Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PELAYANAN KEBIDANAN KOMUNITAS DENGAN PRIORITAS


PADA KELUARGA BERMASALAH

KELOMPOK 4

ASNITA (163145301002)
FILDAYANA (163145301008)
LISTINAFATMA WALLY (163145301016)
NOVIANTI (163145301023)
SURIYANI A LAMANI (163145301035)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS MEGAREZKY
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bismillahirrahmanirrahim. Segala puji bagi Allah SWT berkat rahmat dan

kasih sayang-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul

“Pelayanan Kebidanan Komunitas Dengan Prioritas Pada Keluarga

Bermasalah”. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada tauladan sepanjang

masa Nabi Agung Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan para

pengikutnya yang senantiasa istiqomah dalam sunnahnya hingga akhir jaman.

Kami selaku penyusun sadar sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat

kesalahan dalam penyusunan makalah ini, oleh sebab itu kritik dan saran yang

membangun sangat diharapkan guna perbaikan di kemudian hari. Akhir kata

semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan khususnya di bidang kebidanan.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakattuh.

Makassar, 03 Maret 2020

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................ i

KATA PENGANTAR............................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................... 1

A. Latar Belakang................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.............................................................. 2

C. Tujuan Penulisan................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................... 3

A. Pelayanan Kebidanan Komunitas Pada Keluarga Miskin.. 3

B. Pelayanan Kebidanan Komunitas Pada Keluarga Terasing

............................................................................................ 7

C. Pelayanan Kebidanan Komunitas Pada Keluarga Dengan

Bencana Alam/KLB........................................................... 9

D. Pelayanan Kebidanan Komunitas Pada Keluarga Daerah

Konflik............................................................................... 11

BAB III PENUTUP............................................................................... 13

A. Kesimpulan.............................................................................. 13

B. Saran........................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan adalah sebagai bagian dari pembangunan
nasional, dalam pembangunan kesahatan tujuan yang ingin dicapai adalah
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Kenyataan yang
terjadi sampai saat ini derajat kesehatan masyarakat masih rendah khususnya
masyarakat miskin, hal ini dapat digambarkan bahwa angka kematian ibu dan
angka kematian bayi bagi masyarakat miskin tiga kali lebih miskin dari
masyarakat tidak miskin. Salah satu penyebabnya adalah karena mahalnya
biaya kesehatan sehingga akses ke pelayanan kesehatan pada umunya masih
rendah. Derajat kesehatan masyarakat miskin berdasarkan indicator Angka
Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, masih
cukup tinggi, yaitu AKB sebesar 35 per 1000 kelahiran hidup (Susenas, 2003)
dan AKI sebesar 307 per 10.000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003).
Masyarakat adat masih disebut sebagai masyarakat terasing yang
membawa masalah nasional. Namun titik pandang melihat masalah sosialnya
yang berbeda. Mereka dianggap sebagai lapisan masyarakat paling bawah
dalam strata perkembangan masyarakat Indonesia. Yang mempunyai masalah
sosial dengan berbagai ketertinggalan dalam pencapaian pemenuhan
kebutuhan dasar hidup layaknya manusia. Dengan keadaan ketertinggalan itu
mereka sulit untuk mencapai standar hidup manusia normal. Masalah sosial
masyarakat terasing ini, juga dilihat dalam koridor pemerataan hasil-hasil
pembangunan dan azas keadilan untuk mewujudkan kesejahtraan bersama.
Banyak faktor yang menyebabkan ketimpangan didalam pelayanan
kesehatan terutama yang terkait dengan biaya pelayanan kesehatan,
ketimpangan tersebut diantaranya diakibatkan perubahan pola penyakit,
perkembangan teknologi kesehatan dan kedokteran, pola pembiayaan
kesehatan berbasis pembayaran swadana (out of pocket). Biaya kesehatan
yang mahal dengan pola pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran out of

1
pocket semakin mempersulit masyarakat untuk melakukan akses ke palayanan
kesehatan.
Selama ini dari aspek pengaturan masalah kesehatan baru diatur dalam
tataran Undang-Undang dan peraturan yang ada dibawahnya, tetapi sejak
Amandemen UUD 1945 perubahan ke dua dalam pasal 28H Undang –Undang
Dasar Negara Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa setiap orang
berhak hidup sejahtra lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan. Dalam Amandemen UUD 1945 perubahan ke tiga pasal 34 ayat (3)
dinyatakan bahwa Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak.
Untuk memenuhi dan mewujudkan hak bagi setiap warga Negara dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan kewajiban pemerintah
penyediaan fasilitas kesehatan sebagai amanat UUD 1945 serta kesehatan
adalah merupakan Public Good maka dibutuhkan intervensi dari pemerintah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelayanan kebidanan komunitas pada keluarga miskin?
2. Bagaimana pelayanan kebidanan komunitas pada keluarga terasing?
3. Bagaimana pelayanan kebidanan komunitas pada keluarga dengan bencana
alam/ KLB?
4. Bagaimana pelayanan kebidanan komunitas pada keluarga daerah konflik?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini yaitu untuk mengetahui:
1. Pelayanan kebidanan komunitas pada keluarga miskin.
2. Pelayanan kebidanan komunitas pada keluarga terasing.
3. Pelayanan kebidanan komunitas pada keluarga dengan bencana alam/
KLB.
4. Pelayanan kebidanan komunitas pada keluarga daerah konflik.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pelayanan Kebidanan Komunitas Pada Keluarga Miskin


1. Pengertian Keluarga Miskin
Secara harfiah, kemiskinan berasal dari kata dasar miskin yang
artinya tidak berharta-benda (Poerwadarminta, 1976). Dalam pengertian
yang lebih luas, kemiskinan dapat dikonotasikan sebagai suatu kondisi
ketidakmampuan baik secara individu, keluarga, maupun kelompok
sehingga kondisi ini rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial yang
lain.
Keluarga miskin adalah seseorang atau kepala keluarga yang tidak
mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok atau orang
yang mempunyai sumber mata pencaharian akan tetapi tidak dapat
memenuhi kebutuhan pokok keluarga yang layak bagi kemanusian.
2. Kriteria Keluarga Miskin
Seseorang kepala keluarga usia 18-59 tahun. Penghasilan rendah
atau berada dibawah garis kemiskinan seperti tercermin dari tingkat
pengeluaran perbulan, yaitu Rp. 62.000, untuk perkotaan, dan Rp. 50.090,
untuk pedesaan, (tahun 2000) per orang per bulan. Tingkat pendidikan
pada umumnya rendah : tidak tamat SLTP, tidak ada keterampilan
tambahan. Derajat kesehatan dan gizi rendah. Tidak memiliki tempat
tinggal yang layak huni, termasuk tidak memiliki MCK. Pemilikan harta
sangat terbatas jumlah atau nilainya. Hubungan sosial terbatas, belum
banyak terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan. Akses informasi terbatas.
3. Usaha Pemerintah Dalam Meningkatkan Pelayanan Kesehatan Pada
Keluarga Miskin
a. Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)
Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan
kesehatan, sejak tahun 1998 Pemerintah melaksanakan berbagai upaya
pemeliharaan kesehatan penduduk miskin. Dimulai dengan

3
pemngembangan Program Jaringan Pengaman Sosial (JPS-BK) tahun
1998-2001, program dampak Pengurangan Subsidi Energi (PDPSE)
tahun 2001 dan Program Kompensasi Bahan Bakar Minyak (PKPS-
BBM) Tahun 2002-2004. Program-program tersebut diatas berbasis
pada “proviser” kesehatan (Supply Oriented), dimana dana disalurkan
langsung ke Puskesmas dan Rumah Sakit. Provider kesehatan
(Puskesmas dan Rumah Sakit) berfungsi ganda yaitu sebagai pemberi
pelayanan kesehatan (ppk) dan juga mengelola pembiayaan atas
pelayanan kesehatan yang diberikan. Kondisi seperti ini menimbulkan
beberapa permasalahan antara lain terjadinya defisid di beberapa
Rumah Sakit dan sebaliknya dana yang berlebih di puskesmas, juga
menimbulkan fungsi ganda pada PPK yang harus berperan sebagai
“Player” sekaligus “Provider”.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat sangat miskin,
miskin dan tidak mampu dengan mana program Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas) mengacu pada prinsip-prinsik asuransi sosial,
yaitu:
1) Dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan untuk semata-mata
peningkatan derajat kesehatan masyarakat sangat miskin, miskin dan
tidak mampu.
2) Menyeluruh (Komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medik
yang cost effective dan rasional.
3) Pelayanan terstruktur, berjenjang dengan Portabilitas dan ekuitas.
4) Transparan dan akuntabel
Dengan pertimbangan pengendalian biaya pelayanan kesehatan,
peningkatan mutu, transparansi dan akuntabilitas, serta mengingat
keterbatasan pendanaan, dilakukan perubahan pengelolaan dengan
fungsi pembayaran dengan didukung penempatan tenaga verifikator
disetiap Rumah Sakit. Selain itu mulai diberlakunya Tarif Paket
pelayanan kesehetan bagi masyarakat miskin di Rumah Sakit dengan
nama program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Peserta

4
Jamkesmas telah dibagi dalam bentuk Kuota disetiap Kabupaten/Kota
berdasarkan Data Badan Pusat Statistik Tahun 2006. Kuota tersebut
menimbulkan persoalan mengingat masih banyak masyarakat miskin di
Kabupaten/Kota yang tidak masuk menjadi peserta Jamkesmas
sementara kebijakan Jamkesmas adalah bagi masyarakat miskin diluar
kota yang ditetapkan maka menjadi tanggung jawab Pemerintah
Daerah.
Apabila masih terdapat masyarakat miskin yang tidak terdapat
dalam kuota Jamkesmas, pembiayaan kesehatannya menjadi tanggung
jawab pemerintah daerah setempat dan mekanisme pengelolaannya
mengikuti model Jamkesmas, hal tersebut dimaksud agar semua
masyarakat miskin terlindungi jaminan kesehatan dan dimasa yang akan
dating dapat dicapai universal coverage. Pada tahun 2014 Pusat
Jaminan dan Pembiayaan Kesehatan diharapkan sudah terjadi universal
coverage untuk itu strategi yang perlu dibangun dalam rangkaa
universal coverage adalah:
1) Peningkata cakupan peserta pemuda (Pemda)
2) Peningkatan cakupaan peserta pekerja formal (Formal)
3) Peningkatan cakupan peserta pekerja informal (in-formal)
peningkatan cakupan peserta individual (individu)
b. Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda)
Bagi Pemerintah Daerah yang mempunyai kemampuan keuangan,
maka masyarakat muskin diluar kuota Jamkesmas pelayanan kesehatan
ditanggung oleh Pemerintah Daerah yang penyelenggaraanya berbeda-
beda. Pertanyaan yang harus terjawab adalah “dapatkah uang yang
disediakan Pemerintah Daerah dikelola dengan menggunakan prinsip-
prinsip asuransi social seperti Jamkesmas dengan nama Jaminan
Kesehatan Daerah (Jamkesda)”. Untuk menjawab pertanyaan tersebut
dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dalam Pasal 22 H dinyatakan bahwa daerah mempunyai

5
kewajiban mengembangkan sistem jaminan social. Dengan demikian
maka Pemerintah Daerah diwajibkan mengembangan sistem jaminan
sosial yang didalamnya adalah termasuk jaminan kesehatan.
2) Keputusan Mahkama Konstitusi dalam Judicial Review pada Pasal 5
undang-undang Nomor 40 tahun 2004 diputuskan bahwa : undang-
undang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 5 ayat (1) tidak
bertentangan dengan UUD 1945 selama dimaksud oleh ketentuan
tersebut adalah pembentukan badan penyelenggara Jaminan Sosial
Nasional tingkat Nasional yang berada dipusat.
3) Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 5 ayat (3)
bertentangan dengan UUD 1945 karena materi yang terkandung
didalamnya telah tertampung dalam Pasal 52 yang apabila
dipertahankan keberadaannya akan menimbulkan multitafsir dan
ketidakpastian hokum.
4) Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 5 ayat (2)
walaupun tidak dimohonkan dalam potitum namun merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari ayat (3) sehingga jika
dipertahankan keberadaannya akan menimbulkan multitafsir dan
ketidakpastian hukum. Menyatakan undang-undang Sistem Jaminan
Sosial Nasional Pasal 5 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) bertentangan
dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
5) Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, Dan Pemerintah tersebut pada huruf B tentang pembagian
urusan pemerintahan Bidang kesehatan dalam sub bidang
pembiayaan kesehatan pemerintahan Daerah Provinsi mempunyai
Kewenangan melakukan :
a). Pengolaan/penyelengggaraan, bimbingan,pengendalian jaminan
pemeliharaan kesehatan skala provinsi.
b). Bimbingan dan pengedalian penyelenggaraan jaminan kesehatan
nasional ( tugas perbantuan ).

6
Sementara Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota mempunyai
kewenangan melakukan :
1) Pengolaan/Penyelenggaraan jaminan Pemeliharaan kesehatan sesuai
dengan kondisi local.
2) Menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Nasional (tugas perbantuan).
Sasaran target program pembangunannya diarahkan pada
masyarakat terasing yang ada di provinsi/daerah perbatasan, seperti
Irian Jaya, Kaltim, Kalbar, Riau dengan tetap memperhatikan daerah
lain yang masih terdapat permasalahan masyarakat tersaing. Jadi
memang berbeda pada masa Orde Baru, penekanan lebih diarahkan
pada daerah perbatasan bukan lagi penggolongan pada macam
masyarakatnya (kelana, stengah kelana,dan menetap) tapi pada prioritas
daerah. Pertimbangannya mungkin karena
B. Pelayanan Kebidanan Komunitas Pada Keluarga Terasing
1. Pengertian Keluarga Terasing
Keluarga terasing adalah kelompok orang/masyarakat yang hidup
dalam kesatuan-kesatuan kecil yang bersifat lokal dan terpencil dan masih
sangat terikat pada sumber daya alam dan habitatnya yang secara sosial
budaya terasing dan terbelakangdibanding dengan masyarakat Indonesia
pada umumnya sehingga memerlukan pemberdayaan dalam menghadapi
perubahan lingkungan dalam arti luas.
2. Kriteria Keluarga Terasing
a) Hidup dalam kesatuan-kesatuan sosialyang bersifat lokal dann terpencil.
b) Berbentuk komunitas kecil, tertutup dan homogeny.
c) Pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan.
d) Pada umumnya secara geografis terpencil dan relative sulit dijangkau
atau terisolasi.
e) Kehidupan dan penghidupannyamasih sangat sederhana.
f) Pada umumnya masih hidup dengan sistem ekonomi subsistens (hanya
untuk kepentingan sendiri) belum untuk kepentingan pasar.
g) Peralatan dan tekhnologi sederhana, misalnya peralatan rumah tangga.

7
h) Ketergantungan pada lingkungan hidup dan sumberdaya alam setempat
relative tinggi.
i) Terbatasnya akses pelayanan sosial, ekonomi dan politik.
j) Secara sosial budaya terasing dan atau terbelakang.
3. Pemberdaayaan Masyarakat Terasing
Pembangunan pada dasarnyaadalah kemauan dan kesanggupan
melakukan perubahan yang direncanakan terhadap masalah-masalah atau
masyarakat yang dijadikan sasaran perubahan itu sendiri, baik dalam
kaitannya dengan hal-hal yang bersifat fisik maupun nonfisik,seperti
social dan kebudayaan. Sifat dan hasil yang dikehendaki pada setiap
perubahan yang direncanakan itu adalah menuju pada perbaikan-
perbaikan. Pembangunan masyrakat terpencil hanya telah memahami
lingkungan fisik,lingkungan social dan kebudayaan masyarakat serta
dengan kerakter masyarakat.
Program pembangunan masih menggunakan azas pembinaan,
namun mereka sudah menyisipkan konsep-konsep pemberdayaan dan
partisipasi. Seperti nampak dalam tujuan pembinaan mereka, yaitu
pembinaan Kesejahtraan Sosial Masyarakat Terasing (PKMT) bertujuan
memberdayakan masyarakat terasing dalam segala aspek kehidupan dan
penghidupan agar mereka dapat berperan aktif dalam pembangunan untuk
memperkuat integrasi nasional dengan menggunakan pendekataan
partisipasif dan memperhatikan potensi social budaya dan
lingkungannya.jadi memang terlihat kesan bahwa masyarakat terasing ini
oleh pemerintah dianggap sebagai masyarakat yang punya potensi demi
integrasi bangsa tapi kurang berdaya sehingga perlu dibina oleh
pemerintah untuk dapat berperan aktif. Pemukiman tetap mendapatkan
porsi perhatian yang besar dalam mengukur tingkat keberhasilan program.
Seperti yang tertulis dihasil pembinaan dalam Data dan Informasi
Pembinaan Masyrakat Terasing 1999/2000, yang menyebutkan bahwa
secara kualitas masyrakat terasing tersebut telah menetap dan menjadi
warga binaan dalam pemukiman sosial yang teratur dan telah

8
memanfaatkan sarana-sarana sosial yang ada. Berbedanya adalah
sekarang ada konsep pembinaanya yang mengarah pada pengembangan
kemandirian masyarakat terasing dalam memenuhi kebutuhan hidup pada
berbagai aspek kehidupan dan penghidupan agar mampu menanggapi
perubahan sosial budaya. Dengan demikian maka arah pola pembinaan
untuk pemukimannya juga berubah tidak sepenuhnya top down lagi tapi
mulai berusaha untuk mengkomodasi keinginanan warga sebagai
pewujudan konsep pemberdayaan dan kemandirian itu. Dan itu Nampak
dalam strategi pembinaanya dengan pembagian Tipe Pemukiman Sosial
di Tempat Asal (TPA) dan Tipe Pemukiman Sosial di Tempat Baru
(TPB.Dengan pola-pola pembinaan ini, sepertinya pemerintah ingin untuk
tidak memaksakan masyarakat adat tersebut untuk pindah (resettlement)
kelokasi pemukiman lain. Mereka bisa memilih jenis pemukiamannya,
namun ini nampaknya keluarga terasing disuruh untuk memili pilihan-
pilihan yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Jadi mereka juga tidak
sepenuhnya mandiri dalam menentukan pilihannya sendiri, tetap dalam
koridor kebijakan pemerintah yaitu pemukiman.
C. Pelayanan Kebidanan Komunitas Pada Keluarga Bencana Alam (KLB)
1. Pengertian Keluarga Bencana Alam (KLB)
Bencana Alam adalah suatu peristiwa alam yang mengakibatkan
dapak besar bagi populasi manusia. Peristiwa alam dapat berupa banjir,
letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, kekeringan,
gelomang panas, kebakaran liar, dan waba penyakit. Beberapa bencana
alam tidak secara alami. Contohnya adalah kelaparan, yaitu kekurangan
barang pangan dalam jumlah besar yang disebabkan oleh kombinasi faktor
manuasia dan alam. Dua jenis bencana alam yang di akibatkan dari luar
amgkasa jarang memepengaruhi manusia, seperti asteroid dan badai
matahari.
Kejadian luar biasa (KLB) adalah salah satu status yang diterapkan
di Indonesia untuk mengklasifikasikan peristiwa merebktnya suatu waba
penyakit. Status kejadian luar biasa diatur oleh peraturan mentri kesehatan

9
RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa di jelaskan
sebagai timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian
yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurung
waktu tertentu. Suatu kejadian dinyatakan luar biasa jika ada unsur :
a) Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau
tidak dikenal
b) Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus sema 3 kurung
waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu)
c) Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih
dibangdingkan dengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan,
tahun)
d) Jumlah penderita baru dalam 1 bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat
atau lebih bila dibandingkan angaka rata-rata perbulan dalam tahun
sebelumnya.
2. Penanganan Keluarga Bencana Alam
Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan
sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan
mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan
kesehatan secara mandiri. Sebuah desa dikatakan menjadi desa siaga
apabila desa tersebut telah memiliki sekurang-kurangnya sebuah Pos
Kesehatan Desa (Poskesdes) (Depkes,28007).
a. Pos Kesehatan Desa
Poskesdes adalah Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat
(UKBM) yang dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan/
menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa.
UKBM yang sudah dikenal luas oleh masyarakat yaitu Pos Pelayanan
Terpadu (Posyandu), Warung Obat Desa, Pondok Persalinan Desa
(Polindes), Kelompok Pemakai Air, Arisan Jamban Keluarga dan
lain-lain (Depkes, 2007).
Untuk dapat menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi
masyarakat desa, Poskesdes memilliki kegiatan:

10
1) Pengamatan epidemiologi sederhana terhadap penyakit terutama
penyakit menular yang berpotensi menimbulkan Kejadian Luar
Biasa (KLB) dan faktor resikonya termasuk status gizi serta
kesehatan ibu hamil yang beresiko.
2) Penanggulangan penyakit, terutama penyakit menular dan
penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB serta faktor
resikonya termasuk kurang gizi.
3) Kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana dan
kegawatdaruratan kesehatan.
4) Pelayanan medis dasar sesuai dengan kompetensinya.
5) Promosi kesehatan untuk peningkatan keluarga sadar gizi,
peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),
penyehatan lingkungan dan lain-lain.
Dengan demikian Poskesdes diharapkan sebagai pusat
pengembangan atau revitalisasi berbagai UKBM yang ada di
masyarakat desa. Dalam melaksanakan kegiatan tersebut, Poskesdes
harus didukung oleh sumber daya seperti tenaga kesehatan (minimal
seorang bidan) dengan dibantu oleh sekurang-kurangnya 2 orang
kader. Selain itu juga harus disedikan sarana fisik berupa bangunan,
perlengapan dan peralatan kesehatan serta sarana komunikasi seperti
telepon, ponsel atau kurir.
Untuk sarana fisik Poskesdes dapat dilaksanakan melalui
berbagai cara/ alternative yaitu mengembangkan Polindes yang telah
ada menjadi Poskesdes, memanfaatkan bangunan yang sudah ada
misalnya Balai Warga. RW, Balai Desa dan lain-lain serta
membangun baru yaitu dengan pendanaan dari pemerintah (Pusat atau
Daerah), donatur, dunia usaha, atau swadaya masyarakat.
D. Pelayanan Kebidanan Komunitas Pada Keluarga Daerah Konflik
Pelayanan kesehatan, termasuk kesehatan jiwa, belum diberikan secara
optimal dan merata, terutama yang berkaitan dengan perlindengan hak dan
kesehatan reproduksi perempuan, penanganan krisis gizi, dan berjangkitnya

11
penyakit menular, terutama di daerah pengungsian, daerah konflik, dan daerah
yang mengalami bencana alam.
Dalam rangka menanggulangi masalah kesehatan di daerah konflik dan
pengungsian, Pemerintah dalam hal ini Departemen kesehatan bersama-sama
dengan pemerintah daerah setempat, talah melaksanakan berbagai upaya
penanganan melalui serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan, baik yang
bersifat tanggap darurat/ emergency maupun pemulihan/ rehabilitatif pasca
konflik sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setempat. Upaya pelayanan
kesehatan tersebut dilaksanakan secara bersama oleh tenaga kesehatan
gabungan baik dari pusat maupun dari daerah setempat seperti dari puskesmas
dan jaringannya, rumah sakit, serta jajaran tenaga kesehatan setempat lainnya.
Jenis pelayanan yang diberikan mencakup pelayanan kesehatan dasar dan
rujukan, termasuk pelayanan kesehatan jiwa dan psikososial, upaya perbaikan
gizi, dan penyediaan air bersih dan sanitasi.
Khusus mengenai penanggulangan masalah kesehatan jiwa dan
psikososial terhadap pengungsi akibat konflik antara lain telah dilaksanakan di
Poso, Sulawesi Tengah, di Kupang Nusa Tenggara Timur (pengungsi Eks-
Timor Timur) dan Provinsi NAD. Kegiatan utama penanggulangan masalah
kesehatan jiwa dan psikososial diantaranya adalah pemberian pelayanan
kesehatan melalui konseling di lapangan yang dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan terlatih.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembangunan kesehatan adalah sebagai bagian dari pembangunan
nasional, dalam pembangunan kesehatan tujuan yang ingin dicapai adalah
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Kenyataan yang
terjadi sampai saat ini derajat kesehatan masyarakat masih rendah khususnya
masyarakat miskin, hal ini dapat digambarkan bahwa angka kematian ibu dan
angka kematian bayi bagi masyarakat miskin tiga kali lebih tinggi dari
masyarakat tidak miskin.
Dan dari makalah diatas kita dapat mengambil manfaat, tentang
bagaimana asuhan kebidanan komunitas keluarga miskin, terasing, keluarga
bencana alam (KLB) dan daerah konflik, dimana peran bidan dalam
masyarakat dalam kondisi tersebut sangat dibutuhkan.
B. Saran
Bagi mahasiswa DIV Kebidanan agar lebih kiranya untuk dapat
memahami materi diatas dan dapat dijalankan di lapangan. Pada pihak
Pemerintah, dapat terus memperbaiki kebijakannya dalam bidang kesehatan.

13
DAFTAR PUSTAKA
Fatma, 2009. Prioritas Tema Untuk Advokasi. http://www.rafpakistan.org di akses
pada tanggal 03 Maret 2020.
Fadhila,2009.KebidananKomunitas.http://bidandhila.blogspot.com/
2009/05kebidanan-komunitas.html di akses pada tanggal 03 Maret 2020.
Rosmiani, 2010. Upaya Promosi Kesehatan Berdasarkan Strategi Global dan
Strategi. http://kebidanankomunitas.blogspot.com/2010/01/upaya-promosi-
kesehatan-berdasarkan-03.html di akses pada tanggal 03 Maret 2020.

14

Anda mungkin juga menyukai