PROPOSAL PENELITIAN
Oleh:
Rina Ariska
NIM 160910301021
ii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR BAGAN
v
BAB 1. PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Lanjut usia merupakan masa dimana seseorang telah mengalami beberapa
fase dalam kehidupan meliputi fase anak, fase remaja, fase dewasa hingga sampai
pada lanjut usia. Lanjut usia merupakan tahapan terakhir dari siklus kehidupan
manusia. Seseorang yang dapat dikategorikan sebagai lanjut usia mengalami suatu
proses yang disebut penuaan. Banyaknya penduduk dengan usia lanjut dapat
membawa dampak negatif dan juga positif di suatu daerah. Lanjut usia yang sehat
dan masih produktif dapat memberikan dampak yang positif sebab ia dapat
berfungsi sosial dan juga masih dapat mengusahakan sesuatu untuk mencukupi
kebutuhan hidupnya. Lanjut usia akan memberi dampak negatif ketika lanjut usia
tersebut menjadi beban keluarga atau masyatakat. Selain tidak produktif, lanjut
usia bisa menjadi beban jikalau mengalami penurunan kesehatan dan memerlukan
perawatan khusus. Menurunnya kesehatan lanjut usia bisa mengakibatkan
peningkatan biaya pada pelayanan kesehatan yang diberikan dan disisi lain
mengurangi pendapatan. Lanjut usia yang tidak produktif dapat menjadi beban
ekonomi juga pada usia yang masih produktif.
Kebanyakan penduduk lanjut usia adalah penduduk yang tidak produktif.
Menurut Putrianti (2013) pada usia 60 tahun ke atas kondisi manusia mengalami
penurunan fungsi. Penurunan fungsi yang dialami oleh lanjut usia diantaranya
adalah penurunan pada kondisi fisik, psikologis maupun sosial. Fungsi organ
tubuh yang dimiliki oleh lanjut usia yang dahulunya kuat untuk bekerja sekarang
kurang bisa bekerja dengan maksimal atau bisa jadi tidak dapat bekerja, dengan
begitu dapat dikatakan bahwa lanjut usia ialah seseorang yang tidak produktif
lagi. Penurunan kemampuan kerja lanjut usia akan membuat lanjut usia tersebut
rentan untuk jatuh ke dalam kemiskinan dibandingkan saat usianya masih muda.
Kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) ialah ketidakmampuan dalam
memenuhi kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makanan dan non makanan.
Kemiskinan menjadikan individu, kelompok, atau masyarakat menjadi tidak
sejahtera, karena ketidakmampuannya dalam memenuhi kebutuhan dasar secara
maksimal. Hal tersebut juga sejalan dengan pendapat Piven dan Cloward (dalam
2
merasakan makanan yang bergizi. Selain itu juga dapat membantu peningkatan
kesejahteraan penyedia makanan dan jasa layanan antar makanan yang turut
tergabung dengan program Rantang Kasih yang berada di kecamatan atau desa.
Jumlah desa di tiap-tiap kecamatan yang ada di Kabupaten Banyuwangi ada
yang berbeda. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi tidak menyamaratakan dalam
pembagian jumlah penerima manfaat di setiap kecamatannya, sehingga terdapat
beberapa keberagaman jumlah penerima manfaat pada masing-masing kecamatan.
Salah satu kecamatan di kabupaten Banyuwangi yang melaksanakan program
Rantang Kasih ialah Kecamatan Cluring. Jumlah penerima manfaat sesuai dengan
anggaran dari pemerintah Kabupaten Banyuwangi dapat membantu sebanyak 45
orang lanjut usia di kecamatan ini. Dari jumlah 45 orang lanjut usia tersebut
kemudian dibagi masing-masing desa di Kecamatan Cluring mendapatkan
bantuan sebanyak lima orang lanjut usia.
Di Kecamatan Cluring terdapat desa Plampangrejo. Jumlah lanjut usia
kurang mampu di Desa Plampangrejo cukup banyak, sedangkan program Rantang
Kasih hanya dapat membantu sebanyak lima orang lanjut usia. Atas kondisi
tersebut, pemerintah Desa Plampangrejo menganggarkan dana desa untuk
membantu lima lanjut usia kurang mampu lainnya. Saat ini didapati sebanyak
sepuluh orang lanjut usia penerima manfaat dari program Rantang Kasih di Desa
Plampangrejo. Penyedia makanan dan jasa layanan antar makanan di Desa
Plampangrejo menggunakan dua warung makan.
Dilihat dari konteks Kesejahteraan Sosial, kemiskinan merupakan masalah
sosial yang perlu untuk dicari solusinya. Pemberdayaan dapat dilakukan pada
seseorang yang masih produktif, sedangkan seseorang yang kurang produktif atau
tidak produktif seperti pada lanjut usia, maka lanjut usia tersebut memerlukan
perlindungan sosial dalam menopang hidup di masa tuanya terutama lanjut usia
yang kurang mampu dan hidup sebatangkara. Program Rantang Kasih merupakan
program yang dibuat untuk membantu lanjut usia kurang mampu dalam
memenuhi kebutuhan dasar lanjut usia. Terpenuhinya kebutuhan dasar pangan
dapat membantu meningkatkan kesejahteraan bagi hidup lanjut usia di mana
lanjut usia tidak terbebani dalam pemenuhan kebutuhan dasar, serta tidak terlalu
5
1. 2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, rumusan masalah yang akan
dibahas adalah “Bagaimana implementasi program Rantang Kasih bagi lanjut usia
kurang mampu di Desa Plampangrejo, Kecamatan Cluring Kabupaten
Banyuwangi?”
1. 3 Tujuan Penelitian
Dalam suatu penelitian terdapat suatu tujuan yang hendak dicapai oleh
peneliti yang merupakan jawaban dari rumusan masalah yang sudah ditentukan.
Berdasarkan rumusan masalah yang sudah ditentukan, tujuan penelitian ini ialah
untuk mengetahui dan mendeskripsikan implementasi program Rantang Kasih
bagi lanjut usia kurang mampu di Desa Plampangrejo, Kecamatan Cluring
Kabupaten Banyuwangi.
1. 4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:
a. Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam disiplin Ilmu
Kesejahteraan Sosial bagi para peneliti selanjutnya atau tambahan referensi
bagi pihak yang berkepentingan.
b. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca atau masyarakat luas
terkait implementasi program Rantang Kasih bagi lansia kurang mampu di
Desa Plampangrejo, Kecamatan Cluring Kabupaten Banyuwangi.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
tidak sejahtera hidupnya. Sumodiningrat (dalam Yoghi C. P., 2014: 214) bila
ditinjau dari kelompok sasaran, terdapat beberapa tipe kemiskinan. Penggolongan
tipe kemiskinan dimaksudkan agar setiap tujuan program memiliki sasaran yang
jelas. Ada tiga kategori kemiskinan, yaitu:
a. Kemiskinan absolut (pendapatan berada di bawah garis kemiskinan yang
telah ditetapkan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar).
b. Kemiskinan relatif (kemiskinan yang berdasarkan pada jarak antara yang
miskin dan yang tidak miskin dalam suatu komunitas atau lingkungan).
c. Kemiskinan struktural (kemiskinan terjadi karena seseorang tidak mau
untuk memperbaiki kondisi hidupnya sehingga seseorang tersebut
memerlukan bantuan untuk membantunya keluar dari kondisi miskin).
Dari uraian di atas, Kemiskinan ada yang disebabkan dari dalam diri
seseorang dan atau berasal dari luar diri seseorang. Kemiskinan merupakan suatu
keadaan yang tidak pernah diharapkan oleh seseorang sebab kemiskinan akan
menimbulkan kesengsaraan dalam hidup atau menjadikan seseorang tidak
sejahtera. Sengsara dalam artian sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup yang
semakin hari semakin meningkat dan keterbatasan dalam mengakses layanan.
Seperti halnya dalam memenuhi kebutuhan dasar, seseorang yang kurang mampu
hanya dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dengan terbatas. Salah satu kebutuhan
dasar manusia ialah kebutuhan pangan. Makanan bukan hanya sekedar kenyang di
perut, tetapi tubuh juga memerlukan asupan makanan yang bergizi, itu semua
tentunya sulit untuk dipenuhi oleh seseorang yang berada pada kondisi kurang
mampu. Di beberapa daerah dijumpai masyarakat yang hidup dalam kemiskinan,
seperti di masyarakat yang berada di Desa Plampangrejo, Kecamatan Cluring
Kabupaten Banyuwangi.
kehidupan manusia. Masa lanjut usia ialah masa dimana seseorang mengalami
penuaan. Penuaan merupakan proses yang terjadi pada manusia yang mana
manusia tersebut mengalami penurunan pada daya tahan tubuh yang dimilikinya.
Penurunan daya tahan tubuh membuat lanjut usia berisiko mengalami penyakit
dan juga infeksi. Pengaruh proses menua dapat menimbulkan individu mengalami
masalah baik secara fisik-biologik, mental maupun sosial-ekonomi (Stanley &
Beare dalam Ilham A. P., 2018: 5)
Lanjut usia merupakan suatu kondisi dimana terdapat seseorang yang
sudah berumur atau tua. Menurut WHO dalam Ananda R. N, dkk (2017; 124)
masa lanjut usia dibagi mendjadi empat golongan, diantaranya ialah (1) usia
pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun, (2) lanjut usia (elderly) usia 60-74
tahun, (3) lanjut usia tua (old) umur 75–90 tahun dan (4) usia sangat tua (very old)
di atas umur 90 tahun. Selain itu, Maryam, dkk (dalam Bunga W. R., 2018:7)
mengelompokkan lanjut usia menjadi pra lanjut usia (Prasenilis), yaitu seseorang
yang berusia 45 tahun hingga 59 tahun; lanjut usia, lanjut usia adalah seseorang
yang berusia 60 tahun atau lebih; lanjut usia berisiko tinggi, yaitu lanjut usia yang
berusia 70 tahun atau juga seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan
masalah kesehatan; lanjut usia potensial ialah lanjut usia yang mampu melakukan
kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa; lanjut usia tidak potensial
merupakan lanjut usia yang tidak dak dapat menghasilkan barang atau jasa
sehingga hidupnya bergantung pada orang lain
Wong 2008 (dalam Ananda R. N, dkk, 2017; 125) juga mengemukakan
pendapatnya mengenai masa lanjut usia. Masa lanjut usia ditandai dengan adanya
kemunduran berbagai kemampuan yang dulunya pernah mereka miliki dan juga
terdapat perubahan pada fisik mereka seperti perubahan warna rambut, kulit yang
berangsur-angsur menjadi keriput, penglihatannya yang semakin kurang tajam,
daya ingat yang dimiliki menurun, adanya penurunan funsi pendengaran dan
beberapa masalah kesehatan lainnya. Sejalan dengan pendapat di atas, menurut
Hernawati Ina MPH (dalam Agus P., 2015:67-69) perubahan pada lanjut usia ada
tiga, yaitu:
a. Perubahan Biologis
11
itu, lanjut usia dapat kehilangan rasa percaya diri, merasa kehilangan akan rasa
aman, merasa takut hidupnya menjadi beban keluarga, dan lain sebagainya.
c. Kemunduran sosiologi. Status sosial seseorang sangat penting bagi
kepribadiannya di dalam pekerjaan. Perubahan status sosial yang dimiliki oleh
lanjut usia akan memberi dampak dan harus ada persiapan diri sebaik mungkin
dalam menghadapi perubahan tersebut.
Beberapa definisi di atas mendefinisikan bahwa lanjut usia merupakan
seseorang yang sudah berumur 60 tahun ke atas dan kondisi tubuh lanjut usia juga
mengalami penurunan. Ciri fisik lanjut usia ditandai dengan adanya rambut yang
berangsur-angsur memutih, kulit menjadi keriput, kinerja yang menurun, dan lain
sebagainya. Kemunduran lanjut usia seperti itu mengakibatkan lanjut usia
terhambat dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Selain terhambat dalam
melakukan aktivitas, lanjut usia juga kurang bisa memenuhi kebutuhan hidupnya
sendiri.
2. 2. 2 Macam-macam Lanjut Usia
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Lanjut Usia lanjut usia dibedakan menjadi dua, yakni lanjut usia potensial dan
lanjut usia yang tidak potensial. Lanjut usia potensial ialah lanjut usia yang masih
bisa melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau
jasa. Lanjut usia tidak potensial ialah lanjut usia yang sudah tidak mampu untuk
mencari penghasilan karena ketidakberdayaannya dalam mencari penghasilan,
lanjut usia tersebut hidupnya bergantung pada orang lain.
Maryam, dkk (dalam Bunga W. R., 2018: 8-9) Tipe lanjut usia bergantung
pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan
ekonomi. Tipe tersebut yaitu:
a. Tipe Arif Bijaksana. Tipe lanjut usia yang arif bijaksana seperti kaya dengan
pengalaman, dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan zaman, dapat
bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, dan dapat menjadi panutan.
b. Tipe Mandiri. Tipe lanjut usia yang mandiri seperti lanjut usia yang dapat
mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan dan juga mencari teman bergaul.
13
c. Tipe Tidak Puas. Tipe lanjut usia yang tidak puas seperti adanya konflik lahir
batin yang menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar,
mudah tersinggung, pengkritik dan banyak menuntut.
d. Tipe Pasrah. Tipe lanjut usia yang pasrah seperti menerima dan menunggu
nasib baik, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
e. Tipe Bingung. Tipe lanjut usia yang bingung seperti kaget, kehilangan
kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh.
Menurut tingkat kemandirian Lanjut usia yang dinilai dari kemampuannya
untuk melakukan aktivitas sehari-hari, para lanjut usia digolongkan menjadi tipe:
a. Lanjut usia mandiri sepenuhnya
b. Lanjut usia mandiri dengan bantuan langsung keluarganya
c. Lanjut usia mandiri dengan bantuan secara tidak langsung
d. Lanjut usia dengan bantuan badan sosial
e. Lanjut usia di Panti Werdha
f. Lanjut usia yang dirawat di rumah sakit
Beberapa definisi di atas, tingkat kemandirian lanjut usia kurang mampu
dan sebatangkara yang ada di Kabupaten Banyuwangi tergolong lanjut usia
dengan bantuan badan sosial. Penurunan fungsi tubuh yang dimiliki oleh lanjut
usia mengakibatkan lanjut usia tidak bisa memenuhi kebutuhan atau bisa disebut
dengan lanjut usia tidak potensial. Lanjut usia tidak potensial dapat
menggantungkan hidupnya pada keluarganya. Apabila lanjut usia tersebut tidak
potensial dan sebatangkara, maka lanjut usia menggantungkan hidupnya pada
belas kasihan dari tetangga, organisasi yang memperhatikan lanjut usia dan atau
berharap bantuan dari pemerintah.
2. 2. 3 Kesejahteraan Lanjut Usia
Peraturan Pemerintah RI No. 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia, kesejahteraan sosial merupakan
suatu kehidupan dan penghidupan yang diliputi oleh adanya rasa keselamatan,
rasa kesusilaan, dan adanya rasa ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan
seseorang terpenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial dengan sebaik-
baiknya, baik pada dirinya sendiri, keluarga, maupun masyarakat serta
14
menjunjung tinggi hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila.
Pada pasal 3, upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia terbagi
menjadi dua, yaitu upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia yang
potensial dan yang tidak potensial, penjelasannya sebagai berikut.
a. Upaya peningkatan kesejahteraan lanjut usia potensial meliputi:
1) Pelayanan keagamaan, mental dan spiritual
2) Pelayanan kesehatan
3) Pelayanan kesempatan kerja
4) Pelayanan pendidikan dan pelatihan
5) Pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana
dan prasarana umum.
6) Pemberian kemudahan layanan dan bantuan hukum
7) Bantuan sosial
b. Upaya peningkatan kesejahteraan lanjut usia tidak potensial meliputi:
1) pelayanan keagamaan dan mental dan spiritual
2) pelayanan kesehatan
3) kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum
4) kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum
5) perlindungan sosial
Berdasarkan uraian di atas, masa lanjut usia merupakan proses alami
manusia yang tidak dapat dicegah dan merupakan hal yang wajar bagi mereka
yang dikaruniai umur panjang. Di masa lanjut usia, lanjut usia mengalami
penurunan fungsi tubuh yang membuatnya lemah untuk melakukan pekerjaan.
Ada masa dimana seseorang lanjut usia menjadi tidak produktif lagi sehingga
hidupnya bergantung pada orang lain. Lanjut usia yang tidak produktif dapat
menjadi beban keluarga, apalagi lanjut usia yang perlu perawatan khusus.
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi memiliki kepedulian terhadap
kesejahteraan lanjut usia sehingga berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan
sosial lanjut usia. Program Rantang Kasih merupakan salah satu strategi untuk
membuat lanjut usia dapat merasakan taraf hidup yang wajar atau dapat sejahtera
dengan bantuan berupa makanan. Sasaran dari program Rantang Kasih
15
diutamakan pada lanjut usia yang sudah tidak produktif dan hidup sebatangkara.
Kondisi lanjut usia yang sudah tidak produktif dan sebatangkara akan membuat
sukar dalam menjalani hidupnya, terutama dalam memenuhi kebutuhan dasar.
Sulitnya dalam memenuhi kebutuhan dasar, membuat lanjut usia kurang tercukupi
kebutuhan pangannya dan sangat jarang sekali bisa mendapatkan makanan-
makanan yang bergizi. Seperti yang dikemukakan oleh Abraham Maslow (dalam
Tri Andjarwati 2015: 28) ada lima hierarki kebutuhan manusia. Kebutuhan yang
pertama dan penting untuk segera dipenuhi ialah kebutuh fisiologis seperti
makanan. Dalam hal ini adanya program Rantang Kasih, lanjut usia terbantu
dalam pemenuhan kebutuhan makanan bergizi yang diberikan setiap harinya dan
tidak terlalu memberikan beban bagi kerabat terdekat atau masyarakat.
terjadi pada kelompok miskin, melalui respon langsung ini, kelompok miskin
dapat hidup walaupun dalam kondisi minimal sesuai dengan harkat dan
martabatnya. Respon langsung yang kedua ialah menangani penyebab masalah
yang melekat pada penyandang masalah tersebut.
b. Respon tidak langsung adalah menangani masalah tetapi bukan kepada
penyandang masalahnya, namun kepada pihak yang terkait dengan penyandang
masalah tersebut (Soetomo, 2013:212).
Menurut Soetomo (2013:214) terdapat tiga kunci dalam memahami
kebijakan sosial, yaitu kebijakan, sosial, dan kesejahteraan. Kebijakan pada
umumnya mengandung beberapa elemen pokok: memilih dari beberapa alternatif,
alokasi sumber daya, proses atau implementasi untuk pencapaian tujuan dan
perancanaan ke depan. Kebijakan cenderung pada segi regulasi dan distribusi
bilamana berkaitan dengan unsur-unsur pelayanan kesehatan, pendidikan dan
perumahan. Kebijakan sosial menandakan bahwa kebijakan sosial lebih banyak
menaruh pada isu-isu sosial, dan pada peningkatan kesejahteraan individu,
kelompok, maupun masyarakat..
Riant Nugroho (2014: 11) mengemukakan bahwa kebijakan sosial di
negara berkembang dibuat untuk memecahkan masalah dan untuk melakukan
pembangunan sosial. Ada tiga konsep dalam kebijakan sosial yaitu kesejahteraan,
kemakmuran, dan masyarakat yang baik. Menurutnya kebijakan sosial lebih dari
sekedar kesejahteraan sosial, tetapi juga mencangkup pembangunan dan keadilan
sosial yang mana hal itu merupakan sebuah tindakan aktif untuk menciptakan
masyarakat yang lebih baik. Kebijakan sosial adalah keputusan untuk dilakukan
dan tidak dilakukan oleh pemerintah pada pembangunan sosial, keadilan sosial,
dan kesejahteraan sosial; mengenai perumusan, implementasi, kontrol, dan kinerja
(2014:36).
Ada dua pendekatan untuk memahami bidang kebijakan sosial.
Pendekatan pembangunan sosial dan keadilan sosial. Pendekatan pertama
merupakan pendekatan sektoral yang mengarahkan pada pembagian
pembangunan sosial sebagai strategi dalam mengentaskan keterbelakangan.
Pembangunan sosial terdiri dari empat bidang penting yaitu pendidikan,
18
strategi kebijakan sosial yang dirancang untuk menurunkan angka kemiskinan dan
memperkecil kesenjangan yang terjadi di masyarakat. Dalam arti luas,
perlindungan sosial merupakan seluruh tindakan yang dapat dilakukan oleh
pemerintah, pihak swasta ataupun masyarakat yang memiliki tujuan untuk
melindungi dan membantu mencukupi kebutuhan dasar kelompok-kelompok
miskin dan rentan serta meningkatkan status sosialnya. Perlindungan sosial
merujuk pada proses, kebijakan dan intervensi yang sebagian besar dibuat oleh
pemerintah untuk merespon segala risiko, baik risiko ekonomi, politik, keamanan
yang dihadapi oleh masyarakat, terutama risiko yang terjadi pada masyarakat
miskin dan rentan. Perlindungan sosial perlu dikombinasikan dengan pendekatan
lainnya seperti penyedia layanan sosial dan ekonomi dalam hal pembangunan
nasional agar dapat memperoleh hasil yang efektif dan berkelanjutan (Suharto,
2009; Edi Suharto, 2015:22). Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Rahma
Iryanti (2014: 8) perlindungan sosial merupakan segala bentuk kebijakan dan
intervensi publik yang dilakukan untuk menjawab risiko-risiko dan kerentanan
baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial yang diutamakan bagi mereka
yang hidup dalam kemiskinan. Adanya perlindungan sosial dapat mencegah
risiko, meningkatkan kemampuan kelompok yang rentan dalam menghadapi
risiko dan keluar dari kemiskinan, dan memungkinkan kelompok miskin dapat
memiliki standar hidup yang meningkat atau dapat memutusan kemiskinan ke
generasi selanjutnya.
Shepherd, Marcus dan Barientos, 2004; Suharto 2009b (dalam Edi
Suharto, 2009: 46-50) menyebutkan bahwa perlindungan sosial memiliki lima
elemen diantaranya pasar tenaga kerja, asuransi sosial, bantuan sosial, skema
mikro berbasis komunitas, serta perlindungan anak.
a. Pasar tenaga kerja. Pekerjaan pada dasarnya merupakan suatu perlindungan
sosial yang penting bagi setiap individu.Pekerjaan yang dilakukan seseorang
dapat ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan orang tersebut dan atau
keluarganya serta dapat mengatasi risiko kehidupan. Skema pasar kerja dibuat
untuk memfasilitasi pekerjaan dan mempromosikan operasi pasar yang efisien.
21
that provides something that the public needs, organized by the government or a
private company” (sebuah sistem yang menyediakan sesuatu yang dibutuhkan
publik dan dapat diorganisir oleh pemerintah atau perusahaan swasta). Pelayanan
berfungsi sebagai sistem yang membantu dalan menyediakan kebutuhan
masyarakat. Pelayanan sosial lebih ditekankan pada kelompok-kelompok yang
kurang beruntung, tertekan, dan rentan. Secara umum pelayanan sosial dapat
dimaknai sebagai suatu tindakan memproduksi, mengalokasi, dan membagikan
sumber daya sosial kepada orang banyak dalam suatu perencanaan yang cermat.
Sumber daya sosial meliputi barang atau jasa sosial yang dibutuhkan oleh
individu maupun masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya
(Janianton Damanik, 2011:2).
Pelayanan sosial menurut Isbandi Rukminto (2005: 114) ialah suatu bentuk
usaha kesejahteraan sosial yang dapat dilakukan oleh lembaga atau organisasi
sosial yang bertujuan untuk menghilangkan hambatan komunikasi melalui upaya
penjangkauan klien. Sejalan dengan pendapat tersebut, Lutfi J. Kurniawan, dkk
(2015: 106) mengemukakan bahwa konsep pelayanan sosial berasal dari usaha
untuk memberikan sesuatu yang terbaik bagi individu, kelompok dan masyarakat.
Selanjutnya Muhidin (dalam Lutfi J. Kurniawan, dkk., 2015: 107) mengemukakan
bahwa pelayanan sosial terbagi menjadi dua, yaitu pelayanan sosial dalam arti
luas dan pelayanan sosial dalam arti sempit. Pelayanan sosial dalam arti luas
adalah pelayanan sosial yang mencangkup fungsi pengembangan dalam bidang
kesehatan, pendidikan, perumahan, tenaga kerja, dst. Pelayanan sosial dalam arti
sempit juga disebut sebagai pelayanan kesejahteraan meliputi program
pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang tidak beruntung, seperti
pelayanan sosial bagi orang kurang mampu, anak terlantar,orang cacat, tuna
susila, dst.
Dari uraian di atas, pelayanan sosial merupakan suatu usaha kesejahteraan
yang dapat dilakukan oleh lembaga atau organisasi untuk membantu individu,
kelompok, atau masyarakat yang memerlukan pertolongan sehingga individu,
kelompok, atau masyarakat tersebut bisa keluar dari masalah atau hambatan yang
dialami. Pelayanan sosial yang dilakukan dengan baik dapat mengubah seseorang
25
berada pada kondisi yang diharapkan. Sumber daya yang digunakan untuk
menolongnya dapat berupa barang atau pun jasa. Dalam hal ini Pemerintah
Banyuwangi membuat program yang kemudian program tersebut dilaksanakan
oleh lembaga yang ditunjuk untuk memberikan pelayanan sosial. Pelayanan sosial
yang diberikan tersebut memiliki tujuan yang hendak dicapai, seperti pelayanan
pada lanjut usia melalui program Rantang Kasih yang dapat menolong kehidupan
lanjut usia sebatangkara yang kurang mampu melalui layanan berupa pemberian
makanan setiap harinya.
mendapatkan data yang mendalam dan mengandung makna. Makna ialah data
pasti yang merupakan suatu nilai dibalik data yang tampak sehingga dalam
penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi tetapi lebih menekankan
pada makna. Alasan peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif karena
sesuai yaitu bersifat in depth, data-data yang ingin diperoleh yaitu berupa
penjelasan-penjelasan secara rinci yang kebenarannya hanya dapat dipahami tanpa
menghitung atau mengkuantitaskan.
Penggunaan penelitian kualitatif dalam penelitian ini dimaksudkan untuk
mampu menggambarkan keadaan yang sebenarnya secara ilmiah (natural setting)
di lapangan. Selain itu, salah satu alasan dalam menggunakan pendekatan
kualitatif karena pendekatan dapat digunakan untuk memahami kebenaran fakta
yang tersembunyi dibalik fenomena secara mendetail. Pendekatan kualitatif juga
mampu menggali data secara mendalam dengan tidak hanya melalui data saja,
tetapi makna dibalik fenomena juga dimunculkan untuk digali lebih dalam.
Pemaknaaan terhadap fenomena yang dikaji dalam hal ini menjadi suatu hal yang
sangat penting untuk dilakukan dan menjadi pertimbangan. Sebab seringkali fakta
atau apa yang ditampakkan dari data-data yang diperoleh tidak selalu menjadi
sumber yang valid tanpa adanya kajian mendalam terhadap fenomena yang dikaji.
Hal yang juga harus dipahami pula bahwa memang keberadaan fakta memang
menjadi hal yang penting namun pemaknaan dibalik adanya fakta menjadi suatu
hal yang lebih penting.
Tujuan dari penelitian yang dilakukan yakni untuk mengetahui
implementasi program Rantang Kasih melalui tahapan dalam melaksanakan
program. Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan, selanjutnya akan dapat
dilakukan kajian mendalam untuk dapat menjelaskan mengenai bagaimana
implementasi program Rantang Kasih di Desa Plampangrejo, Kecamatan Cluring
Kabupaten Banyuwangi sebagai upaya untuk memberikan perlindungan sosial dan
pelayanan sosial di Kabupaten Banyuwangi.
36
3. 2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
deskriptif yang digunakan untuk menggambarkan dan memahami kondisi
fenomena atau penelitian secara menyeluruh. Bungi (2012:68) menjelaskan bahwa
apabila penelitian sosial dengan berdasarkan pada jenis penelitian secara
deskriptif ditujukan untuk dapat menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi,
berbagai situasi, ataupun fenomena tertentu. Senada dengan pendapat tersebut,
menurut Sugiyono (2015) penelitian studi deskriptif merupakan penelitian yang
dikaitkan dengan mengumpulkan data untuk memberikan konsep atau gejala di
lapangan dan dikumpulkan sejauh dianggap cukup dalam menggambarkan
fenomena yang diteliti dan perkembangannya di masyarakat. Jenis penelitian ini
dapat menggambarkan secara utuh dan maksimal dalam menguraikan data tentang
situasi, kondisi, maupun karakteristik dari fenomena sosial yang ditemukan dalam
masyarakat. Sehingga melalui penelitian ini akan dapat dilakukan pengumpulan
data dan penjelasan mengenai fakta-fakta lapangan secara lebih mendalam terkait
fenomena sosial yang diteliti secara menyeluruh terhadap berbagai aspek yang
saling berkaitan. Hasil yang diperoleh akan dapat digunakan untuk menjawab
rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana implementasi program
Rantang Kasih bagi Lanjut Usia kurang mampu di Desa Plampangrejo Kecamatan
Cluring Kabupaten Banyuwangi.
masalah yang akan diteliti dan dapat lebih fokus dalam melakukan penelitian.
Soebagyo (1997: 35) mengemukakan bahwa:
“lokasi penelitian sebagai sasaran yang sangat membantu untuk
menentukan data yang diambil, sehingga lokasi ini sangat
menunjang untuk dapat memberikan informasi yang valid. Intinya,
penelitian yang baik yaitu lokasi atau obyek penelitian yang sesuai
dengan obyek permasalahan.”
Lokasi penelitian dalam hal ini dapat dikatakan menjadi salah satu elemen
yang penting untuk diperhatikann karena menyangkut pencarian data-data penting
yang diperlukan dalam penelitian. Ketepatan dalam menentukan lokasi penelitian
menjadi hal yang urgent untuk dilakukan. Karena berkaitan dengan kebenaran
suatu temuan yang digali dan diuji di lapangan.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive. Purposive
adalah teknik penentuan lokasi yang dari awal sengaja ditentukan dan disesuaikan
dengan tujuan penelitian. Lokasi ini di Desa Plampangrejo Kecamatan Cluring
Kabupaten Banyuwangi karena berdasarkan beberapa alasan peneliti dalam
menentukan lokasi penelitian, diantaranya:
a. Adanya pelaksanaan program Rantang Kasih di desa tersebut
b. Adanya tambahan penerima manfaat yang diberikan oleh desa
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut yang kemudian
melatarbelakangi peneliti dalam menentukan lokasi penelitian di Desa
Plampangrejo, Kecamatan Cluring Kabupaten Banyuwangi yang dirasa sangat
tepat untuk menjadi lokasi pelaksanaan penelitian ini karena di desa
Plampangrejo, pemerintah desanya turut ambil bagian untuk membantu
menganggarkan bantuan pada lanjut usia kurang sebatangkara yang kurang
mampu di desa tersebut.
38
3. 4. 1 Informan Pokok
Informan pokok (primary informan) dapat dipahami sebagai mereka
yang memiliki dan mengetahui informasi atau data, terkait dengan penelitian yang
akan dilakukan, secara langsung terlibat dalam fenomena penelitian, yaitu sebagai
fungsi utama dalam penelitian. Informan kunci (key informan) sebagai informan
pokok harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Sugiyono, 2012:47):
a. Subjek yang telah cukup lama dan intensif menyatu dalam kegiatan.
Seseorang yang akan dipilih sebagai informan pokok harus memiliki
pengalaman mengurus atau mengelola program penelitian minimal satu
tahun;
b. Subjek yang masih terlibat secara penuh dan aktif dalam kegaitan yang
menjadi sasaran atau perhatian penelitian. Keterlibat secara aktif dilokasi
penelitian menentukan kualitas informan dan kualitas data yang diberikan
terhadap peneliti. Maka dari itu, peneliti harus benar-benar memastikan
bahwa informan yang akan dipilih aktif dalam kegiatan yang sedang diteliti;
c. Subjek yang mempunyai banyak waktu atau kesempatan untuk dimintai
informasi. Informasi pokok harus memiliki waktu yang cukup memberikan
keterangan dan informasi penelitian kepada peneliti sehingga diharapkan
penelitian selesai dalam waktu yang efektif dan menghasilkan data yang
benar-benar asli dilapangan penelitian;
d. Subjek yang dalam memberikan infomasi tidak cenderung diolah atau
dikemas terlebih dahulu. Peneliti harus memastikan bahwa informan pokok
dapat memberikan keterangan dan informasi yang objektif dan sesuai dengan
realita atau fakta yang ada.
Penentuan informan pokok pada penelitian menggunakan beberapa
kriteria tertentu yang ditentukan peneliti agar tidak salah sasaran dalam
menentukan sumber data sehingga data yang diperoleh peneliti sesuai dengan
fokus kajian peneliti. Kriteria yang digunakan oleh peneliti untuk
mengkategorikan subjek sebagai informan pokok antara lain:
40
diteliti sesuai dengan rumusan masalah. Dengan begitu, peneliti akan memperoleh
informasi mengenai bagaimana implementasi program Rantang Kasih bagi lanjut
usia kurang mampu di Desa Plampangrejo Kecamatan Cluring Kabupaten
Banyuwangi.
2. 5. 2 Wawancara
Salah satu teknik pengumpulan data selanjutnya adalah wawancara.
Wawancara merupakan cara untuk mendapatkan informasi dari orang-orang yang
tahu tentang segala informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Sugiyono
(2015: 233) membagi wawancara dalam tiga kategori yaitu wawancara terstruktur,
semistruktur, dan tidak terstruktur.
a. Wawancara terstruktur dapat digunakan sebagai teknik pengumpulan data,
bila peneliti atau pengumpul data telah megetahui dengan pasti tentang
informasi apa yang akan diperoleh, peneliti telah menyiapkan daftar
pertanyaan-pertanyaan secara tertulis yang alternatif jawabannya pun telah
disiapkan, dengan wawancara terstruktur ini pula peneliti dapat
menggunakan beberapa pewawancara sebagai pengumpul data juga dapat
menggunakan alat bantu seperti tape recorder, gambar, brosur, dan alat lain
yang dapat membantu.
b. Wawancara semistruktur merupakan jenis wawancara yang termasuk dalam
kategori in-depth interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila
dibandingkan dengan wawancara terstruktur, tujuan dari jenis wawancara
ini adalah untuk menemukan permasalahan yang lebih terbuka dari pihak-
pihak yang diajak wawancara, peneliti perlu mendengarkan dengan teliti dan
mencatat apa yang dikemukakan informan.
c. Wawancara tidak terstruktur merupakan wawancara yang bebas dimana
peneliti menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara
sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara
yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang
ditanyakan, wawancara tidak terstruktur atau terbuka sering digunakan
dalam subyek penelitian yang diteliti. Pada penelitian pendahuluan, peneliti
berusaha mendapatkan informasi awal tentang isu atau permasalahan yang
43
kepada orang lain. Model analisis interaktif menurut Miles dan Huberman (dalam
Sugiyono 2014:247) digambarkan pada bagan dibawah ini:
Bagan 3.1 Model Miles dan Huberman
Kesimpulan-
Reduksi Data kesimpulan: Penrikan
atau verifikasi
Pada sebuah penelitian, data yang diperoleh dari lapangan sangat banyak,
semakin lama penelitian maka jumlah informasi yang didapat juga akan
bertambah, oleh karena itu perlu dilakukan analisis data melalui reduksi data.
45
Mereduksi data berarti meringkas data yang telah diperoleh dilapangan dari hasil
wawancara dengan informan pokok dan informan tambahan selanjutnya memilih
hal-hal yang pokok dan penting kemudian dicari tema pelaksanaan Program
Rantang Kasih di Desa Plampangrejo Kecamatan Cluring Kabupaten
Banyuwangi.
c. Penyajian Data (Display Data)
Setelah mereduksi data, langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Miles
dan Huberman (dalam Sugiyono, 2015: 95) mengemukakan bahwa yang paling
sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan
teks naratif. Pada penelitian ini, penulis menyajikan data dengan cara menuliskan
pemahaman peneliti tentang setiap kategorisasi data dimana pada setiap
kategorisasi data tersebut terdapat transkrip-transkrip wawancara dari informan
yang berbeda.
d. Penarikan kesimpulan/ verifikasi (Conclusion drawing/ Verification)
Pada tahap terakhir yaitu Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi. Sugiyono
(2015: 99)mengemukakan bahwa:
“Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan
baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa
deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-
remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa
hubungan kasual atau interaktif, hipotesis atau teori.”
Pada tahap ini peneriti dituntut untuk benar-benar jeli dalam menyimpulkan
hasil penelitiannya agar tidak ada kesalahan dalam menarik kesimpulan atau
menafsirkan. Pada penelitian ini, penulis membuat kesimpulan (conclusion data)
dengan cara menuliskan kesimpulan berdasarkan data dari kategorisasi data yang
telah disajikan (Display Data) kemudian mencoba mengaitkan dengan teori yang
terdapat dalam tinjauan pustaka.
serta dianalisis dapat menentukan kebenaran dalam penelitian sesuai dengan fokus
penelitian (Yusuf, 2014: 394). Oleh karena itu, dalam penelitian yang bersifat
empiris, mulai dari informasi yang diberikan sampai dengan perilaku dari
informan mempunyai makna sehingga tidak dapat langsung diterima tanpa adanya
proses yang benar. Oleh karena itu dibutuhkan teknik triangulasi data. Triangulasi
merupakan salah satu teknik dalam pengumpulan data untuk memperoleh temuan
dari interpretasi data yang lebih akurat dan kredibel.
Menurut Denzim dalam Moleong (2014: 124) membedakan tiga macam
triangulasi sebagai teknik pemeriksaan, antara lain:
a. Triangulasi dengan sumber, berarti membandingkan dan mengecek ulang
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat
yang berbeda dalam penelitian kualitatif
b. Triangulasi dengan metode, menurut Patton (Moleong, 2014: 120) terdapat
dua strategi yaitu pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil
penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat
kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.
c. Triangulasi dengan teori, menurut Licoln dan Guba (Moleong, 2014: 122),
berdasarkan anggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat
kepercayaannya dengan satu atau lebih teori.
Dari tiga macam triangulasi di atas, pada penelitian ini menggunakan teknik
triangulasi sumber. Proses triangulasi sumber yang dilakukan dalam penelitian
melalui cara membandingkan data hasil pengamatan. Teknik ini membandingkan
data dari sumber satu dengan sumber yang lain yaitu informan pokok dan
informan tambahan. Adapun tujuan membandingkan data dengan menggunakan
triangulasi sumber adalah untuk mencari kebenaran suatu data. Karena
kadangkala data-data yang didapatkan tidak terlepas dari subjektifitas informan.
Berdasarkan adanya perbandingan data maka data yang didapatkan akan bersifat
objektif dan valid.
47
Daftar Pustaka
Buku
Adi, I. R., 2013. Kesejahteraan Sosial (pekerjaan sosial, pembangunan sosial dan
kajian pembangunan), Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Kadji, Y. 2015. Formulasi dan Implementasi Kebijakan Publik. Gorontalo: UNG
Pres
Kurniawan L. J., Abdussalam, dkk. 2015. Negara Kesejahteraan dan Pelayanan
Sosial. Malang: Intrans Publishing
Nugroho, R. 2014. Kebijakan Sosial untuk Negara Berkembang.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Soetomo. 2013. Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya.Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Sugiyono. 2015. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Suharto, E. 2009. Kemiskinan & Perlindungan Sosial di Indonesia: Menggagas
Model Jaminan Sosial Universal Bidang Kesehatan. Bandung: Alfabeta
Jurnal
Andjarwati, T. 2015. Motivasi dari Sudut Pandang Teori Hierarki Kebutuhan
Maslow, Teori Dua Faktor Jerzberg, Teori X Y Mc Gregor, dan Teori
Motivasi Prestasi Mc Clelland. JMM17 Jurnal Ilmu Ekonomi dan
Manajemen. Vol. 1 No.1 Halaman 45-54.
Damanik, J. 2011. Menuju Pelayanan Sosial yang Berkeadilan. ISSN 14-4946
JURNAL ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK. Vol. 15, No.1, Halaman 1-
14
Habibullah. 2017. Perlindungan Sosial Komprehensif di Indonesia. SOSIO
INFORMA Vol. 3, No. 01, halaman 1-14
Pratama, Y. C. 2014. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan Di
Indonesia. ESENSI Jurnal Bisnis dan Manajemen Vol. 4, No. 2, hal 210-223
48
Pribadi, A. 2015. Pelatihan Aerobik Untuk Kebugaran Paru Jantung Bagi Lansia.
Jurnal Olahraga Prestasi, Vol 11, No. 2
Naftali, R. N. dkk. 2017. Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam
Menghadapi Kematian. ISSN 2528-5858. Vol 25, No. 2, Halaman 124-135.
Universitas Kristen Satya Wacana.
Riska, I. A. & Rostyaningsih, D. 2018. Implementasi Program Indonesia Pintar
pada Jenjang Pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP 3 Satu Atap
Gebong Kudus. Semarang: Universitas Diponegoro.
Suharto, E. 2015. Peran Perlindungan Sosial dalam Mengatasi Kemiskinan di
Indonesia: Studi kasus Program Keluarga Harapan. SOSIOHUMANIORA,
Vol. 17, No. 1, Halaman 22-18
Zuhdiyati, N., Kaluge, D. 2017. Analisi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kemiskinan di Indonesia Selama Lima Tahun Terakhir. JIBEKA. Vol. 11,
No. 2. Halaman 27-31
Undang-undang
Undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
Internet
https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/rantang-kasih-penuhi-kebutuhan-
hidup-lansia-di-banyuwangi (diakses pada 12 November 2019 pukul 08.40 WIB)
Kidd, S., dkk. Perlindungan Sosial bagi Penduduk Lanjut Usia di Indonesia.
http://www.tnp2k.go.id/filemanager/files/Perlindungan%20Sosial%20Lansia/Elde
rly%20Brief%20-%20Bahasa%20Indonesia.pdf (diakses pada 18 November 2019
pukul 10.09 WIB).
49