Anda di halaman 1dari 16

BUPATI NIAS SELATAN

PROVINSI SUMATERA UTARA

PERATURAN BUPATI NIAS SELATAN


NOMOR TAHUN 2020

TENTANG

PERCEPATAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN STUNTING


DI KABUPATEN NIAS SELATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI NIAS SELATAN,

Menimbang : a. bahwa kejadian stunting pada balita masih banyak terjadi


di Kabupaten Nias Selatan sehingga dapat menghambat
upaya peningkatan kesehatan masyarakat dan
pembangunan Sumber Daya Manusia yang berkualitas;
b. bahwa percepatan pencegahan dan penanggulangan
stunting harus melibatkan semua pihak terkait karena
merupakan program utama nasional yang harus
dilaksanakan sampai tingkat daerah secara terintegrasi;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan b serta untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 15 Peraturan Presiden
Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi, dipandang perlu menetapkan
Peraturan Bupati tentang Percepatan Pencegahan dan
Penanggulangan Stunting di Kabupaten Nias Selatan.
Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Korupsi;
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tashun
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5063);
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2003 tentang Pembentukan Kabupaten Nias Selatan,
Kabupaten Pakpak Bharat dan Kabupaten Humbang
Hasundutan di Provinsi Sumatera Utara (Lembaran
Negara Indonesia Tahun 2003 nomor 29, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4272);
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara;
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional;
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah;
7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2013 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan;
8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587),
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38
Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah;
11. Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang
Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 100);
12. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 4 Tahun 2010
tentang Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi;
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
2269/Menkes/Per/XI/2011 tentang Pedoman Pembinaan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 755);
14. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan;
15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
75 Tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi Bagi
Bangsa Indonesia;
16. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
23 Tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi;
17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
25 Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak;
18. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang;
19. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
88 Tahun 2014 tentang Standar Tablet Tambah Darah
bagi Wanita Usia Subur dan Ibu Hamil;
20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;
21. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
21 Tahun 2015 tentang Standar Kapsul Vitamin A bagi
Bayi, Anak Balita dan Ibu Nifas;
22. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
51 Tahun 2016 tentang Standar Produk Suplementasi
Gizi;
23. Peraturan Daerah Kabupaten Nias Selatan Nomor 02
Tahun 2016 tentang Pembentukan Perangkat Daerah
Pemerintah Kabupaten Nias Selatan;
24. Peraturan Daerah Kabupaten Nias Selatan Nomor 03
Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Kabupaten Nias Selatan.

MEMUTUSKAN

Menetapkan: PERATURAN BUPATI NIAS SELATAN TENTANG PERCEPATAN


PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN STUNTING DI
KABUPATEN NIAS SELATAN.

BAB I
Ketentuan Umum

Pasal 1

Dalam Peraturan Bupati ini, yang dimaksud dengan:


1. Daerah adalah Kabupaten Nias Selatan.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Nias Selatan.
3. Bupati adalah Bupati Nias Selatan.
4. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Nias Selatan.
5. Organisasi Perangkat Daerah selanjutnya disingkat dengan OPD adalah
Organisasi Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nias
Selatan.
6. Kepala Dinas/Badan adalah Kepala Dinas/Badan dari setiap Tim
Percepatan Pencegahan Stunting yang dibentuk berdasarkan Surat
Keputusan Bupati Nias Selatan.
7. Camat adalah 35 camat yang ada di wilayah Kabupaten Nias Selatan yang
merupakan anggota Tim Percepatan Pencegahan Stunting yang telah
dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Bupati Nias Selatan.
8. Puskesmas adalah 36 puskesmas yang ada di wilayah Kabupaten Nias
Selatan yang merupakan anggota Tim Percepatan Pencegahan Stunting
yang telah dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Bupati Nias Selatan.
9. Lintas Sektor adalah Organisasi Perangkat Daerah di Kabupaten Nias
Selatan di luar dinas kesehatan, organisasi profesi kesehatan, organisasi
non pemerintah (Lembaga Swadaya Masyarakat), lembaga donor, dunia
usaha maupun masyarakat.
10. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak-anak akibat dari
kekurangan gizi kronis, sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.
11. Intervensi Gizi Spesifik adalah intervensi terhadap penyebab langsung
masalah gizi yang pada umumnya dilaksanakan oleh petugas dan atau
sektor kesehatan.
12. Intervensi Gizi Sensitif adalah intervensi yang dilakukan melalui berbagai
kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan dengan sasaran
masyarakat umum.
13. Upaya perbaikan gizi adalah kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang
dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk
memelihara dan meningkatkan status gizi masyarakat dalam bentuk upaya
promotif, preventif, dan kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat.
14. Aksi Seribu Hari Pertama Kehidupan (HPK) adalah intervensi yang
dilakukan untuk memperkuat pelayanan kesehatan dan gizi yang
ditujukan kepada ibu maupun anak dimulai sejak masa konsepsi sampai
dengan anak berumur 2 tahun.
15. Surveilans gizi adalah pengamatan secara teratur dan terus-menerus yang
dilakukan oleh tenaga gizi dan/atau tenaga kesehatan lain terlatih
terhadap semua aspek gangguan gizi, baik keadaan maupun
penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan
pencegahan dan penanggulangan masalah gizi.
16. Penyakit degeneratif adalah istilah medis untuk menjelaskan suatu
penyakit yang muncul akibat proses kemunduran fungsi sel tubuh yaitu
dari keadaan normal menjadi lebih buruk. Penyakit ini antara lain: diabetes
mellitus, stroke, jantung koroner, kardiovaskuler, dislipidemia, gagal ginjal
dan sebagainya.
17. Tenaga pelaksana terlatih adalah tenaga kesehatan yang berkualifikasi
minimal lulusan Diploma III bidang gizi, keperawatan atau kebidanan yang
memilki Surat Tanda Registrasi (STR).
18. Posyandu adalah salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, dan
untuk masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada
masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk
mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi serta kasus
masalah gizi.
19. Air Susu Ibu yang selanjutnya disebut ASI adalah cairan yang keluar dari
payudara wanita yang mengandung sel-sel darah putih, immunoglobulin,
enzim dan hormon, serta protein spesifik dan zat-zat gizi lainnya yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak.

BAB II
Maksud, Tujuan, dan Azas

Pasal 2

Pencegahan dan penanggulangan stunting dimaksudkan untuk meningkatkan


mutu gizi perseorangan, keluarga, dan masyarakat melalui:
a. perbaikan pola konsumsi makanan;
b. perbaikan perilaku sadar gizi;
c. peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi sesuai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi;
d. peningkatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi.

Pasal 3

Tujuan pencegahan dan penanggulangan stunting adalah meningkatkan status


gizi masyarakat dan kualitas sumber daya manusia.

Pasal 4

Azas-azas percepatan pencegahan dan penanggulangan stunting adalah:


a. bertindak cepat dan akurat, artinya dalam upaya percepatan pencegahan
dan penanggulangan stunting tenaga pelaksana terlatih harus bertindak
cepat sesuai prosedur tetap pelayanan gizi dan kode etik profesi;
b. penguatan kelembagaan dan kerjasama, artinya dalam upaya percepatan
pencegahan dan penanggulangan stunting, tidak hanya dapat dilakukan
secara sektoral akan tetapi membutuhkan dukungan multi sektor dan
program lain;
c. transparansi, artinya azas yang menentukan bahwa dalam segala hal yang
berhubungan dengan percepatan pencegahan dan penanggulangan
stunting, harus dilakukan secara terbuka;
d. peka budaya, artinya azas yang menentukan bahwa dalam segala hal yang
berhubungan dengan percepatan pencegahan dan penanggulangan
stunting, harus memperhatikan sosio budaya setempat; dan
e. akuntabilitas, artinya azas yang menentukan bahwa dalam segala hal yang
berhubungan dengan percepatan pencegahan dan penanggulangan
stunting, harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab.

Bagian Kedua
Ruang Lingkup

Pasal 5

Ruang lingkup percepatan pencegahan dan penanggulangan stunting meliputi


arah kebijakan, aksi, sasaran, pemberdayaan masyarakat dan edukasi.

Arah Kebijakan

Pasal 6

Arah kebijakan percepatan pencegahan dan penanggulangan stunting adalah:


a. meningkatkan status gizi masyarakat di Kabupaten Nias Selatan pada
seluruh siklus kehidupan baik pada tingkat individu, keluarga dan
masyarakat;
b. meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan gizi yang berkualitas
baik di tingkat pelayanan primer maupun sekunder;
c. meningkatkan pengendalian penyakit yang berkontribusi terhadap kejadian
masalah gizi;
d. meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan dan kualitas
pangan bagi masyarakat; dan
e. meningakatkan upaya promotif dan preventif terkait dengan masalah gizi
secara dini.

Aksi

Pasal 7

Aksi bersama dan terobosan untuk percepatan pencegahan dan


penanggulangan stunting dilakukan melalui berberapa strategi yang meliputi:
a. kampanye dengan fokus pada pemahaman, perubahan perilaku, komitmen
politik dan akuntabilitas;
b. konvergensi, koordinasi dan konsolidasi program nasional, daerah dan
masyarakat;
c. aksesibilitas pelayanan yang bermutu;
d. pengendalian faktor risiko dan penyebab;
e. pemberdayaan masyarakat; dan
f. pemantauan dan evaluasi.

Sasaran
Pasal 8

1. Sasaran kegiatan penurunan stunting, meliputi:


a. sasaran untuk intervensi gizi spesifik; dan
b. sasaran untuk intervensi gizi sensitif.
2. Sasaran untuk intervensi gizi spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, meliputi:
a. remaja putri dan putra;
b. calon pengantin;
c. ibu hamil;
d. ibu menyusui dengan anak di bawah usia 6 bulan;
e. ibu dengan anak usia 6-23 bulan;
f. anak usia 0-5 bulan;
g. anak usia >6-59 bulan.
3. Sasaran untuk intervensi gizi sensitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b yaitu masyarakat dan keluarga.

Pasal 9

1. Kegiatan intervensi gizi spesifik dengan sasaran remaja putri dan putra
sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) huruf a, meliputi:
a. suplementasi tablet tambah darah bagi remaja putra dan putri; dan
b. pemberian komunikasi, informasi dan edukasi tentang gizi dan kesehatan
reproduksi.
2. Kegiatan intervensi gizi spesifik dengan sasaran calon pengantin
sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) huruf b, meliputi:
a. konseling kesehatan calon pengantin;
b. pemeriksaan laboratorium; dan
c. pemberian imunisasi Tetanus Toxoid (TT).
3. Kegiatan intervensi gizi spesifik dengan sasaran ibu hamil sebagaimana
dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) huruf c, meliputi:
a. pemeriksaan kehamilan berkualitsa dan terfokus;
b. pemberian makanan tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi
kekurangan energi kronis;
c. upaya mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat;
d. upaya menagtasi kekurangan Iodium;
e. penanggulangan kecacingan pada ibu hamil;
f. perlindungan ibu hamil dari malaria, tuberculosis dan HIV/AIDS; dan
g. pencegahan penularan vertikal penyakit HIV, hepatitis dan sifilis dari ibu
ke anaknya melalui program Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak
(PPIA).
4. Kegiatan intervensi gizi spesifik dengan sasaran ibu menyusui dengan anak
usia di bawah 6 bulan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) huruf
d meliputi:
a. upaya mendorong Inisiasi Menyusu Dini (IMD);
b. upaya mendorong pemberian ASI Eksklusif;
c. upaya mendorong ibu untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan
anak secara rutin; dan
d. upaya mendorong ibu untuk mengimunisasikan anaknya sesuai protokol
(jadwal) menurut umur.
5. Kegiatan intervensi gizi spesifik dengan sasaran ibu dengan anak usia 6-23
bulan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) huruf e, meliputi:
a. upaya mendorong ibu untuk melanjutkan pemberian ASI hingga anak
berusia 24 bulan disertai dengan pemberian makanan pendamping ASI
(MP-ASI);
b. pemberian konseling pemberian makanan pada bayi dan anak; dan
c. pemberian motivasi kepada ibu untuk secara rutin menimbangkan
anaknya di posyandu.
6. Kegiatan intervensi gizi spesifik dengan sasaran anak usia 0-5 bulan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) huruf f, meliputi:
a. memberikan hanya ASI saja sampai anak berusia 6 hulan;
b. pelayanan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan secara rutin di
posyandu;
c. perlindungan dan pengobatan terhadap penyakit infeksi; dan
d. pemberian imunisasi.
7. Kegiatan intervensi gizi spesifik dengan sasaran anak usia 6-59 bulan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) huruf g, meliputi:
a. pelayanan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan secara rutin di
posyandu;
b. melanjutkan pemberian ASI;
c. mulai memberikan makanan pendamping ASI;
d. pemberian imunisasi.
8. Kegiatan intervensi gizi sensitif dengan sasaran masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam pasal 8 ayat (3), meliputi:
a. menyediakan dan memastikan akses pada air bersih;
b. menyediakan dan memastikan akses pada sanitasi;
c. melakukan fortifikasi bahan pangan;
d. menyediakan akses kepada layanan kesehatan dan Keluarga Berencana
(KB);
e. menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi masyarakat miskin;
f. menyediakan Jaminan Persalinan (Jampersal);
g. memberikan pendidikan pengasuhan pada orang tua;
h. memberikan pendidikan anak usia dini universal;
i. memberikan asupan gizi kepada anak sekolah;
j. memberikan pendidikan gizi kepada remaja putra dan putri;
k. menyediakan bantuan dan jaminan sosial bagi keluarga miskin; dan
l. meningkatkan ketahanan pangan dan gizi.

Pemberdayaan Masyarakat
Pasal 10

Pemberdayaan masyarakar dalam percepatan pencegahan dan


penanggulangan stunting dilakukan melalui:
a. Kemandirian Keluarga;
b. Gerakan Masyarakat Sadar Gizi (Gemadazi);
c. Gerakan Masyarakat Hidup Sehat; dan
d. Gerakan Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK).

Pasal 11

1. Kemandirian Keluarga sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 huruf a


merupakan strategi edukasi kesehatan dan gizi dalam upaya percepatan
pencegahan dan penanggulangan stunting.
2. Strategi edukasi kesehatan dan gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terkait upaya promotif dan preventif melalui intervensi
perubahan perilaku individu dan masyarakat, serta yang menyentuh
sasaran yang paling utama yaitu keluarga.
3. Kemandirian Keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui peningkatan kemampuan keluarga untuk mengenali, menilai dan
melakukan tindakan secara mandiri yang didampingi oleh tenaga kesehatan
dan kader pendamping, secara berkala, kontinyu dan terintegrasi.
4. Kemandirian Keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilihat
dari berbagai indikator, yang meliputi:
a. kualitas asupan gizi pada menu keluarga sehari-hari yang dilihat dari
acuan menu gizi seimbang;
b. keluarga melakukan pemantauan status gizi secara rutin; dan
c. keluarga memahami diet khusus bagi anggota keluarga yang
membutuhkan.

Pasal 12

Gerakan Masyarakat Sadar Gizi (Gemadazi) sebagaimana dimaksud dalam


pasal 10 huruf b dilakukan melalui:
a. kampanye konsumsi gizi seimbang dan membiasakan makan buah dan
sayur;
b. pemberdayaan masyarakat dalam upaya menurunkan kasus stunting;
c. pendampingan kepada ibu hamil dan anak dengan hasil penimbangan
menunjukkan kurva pertumbuhan berada pada Bawah Garis Merah (BGM);
d. pendampingan ibu hamil ditujukan untuk menjamin terpenuhinya minimal
4 (empat) kali selama masa kehamilan dan konsumsi tablet tambah darah
atau multi mikro nutrient minimal 90 (sembilan puluh) tablet selama masa
kehamilan;
e. pemantauan pengasuhan anak dengan BOM di keluarga, pemberian
konseling Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak (PMBA), pemantauan
perkembangan status gizi balita dan kondisi kesehatan balita dalam rangka
penanganan dini stunting yang adekuat; dan
f. pelibatan lintas sektor, stakeholder maupun masyarakat baik di tingkat
kabupaten maupun desa/kelurahan dalam percepatan pencegahan dan
penanggulangan stunting.

Pasal 13

1. Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) sebagaimana dimaksud dalam


pasal 10 huruf c merupakan upaya mempercepat percepatan pencegahan
dan penanggulangan stunting.
2. Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan untuk mensinergikan tindakan upaya promotif dan
preventif masalah stunting serta meningkatkan produktivitas masyarakat.
3. Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk:
a. melakukan aktivitas fisik;
b. mengonsumsi buah dan sayur;
c. melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin;
d. membersihkan lingkungan;
e. menggunakan jamban sehat;
f. tidak merokok dan meludah di sembarang tempat; dan
g. tidak mengonsumsi alkohol.
4. Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikampanyekan oleh seluruh organisasi perangkat daerah.

Pasal 14

1. Gerakan Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) sebagaimana


dimaksud dalam pasal 10 huruf d merupakan upaya percepatan
pencegahan dan penanggulangan stunting yang difokuskan pada 1000 HPK
yang menjadi komitmen bersama antara pemerintah daerah dan
masyarakat sebagai gerakan partisipasi untuk mempercepat penurunan
stunting.
2. Gerakan Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penggalangan partisipasi dan
kepedulian para pemangku kepentingan secara terencana dan terkoordinasi
terhadap kebutuhan gizi ibu, janin dan bayi pada seribu hari pertama
kehidupannya maupun faktor-faktor lain yang berkontribusi langsung
maupun tidak langsung terhadap kejadian stunting.
3. Gerakan Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. penggalangan komitmen oleh pemerintah daerah, masyarakat dan
pemangku kepentingan terkait;
b. komunikasi, edukasi dan pemberian informasi tentang gizi baik secara
formal maupun informal;
c. kampanye gizi di berbagai media;
d. pemberian suplementasi gizi tablet tambah darah bagi remaja putri,
putra dan ibu hamil;
e. pemberian penghargaan bagi masyarakat peduli penurunan stunting;
dan
f. kegiatan-kegiatan lain yang mendukung.
4. Gerakan Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikoordinasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Nias
Selatan.
5. Gerakan Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimasukkan dalam Rencana Aksi Daerah (RAD) dan
didukung anggaran melalui Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)
perangkat daerah.
6. Secara teknis, Gerakan Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK)
dilaksanakan dalam bentuk perhatian dan intervensi terkait status
kesehatan dan asupan nutrisi seimbang pada ibu hamil, bayi, dan anak
hingga usia 2 tahun.

Edukasi

Pasal 15

1. Edukasi Percepatan Pencegahan dan Penanggulangan Stunting


diselenggarakan dalam upaya menciptakan pemahaman yang sama tentang
hal-hal yang terkait dengan gizi.
2. Edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pengertian gizi;
b. masalah gizi;
c. faktor-faktor yang memengaruhi masalah gizi; dan
d. praktik-praktik yang baik dan benar untuk memperbaiki keadaan gizi.
3. Edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan secara
periodik oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.

Pasal 16

Kegiatan edukasi Percepatan Pencegahan dan Penanggulangan Stunting,


meliputi:
a. pelatihan;
b. penyuluhan; dan
c. penelitian dan pengembangan ilmu.

Pasal 17

1. Pelatihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 huruf a diselenggarakan


dalam upaya peningkatan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan
petugas dan masyarakat dalam upaya Percepatan Pencegahan dan
Penanggulangan Stunting.
2. Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan secara
periodik oleh OPD terkait dan jajarannya.

Pasal 18

1. Penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 huruf b dilakukan


melalui konseling di Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
sebagai bagian dari upaya kesehatan perorangan yang diselenggarakan di
dalam gedung dan di luar gedung.
2. Penyuluhan yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan di Posyandu dan
pertemuan-pertemuan kelompok masyarakat.
3. Penyuluhan gizi dapat dilakukan di rumah sakit dalam bentuk konseling di
ruang rawat inap dan ruang rawat jalan serta penyuluhan kelompok di
ruang tunggu rawat jalan.

Pasal 19

1. Penelitian dan pengembangan ilmu dalam Percepatan Pencegahan dan


Penanggulangan Stunting sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 huruf c
perlu dilakukan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna di
bidang gizi dalam rangka menentukan intervensi yang tepat.
2. Penelitian, pengembangan dan penerapan hasil penelitian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memerhatikan norma-norma
yang berlaku di masyarakat.

Indikator Keberhasilan

Pasal 20

Keberhasilan upaya percepatan pencegahan dan penanggulangan stunting,


ditetapkan indikator keberhasilan,yakni:
a. Indikator output, meliputi:
1. Cakupan pemberian tablet Fe (besi) kepada remaja putri;
2. Proporsi remaja putra dan putri yang mendapatkan pelayanan KIE
dan/atau konseling kesehatan reproduksi;
3. Cakupan pemeriksaan kehamilan (antenatal care) minimal 4 kali selama
masa kehamilan;
4. Cakupan pemberian tablet Fe (besi) kepada ibu hamil;
5. Cakupan pemberian PMT ibu hamil KEK;
6. Cakupan pemberian kapsul Iodium pada ibu hamil;
7. Cakupan ibu hamil komplikasi yang ditangani;
8. Cakupan ibu melahirkan yang dilakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD);
9. Cakupan pemberian ASI Eksklusif sampai anak umur 6 bulan;
10. Cakupan penimbangan bayi dan balita di posyandu;
11. Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap (IDL);
12. Cakupan desa dengan Universal Child Immunization (UCI);
13. Proporsi ibu bayi dan balita yang diberikan konseling Pemberian
Makanan pada Bayi dan Anak (PMBA);
14. Proporsi anak BGM mendapatkan PMT;
15. Cakupan distribusi obat cacing pada balita;
16. Cakupan distribusi obat cacing pada anak sekolah;
17. Cakupan rumah tangga menggunakan air bersih yang memenuhi syarat
kesehatan;
18. Cakupan rumah tangga yang menggunakan jamban; dan
19. Cakupan desa ODF (Open Defecation Free).
b. Indikator outcome, meliputi:
1. Proporsi remaja putri yang menderita anemia;
2. Proporsi ibu hamil menderita anemia;
3. Proporsi ibu hamil menderita Kurang Energi Kronis (KEK); dan
4. Proporsi balita BGM (Bawah Garis Merah).
c. Indikator dampak, meliputi:
1. Pervalensi gizi buruk pada balita;
2. Pervalensi gizi kurang pada balita; dan
3. Prevalensi stunting pada balita.

BAB III
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 21

1. Bupati dalam melakukan pengawasan dan pengendalian percepatan


pencegahan dan penanggulangan stunting melimpahkan wewenang dan
tanggung jawab kepada OPD terkait.
2. Wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibantu oleh Tim Percepatan Pencegahan dan Penanggulangan Stunting
Kabupaten Nias Selatan.
3. Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari unsur:
a. pemerintah;
b. masyarakat;
c. akademisi;
d. organisasi profesi; dan
e. organisasi non-pemerintah lainnya.
4. Tim Percepatan Pencegahan dan Penanggulangan Stunting sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) bertugas:
a. melakukan koordinasi dan komunikasi efektif lintas program dan lintas
sektor;
b. mengkaji dan menganalisa permasalahan dan solusinya;
c. merencanakan tujuan, sasaran, prioritas, strategi dan program
percepatan pencegahan dan penanggulangan stunting di Kabupaten Nias
Selatan;
d. melaksanakan rencana program dalam bentuk kegiatan intervensi yang
berkelanjutan;
e. memberikan sosialisasi kepada masyarakat di tingkat kecamatan sampai
tingkat desa sehubungan dengan program percepatan pencegahan dan
penanggulangan stunting di Kabupaten Nias Selatan;
f. memberikan rekomendasi kepada Bupati tentang perencanaan dan
pelaksanaan upaya percepatan pencegahan dan penanggulangan stunting
di Kabupaten Nias Selatan;
g. memonitor dan mengevaluasi program; dan
h. menyampaikan laporan kepada Bupati secara berkala.
5. Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk dengan Keputusan
Bupati.
6. Tim Percepatan Pencegahan dan Penanggulangan Stunting tingkat
kecamatan bertugas:
a. melakukan koordinasi dan komunikasi efektif lintas program dan lintas
sektor dalam upaya percepatan pencegahan dan penanggulangan stunting
di tingkat kecamatan;
b. mengkaji dan menganalisis permasalahan dan solusinya di tingkat
kecamatan;
c. merencanakan tujuan, sasaran, prioritas, strategi dan program
percepatan pencegahan dan penanggulangan stunting di tingkat
kecamatan;
d. melaksanakan rencana program di tingkat kecamatan dalam bentuk
kegiatan intervensi yang berkelanjutan;
e. memberikan sosialisasi kepada desa sehubungan dengan program
percepatan pencegahan dan penanggulangan stunting di tingkat
kecamatan;
f. memonitor dan mengevaluasi program percepatan pencegahan dan
penanggulangan stunting di tingkat kecamatan; dan
g. menyampaikan laporan kepada camat secara berkala.
7. Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dibentuk dengan Keputusan
Camat.
8. Tim Percepatan Pencegahan dan Penanggulangan Stunting tingkat desa
bertugas:
a. mengkoordinasikan kegiatan percepatan pencegahan dan penanggulangan
stunting di tingkat desa;
b. menjamin tersedianya sumber daya dalam upaya pemantauan status gizi
dan pelayanan di posyandu;
c. menunjuk pendamping (orang tua asuh) balita BGM;
d. menyusun perencanaan percepatan pencegahan dan penanggulangan
stunting melalui APBDes;
e. memantau kegiatan intervensi di tingkat desa; dan
f. melakukan evaluasi dan melaporkan hasil pemantauan kegiatan
percepatan pencegahan dan penanggulangan stunting kepada kepala desa.
9. Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dibentuk dengan keputusan
kepala desa.

BAB IV
TATA KERJA

Pasal 22

1. Dalam percepatan pencegahan dan penanggulangan stunting, setiap tenaga


kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan harus melaksanakan
pemantauan, evaluasi, pencatatan dan pelaporan upaya percepatan
pencegahan dan penanggulangan stunting.
2. Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan dengan menggunakan E-PPGBM.
3. Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
berjenjang.

BAB V
PENGHARGAAN

Pasal 23

1. Dalam percepatan pencegahan dan penanggulangan stunting, Pemerintah


Daerah dapat memberikan penghargaan kepada masyarakat dan/atau
institusi yang peduli program percepatan pencegahan dan penanggulangan
stunting di Kabupaten Nias Selatan.
2. Kategori, kriteria dan bentuk penghargaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikoordinasikan oleh OPD terkait.
3. Pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
pada saat hari-hari besar nasional dan/atau hari-hari besar kesehatan.

BAB VI
PENDANAAN

Pasal 24
Pendanaan untuk percepatan pencegahan dan penanggulangan stunting dapat
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) dan sumber-sumber lain yang sah dan
tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 25

Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Nias
Selatan.

Ditetapkan di Telukdalam
Pada tanggal 2020

BUPATI NIAS SELATAN

HILARIUS DUHA

Anda mungkin juga menyukai