Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS BIDANG GELINCIR DALAM MENENTUKAN POTENSI DAN

ARAH LONGSORAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK


KONFIGURASI WENNER DI DESA KAYUAMBON LEMBANG KABUPATEN
BANDUNG BARAT

Taufik Ramlan Ramalis, Mimin Iryanti dan Nanang Dwi Ardi


Taufik_lab.ipba@upi.edu, mimin_iryanti@yahoo.com

Penelitian ini bertemakan potensi longsoran di daerah Kayu Ambon Lembang, hal ini sangat
penting dikarenakan hasil dari penelitian ini dapat dijadikan referensi bagaimana pemerintah
setempat dapat mengantisipasi keadaan desanya. Apalagi lokasi penelitian ini berada di jalan
alternative, Bandung-lembang, jalur jalan ini biasanya akan ramai bila jalan perbatasan
Bandung dan Kab Bandung barat mengalami kemacetan. Sebagai jalan alternative, jalur ini
seharusnya dapat membantu masyarakat untuk beraktivitas sebagiaman mana mestinya. Akan
tetapi jalur ini sering mangalami longsor sehingga tidak dapat membantu masyarakat dalam
beraktivitas.
Hal itulah yang mendasari peneliti untuk melihat potensi dan arah longsoran di jalan jalur
Bandung-Lembang berdasarkan nilai resistivitasnya. Salah satu metoda geofisika yang dapat
digunakan dalam penelitian potensi dan arah longsoran di Desa kayuambon Lembang adalah
metoda Geolistrik Tahananjenis konfigurasi Wenner. Secara garis besar penelitian ini terdiri
dari kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
(1) Studi literatur yang geologi dari daerah penelitian. Mengacu kepada peta geologi regional
lembar Bandung (P.H Silitonga) dan pengecekan batuan dilapangan maka daerah
penelitian dapat dibagi menjadi 4 kelompok batuan, yaitu :
1. Hasil Gunungapi Tua tak teruraikan (Qvu), Kelompok batuan ini merupakan
perselingan antara breksi gunungapi, lahar dan lava.
2. Tuf berbatu apung (Qyt), Kelompok batuan ini terdiri dari pasir tufaan, lapili, bom-
bom, lava berongga dan kepingan kepingan basal – andesit, padat dan bersudut ,
banyak terdapat bongkahan dan pecahan batuapung yang berasal dari gunung
Tangkuban Perahu.
3. Tuf pasir (Qyd), Kelompok batuan ini terdiri atas tuf yang berasal dari gunung Dano
dan gunung Tangkuban Perahu, tuf pasir berwarna coklat dengan porus yang tinggi,
mengandung kristal kristal hornblende yang kasar, lahar lapuk berwarna kemerah –
merahan, lapisan lapisan lapili dan breksi
4. Kolovium (Qc), Kelompok ini terdiri dari batuan yang berasal dari reruntuhan
pegunungan pegunungan hasil gunung api tua yaitu berupa bongkah batuan beku
andesit sampai dengan basal ,batu gamping, breksi, batu pasir tufaan dan lempung tuf.

Pada citra satelit dan morfotektonik terlihat jelas kelurusan yang membentuk morfologi
punggungan berarah relatif Barat – timur kemudian berbelok kearah Baratlaut –
Tenggara. Dari analisis citra landsat terlihat blok disebelah selatan relative lebih turun
dibandingkan blok disebelah utaranya. Secara regional struktur patahan ini disebut
dengan Patahan Lembang ( Sesar Lembang ) membentang dari daerah Parongpong dan
menghilang didaerah Sumedang .Patahan ini memotong endapan Gunung api tua yang
berumur Kuarter dan dapat dikategorikan sebagai sesar neotektonik dan kandidat sesar
aktif.

1
(2) Simulasi skala laboratorium untuk memilih lintasan dan spasi yang digunakan,
Ada 4 lintasan yang diukur, Lintasan 1, dengan panjang lintasan 111m searah utara-
selatan, dengan ketinggian 1200 – 1220 m diatas permukaan laut dengan spasi 5 meter.
Lintasan 2 dengan panjang 42m dan ketinggianya 1182-1194 diatas permukaan laut
dengan spasi 3 meter searah barat-timur. Lintasan 3 searah utara-selatan dengan panjang
lintasan 70 meter dengan ketinggian 1180-1200 diatas permukaan laut dengan spasi 3
meter. Dan lintasan ke 4 dengan panjang 51 meter dengan ketinggian 1190-1198 meter
diatas permukaan laut dengan spasi elektroda 3 meter searah barat-timur.

(3) Pengukuran di lapangan dengan metoda geolistrik tahanan jenis konfigurasi Wenner,

Pada metode geolistrik resistivitas, arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua
elektroda arus (terletak diluar konfigurasi). Beda potensial yang terjadi diukur melalui dua
elektroda potensial yang berada didalam konfigurasi. Dengan jarak spasi antar elektroda
yang sama.

C1 P1 P2 C2
r1 r2
r3 r4

1 Gambar Skema penempatan elektroda


Dua elektroda arus dan dua elektroda potensial

(4) Interpretasi batuan dan penentuan zona bidang gelincir serta penentuan arah longsoran,
Lintasan 1, dengan resistivitas antara 17,3-136 ohm meter dengan perkiraan lempung,
batuan gamping dan batuan andesit.. Lintasan 2 dengan panjang 42m dan ketinggianya
1182-1194 dpl, memiliki resistivitas 14,3-269 dengan jenis batuan bantuan andesit
dengan nilai resistivitas 77,1 – 269 ohmmeter terdiri dari batuan lempung, pasir dan
gamping. Kedua lintasan ini memiliki potensi terjadinya lonsor bila dilihat dari
penampang lintasan yang dihasilkan karena adanya kontras resistivitas dari lapisan
pertama dan kedua. Lintasan 3 memilki kisaran resistivitas 17,9 – 131 ohmmeter terdiri
dari batuan andesit, pasir, lempung dan campuran silt. Lintasn ke 4 memilki resistivitas
3,71 – 77.77 ohmmeter diperkirakan lapisan batuan penyusunnya berupa lempeng, batu
pasir, andesit dan gamping.

2
Dengan interpretasi batuan dibawah ini:
1. Lapisan atas (pasir) mempunyai beban yang lebih berat dibandingkan dengan lapisan
bawahnya (andesit) karena pasir menyimpan air yang sangat memungkinkan
mempunyai beban yang lebih berat.
2. Air yang masuk tidak dapat menembus lapisan bawah (andesit) sehingga air tersebut
akan terkumpul pada permukaan lapisan bawah yang menyebabkan lapisan tersebut
menjadi licin
3. Akibat licinnya permukaan lapisan bawah (andesit) menyebabkan gaya gesek
berkurang dan sangat memungkinkan terjadinya longsor.

(6) Pemodelan 2D zona bidang gelincir dan arah longoran tanah

Bidang gelincir

Gambar 2. lintasan 1 dengan arah pengukuran selatan-utara


Bidang gelincir di lintasan yang dikur diperoleh dari, kontras resistivitas antar dua
batuan yang saling berdekatan. Bila resistivitas lapisan atasnya jauh lebih rendah
dari resistivitas lapisan bawah maka sangat menungkinkan terjadi longsoran hal
ini dikarenakan lapisan tersebut akan gampang terkikis dan mengalir, apalagi bila
didukung oleh bidang yang cukup terjal dan curah hujan diwilayah tersebut
sangat tinggi.
Potensi dan arah longsoran dilintasn yang diukur adalah lintasn yang sangat
rawan longsor terjadi di lintasan 1, selain karena kemiringan bidang dan curah
hujan, penyebab sering terjadi longosran juga diakibatkan oleh penggunaan
lintasan tersebut sebagai jalan umum sehingga beban lintasan ini sangat berat
sedangkan lapisan dibawah tidak terlalu kuat untuk menahan beban yang
melintas. Hal ini dapat menyebabkan terjadi longsoran di jalan tersebut.

3
4
5

Anda mungkin juga menyukai