Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH KARYA ILMIAH

WILAYAH PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI


BANJARMASIN
(Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Pengantar Geografi)

Dosen Pengampu :
1. Dr. Karunia Puji Hastuti, M.Pd.
2. Dr. Parida Angriani, M.Pd.

Disusun Oleh :
NAMA : MUHAMMAD FARHAN
NIM : 2010115210004
KELAS : A2/B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada saya, sehingga penulis bisa menyelesaikan laporan ini.

Tidak lepas dari semua itu, penulis menyadari bahwa ada kekurangan baik dalam segi
penyusunan bahasanya dan segi lainnya. Karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka
penulis membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik
sehingga penulis bisa memperbaiki dan lebih baik kedepannya.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga dari laporan ini dapat diambil hikmah dan
manfaatnya sehingga dapat memberikan wawasan baru atau inspirasi baru terhadap pembaca.

Banjarmasin, 2 Januari 2021

Muhammad Farhan

2
DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR………………………………………………………………………………...2

DAFTAR
ISI………………..…………………………………………………………………………….3

BAB I
PEDAHULUAN………………………………………………………………………………4
1.1. Latar Belakang……………………………………..…………………………………...4
1.2. Topik Bahasan……………………………………………….…………………………4
1.3. Tujuan………………………………………………………………..…………………4

BAB II
PEMBAHASAN…………………………………………………………………..…………..5
2.1. Tinjauan Pustaka………………………………………………………………….…….5
2.2. Metode Penulisan……………………………………………………………….………6
2.3. Hasil dan Pembahasan………………………………………………………………….6

BAB III
PENUTUP………………………………………..…………………………………………10
3.1. Kesimpulan…………………………………………………………..………………..10

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..……………. 10

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kondisi permukiman di tepian sungai Kota Banjarmasin yang sudah tidak terkendali
menjadikan permukiman kawasan tepian sungai sebagai kawasan kumuh (Yuniar,2017).
Hampir seluruh kawasan tepian sungai di setiap kelurahan dikategorikan sebagai kawasan
kumuh sehingga kawasan tepian sungai yang sebenarnya dapat menjadi aset Kota
Banjarmasin, sebaliknya menjadi wajah buruk bagi kota Pemerintah Kota Banjarmasin
mengeluarkan Surat Keputusan (Walikota Banjarmasin, 2015) yang menyatakan bahwa
Banjarmasin memiliki luas kawasan kumuh sebesar 549,7 ha dengan kategori kumuh ringan,
sedang dan berat. Dari data Identifikasi Kawasan Kumuh Kota Banjarmasin Tahun 2014
dapat diketahui bahwa kawasan kumuh terbagi menjadi 2 (dua) tipologi yaitu kawasan
kumuh pusat kota dengan luas 320.26 ha dan kawasan kumuh tepian sungai denga luas
229,44 ha atau sebesar 41,74% dari luas kawasan kumuh keseluruhan.

1.2. Topik Bahasan

Lingkup bahasan yang ada pada makalah ini meliputi hal-hal yang berkaitan dengan
bantaran sungai di Banjarmasin, dari sejarah nya, pemukiman nya, serta penataan pemukiman
daerah bantaran sungai Kota Banjarmasin.

1.3. Tujuan

Adapun tujuan pada makalah ini adalah untuk mencari tau sejarah dan titik awal dimulai nya
masyarakat banjar mulai bermukim di wilayah bantaran sungai dan saran analisis penataan
pemukiman bantaran sungai Kota Banjarmasin.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Tinjauan Pustaka

Menurut Maryono (2003), sempadan sungai sering disebut sebagai bantaran sungai.
Sempadan sungai merupakan daerah bantaran banjir ditambah lebar longsoran tebing sungai
(sliding) yang mungkin terjadi, lebar bantaran ekologis, dan lebar keamanan yang diperlukan
terkait dengan letak sungai seperti areal permukiman dan non permukiman).

Sempadan sungai atau floodplain terdapat di antara ekosistem sungai dan ekosistem
daratan. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 32 Tahun 1990
tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, sempadan sungai didefinisikan sebagai kawasan
sepanjang kiri dan kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan fungsi sungai. Daerah sempadan
mencakup daerah bantaran sungai yaitu bagian dari badan sungai yang hanya tergenang air
pada musim hujan dan daerah sempadan yang berada di luar bantaran yaitu daerah yang
menampung luapan air sungai di musim hujan dan memiliki kelembaban tanah yang lebih
tinggi dibandingkan kelembaban tanah pada ekosistem daratan. Permukiman bantaran sungai
pada umumnya merupakan permukiman marjinal, karena menempati lahan yang semestinya
tidak untuk bangunan.

Menurut Peraturan Pemerintah No.38 tahun 2011 tentang sungai pada pasal 1, dijabarkan
sebagai berikut :
a. Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air
mulai dari hulu sampai muara dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan
b. Bantaran sungai adalah ruang antara tepi palung sungai dan kaki tanggul sebelah dalam
yang terletak di kiri dan/atau kanan palung sungai
c. Garis sempadan sungai adalah garis maya di kiri dan kanan palung sungai yang ditetapkan
sebagai batas perlindungan sungai.

5
2.2. Metode Penulisan

Penulisan makalah menggunakan metode pengumpulan data dan informasi dari


penelitian-penelitian sebelumnya ditambah dengan pengamatan langsung di beberapa tempat.

2.3. Pembahasan

Sejarah bantaran sungai banjarmasin

Secara formal Banjarmasin dianggap berdiri 473 tahun yang lalu tepatnya 24 September
1526 ketika Pangeran Samudera menyatakan dirinya memeluk agama Islam dan berganti
nama menjadi Sultan Suriansyah. Tetapi sejarah awal mula timbulnya kota Banjarmasin
sebenarnya telah dimulai jauh sebelum peristiwa tersebut, yaitu berasal dari sebuah
perkampungan orangorang Melayu di muara sungai Kuin, sebuah anak sungai Barito tepatnya
pada tepian 5 anak sungai yaitu; sungai Sipandai, sungai Sigaling, sungai Keramat, sungai
Jagabaya dan sungai Pangeran yang bertemu membentuk semacam danau kecil.
Perkampungan itu bernama Banjarmasih yang diperintah oleh Patih Masih yang nama
sebenarnya tidak diketahui. Nama Banjarmasih adalah sebutan orang Dayak Ngaju terhadap
perkampungan tersebut, karena dalam bahasa mereka ”Banjar” artinya deretan rumah, sedang
”Masih” adalah sebutan untuk orang Melayu. Orang-orang yang tinggal di perkampungan itu
disebut Oloh Masih.

Perkampungan ini tumbuh pesat sejak dijadikan sebagai pusat kerajaan oleh Pangeran
Samudera pada abad ke 16. Pangeran Samudera adalah raja terpilih yang diusir oleh
pamannya sendiri dari kerajaan Daha di Hulu Sungai Utara. Setelah meminta bantuan dari
wilayah lain di Kalimantan dan dari Kasultanan Demak di Jawa, maka Pangeran Samudera
berhasil menaklukkan kerajaan Daha dan mendirikan kerajaan Banjarmasih dengan cara
menaklukkan dan menguasai Bandar Muara Bahan, yaitu pelabuhan dan pusat perdagangan
kerajaan Daha yang terletak di daerah Bakumpai di pinggir sungai Barito. Pada 24 September
1526 Pangeran Samudera masuk Islam dan bergelar Sultan Suriansyah, dan momen ini
dianggap dan ditetapkan oleh masyarakat sebagai hari lahirnya kota Banjarmasin.

Dari kondisi geografis dan sejarah berdirinya kota, terlihat bahwa sungai merupakan
pusat pertumbuhan, jalur pergerakan dan prasarana transportasi utama pada waktu itu.
Kegiatan dan kehidupan masyarakat berorientasi ke sungai sehingga sungai mempunyai

6
peranan dan arti yang sangat penting bagi masyarakat Banjarmasin. Jalan darat diperkenalkan
pertama kali oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pembuatan jalan darat ini dilanjutkan dengan
memindah pemukiman penduduk ke pinggir jalan dengan tujuan untuk mengawasi kegiatan
penduduk dan mengantisipasi pemberontakan. Pada saat ini dimana transportasi darat lebih
berkembang, maka masyarakat lebih memilih model transportasi ini dibandingkan dengan
transportasi air. Hal ini ditunjang pula oleh pengertianpengertian yang mengatakan bahwa
suatu daerah dianggap tertinggal atau terpencil bila belum terhubungkan oleh transportasi
darat.

Penataan Pemukiman Bantaran Sungai


Kota Banjarmasin sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan dikenal dengan “Kota
Seribu Sungai”, dilalui banyak sungai besar maupun kecil seperti Sungai Barito, Sungai
Kuin, Sungai Kelayan, Sungai Martapura, dan lain-lain. Budaya kehidupan masyarakat
banjarmasin tumbuh dan berkembang dari sungai. Dari situ awal berdirinya rumah-rumah
“lanting” alias rumah yang berdiri diatas air. Oleh sebab itu sebagian besar masyarakatnya
menggantungkan kehidupannya di sungai, baik dari transportasi, mata pencaharian, sampai
mandi cuci kakus. Hal tersebut berlangsung terus menerus sehingga memberikan dampak
buruk bagi kehidupan ekologi sungai maupun manusianya sendiri. Dan kenyataannya
sekarang ini 92% penghuni rumah lanting adalah masyarakat ekonomi lemah.

Kenaikan jumlah penduduk akan meningkatkan kebutuhan akan perumahan. Namun


sayangnya peningkatan tersebut tidak diikuti dengan ketaatan pada peraturan daerah dan
masih rendahnya kesadaran masyarakat akan lingkungannya. Hal ini yang sering terlihat
pada permukiman bantaran sungai di Banjarmasin. Bahkan ada yang berdiri di atas sungai
dengan tiang rumah di alur sungai. Tentu saja hal itu akan mengganggu aliran sungai,
ditambah lagi limbah domestik dari masyarakat, akan meningkatkan nilai kekumuhan
kawasan.

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Banjar biasanya mengambil air dan


menggunakan air secara langsung dari pelataran rumah mereka ataupun melalui lanting yang
biasa tersedia dibeberapa titik lokasi. Untuk menuju sungai ataupun menuju lanting dermaga
masyarakat Banjar membangun titian. Titian biasanya juga digunakan sebagai jalur
penghubung antar rumah dengan rumah lainnya. Di lanting dermaga terdapat jamban kecil
dari kayu yang dibuat menyatu dengan struktur lanting. Di tempat inilah sebagian orang

7
melakukan kegiatan MCK-nya, sambil mencuci pakaian ataupun mandi di ruang terbuka
dengan kain yang dipasang didada (bagi wanita) dan pria dengan telanjang dada, aktivitas
mereka menjadi bagian dari kehidupan sungai.

Selain fungsi di atas, sungai juga memiliki fungsi sebagai pusat aktifitas perekonomian.
Sungai berfungsi sebagai sumber mata pencaharian bagi masyarakat, yaitu sebagai nelayan,
sebagai pedagang dengan perahu keliling, maupun yang berjualan langsung di rumah
lantingnya. Masyarakat melakukan transaksi perdagangan secara langsung di atas sungai.
Biasanya sambal duduk santai di depan rumah, masyarakat berinteraksi dan bertransaksi
dengan pedagang yang menjajakan dagangannya dengan jukung. Jukung-jukung dipenuhi
sayur-sayuran, buah-buahan, ikan, kue - kue, serta kebutuhan sehari-hari.

Berdasarkan peraturan (UU dan PP) yang ada saat ini ini maka dapat disimpulkan bahwa
peraturan tentang sungai tidak terlepas dari tujuan untuk kepentingan terkait “air”. Adapun
yang terjadi pada ruang sempadan hanyalah bagian dari kepentingan tersebut. Hal ini berarti
jika terdapat permukiman tradisional khususnya yang telah ada sejak zaman dahulu dan hidup
berdasar kearifan lokal yang juga peduli atas kelestarian air maka keberadaan permukiman di
ruang sempadan sesungguhnya tidak akan ada masalah. Mungkin yang perlu dikaji adalah
sejauhmana permukiman tradisional di ruang sempadan telah sejalan dengan kearifan lokal
dalam menjaga kelestarian air. Salah satu Dasar pelestarian dan perlindungan ruang
Sempadan sungai adalah dengan cara mengembalikan kondisi alamiah (vegetasi). Sejak
dahulu masyarakat lokal telah memahami hal ini dan tidak membangun secara permanen di
ruang sungai.

Perumusan konsep penataan permukiman pinggir sungai di kota Banjarmasin ini


diperoleh berdasarkan budaya sungai yang ada pada masyarakat Banjar. Menurut
Singarimbun, 1989 dalam Rolalisasi, 2009, Konsep adalah abstraksi mengenai suatu
fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian,
keadaan pada kelompok atau individu tertentu. Agar tidak terjadi kesalahan pengukuran maka
konsep perlu didefinisikan dengan jelas, sebab konsep berperan sebagai penghubung antara
teori dengan observasi, antara abstraksi dengan realitas. Sehingga konsep penataan
permukiman pinggir sungai di kota Banjarmasin adalah kompilasi antara kriteria penataan
permukiman tepi sungai yang diperoleh dari budaya sungai dengan bentuk penataan pada
beberapa kawasan tepi sungai di daerah lain dan pendapat pakar yang dituangkan dalam

8
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banjarmasin 2007. Proses kompilasi adalah dengan
penyatuan substansi yang saling berkesesuaian antara ketiganya yang disebut dengan analisa
Trianggulasi. Hasil analisa tersebut adalah :
1. Penataan Sistem Transportasi.
Transportasi sungai yang merupakan unsur utama dalam budaya sungai diperbaiki
meliputi sarana dan prasarananya dan dibuat jalur untuk angkutan publik seperti bis
air dan taksi air dan rute untuk angkutan wisata beserta promosinya. Pengembangan
sistem transportasi ini akan berpengaruh terhadap sistem ekonomi di sungai dan dapat
mengurangi biaya untuk infrastruktur jalan
2. Penataan Kegiatan Ekonomi
Kegiatan ekonomi di sungai yang juga merupakan unsur utama budaya sungai
dikembangkan dengan meletakkan pasar tradisional pada simpul pertemuan sungai,
sehingga transportasi sungai akan bergairah kembali.
3. Penataan Pemukiman
a. Penataan pemukiman di bantaran sungai dengan mempertahankan pola massa
bangunan seperti yang ada tetapi dengan penghentian pembangunan baru ke arah
sungai dan penghentian pertumbuhan permukiman baru pada sisi bantaran sungai.
b. Pemindahan pemukim liar dari bangunan ilegal dan berumur kurang dari 50 tahun di
tepi sungai ke model permukiman lanting dengan konstruksi pengapungnya
diperbaharui sesuai dengan teknologi baru
c. Tampilan bangunan diperbaiki dengan arah orientasi bangunan ke sungai. Bagi
bangunan yang terletak di bantaran sungai mempunyai dua arah orientasi yaitu ke
sungai dan ke daratan.
d. Ruang terbuka hijau diletakkan diantara massa bangunan dan di depan bangunan
tradisional asli untuk memberi tampilan yang baik dari arah sungai serta
menonjolkan unsur heritage kawasan berupa bangunan bangunan tradisional asli dan
kuno. Ruang terbuka juga difungsikan sebagai tempat berinteraksi warga dan
sebagai dermaga publik.
4. Penataan dan Pengendalian Lingkungan
a. Sanitasi lingkungan, terutama dampaknya terhadap kualitas sungai diperbaiki dengan
cara mempertahankan pola sanitasi lama menggunakan batang atau rakit tetapi dengan
sistem pengolahan yang telah dikembangkan yaitu sistem perpipaan dengan septictank
komunal.

9
b. Ekosistem sungai dijaga dengan cara mengendalikan sedimentasi sungai dan menjaga
kebersihan sungai. Pengendalian ini dengan perbaikan lingkungan tepi sungai berupa
penanaman kembali vegetasi khas pinggir sungai, penelitian kualitas air sungai secara
berkala, perbaikan sistem persampahan serta penyadaran pentingnya kebersihan sungai
terhadap masyarakat. Pengendalian sampah kiriman dilakukan dengan melakukan
pembersihan berkala terhadap sampah dan penerapan Perda Sampah serta Undang-
undang Lingkungan Hidup yang ketat terhadap masyarakat

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Kota Banjarmasin Merupakan Ibukota dari Kalimantan Selatan dan mendapat julukan
“Kota Seriba Sungai”. Kehidupan di Bantaran sungai sudah sedari lama dan turun-temurun.
Sehingga masyarakat sudah terbiasa melakukan aktivitas sehari-hari dan menjadi identitas
serta ciri khas. Namun tak dapat dipungkiri semakin hari, sungai semakin tidak tertata
dikarenakan pemukiman mulai bertambah banyak. Oleh karena itulah penataan perlu
dilakukan agar sungai tidak tercemar dan tertutup oleh pemukiman-pemukiman sehingga
daerah tersebut menjadi kumuh.

DAFTAR PUSTAKA

Pemerintah Kota Banjarmasin. (2015). Surat Keputusan Walikota Banjarmasin Nomor 460
Tahun 2015 Tentang Penetapan Lokasi Permukiman Kumuh Kota Banjarmasin.

Yuniar, A.(2017). Pola Penanganan Kawasan Kumuh Tepian Sungai Kelayan Kota
Banjarmasin.[Tesis], Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.

Maryono, Agus. 2003. Pembangunan, Sungai, Dampak dan Restorasi Sungai. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.

Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2011 Tentang Sungai.

10
Kota Banjarmasin. Peraturan Daerah No 31 Tahun 2012 Tentang Penetapan, Pengaturan
Pemanfaatan Sempadan Sungai Dan Bekas Sungai

Saleh, M. Idwar, Drs. (1984), Sekilas Mengenai Daerah Banjar dan Kebudayaan Sungainya
sampai dengan akhir abad 19, Museum Negeri Lambung Mangkurat Propinsi Kalimantan
Selatan.

Rolalisasi, Andarita (2009), Konsep Partisipasi Masyarakat dalam Perbaikan Kawasan


Permukiman Kumuh di Kelurahan Sukolilo Kecamatan Bulak Kota Surabaya, Tesis S2 ITS,
Surabaya.

11

Anda mungkin juga menyukai