝑏2 (0 1 −3|−2 1 0) − 𝑏3 (0 1 −3|−2 1 0)
2
0 0 −1 −5 2 1 0 0 1 5 −2 −1

𝑏2 + 3𝑏3 1 2 0 −14 6 3 1 0 0 −40 16 9


(0 1 0| 13 −5 −3) 𝑏1 − 2𝑏2 (0 1 0| 13 −5 −3)
𝑏1 − 3𝑏3
0 0 1 5 −2 −1 0 0 1 5 −2 −1
−40 16 9
Jadi, 𝐴−1 = [ 13 −5 −3]
5 −2 −1
Contoh :
1 6 4
Carilah invers dari matriks 𝐵 = [ 2 4 −1]
−1 2 5
Penyelesaian :
1 6 4 1 0 0 𝑏 − 2𝑏 1 2 3 1 0 0
2 1
( 2 4 −1|0 1 0) (0 −8 −9|−2 1 0)
𝑏3 + 𝑏1
−1 2 5 0 0 1 0 8 9 1 0 1

1 2 3 1 0 0
𝑏3 + 𝑏2 (0 1 −3|−2 1 0)
0 0 0 −1 1 1

Karena terdapat sebuah baris yang semua elemennya nol pada ruas kiri, maka matriks B tidak
punya invers atau tidak dapat dibalik.
2. Mencari Inver dengan operasi kolom elementer (OKE)
Untuk mencari invers suatu matriks A yang dapat dibalik adalah dengan mencari urutan operasi
baris elementer tereduksi A pada matriks satuan dan kemudian melakukan urutan operasi yang
sama ini pada 𝐼𝑛 untuk mendapatkan 𝐴−1 .
𝐴 𝑂𝐾𝐸 𝐼
(𝐼) → (𝐴−1 )

Contoh :
2 2 4
Carilah invers dari matriks 𝐴 = [ 1 3 2]
−1 −2 −3
Penyelesaian :
2 2 4 2 0 0 2 0 0
1 3 2 1 1 0 0 1 0
−1 −2 −3 −2𝑘 + 𝑘2 −1 0 −1
−𝑘2 + 𝑘1 −1 0 −1
1
1 0 0 −2𝑘1 + 𝑘3 1 −2 −2 3 −2 −2
0 1 0 0 1 0 −1 1 0
( 0 0 1 ) (0 0 1) (0 0 1)

2 0 0 1 0 0 1 0 0
0 1 0 0 1 0 0 1 0
0 0 −1 1 0 0 −1 −𝑘 0 0 1
−𝑘3 + 𝑘1 𝑘
5 −2 −2 2 1 5
−2 −2
3 5
−2 2
2 2
−1 1 0 −1
1 0 −1
1 0
(−1 0 1) 2
−1
2
−1
(2 0 1) (2 0 −1)
5
−2 2
2
−1
Jadi, 𝐴−1 = 2
1 0
−1
[2 0 −1]

Faktorisasi Matriks
Faktorisasi suatu bilangan misalnya 30 = 2.3.5, juga berlaku pada matrik. Jadi sebuah matriks
dapat dituliskan dalam perkalian dua atau lebih matriks yang disebut : faktorisasi matriks.
Contoh :
3 −1 1 0 3 −1
[ ]=[ ][ ]
9 −5 3 1 0 −2
Faktorisasi LU
Suatu matriks bujur sangkar A dapat difaktorisasi menjadi matriks L (matriks segitiga bawah)
dan matriks U (matriks segitiga atas), sehingga 𝐴 = 𝐿𝑈.
Contoh :
2 1 3 2 1 3 2 1 3
−2𝑏1 +𝑏2
𝐴=[ 4 ]
−1 3 𝑏1 +𝑏3 0 [ −3 −3] 2𝑏2 + 𝑏 [
3 0 −3 −3] = 𝑈
−2 5 5 0 6 8 0 0 2
Terdapat 3 matriks elementer yang mereduksi matriks A menjadi matriks U.
1 0 0 1 0 0 1 0 0
𝐸1 = [−2 1 0] , 𝐸2 = [0 1 0] , 𝐸3 = [0 1 0]
0 0 1 1 0 1 0 2 1
Oleh karena itu 𝐸3 𝐸2 𝐸1 𝐴 = 𝑈
Sehingga diperoleh :
𝐴 = 𝐸1−1 𝐸2−1 𝐸3−1 𝑈
1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0
= [2 1 0] [ 0 1 0] [0 1 0] = [ 2 1 0] 𝑈 = 𝐿𝑈 ⇒ 𝐴 = 𝐿𝑈
0 0 1 −1 0 1 0 −2 1 −1 −2 1

Aritmatika Modulo
Aritmatika modulo merupakan sebuah operasi yang menghasilkan sisa pembagian dari suatu
bilangan terhadap bilangan lainnya. Didefinisikan operasi modulo sebagai berikut.
Misalkan a adalah bilangan bulat dan m adalah bilangan bulat > 0. Operasi a mod m memberikan
sisa jika a dibagi dengan m. Dengan kata lain, a mod m = r sedemikian hingga 𝑎 = 𝑚𝑞 + 𝑟,
dengan 0 ≤ 𝑟 < 𝑚.
Atau dapat dituliskan sebagai, untuk sebarang bilangan bulat a dan modulus m, misalkan
|𝑎|
R = sisa bagi dari 𝑚

Maka, r (disebut residu) sebagai hasil dari a mod m adalah


𝑅 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑎 ≥ 0
𝑟 = {𝑚 − 𝑅, 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑎 < 0 𝑑𝑎𝑛 𝑅 ≠ 0
0 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑎 < 0 𝑑𝑎𝑛 𝑅 = 0
Dalam aritmatika modulo juga dikenal kekongruenan atau equivalent. Jika m adalah bilangan
bulat positif dan a serta b adalah bilangan bulat, maka dikatakan a kongruen terhadap b dalam
modulus m dan dapat ditulis 𝑎 ≡ 𝑏 (mod m) atau dengan kata lain jika 𝑎 − 𝑏 adalah kelipatan
bilangan bulat dari m.
Modulo juga mempunyai balikan modulo (invers modulo). Jika a dan m relatif prima dan 𝑚 > 1,
maka terdapat suatu bilangan yang merupakan balikan inversi (dinotasikan dengan 𝑎−1 ) yang
memenuhi 𝑎𝑎−1 ≡ 1 (mod m).
Contoh
Diberikan bilangan modulo 5 = {1, 2, 3, 4}
Bilangan Rasional Bilangan dalam Modulo 5
0 0
1 1
2 2
3 3
4 4
5 0
6 1
7 2
8 3
9 4
10 0

Dari tabel tersebut dapat dituliskan


0 = 0(𝑚𝑜𝑑 5) 6 = 1(𝑚𝑜𝑑 5)
1 = 1(𝑚𝑜𝑑 5) 7 = 2(𝑚𝑜𝑑 5)
2 = 2(𝑚𝑜𝑑 5) 8 = 3(𝑚𝑜𝑑 5)
3 = 3(𝑚𝑜𝑑 5) 9 = 4(𝑚𝑜𝑑 5)
4 = 4(𝑚𝑜𝑑 5) 10 = 0(𝑚𝑜𝑑 5)
5 = 0(𝑚𝑜𝑑 5) 11 = 1(𝑚𝑜𝑑 5)
Mudahnya untuk mengetahui 13 itu ekuivalen dengan berapa dalam modulo 5, caranya tinggal
bagi 13 dengan 5, sisanya itu adalah hasil transformasi dalam modulo 5. Seperti ini 13: 5 = 2
sisa 3. Jadi 13 = 3(𝑚𝑜𝑑 5). Selanjutnya, 28 = 3(𝑚𝑜𝑑 5), sehingga 13 ≡ 28(𝑚𝑜𝑑 5) artinya
dalam modulo 5, bilangan 13 dan 28 itu kongruen.
1 1
Dalam sistem bilangan rasional, 3−1 itu sama dengan karena 3. 3−1 = 3. 3 = 1. Selanjutnya,
3

akan dicari inversnya 3 dalam modulo 5 (karena hanya ada bilangan 0,1,2,3,4). Kita akan coba
satu persatu.
3.0 = 0 = 0(𝑚𝑜𝑑 5)
3.1 = 3 = 3(𝑚𝑜𝑑 5)
3.2 = 6 = 1(𝑚𝑜𝑑 5)
3.3 = 9 = 4(𝑚𝑜𝑑 5)
3.4 = 12 = 2(𝑚𝑜𝑑 5)
Ternyata 3. 𝑥 = 1(𝑚𝑜𝑑 5) itu x nya adalah 2 karena 3.2 = 6 = 1(𝑚𝑜𝑑 5). Jadi invers dari 3
dalam modulo 5 adalah 2.
𝑎
Hal ini jadi terbukanya hubungan bilangan rasional (𝑏 ; 𝑏 ≠ 0) dengan bilangan dalam modulo.
2 1
Contoh lainnya 3 = 2. 3 = 2. 3−1 = 2.2 = 4(𝑚𝑜𝑑 5).

Determinan Matriks Modulo


Determinan matriks dapat dicari dengan ekspansi baris atau kolom. Berikut diberikan contoh
mendapat determinan matriks modulo.
Contoh :
17 17 5
Diberikan matriks 𝐴 = [21 18 21] dalam modulo 26.
2 2 19
Penyelesaian :
 Metode kofaktor berdasarkan ekspansi baris pertama.
17 17 5
18 21
𝑀11 = [21 18 21] = [ ] 𝐶11 = (−1)1+1 . |𝑀11 | = 1.300 = 14(𝑚𝑜𝑑 26)
2 19
2 2 19
17 17 5
21 21
𝑀12 = [21 18 21] = [ ] 𝐶12 = (−1)1+2 . |𝑀12 | = −1. (357) = 7(𝑚𝑜𝑑 26)
2 19
2 2 19
17 17 5
21 18
𝑀13 = [21 18 21] = [ ] 𝐶13 = (−1)1+3 . |𝑀13 | = 1. (6) = 6 = 6(𝑚𝑜𝑑 26)
2 2
2 2 19
𝐷𝑒𝑡(𝐴) = 𝑏11 . 𝐶11 + 𝑏12 . 𝐶12 + 𝑏13 . 𝐶13 = 17.14 + 17.7 + 5.6 = 238 + 119 + 30
= 4(𝑚𝑜𝑑 26) + 15(𝑚𝑜𝑑 26) + 4(𝑚𝑜𝑑 26) = 23(𝑚𝑜𝑑 26)

Invers Matriks Modulo


Invers matriks dapat dicari dengan operasi baris atau kolom elementer dan matriks adjoin.
Sebuah matriks persegi dikatakan memiliki invers matriks jika dan hanya jika 𝑑𝑒𝑡(𝐴) ≠ 0 dan
𝑔𝑐𝑑(𝑑𝑒𝑡(𝐴), 𝑛) = 1.
Keterangan :
Gcd : The greaatest common divisor / Faktor persekutuan terbesar (FPB)
𝑑𝑒𝑡(𝐴) : Determinan matriks A
n : Modulo
Contoh :
17 17 5
Diberikan matriks 𝐴 = [21 18 21] dalam modulo 26.
2 2 19
Penyelesaian :
 Kofaktor baris pertama.
17 17 5
18 21
𝑀11 = [21 18 21] = [ ] 𝐶11 = (−1)1+1 . |𝑀11 | = 1.300 = 14(𝑚𝑜𝑑 26)
2 19
2 2 19
17 17 5
21 21
𝑀12 = [21 18 21] = [ ] 𝐶12 = (−1)1+2 . |𝑀12 | = −1. (357) = 7(𝑚𝑜𝑑 26)
2 19
2 2 19
17 17 5
21 18
𝑀13 = [21 18 21] = [ ] 𝐶13 = (−1)1+3 . |𝑀13 | = 1. (6) = 6 = 6(𝑚𝑜𝑑 26)
2 2
2 2 19
 Kofaktor baris kedua.
17 17 5
17 5
𝑀21 = [21 18 21] = [ ] 𝐶21 = (−1)2+1 . |𝑀21 | = (−1). 313 = 25(𝑚𝑜𝑑 26)
2 19
2 2 19
17 17 5
17 5
𝑀22 = [21 18 21] = [ ] 𝐶22 = (−1)2+2 . |𝑀22 | = 1. (313) = 1(𝑚𝑜𝑑 26)
2 19
2 2 19
17 17 5
17 17
𝑀23 = [21 18 21] = [ ] 𝐶23 = (−1)2+3 . |𝑀23 | = (−1). 0 = 0(𝑚𝑜𝑑 26)
2 2
2 2 19
 Kofaktor baris ketiga.
17 17 5
17 5
𝑀31 = [21 18 21] = [ ] 𝐶31 = (−1)3+1 . |𝑀31 | = (1). 267 = 7(𝑚𝑜𝑑 26)
18 21
2 2 19
17 17 5
17 5
𝑀32 = [21 18 21] = [ ] 𝐶32 = (−1)3+2 . |𝑀32 | = (−1). (252) = 8(𝑚𝑜𝑑 26)
21 21
2 2 19
17 17 5
17 17
𝑀33 = [21 18 21] = [ ] 𝐶33 = (−1)3+3 . |𝑀33 | = 1. (−51) = 1(𝑚𝑜𝑑 26)
21 18
2 2 19
14 7 6 14 25 7
𝑇
Matriks kofaktornya 𝐶 = [25 1 0], sehingga matriks 𝐴𝑑𝑗(𝐴) = 𝐶 = [ 7 1 8].
7 8 1 6 0 1
Berdasarkan ekspansi baris pertama diperoleh nilai determinan matriks
 𝐷𝑒𝑡(𝐴) = 𝑏11 . 𝐶11 + 𝑏12 . 𝐶12 + 𝑏13 . 𝐶13 = 17.14 + 17.7 + 5.6 = 238 + 119 + 30 =
4(𝑚𝑜𝑑 26) + 15(𝑚𝑜𝑑 26) + 4(𝑚𝑜𝑑 26) = 23(𝑚𝑜𝑑 26)
Dengan nilai determinan dan matriks adjoin dapat diperoleh invers matriksnya
14 25 7 14 25 7 14 25 7
1 1
𝐴−1 = |𝐴| 𝐴𝑑𝑗(𝐴) = 23 [ 7 1 8] = 23−1 [ 7 1 8] = 17 [ 7 1 8] =
6 0 1 6 0 1 6 0 1
238 425 119 4 9 15
[119 17 136] = [15 17 6 ] (𝑚𝑜𝑑 26).
102 0 17 24 0 17
BAB IV
VEKTOR
1. Pendahuluan
Definisi
Vector didefinisikan sebagai besaran yang memiliki arah. Kecepatan, gaya dan pergeseran
merupakan contoh-contoh dari vector karena semuanya memiliki besar dan arah walaupun untuk
kecepatan arahnya hanya positif dan negatif. Vector dikatakan berada diruang n (𝑅 𝑛 ) jika vector
tersebut mengandung n komponen. Jika vector berada di 𝑅 2 maka dikatakan vector dibidang,
sedangkan jika vector berada di 𝑅 3 maka dikatakan vector berada diruang. Secara geometris,
dibidang dan diruang vector merupakan segmen garis berarah yang memiliki titik awal dan titik
akhir. Vector biasa dinotasikan dengan huruf kecil tebal atau huruf kecil dengan ruas garis.
Contoh
⃗⃗⃗⃗⃗ , 𝐴𝐶
Dari gambar diatas terlihat beberapa segmen garis berarah (vektor) seperti 𝐴𝐵 ⃗⃗⃗⃗⃗ dan 𝐴𝐷
⃗⃗⃗⃗⃗
dengan A disebut sebagai titik awal, sedangkan titik B, C dan D disebut titik akhir.
Vector posisi didefinisikan sebagai vector yang memiliki titik awal O (untuk vector dibidang,
titik O adalah (0,0)).
2. Operasi pada vector
a) Penjumlahan dua vector
⃗ dan 𝑣 adalah vector-vektor yang berada diruang yang sama, maka vector (𝑢
Misalkan 𝑢 ⃗ + 𝑣)
didefinisikan sebagai vector yang titik awalnya 𝑢
⃗ dan titik akhirnya 𝑣.
Contoh
⃗ = ⃗⃗⃗⃗⃗
Perhatikan gambar pada contoh diatas. Misalkan 𝑢 ⃗⃗⃗⃗⃗ , jika vector 𝑤
𝐴𝐵 dan 𝑣 = 𝐵𝐶 ⃗⃗
didefinisikan sebagai 𝑤
⃗⃗ = 𝑢
⃗ + 𝑣, maka 𝑤
⃗⃗ akan memiliki titik awal A dan titik akhir C, jadi 𝑤
⃗⃗
merupakan segmen garis berarah ⃗⃗⃗⃗⃗
𝐴𝐶 .
b) Perkalian vector dengan scalar
Vektor nol didefinisikan sebagai vector yang memiliki panjang 0. Misalkan 𝑢
⃗ vektor tak nol dan
k adalah scalar, 𝑘 ∈ 𝑅. Perkalian vector 𝑢
⃗ dengan scalar k didefinisikan sebagai vector yang
panjangnya ‖𝑢
⃗ ‖ kali panjang 𝑢
⃗ dengan arah :
Jika 𝑘 > 0 (searah dengan 𝑢
⃗)
Jika 𝑘 < 0 (berlawanan arah dengan 𝑢
⃗)
c) Perhitungan vector
Diketahui 𝑎 dan 𝑏⃗ vektor-vektor diruang yang komponen-komponennya adalah 𝑎 = (𝑎1 , 𝑎2 , 𝑎3 )
dan 𝑏⃗ = (𝑏1 , 𝑏2 , 𝑏3 ) maka perhitungan vektornya didefinisikan sebagai berikut :
𝑎 + 𝑏⃗ = (𝑎1 + 𝑏1 , 𝑎2 + 𝑏2 , 𝑎3 + 𝑏3 )
𝑎 − 𝑏⃗ = (𝑎1 − 𝑏1 , 𝑎2 − 𝑏2 , 𝑎3 − 𝑏3 )
𝑘𝑎 = (𝑘𝑎1 , 𝑘𝑎2 , 𝑘𝑎3 )
Jika 𝑐 = 𝐴𝐵 kemudian titik koordinat 𝐴 = (𝑎1 , 𝑎2 , 𝑎3 ) dan 𝐵 = (𝑏1 , 𝑏2 , 𝑏3 ) maka 𝑐 =
(𝑏1 − 𝑎1 , 𝑏2 − 𝑎2 , 𝑏3 − 𝑎3 )
3. Hasil kali titik (Dot product)
a) Hasil kali titik dua vector jika diketahui komponennya

Diketahui 𝑎 = (𝑎1 , 𝑎2 , 𝑎3 ) dan 𝑏⃗ = (𝑏1 , 𝑏2 , 𝑏3 ), maka hasil kali titik antara vector 𝑎 dan 𝑏⃗
didefinisikan sebagai berikut :

𝑎. 𝑏⃗ = (𝑎1 . 𝑏1 ) + (𝑎2 . 𝑏2 ) + (𝑎3 . 𝑏3 )

b) Hasil kali titik dua vector jika diketahui panjang vector dan sudut antara dua vektor
Diketahui 𝑎 dan 𝑏⃗ dua buah vector yang memiliki panjang berturut-turut ‖𝑎‖ dan ‖𝑏⃗‖ sedangkan
sudut yang dibentuk oleh kedua vector adalah 𝜃, sudut 𝜃 ini terbentuk dengan cara
menggambarkan kedua vector pada titik awal yang sama. Hasil kali titik antara vector 𝑎 dan 𝑏⃗
didefinisikan sebagai :
𝑎. 𝑏⃗ = ‖𝑎‖.‖𝑏⃗‖𝑐𝑜𝑠𝜃 ; dimana 𝜃 ∈ [0, 𝜋]
Jadi hasil kali titik dua vector berupa scalar.
Dengan mengetahui besarnya 𝜃, akan diketahui apakah hasil kali titik akan bernilai positif atau
negative.
𝑎. 𝑏⃗ > 0 jika dan hanya jika 𝜃 sudut lancip (0 ≤ 𝜃 ≤ 90° )
𝑎. 𝑏⃗ = 0 jika dan hanya jika 𝜃 = 90° (𝑎 dan 𝑏⃗ saling tegak lurus)
𝑎. 𝑏⃗ < 0 jika dan hanya jika 𝜃 sudut tumpul (90 ≤ 𝜃 ≤ 180° )
Contoh
Diketahui 𝑎 = (1, −3) dan 𝑏⃗ = (3𝑘. −1), tentukan nilai k agar 𝑎 dan 𝑏⃗ saling tegak lurus.
Penyelesaian :
Agar 𝑎 dan 𝑏⃗ saling tegak lurus, maka haruslah 𝑎. 𝑏⃗ = 0
𝑎. 𝑏⃗ = (1.3𝑘) + ((−3). (−1)) = 3𝑘 + 3 = 0 → 𝑘 = −1.
 Panjang (norm) vector
Misalkan 𝑎 = (𝑎1 , 𝑎2 , 𝑎3 ), dengan menggunakan operasi hasil kali titik jika diketahui komponen
vektornya maka didapat
𝑎. 𝑎 = 𝑎1 2 + 𝑎2 2 + 𝑎3 2 …………..(1)
Dari hasil kali titik jika diketahui panjang vector dan sudut antara dua vektor
𝑎. 𝑎 = ‖𝑎‖ ‖𝑎‖ 𝑐𝑜𝑠 𝜃 …………….(2)
Dalam hal ini sudut antara vector 𝑎 dan vector 𝑎 adalah 0° karena keduanya saling berhimpit.
Dari persamaan 1 dan 2, maka didapat persamaan berikut.
𝑎. 𝑎 = 𝑎1 2 + 𝑎2 2 + 𝑎3 2
‖𝑎‖ ‖𝑎‖ 𝑐𝑜𝑠 0 = 𝑎1 2 + 𝑎2 2 + 𝑎3 2
‖𝑎‖ ‖𝑎‖ = 𝑎1 2 + 𝑎2 2 + 𝑎3 2
‖𝑎‖2 = 𝑎1 2 + 𝑎2 2 + 𝑎3 2
‖𝑎‖ = √𝑎1 2 + 𝑎2 2 + 𝑎3 2
 Jarak antara dua vector
Jarak antara vector 𝑎 dan 𝑏⃗ didefinisikan sebagai panjang dari vector (𝑏⃗ − 𝑎) dan biasanya

dinotasikan dengan 𝑑(𝑏⃗ − 𝑎) = ‖𝑎𝑏


⃗⃗⃗⃗ ‖ = √(𝑏1 − 𝑎1 )2 + (𝑏2 − 𝑎2 )2 + (𝑏3 − 𝑎3 )2

4. Hasil kali silang (Cross Product)


⃗ = (𝑢1 , 𝑢2 , 𝑢3 ) dan 𝑣 = (𝑣1 , 𝑣2 , 𝑣3 ), perkalian antara dua vector 𝑢
Diketahui 𝑢 ⃗ dan 𝑣
didefinisikan sebagai berikut.
𝑖 𝑗 𝑘 𝑢 𝑢3 𝑢1 𝑢3 𝑢1 𝑢2
⃗ 𝑥 𝑣 = |𝑢1
𝑢 𝑢2 𝑢3 | = |𝑣2 𝑣3 | 𝑖 − |𝑣1 𝑣3 | 𝑗 + |𝑣1 𝑣2 | 𝑘
2
𝑣1 𝑣2 𝑣3
= (𝑢2 . 𝑣3 − 𝑢3 . 𝑣2 )𝑖 − (𝑢1 . 𝑣3 − 𝑢3 . 𝑣1 )𝑗 + (𝑢1 . 𝑣2 − 𝑢2 . 𝑣1 )𝑘

BAB V
SISTEM PERSAMAAN LINIER

1. Pendahuluan
Suatu persamaan linier yang memuat n variabel 𝑥1 , 𝑥2 , 𝑥3 , … , 𝑥𝑛 dinyatakan dalam bentuk
𝑎1 𝑥1 + 𝑎2 𝑥2 + 𝑎3 𝑥3 + ⋯ + 𝑎𝑛 𝑥𝑛 = 𝑏 dengan 𝑎1 , 𝑎2 , 𝑎3 , … , 𝑎𝑛 , 𝑏 adalah konstanta riil. Dalam
hal ini, variabel yang dimaksud bukan merupakan fungsi trigonometri, fungsi logaritma ataupun
fungsi eksponensial.
Contoh
1. 𝑥 + 𝑦 = 4 (persamaan linier dengan 2 variabel)
2. 2𝑥 − 3𝑦 = 2𝑧 + 1 (persamaan linier dengan 3 variabel)
3. 2𝑙𝑜𝑔𝑥 + 𝑙𝑜𝑔𝑦 = 2 (bukan persamaan linier)
4. 2𝑒 𝑥 = 2𝑥 + 3 (bukan persamaan linier)
Pada sistem persamaan linier dengan dua variabel, secara geometris jika SPL tidak mempunyai
penyelesaian maka grafiknya berupa dua garis yang saling sejajar, jika penyelesaiannya tunggal
maka himpunan penyelesaiannya berupa sebuah titik hasil perpotongan dua garis sedangkan jika
penyelesaiannya banyak maka himpunan penyelesaiannya berupa dua garis lurus yang saling
berhimpit. Secara lebih jelas dapat dilihat pada contoh berikut.
Contoh
a. 𝑥 + 𝑦 = 2
2𝑥 + 2𝑦 = 6
Grafik tersebut menunjukkan bahwa kedua garis sejajar sehingga tidak penyelesaian yang
memenuhi sehingga disimpulkan bahwa SPL tidak konsisten.
b. 𝑥 − 𝑦 = 2
𝑥+𝑦 =2
Grafiknya tersebut menunjukkan bahwa himpunan penyelesaian dari SPL adalah titik potong
antara 𝑥 − 𝑦 = 2 dan 𝑥 + 𝑦 = 2 yaitu titik (2,0). Jadi penyelesaian dari SPL adalah tunggal
yaitu 𝑥 = 2 dan 𝑦 = 0.
c. 𝑥 + 𝑦 = 2
2𝑥 + 2𝑦 = 4
Grafik diatas bahwa 𝑥 + 𝑦 = 2 dan 2𝑥 + 2𝑦 = 4 saling berhimpit sehingga hanya terlihat seperti
satu garis saja. Himpunan penyelesaian dari SPL semua titik yang terletak disepanjang garis
tersebut. Misalkan diambil 𝑥 = 0 maka didapatkan 𝑦 = 2 yang memenuhi persamaan. Jika 𝑥 =
1 maka nilai 𝑦 = 1 adalah nilai yang memenuhi. Secara matematis dapat dituliskan sebagai
{(𝑥, 𝑦)|𝑥 = 2 − 𝑦, 𝑥 ∈ 𝑅, 𝑦 ∈ 𝑅}.
Untuk kasus sistem persamaan linier dengan menggunakan dua variabel, pembuatan grafik untuk
menentukan himpunan penyelesaian seperti ini masih memungkinkan, hanya saja untuk jumlah
variabel yang lebih banyak hal ini sulit dilakukan.
Sistem Persamaan Linier (SPL)
Sistem persamaan linier adalah himpunan berhingga dari persamaan linier.
Bentuk umum
𝑎11 𝑥11 + 𝑎12 𝑥12 + 𝑎13 𝑥13 + ⋯ + 𝑎1𝑛 𝑥1𝑛 = 𝑏1
𝑎21 𝑥21 + 𝑎22 𝑥22 + 𝑎23 𝑥23 + ⋯ + 𝑎2𝑛 𝑥2𝑛 = 𝑏2
𝑎31 𝑥31 + 𝑎32 𝑥32 + 𝑎33 𝑥33 + ⋯ + 𝑎3𝑛 𝑥3𝑛 = 𝑏3

𝑎𝑛1 𝑥𝑛1 + 𝑎𝑛2 𝑥𝑛2 + 𝑎𝑛3 𝑥𝑛3 + ⋯ + 𝑎𝑛𝑛 𝑥𝑛𝑛 = 𝑏𝑛
dimana 𝑥11 , 𝑥12 , 𝑥13 , … , 𝑥𝑛𝑛 adalah variabel dan 𝑎11 , 𝑎12 , 𝑎13 , … , 𝑎𝑛𝑛 , 𝑏 adalah konstanta.
Jika SPL diatas ditulis dalam bentuk matriks, maka :
𝑎11 𝑎12 … 𝑎1𝑛 𝑥1 𝑏1
𝑎 𝑎22 … 𝑎2𝑛 𝑥2 𝑏
[ 21 ][ ] = [ 2]
⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮
𝑎𝑚1 𝑎𝑚2 … 𝑎𝑚𝑛 𝑥𝑛 𝑏𝑚
Suatu matriks yang berbentuk :
𝑎11 𝑎12 … 𝑎1𝑛 𝑏1
𝑎21 𝑎22 … 𝑎2𝑛 𝑏2
[ ]
⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮
𝑎𝑚1 𝑎𝑚2 … 𝑎𝑚𝑛 𝑏𝑚
dinamakan matriks yang diperbesar (augmented matrix).
Jika 𝑏1 = 𝑏2 = 𝑏3 = ⋯ = 𝑏𝑚 = 0, maka SPL tersebut disebut sistem persamaan linier
homogen.
Jika 𝑏1 , 𝑏2 , 𝑏3 , … , 𝑏𝑚 tidak semuanya nol, maka SPL tersebut disebut sistem persamaan linier
nonhomogen.
Tidak semua sistem persamaan linier memiliki penyelesaian (solusi), sistem persamaan linier
yang memiliki penyelesaian memiliki dua kemungkinan yaitu penyelesaian tunggal dan
penyelesaian banyak. Secara lebih jelas dapat dilihat pada diagram berikut :
𝑇𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑚𝑒𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘𝑖 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑒𝑙𝑒𝑠𝑎𝑖𝑎𝑛 (𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑛)
𝑆𝑃𝐿 { 𝑆𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖 𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙
𝑀𝑒𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘𝑖 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑒𝑙𝑒𝑠𝑎𝑖𝑎𝑛 (𝑘𝑜𝑛𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑛) {
𝑠𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘
Kemungkinan-kemungkinan solusi sistem persamaan linier adalah
1. Tidak mempunyai penyelesaian.
2. Mempunyai tepat satu penyelesaian.
3. Mempunyai tak hingga banyak penyelesaian.
Sistem persamaan linier yang tidak mempunyai solusi disebut tak konsisten (inconsistent). Jika
ada sekurang-kurangnya satu penyelesaian, maka sistem persamaan linier tersebut konsisten
(consistent).
Metode Penyelesaian Sistem Persamaan Linier
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam menyelesaikan sistem persamaan linier,
metode-metode tersebut adalah :
1. Metode subtitusi
2. Metode eliminasi
3. Metode campuran (eliminasi dan subtitusi)
4. Metode Cramer
5. Metode invers matriks
6. Metode Gauss
7. Metode Gauss Jordan
Berikut penjelasan lebih rinci terkait metode penyelesaian sistem persamaan linier.
Metode Subtitusi
Metode subtitusi adalah metode atau cara menyelesaikan sistem persamaan linier dengan
mengganti salah satu variabel dari suatu persamaan dengan variabel yang diperoleh dari
persamaan linier yang lainnya.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh berikut.
Contoh
𝑥 + 3𝑦 = 7
2𝑥 + 2𝑦 = 6
Penyelesaian
Berdasarkan persamaan (1) maka diperoleh
𝑥 + 3𝑦 = 7 ⇒ 𝑥 = 7 − 3𝑦
Selanjutnya, masukkan persamaan (1) kedalam persamaan (2) untuk mencari nilai y
2𝑥 + 2𝑦 = 6
2(7 − 3𝑦) + 2𝑦 = 6
14 − 6𝑦 + 2𝑦 = 6
14 − 4𝑦 = 6
−4𝑦 = 6 − 14
−4𝑦 = −8
−8
𝑦 = −4

𝑦=2
Lebih lanjut, disubtitusikan nilai y kedalam persamaan (1) atau (2) untuk mendapatkan nilai x.
𝑥 = 7 − 3𝑦
𝑥 = 7 − 3(2)
𝑥 = 7−6
𝑥=1
Jadi, himpunan penyelesaiannya adalah {1,2}.
Metode Eliminasi
Metode eliminasi adalah metode atau cara penyelesaian sistem persamaan linier dengan cara
mengeliminasi atau menghilangkan salah satu variabel dengan menambahkan atau
mengurangkan dengan menyamakan koefisien yang akan dihilangkan tanpa memperhatikan nilai
positif atau negatif.
Apabila variabel yang akan dihilangkan bertanda sama, maka untuk mengeliminasi
menggunakan sistem operasi pengurangan. Sebaliknya apabila variabel yang akan dihilangkan
bertanda berbeda, maka untuk mengeliminasi menggunakan operasi penjumlahan.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh berikut.
Contoh
𝑥 + 3𝑦 = 7
2𝑥 + 2𝑦 = 6
Penyelesaian
Langkah pertama :
Lakukan eliminasi dengan mengurangkan untuk menghilangkan variabel atau koefisien x untuk
mengetahui nilai y
𝑥 + 3𝑦 = 7 | 𝑥2 | ⇒ 2𝑥 + 6𝑦 = 14
2𝑥 + 2𝑦 = 6 | 𝑥1 | ⇒ 2𝑥 + 2𝑦 = 6 −
4𝑦 = 8
𝑦=2
Langkah selanjutnya :
Lakukan eliminasi dengan mengurangkan untuk menghilangkan variabel atau koefisien y untuk
mengetahui nilai x
𝑥 + 3𝑦 = 7 | 𝑥2 | ⇒ 2𝑥 + 6𝑦 = 14
2𝑥 + 2𝑦 = 6 | 𝑥3 | ⇒ 6𝑥 + 6𝑦 = 18 −
−4𝑥 = −4
𝑥=1
Jadi, himpunan penyelesaiannya yang dihasilkan sama yaitu {1,2}.
Metode Campuran (Eliminasi dan Subtitusi)
Yang dimaksud dari metode ini, yaitu kita dalam mencari himpunan penyelesaian menggunakan
dua metode boleh gunakan eliminasi terlebih dahulu setelah diketahui salah satu nilai variabel
baik itu x atau y maka selanjutnya masukkan kedalam metode subtitusi atau sebaliknya.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh berikut.
Contoh
𝑥 + 3𝑦 = 7
2𝑥 + 2𝑦 = 6
Penyelesaian
Langkah pertama :
Lakukan eliminasi dengan mengurangkan untuk menghilangkan variabel atau koefisien y untuk
mengetahui nilai x

𝑥 + 3𝑦 = 7 | 𝑥2 | ⇒ 2𝑥 + 6𝑦 = 14
2𝑥 + 2𝑦 = 6 | 𝑥3 | ⇒ 6𝑥 + 6𝑦 = 18 −
−4𝑥 = −4
𝑥=1
Selanjutnya, subtitusikan nilai 𝑥 = 1 ke dalam salah satu persamaan :
𝑥 + 3𝑦 = 7
1 + 3𝑦 = 7
3𝑦 = 7 − 1
3𝑦 = 6
6
𝑦=3

𝑦=2
Jadi, himpunan penyelesaiannya yang dihasilkan sama yaitu {1,2}.
Metode Crammer
Metode Crammer didasarkan atas perhitungan determinan matriks. Suatu SPL yang berbentuk
𝐴𝑋 = 𝐵 dengan A adalah matriks persegi dapat dikerjakan dengan metode Crammer jika hasil
perhitungan menunjukkan bahwa 𝑑𝑒𝑡(𝐴) ≠ 0. Penyelesaian yang didapatkan dengan metode ini
adalah penyelesaian tunggal.
Diketahui suatu sistem persamaan linier berbentuk 𝐴𝑋 = 𝐵 dengan A adalah matriks koefisien
persegi dan 𝑑𝑒𝑡(𝐴) ≠ 0 sedangkan nilai X dan B adalah
𝑥1 𝑏1
𝑥2 𝑏2
𝑋 = [ ],𝐵 = [ ]
⋮ ⋮
𝑥𝑛 𝑏𝑛
Maka penyelesaian untuk x adalah
|𝐴1 | |𝐴2 | |𝐴3 | |𝐴𝑛 |
𝑥1 = , 𝑥2 = , 𝑥3 = , … , 𝑥𝑛 =
|𝐴| |𝐴| |𝐴| |𝐴|
dimana 𝐴𝑖 adalah matriks A yang kolom ke-i nya diganti dengan vektor B.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh berikut.
Contoh
2𝑥 + 5𝑦 + 5𝑧 = 1
−𝑥 − 𝑦 = 1
2𝑥 + 4𝑦 + 3𝑧 = −1
Penyelesaian
Sistem persamaan linier diatas dapat ditulis dalam bentuk matriks berikut
2 5 5 𝑥 1
[−1 −1 0] [𝑦] = [ 1 ]
2 4 3 𝑧 −1
2 5 5 1
Sehingga didapat matriks 𝐴 = [−1 −1 0] dan matriks 𝐵 = [ 1 ]
2 4 3 −1
2 5 5
−1 0 −1 0
Selanjutnya, dicari 𝑑𝑒𝑡(𝐴) = |−1 −1 0| = 2. (−1)1+1 | | + 5. (−1)1+2 | |+
4 3 2 3
2 4 3
−1 −1
5. (−1)1+3 | | = 2. (−3) + 5.3 + 5. (−2) = −6 + 15 + (−10) = −1.
2 4
Karena 𝑑𝑒𝑡(𝐴) ≠ 0 maka metode Crammer dapat digunakan.
Lebih lanjut, dicari 𝐴𝑖 dan 𝑑𝑒𝑡(𝐴𝑖 )
1 5 5
 𝐴1 = [ 1 −1 0]
−1 4 3
−1 0 1 0 1 −1
𝑑𝑒𝑡(𝐴1 ) = 1. (−1)1+1 | | + 5. (−1)1+2 | | + 5. (−1)1+3 | | = 1. (−3) +
4 3 −1 3 −1 4
5. (−3) + 5. (3) = −3 + (−15) + (15) = −3.
2 1 5
 𝐴2 = [−1 1 0]
2 −1 3
1 0 −1 0 −1 1
𝑑𝑒𝑡(𝐴2 ) = 2. (−1)1+1 | | + 1. (−1)1+2 | | + 5. (−1)1+3 | | = 2. (3) +
−1 3 2 3 2 −1
1. (3) + 5. (−1) = 6 + 3 + (−5) = 4.
2 5 1
 𝐴3 = [−1 −1 1 ]
2 4 −1
−1 1 −1 1 −1 −1
𝑑𝑒𝑡(𝐴1 ) = 2. (−1)1+1 | | + 5. (−1)1+2 | | + 1. (−1)1+3 | |=
4 −1 2 −1 2 4
2. (−3) + 5. (1) + 1. (−2) = −6 + (5) + (−2) = −3.
Jadi nilai untuk x, y, dan z adalah :
|𝐴1 | −3 |𝐴2 | 4 |𝐴3 | −3
𝑥= |𝐴|
= −1 = 3, 𝑦 = |𝐴|
= −1 = −4, dan 𝑧 = |𝐴|
= −1 = 3.

Metode Invers Matriks


Sistem persamaan linier (SPL) dapat ditulis dalam bentuk matriks 𝐴𝑋 = 𝐵 dengan A matriks
koefisien yang berbentuk persegi, maka sifat dari penyelesaian SPL dapat diketahui dari nilai
determinan A atau invers matriks A. Berikut ini adalah hubungan yang berlaku :
𝑑𝑒𝑡(𝐴) ≠ 0 ↔ 𝐴−1 terdefinisi (ada) ↔ SPL punya penyelesaian tunggal
𝑑𝑒𝑡(𝐴) = 0 ↔ 𝐴 tidak memiliki invers
𝑆𝑃𝐿 𝑚𝑒𝑚𝑝𝑢𝑛𝑦𝑎𝑖 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑒𝑙𝑒𝑠𝑎𝑖𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘
𝑑𝑒𝑡(𝐴) = 0 {
𝑆𝑃𝐿 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑚𝑒𝑚𝑝𝑢𝑛𝑦𝑎𝑖 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑒𝑙𝑒𝑠𝑎𝑖𝑎𝑛
Pada kasus 𝑑𝑒𝑡(𝐴) ≠ 0 untuk menentukan penyelesaiannya dapat digunakan invers matriks
untuk penghitungannya, yaitu
𝑋 = 𝐴−1 𝐵
Sedangkan pada kasus 𝑑𝑒𝑡(𝐴) = 0, untuk menentukan penyelesaian SPL harus digunakan
eliminasi Gauss –Jordan pada matriks diperbesar [𝐴|𝐵].
Contoh
2𝑥 + 5𝑦 + 5𝑧 = 1
−𝑥 − 𝑦 = 1
2𝑥 + 4𝑦 + 3𝑧 = −1
Penyelesaian
Sistem persamaan linier diatas dapat ditulis dalam bentuk matriks berikut
2 5 5 𝑥 1
[−1 −1 0] [𝑦] = [ 1 ]
2 4 3 𝑧 −1
2 5 5 1
Sehingga didapat matriks 𝐴 = [−1 −1 0] dan matriks 𝐵 = [ 1 ]
2 4 3 −1
2 5 5
−1 0 −1 0
Selanjutnya, dicari 𝑑𝑒𝑡(𝐴) = |−1 −1 0| = 2. (−1)1+1 | | + 5. (−1)1+2 | |+
4 3 2 3
2 4 3
−1 −1
5. (−1)1+3 | | = 2. (−3) + 5.3 + 5. (−2) = −6 + 15 + (−10) = −1.
2 4
Karena 𝑑𝑒𝑡(𝐴) ≠ 0 maka sistem persamaan linier tersebut mempunyai penyelesaiannya tunggal.

Anda mungkin juga menyukai