Anda di halaman 1dari 13

Laporan Progress Pengolahan Data Geolistrik Konfigurasi Dipole-Dipole di Kabupaten

Banyuwangi, Lumajang, Trenggalek dan Pacitan untuk Mitigasi Tanah Longsor

Telah dilakukan pengambilan data dan pengolahan data geolistrik konfigurasi dipole-dipole
untuk tujuan mitigasi tanah longsor. Lokasi pengambilan data berada di empat kabupaten di
provinsi Jawa Timur, yaitu Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Lumajang, Kabupaten
Trenggalek, dan Kabupaten Pacitan. Setiap kabupaten setidaknya memiliki satu lintasan
pengukuran, kecuali di Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Pacitan memiliki dua lintasan
pengukuran. Dari data yang didapatkan dan diolah, akan diinterpretasikan zona yang memiliki
indikasi rawan longsor apabila zona tersebut tersaturasi dengan air. Berikut adalah hasil
interpretasi dimulai dari Kabupaten Banyuwangi hingga Kabupaten Pacitan.

Kabupaten Banyuwangi
Pengukuran geolistrik di Kabupaten Banyuwangi dilaksanakan di tepi Jalan Nasional
Banyuwangi-Jember. Jalan raya ini berada di sebelah Barat Daya Gunung Raung. Lokasi
penelitian ini berada pada Formasi Batu Ampar yang terdiri atas perselingan batu pasir, dan batu
lempung, breksi dan konglomerat (Sapei dkk, 1992). Formasi ini berumur Oligosen hingga
Miosen Tengah. Apabila dilihat dari satuan penyusun Formasi Batu Ampar, terdapat perselingan
batu pasir dan batu lempung yang memiliki indikasi potensi longsor. Satuan batu pasir dapat
menjadi lapisan yang jenuh air apabila terkena air dan batu lempung dapat menjadi bidang
gelincir bagi lapisan batu pasir yang jenuh air. Namun tidak menutup kemungkinan apabila di
lokasi penelitian terdapat batuan piroklastik yang berasal dari Gunung Raung yang akan
menambah sifat mudah lepas, tidak kompak, kemampuan menyerap dan melepaskan air.

Dari data geolistrik yang didapatkan dapat dibagi menjadi empat zona yang masing-masing
memiliki rentang nilai resistivitas. Zona batuan keras memiliki rentang nilai resistivitas 220 Ω.m
- 600Ω.m. Indikasi lapisan bidang gelincir memiliki rentang nilai resistivitas 50 Ω.m – 219 Ω.m.
Lapisan jenuh air memiliki rentang nilai 10 Ω.m-30 Ω.m. Sedang kan untuk lapisan tanah
penutup memiliki rentang nilai resistivitas 30 Ω.m-50 Ω.m. Dengan mengetahui lapisan yang
memiliki indikasi potensi longsor, dapat dilakukan pengurangan faktor potensi dengan tindakan
pencegahan
Soil penutup Soil penutup

Jenuh air
Bidang gelincir (?)
)

Batuan Keras

Gambar 1 Penampang 2D lintasan Kabupaten Banyuwangi


tanah longsor dengan beragam pendekatan keteknikan sipil dan geoteknik.

Lumajang
Pengukurang geolistrik di Kabupaten Lumajang dilakukan di pinggir Jalan Nasional Lumajang-
Jember. Jalan raya ini terletak di sebelah kaki Tenggara Gunung Semeru. Lokasi penelitian
terletak pada Formasi Batuan Gunung Api Semeru (Suwarti dkk, 1992). Tipe letusan Gunung
Semeru yang eksplosif, membuat pelamparan Formasi Batuan Gunung Api Semeru ini luas.
Terlebih dengan terbukanya kawah di bagian Tenggara yang menjadi penyebab banyak batuan
gunung api dan juga piroklastik tertransportasikan dan terendapkan sebagai batuan sedimen
gunung api. Oleh karena itu, dengan beragamnya batuan gunung api yang dihasilkan oleh
Gunung Semeru dalam waktu yang singkat, maka sulit bagi material yang tertransportasi untuk
mengendap dan mengalami proses kompaksi. Hal ini tentunya dapat memberikan indikasi
potensi tanah longsor apabila tidak diperhatikan aspek keamanan keteknikan sipil dan geoteknik

Lumajang 1
Lintasan pertama yang didapatkan dan diolah datanya menghasilkan penampang 2D geolistrik.
Selanjutnya dari penampang 2D geolistrik tersebut, dilakukan interpretasi sebagai berikut.
Adanya lapisan jenuh air pada kedalaman 12m – 17m di bawah permukaan tanah dengan rentang
nilai resistivitas 10 Ω.m – 30 Ω.m. Kemudian lapisan transisi yang berada pada kedalaman 8m –
12m yang memiliki rentang nilai resistivitas 30 Ω.m-70 Ω.m. Lapisan pasir kering pada
permukaan hingga kedalaman 7.8 m dengan rentang nilai resistivitas 100 Ω.m- 200 Ω.m.
Lapisan jenuh air yang berada di permukaan hingga kedalaman 2 m dengan rentang nilai
resistivitas 10 Ω.m-30 Ω.m.
Hasil penampang 2D lintasan 1 menunjukkan lapisan jenuh air di bagian paling bawah, hal ini
dapat mengindikasikan adanya kemungkinan lapisan bidang gelincir yang lebih dalam. Apabila
dugaan ini tepat, maka perlu dilakukan pengukuran yang lebih dalam sehingga dapat diketahui
seberapa tebal lapisan yang menjadi tanah longsor apabila lapisan tersebut tersaturasi oleh air.
Jenuh air di dekat permukaan
Pasir kering

Transisi

Jenuh air

Gambar 2 Penampang 2D lintasan pengukuran Lumajang 1

Jenuh air Boulder

Jenuh air

Bidang gelincir (?)


Batuan keras

Gambar 3 Penampang 2D lintasan Pengukuran Lumajang 2


Lumajang 2
Lintasan pertama yang didapatkan dan diolah datanya menghasilkan penampang 2D geolistrik.
Selanjutnya dari penampang 2D geolistrik tersebut, dilakukan interpretasi sebagai berikut.
Adanya lapisan batuan keras pada kedalaman 6 m -18 meter di sebelah kiri penampang dan
semakin menipis di bagian kanan. Rentang nilai resistivitas untuk lapisan batuan keras ini adalah
200 Ω.m - 300 Ω.m. Lapisan yang diduga sebagai bidang gelincir ada pada kedalaman 2m di
bagian kiri dan semakin masuk ke dalam pada kedalaman 10 m di bagian kanan penampang.
Rentang nilai resistivitas lapisan yang diduga bidang gelincir adalah 80 Ω.m-200 Ω.m. Pada
lintasan ini juga ditemukan indikasi bongkah batuan gunung api dari Gunung semeru yang
memiliki rentang nilai resistivitas 180 Ω.m-230 Ω.m. Selanjutnya lapisan jenuh air pada
penampang ini menebal ke arah kanan penampang dan memiliki rentang nilai resistivitas 37
Ω.m- 78 Ω.m. Pada penampang lintasan geolistrik Lumajang 2, indikasi lapisan bidang gelincir
terlihat ideal sehingga apabila dilakukan test pengeboran dan dinyatakan tepat indikasinya, dapat
dilakukan pencegahan tanah longsor dengan pembuatan teras atau pengerukan lapisan yang
mudah lepas dan mudah jenuh air.

Trenggalek
Lokasi pengukurang geolistrik di Kabupaten Trenggalek dilakukan di pinggir Jalan Nasional
Trenggalek-Ponorogo. Lokasi penelitian termasuk dalam Formasi Mandalika atau yang sering
disebut dengan Old Andesite Formation (Samodra dkk, 1992). Formasi Mandalika terdiri satuan
breksi gunung api, lava dan tuf, serta sisipan batu pasir dan batu lanau. Dari hasil penampang 2D
yang didapatkan dikelompokkan tiga lapisan yang berbeda yaitu lapisan jenuh air yang berada
pada kedalaman 1,5 m – 3 m yang memiliki rentang nilai resistivitas 7 Ω.m -35Ω.m. Lapisan
yang diduga sebagai bidang gelincir berada pada kedalaman 3m -7 m dengan rentang nilai
resistivitas 35 Ω.m – 150 Ω.m. Sedangkan lapisan batuan keras berada pada kedalaman 7m- 17m
dengan rentang nilai 150 Ω.m- 1400 Ω.m. Formasi Mandalika berumur akhir Oligosen hingga
Miosen Awal. Umur Formasi sekitar 25 Juta tahun, membuat beberapa bagian dari Formasi
Mandalika telah mengalami pelapukan. Proses pelapukan ini perlu diwaspadai karena dapat
menjadi potensi tanah longsor karena sifat dari hasil pelapukan Formasi Mandalika adalah tidak
kompat, mudah lepas dan dapat tersaturasi oleh air.
Jenuh air di permukaan
Bidang gelincir (?)

Batuan Keras

Gambar 4 Penampang 2D lintasan pengukuran Trenggalek


Pacitan
Lokasi pengukurang geolistrik di Kabupaten Pacitan dilakukan di pinggir Jalan Nasional
Trenggalek-Pacitan dan di sebelah Tenggara Kabupaten Pacitan. Secara geologi, kedua lokasi
pengukuran geolistrik ini berada pada Formasi Arjosari yang terdiri dari satuan konglomerat,
batu pasir, batu lanau, batu gamping, napal pasiran, batu apung, sisipan breksi gunung api, lava
dan tuf ( Samodra dkk, 1992) . Selain itu secara morfologi, kedua lokasi ini pengukuran ini
berada pada sisi dari kawah gunung api purba. Sehingga kedua lokasi penelitian ini memiliki
indikasi potensi longsor karena terletak pada sisi kawah luar dan dalam dari gunung api purba.
Selain itu, umur Formasi Arjosari sekitar 28 juta tahun juga sudah mengalami pelapukan di
beberapa tempat. Daerah yang mengalami pelapukan dapat menambah faktor ketidakamanan
untuk dihuni karena material lapukan memiliki sifat mudah lepas, tidak kompak dan mudah
tersaturasi oleh air.
Pacitan 1
Pada lintasan pertama telah didapatkan data dan diolah, selanjutnya diinterpretasikan sebagai
berikut. Lintasan pertama diinterpretasikan memiliki dua lapisan yaitu lapisan jenuh air dan
lapisan bidang gelincir. Pada bidang gelincir lintasan Pacitan 1, terdapat zona yang memiliki
nilai resistivitas tinggi. Zona ini diindikasikan sebagai satuan lava yang mungkin sudah melapuk
dari Formasi Arjosari. Kedalaman zona yang diindikasikan sebagai lava Formasi Arjosari
beragam, terdalam dari section Pacitan 1 adalah 8 meter hingga ada yang mendekati permukaan,
sekitar 1 meter di bawah permukaan tanah. Nilai resistivitas indikasi lava Formasi Arjosari
adalah 100 Ω.m – 600 Ω.m. Pada section Pacitan 1, lapisan yang jenuh air berada di tiga bagian.
Pertama di dekat permukaan, sebelah kiri dari section, kedua di tengah section dengan
kedalaman 4 m dari permukaan tanah, ketiga berada di kiri-bawah section dengan kedalaman 10
m – 18 m dari permukaan tanah. Lapisan jenuh air ini dapat menjadi salah satu faktor untuk
terjadinya longsor apabila ditambah dengan faktor lain seperti daya dukung tanah, kemiringan,
serta curah hujan yang tinggi. Selain itu lapisan jenuh air ini memiliki rentang nilai resistivitas
1.5 Ω.m – 20 Ω.m. Pada section Pacitan 1 ini juga terdapat lapisan bidang gelincir. Lapisan ini
diindikasikan sebagai lapisan lapuk yang kedap air sehingga tidak mampu untuk meloloskan air.
Apabila lapisan tanah yang berada di datas lapisan kedap air mengalami penjenuhan oleh air,
maka potensi longsor dapat terjadi. Pada section Pacitan 1, lapisan bidang gelincir ini memiliki
nilai resistivitas 21 Ω.m – 99 Ω.m
Pacitan 2
Pada lintasan kedua dapat diinterpretasikan sebagai berikut. Lapisan jenuh air pada permukaan
hingga kedalaman 4 m dengan rentang nilai resistivitas 2 Ω.m - 10 Ω.m. Lapisan yang diduga
sebagai bidang gelincir pada kedalaman 4 m hingga 7m dengan rentang nilai resistivitas 11 Ω.m
– 80 Ω.m. Bidang gelincir diduga merupakan lapisan lempung yang mungkin berasal dari
pelapukan tuff, batuan kaya feldspar, atau material berukuran halus yang kedap air. Lapisan yang
paling bawah adalah lapisan batuan keras. Lapisan batuan keras ini berada pada kedalaman 7m
dengan rentang nilai resistivitas 80 Ω.m - 240 Ω.m. Lapisan batuan keras ini memiliki nilai
resistivitas tinggi disebabkan oleh kompaknya batuan tersebut sehingga arus listrik sulit untuk
melewati batuan tersebut. Kompaknya batuan juga menjadi tanda bahwa lapisan tersebut belum
mengalami pelapukan.
Batuan Keras

Jenuh Air

Jenuh Air

Bidang gelincir (Clay)


Jenuh Air

Gambar 5 Penampang 2D lintasan pengukuran Pacitan 1

Jenuh Air

Bidang Gelincir (?)

Batuan Keras

Gambar 6 Penampang 2D lintasan pengukuran Pacitan


Rekomendasi Titik Pengeboran
No Lintasan Meter dari 0 Kedalaman Indikasi
(X-loc)
1 Pacitan 1 16 5m–7m Clay Zone
2 Pacitan 1 22-24 5m-10 m Batuan keras
3 Pacitan 1 32 2m – 4m Batuan keras
4 Pacitan 1 40 2m – 8m Batuan keras hingga
jenuh air
5 Pacitan 2 26-30 6m-8m Clay zone hingga
batuan keras
6 Trenggalek 16, 36-40 7m, 8 m Clay zone hingga
batuan keras
7 Lumajang 1 30-34 >17m Menembus zona
indikasi aquifer
untuk menemukan
batuan keras
8 Lumajang 2 10-14 5m – 8 m Batuan keras
9 Lumajang 2 24-26 2m – 4m Boulder batuan keras
10 Lumajang 2 30-32 12m – 18m Zona clay hingga
batuan keras
11 Banyuwangi 28-32 10m – 15m Zona clay hingga
batuan keras
Daftar pustaka

Samodra, H., Gafoer, S., Tjoekrosapoetro, S. 1992. Peta Geologi Lembar Pacitan,
Pusat penelitian dan pengembangan geologi. Bandung
Samodra, H., Gafoer, S., Tjoekrosapoetro, S. 1992. Peta Geologi Lembar
Tulungagung, Pusat penelitian dan pengembangan geologi. Bandung
Sapei, T., Suganda, A. H., Astadiredja, K. A. S,. Suharsono. 1992. Peta Geologi
Lembar Jember. Pusat penelitian dan pengembangan geologi. Bandung.
Suwarti, T. dan Suharsono. 1992. Peta Geologi Lembar Lumajang. Pusat
penelitian dan pengembangan geologi. Bandung

Anda mungkin juga menyukai