Anda di halaman 1dari 50

IMPLEMENTASI PROGRAM RANTANG KASIH

BAGI LANJUT USIA KURANG MAMPU


(Studi Deskriptif Implementasi Program Rantang Kasih di Desa Plampangrejo,
Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi)

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh:
Rina Ariska
NIM 160910301021

JURUSAN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... iii
DAFTAR BAGAN ..................................................................................................... iv
BAB 1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1. 1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1. 2 Rumusan Masalah .................................................................................. 5
1. 3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 5
1. 4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 7
2.1 Konsep Kemiskinan ................................................................................... 7
2.2 Konsep Kesejahteraan Lanjut Usia ............................................................ 9
2.3 Konsep Kebijakan Sosial ......................................................................... 15
2.4 Perlindungan Sosial ................................................................................. 19
2.5 Konsep Pelayanan Sosial ......................................................................... 23
2.6 Konsep Implementasi Program ................................................................ 25
2.7 Konsep Program Rantang Kasih .............................................................. 27
2.8 Penelitian Terdahulu ................................................................................ 29
2.9 Kerangka Berpikir.................................................................................... 30
BAB 3. METODE PENELITIAN.............................................................................. 34
3. 1 Pendekatan Penelitian .............................................................................. 34
3. 2 Jenis Penelitian ........................................................................................ 36
3. 3 Metode Penentuan Lokasi ........................................................................ 36
3. 4 Teknik Penentuan Informan..................................................................... 38
3. 5 Teknik Pengumpulan Data....................................................................... 41
2. 5. 1 Observasi ...................................................................................... 41
2. 5. 2 Wawancara.................................................................................... 42
2. 5. 3 Dokumentasi ................................................................................. 43
3. 6 Teknik Analisis Data ............................................................................... 43
3.7 Teknik Keabsahan Data ........................................................................... 45
Daftar Pustaka ................................................................................................... 47

ii
DAFTAR TABEL

2.8 Penelitian Terdahulu………………………………………………………..30

iv
DAFTAR BAGAN

2.1 Alur Pikir Konsep Penelitian…………………………………..…….………33

3.1 Model analisis Miles dan Huberman……………………………….…..……44

v
BAB 1. PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Lanjut usia merupakan masa dimana seseorang telah mengalami beberapa
fase dalam kehidupan meliputi fase anak, fase remaja, fase dewasa hingga sampai
pada lanjut usia. Lanjut usia merupakan tahapan terakhir dari siklus kehidupan
manusia. Seseorang yang dapat dikategorikan sebagai lanjut usia mengalami suatu
proses yang disebut penuaan. Banyaknya penduduk dengan usia lanjut dapat
membawa dampak negatif dan juga positif di suatu daerah. Lanjut usia yang sehat
dan masih produktif dapat memberikan dampak yang positif sebab ia dapat
berfungsi sosial dan juga masih dapat mengusahakan sesuatu untuk mencukupi
kebutuhan hidupnya. Lanjut usia akan memberi dampak negatif ketika lanjut usia
tersebut menjadi beban keluarga atau masyatakat. Selain tidak produktif, lanjut
usia bisa menjadi beban jikalau mengalami penurunan kesehatan dan memerlukan
perawatan khusus. Menurunnya kesehatan lanjut usia bisa mengakibatkan
peningkatan biaya pada pelayanan kesehatan yang diberikan dan disisi lain
mengurangi pendapatan. Lanjut usia yang tidak produktif dapat menjadi beban
ekonomi juga pada usia yang masih produktif.
Kebanyakan penduduk lanjut usia adalah penduduk yang tidak produktif.
Menurut Putrianti (2013) pada usia 60 tahun ke atas kondisi manusia mengalami
penurunan fungsi. Penurunan fungsi yang dialami oleh lanjut usia diantaranya
adalah penurunan pada kondisi fisik, psikologis maupun sosial. Fungsi organ
tubuh yang dimiliki oleh lanjut usia yang dahulunya kuat untuk bekerja sekarang
kurang bisa bekerja dengan maksimal atau bisa jadi tidak dapat bekerja, dengan
begitu dapat dikatakan bahwa lanjut usia ialah seseorang yang tidak produktif
lagi. Penurunan kemampuan kerja lanjut usia akan membuat lanjut usia tersebut
rentan untuk jatuh ke dalam kemiskinan dibandingkan saat usianya masih muda.
Kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) ialah ketidakmampuan dalam
memenuhi kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makanan dan non makanan.
Kemiskinan menjadikan individu, kelompok, atau masyarakat menjadi tidak
sejahtera, karena ketidakmampuannya dalam memenuhi kebutuhan dasar secara
maksimal. Hal tersebut juga sejalan dengan pendapat Piven dan Cloward (dalam
2

Edi Suharto, 2009:15) kemiskinan berhubungan dengan kekurangan materi,


rendahnya penghasilan, dan adanya kebutuhan sosial. Kekurangan materi dan
rendahnya pendapatan menandakan adanya keterbatasan dalam pemenuhan
kebutuhan dasar yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti makanan,
pakaian, dan perumahan. Upaya pengentasan kemiskinan perlu untuk dilakukan,
bilamana tidak akan menimbulkan masalah.
Kondisi lanjut usia yang sudah tidak produktif menjadi masalah bilamana
tidak dicari solusinya sebab lanjut usia kurang bisa melakukan usaha
kesejahteraan bagi hidupnya. Apalagi hal tersebut dialami oleh lanjut usia yang
kurang mampu dan hidup sebatangkara. Hidup lanjut usia yang sebatangkara
berarti lanjut usia tersebut hidup tanpa keluarga di rumahnya, padahal peran
keluarga sangat penting untuk membantu pemenuhan kebutuhan dasar lanjut usia
yang tidak produktif. Karena kondisi lanjut usia yang sudah tidak memiliki siapa-
siapa atau keluarganya berada jauh, selain bergantung pada bantuan tetangga yang
peduli terhadapnya, lanjut usia juga bergantung pada program pemerintah yang
dapat membantunya memenuhi kebutuhan dasar hidup di masa tuanya.
Peningkatan taraf hidup masyarakat yang kurang sejahtera dapat dilakukan oleh
beberapa elemen, salah satunya melalui pemerintah dengan menggunakan alat
berupa kebijakan sosial.
Peraturan Pemerintah RI No. 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia mendefinisikan bahwa
kesejahteraan sosial merupakan suatu kehidupan dan penghidupan material
maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman
lahir batin yang memungkinkan seseorang dapat mengadakan pemenuhan
kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial sebaik-baiknya pada dirinya sendiri,
keluarga, dan masyarakat. Setidaknya dari definisi di atas kesejahteraan dapat
diperoleh ketika seseorang bisa memenuhi kebutuhan jasmaninya sedangkan
lanjut usia kurang mampu sulit untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya. Masalah
lanjut usia kurang mampu dan tidak produktif terdapat di beberapa daerah, salah
satunya terdapat di Kabupaten Banyuwangi. Melalui kebijakan sosial, pemerintah
3

banyuwangi dapat melakukan upaya peningkatan kesejahteraan pada lanjut usia


kurangmampu dan sebatangkara.
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menciptakan inovasi pelayanan sosial
bagi lanjut usia. Bentuk pelayanan sosial salah satunya melalui program Rantang
Kasih. Program Rantang Kasih merupakan program yang sengaja dibuat sebagai
wujud kepedulian pemerintah Kabupaten Banyuwangi berupa pemberian bantuan
makanan bergizi kepada lanjut usia yang berumur 60 tahun ke atas dengan kriteria
kurang mampu dan yang hidup sebatangkara. Menurut Menteri Pendayaguna
Aparatur Negara (Menpan) program Rantang Kasih dimulai sejak Oktober 2017,
setidaknya terdapat 109 penyedia Rantang Kasih sebagai perantara menyalurkan
makanan sampai ke tangan lansia. Program ini hadir untuk kurang lebih 1000
lansia dari 25 kecamatan yang ada di kabupaten Banyuwangi.
Program Rantang Kasih berbeda dengan program-program lainnya. Program
Rantang Kasih memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan lanjut usia
yang mana lanjut usia dapat terbantu dalam memenuhi kebutuhan dasarnya berupa
makanan yang siap untuk di makan. Program bantuan dari pemerintah biasanya
dapat diperoleh sebanyak satu kali dalam sebulan, sedangkan pada program
Rantang Kasih lanjut usia terbantu di setiap harinya dan pada umumnya
menggunakan rantang sebagai tempat nasi dan juga lauk. Selain itu, program
bantuan yang lain sering berada di kantor pemerintahan desa atau di lokasi yang
ditunjuk sebagai tempat pengambilan bantuan dan penerima bantuan harus
mengambilnya di sana. Penerima manfaat dari program Rantang Kasih tidak
perlu mendatangi warung makan atau penyedia makanan karena makanan akan di
antarkan langsung ke rumah lanjut usia.
Warung makan atau penyedia makanan program Rantang Kasih berlokasi
tidak jauh dari penerima manfaat. Tidak semua orang yang memiliki usaha
makanan atau warung makan dapat tergabung dalam pelaksanaan program
Rantang Kasih, melainkan harus sesuai dengan kriteria tertentu. Bantuan berupa
makanan tersebut dapat membantu lanjut usia untuk dapat menikmati taraf hidup
yang wajar, yakni dapat membantu lanjut usia dalam memenuhi kebutuhan makan
sebagai kebutuhan dasar manusia dan melalui program ini lanjut usia juga dapat
4

merasakan makanan yang bergizi. Selain itu juga dapat membantu peningkatan
kesejahteraan penyedia makanan dan jasa layanan antar makanan yang turut
tergabung dengan program Rantang Kasih yang berada di kecamatan atau desa.
Jumlah desa di tiap-tiap kecamatan yang ada di Kabupaten Banyuwangi ada
yang berbeda. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi tidak menyamaratakan dalam
pembagian jumlah penerima manfaat di setiap kecamatannya, sehingga terdapat
beberapa keberagaman jumlah penerima manfaat pada masing-masing kecamatan.
Salah satu kecamatan di kabupaten Banyuwangi yang melaksanakan program
Rantang Kasih ialah Kecamatan Cluring. Jumlah penerima manfaat sesuai dengan
anggaran dari pemerintah Kabupaten Banyuwangi dapat membantu sebanyak 45
orang lanjut usia di kecamatan ini. Dari jumlah 45 orang lanjut usia tersebut
kemudian dibagi masing-masing desa di Kecamatan Cluring mendapatkan
bantuan sebanyak lima orang lanjut usia.
Di Kecamatan Cluring terdapat desa Plampangrejo. Jumlah lanjut usia
kurang mampu di Desa Plampangrejo cukup banyak, sedangkan program Rantang
Kasih hanya dapat membantu sebanyak lima orang lanjut usia. Atas kondisi
tersebut, pemerintah Desa Plampangrejo menganggarkan dana desa untuk
membantu lima lanjut usia kurang mampu lainnya. Saat ini didapati sebanyak
sepuluh orang lanjut usia penerima manfaat dari program Rantang Kasih di Desa
Plampangrejo. Penyedia makanan dan jasa layanan antar makanan di Desa
Plampangrejo menggunakan dua warung makan.
Dilihat dari konteks Kesejahteraan Sosial, kemiskinan merupakan masalah
sosial yang perlu untuk dicari solusinya. Pemberdayaan dapat dilakukan pada
seseorang yang masih produktif, sedangkan seseorang yang kurang produktif atau
tidak produktif seperti pada lanjut usia, maka lanjut usia tersebut memerlukan
perlindungan sosial dalam menopang hidup di masa tuanya terutama lanjut usia
yang kurang mampu dan hidup sebatangkara. Program Rantang Kasih merupakan
program yang dibuat untuk membantu lanjut usia kurang mampu dalam
memenuhi kebutuhan dasar lanjut usia. Terpenuhinya kebutuhan dasar pangan
dapat membantu meningkatkan kesejahteraan bagi hidup lanjut usia di mana
lanjut usia tidak terbebani dalam pemenuhan kebutuhan dasar, serta tidak terlalu
5

membebani kerabat atau tetangga lanjut usia. Berdasarkan fenomena di atas,


peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai implementasi program
Rantang Kasih bagi lanjut usia kurang mampu di Desa Plampangrejo, Kecamatan
Cluring, Kabupaten Banyuwangi.

1. 2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, rumusan masalah yang akan
dibahas adalah “Bagaimana implementasi program Rantang Kasih bagi lanjut usia
kurang mampu di Desa Plampangrejo, Kecamatan Cluring Kabupaten
Banyuwangi?”

1. 3 Tujuan Penelitian
Dalam suatu penelitian terdapat suatu tujuan yang hendak dicapai oleh
peneliti yang merupakan jawaban dari rumusan masalah yang sudah ditentukan.
Berdasarkan rumusan masalah yang sudah ditentukan, tujuan penelitian ini ialah
untuk mengetahui dan mendeskripsikan implementasi program Rantang Kasih
bagi lanjut usia kurang mampu di Desa Plampangrejo, Kecamatan Cluring
Kabupaten Banyuwangi.

1. 4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:
a. Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam disiplin Ilmu
Kesejahteraan Sosial bagi para peneliti selanjutnya atau tambahan referensi
bagi pihak yang berkepentingan.
b. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca atau masyarakat luas
terkait implementasi program Rantang Kasih bagi lansia kurang mampu di
Desa Plampangrejo, Kecamatan Cluring Kabupaten Banyuwangi.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian merupakan sebuah kegiatan ilmiah yang di dalam kegiatannya


membutuhkan landasan-landasan terori yang dijadikan pedoman. Penelitian
senantiasan dijadikan acuan dalam bidang keilmuan, sehingga landasan teoritisnya
haruslah kuat, maka dari itu tinjauan pustaka merupakan bagian yang penting
untuk memperkuat kegiatan penelitian serta menjadi acuan untuk membentuk
kerangka pikir dalam penelitian. Tinjauan pustaka dilakukan dengan cara
membuat analisis kritis hubungan antara artikel-artikel jurnal dari karya penelitian
sebelumnya, dan hubungannya dengan riset peneliti itu sendiri. Tinjauan pustaka
bertujuan untuk memilah-milah konsep yang menjadi kerangka dalam suatu
penelitian, yang mana konsep-konsep tersebut terbagi menjadi konsep utama dan
konsep pendukung, yang dilandasi oleh beberapa teori dari beberapa para ahli
dalam suatu penelitian. Peneliti menentukan beberapa konsep untuk dapat
menunjang isi keseluruhan dari penelitian ini. Berikut beberapa konsep yang
ditentukan oleh peneliti yaitu konsep kemiskinan, konsep kesejahteraan lanjut
usia, konsep kebijakan sosial, konsep perlindungan sosial, konsep pelayanan
sosial, konsep program Rantang Kasih, konsep implementasi program, dan konsep
implementasi program Rantang Kasih.
2.1 Konsep Kemiskinan
Kemiskinan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berasal dari
kata miskin, sedangkan kemiskinan ialah hal miskin, keadaan miskin. Miskin
berarti tidak berharta, serba kekurangan atau berpenghasilan sangat rendah.
Menurut Badan Pusat Statistik kemiskinan adalah ketidakmampuan dari sisi
ekonomi manusia untuk bisa memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan
makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi seseorang yang berapa pada
kemiskinan merupakan seseorang yang tidak mampu atau kesulitan untuk
mencukupi kebutuhan dasar hidupnya. Menurut Suparlan (dalam Yoghi C. P.,
2014:213) kemiskinan merupakan suatu keadaan yang serba kekurangan baik
kekurangan harta maupun kekurangan benda berharga dan mengakibatkan
seseorang atau sekelompok orang hidup dalam lingkungan serba miskin atau
8

kekurangan modal. Modal dapat diartikan sebagai uang, pengetahuan, kekuatan


sosial, politik, hukum, maupun akses terhadap fasilitas pelayanan umum,
kesempatan berusaha dan bekerja. Dari uraian tersebut seseorang yang berada
dalam kemiskinan menandakan bahwa seseorang tersebut hidup penuh dengan
kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan hidup dan mengalami keterbatasan
dalam mengakses layanan-layanan tertentu.
Kemiskinan termasuk masalah sosial yang juga memerlukan adanya
perubahan supaya seseorang, kelompok atau masyarakat dapat lepas dari kondisi
kehidupan yang sukar. Menurut Soetomo (2013:9) kunci untuk memahami
masalah sosial ialah saat seseorang, kelompok atau masyarakat tersebut berada
pada kondisi yang tidak diharapkan dan memerlukan adanya upaya perubahan.
Dari pemahaman tersebut mengimplikasikan pada dua hal, yaitu kegiatan
mengidentifikasi masalah yang dapat mengundang perhatian khalayak terhadap
adanya masalah yang terjadi dan adanya kegiatan untuk merencanakan dan
mengaplikasikan perencanaan sebagai suatu tindakan untuk mengatasi masalah
tersebut.
Penyebab atau sumber kemiskinan dapat digolongkan menjadi dua, yang
pertama ialah disebabkan oleh adanya kekurangan dan kecatatan yang dialami
oleh individu berupa kelemahan biologis, psikologis maupun kultural sehingga
seseorang yang mengalami kekurangan tersebut terhambat dalam memperoleh
kemajuan dalam hidupnya. Penyebab kemiskinan yang kedua ialah faktor
struktural. Faktor struktural dapat menjadi penyebab kemiskinan ketika seseorang
tersebut berada pada lingkungan masyarakat yang memiliki ketimpangan dalam
pendistribusian penguasaan sumber daya, kurangnya pemerataan dalam
memperoleh kesempatan pendidikan, institusi sosial yang mendiskriminasi, dan
perkembangan teknologi dan industri yang kurang membuka kesempatan kerja
(Soetomo, 2013: 309).
Menurut Christianto (dalam Noor Zuhdiyaty dan David Kaluge, 2017:27)
kondisi kemiskinan di suatu daerah merupakan suatu cerminan dari kesejahteraan
penduduk yang tinggal di daerah tersebut. Banyaknya penduduk yang terdapat di
daerah tertentu, menandakan bahwa di daerah tersebut penduduknya banyak yang
9

tidak sejahtera hidupnya. Sumodiningrat (dalam Yoghi C. P., 2014: 214) bila
ditinjau dari kelompok sasaran, terdapat beberapa tipe kemiskinan. Penggolongan
tipe kemiskinan dimaksudkan agar setiap tujuan program memiliki sasaran yang
jelas. Ada tiga kategori kemiskinan, yaitu:
a. Kemiskinan absolut (pendapatan berada di bawah garis kemiskinan yang
telah ditetapkan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar).
b. Kemiskinan relatif (kemiskinan yang berdasarkan pada jarak antara yang
miskin dan yang tidak miskin dalam suatu komunitas atau lingkungan).
c. Kemiskinan struktural (kemiskinan terjadi karena seseorang tidak mau
untuk memperbaiki kondisi hidupnya sehingga seseorang tersebut
memerlukan bantuan untuk membantunya keluar dari kondisi miskin).
Dari uraian di atas, Kemiskinan ada yang disebabkan dari dalam diri
seseorang dan atau berasal dari luar diri seseorang. Kemiskinan merupakan suatu
keadaan yang tidak pernah diharapkan oleh seseorang sebab kemiskinan akan
menimbulkan kesengsaraan dalam hidup atau menjadikan seseorang tidak
sejahtera. Sengsara dalam artian sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup yang
semakin hari semakin meningkat dan keterbatasan dalam mengakses layanan.
Seperti halnya dalam memenuhi kebutuhan dasar, seseorang yang kurang mampu
hanya dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dengan terbatas. Salah satu kebutuhan
dasar manusia ialah kebutuhan pangan. Makanan bukan hanya sekedar kenyang di
perut, tetapi tubuh juga memerlukan asupan makanan yang bergizi, itu semua
tentunya sulit untuk dipenuhi oleh seseorang yang berada pada kondisi kurang
mampu. Di beberapa daerah dijumpai masyarakat yang hidup dalam kemiskinan,
seperti di masyarakat yang berada di Desa Plampangrejo, Kecamatan Cluring
Kabupaten Banyuwangi.

2.2 Konsep Kesejahteraan Lanjut Usia


2. 2. 1 Definisi Lanjut Usia
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Lanjut Usia, lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam
puluh) tahun ke atas. Masa lanjut usia merupakan tahap akhir dari siklus
10

kehidupan manusia. Masa lanjut usia ialah masa dimana seseorang mengalami
penuaan. Penuaan merupakan proses yang terjadi pada manusia yang mana
manusia tersebut mengalami penurunan pada daya tahan tubuh yang dimilikinya.
Penurunan daya tahan tubuh membuat lanjut usia berisiko mengalami penyakit
dan juga infeksi. Pengaruh proses menua dapat menimbulkan individu mengalami
masalah baik secara fisik-biologik, mental maupun sosial-ekonomi (Stanley &
Beare dalam Ilham A. P., 2018: 5)
Lanjut usia merupakan suatu kondisi dimana terdapat seseorang yang
sudah berumur atau tua. Menurut WHO dalam Ananda R. N, dkk (2017; 124)
masa lanjut usia dibagi mendjadi empat golongan, diantaranya ialah (1) usia
pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun, (2) lanjut usia (elderly) usia 60-74
tahun, (3) lanjut usia tua (old) umur 75–90 tahun dan (4) usia sangat tua (very old)
di atas umur 90 tahun. Selain itu, Maryam, dkk (dalam Bunga W. R., 2018:7)
mengelompokkan lanjut usia menjadi pra lanjut usia (Prasenilis), yaitu seseorang
yang berusia 45 tahun hingga 59 tahun; lanjut usia, lanjut usia adalah seseorang
yang berusia 60 tahun atau lebih; lanjut usia berisiko tinggi, yaitu lanjut usia yang
berusia 70 tahun atau juga seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan
masalah kesehatan; lanjut usia potensial ialah lanjut usia yang mampu melakukan
kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa; lanjut usia tidak potensial
merupakan lanjut usia yang tidak dak dapat menghasilkan barang atau jasa
sehingga hidupnya bergantung pada orang lain
Wong 2008 (dalam Ananda R. N, dkk, 2017; 125) juga mengemukakan
pendapatnya mengenai masa lanjut usia. Masa lanjut usia ditandai dengan adanya
kemunduran berbagai kemampuan yang dulunya pernah mereka miliki dan juga
terdapat perubahan pada fisik mereka seperti perubahan warna rambut, kulit yang
berangsur-angsur menjadi keriput, penglihatannya yang semakin kurang tajam,
daya ingat yang dimiliki menurun, adanya penurunan funsi pendengaran dan
beberapa masalah kesehatan lainnya. Sejalan dengan pendapat di atas, menurut
Hernawati Ina MPH (dalam Agus P., 2015:67-69) perubahan pada lanjut usia ada
tiga, yaitu:
a. Perubahan Biologis
11

Perubahan biologis pada lanjut usia meliputi:


1) Kekuatan otot yang berkurang dan massa lemak yang bertambah sehingga
jumlah cairan dalam tubuh lanjut usia berkurang. Atas kondisi tersebut kulit
yang dimiliki oleh lanjut usia menjadi mengerut dan kering serta muncul garis-
garis gelap.
2) Lanjut usia mengalami penurunan pada indara penglihatan akibat katarak pada
usia lanjut yang sering dihubungkan bahwa tubuh lanjut usia kekurangan
vitamin A, vitamin C, dan asam folat. Lanjut usia juga mengalami gangguan
pada indera pengecap yang dapat menurunkan nafsu makannya. Selain itu,
indera pendengaran yang dimiliki oleh lanjut usia juga mengalami kemunduran
seperti tidak dapat mendengar dengan jelas.
3) Gigi dewasa lanjut usia banyak yang sudah tanggal. Gigi yang sudah tanggal
mengakibatkan lanjut usia mengalami gangguan mengunyah sehingga
berdampak pada kurangnya asupan gizi.
4) Penurunan kinerja usus yang mana usus lanjut usia dapat mengalami gangguan
saluran pencernaan seperti perut kembung nyeri dan susah buang air besar
yang dapat menyebabkan wasir.
5) Kemampuan motorik yang menurun menyebabkan lanjut usia menjadi lambat
dalam beraktivitas sehari-hari.
6) Fungsi sel otak menyebabkan lanjut usia mengalami penurunan daya ingat atau
pikun.
7) Penurunan kapasitas ginjal untuk mengeluarkan air dalam jumlah besar hingga
dapat mengakibatkan pengenceran nutrisi sampai terjadi hipotremia yang
menimbulkan rasa lelah.
8) Lanjut usia mengalami incotenensia urine diluar kesadaran yang
mengakibatkan lanjut usia mengurangi air minum sehingga mengakibatkan
dehidrasi.
b. Kemunduran psikologis. Kemunduran psikologis yang terjadi pada lanjut usia
mengakibatkan lanjut usia kurang mampu dalam menyesuaikan dirinya
terhadap situasi yang dihadapinya, seperti sindroma lepas jabatan yang
mengakibatkan lanjut usia mengalami sedih yang berkepanjangan. Oleh karena
12

itu, lanjut usia dapat kehilangan rasa percaya diri, merasa kehilangan akan rasa
aman, merasa takut hidupnya menjadi beban keluarga, dan lain sebagainya.
c. Kemunduran sosiologi. Status sosial seseorang sangat penting bagi
kepribadiannya di dalam pekerjaan. Perubahan status sosial yang dimiliki oleh
lanjut usia akan memberi dampak dan harus ada persiapan diri sebaik mungkin
dalam menghadapi perubahan tersebut.
Beberapa definisi di atas mendefinisikan bahwa lanjut usia merupakan
seseorang yang sudah berumur 60 tahun ke atas dan kondisi tubuh lanjut usia juga
mengalami penurunan. Ciri fisik lanjut usia ditandai dengan adanya rambut yang
berangsur-angsur memutih, kulit menjadi keriput, kinerja yang menurun, dan lain
sebagainya. Kemunduran lanjut usia seperti itu mengakibatkan lanjut usia
terhambat dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Selain terhambat dalam
melakukan aktivitas, lanjut usia juga kurang bisa memenuhi kebutuhan hidupnya
sendiri.
2. 2. 2 Macam-macam Lanjut Usia
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Lanjut Usia lanjut usia dibedakan menjadi dua, yakni lanjut usia potensial dan
lanjut usia yang tidak potensial. Lanjut usia potensial ialah lanjut usia yang masih
bisa melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau
jasa. Lanjut usia tidak potensial ialah lanjut usia yang sudah tidak mampu untuk
mencari penghasilan karena ketidakberdayaannya dalam mencari penghasilan,
lanjut usia tersebut hidupnya bergantung pada orang lain.
Maryam, dkk (dalam Bunga W. R., 2018: 8-9) Tipe lanjut usia bergantung
pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan
ekonomi. Tipe tersebut yaitu:
a. Tipe Arif Bijaksana. Tipe lanjut usia yang arif bijaksana seperti kaya dengan
pengalaman, dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan zaman, dapat
bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, dan dapat menjadi panutan.
b. Tipe Mandiri. Tipe lanjut usia yang mandiri seperti lanjut usia yang dapat
mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan dan juga mencari teman bergaul.
13

c. Tipe Tidak Puas. Tipe lanjut usia yang tidak puas seperti adanya konflik lahir
batin yang menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar,
mudah tersinggung, pengkritik dan banyak menuntut.
d. Tipe Pasrah. Tipe lanjut usia yang pasrah seperti menerima dan menunggu
nasib baik, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
e. Tipe Bingung. Tipe lanjut usia yang bingung seperti kaget, kehilangan
kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh.
Menurut tingkat kemandirian Lanjut usia yang dinilai dari kemampuannya
untuk melakukan aktivitas sehari-hari, para lanjut usia digolongkan menjadi tipe:
a. Lanjut usia mandiri sepenuhnya
b. Lanjut usia mandiri dengan bantuan langsung keluarganya
c. Lanjut usia mandiri dengan bantuan secara tidak langsung
d. Lanjut usia dengan bantuan badan sosial
e. Lanjut usia di Panti Werdha
f. Lanjut usia yang dirawat di rumah sakit
Beberapa definisi di atas, tingkat kemandirian lanjut usia kurang mampu
dan sebatangkara yang ada di Kabupaten Banyuwangi tergolong lanjut usia
dengan bantuan badan sosial. Penurunan fungsi tubuh yang dimiliki oleh lanjut
usia mengakibatkan lanjut usia tidak bisa memenuhi kebutuhan atau bisa disebut
dengan lanjut usia tidak potensial. Lanjut usia tidak potensial dapat
menggantungkan hidupnya pada keluarganya. Apabila lanjut usia tersebut tidak
potensial dan sebatangkara, maka lanjut usia menggantungkan hidupnya pada
belas kasihan dari tetangga, organisasi yang memperhatikan lanjut usia dan atau
berharap bantuan dari pemerintah.
2. 2. 3 Kesejahteraan Lanjut Usia
Peraturan Pemerintah RI No. 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia, kesejahteraan sosial merupakan
suatu kehidupan dan penghidupan yang diliputi oleh adanya rasa keselamatan,
rasa kesusilaan, dan adanya rasa ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan
seseorang terpenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial dengan sebaik-
baiknya, baik pada dirinya sendiri, keluarga, maupun masyarakat serta
14

menjunjung tinggi hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila.
Pada pasal 3, upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia terbagi
menjadi dua, yaitu upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia yang
potensial dan yang tidak potensial, penjelasannya sebagai berikut.
a. Upaya peningkatan kesejahteraan lanjut usia potensial meliputi:
1) Pelayanan keagamaan, mental dan spiritual
2) Pelayanan kesehatan
3) Pelayanan kesempatan kerja
4) Pelayanan pendidikan dan pelatihan
5) Pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana
dan prasarana umum.
6) Pemberian kemudahan layanan dan bantuan hukum
7) Bantuan sosial
b. Upaya peningkatan kesejahteraan lanjut usia tidak potensial meliputi:
1) pelayanan keagamaan dan mental dan spiritual
2) pelayanan kesehatan
3) kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum
4) kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum
5) perlindungan sosial
Berdasarkan uraian di atas, masa lanjut usia merupakan proses alami
manusia yang tidak dapat dicegah dan merupakan hal yang wajar bagi mereka
yang dikaruniai umur panjang. Di masa lanjut usia, lanjut usia mengalami
penurunan fungsi tubuh yang membuatnya lemah untuk melakukan pekerjaan.
Ada masa dimana seseorang lanjut usia menjadi tidak produktif lagi sehingga
hidupnya bergantung pada orang lain. Lanjut usia yang tidak produktif dapat
menjadi beban keluarga, apalagi lanjut usia yang perlu perawatan khusus.
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi memiliki kepedulian terhadap
kesejahteraan lanjut usia sehingga berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan
sosial lanjut usia. Program Rantang Kasih merupakan salah satu strategi untuk
membuat lanjut usia dapat merasakan taraf hidup yang wajar atau dapat sejahtera
dengan bantuan berupa makanan. Sasaran dari program Rantang Kasih
15

diutamakan pada lanjut usia yang sudah tidak produktif dan hidup sebatangkara.
Kondisi lanjut usia yang sudah tidak produktif dan sebatangkara akan membuat
sukar dalam menjalani hidupnya, terutama dalam memenuhi kebutuhan dasar.
Sulitnya dalam memenuhi kebutuhan dasar, membuat lanjut usia kurang tercukupi
kebutuhan pangannya dan sangat jarang sekali bisa mendapatkan makanan-
makanan yang bergizi. Seperti yang dikemukakan oleh Abraham Maslow (dalam
Tri Andjarwati 2015: 28) ada lima hierarki kebutuhan manusia. Kebutuhan yang
pertama dan penting untuk segera dipenuhi ialah kebutuh fisiologis seperti
makanan. Dalam hal ini adanya program Rantang Kasih, lanjut usia terbantu
dalam pemenuhan kebutuhan makanan bergizi yang diberikan setiap harinya dan
tidak terlalu memberikan beban bagi kerabat terdekat atau masyarakat.

2.3 Konsep Kebijakan Sosial


Kebijakan sosial berasal dari dua kata, yaitu kebijakan dan sosial.
Kebijakan menurut KBBI merupakan kepandaian, kemahiran, kebijaksanaan;
rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan,
organisasi, dan sebagainya); pernyataan cita-cita, tujuan prinsip-prinsip, atau
masud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran;
garis haluan. Kata sosial menurut KBBI ialah berkenaan dengan masyarakat; suka
memperhatikan kepentingan umum yang termasuk menolong, menderma, dan
sebagainya. Dalam hal ini kebijakan sosial merupakan cara bertindak pemerintah
untuk memperhatikan kebutuhan masyarakat.
Kebijakan sosial (social policy) menurut Jamrozik dalam Isbandi R. A.
(2013:238) merupakan suatu mekanisme untuk mengalokasikan sumber daya
masyarakat supaya masyarakat bisa mencapai hasil yang diharapkan dan tentunya
objektif sesuai dengan tujuan masyarakat. Demi mencapai hasil yang diharapkan,
kebijakan sosial perlu dilakukan dengan cara yang sesuai dengan nilai dominan di
masyarakat tersebut. Pada level tertentu, pemerintah juga melibatkan lembaga
legislatif (pembuat kebijakan) untuk mengalokasikan berbagai sumber daya yang
dimiliki masyarakat untuk tujuan pembangunan jangka pendek dan jangka
16

panjang yang dikembangkan berdasarkan nilai-nilai yang ada di masyarakat


tersebut. Pada intinya kebijakan sosial ialah sebagai upaya dalam mengatur
hubungan kelompok dalam suatu masyarakat, melalui pembuatan regulasi yaitu
perundang-undangan sosial dalam rangka meningkatkan kualitas hidup
masyarakat (2013:239).
Bila dilihat dari arah pergerakan (Direction of Floe) kebijakan sosial
menurut Jamrozik dalam Isbandi R. A. (2013; 245-247) dimulai dari:
a. Formulasi Kebijakan (policy Formulation) yang berada pada ranah politik.
Pembahasan pemformulasian kebijakan masih melibatkan aktor politik seperti
pihak eksekutif dan legislatif.Kesepakatan politik antara aktor politik yang
berada di legislatif maupun eksekutif adalah hal penting untuk menciptakan
suatu undang-undang.
b. Intrepretasi kebijakan (policy interpretation) yang berada pada ranah
administratif. Setelah ditandatanganinya undang-undang yang sudah
diformulasikan, pada pelaksanaannya disesuaikan dengan teknis pelaksanaan
yang sudah disusun. Pembuatan peraturan pemerintahan, keputusan menteri,
maupun keputusan gubernur melandaskan pada birokrasi pemerintahan
sehingga pada periode ini sudah berada pada ranah administratif.
c. Aplikasi kebijakan (policy application) yang berada pada ranah operasional
dimana kebijakan tersebut sudah dapat dilaksanakan dalam bentuk program-
program pemerintah, baik level nasional atau lokal.
Kebijakan sosial kadangkala diistilahkan sebagai salah satu bentuk respon
dari pemerintah terhadap munculnya masalah sosial, padahal kebijakan sosial
lebih dari makna tersebut. Selain fokus terhadap masalah, kebijakan sosial juga
merancang suatu perubahan atau mengelola struktur sosial maupun jaringan relasi
sosial (Soetomo, 2013:211). Respon terhadap masalah sosial ada dua bentuk,
yakni:
a. Respon Langsung. Respon langsung terbagi menjadi dua, pertama yaitu respon
langsung yang ditunjukkan kepada kelompok sasaran tertentu yang menjadi
penyandang masalah sosial bentuk responnya berupa pemberian pelayanan dan
bantuan untuk meringankan beban kehidupan, misalnya masalah sosial yang
17

terjadi pada kelompok miskin, melalui respon langsung ini, kelompok miskin
dapat hidup walaupun dalam kondisi minimal sesuai dengan harkat dan
martabatnya. Respon langsung yang kedua ialah menangani penyebab masalah
yang melekat pada penyandang masalah tersebut.
b. Respon tidak langsung adalah menangani masalah tetapi bukan kepada
penyandang masalahnya, namun kepada pihak yang terkait dengan penyandang
masalah tersebut (Soetomo, 2013:212).
Menurut Soetomo (2013:214) terdapat tiga kunci dalam memahami
kebijakan sosial, yaitu kebijakan, sosial, dan kesejahteraan. Kebijakan pada
umumnya mengandung beberapa elemen pokok: memilih dari beberapa alternatif,
alokasi sumber daya, proses atau implementasi untuk pencapaian tujuan dan
perancanaan ke depan. Kebijakan cenderung pada segi regulasi dan distribusi
bilamana berkaitan dengan unsur-unsur pelayanan kesehatan, pendidikan dan
perumahan. Kebijakan sosial menandakan bahwa kebijakan sosial lebih banyak
menaruh pada isu-isu sosial, dan pada peningkatan kesejahteraan individu,
kelompok, maupun masyarakat..
Riant Nugroho (2014: 11) mengemukakan bahwa kebijakan sosial di
negara berkembang dibuat untuk memecahkan masalah dan untuk melakukan
pembangunan sosial. Ada tiga konsep dalam kebijakan sosial yaitu kesejahteraan,
kemakmuran, dan masyarakat yang baik. Menurutnya kebijakan sosial lebih dari
sekedar kesejahteraan sosial, tetapi juga mencangkup pembangunan dan keadilan
sosial yang mana hal itu merupakan sebuah tindakan aktif untuk menciptakan
masyarakat yang lebih baik. Kebijakan sosial adalah keputusan untuk dilakukan
dan tidak dilakukan oleh pemerintah pada pembangunan sosial, keadilan sosial,
dan kesejahteraan sosial; mengenai perumusan, implementasi, kontrol, dan kinerja
(2014:36).
Ada dua pendekatan untuk memahami bidang kebijakan sosial.
Pendekatan pembangunan sosial dan keadilan sosial. Pendekatan pertama
merupakan pendekatan sektoral yang mengarahkan pada pembagian
pembangunan sosial sebagai strategi dalam mengentaskan keterbelakangan.
Pembangunan sosial terdiri dari empat bidang penting yaitu pendidikan,
18

kesehatan, keamanan sosial, dan perumahan. Pendekatan kedua ialah keadilan


sosial dan pentargetan kebijakan atau penerima manfaat. Keadilan sosial bertujuan
untuk pemecahan masalah sosial. Keadilan sosial terdiri dari empat bidang., yaitu
konflik, kompetensi yang rendah, ketertinggalan, dan tragedi. Pentargetan
kebijakan atau penerima manfaat, seperti kaum perempuan, anak-anak, kaum
muda, dan lansia (Riant Nugroho, 2014:46).
Menurut Lester dan Stewart (dalam Winarno, 2017) kebijakan sosial
berbeda definisinya dengan kebijakan publik. Kebijakan publik adalah kebijakan
yang luas cakupannya dibandingkan dengan kebijakan sosial, seperti kebijakan
mengenai transportasi, jalan raya, air bersih dan lain sebagainya. Sedangkan
contoh dari kebijakan sosial seperti jaminan sosial yang mencangkup bantuan
sosial dan asuransi sosial yang diberikan pada masyarakat yang kurang mampu
atau rentan. Sebagai salah satu bentuk kebijakan publik, kebijakan sosial
memiliki beberapa fungsi diantaranya fungsi preventif untuk mencegah masalah
sosial, fungsi kuratif untuk mengatasi masalah sosial, dan fungsi pengembangan
yaitu untuk mempromosikan kesejahteraan untuk memenuhi hak-hak sosial warga
negara. Kebijakan sosial diwujudkan dalam tiga kategori, yaitu perundang-
undangan, program pelayanan sosial, dan sistem perpajakan (Oman Sukmana,
dkk., 2015: 73-74).
a. Peraturan dan Perundang-undangan. Pemerintah memiliki kewenangan dalam
membuat kebijakan publik yang mengatur pengusaha, lembaga pendidikan,
perusahaan swasta agar mengadopsi ketetapan-ketetapan yang berdampak
langsung pada kesejahteraan.
b. Program pelayanan sosial. Kebijakan sebagian besar juga diwujudkan dalam
bentuk pelayanan sosial yang berupa bantuan barang dan atau tunjangan uang,
perluasan kesempatan, perlindungan sosial, bimbingan sosial, seperti advokasi,
konseling, dan juga pendampingan.
c. Sistem perpajakan. Sistem perpajakan dikenal sebagai kesejahteraan fiskal.
Pajak merupakan sumber utama untuk pendanaan kebijakan sosial dan
merupakan instrument kebijakan yang bertujuan langsung mencapai
pendistribusian pendapatan yang adil.
19

Kebijakan sosial merupakan salah satu bentuk dari kebijakan publik.


Kebijakan sosial merupakan ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon
isu-isu yang bersifat publik untuk mengatasi masalah yang ada pada masyarakat
atau untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebijakan perlu dibuat sebaik
mungkin supaya hasilnya nanti dapat mengatasi masalah dengan baik. Undang-
undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, pada Pasal 7
berbunyi Pemerintah bertugas untuk mengarahkan, membimbing, dan
menciptakan suasana yang menunjang bagi terlaksananya upaya peningkatan
kesejahteraan sosial. Peran pemerintah sangat perlu untuk meningkatkan
kesejahteraan hidup lanjut usia yang sudah tidak potensial, apalagi kondisi dari
lansia tersebut ialah sebatangkara. Lanjut usia yang tidak potensial memerlukan
bantuan orang lain dalam menopang hidupnya. Upaya peningkatan kesejahteraan
bagi lansia, terutama pada lansia yang sudah tidak potensial diperlukan undang-
undang sebagai landasan hukum yang kuat. Landasan hukum yang kuat dapat
mengarahkan pemerintah maupun masyarakat dalam menjalankan kewajibannya
untuk meningkatkan kesejahteraan lanjut usia.

2.4 Perlindungan Sosial


Asian Development Bank (ADB) menjelaskan bahwa perlindungan sosial
merupakan sekumpulan kebijakan dan program yang dirancang untuk
menanggulangi kemiskinan dan kerentanan yang dilakukan dengan meningkatkan
kapasitas individu sehingga mereka dapat terlindungi dari bencana dan kehilangan
pendapatan. Perlindungan sosial merupakan sarana penting yang dapat membantu
meringankan beban hidup seseorang yang berada dalam kemiskinan. Selain itu,
menurut International Labour Organization (ILO) perlindungan sosial merupakan
bagian dari kebijakan sosial yang dibuat untuk menjamin pendapatan dan akses
layanan sosial bagi semua orang yang dikhususkan pada kelompok-kelompok
rentan, melindungi dan melindungi masyarakat (Habibullah, 2017:3).
Perlindungan sosial merupakan suatu bentuk kebijakan yang digunakan
untuk merespon berbagai risiko dan kerentanan yang terjadi pada masyarakat.
Menurut Suharto (2009:3) perlindungan sosial merupakan elemen penting dalam
20

strategi kebijakan sosial yang dirancang untuk menurunkan angka kemiskinan dan
memperkecil kesenjangan yang terjadi di masyarakat. Dalam arti luas,
perlindungan sosial merupakan seluruh tindakan yang dapat dilakukan oleh
pemerintah, pihak swasta ataupun masyarakat yang memiliki tujuan untuk
melindungi dan membantu mencukupi kebutuhan dasar kelompok-kelompok
miskin dan rentan serta meningkatkan status sosialnya. Perlindungan sosial
merujuk pada proses, kebijakan dan intervensi yang sebagian besar dibuat oleh
pemerintah untuk merespon segala risiko, baik risiko ekonomi, politik, keamanan
yang dihadapi oleh masyarakat, terutama risiko yang terjadi pada masyarakat
miskin dan rentan. Perlindungan sosial perlu dikombinasikan dengan pendekatan
lainnya seperti penyedia layanan sosial dan ekonomi dalam hal pembangunan
nasional agar dapat memperoleh hasil yang efektif dan berkelanjutan (Suharto,
2009; Edi Suharto, 2015:22). Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Rahma
Iryanti (2014: 8) perlindungan sosial merupakan segala bentuk kebijakan dan
intervensi publik yang dilakukan untuk menjawab risiko-risiko dan kerentanan
baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial yang diutamakan bagi mereka
yang hidup dalam kemiskinan. Adanya perlindungan sosial dapat mencegah
risiko, meningkatkan kemampuan kelompok yang rentan dalam menghadapi
risiko dan keluar dari kemiskinan, dan memungkinkan kelompok miskin dapat
memiliki standar hidup yang meningkat atau dapat memutusan kemiskinan ke
generasi selanjutnya.
Shepherd, Marcus dan Barientos, 2004; Suharto 2009b (dalam Edi
Suharto, 2009: 46-50) menyebutkan bahwa perlindungan sosial memiliki lima
elemen diantaranya pasar tenaga kerja, asuransi sosial, bantuan sosial, skema
mikro berbasis komunitas, serta perlindungan anak.
a. Pasar tenaga kerja. Pekerjaan pada dasarnya merupakan suatu perlindungan
sosial yang penting bagi setiap individu.Pekerjaan yang dilakukan seseorang
dapat ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan orang tersebut dan atau
keluarganya serta dapat mengatasi risiko kehidupan. Skema pasar kerja dibuat
untuk memfasilitasi pekerjaan dan mempromosikan operasi pasar yang efisien.
21

b. Asuransi sosial. Asuransi sosial masuk ke dalam perlindungan sosial yang


mana asuransi dapat diterima oleh seseorang yang sudah berkontribusi berupa
premi, tabungan, atau iuran. Seseorang yang ikut serta dalam asuransi sosial
dapat mengurangi berbagai risiko melalui penyediaan tunjangan penghasilan
pada situasi yang tidak diinginkan seperti situasi sakit, kecelakaan tenaga kerja,
kematian, dst.
c. Bantuan sosial. Bantuan sosial meliputi tunjangan uang, barang, atau pelayanan
sosial untuk membantu individu dan juga melindungi individu yang mengalami
kerentanan sehingga individu tersebut bisa memenuhi kebutuhan dasar dan
meningkatkan kualitas hidupnya.
d. Skema mikro dan berbasis komunitas. Skema mikro dan berbasis komunitas
memberikan perlindungan bagi sekelompok orang untuk merespon kerentanan
di ranah komunitas.
e. Perlindungan anak. Perlindungan sosial anak merupakan investasi penting di
setiap daerah. Banyaknya kecacatan yang dialami oleh anak menandakan
bahwa anak tersebut kekurangan gizi, terkena penyakit, dan atau kecelakaan.
Padahal risiko tersebut dapatlah dicegah sehingga anak perlu menjadi sasaran
dari perlindungan sosial.
Van Ginneken (1999); Ferreria dan Robalino (2010) (dalam Rahma
Iryanti, 2014: 8-11) mengklasifikasikan program perlindungan sosial menjadi dua
kelompok, yaitu program bantuan sosial dan program jaminan sosial.
a. Bantuan Sosial.
Menurut ILO, bantuan sosial meruppakan bantuan yang bertujuan untuk
menyediakan sumber daya minimum bagi individu-individu yang hidup di
bawah standar penghasilan tertentu tanpa mempertimbangkan kontribusi dari
penerima manfaat. Program jaminan sosial bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan sosial dengan mengurangi kemiskinan sosial. Bantuan yang
diberikan tidak melihat kontribusi dari penerima manfaat. Bantuan sosial dapat
diberikan secara langsung dalam bentuk uang atau pun dalam bentuk barang
dan pelayanan. Menurut sifatnya, bantuan dapat bersifat sementara dan dapat
bersifat tetap. Bantuan yang bersifat sementara diberikan ketika terjadi situasi
22

sosial seperti adanya bencana, menurunnya pendapatan ekonomi, atau juga


dampak dari kebijakan yang diterapkan. Bantuan tetap diberikan bagi
seseorang yang memiliki kerentanan dan sulit untuk melakukan upaya dalam
meningkatkan kemampuan atau keberfungsian sosialnya, seperti pada
disabilitas, anak terlantar, dan lanjut usia.
b. Jaminan Sosial
Jaminan sosial merupakan bentuk perlindungan sosial yang mengurangi risiko-
risiko melalui pemberian pendapatan dan atau penanggungan biaya ketika
terjadi kecelakaan, sakit, kelahiran, usia lanjut, dan kematian. Jaminan sosial
biasanya menggunakan prinsip asuransi sosial, dimana mereka yang ingin
memperoleh jaminan sosial harus menjadi peserta atau berkontribusi
membayar premi. Hak yang akan diperoleh disesuaikan dengan kontribusi yang
diberikan.
Perbedaan utama dari bantuan sosial dengan jaminan sosial terletak pada
kontibusi penerima manfaat, sumber pendanaan, dan kepesertaan. Bantuan sosial
tidak berdasarkan kontribusi yang diberikan oleh penerima manfaat sedangkan
pada jaminan sosial penerima manfaat haruslah berkontribusi sesua yang telah
diputuskan oleh layanan jaminan sosial. Sumber pendanaan pada bangtuan sosial
berasal dari pajak, sedangkan sumber pendanaan dari jaminan sosial berasal dari
kontribusinya atau iuran dari peserta jaminan sosial. Bantuan sosial dibuat untuk
kelompok-kelompok tertentu seperti penduduk yang miskin, lanjut usia, atau
penyandang disabilitas berat, sedangkan jaminan sosial diperuntukkan bagi
masyarakat luas yang tergabung menjadi peserta dari jaminan sosial dan bersedia
membayar sesuai dengan tingkatan yang ditetapkan. Jaminan sosial berguna untuk
menekan risiko yang memungkinkan dialami masyarakat seperti risiko kecelakaan
bekerja, sakit, dll.
Beberapa perlindungan sosial di buat untuk melindungi lanjut usia yang
mengalami kerentanan dan yang kurang mampu. TNP2K (Tim Nasional
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan) oleh Stephen Kidd, dkk mengemukakan
bahwa adanya program perlindungan sosial bagi lanjut usia kurang mampu dapat
memberikan dampak positif meskipun besaran bantuan yang diberikan Rp.
23

300.000,- per bulannya dapat menurunkan angka kemiskinan dan ketimpangan


yang terjadi pada penduduk lanjut usia. Setidaknya dari uraian ini, perlindungan
sosial dapat memberi dampak positif bagi lanjut usia, sedikit pun jumlah
nominalnya. Undang-undang No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut
Usia pada Pasal 19 ayat mencantumkan bahwasanya upaya perlindungan sosial
ialah rangkaian proses yang terdiri dari pemeliharaan, perawatan, dan pemenuhan
kebutuhan lanjut usia sehingga terjadi peningkatan taraf kesejahteraan sosial
lanjut usia. Kesejahteraan lanjut usia merupakan tugas dan tanggung jawab dari
Pemerintah dan masyarakat.
Dari beberapa uraian di atas perlindungan sosial merupakan salah satu
wujud dari kebijakan sosial yang dibuat untuk meringankan dan membantu
seseorang yang berada pada kondisi rentan dan berisiko supaya dapat keluar dari
kondisi tersebut. Perlindungan sosial merupakan upaya yang bisa dilakukan oleh
pemerintah, swasta dan atau masyarakat untuk memberikan kemudahan pelayanan
bagi seseorang yang berada pada kondisi rentan dan berisiko seperti pada lanjut
usia yang tidak potensial. Lanjut usia yang tidak potensial memerlukan
perlindungan sosial agar dapat mewujudkan dan menikmati taraf hidup yang
wajar. Perlindungan sosial bagi lanjut usia yang kurang mampu dan sebatangkara
juga diberikan oleh Pemeritah Banyuwangi. Kondisi lanjut usia yang seperti ini
membuat lanjut usia penuh risiko, untuk membantu lanjut usia tersebut,
pemerintah Banyuwangi membuat perlindungan sosial berupa program Rantang
Kasih yang termasuk ke dalam bantuan sosial. Bantuan sosial ini tidak melihat
kontribusi dari lanjut usia sebagai penerima manfaat. Program bantuan sosial ini
berupa pemberian makanan setiap hari dan diantarkan langsung ke rumah lanjut
usia.

2.5 Konsep Pelayanan Sosial


Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan pelayanan sebagai suatu
usaha untuk membantu menyediakan atau mengurus apa yang diperlukan oleh
orang lain. Sedangkan pengertian service dari Oxford, 2000 (dalam Luthfi. J. K,
Abdulssalam, dkk, 2015:111) mendefiniskan pelayanan sosial sebagai “a system
24

that provides something that the public needs, organized by the government or a
private company” (sebuah sistem yang menyediakan sesuatu yang dibutuhkan
publik dan dapat diorganisir oleh pemerintah atau perusahaan swasta). Pelayanan
berfungsi sebagai sistem yang membantu dalan menyediakan kebutuhan
masyarakat. Pelayanan sosial lebih ditekankan pada kelompok-kelompok yang
kurang beruntung, tertekan, dan rentan. Secara umum pelayanan sosial dapat
dimaknai sebagai suatu tindakan memproduksi, mengalokasi, dan membagikan
sumber daya sosial kepada orang banyak dalam suatu perencanaan yang cermat.
Sumber daya sosial meliputi barang atau jasa sosial yang dibutuhkan oleh
individu maupun masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya
(Janianton Damanik, 2011:2).
Pelayanan sosial menurut Isbandi Rukminto (2005: 114) ialah suatu bentuk
usaha kesejahteraan sosial yang dapat dilakukan oleh lembaga atau organisasi
sosial yang bertujuan untuk menghilangkan hambatan komunikasi melalui upaya
penjangkauan klien. Sejalan dengan pendapat tersebut, Lutfi J. Kurniawan, dkk
(2015: 106) mengemukakan bahwa konsep pelayanan sosial berasal dari usaha
untuk memberikan sesuatu yang terbaik bagi individu, kelompok dan masyarakat.
Selanjutnya Muhidin (dalam Lutfi J. Kurniawan, dkk., 2015: 107) mengemukakan
bahwa pelayanan sosial terbagi menjadi dua, yaitu pelayanan sosial dalam arti
luas dan pelayanan sosial dalam arti sempit. Pelayanan sosial dalam arti luas
adalah pelayanan sosial yang mencangkup fungsi pengembangan dalam bidang
kesehatan, pendidikan, perumahan, tenaga kerja, dst. Pelayanan sosial dalam arti
sempit juga disebut sebagai pelayanan kesejahteraan meliputi program
pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang tidak beruntung, seperti
pelayanan sosial bagi orang kurang mampu, anak terlantar,orang cacat, tuna
susila, dst.
Dari uraian di atas, pelayanan sosial merupakan suatu usaha kesejahteraan
yang dapat dilakukan oleh lembaga atau organisasi untuk membantu individu,
kelompok, atau masyarakat yang memerlukan pertolongan sehingga individu,
kelompok, atau masyarakat tersebut bisa keluar dari masalah atau hambatan yang
dialami. Pelayanan sosial yang dilakukan dengan baik dapat mengubah seseorang
25

berada pada kondisi yang diharapkan. Sumber daya yang digunakan untuk
menolongnya dapat berupa barang atau pun jasa. Dalam hal ini Pemerintah
Banyuwangi membuat program yang kemudian program tersebut dilaksanakan
oleh lembaga yang ditunjuk untuk memberikan pelayanan sosial. Pelayanan sosial
yang diberikan tersebut memiliki tujuan yang hendak dicapai, seperti pelayanan
pada lanjut usia melalui program Rantang Kasih yang dapat menolong kehidupan
lanjut usia sebatangkara yang kurang mampu melalui layanan berupa pemberian
makanan setiap harinya.

2.6 Konsep Implementasi Program


Implementasi menurut KBBI merupakan pelaksanaan atau penerapan.
Implementasi merupakan tindakan dari rencana yang sudah disusun secara matang
dan terperinci dan selanjutnya dapat dilakukan penerapan bilamana rancangan
tersebut sudah siap. Selain itu, implementasi merupakan suatu usaha yang
dilakukan untuk melaksanakan rencana dan kebijakan yang telah dirumuskan dan
juga pembagian tugasnya. Menurut Wahab (2004:65) implementasi adalah
tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu atau pejabat, kelompok
pemerintah maupun swasta yang diarahkan pada tujuan yang telah digarisan
dalam keputusan bijaksana. Selain itu, implementasi merupakan fenomena
kompleks yang dapat dipahami sebagai suatu proses, keluaran maupun sebagai
dampak. Implementasi dapat diartikan sebagai proses pelaksanaan dari kebijakan
yang sudah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan
program merupakan bagian dari suatu perencanaan. Menurut Terry dalam Tachan
(2006:32) merupakan rencana yang bersifat komprehensif yang sudah
menggambarkan sumberdaya yang dapat dimanfaatkan dengan baik. Program
menggambarkan sasaran, kebijakan, prosedur, metode, standar, dan anggaran.
Pada prinsipnya program memiliki tujuan untuk mewujudkan keadaan yang
dicita-citakan dan proses implementasinya disesuaikan dengan ketersediaan
sumber daya yang dapat diakses.
Tahap implementasi menurut Tachjan, 2006i:35 (dalam Illiya A. R. dan
Deswi R (2018) adalah sebagai berikut:
26

a. Merancang program dengan tujuan-tujuan yang jelas serta ada penentuan


tingkat keberhasilan program, penentuan biaya, dan penentuan waktu.
b. Mengimplemementasikan program dengan mendayagunakan struktur dan
personalia serta sumber lainnya yang dapat dimanfaatkan, serta sesuai dengan
prosedur dan penggunaan metode yang tepat.
c. Membangun sistem penjadwalan, monitoring dan sarana monitoring yang tepat
guna serta evaluasi dari implementasi program
Beberapa pakar juga mendiskripsikan beberapa model implementasi
program. Salah satu model implementasi program menurut George Edwards III
(1980) (dalam Yulianto Kadji, 2015: 63-68) yang mana dalam melakukan
implementasi harus mempertimbangkan empat faktor diantaranya komunikasi
(communication), sumber daya (resourches), sikap pelaksana (dispositions or
attitudes), dan struktur birokrasi (bureaucratif structure).
a. Komunikasi (communication)
Pemerintah atau pembuat program harus dapat menyampaikan secara jelas,
akurat, dan konsisten mengenai implementasi kepada pelaksana program. Hal
ini penting dilakukan agar pelaksana program bisa mengetahui tentang tugas
yang harus dilakukan sehingga dapat mengurangi kesalahpahaman dan
kebingungan dalam melaksanakan implementasi program.
b. Sumber daya (resourches)
Sumber daya tidak hanya mencangkup jumlah sumber daya manusia atau
aparat melainkan juga mencangkup kemampuan dari sumber daya manusia
untuk dapat mendukung implementasi program sehingga diperlukan sumber
daya yang memadai dan sesuai dengan kualifikasi yang ditetapkan.
c. Sikap pelaksana (dispositions or attitudes)
Sikap pelaksana program merupakan faktor penting dalam proses implementasi
program, yang mana sikap pelaksana harus mempunyai kecenderungan sikap
positif untuk melaksanakan program. Kecenderungan sikap baik yang dimiliki
oleh pelaksana program dapat membuat implementasi program berjalan sesuai
dengan yang diharapkan oleh pembuat program.
d. Struktur birokrasi (bureaucratif structure)
27

Implementasi program kadangkala mengalami hambatan efisiensi di dalam


struktur birokrasi. Dua sub variabel yang memberikan pengaruh besar pada
birokrasi ialah SOP dan fragmentasi. SOP merupakan standar yang perlu
dilakukan oleh pelaksana program dalam implementasi program. Sedangkan
fragmentasi merupakan penyebaran tanggung jawab dari suatu kebijakan
kepada beberapa unit organisasi.
Dari beberapa uraian di atas, implementasi program merupakan suatu
penerapan dari rancangan yang sudah disusun dan ditetapkan yang dapat
dilaksanakan oleh pemerintah dan atau non pemerintah. Program yang disusun
haruslah berdasarkan masalah atau kebutuhan yang sesuai dengan kondisi sasaran
program. Adanya implementasi program dapat mengubah suatu keadaan yang
lebih baik bilamana program disusun sesuai dengan kebutuhan dan penerapannya
berjalan dengan baik. Faktor pendukung dan penghambat dapat mempengaruhi
hasil dari implementasi program.

2.7 Konsep Program Rantang Kasih


Program Rantang Kasih merupakan program yang ditujukan untuk lanjut
usia yang sudah tidak produktif usia 60 tahun ke atas. Tujuan dari program
rantang kasih ialah untuk memenuhi kebutuhan dasar lanjut usia kurang mampu
dan sebatangkara berupa bantuan makanan setiap hari. Kebutuhan pangan penting
untuk segera dipenuhi oleh manusia supaya kesehatan tubuh dapat terjaga dan
dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik. Seperti yang dikemukakan oleh
Abraham Maslow (dalam Tri Andjarwati 2015: 28) yang mana terdapat lima
hierarki kebutuhan manusia. Kebutuhan yang pertama dan penting untuk segera
dipenuhi ialah kebutuha fisiologis salah satunya seperti makanan. Dari pendapat
ini, manusia dapat melanjutkan hidupnya ketika kebutuhan pangan dapat
dipenuhi. Kebutuhan pangan yang tidak terpenuhi akan membuat badan tidak
bertenaga sehingga tidak mampu menjalankan aktivitasnya. Selain terpenuhinya
kebutuhan pangan, tubuh manusia juga membutuhkan makanan yang bergizi.
Lanjut usia yang kurang mampu mengalami keterbatasan dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya seperti kebutuhan pangan, apalagi makan makanan yang
28

bergizi. Keterbatasan lanjut usia dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan


dasar membuat lanjut usia menggantungkan hidupnya dari bantuan kerabat,
tetangga, dan program dari pemerintah.
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi peduli terhadap kebutuhan dasar lanjut
usia sehingga membuat program untuk lanjut usia. Salah satu program Pemerintah
Kabupaten Banyuwangi untuk mengatasi keterbasan lanjut usia adalah dengan
membuat program Rantang Kasih. Landasan hukum mekanisme penyelenggaraan
pelayanan program Rantang Kasih bagi lanjut usia kurang mampu yang
sebatangkara terdapat pada peraturan Bupati Banyuwangi Nomor 10 Tahun 2018.
Prioritas penerima manfaat dari program Rantang Kasih ini adalah lanjut usia
miskin dan sebatangkara dengan usia 60 tahun ke atas, tidak mempunyai mata
pencaharian dan penghasilan, serta tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari.
Program Rantang Kasih berbeda dengan program-program lainnya.
Program lainnya biasanya diberikan sebulan sekali untuk membantu orang-orang
yang memerlukan perlindungan sosial. Program lainnya dapat berupa program
bantuan secara tunai maupun bantuan berupa sembako. Pada proses pengambilan
bantuan tersebut, biasanya sasaran atau penerima manfaat dari bantuan
mendatangi lokasi yang ditunjuk sebagai tempat penyedia bantuan untuk bisa
memperoleh bantuan. Berbeda dengan Program Rantang Kasih, program Rantang
Kasih merupakan program yang dilakukan setiap hari dan langsung diantarkan
sampai ke rumah lanjut usia. Lanjut usia tidak perlu mendatangi penyedia
makanan karena makanan akan diantarkan oleh penyedia makanan atau layanan
antar yang tergabung dengan program Rantang Kasih. Desa Plampangrejo,
Kecamatan Cluring Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu desa di
Banyuwangi yang melaksanakan program Rantang Kasih.
Adanya program Rantang Kasih dapat membantu lanjut usia di Desa
Plampangrejo untuk mencukupi kebutuhan pangan yang bergizi. Selain anggaram
program Rantang Kasih di Desa Plampangrejo berasal dari pemerintah Kabupaten
Banyuwangi, Pemerintah Desa Plampangrejo juga turut menganggarkan. Ada dua
tempat yang digunakan sebagai jasa pembuat makan dan jasa layanan layanan
29

antar program Rantang Kasih di desa tersebut.. Selain terjadinya peningkatan


kesejahteraan lanjut usia penerima manfaat program Rantang Kasih di tersebut,
peningkatan kesejahteraan juga turut dirasakan oleh penyedia makanan dan juga
jasa layanan antar yang dilibatkan dalam program ini.

2.8 Penelitian Terdahulu


Kajian penelitian terdahulu digunakan sebagai landasan dan pedoman dalam
mengkaji masalah pada sebuah penelitian serta dapat menjadi pembanding seperti
persamaan dan juga perbedaan dari penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian
ini menggunakan dua penelitian terdahulu, antara lain.
No Nama dan Judul Hasil
Tahun Penelitian Penelitian
Penulis
1 Firda Pelaksanaan Terdapat beberapa tahapan dalam
Amaliya program asuransi pelaksanaan program AUTP, yaitu
2018 usaha tani padi tahap sosialisai, pelaksanaan program
(AUTP) AUTP, tahap klaim apabila terjadi
kerusakan, dan terakhir ialah
monitoring evaluasi dan pelaksanaan.
Dalam pelaksanaan program ini terdapat
faktor penghambat dan faktor
pendukung. Adanya pelaksanaan
program AUTP memberikan manfaat
bagi petani apabila terjadi kerusakan
pada tanaman mereka sebab akan ada
penggantinya, yang mana itu
merupakan hak petani yang sudah
membayar premi sebagai peserta
AUTP.
2 Nunung Implementasi Implementasi program BPNT di desa
30

Ifanatul Program Kajarharjo sesuai dengan buku


Mustafida Bantuan Pangan pedoman panduan program BPNT tahun
2019 Non Tunai 2018. Adapun beberapa kendala terjadi
(BPNT) di Desa dalam program ini, diantaranya seperti
Kajarharjo sosialisasi kepada masyarakat atau
Kecamatan KPM. Program BPNT memberikan
Kalibaru dampak dan manfaat yang baik untuk
Kabupaten kesejahteraan masyarakat khususnya
Banyuwangi. KPM.

Persamaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan


dilakukan peneliti adalah sama-sama mengarah pada implementasi program,
sedangkan perbedaan dari penelitian yang akan dilakukan ialah pada program dan
lokasi penelitian. Penelitian yang akan dilakukan menggunakan program Rantang
Kasih yang berlokasi di Desa Plampangrejo, Kecamatan Cluring Kabupaten
Banyuwangi.

2.9 Kerangka Berpikir


Kerangka berpikir adalah penjelasan sementara terhadap objek
permasalahan yang akan diteliti (Usman 2002:34). Alur penelitian ini bertujuan
untuk mendeskripsikan implementasi program Rantang Kasih bagi usia kurang
mampu di Desa Plampangrejo, Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi. Atas
kondisi lanjut usia yang kurang mampu dan hidup sebatangkara sehingga
mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar, Pemerintah Kabupaten
Banyuwangi membuat program Rantang Kasih untuk mengatasi masalah tersebut.
Desa Plampangrejo Kecamatan Banyuwangi merupakan desa yang terdapat di
Kabupaten Banyuwangi yang turut melaksanakan program Rantang Kasih.
Sumber pendanaan program Rantang Kasih di Desa Plampangrejo bukan berasal
dari dana dari pemerintah Kabupaten Banyuwangi saja melainkan juga berasal
dari dana desa. Adanya program ini dapat membantu meningkatkan kesejahteraan
lanjut usia di Desa Plampangrejo.
33

Bagan 2.1 Alur Pikir Konsep Penelitian

Lanjut Usia Kurang Lanjut usia terhambat dalam


Mampu dan Sebatangkara memenuhi kebutuhan dasar
di Banyuwangi

Kebijakan Sosial dari Pemerintah


Kabupaten Banyuwangi
(Pelayanan dan Bantuan Sosial bagi
Lanjut Usia)

Implementasi Program Rantang


Kasih di Desa
Plampangrejo,Kecamatan Cluring
Kabupaten Banyuwangi

Terbantunya Lanjut Usia dalam


Kesejahteraan Lanjut Usia
Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Pangan

Sumber : Diolah Peneliti pada 16 November 2019


BAB 3. METODE PENELITIAN

Penelitian pada hakikatnya merupakan usaha untuk dapat menemukan


kebenaran dari fakta atau fenomena berdasarkan permasalahan yang diteliti.
Untuk kemudian dapat menjelaskan fenomena tersebut, dalam penelitian
dbutuhkan metode penelitian. Menurut Sugiyono (2015:2) metode penelitian
merupakan upaya untuk membuktikan kebenaran dari obyek yang diteliti. Metode
penelitian merupakan cara-cara yang sistematis digunakan untuk menjawab
masalah yang sedang diteliti. Maksud dari kata sistematis yaitu berkaitan dengan
metode ilmiah dimana terdapat prosedur yang ditandai dengan keteraturan dan
ketuntasan. Metode penelitian pada dasarnya juga dapat dimaknai sebagai cara
ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu dengan
menekankan pada beberapa kata kunci yang patut untuk diperhatikan, yakni cara
ilmiah, rasional, empiris dan sistematis. Menurut Sujarweni (2014:21) tujuan dari
penelitian itu sendiri dimaksudkan untuk dapat memahami, mencari makna
dibalik fakta untuk menemukan kebenaran. Penelitian ini, peneliti menggunakan
beberapa cara mulai dari pendekatan dan jenis penelitian, penentuan lokasi
penelitian, teknik penentuan informan, teknik pengumpulan data, teknik analisis
data, dan teknik keabsahan data.
3. 1 Pendekatan Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui dan
mendeskripsikan tentang pelaksanaan program Rantang Kasih di Desa
Plampangrejo Kecamatan Cluring Kabupaten Banyuwangi. Oleh karena itu dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Moleong
(2007: 6) mengemukakan bahwa pendekatan kualitatif merupakan pendekatan
penelitian yang dapat digunakan untuk memahami fenomena yang dialami oleh
subjek penelitian dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada
konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah .
Fenomena yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan dan sebagainya. Hal tersebut juga searah dengan pendapat
Sugiono (2015:3) yang menjelaskan bahwa metode kualitatif digunakan untuk
35

mendapatkan data yang mendalam dan mengandung makna. Makna ialah data
pasti yang merupakan suatu nilai dibalik data yang tampak sehingga dalam
penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi tetapi lebih menekankan
pada makna. Alasan peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif karena
sesuai yaitu bersifat in depth, data-data yang ingin diperoleh yaitu berupa
penjelasan-penjelasan secara rinci yang kebenarannya hanya dapat dipahami tanpa
menghitung atau mengkuantitaskan.
Penggunaan penelitian kualitatif dalam penelitian ini dimaksudkan untuk
mampu menggambarkan keadaan yang sebenarnya secara ilmiah (natural setting)
di lapangan. Selain itu, salah satu alasan dalam menggunakan pendekatan
kualitatif karena pendekatan dapat digunakan untuk memahami kebenaran fakta
yang tersembunyi dibalik fenomena secara mendetail. Pendekatan kualitatif juga
mampu menggali data secara mendalam dengan tidak hanya melalui data saja,
tetapi makna dibalik fenomena juga dimunculkan untuk digali lebih dalam.
Pemaknaaan terhadap fenomena yang dikaji dalam hal ini menjadi suatu hal yang
sangat penting untuk dilakukan dan menjadi pertimbangan. Sebab seringkali fakta
atau apa yang ditampakkan dari data-data yang diperoleh tidak selalu menjadi
sumber yang valid tanpa adanya kajian mendalam terhadap fenomena yang dikaji.
Hal yang juga harus dipahami pula bahwa memang keberadaan fakta memang
menjadi hal yang penting namun pemaknaan dibalik adanya fakta menjadi suatu
hal yang lebih penting.
Tujuan dari penelitian yang dilakukan yakni untuk mengetahui
implementasi program Rantang Kasih melalui tahapan dalam melaksanakan
program. Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan, selanjutnya akan dapat
dilakukan kajian mendalam untuk dapat menjelaskan mengenai bagaimana
implementasi program Rantang Kasih di Desa Plampangrejo, Kecamatan Cluring
Kabupaten Banyuwangi sebagai upaya untuk memberikan perlindungan sosial dan
pelayanan sosial di Kabupaten Banyuwangi.
36

3. 2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
deskriptif yang digunakan untuk menggambarkan dan memahami kondisi
fenomena atau penelitian secara menyeluruh. Bungi (2012:68) menjelaskan bahwa
apabila penelitian sosial dengan berdasarkan pada jenis penelitian secara
deskriptif ditujukan untuk dapat menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi,
berbagai situasi, ataupun fenomena tertentu. Senada dengan pendapat tersebut,
menurut Sugiyono (2015) penelitian studi deskriptif merupakan penelitian yang
dikaitkan dengan mengumpulkan data untuk memberikan konsep atau gejala di
lapangan dan dikumpulkan sejauh dianggap cukup dalam menggambarkan
fenomena yang diteliti dan perkembangannya di masyarakat. Jenis penelitian ini
dapat menggambarkan secara utuh dan maksimal dalam menguraikan data tentang
situasi, kondisi, maupun karakteristik dari fenomena sosial yang ditemukan dalam
masyarakat. Sehingga melalui penelitian ini akan dapat dilakukan pengumpulan
data dan penjelasan mengenai fakta-fakta lapangan secara lebih mendalam terkait
fenomena sosial yang diteliti secara menyeluruh terhadap berbagai aspek yang
saling berkaitan. Hasil yang diperoleh akan dapat digunakan untuk menjawab
rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana implementasi program
Rantang Kasih bagi Lanjut Usia kurang mampu di Desa Plampangrejo Kecamatan
Cluring Kabupaten Banyuwangi.

3. 3 Metode Penentuan Lokasi


Salah satu tahapan utama yang dilakukan terlebih dahulu adalah
menentukan tempat atau lokasi penelitian. Ketepatan dalam menentukan lokasi
penelitian menjadi sangat penting dalam penelitian ilmiah. Adanya pertimbangan
penentuan lokasi penelitian yang dilakukan berdasarkan dengan adanya
ketertarikan secara langsung dengan objek yang akan diteliti, termasuk di
dalamnya kebenaran dari kesesuaian objek penelitian dengan permasalahan yang
diteliti. Selain itu, dengan memperoleh pilihan lokasi yang tepat dapat
memperoleh informasi yang akan membantu mendapatkan data memperjelas
37

masalah yang akan diteliti dan dapat lebih fokus dalam melakukan penelitian.
Soebagyo (1997: 35) mengemukakan bahwa:
“lokasi penelitian sebagai sasaran yang sangat membantu untuk
menentukan data yang diambil, sehingga lokasi ini sangat
menunjang untuk dapat memberikan informasi yang valid. Intinya,
penelitian yang baik yaitu lokasi atau obyek penelitian yang sesuai
dengan obyek permasalahan.”

Lokasi penelitian dalam hal ini dapat dikatakan menjadi salah satu elemen
yang penting untuk diperhatikann karena menyangkut pencarian data-data penting
yang diperlukan dalam penelitian. Ketepatan dalam menentukan lokasi penelitian
menjadi hal yang urgent untuk dilakukan. Karena berkaitan dengan kebenaran
suatu temuan yang digali dan diuji di lapangan.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive. Purposive
adalah teknik penentuan lokasi yang dari awal sengaja ditentukan dan disesuaikan
dengan tujuan penelitian. Lokasi ini di Desa Plampangrejo Kecamatan Cluring
Kabupaten Banyuwangi karena berdasarkan beberapa alasan peneliti dalam
menentukan lokasi penelitian, diantaranya:
a. Adanya pelaksanaan program Rantang Kasih di desa tersebut
b. Adanya tambahan penerima manfaat yang diberikan oleh desa
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut yang kemudian
melatarbelakangi peneliti dalam menentukan lokasi penelitian di Desa
Plampangrejo, Kecamatan Cluring Kabupaten Banyuwangi yang dirasa sangat
tepat untuk menjadi lokasi pelaksanaan penelitian ini karena di desa
Plampangrejo, pemerintah desanya turut ambil bagian untuk membantu
menganggarkan bantuan pada lanjut usia kurang sebatangkara yang kurang
mampu di desa tersebut.
38

3. 4 Teknik Penentuan Informan


Informan dalam penelitian adalah seseorang yang berperan penting untuk
membantu dan memberikan informasi atau data terkait dengan fenomena sosial
yang menjadi fokus kajian dalam penelitian. Moleong (2007: 132):
“Informan adalah orang-dalam latar penelitian. Informan adalah orang
yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan
kondisi latar penelitian. Jadi ia harus mempunyai banyak pengalaman
tentang latar penelitian.”

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive. Adapun definisi


metode ini menurut Sugiyono (2015: 216) Purposive adalah penentuan informan
yang dipilih dengan pertimbangan tertentu. Penelitian ini menggunakan teknik
purposif dengan pertimbangan kriteria informan itu sendiri. Penentuan informan
dieksplorasi dari pihak-pihak yang mengetahui benar tentang fenomena dan data
yang diperlukan secara terperinci dan menyeluruh.
Penentuan sampel sebagai sumber data atau sebagai informan perlu untuk
dipertimbangkan mengenai pemenuhan kriteria, sebagai berikut (Sugiyono,
2015:221):
a. Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi,
sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui tetapi juga dihayati;
b. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada
kegiatan yang tengah diteliti;
c. Mereka yang mempunyai waktu memadai untuk dimintai informasi;
d. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil “kemasannya”
sendiri;
e. Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan peneliti
sehingga lebih menggairahkan dijadikan semacam guru atau narasumber.
Terkait dengan teknik penentuan informan, terdapat dua tipe informan yang
digunakan peneliti yaitu informan pokok (primary informan) dan informan
tambahan (secondary informan).
39

3. 4. 1 Informan Pokok
Informan pokok (primary informan) dapat dipahami sebagai mereka
yang memiliki dan mengetahui informasi atau data, terkait dengan penelitian yang
akan dilakukan, secara langsung terlibat dalam fenomena penelitian, yaitu sebagai
fungsi utama dalam penelitian. Informan kunci (key informan) sebagai informan
pokok harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Sugiyono, 2012:47):
a. Subjek yang telah cukup lama dan intensif menyatu dalam kegiatan.
Seseorang yang akan dipilih sebagai informan pokok harus memiliki
pengalaman mengurus atau mengelola program penelitian minimal satu
tahun;
b. Subjek yang masih terlibat secara penuh dan aktif dalam kegaitan yang
menjadi sasaran atau perhatian penelitian. Keterlibat secara aktif dilokasi
penelitian menentukan kualitas informan dan kualitas data yang diberikan
terhadap peneliti. Maka dari itu, peneliti harus benar-benar memastikan
bahwa informan yang akan dipilih aktif dalam kegiatan yang sedang diteliti;
c. Subjek yang mempunyai banyak waktu atau kesempatan untuk dimintai
informasi. Informasi pokok harus memiliki waktu yang cukup memberikan
keterangan dan informasi penelitian kepada peneliti sehingga diharapkan
penelitian selesai dalam waktu yang efektif dan menghasilkan data yang
benar-benar asli dilapangan penelitian;
d. Subjek yang dalam memberikan infomasi tidak cenderung diolah atau
dikemas terlebih dahulu. Peneliti harus memastikan bahwa informan pokok
dapat memberikan keterangan dan informasi yang objektif dan sesuai dengan
realita atau fakta yang ada.
Penentuan informan pokok pada penelitian menggunakan beberapa
kriteria tertentu yang ditentukan peneliti agar tidak salah sasaran dalam
menentukan sumber data sehingga data yang diperoleh peneliti sesuai dengan
fokus kajian peneliti. Kriteria yang digunakan oleh peneliti untuk
mengkategorikan subjek sebagai informan pokok antara lain:
40

a. Seseorang yang menjadi rekanan atau seseorang yang memiliki warung


makan dan penyedia jasa layanan antar makanan yang bekerja sama dengan
Program Rantang Kasih.
b. Pemerintah Setempat yang terlibat langsung dengan Program Rantang
Kasih.
Adapun informan pokok pada penelitian ini antara lain:
a. Pemilik warung makan dan penyedia jasa layanan antar makanan yang
terlibat dengan program Rantang Kasih di Kecamatan Pesanggaran
Kabupaten Banyuwangi.
b. Pemerintah Desa Plampangrejo sebagai pihak yang menambah anggaran
pada lanjut usia penerima manfaat dari Program Rantang Kasih di Desa
Plampangrejo
2.4.2 Informan Tambahan
Selain informan pokok (primary informan), dalam sebuah penelitian
terdapat pula informan tambahan (secondary informan) adalah mereka yang dapat
memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial
yang diteliti (Bagong dan Sutinah, 2005:172). Dalam kaitannya dengan informan
sekunder, terdapat kriteria yang menjadi pedoman dalam menentukan informan
sekunder yakni informan yang dianggap mengerti tentang fenomena dan masih
berhubungan dengan informan pokok yang ada. Berdasarkan pertimbangan
tersebut, peneliti dapat mengidentifikasi bahwa informan sekunder yang dapat
digunakan oleh peneliti mengetahui tentang adanya segala sesuatu mengenai
fenomena yang sedang dikaji sekalipun fenomena yang dikaji kebaradaan
informan tidak terlibat secara langsung dalam pelaksanaannya. Informasi yang
diperoleh pada penelitian ini yakni, dari informan tambahan digunakan untuk
melengkapi atau hanya sebagai pembanding dalam pengecekan keabsahan data
yang diperoleh dari informan pokok. Adapun informan tambahan yang dianggap
mengetahui dan memberikan informasi dalam penelitian ini antara lain:
a. Lanjut Usia (Lansia) yang menerima bantuan Program Rantang Kasih di dan
penyedia jasa layanan antar makanan.
b. Kecamatan Cluring sebagai kecamatan di Desa Plampangrejo.
41

3. 5 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yaitu langkah yang paling strategis dalam
penelitian karena tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah mendapatkan data
(Sugiyono, 2015: 62). Keberadaan teknik pengumpulan data sangat penting dalam
penelitian karena tanpa adanya teknik pengumpulan data seorang peneliti tidak
akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Adapun
teknik pengumpulan data penelitian kualitatif adalah melalui observasi,
wawancara, dan dokumentasi.
2. 5. 1 Observasi
Pada tahap awal observasi dilakukan secara umum, peneliti
mengumpulkan data atau informasi sebanyak mungkin. Tujuan dari dilakukannya
observasi pada suatu penelitian yaitu untuk menangkap fenomena dan mencatat
peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun
pengetahuan yang langsung diperoleh dari data, selain itu untuk mengoptimalkan
kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar,
kebiasaan dan sebagainya (Moleong, 2007:175). Metode observasi menggunakan
pengamatan atau penginderaan langsung terhadap suatu benda, kondisi, situasi,
proses atau perilaku (Faisal, 2005: 52). Herdiansyah (2013: 145) mengemukakan
bahwa pada teori observasi klasik terdapat bentuk observasi secara umum yang
terdiri dari dua bentuk, yaitu:
a. Participant Observer
Participant observer: peran dalam observasi yang dilih observer untuk
mengambil bagian dan terlihat secara langsung dengan aktivitas yang
dilakukan observer atau subjek penelitian.
b. Non-participant Observer: peran dalam observasi yang dipilih dimana
dalam melakukan pengamatan, peneliti tidak harus mengambil peran dan
terlibat dengan aktivitas observer atau subyek penelitian.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan observasi Non Participant
Observer karena peneliti tidak mengambil peran dalam proses penelitian, peneliti
hanya melihat kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan fenomena yang akan
42

diteliti sesuai dengan rumusan masalah. Dengan begitu, peneliti akan memperoleh
informasi mengenai bagaimana implementasi program Rantang Kasih bagi lanjut
usia kurang mampu di Desa Plampangrejo Kecamatan Cluring Kabupaten
Banyuwangi.
2. 5. 2 Wawancara
Salah satu teknik pengumpulan data selanjutnya adalah wawancara.
Wawancara merupakan cara untuk mendapatkan informasi dari orang-orang yang
tahu tentang segala informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Sugiyono
(2015: 233) membagi wawancara dalam tiga kategori yaitu wawancara terstruktur,
semistruktur, dan tidak terstruktur.
a. Wawancara terstruktur dapat digunakan sebagai teknik pengumpulan data,
bila peneliti atau pengumpul data telah megetahui dengan pasti tentang
informasi apa yang akan diperoleh, peneliti telah menyiapkan daftar
pertanyaan-pertanyaan secara tertulis yang alternatif jawabannya pun telah
disiapkan, dengan wawancara terstruktur ini pula peneliti dapat
menggunakan beberapa pewawancara sebagai pengumpul data juga dapat
menggunakan alat bantu seperti tape recorder, gambar, brosur, dan alat lain
yang dapat membantu.
b. Wawancara semistruktur merupakan jenis wawancara yang termasuk dalam
kategori in-depth interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila
dibandingkan dengan wawancara terstruktur, tujuan dari jenis wawancara
ini adalah untuk menemukan permasalahan yang lebih terbuka dari pihak-
pihak yang diajak wawancara, peneliti perlu mendengarkan dengan teliti dan
mencatat apa yang dikemukakan informan.
c. Wawancara tidak terstruktur merupakan wawancara yang bebas dimana
peneliti menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara
sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara
yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang
ditanyakan, wawancara tidak terstruktur atau terbuka sering digunakan
dalam subyek penelitian yang diteliti. Pada penelitian pendahuluan, peneliti
berusaha mendapatkan informasi awal tentang isu atau permasalahan yang
43

ada pada obyek sehingga peneliti dapat menentukan secara pasti


permasalahan atau variable apa yang harus diteliti.
Dari ketiga kategori di atas, dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis
wawancara semi terstruktur, karena selain peneliti mengacu pada guideline
interview dalam wawancara, peneliti juga bisa bebas mengatur jalannya
wawancara dan dapat dibatasi pembicaraan yang tidak diperlukan agar percakapan
tidak melebar, sehingga mempermudah peneliti mendapatkan data atau informasi
tambahan terkait dengan fokus kajian.
2. 5. 3 Dokumentasi
Dokumentasi merupakan suatu metode pengumpulan data berupa sumber
yang sudah ada. Dokumentasi adalah berupa buku-buku yang berhubungan
dengan masalah yang diteliti, jurnal, bulletin, majalah ilmiah, laporan penelitian,
dokumen pribadi, dan dokumen resmi (Moleong, 2007:159). Menurut Sugiyono
(2015: 82), dokumen mempunyai berbagai macam bentuk diantaranya:
a. Berbentuk tulisan seperti catatan harian, sejarah kehidupan, biografi, dan
lain-lain.
b. Berbentuk gambar seperti foto, gambar hidup dan sketsa
c. Berbentuk karya seni yang berupa gambar, film, dan lain sebagainya
Pada penelitian ini, metode pengumpulan data berupa dokumentasi
digunakan menyesuaikan dengan keadaan atau kebutuhan. Seperti pencatatan
terhadap data-data yang ada, foto, dan sebagainya terkait penelitian ini digunakan
untuk memperkuat hasil dari observasi dan wawancara yang dilakukan oleh
peneliti di Desa Plampangan, Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi.

3. 6 Teknik Analisis Data


Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen (1983) dalam
(Moleong, 2014:248) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan
data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensistensiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa
yang penting dan apa yang dipelajari, dan menentukan apa yang dapat diceritakan
44

kepada orang lain. Model analisis interaktif menurut Miles dan Huberman (dalam
Sugiyono 2014:247) digambarkan pada bagan dibawah ini:
Bagan 3.1 Model Miles dan Huberman

Pengumpulan Data Penyajian Data

Kesimpulan-
Reduksi Data kesimpulan: Penrikan
atau verifikasi

Sumber: Sugiyono (2014:247)


Pada penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis data menurut
Miles dan Huberman (dalam Sugiyono 2014:247-252) menyebutkan bahwa
terdapat langkah-langkah yang dilakukan pada saat melakukan analisis data dalam
penelitian kualitatif, antara lain:
a. Pengumpulan Data
Peneliti melakukan pengumpulan data mentah melalui wawancara
mendalam terhadap informan pokok, observasi lapangan yaitu di Desa
Plampangrejo Kecamatan Cluring Kabupaten Banyuwangi.
b. Reduksi Data (Data Reduction)
Tahap awal dari teknik analisis data adalah melakukan reduksi data dari data
yang sudah diperoleh pada saat pengumpulan data. Sugiyono (2015: 92)
mengemukakan bahwa:
“mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.
Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan
gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila
diperlukan. Reduksi data dapat dibantu dengan peralatan elektronik
seperti komputer mini dengan memberikan kode pada aspek-aspek
tertentu.”

Pada sebuah penelitian, data yang diperoleh dari lapangan sangat banyak,
semakin lama penelitian maka jumlah informasi yang didapat juga akan
bertambah, oleh karena itu perlu dilakukan analisis data melalui reduksi data.
45

Mereduksi data berarti meringkas data yang telah diperoleh dilapangan dari hasil
wawancara dengan informan pokok dan informan tambahan selanjutnya memilih
hal-hal yang pokok dan penting kemudian dicari tema pelaksanaan Program
Rantang Kasih di Desa Plampangrejo Kecamatan Cluring Kabupaten
Banyuwangi.
c. Penyajian Data (Display Data)
Setelah mereduksi data, langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Miles
dan Huberman (dalam Sugiyono, 2015: 95) mengemukakan bahwa yang paling
sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan
teks naratif. Pada penelitian ini, penulis menyajikan data dengan cara menuliskan
pemahaman peneliti tentang setiap kategorisasi data dimana pada setiap
kategorisasi data tersebut terdapat transkrip-transkrip wawancara dari informan
yang berbeda.
d. Penarikan kesimpulan/ verifikasi (Conclusion drawing/ Verification)
Pada tahap terakhir yaitu Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi. Sugiyono
(2015: 99)mengemukakan bahwa:
“Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan
baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa
deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-
remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa
hubungan kasual atau interaktif, hipotesis atau teori.”

Pada tahap ini peneriti dituntut untuk benar-benar jeli dalam menyimpulkan
hasil penelitiannya agar tidak ada kesalahan dalam menarik kesimpulan atau
menafsirkan. Pada penelitian ini, penulis membuat kesimpulan (conclusion data)
dengan cara menuliskan kesimpulan berdasarkan data dari kategorisasi data yang
telah disajikan (Display Data) kemudian mencoba mengaitkan dengan teori yang
terdapat dalam tinjauan pustaka.

3.7 Teknik Keabsahan Data


Teknik keabsahan data dalam penelitian kualitatif sangatlah penting karena
teknik ini berguna untuk mengukur kebenaran data agar dapat dipertanggung
jawabkan. Kekuatan, keabsahan, dan kebenaran data yang sudah dikumpulkan
46

serta dianalisis dapat menentukan kebenaran dalam penelitian sesuai dengan fokus
penelitian (Yusuf, 2014: 394). Oleh karena itu, dalam penelitian yang bersifat
empiris, mulai dari informasi yang diberikan sampai dengan perilaku dari
informan mempunyai makna sehingga tidak dapat langsung diterima tanpa adanya
proses yang benar. Oleh karena itu dibutuhkan teknik triangulasi data. Triangulasi
merupakan salah satu teknik dalam pengumpulan data untuk memperoleh temuan
dari interpretasi data yang lebih akurat dan kredibel.
Menurut Denzim dalam Moleong (2014: 124) membedakan tiga macam
triangulasi sebagai teknik pemeriksaan, antara lain:
a. Triangulasi dengan sumber, berarti membandingkan dan mengecek ulang
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat
yang berbeda dalam penelitian kualitatif
b. Triangulasi dengan metode, menurut Patton (Moleong, 2014: 120) terdapat
dua strategi yaitu pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil
penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat
kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.
c. Triangulasi dengan teori, menurut Licoln dan Guba (Moleong, 2014: 122),
berdasarkan anggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat
kepercayaannya dengan satu atau lebih teori.
Dari tiga macam triangulasi di atas, pada penelitian ini menggunakan teknik
triangulasi sumber. Proses triangulasi sumber yang dilakukan dalam penelitian
melalui cara membandingkan data hasil pengamatan. Teknik ini membandingkan
data dari sumber satu dengan sumber yang lain yaitu informan pokok dan
informan tambahan. Adapun tujuan membandingkan data dengan menggunakan
triangulasi sumber adalah untuk mencari kebenaran suatu data. Karena
kadangkala data-data yang didapatkan tidak terlepas dari subjektifitas informan.
Berdasarkan adanya perbandingan data maka data yang didapatkan akan bersifat
objektif dan valid.
47

Daftar Pustaka

Buku
Adi, I. R., 2013. Kesejahteraan Sosial (pekerjaan sosial, pembangunan sosial dan
kajian pembangunan), Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Kadji, Y. 2015. Formulasi dan Implementasi Kebijakan Publik. Gorontalo: UNG
Pres
Kurniawan L. J., Abdussalam, dkk. 2015. Negara Kesejahteraan dan Pelayanan
Sosial. Malang: Intrans Publishing
Nugroho, R. 2014. Kebijakan Sosial untuk Negara Berkembang.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Soetomo. 2013. Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya.Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Sugiyono. 2015. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Suharto, E. 2009. Kemiskinan & Perlindungan Sosial di Indonesia: Menggagas
Model Jaminan Sosial Universal Bidang Kesehatan. Bandung: Alfabeta

Jurnal
Andjarwati, T. 2015. Motivasi dari Sudut Pandang Teori Hierarki Kebutuhan
Maslow, Teori Dua Faktor Jerzberg, Teori X Y Mc Gregor, dan Teori
Motivasi Prestasi Mc Clelland. JMM17 Jurnal Ilmu Ekonomi dan
Manajemen. Vol. 1 No.1 Halaman 45-54.
Damanik, J. 2011. Menuju Pelayanan Sosial yang Berkeadilan. ISSN 14-4946
JURNAL ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK. Vol. 15, No.1, Halaman 1-
14
Habibullah. 2017. Perlindungan Sosial Komprehensif di Indonesia. SOSIO
INFORMA Vol. 3, No. 01, halaman 1-14
Pratama, Y. C. 2014. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan Di
Indonesia. ESENSI Jurnal Bisnis dan Manajemen Vol. 4, No. 2, hal 210-223
48

Pribadi, A. 2015. Pelatihan Aerobik Untuk Kebugaran Paru Jantung Bagi Lansia.
Jurnal Olahraga Prestasi, Vol 11, No. 2
Naftali, R. N. dkk. 2017. Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam
Menghadapi Kematian. ISSN 2528-5858. Vol 25, No. 2, Halaman 124-135.
Universitas Kristen Satya Wacana.
Riska, I. A. & Rostyaningsih, D. 2018. Implementasi Program Indonesia Pintar
pada Jenjang Pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP 3 Satu Atap
Gebong Kudus. Semarang: Universitas Diponegoro.
Suharto, E. 2015. Peran Perlindungan Sosial dalam Mengatasi Kemiskinan di
Indonesia: Studi kasus Program Keluarga Harapan. SOSIOHUMANIORA,
Vol. 17, No. 1, Halaman 22-18
Zuhdiyati, N., Kaluge, D. 2017. Analisi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kemiskinan di Indonesia Selama Lima Tahun Terakhir. JIBEKA. Vol. 11,
No. 2. Halaman 27-31

Undang-undang
Undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 Tentang


Kesejahteraan Lanjut Usia
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2004 Tentang
Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia

Internet
https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/rantang-kasih-penuhi-kebutuhan-
hidup-lansia-di-banyuwangi (diakses pada 12 November 2019 pukul 08.40 WIB)

Kidd, S., dkk. Perlindungan Sosial bagi Penduduk Lanjut Usia di Indonesia.
http://www.tnp2k.go.id/filemanager/files/Perlindungan%20Sosial%20Lansia/Elde
rly%20Brief%20-%20Bahasa%20Indonesia.pdf (diakses pada 18 November 2019
pukul 10.09 WIB).
49

Anda mungkin juga menyukai