Anda di halaman 1dari 64

ADKL

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP TANJUNG JATI B 5 & 6

JEPARA JAWA TENGAH

Disusun guna melengkapi tugas Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan


Dosen pengampu : S. Eko Windarso, SKM., M.Ph.

Nama Anggota :
1. Dyah Kusumaningrum W (P07133218007)
2. Fina Syavrilenia (P07133218018)
3. Mishbaahul Muniir (P07133218023)
4. Anisa Nur Rahmasari (P07133218040)
5. Lutviana Fatmawati (P07133218046)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN SANITASI LINGKUNGAN


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN YOGYAKARTA
TAHUN 2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas semua
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan dokumen
ADKL Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tanjung Jati B 5 & 6 Jepara Jawa Tengah sesuai
dengan waktu yang telah ditetapkan.

Pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah
Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL) yaitu Sardjito Eko Windarso, SKM, MP
atas bimbingan dan arahannya. Tidak lupa penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan dokumen ini.

Penyusun menyadari bahwa penyusunan dokumen ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu. dengan penuh kerendahan hati kami berharap kepada para pembaca untuk
memberikan kritik dan saran sehingga penyusunan karya tulis yang sejenis pada masa yang
mendatang akan lebih baik. Akan tetapi, penyusun berharap dokumen ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca.

Yogyakarta, 1 Mei 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................................1

KATA PENGANTAR.........................................................................................................2

DAFTAR ISI........................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................4

A. LATAR BELAKANG.............................................................................................4
B. TUJUAN UMUM....................................................................................................5
C. TUJUAN KHUSUS.................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................6

A. LATAR BELAKANG............................................................................................6
B. ANALISIS PEMAJANAN....................................................................................36
C. IDENTIFIKASI DAN EVALUASI PEMAJANAN..............................................41
D. MEDIA LINGKUNGAN DAN TRANSPORT.....................................................46

BAB III PENUTUP...........................................................................................................52

A. KESIMPULAN......................................................................................................52
B. REKOMENDASI...................................................................................................53

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................62

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah pembangkit listrik yang


mengandalkan energi kinetik dari uap untuk menghasilkan energi listrik. Bentuk utama
dari pembangkit listrik jenis ini adalah generator yang seporos dengan turbin yang
digerakkan oleh tenaga kinetik dari uap panas/kering. Pembangkit listrik tenaga uap
menggunakan berbagai macam bahan bakar terutama batu bara dan minyak bakar serta
MFO untuk start up awal. Batubara menghasilkan carbon 29 persen lebih banyak
dibandingkan minyak dan 80 persen lebih banyak dibandingkan gas.

Dalam pembakaran batubara di PLTU pada suhu ~ 1700 oC akan dihasilkan limbah
berupa abu terbang (fly ash). Fly ash mengandung berbagai polutan beracun ke udara
seperti NOx, Sox, dan PM 2,5. Sebaran abu terbang di udara sangat dipengaruhi oleh
diameter partikel dan ketinggian cerobong. Partikel abu terbang dengan ukuran kurang
dari 2 µm digolongkan sebagai partikel halus dan jika keluar dari cerobong dengan
ketinggian lebih dari 250 m akan berada di udara selama beberapa jam sampai berhari-
hari dengan jangkauan lebih dari 50 km2 . Batubara yang dibakar di Pembangkit Listrik
Tenaga Uap (PLTU) memancarkan sejumlah polutan seperti NOx dan SO 2, kontributor
utama dalam pembentukan hujan asam dan polusi partikel halus (PM2.5). Masyarakat
ilmiah dan medis juga telah mengungkapkan bahaya kesehatan akibat PM2.5 dari emisi
udara tersebut.

Selain PM 2.5 terdapat besaran emisi SO2 yang sama berbahayanya dengan PM2.5.
Besaran emisi SO2 dihasilkan berdasarkan presentase sulfur. Presentase sulfur batubara
dapat dijadikan sebagai tolak ukur untuk mengetahui kelayakannya dalam memenuhi
baku mutu emisi SO2 yang berlaku. Karena presentase batubara juga menentukan besaran
emisi SO2 yang akan dikeluarkan nantinya jika sudah dilakukan pembakaran. Produksi
PLTU Tanjung Jati B menghasilkan sisa limbah "fly ash" atau abu terbang sebanyak 16
ribu ton/bulan, gypsum 9.000 ton/bulan, debu turun ke bawah (buttom ash) 2.000 ton per
bulan. Jika dibanding dari ambang batas limbah yang ditentukan oleh pemerintah sebesar
750 mg per normal meter kubik maka tingkat pencemaran PLTU Tanjung Jati masih
relatif rendah, yaitu 150 – 300 mg / NM3.

4
NO merupakan polutan yang paling banyak jumlahnya terbentuk pada pembakaran
bertemperatur tinggi. Pembakaran tinggi tersebut terjadi hingga dapat mereaksikan
nitrogen yang terkandung pada bahan bakar dan/atau udara, dengan oksigen. Jumlah dari
NOx yang terbentuk tergantung atas jumlah dari nitrogen dan oksigen yang tersedia,
temperatur pembakaran, intensitas pencampuran, serta waktu reaksinya. Bahaya polutan
NOx yang paling besar berasal dari NO2, yang terbentuk dari reaksi NO dengan oksigen.
Gas NO2 dapat menyerap sprektum cahaya sehingga dapat mengurangi jarak pandang
manusia. Oksida Nitrogen (utamanya NO and NO2), or NOx, merupakan kelompok gas
yang sangat reaktif. Nitrogen oksida yang ada di udara yang dihirup oleh manusia dapat
menyebabkan kerusakan paru-paru dan penyakit pernafasan lainnya.

Mengingat potensi dampak lingkungan yang timbul dari kegiatan ini, maka sebagai
upaya dalam melakukan pengendalian dampak lingkungan, baik pada saat pra konstruksi,
konstruksi, dan operasi PLTU Batubara tersebut, diperlukan perencanaan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan yang dapat dipertanggungjawabkan dalam dokumen pengelolaan
lingkungan. Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL-UPL
merupakan subjek yang juga wajib izin lingkungan. Izin lingkungan merupakan prasyarat
memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Dalam izin lingkungan, pada umumnya
terdapat kewajiban hukum yang dibebankan kepada penanggungjawab usaha dan/atau
kegiatan untuk mematuhi RKL-RPL, ANDAL dan KA-ANDAL yang telah disetujui. Izin
lingkungan berlaku sepanjang usaha dan/atau kegiatan berlangsung, yaitu 30 tahun untuk
PLTU-B. Kecuali, jika mengalami perubahan kondisi-kondisi sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 50 dan 51 PP No. 27 Tahun 2012, dimana izin lingkungan wajib diubah.

B. Tujuan Umum

Mengetahui keluhan masyarakat sekitar mengenai kandungan Sox, NOx, dan PM


(Particulat matter) pada pembakaran batu bara di PLTU Tanjung Jati B unit 5 dan 6

C. Tujuan Khusus
1. Mengetahui analisis dampak lingkungan akibat pembakaran batu bara di PLTU
Tanjung Jati B unit 5 dan 6
2. Mengetahui kandungan Sox, NOx, dan PM di wilayah sekitar PLTU Tanjung Jati B
unit 5 dan 6
D.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang
1. Latar Belakang Riwayat
a. Deskripsi Lokasi
1) Keadaan Geografis
Lokasi bangunan PLTU Tanjung Jati B Unit 5 & 6 secara administratif
berada di Desa Tubanan, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara, Provinsi
Jawa Tengah, ± 32 km di Utara Jepara. Lokasi pembangkit berada di wilayah
pesisir dengan jarak 1 km di sebelah Timur dari muara sungai Banjaran, dan
jarak 0,5 km di sebelah Barat dari muara Sungai Ngarengan. Pemilihan lokasi
ini sudah mempertimbangkan kebutuhan kedalaman laut dan kestabilan arus
laut untuk mendukung transportasi bahan bakar melalui laut dan kebutuhan air
laut untuk proses pendinginan. Lokasi proyek PLTU Tanjung Jati B Unit 5 &
6 dibatasi sebagai berikut:
 Utara : Laut Jawa
 Selatan : Pemukiman dan persawahan Desa Tubanan
 Timur : Sungai Ngarengan
 Barat : Sungai Banjaran

PLTU Tanjung Jati B Unit 5 & 6 adalah perluasan PLTU yang sudah ada
yaitu PLTU Tanjung Jati B Unit 1 & 2 dan PLTU Tanjung Jati B Unit 3 & 4.
Lokasi Power Block Unit 5 & 6 berada di sebelah Timur PLTU Tanjung Jati B
Unit 1-4 sedangkan Coal Yard berada di sebelah barat lokasi Coal Yard Unit
1-4.

2) Keadaaan Vegetasi

Beberapa tumbuhan yang terdapat disekitar PLTU Tanjung Jati B 5 &


6 adalah sebagai berikut :

6
No Jenis Tanaman Fungsi Gambar

1. Jati Pohon jati (Tectona grandis) yang


dikenal dunia dengan
nama “teak” merupakan salah satu
pohon penghasil kayu berkualitas
tinggi. Pohon jati mampu tumbuh
hingga berdiameter 1,8 – 2,4 meter
dengan tinggi mencapai 40 – 45
meter. Kayu jati yang berkualitas
tinggi pada umumnya berasal dari
pohon berumur lebih dari 80 tahun.
Pohon Jati mampu menyerap NO2
sebanyak 96.63 (μg/g/24jam).Selain
itu, Pohon jati juga mampu
menyerap CO2 sebanyak 135.27
(kg/pohon/thn).
2. Karet Tanaman karet (Hevea brasiliensis)
adalah tanaman tahunan yang dapat
tumbuh sampai umur 30 tahun.
Habitus tanaman ini merupakan
pohon dengan tinggi tanaman dapat
mencapai 15 – 20 meter. tanaman
karet menyerap polusi CO2 di udara
sekitar 35 ton per tahun
3. Akasia Pohon akasia adalah pohon berjenis
semak belukar yang termasuk dalam
famili Fabaceae. Akasia termasuk
kedalam kelompok pohon yang hijau
sepanjang tahun (evergreen). Tinggi
pohon dapat mencapai 30 meter
dengan tinggi bebas cabang
mencapai setengah dari tinggi total.
Kulit akasia berwarna abu atau

7
cokelat dengan tekstur kasar dan
berkerut. Daun berupa philodia
(daun palsu) yang berukuran besar
berwarna hijau gelap, dengan ukuran
Panjang mencapai 25cm dan lebar 3-
10cm. Pohon akasia memiliki
manfaat untuk dapat menurunkan
CO2 sebanyak 48.68 (kg/pohon/thn).
4. Jabon Tanaman Jabon termasuk famili
Rubiaceae. Jabon memiliki batang
pohon yang besar dan dapat tumbuh
hingga mencapai 45 meter.
Pohonnya besar dengan mahkota
yang luas, batang silindris dan tegak
lurus. Laju tumbuhnya cukup cepat
pada 6 hingga 8 tahun pertama.
Batangnya berdiamater 100 cm
hingga 160 cm. Penggunaan Jabon
di India sebagai tanaman jalur hijau
untuk menangkap debu, menyaring
dan mengabsorbsi polutan TSP
(total suspended particulate) yang
berasal dari aktifitas pertambangan
batubara (Chaulya, 2005; CPCB-
MOEF, 2007; Mansur dan Tuheteru,
2010).
5. Jambu Biji Jambu biji (Psidium guajava) adalah
salah satu tanaman buah jenis perdu,
dalam bahasa Inggris disebut Lambo
guava. Ketinggian tempat yang
sesuai untuk tanaman ini sekitar
1200 meter dari permukaan laut.
Pohon jambu biji merupakan
tanaman perdu yang banyak

8
bercabang, tingginya mencapai 12
meter. Pohon jambu memiliki
kemampuan untuk menyerap SO2
sebanyak 0,1796 (%S).
6. Jambu Air Jambu air adalah tumbuhan dalam
suku jambu-jambuan atau Myrtaceae
yang berasal dari Asia Tenggara.
Jambu air berbentuk seperti lonceng
di bagian ujungnya terdapat mahkota
atau kelopak buah. Warna buah ini
beragam mulai dari putih, hijau,
hijau kekuningan, merah muda,
merah terang, hingga merah gelap.
Kulit bagian luarnya mengkilap
seperti dilapisi lilin. Daging buahnya
berwarna putih mengandung banyak
air dan permukaan bagian dalamnya
seperti busa. Pohon jambu memiliki
kemampuan untuk menyerap debu
partikulat sebanyak 34,1 g/m3.
7. Nangka Nangka adalah nama sejenis pohon,
sekaligus buahnya. Pohon nangka
termasuk ke dalam suku Moraceae;
nama ilmiahnya adalah Artocarpus
heterophyllus. Dalam bahasa Inggris,
nangka dikenal sebagai jackfruit.
Daun nangka, secara botani,
merupakan daun yang sangat efisien
dalam melakukan proses fotosintesis
(proses pembuatan makanan). Zat
karbondioksida di udara dapat
diserap dan diubah menjadi oksigen
dan zat gula secara cepat. Pohon
Nangka memiliki kemampuan untuk

9
menyerap 0,0987 (%S).

b. Kaitan Lokasi Dan Wilayah Sekitar


Lokasi bangunan PLTU Tanjung Jati B Unit 5 & 6 secara administratif berada
di Desa Tubanan, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa
Tengah, ± 32 km di Utara Jepara.
Kabupaten Jepara meliputi 16 kecamatan, 11 kelurahan, dan 184 desa, 1.015
RW dan 4.766 RT. Kecamatan dengan jarak terdekat dari ibukota kabupaten
adalah Kecamatan Tahunan, yaitu 7 km dan yang terjauh adalah Kecamatan
Karimunjawa, yaitu 90 km. Luas wilayah Kabupaten Jepara adalah
1.004,132 km2, dengan Kecamatan terluas adalah Kecamatan Keling (123,116
km2), dan yang terkecil adalah Kecamatan Kalinyamatan (23,700 km2).
Berdasarkan letak, Kabupaten Jepara dipandang “kurang menguntungkan”
karena tidak dilalui oleh Jalur Pantura yang merupakan jalur utama pergerakan
distribusi barang dan manusia di Pulau Jawa. Meski demikian, Kabupaten Jepara
mempunyai potensi strategis ditinjau dari letak geografis kelautan, terlebih dengan
kembali menguatnya paradigma pembangunan yang berbasis kemaritiman.
Keunggulan komparatif yang menonjol dari aspek maritim adalah garis
pantai sepanjang ±82 km yang sangat potensial untuk pengembangan pariwisata.
Kabupaten Jepara juga memiliki daerah perbukitan yang merupakan bagian dari
lereng Gunung Muria sehingga potensial untuk pengembangan perkebunan dan
kehutanan.
PLTU Tanjung Jati B unit 5 dan 6 terletak di Kecamatan Kembang yang
secara geografi Kecamatan Kembang mempunyai ketinggian 0 s/d 700 meter dari
permukaan air laut dan luas wilayah keseluruhan 10.812,38 Ha. Terdiri dari 11
Desa yaitu Dudakawu, Sumanding, Bucu, Cepogo, Pendem, Jinggotan, Kancilan,
Dermolo, Balong, Tubanan, dan Kaliaman. Jumlah penduduk Kecamatan
Kembang pada tahun 2015 sejumlah 69.912 jiwa.
Adapun wilayah yang berdekatan dengan PLTU Tanjung Jati B unit 5 dan 6
adalah Kecamatan Keling dan Kecamatan Bangsri.

1) Kecamatan Keling

10
Kecamatan Keling memiliki luas 12.311,588 Ha dengan ketinggian antara 0
s/d 1.031 meter dari permukaan laut. Terletak di sebelah timur Ibukota
Kabupaten Jepara dengan jumlah penduduk 63.349 jiwa. Batas-batas wilayah
Kecamatan Keling:
a) Sebelah timur : Kabupaten Pati
b) Sebelah barat : Kecamatan Kembang
c) Sebelah utara : Kecamatan Donorojo dan Laut Jawa
d) Sebelah selatan : Gunung Muria
2) Kecamatan Bangsri
Kecamatan Bangsri memiliki luas 8.535,241 Ha dengan ketinggian antara 0
s/d 594 meter dari permukaan laut. Terletak di sebelah utara Ibukota
Kabupaten Jepara dengan jumlah penduduk 105.453 jiwa. Batas-batas wilayah
Kecamatan Bangsri:
e) Sebelah timur : Kecamatan Kembang
f) Sebelah barat : Kecamatan Mlonggi
g) Sebelah utara : Laut Jawa
h) Sebelah selatan : Kecamatan Pakis Aji

11
c. Data Perusahaan
1) Data Kualitas Udara di PLTU TJB Unit 5&6 dan Data Perusahaan

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjung Jati B menargetkan


pengoperasian Unit 5 dan Unit 6 berkapasitas 2x2.000 Mega Watt (MW) pada
2021. Dengan beroperasinya unit baru itu, maka PLTU di Jepara, Jawa Tengah
tersebut menjadi terbesar di Pulau Jawa, mengalahkan Paiton di Probolinggo,
Jawa Timur. Bahkan, akan menjadi terbesar di Indonesia dan di Asia Tenggara
mengingat PLTU Paiton yang saat ini masih menduduki daya terbesar Asia
Tenggara bakal kalah dari PLTU TJB Jepara.
PLTU Tanjung Jati B mengoperasikan Unit 1 dan 2 sebesar 2x661 MW
pada 2006. Selanjutnya, saat ini pada PLTU Tanjung Jati B pada 2011 PLN
memiliki dan menjalankan 4 Unit, terdiri dati Unit 1, 2, 3, dan 4 dengan daya
serupa, sehingga total daya mencapai 2.664 MW. Saat ini, perusahaan sedang
mengembangkan Unit 5 dan Unit 6 berkapasitas 2x1.000 MW. “Bila
seluruhnya rampung, maka PLTU Tanjung Jati B mengoperasikan pembangkit
berdaya 4.664 MW dan akan menjadi PLTU terbesar di Indonesia.
Progres pengembangan PLTU Tanjung Jati B Unit 5 dan Unit 6 sudah
mencapai 75%. Diharapkan operasi komersial (COD) dilakukan pada 2021-
2022. Pengembangan proyek PLTU Tanjung Jati B Unit 5 dan Unit 6, atau
kerap disebut PLTU Jawa 4, dilakukan oleh PT Bhumi Jati Power (BJP)
sebagai independent power producer (IPP). Perjanjian pembelian (power

12
purchase agreement/ PPA) sudah dilakukan pada Desember 2015 yang
merupakan perusahaan patungan antara Sumitomo Corporation Group dengan
kepemilikan 50%, The Kansai Electric Power Co. Inc. Group 25%, dan United
Tractors (UT) Group 25%. Nilai investasi pengembangan PLTU Jawa 4
diperkirakan mencapai US$4,2 miliar atau sekitar Rp58,8 triliun (kurs
Rp14.000 per dolar AS).
Bagi UNTR, proyek PLTU Jawa 4 juga berperan strategis. Diperkirakan
kebutuhan batu bara untuk bahan bakar pembangkit itu mencapai 7 juta ton
per tahun. Sekitar 30% kebutuhan batu bara PLTU Jawa 4 akan dipasok oleh
UNTR. Entitas Group Astra itu memang memiliki anak usaha di sektor
pertambangan batu bara, yakni PT Tuah Turangga Agung (TTA).
PLTU Tanjung Jati B adalah pembangkit dengan tata kelola yang excellent
secara aman ramah dan peduli lingkungan. Dengan bahan bakar batubara
pembangkit listrik tenaga uap ini menghasilkan kapasitas listrik dengan daya 4
x 710 MW Gross atau 4 x 660 MW Nett. Total kapasitas saat ini menyumbang
sekitar 12% dari total kebutuhan listrik Jawa – Bali dan merupakan salah satu
dari obyek vital nasioanal.
PLTU Tanjung Jati B menerapkan teknologi terbaru dalam menangani
emisi pembakaran batubara yaitu dengan FGD ( Flue Gas Desulfurization )
teknologi ini menjadikan PLTU Tanjung Jati B mampu memanfaatkan
keunggulan keekonomian batubara sebagai bahan bakar yang murah namun
ramah bagi lingkungan. Sehingga tidak heran jika PLTU Tanjung Jati B
menjadi salah satu PLTU terbaik dunia versi majalah Power Magazine.
PLTU Tanjung Jati B berhasil melakukan mengoptimalisasi pemanfaatan
fly ash dan bottom ash sebesar 90% serta pengurangan 126.252 m2 konsumsi
air demin setiap tahun. Dengan upaya tersebut PLN Tanjung Jati B berhasil
meraih predikat Proper Emas dari Kemeterian Lingkungan Hidup pada
periode tahun 2019. Ini membuktikan bahwa PLTU dapat dikelola dengan
ramah lingkungan dan menjadi standard pengelola pembangkit bagi PLN.
Pencapaian tersebut merupakan hasil implementasi peogram E-Green
PLTU Tanjung Jati B yang dicanangkan tahun 2012 dalam mencapai wolrd
class services di tahun 2017 melalui program 5E (Efficient Process, Excellent
Performance, Elegant Atmosphere, Empowering Community, Establishing
High Trust Culture).
13
PLTU Tanjung Jati B unit 1 dan 2 pengoperasian dan memelihara unit
pembangkit dilakukan oleh PT. TJB Power Services (TJBPS), sedangkan
PLTU Tanjung Jati B unit 3 dan 4 pengoperasian dan memeliharanya
dilakukan oleh PT. Komipo Pembangkitan Jawa Bali (KPJB). Saat ini sedang
dibangun PLTU Tanjung Jati unit 5 dan 6 yang merupakan expansion dari
empat Unit PLTU Tanjung Jati B yang sudah ada, yang membedakan PLTU
Tanjung Jati B unit 5&6 dengan 4 unit yang sudah ada adalah pengelolaannya.
Jika PLTU Tanjung Jati B unit 1&2 dan 3&4 dikelola oleh PT PLN
(Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B dengan sistem leasing sedangkan
PLTU Tanjung Jati B unit 5&6 dikelola langsung oleh swasta atau dikenal
dengan istilah IPP (Independent Power Producer) perusahaan produsen listrik
swasta yang dibentuk oleh konsosium untuk melakukan perjanjian PPA
dengan PLN. PPA (Power Purchase Agreement) adalah perjanjian jual beli
tenaga listrik antara perusahaan produsen listrik swasta (IPP) dan PLN.
Emisi dari PLTU baik yang telah beroperasi maupun yang direncanakan
akan meningkatkan polusi di udara.

Permodelan pada Gambar 2 (dibawah), mengindikasikan bahwa PLTU


yang direncanakan untuk dibangun akan secara signifikan meningkatkan
konsentrasi PM2.5 di sekitar wilayah Jakarta, terutama di sekitar Tangerang
dan utara Jakarta. Pada hari-hari dengan kondisi cuaca kurang baik, emisi dari
PLTU yang beroperasi saat ini diindikasikan menghasilkan paparan PM2.5
pada sekitar 3 juta jiwa dengan tingkat PM 2.5 di atas standar WHO (sebesar
20μg/ m3 ). Saat PLTU yang baru beroperasi, maka konsentrasi maksimum
harian PM2.5 akan meningkat di sekitar daerah yang telah terkena dampak
sebelumnya, serta menciptakan hotspot baru di wilayah timur Jakarta, yaitu
14
Bekasi dan Jakarta Timur pada khususnya. Jumlah yang penduduk yang
berisiko terpapar PM2.5 diproyeksikan akan meningkat 10 kali lipat. Dengan
kata lain, 30 juta jiwa akan terpapar tingkat PM2.5 di atas standar WHO.

Emisi dari PLTU yang telah beroperasi dan PLTU yang direncanakan
untuk beroperasi akan mengakibatkan sekitar 4 juta jiwa terpapar tingkat NO2
yang melebihi standar WHO 200μg/m3 untuk rata-rata 1 jam. Sedangkan, SO 2
juga membentuk partikel PM2.5 di atmosfer dan sangat mematikan. SO 2 juga
merupakan penyebab utama hujan asam. Senyawa ini tetap berada di atmosfer
selama 3-5 hari, sehingga bisa mempengaruhi area yang luas. Hasil
permodelan mengindikasikan bahwa emisi dari PLTU yang telah beroperasi
dan yang direncanakan akan meningkatkan kadar SO2 di atas standar WHO
20μg/m3 di wilayah yang diperkirakan akan dihuni oleh 6,3 juta jiwa. Daerah
diproyeksikan akan terkena dampak paling parah adalah di Jakarta bagian
Barat Laut dan Barat Daya yang berpotensi terpapar 40 kg SO 2 per hektar per
tahun. PLTU yang direncanakan untuk dibangun cenderung meningkatkan
deposisi asam ada wilayah ini. Polusi asam ini dapat mempengaruhi hasil
pertanian atau meningkatkan biaya produksi bagi petani yang harus
menetralisir tanah mereka dari asam. Hujan asam juga akan merusak
bangunan.

15
d. Data Perusahaan Lain Yang Sejenis
1) PT. Satya Mirta Surya Perkasa
SSP berdiri sejak tahun 1988. PT Satyamitra Surya Perkasa (PT SSP)
merupakan perusahaan yang bergerak di bidang Konstruksi, Civil &
Mechanical-Electrical-Instrumentasi di bidang Power Plant, Oil & Gas Plant,
Chemical & Petrochemical Plant, Storage Tank Terminal, Infrastructure
Industrial Building. PT SSP sedang berekspansi baik di Pulau Jawa dan di luar
Pulau Jawa.
PT Satyamitra Surya Perkasa (SSP) berkantor pusat di Jakarta, SSP telah
menjadi salah satu perusahaan konstruksi terkemuka di Indonesia dengan
pengalaman klien internasional yang luas. SSP terdiri dari bagian pekerjaan
Sipil, Mekanikal dan Elektrikal untuk Pembangkit Listrik, Pabrik Kimia &
Petrokimia, Terminal Tangki Penyimpanan, Infrastruktur dan Gedung.
SSP telah berhasil membangun banyak Pembangkit Listrik, Pabrik Kimia
& Petrokimia, Terminal Tangki Penyimpanan, Infrastruktur dan Gedung.
Proyek-proyeknya termasuk terminal tangki 288.000 KL yang dibangun dari
Terminal Tangki Minyak PT di Merak, Pembangkit Listrik Tanjung Jati B
Unit 1, 2, 3 & 4, PLTU II Rembang 2 x 300-400 MW, Pembangkit Listrik
Tenaga Combine Indralaya, dll.
Komitmen terhadap Kualitas dijaga sepenuhnya dengan menerapkan
sistem manajemen mutu yang mengadopsi Standar Internasional ISO 9001
sejak tahun 2000. Komitmen terhadap Keselamatan dengan menerapkan
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan sesuai dengan persyaratan
OHSAS 18001 sejak 2009.
2) Indocement at PLTU TJB
Total kandungan carbon yang ditemukan pada lokasi penelitian adalah
sebesar 714,77 per hektar. Penilitian karbon ini dilakukann pada biomassa atas
permukaan, tumbuhan bawah, nekromassa (pohon mati), dan sedimen
mangrove (tanah). Penyerapan karbon pada suatu lokasi dapat dilihat dari
tinggi dan diameter pohon sedangkan Jenis suatu vegetasi tidak berpengaruh
signifikan terhadap penyerapan karbon.
Pengelolaan lingkungan dalam bentuk penanaman kembali di area
penelitian perlu dilakukan untuk menghindari kerusahan yang lebih parah baik
karena penebangan oleh manusia atupun terkena abrasi pantai. Jenis

16
Lumnitzera, Scyphiphora hydrophyllacea, Ceriops decandra harus mendapat
perhatian lebih karena memiliki INP yang sangat rendah sehingga perlu
dilakukan pengelolaan lebis sehingga dapat di sesuaikan prinsip penangnannya
dengan faktor lingkungan seperti kondisi pasang surut, sedimen, pH, salinitas.
Berbagai faktor yang menjadi dasar tumbuh dan berkembangnya suatu
jenis mangrove pada area konservasi tidak terlepas dari tipe klasifikasi
taksonomi taanaman mangrove itu sendiri yang mempengaruhi kenampakan
morfologi dan sifat fisiologi dari tanaman, faktor geografis, astronomis
(koordinat titik plot) serta ekologis yang mempengaruhinya. Berdasarkan hasil
kajian dengan memperhatikan beberapa faktor antara lain kondisi topografi
yang mempengaruhi ukuran sedimen, ombak laut yang mempengaruhi
kesesuaian ekologis mengacu pada ekosistem sekitar disertai proses pasang
surutnya air laut, serta pengamatan morfologi dan fisiologi dari jenis
mangrove yang terdapat pada area plot di atas serta di sisi lain peneliti juga
merekomendasikan untuk jangka waktu ke depan di mana kehidupan semakin
berkembang dan diperlukan prinsip optimalisasi sumber daya berwawasan
lingkungan berkelanjutan, maka upaya meminimalkan kerusakan dan
melestarikan fungsi ekologis dan ekonomis kawasan hutan mangrove perlu
dilakukan konservasi lahan.
Konservasi ini dengan melakukan reboisasi untuk kawasan ekosistem
hutan mangrove kendala upaya reboisasi di daerah abrasi adalah tidak adanya
media lumpur yang memadai untuk tumbuh bibit bakau dan daerahnya labil
karena selalu terkena ombak. Untuk reboisasi di wilayah ini, terlebih dahulu
perlu dilakukan kegiatan prakondisi berupa pengamanan dari pukulan ombak
dan penyediaan media tumbuh. Caranya adalah dengan pembuatan “groin”
dari batu sepanjang garis pasang surut. Namun pembuatan groin ini
memerlukan biaya yang cukup besar. Alternatif lain adalah membuat terucuk
bambu yang rapat. Pembuatan groin atau terucuk bambu ini bertujuan untuk
menahan lumpur yang terbawa ombak sehingga lama-kelamaan akan tersedia
media tumbuh yang sesuai bagi pertumbuhan pohon.
Jenis pohon yang dipilih untuk di reboisasi adalah tumbuhan yang sesuai
dengan ekologinya. Untuk Jenis vegetasi dengan nilai INP terendah seperti
Lumnitzera, Scyphiphora hydrophyllacea, Ceriops decandra memerlukan
perhatian lebih, karena jika tidak segera di regenerasi bukan tidak mungkin 3
17
jenis tanaman tersebut akan hilang dari daerah ini. Perlu dilakukan kajian
teknik pennaman terhadap 3 jenis mangrove tersebut.
3) Office PT. KPJB
PT. Komipo Pembangkitan Jawa Bali (PT KPJB) adalah Perusahaan
pengoperasi dan Pemeliharaan (O & M) yang ditunjuk oleh PT PLN
Pembangkitan Tanjung Jati B untuk mengoperasikan dan memelihara Jati B
unit Tanjung 3 & 4 Coal Fired Power Plant yang berlokasi di Desa Tubanan,
Kecamatan Kembang, Jepara, Jawa Tengah, Indonesia. PT KPJB
berkomitmen untuk menjadi World Class Power Plant O & M yang
menjunjung Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan serta menjaga hubungan
baik dengan masyarakat sekitar.
Sebagai Operasional dan Pemelihara, PT KPJB bertanggung jawab untuk
mengoperasikan pembangkit listrik dan pemeliharaan, penanganan batubara,
dermaga dan pelabuhan manajemen untuk Jati B unit Tanjung 3&4 (2 × 660
MW) PLTU (PLTU) di bawah Perjanjian O & M dengan PT PLN (Persero)
Pembangkitan Tanjung Jati B. Dalam melaksanakan O & M Services, KPJB
berlaku World Class Standard Manajemen didukung oleh kary awan yang
berpengalaman dan kompetensi serta didukung oleh perusahaan induk yang
berpengalaman dan terpercaya terlibat dalam bisnis pembangkit listrik.
KOMIPO (Korea Midland Power) bertanggung jawab untuk memasok
13% dari semua tenaga listrik domestik di Republic Korea melalui
operasi pembangkit listrik utama di 6 wilayah yang berbeda di seluruh negara
termasuk Boryeong Pembangkit Listrik Tenaga Panas Site Divisi. Perusahaan
menyediakan jasa pembangunan pabrik dan konsultasi, beroperasi
pembangkit listrik termal, dan juga menyediakan perawatan dan perbaikan.
KOMIPO menyediakan listrik ke Korea Electric Power Corporation. PT
Pembangkitan Jawa Bali (PT PJB) adalah anak perusahaan dari PT PLN
(Persero) yang didirikan pada tahun 1995. PT PJB memiliki 6 (enam) Unit
Power Plant dengan kapasitas total hingga 6,977 MW terdiri dari
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pusat Listrik Tenaga Gas
(PLTG), Gas dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTGU) dan
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Saat ini, PT PJB memperluas
bisnisnya terkait dengan pembangkit listrik seperti pembangkit listrik O &
M, EPC (Engineering, Procurement and Construction), konsultasi Power
18
Plant, Power Plant pendidikan dan pelatihan, pelatihan energi terbarukan
dan lainnya.
e. Deskripsi Pencemar di PLTU TJB 5&6
1) NO2
a) Proses timbulnya bahan pencemar
 Sumber utama emisi udara selama fase konstruksi terutama akan
berasal dari peralatan konstruksi dan kendaraan. Polutan yang
dilepaskan termasuk SO2, NO2 berasal dari mesin diesel yang
digunakan dalam mesin konstruksi dan kendaraan pengiriman.
 Proses pembakaran batu bara
b) Karakteristik NO2
Gas NO2 memiliki karakteristik bau tajam, berwarna cokelat kemerahan
dan berwarna kuning di bawah suhu 21,2°C.
c) Dampak ke manusia
Penurunan fungsi paru, sesak napas, bahkan menyebabkan kematian.
Gas NO2 memiliki kelarutan yang rendah dalam air dan larut dalam
larutan alkali. NO2 merangsang terjadinya sesak napas dan berbahaya bagi
sistem pernapasan manusia. Pajanan NO2 menyebabkan risiko non
karsinogenik. Untuk risiko non karsinogenik maka digunakan data
sekunder dosis referensi untuk inhalasi (reference dose, RfC) yang
ditetapkan oleh IRIS dari US-EPA yaitu sebesar 0,02 mg/kg/hari dengan
efek kritis gangguan saluran pernapasan.(9)
Salah satu penyakit yang timbul akibat pajanan NO2 adalah Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Menurut hasil penelitian (Kermani, dkk,
2017) bahwa nitrogen dioksida menyebabkan kematian dan morbiditas
pada banyak orang. Total kematian yang disebabkan oleh pajanan NO2
yaitu jumlah kematian akibat kardiovaskular adalah 8480 orang dan
jumlah kematian akibat Penyakit Paru Obstruktif Kronik adalah 2454
orang pada tahun 2005-2014 di Teheran. Status kesehatan masyarakat
semakin terancam dengan adanya dampak negatif yang ditimbulkan oleh
kondisi kualitas udara yang tercemar (Masito, 2018). Polusi udara
memiliki efek buruk pada kesehatan manusia dan menyebabkan berbagai
penyakit. Salah satu penyakit yang timbul akibat pajanan NO2 adalah

19
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Menurut hasil penelitian
(Kermani, dkk, 2017) bahwa nitrogen dioksida menyebabkan kematian
dan morbiditas pada banyak orang. Total kematian yang disebabkan oleh
pajanan NO2 yaitu jumlah kematian akibat kardiovaskular adalah 8480
orang dan jumlah kematian akibat Penyakit Paru Obstruktif Kronik adalah
2454 orang pada tahun 2005-2014 di Teheran.
d) Dampak ke vegetasi
Eutrofikasi atau kelebihan nutrisi pada badan air yang menyebabkan
timbulnya hama eceng gondok sehingga menurunkan kualitas air, juga
disebabkan oleh emisi NOx. Eutrofikasi ini akan mengurangi konsentrasi
oksigen terlarut dalam air sehingga menyebabkan banyak binatang-
binatang air yang mati
2) SO2
a) Proses timbulnya bahan pencemar
 Sumber utama emisi udara selama fase konstruksi terutama akan
berasal dari peralatan konstruksi dan kendaraan. Polutan yang
dilepaskan termasuk SO2, NO2, berasal dari mesin diesel yang
digunakan dalam mesin konstruksi dan kendaraan pengiriman
 Proses pembakaran batu bara
b) Karakteristik SO2
Gas SO2 memiliki karakteristik tidak berwarna dan berbau tajam.
c) Dampak ke manusia
SO2 dapat menimbulkan hujan asam apabila bereaksi dengan uap air dan
menghasilkan H2SO4. SO2 berdampak buruk terhadap kesehatan manusia
dengan menimbulkan iritasi saluran pernapasan dan penurunan fungsi
paru. Nilai RfC yang digunakan untuk risk agent SO2 adalah 0,026
mg/kg/hr yang diperoleh berdasarkan ketetapan dari EPA/NAAQS 1990.1
Gejala yang ditimbulkan seperti batuk, sesak napas, dan asma. Pajanan
SO2 dengan dosis tinggi menyebabkan iritasi mata, hidung, tenggorokan,
sinus, edema paru, bahkan berujung pada kematian. Gas SO2 dapat
menyebabkan iritasi pada selaput lendir saluran pernapasan dan iritasi
mata apabila terpapar dengan konsentrasi tinggi secara terus-menerus. Gas
SO2 apabila terhirup melalui pernapasan dan terakumulasi di dalam tubuh

20
dapat menyebabkan gangguan fungsi paru, iritasi, dan asma dalam sistem
pernapasan manusia.
d) Dampak ke vegetasi
Sulfur dioksida (SO2) adalah komponen pencemar udara dengan jumlah
paling banyak. Gas ini memiliki karakteristik tidak berwarna dan berbau
tajam, apabila bereaksi dengan uap air di udara akan menjadi H2SO4 atau
dikenal sebagai hujan asam yang dapat menimbulkan kerusakan baik
material, benda, maupun tanaman.

3) PM 2.5
a) Proses timbulnya bahan pencemar
Proses pembakaran batu bara
b) Karakteristik
Partikulat halus (PM2.5) merupakan partikel pencemar yang berukuran
kurang dari 2.5 µm. Partikulat tersebut bersumber dari alami maupun
antropogenik. Peningkatan konsentrasi partikulat berkontribusi pada
peningkatan angka morbiditas maupun mortalitas.
c) Dampak pada manusia
Mengganggu fungsi paru dan memperburuk penyakit asma dan jantung.
Sebuah riset yang dipublikasikan di The Journal of Investigative
Medicine, PM 2.5 meningkatkan risiko kanker mulut. Beberapa riset lain
juga menunjukkan sejumlah kondisi kesehatan akibat PM 2,5, mulai dari
bronkitis (radang cabang tenggorok) kronis dan kanker paru. Gangguan
saluran pernafasan seperti infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), kanker
paruparu, kardiovaskular, kematian dini, dan penyakit paru-paru obstruktif
kronis. Partikel halus ini juga bisa terbentuk akibat reaksi gas atau air di
atmosfer dengan senyawa dari pembangkit listrik. Reaksi kimia ini dapat
terjadi jauh dari sumber emisi.
d) Dampak ke vegetasi
Jika tidak diolah lebih lanjut, abu terbang dapat menyebabkan dampak
negatif bagi lingkungan. Dapat menyebabkan pencemaran udara yang
berkelanjutan.

21
2. Kunjungan Lapangan
a. Kunjungan Hari I
Hari/Tanggal : Kamis, 21 Maret 2021
Waktu : 13.00 – 14.00 WIB
Pengunjung : Semua anggota kelompok
Materi : Survey awal lokasi
b. Kunjungan Hari II
Hari/Tanggal : Jumat, 22 Maret 2021
Waktu : 15.00 – 16.00 WIB
Pengunjung : Semua anggota kelompok
Materi : Pengambilan sampel komponen lingkungan
c. Kunjungan Hari III
Hari/Tanggal : Sabtu, 23 Maret 2021
Waktu : 15.00 - 17.00 WIB
Pengunjung : Semua anggota kelompok
Materi : Wawancara masyarakat sekitar
d. Demografi Penggunaan Lahan & Sumber Daya Alam
Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tanjung Jati B secara administrasi terletak di
Dusun Sekuping, Desa Tubanan, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara, Provinsi
Jawa Tengah. Desa Tubanan merupakan salah satu desa di Kecamatan Kembang,
Kabupaten Jepara. Secara geografis, Desa Tubanan berada di sebelah utara Ibu Kota
Kabupaten Jepara. Desa Tubanan di sebelah utara berbatasan langsung dengan Laut
Jawa, di sebelah selatan dengan Desa Kancilan, di sebelah timur berbatasan dengan
Desa Balong dan di sebelah barat berbatasan dengan Desa Kaliaman. Jarak tempuh ke
Ibu Kota Kecamatan yaitu 7 Km sedangkan ke Ibu Kota Kabupaten yaitu 26 Km.
Desa Tubanan memiliki Topografi berupa wilayah dataran rendah dengan
variasi ketinggian antara 0 m sampai dengan 6 m dari permukaan laut. Curah hujan di
Desa Tubanan yaitu 220,00 mm dengan tingkat kelembapan 79,00. Sedangkan suhu
rata-rata harian yaitu 32 derajat selsius. Seperti halnya wilayah di Pulau Jawa yang
memiliki iklim tropis, Desa Tubanan yang merupakan salah satu desa di ujung Pulau
Jawa juga memiliki iklim tropis. Kondisi iklim di Desa Tubanan di pengaruhi oleh 2

22
musim besar yaitu musim Timur dan musim Barat. Musim Timur atau musim hujan
yang berlangsung dari bulan September hingga bulan Mei. Sedangkan musim Barat
atau musim kemarau di mana masyarakat Desa Tubanan yang berlangsung dari bulan
April sampai dengan bulan Oktober. Pada kedua musim tersebut diselingi dengan
musim peralihan baik dari musim hujan ke musim kemarau atau sebaliknya dari
musim kemarau ke musim hujan. Masa peralihan musim tersebut di sebut dengan
musim pancaroba. (Social Mapping Desa Tubanan: 2018)
Desa Tubanan memiliki luas hampir dua ribu meter persegi. Lahan desa
tersebut dimanfaatkan sebagai daerah permukiman penduduk, pertanian, kegiatan
ekonomi, sarana dan prasaran umum, dan lain sebagainya. Berikut ini merupakan luas
wilayah menurut penggunaan tahun 2018:

Berdasarkan tabel 4.1, dapat diketahui bahwa sebagian besar tanah di Desa
Tubanan merupakan jenis tanah kering. Selanjutnya pemanfaatan lahan untuk area
persawahan memiliki luas sekitar 316,19 hektar. Pemanfataan untuk menunjang
kegiatan sosial, ekonomi dan budaya di Desa Tubanan dalam bentuk fasilitas umum
menggunakan lahan seluar 78,55 hektar. Sedangkan untuk tanah perkebunan seluas 9
hektar dan pemanfaatan sebagai hutan seluas 2 hektar. Desa Tubanan merupakan desa
yang tidak memiliki jenis tanah basah.

23
e. Data Kesehatan Penduduk
Desa Tubanan pada 2017 terdiri dari 43 RT dan 7 RW dengan jumlah Kartu
Keluarga 4.211 dan jumlah penduduk sebesar 11.170 jiwa.

Sebagian besar masyarakat Kecamatan Kembang mengunjungi puskesmas


dengan tujuan rawat jalan umum Kesehatan merupakan faktor penentu kualitas
sumber daya manusia. Kesehatan sebagai syarat untuk mewujudkan perkembangan
jasmani, rohani (mental), dan sosial yang seimbang. Kesehatan sebagai syarat untuk
melakukan aktivitas secara optimal dan pada waktunya akan berpengaruh terhadap
pencapaian dan produktivitas. Upaya meningkatkan pelayanan kesehatan harus
didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Di Kecamatan Kembang
terdapat 1 puskesmas yang berada di sebelah ibukota Kecamatan Kembang, 5 buah
pustu, 7 buah poliklinik / polindes, 1 balai pengobatan swasta serta 4 buah apotik.
Selain sarana dan prasarana yang mendukung, untuk meningkatkan pelayanan 50
kesehatan juga harus didukung dengan tenaga kesehatan yang memadai. Di
Kecamatan Kembang, Dokter praktek yang tinggal sebanyak 2 orang, Bidan praktek
yang tinggal sebanyak 12 orang, paramedis sebanyak 38 orang, dukun bayi sebanyak

24
33 orang, dan pengobatan lainnya sebanyak 2 orang. Pihak PLTU Tanjung Jati B
sering melakukan cek Kesehatan gratis, jika terjadi kejadian penyakit akibat PLTU
cepat dalam menanganinya.

f. Kepedulian Masyarakat
Data kepedulian masyarakat terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tanjung Jati B
5 dan 6 berdasarkan data sekunder dan literatur yang ada.
1) Dampak Positif Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tanjung Jati B 5 dan 6
a) Berkurangnya jumlah pengangguran karena sebagian masyarakat bekerja
menjadi tenaga kerja di PLTU. Kegiatan PLTU telah mampu menciptakan
lapangan kerja baru khususnya bagi masyarakat sekitar PLTU. Selain bekerja
sebagai karyawan tidak tetap, ada sebagian yang menjadi karyawan tetap
PLTU. Serta ada juga yang melakukan aktivitas kerja dengan menjual
kebutuhan konsumsi. Sebagian besar pengangguran yang berkurang karena
menjadi tenaga kerja di PLTU adalah tenaga kerja laki-laki. Adanya kegiatan
PLTU telah menciptakan lapangan kerja yang cukup besar bagi sebagian
masyarakat.
b) Dampak Ekonomi
Pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan dan mutu hidup rakyat. Dampak positif pada aspek ekonomi
dengan adanya kegiatan PLTU dirasakan oleh sebagian masyarakat yaitu
sebagai berikut:
 Meningkatkan penghasilan masyarakat sekitar.
 Peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat umum yang disebabkan oleh
meningkatnya pendapatan dari sektor informal seperti tumbuhnya
sejumlah warung makan, toko barang kebutuhan konsumsi, dan koskosan
di sekitar PLTU.
 Pemerataan pembangunan/infrastruktur ekonomi.
 Dengan adanya program pemberian pinjaman modal kerja di sekitar PLTU
maka masyarakat dapat mengembangkan UMKM nya seperti di sektor
pertanian, peternakan, dan perkebunan.

25
Hal tersebut juga sejalan dengan pernyataan dari Pradani (2014) yang
mengatakan bahwa dengan adanya PLTU maka terdapat perubahan dari aspek
sosial ekonomi terhadap masyarakat terkait dengan pembangunan PLTU.
Masyarakat banyak yang meninggalkan pekerjaan sebagai petani dan lebih
memilih bekerja sebagai karyawan PLTU, peluang kerja semakin meningkat
sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat yang tiap
bulannya mencapai Rp. 2.000.000, selain itu pendidikan di masyarakat juga
mampu melanjutkan minimal SMA/SMK.
c) Dampak sosial
Dampak pada lembaga dan sistem soial yang terjadi di Desa Tubanan,
dilihat dari pengaruh diharapkan, pengaruh positif sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan, dan pengaruh sampingan yang positif diluar program yang
ditetapkan.
Pengaruh positif sesuai dengan tujuan yang ditetapkan terjalinnya
hubungan yang baik antara lembaga Desa Tubanan dengan pihak PLTU
Tanjung Jati B, serta masyarakat yang mengalami perubahan struktur sosial
yang dipengaruhi oleh tingkat perekonomian yang meningkat. Dampak
selanjutnya dilihat dari dan pengaruh sampingan yang positif diluar program
yang ditetapkan, dimana lembaga di Desa Tubanan mendapatkan batuan yang
diberikan kepada kelompok-kelompok seperti peternakan, pertanian,
sepakbola, sehingga membuat organisasi tersebut semakin maju. Untuk sistem
sosial masyarakat lebih merasakan dampak positif pada peran PLTU pada
kegiatan bakti sosial atau bantuan yang diberikan kepada masyarakat.
2) Dampak Negatif PLTU Tanjung Jati B
Dampak negatif untuk dampak yang pertama adalah menggunakan
pengaruh sampingan yang negatif yang tidak diharapkan, di Desa Tubanan
memiliki banyak sekali lembaga atau kelompok yang dibentuk oleh warga, tetapi
hanya beberapa saja yang menjalin hubungan dan mendapatkan bantuan dari
PLTU Tanjung Jati B, jadi menimbulkan kecemburuan antar lembaga yang ada.
Selanjutnya adalah dampak negatif pada sistem sosial yang meresahkan
masyarakat seperti, para pemuda yang melakukan balapan liar dan terpengaruh

26
minuman beralkohol, terdapat warga yang menjual minuman beralkohol,
terdapatnya oknum yang menjadi pekerja sek komersial, terdapat oknum yang
melakukan kawin kontrak, tingkat kriminalitas yang terjadi di Desa Tubanan.
Dampak lingkungan hidup yang dirasakan masyarakat adalah perubahan
cuaca yang semakin panas, intensitas hujan yang sangat sedikit dan polusi yang
semakin banyak, ruang terbuka hijau yang semakin berkurang, selain itu keadaan
air laut yang berubah sehingga mempengaruhi habitat di dalamnya, sehingga
membuat masyarakat mulai resah dengan keadaan lingkungan tersebut.

3. Kepedulian Masyarakat Terhadap Dampak Negatif


Dampak pada lembaga dan sistem soial yang terjadi di Desa Tubanan, dilihat dari
pengaruh sampingan yang negatif yang tidak diharapkan, pengaruh positif sesuai dengan
tujuan yang ditetapkan, dan pengaruh sampingan yang positif diluar program yang
ditetapkan. Untuk dampak yang pertama adalah menggunakan pengaruh sampingan yang
negatif yang tidak diharapkan, di Desa Tubanan memiliki banyak sekali lembaga atau
kelompok yang dibentuk oleh warga, dimana lembaga di Desa Tubanan mendapatkan
batuan yang diberikan kepada kelompok-kelompok seperti peternakan, pertanian,
sepakbola, sehingga membuat organisasi tersebut semakin maju. tetapi hanya beberapa
saja yang menjalin hubungan dan mendapatkan bantuan dari PLTU Tanjung Jati B, jadi
menimbulkan kecemburuan antar lembaga yang ada.
Untuk melihat dampak ekonomi yang pertama adalah menggunakan pengaruh
sampingan yang negatif yang tidak diharapkan, untuk pengaruh sampingan yang negatif
adalah masih banyak warga bekerja di PLTU yang menempati bagian lapangan, SDM
warga Desa Tubanan masih kalah bersaing dengan SDM luar daerah Desa Tubanan,
selain itu masih banyak warga yang tidak bisa bekerja di PLTU Tanjung Jati. Namun
sesuai dengan tujuan yang dikembangkan oleh masyarakat, dengan keberadaan PLTU
masyarakat Desa Tubanan mampu mengembangkan perekonomian mereka, maka
masyarakat merasakan manfaat keberadaan PLTU tersebut. kemudian banyak warga yang
mendapatkan pekerjaan, masyarakat juga mampu berwira usaha.
Terjalinnya hubungan yang baik antara lembaga Desa Tubanan dengan pihak
PLTU Tanjung Jati B, serta masyarakat yang mengalami perubahan struktur sosial yang

27
dipengaruhi oleh tingkat perekonomian yang meningkat. Terdapat organisasi atau
kelompok yang berkembang pesat, dimana sebagian organisasi seperti kelompok ternak,
kelompok tani, tim sepakbola tersebut mendapatkan bantuan dari PLTU, tetapi masih ada
kelompok atau organisasi yang tidak mendapatkan bantuan.
Pada dampak psikis, Banyak warga yang tidak mendapatkan pekerjaan dan
mendapatkan bantuan, dan menimbulkan kecemburuan sosial warga yang merasa senang
karena banyak warga yang mendapatkan pekerjaan, dapat mebuka usaha, serta
mendapatkan bantuan dari PLTU Tanjung Jati B. Lembaga dan PLTU mampu menjalin
hubungan yang baik dan harmonis antara lembaga Desa Tubanan dengan pihak PLTU.
Banyaknya penyimpangan sosial seperti balapan liar anak-anak muda, oknum
yang menjual minuman beralkohol, oknum yang melakukan kawin kontrak, oknum yang
melakukan kegiatan prostitusi. Namun masyarakat telah mampu mengembangkan
pembelajaran pada bidang pendidikan dan keagamaan yang mendapat bantuan dari PLTU
Tanjung Jati B, begitu juga dengan aspek keagamaan. Tetapi masih ada warga yang tidak
merasakan bantuan pendidikan tersebut.
Namun sebagian masyarakat masih acuh tak acuh dalam menciptakan lingkungan
yang sehat bagi masyarakat, juga masih adanya oknum masyarakat yang masih
melakukan balapan liar, menjual minuman beralkohol, melakukan kawin kontrak,
melakukan kegiatan prostitusi, dan lain – lain.
Dampak kesehatan pada masyarakat, masyarakat sering mengeluhkan sesak nafas,
batuk, dan pilek tidak pernah kenal musim. Hampir setiap hari ada pasien yang mengeluh
disaluran pernapasannya, pasien terbanyak pada anak usia 2 bulan. Karena terlalu
tebalnya debu yang dihasilkan dari PLTU Batubara Tanjung Jati B, masyarakat desa
Tubanan yang berdekatan dengan lokasi PLTU itupun harus beruulang kali menyapu
lantainya. Terdapat warga yang harus pindah rumah, karena anaknya terus mengalami
sesak napas sejak tinggal di lokasi yang berdekatan dengan PLTU tersebut.
Ahli batubara dan polusi udara Greenpeace, Lauri Myllyvirta, mengatakan bahwa
risiko penyakit yang mengintai masyarakat di sekitar PLTU batubara bisa memicu
kematian dini. Bahkan dampaknya juga turut dirasakan oleh Negara tetangga dengan
radius 1000-1500 km seperti Malaysia dan Filipina.

28
4. Kontaminasi dan Bahaya Lain
a. Kontaminasi di dalam komplek
Sumber utama emisi udara selama fase konstruksi terutama akan berasal dari
peralatan konstruksi dan kendaraan. Polutan yang dilepaskan termasuk SO2, NO2
berasal dari mesin diesel yang digunakan dalam mesin konstruksi dan kendaraan
pengiriman. SO2 dan NO2 juga dapat berasal dari proses pembakaran batu bara.
Kegiatan ini dapat berdampak pada pekerja, masyarakat, dan lingkungan sekitar
proyek PLTU.
Polutan tersebut bisa berdampak ke manusia, penurunan fungsi paru, sesak napas,
bahkan menyebabkan kematian. NO2 merangsang terjadinya sesak napas dan
berbahaya bagi sistem pernapasan manusia. Pajanan NO2 menyebabkan risiko non
karsinogenik. Untuk risiko non karsinogenik maka digunakan data sekunder dosis
referensi untuk inhalasi (reference dose, RfC) yang ditetapkan oleh IRIS dari US-
EPA yaitu sebesar 0,02 mg/kg/hari dengan efek kritis gangguan saluran pernapasan.
Salah satu penyakit yang timbul akibat pajanan NO2 adalah Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK). Menurut hasil penelitian (Kermani, dkk, 2017) bahwa
nitrogen dioksida menyebabkan kematian dan morbiditas pada banyak orang. Total
kematian yang disebabkan oleh pajanan NO2 yaitu jumlah kematian akibat
kardiovaskular adalah 8480 orang dan jumlah kematian akibat Penyakit Paru
Obstruktif Kronik adalah 2454 orang pada tahun 2005-2014 di Teheran. Status
kesehatan masyarakat semakin terancam dengan adanya dampak negatif yang
ditimbulkan oleh kondisi kualitas udara yang tercemar (Masito, 2018). Polusi udara
memiliki efek buruk pada kesehatan manusia dan menyebabkan berbagai penyakit.
Salah satu penyakit yang timbul akibat pajanan NO2 adalah Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK). Menurut hasil penelitian (Kermani, dkk, 2017) bahwa nitrogen
dioksida menyebabkan kematian dan morbiditas pada banyak orang. Total kematian
yang disebabkan oleh pajanan NO2 yaitu jumlah kematian akibat kardiovaskular
adalah 8480 orang dan jumlah kematian akibat Penyakit Paru Obstruktif Kronik
adalah 2454 orang pada tahun 2005-2014 di Teheran.
SO2 dapat menimbulkan hujan asam apabila bereaksi dengan uap air dan
menghasilkan H2SO4. SO2 berdampak buruk terhadap kesehatan manusia dengan

29
menimbulkan iritasi saluran pernapasan dan penurunan fungsi paru. Nilai RfC yang
digunakan untuk risk agent SO2 adalah 0,026 mg/kg/hr yang diperoleh berdasarkan
ketetapan dari EPA/NAAQS 1990.1 Gejala yang ditimbulkan seperti batuk, sesak
napas, dan asma. Pajanan SO2 dengan dosis tinggi menyebabkan iritasi mata, hidung,
tenggorokan, sinus, edema paru, bahkan berujung pada kematian. Gas SO2 dapat
menyebabkan iritasi pada selaput lendir saluran pernapasan dan iritasi mata apabila
terpapar dengan konsentrasi tinggi secara terus-menerus. Gas SO2 apabila terhirup
melalui pernapasan dan terakumulasi di dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan
fungsi paru, iritasi, dan asma dalam sistem pernapasan manusia.
Partikulat halus (PM2,5) merupakan partikel pencemar yang berukuran kurang
dari 2,5 µm. Partikulat tersebut bersumber dari alami maupun antropogenik.
Peningkatan konsentrasi partikulat berkontribusi pada peningkatan angka morbiditas
maupun mortalitas. Timbulnya PM2,5 berasal dari proses pembakaran batu bara.
PM2,5 dapat berdampak buruk bagi kesehatan pekerja, antara lain dapat
mengganggu fungsi paru dan memperburuk penyakit asma dan jantung. Sebuah riset
yang dipublikasikan di The Journal of Investigative Medicine, PM 2,5 meningkatkan
risiko kanker mulut. Beberapa riset lain juga menunjukkan sejumlah kondisi
kesehatan akibat PM 2,5, mulai dari bronkitis (radang cabang tenggorok) kronis dan
kanker paru. Gangguan saluran pernafasan seperti infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA), kanker paruparu, kardiovaskular, kematian dini, dan penyakit paru-paru
obstruktif kronis. Partikel halus ini juga bisa terbentuk akibat reaksi gas atau air di
atmosfer dengan senyawa dari pembangkit listrik. Reaksi kimia ini dapat terjadi jauh
dari sumber emisi.
b. Kontaminasi di luar komplek
Polutan-polutan yang berasal dari PLTU Tanjung Jati B dan PLTU Tanjung Jati
B Fire & rescue, industri tahu didekat lokasi PLTU, dan pembakaran bahan bakar
pada kapal tongkang, dapat menjadi kontaminasi polutan yang dapat menimbulkan
dampak negatif bagi pekerja dan masyarakat.

5. Gugus Kendali Mutu


 Udara

30
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.15/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019 tentang Baku Mutu Emisi Pembangkit
Listrik Tenaga Termal. Dalam peraturan ini memuat baku mutu emisi PLTU pada
parameter Sulfur Dioksida (SO2) memiliki kadar maksimum batu bara sebesar 200
mg/Nm3, Nitrogen Oksida 200 mg/Nm3, dan Partikulat (PM) sebesar 50 mg/Nm3.

31
6. Bahaya Fisik dan Bahaya Lain

Unsur
Reaksi apabila masuk ke
No Pencema Sifat Fisika Sifat Kimia
tubuh
r

1 SO2 SO2 memiliki sifat Berdasarkan sifat kimia, SO2 apabila Jika berkontak
fisik yang stabil, sulfur dioksida adalah dengan air, gas ini akan
tidak mudah terbakar gas yang tidak dapat larut dan membentuk H2SO4
dan meledak. SO2 terbakar, berbau tajam, yang dapat menyebabkan
memiliki densitas dan tidak berwarna. efek iritasi pada mata, kulit,
dua kali dari densitas Konsentrasi untuk dan selaput lendir.
udara serta sangat deteksi indera perasa
mudah larut dalam adalah 0.3-1 ppm di
air (85 gram/L pada udara dan ambang bau
25o C). Jika adalah 0.5 ppm. Gas ini
berkontak dengan merangsang pedas
air, gas ini akan larut (pudgent) dan bersifat
dan membentuk iritan (Sarudji, 2010)
H2SO4 yang dapat
menyebabkan efek
iritasi pada mata,
kulit, dan selaput
lendir.

2 NO2 Nitrogen dioksida NO2 bereaksi dengan NO2 merupakan gas yang
berwarna coklat kandungan air di udara toksik bagi manusia dan
kemerahan dan membentuk asam nitrat pada umumnya gas ini
berbau tajam. yang bersifat korosif. dapat menimbulkan
gangguan sistem
NO2 pada konsentrasi
pernapasan. NO2 dapat
0,5 ppm dapat
masuk ke paru-paru dan
menghambat
membentuk Asam Nitrit
pertumbuhan tanaman.

32
NOx dapat bereaksi (HNO2) dan Asam Nitrat
dengan hidrokarbon (HNO3) yang merusak
yang tidak terbakar jaringan mukosa (Mulia,
membentuk smog 2005).
fotokimia.
NO2 dapat meracuni paru-
paru. Jika terpapar NO2
pada kadar 5 ppm setelah 5
menit dapat menimbulkan
sesak nafas dan pada kadar
100 ppm dapat
menimbulkan kematian
(Chahaya, 2003).

Gangguan sistem
pernapasan yang terjadi
dapat menjadi empisema.
Bila kondisinya kronis
dapat berpotensi menjadi
bronkitis serta akan terjadi
penimbunan nitrogen
oksida (NOx) dan dapat
menjadi sumber
karsinogenik atau
penyebab timbulnya kanker
(Sunu, 2001).

3 PM 2.5 Tidak berflokulasi Sifat listrik statis adalah Partikulat terespirasi adalah
kecuali oleh gaya Debu mempunyai sifat partikulat dengan ukuran 2-
tarikan elektris, tidak listrik statis yang dapat 5μm yang karena sifat
berdifusi dan turun menarik partikel lain aerodinamiknya dapat
oleh gaya tarik bumi. yang berlawanan. masuk ke dalam saluran
Dengan demikian, pernafasan dan terdeposit

33
Sifat pengendapan partikel dalam larutan dalam paru-paru serta
adalah sifat debu debu mempercepat merusak alveoli sehingga
yang cenderung terjadinya proses
membahayakan kesehatan
selalu mengendap penggumpalan. Sifar
manusia.
karena gaya gravitasi optis adalah Debu atau
bumi. Tetapi karena partikel basah atau
kecilnya ukuran lembab lainnya dapat
debu, kadang- memancarkan sinar
kadang debu ini yang dapat terlihat
relatif tetap berada di dalam kamar gelap.
udara

B. Analisis Pemajanan

Analisa jalur yang dilakukan adalah analisa pada jalur pemajanan riil (jalur yang
benar-benar dilewati sumber pencemar) yang akan diuraikan pada uraian berikut:

1. Jalur 1 : Sumber Pencemar


Hasil dari pengamatan, sumber pencemar di PLTU Tanjung Jati B yaitu berasal dari
proses pada pembakaran batu bara. Bahan- bahan pencemar yang dihasilkan dari PLTU
Tanjung Jati B adalah sebagai berikut :
a. SO2
Sulfur dioksida (SO2) termasuk ke dalam kelompok sulfur oksida yang
mempunyai karakteristik bau yang tajam dan tidak terbakar di udara. Konsentrasi
SO2 di udara akan mulai terdeteksi oleh indra penciuman manusia ketika konsentrasi
berkisar antara 0,3 – 1 ppm (Wardhana, 2004). Sumber SO2 dari aktivitas manusia
adalah proses pembakaran dan proses industri. Proses pembakaran yang dapat
menghasilkan SO2 adalah pembakaran batubara pada generator listrik dan mesin-
mesin.
Salah satu polutan dari cerobong dari PLTU adalah senyawa gas SO 2, yang
dihasilkan akibat kandungan senyawa sulfur (S) dalam batubara. Adapun banyaknya

34
senyawa gas SO2 yang dihasilkan dari pembakaran batubara bergantung pada jenis
batubara yang dibakar.
Berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara ambien untuk parameter SO2 untuk
dijadikan acuan yaitu PLTU TJB Unit 1&2 serta 3&4 yang dilakukan pengukuran
secara berkala setiap 3 bulan sekali tahun 2007 – 2014 pada beberapa lokasi
pengukuran. Hasil pengukuran yang didapatkan yaitu memenuhi baku mutu, dari
pengukuran konsentrasi SO2 pada operasional PLTU TJB Unit 1&2 rata-rata
menunjukkan nilai konsentrasi SO2 yang sangat rendah dengan nilai di bawah 70
µg/Nm3.
Konsentrasi SO2 tertinggi yaitu sebesar 70,69 – 71,46 µg/Nm3 ditemukan pada U2
(kuartal 3 tahun 2011 dan kuartal 1 tahun 2010), dan U1 (kuartal 3 tahun 2011).
Sedangkan, Konsentrasi SO2 yang tercatat dari hasil pemantauan kualitas udara
ambien pada PLTU TJB Unit 3&4, menunjukkan hasil kualitas udara ambien untuk
parameter SO2 dengan kisaran 0,002 – 67 µg/Nm 3, kecuali pada lokasi U1 pada
pemantauan kuartal 2 tahun 2011 konsentrasi SO2 tercatat sangat tinggi sebesar
256,66 µg/Nm3.

Profil kualitas udara ambien (SO2) PLTU Tanjung Jati B Unit 1&2

(sumber: Hasil Pemantauan PLTU Tanjung Jati B Unit 1&2, 2007-2014)

35
Profil kualitas udara ambien (SO2) PLTU Tanjung Jati B Unit 3&4

Sumber: Hasil Pemantauan PLTU Tanjung Jati B Unit 3&4, 2011-2014 yang dimodifikasi

b. NO2
Nitrogen dioksida adalah gas yang reaktif di udara dan dapat membentuk lapisan
coklat kemerahan. Nitrogen dioksida memiliki karakteristik seperti baunya khas dan
mengganggu bahkan dapat mengiritasi saluran napas pada konsentrasi 1-3 ppm
(Handayani, dkk, 2003). Sumber nitrogen dioksida mayoritas berasal dari
pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, dan gas. Sumber pencemar
lainnya adalah pembangkit listrik yang berbahan bakar batu bara.

Kadar NO2 di udara berasal dari pembakaran PLTU dapat menjadi salah satu
polutan udara. Pengukuran kualitas udara untuk parameter NO2 yang dilakukan secara
berkala di lokasi PLTU TJB Unit 1&2 serta PLTU TJB Unit 3&4 secara umum
apabila dibandingkan dengan baku mutu sesuai keputusan Gubernur Jawa Tengah
Nomor 8 tahun 2001 nilainya masih sangat memenuhi baku mutu untuk NOx sebesar
150 µg/Nm3, kecuali pemantauan PLTU TJB Unit 3&4 pada tahun 2013, pengukuran
ini dapat dijadikan acuan untuk pembangunan PLTU TJB 5 & 6.

Dari pengukuran kualitas NO2 pada PLTU TJB Unit 1&2 yang telah dilakukan,
kualitas NO2 terukur dengan nilai terendah sebesar 0,03 µg/Nm 3, sedangkan nilai
tertinggi adalah sebesar 78,4 µg/Nm3. Konsentrasi NO2 pada pengukuran PLTU TJB
36
Unit 3&4 yang terukur berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara saat operasional
PLTU tersebut, menunjukkan nilai yang fluktuatif terutama pada saat pemantauan
pada lokasi U2 tahun 2013 kuartal 3, nilai konsentrasi terukur sangat besar dan
melebihi baku mutu, yaitu 211,2 µg/Nm3.

Profil kualitas udara ambien (NO2) PLTU Tanjung Jati B Unit 1&2
Sumber: Hasil Pemantauan PLTU Tanjung Jati B Unit 1&2, 2007-2014 yang
dimodifikasi

Profil kualitas udara ambien (NO2) PLTU Tanjung Jati B Unit 3&4

(sumber: Hasil Pemantauan PLTU Tanjung Jati B Unit 3&4, 2011-2014)

37
c. PM 2.5
Partikulat (PM 2.5) adalah partikel debu yang berukuran 2.5 mikron. PM 2,5
dianggap sebagai partikel udara paling mematikan bagi manusia lantaran sangat
mudah memasuki sistem pernapasan. Adanya PM 2.5 ini dapat berasal dari dalam
ruangan dan luar ruangan salah satunya pada pembakaran batu bara di PLTU.
Pengukuran kualitas udara ambien (PM 2.5) selama 24 jam untuk mengetahui
pengaruh penimbunan batu bara yang dilakukan pada dua lokasi yaitu: (1) lokasi
pemukiman penduduk di Desa Bondo dan (2) sawah di Desa Bondo. Hasil
pengukuran menunjukkan kualitas udara ambien (PM 2.5) masih di bawah baku mutu
udara ambien menurut Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 08 tahun 2000 sebesar
65 µg/Nm3.

Konsentrasi
No Lokasi Koordinat Baku Mutu
(µg/Nm3)
1 Belakang Rumah Bp. LS 06°27’10,5” 26,71 65
Slamet, RT. 04/08, BT 110°43’46,1”
Dusun Persil, Desa
Bondo, Kecamatan
Bangsri
2 Sawah Dusun Persil, LS 06° 27’0,9,0” 50,37 65
Desa Bondo, BT 110° 43’47,5”
Kecamatan Bangsri
Sumber: Data Primer, hasil pengujian November 2015 *Baku Mutu: Keputusan
Gubernur No. 08 tahun 2001
2. Jalur 2 : Media Lingkungan
 Udara
a. SO2
SO2 dari pembakaran berasal dari sekitar setengah kandungan sulfur yang
terdapat dalam batubara. Dalam suatu proses pembakaran batu bara diperkirakan
sekitar setengah sulfur adalah inorganik, dan sebagian besar sulfur terpisahkan selama
operasi pencucian atau selama proses pulverisasi. Jika bahan bakar yang digunakan

38
sudah dalam bentuk arang (char), sulfur sudah tereduksi sekitar setengahnya melalui
hidrogenasi dan sebagian sulfur inorganik terkoversi menjadi H2S. Seluruh sulfur
dalam bahan bakar dioksidasi menjadi SO2.
b. NO2
NOx dalam proses pembakaran diperoleh dari dua sumber, dari nitrogen
batubara dan dari gas nitrogen udara yang dipakai untuk pembakaran. Sumber
pertama menghasilkan NOx bahan bakar dan sumber kedua menghasilkan NOx
thermal. Hampir seluruh nitrogen dalam batubara dikonversikan menjadi NOx tetapi
besarnya NOx thermal yang diperoleh tergantung pada temperatur pembakaran dari
boiler. Jumlah NOx yang terbentuk dari unsur nitrogen dalam udara mungkin lebih
kecil dari yang dihasilkan melalui proses oksidasi nitrogen dari batubara, tetapi untuk
angka perkiraan, perbedaan antara kedua sumber tersebut tidak terlalu berpengaruh.
c. PM 2.5
Partikulat merupakan sumber polusi udara yang paling utama dari bahan bakar
sintetik, yang diperoleh mulai dari tahap persiapan bahan baku (penghancuran bahan,
penyaringan, dan penyimpanan) sampai tahap pengangkutan dalam jumlah tertentu
untuk diumpankan ke dalam reaktor. Pada proses konversi batubara, sumber utama
partikulat berasal dari proses pembakaran dimana dihasilkan fly ash ketika batubara,
bahan karbon yang mengandung abu, dibakar seperti yang terjadi pada sistem
pembangkit tenaga listrik.
3. Jalur 3 : Titik pemajanan
Titik pemajanan adalah titik dimana seseorang kontak dengan media pencemar.
Dalam kontaks ini, media tercemar adalah kawasan yang memiliki kadar pencemar tinggi
pada unit PLTU. Sumber- sumber pencemar seperti NO 2, SO2, dan PM 2.5 melambung di
udara melewati cerobong asap pada proses pembakaran batu bara. NO yang paling
banyak jumlahnya, terbentuk pada pembakaran bertemperatur tinggi hingga dapat
mereaksikan nitrogen yang terkandung pada bahan bakar dan/atau udara, dengan oksigen.
Jumlah dari NO yang terbentuk tergantung atas jumlah dari nitrogen dan oksigen yang
tersedia, temperatur pembakaran, intensitas pencampuran, serta waktu reaksinya.. Dalam
1 jam pembakaran NO2 menghasilkan polutan NOx sebesar 67.276 ug/m3.

39
Selain itu, proses pembakaran batubara juga menyebabkan kandungan sulfur
terbakar dan menghasilkan gas sulfur dioksida (SO2 ) dan sebagian kecil menjadi sulfur
trioksida (SO3). Dalam 1 jam pembakaran SOx menghasilkan polutan SOx sebesar
32.840,63 ug/m3. Polutan- polutan tersebut tinggi ketika pembakaran batu bara sedang
terjadi.
Partikulat adalah partikel debu yang berukuran 2.5 mikron. Partikulat ini
dihasilkan pada saat proses pembakaran dimana dihasilkan fly ash karena bahan karbon
yang mengandung abu dibakar seperti yang terjadi pada sistem pembangkit tenaga listrik.

4. Jalur 4 : Cara Pemajanan


Kandungan SO2, NO2 dan PM 2.5 berasal dari proses pembakaran batu bara yang
terjadi di PLTU Tanjung Jati B. Faktor yang mempengaruhi kadar pencemarnya yaitu
temperatur pembakaran, waktu pembakaran, dan intensitas pencampuran pada proses
pembakaran batu bara.

5. Jalur 5 : Penduduk Beresiko


Penduduk yang berisko adalah penduduk yang tinggal di daerah PLTU Tanjung
Jati B maupun lingkungan sekitar PLTU Tanjung Jati B, khususnya adalah para pekerja
yang bekerja di PLTU. Paparan kandungan bahan pencemar di lingkungan PLTU
Tanjung jati B yang terus- menerus dapat menyebabkan pekerja dan penduuduk sekitar
mendapat masalah kesehatan. Adapun masalah kesehatan yang dapat terjadi yaitu pada
sistem pernafan seperti ISPA, iritasi mata dan hidung, bronchitis, kanker paru hingga
kematian.

40
C. Identifikasi dan Evaluasi Pemajanan

Jalur pemajanan diatas merupakan jalur pemajan riil (jalur yang benar-benar dilewati
sumber pencemar), hal ini dapat dilihat dari kelima elemen jalur pemajanan yang
menghubungkan sumber pencemar dengan populasi reseptor. Melihat dampak yang
ditimbulkan akibat SO2, NO2, dan PM 2.5 maka sebaiknya pihak PLTU Tanjung Jati B mulai
memperhitungkan untuk melakukan tindakan pencegahan seperti tataguna lahan dalam area
kontur dengan tanaman dan pembuatan zona hijau. Dengan demikian tingkat pencemaran
tersebut perlu dilakukan pembahasan lebih lanjut. Apabila pencemaran tersebut dibiarkan
berlama-lama tanpa tindakan pencegahan akan membuat degradasi fisik lingkungan,
pencemaran yang dirasakan masyarakat akan lebih mengganggu sehingga menyebabkan
penyakit dan mengakibatkan efek samping yang berkepanjangan.
1. Mengidentifikasi Elemen Jalur Pemajanan
a. Identifikasi Elemen 1 – Sumber Pencemar (Proses Pembakaran Batu Bara)
1) Sulfur dioksida (SO2)
Sumber pencemar terletak pada proses pembakaran batu bara. Kandungan sulfur
dalam batubara apabila dibakar akan berubah menjadi oksida sulfur. Proses
pembakaran yang dapat menghasilkan SO2 adalah pembakaran batubara pada
generator listrik dan mesin-mesin. Konsentrasi SO 2 yang melebihi nilai ambang
batas dapat menyebabkan gangguan pernafasan seperti bronchitis, emphysema,
dan penurunan kesehatan pada umumnya sedangkan pada konsentrasi tinggi dapat
menyebabkan iritasi pada mata, hidung, dan tenggorokan.
2) Nitrogen Dioksida (NO2)
Nitrogen dioksida merupakan salah satu gas yang berbahaya jika terhirup oleh
manusia. Sumber NO2 berasal dari pembakaran batubara. Pada pembangkit listrik
tenaga uap dalam kegiatannya menghasilkan polutan NO2 yang berpotensi
mempengaruhi udara ambien di lingkungan sehingga mengganggu
keberlangsungan kehidupan organisme.
3) PM 2.5
Pembakaran batubara merupakan sumber penghasil partikel halus (PM 2.5) yang
berbahaya bagi kesehatan. Dampak kesehatan dapat menyebabkan kematian lebih

41
cepat terutama pada penderita penyakit jantung dan paru-paru serta pada usia
lanjut.

b. Elemen 2 – Media Lingkungan dan Transport (Udara)


1) Sulfur dioksida (SO2)
Pada proses pembakaran batubara dapat menyebabkan pencemaran salah
satunya yaitu SO2. Timbulnya gas SO2 bersumber dari kandungan senyawa sulfur
dalam batubara. Gas SO2 yang diemisikan akan menyebar ke udara ambien
sehingga akan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas udara ambien.
Kandungan sulfur dalam batubara apabila dibakar akan berubah menjadi oksida
sulfur. Sulfur dioksida (SO2) termasuk ke dalam kelompok sulfur oksida yang
mempunyai karakteristik bau yang tajam dan tidak terbakar di udara.
Dampak akibat pencemaran SO2 adalah meningkatnya tingkat morbiditas,
insendensi penyakit pernapasan seperti bronchitis, emphyesma,dan penurunan
kesehatan umum (Soedomo, 2001). Maka para pekerja yang bekerja di PLTU
Tanjung Jati B dalam upaya mengurangi dampak pajanan gas SO2 dengan lebih
memperhatikan aspek kesehatan dan keselamatan kerja yaitu pengunaan APD
terutama masker saat bekerja, untuk meminimalkan gas berbahaya di udara masuk
kedalam tubuh.
2) Nitrogen Dioksida (NO2)
Salah satu bahan pencemar yang dikeluarkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga
Uap adalah Nitrogen Dioksida (NO2). Nitrogen Dioksida merupakan gas yang
reaktif yang di udara dapat membentuk lapiran coklat kemerahan.
Nitrogen oksida (NOx) di udara terutama berasal dari gas buangan hasil
pembangkit listrik yang menggunakan gas alam. Gas NOx terdapat dua macam
golongan yaitu Nitrogen Monoksida (NO) yang merupakan gas tidak berwarna
dan dapat menyerap ultraviolet. Gas NO merupakan gas tidak stabil dan hasil
akhir di udara selanjutnya teroksidasi menjadi Nitrogen Dioksida (NO2).
3) PM 2.5
PM 2.5 timbul akibat abu sisa pembakaran batubara yang ikut terbawa ke luar
melalui cerobong. PM 2.5 diemisikan akan menyebar ke udara ambien sehingga

42
akan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas udara ambien. PM 2.5
merupakan partikulat tersuspensi yang mudah terhirup dan dapat masuk ke dalam
paru-paru sehingga menyebabkan penurunan fungsi paru-paru, batuk-batuk atau
sulit bernapas, perkembangan bronchitis kronis, serta kematian dini pada
pengidap penyakit jantung atau paru-paru.

c. Elemen 3 – Titik Pemajanan (Udara)


Titik pemajanan SO2, NO2, dan PM 2.5 pada udara berasal dari proses
pembakaran batubara PLTU Tanjung Jati B dinyatakan sebagai sumber pencemar
polusi pada udara. Unit FGD (Flue Gas Desulphurization) merupakan unit yang
digunakan sebagai alat pengendali pencemaran udara dari emisi cerobong. Dilakukan
pengambilan data SO2, NO2, dan PM 2.5 pada jalur pemajanan di sekitar aktivitas
kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan untuk pemantauan lingkungan yang terkena
dampak.
d. Elemen 4 – Cara Pemajanan
Cara pemajanan kontak dengan manusia yaitu melalui udara tercemar SO 2,
NO2, dan PM 2.5 yang berasal dari proses pembakaran batubara PLTU Tanjung Jati B
yang terhirup kemudian masuk ke dalam saluran pernapasan. Faktor yang
mempengaruhi kadar pencemarnya yaitu temperatur pembakaran, waktu pembakaran,
dan intensitas pencampuran pada proses pembakaran batu bara. Dampak akibat
pencemaran SO2, NO2, dan PM 2.5 adalah menurunnya fungsi paru-paru sehingga
menyebabkan penyakit pernapasan seperti bronchitis, emphyesma,dan penurunan
kesehatan umum.
e. Elemen 5 – Populasi Reseptor
Penduduk berisiko terpajan SO2, NO2, dan PM 2.5 adalah penduduk yang
tinggal di daerah PLTU Tanjung Jati B maupun lingkungan sekitar PLTU Tanjung
Jati B, khususnya adalah para pekerja yang bekerja di PLTU Tanjung Jati B. Paparan
udara yang mengandung bahan pencemar di lingkungan PLTU Tanjung jati B yang
terus-menerus dapat menyebabkan pekerja dan penduduk sekitar mendapat masalah
kesehatan. Adapun masalah kesehatan yang dapat terjadi yaitu seperti menurunnya
fungsi paru-paru sehingga menyebabkan penyakit pernapasan seperti bronchitis,

43
emphyesma, sulit bernapas, perkembangan bronchitis kronis, serta kematian dini pada
pengidap penyakit jantung atau paru-paru, dan penurunan kesehatan umum.

44
2. Menentukan Apakah Elemen-Elemen Tersebut Saling Berhubungan dan Membentuk
Jalur Pemajanan
a. Elemen 1 – Sumber Pencemaran
b. Elemen 2 – Media Lingkungan dan Transport
c. Elemen 3 – Titik Pemajanan
d. Elemen 4 – Cara Pemajanan
e. Elemen 5 – Populasi Reseptor
Lima elemen diatas saling berhubungan, apabila dari pihak PLTU Tanjung Jati B tidak
dapat melakukan pengelolaan pada sumber pencemar yang ada maka media lingkungan
seperti udara sangat memudahkan sumber pencemar meluas ke lingkungan sekitar.
3. Mengkategorikan Suatu Jalur Pemajanan Sebagai Jalur Pemajanan Riil atau Jalur
Pemajanan Potensial
Dari keseluruhan analisa diatas maka dapat disimbulkan bahwa jalur pemajanan
dalam pencemaraan lingkungan ini adalah jalur pemajanan riil. Hal ini disebabkan karena
kelima elemen jalur pemajanan dari sumber pencemar ke penduduk berisiko telah
terpenuhi sehingga populasi dianggap terpajan. Kelima elemen tersebut diantaranya:
a. Elemen 1: Sumber pencemar SO2, NO2, dan PM 2.5 berasal dari hasil kegiatan
operasional berupa proses pembakaran batubara PLTU Tanjung Jati B.
b. Elemen 2: media lingkungan dan mekanisme penyebaran SO2, NO2, dan PM 2.5
melalui udara.
c. Elemen 3: titik pemajanan atau area terjadinya kontak antara manusia dengan
lingkungan pencemar udara yaitu udara di PLTU Tanjung Jati B dan lingkungan
sekitar PLTU Tanjung Jati B.
d. Elemen 4: cara pemajanan SO2, NO2, dan PM 2.5 melalui saluran pernapasan dengan
terhirupnya udara yang tercemar.
e. Elemen 5: penduduk berisiko terpajan SO 2, NO2, dan PM 2.5 adalah penduduk yang
tinggal di daerah PLTU Tanjung Jati B maupun lingkungan sekitar PLTU Tanjung
Jati B, khususnya adalah para pekerja yang bekerja di PLTU Tanjung Jati B dengan
daerah yang udaranya tercemar SO2, NO2, dan PM 2.5.
4. Menentukan Apakah Jalur Pemajanan Bisa Diabaikan atau Perlu Dibahas Lebih Lanjut
a. Evaluasi Toksikologi

45
1) Memperkirakan potensi pemajanan
2) Membandingkan perkiraan pemajanan dengan baku mutu lingkungan
3) Mencatat dampak kesehatan yang berkaitan dengan pemajanan
4) Mengevaluasi faktor yang mempengaruhi dampak kesehatan
5) Memperkirakan dampak kesehatan oleh bahaya fisik dan bahaya lain
b. Evaluasi data “outcome” kesehatan
1) Penggunaan data outcome kesehatan dalam proses analisis kesehatan
2) Kriteria penilaian data outcome kesehatan
3) Menggunakan data outcome kesehatan untuk mengarahkan kepedulian kesehatan
masyarakat.
4) Pedoman untuk evaluasi dan pembahasan data outcome kesehatan dalam analisis
kesehatan
c. Evaluasi kepedulian masyarakat
Setiap kepedulian masyarakat harus memperoleh perhatian. Perlu ditetapkan
apakah “outcome” yang menjadi perhatian itu logis secara biologik. Bila tidak perlu
mengindentifikasi dan mengevaluasi data outcome kesehatan (evaluasi ini dilakukan
untuk membantu menjelaskan kepedulian tertentu), bila data outcome kesehatan tidak
tersedia. Perlu dijelaskan jalur pemajanan yang relevan serta informasi toksikologi.
(Reda Rizal, 2016)

Jalur pemajanan SO2, NO2, dan PM 2.5 perlu dibahas lebih lanjut dan dilakukan
pengendalian serta pengelolaan pada sumber pencemarnya.

D. Media Lingkungan dan Transport


Media lingkungan yang berperan sebagai pembawa pencemar dari sumber menuju
titik pemajanan dan akhirnya berdampak pada masyarakat adalah udara. Sumber pencemaran
udara berasal dari proses persiapan bahan baku batu bara hingga proses pembakaran batu
bara. Pada proses pembakaran batu bara menghasilkan SO 2,NO2 dan PM 2.5 yang dapat
dieluarkan melalui cerobong asap atau juga dapat keluar melaui boiler dan tungku.
Ahli batubara dan polusi udara Greenpeace, Lauri Myllyvirta, mengatakan bahwa
risiko penyakit yang mengintai masyarakat di sekitar PLTU batubara bisa memicu kematian

46
dini. Bahkan dampaknya juga turut dirasakan oleh Negara tetangga dengan radius 1000-1500
km seperti Malaysia dan Filipina.
1. Tranformasi Dan Mekanisme Transport
Penyebaran pencemaran udara berupa SO2, NO2, dan PM 2.5 dari sumber dipengaruhi
oleh kecepatan angin dan suhu. Pencemaran tersebut menyebar mengikuti arah angin
yang kemudian mencemari kualitas udara di masyarakat dan menyebabkan kontak anatar
masyarakat dengan bahan pencemar. Tingkat pencemaran udara yang berada di sekitar
lingkungan sekitar PLTU Tanjung Jati B cukup tinggi jika dibandingkan dengan udara di
lingkungan masyarakat.
Dalam salah satu pengukuran lingkungan di area PLTU, pencemaran udara dilakukan
di dalam ruangan dan diluar ruangan pada saat kegiatan pembakaran batu bara
berlangsung. Pada pengukuran yang dilakukan total debu yang berada luar ruangan lebih
tinggi dibandingkan dalam ruangan.
2. Titik pemajanan
Pencemaran udara yang terjadi pada lingkungan PLTU Tanjung Jati B yaitu berupa
bahan pencemar SO2, NO2, dan PM 2.5. Bahan- bahan pencemaran ini dihasilkan dari
proses pembakaran batu bara yang dikeluarkan melalui cerobong asap yang dan
kemudian melambung di udara. Pencemar yang berada di udara ini terbang dalam waktu
lama dan radius yang luas sehingga dapat menyebabkan gangguan pada sistem
pernafasan.
3. Cara Pemajanan
Cara pemajanan kontak dengan manusia yaitu melalui udara yang telah terkontaminasi
akibat pembakaran batu bara pada PLTU.
a. SO2

Saat manusia bernapas dan menghirup udara yang mengandung SO2, tubuh akan
mengabsorbsinya melalui hidung dan paru-paru. Sulfur dioksida dapat dengan mudah
dan dengan cepat masuk ke dalam peredaran darah melalui paru- paru. Sekali ada di
dalam tubuh, tubuh akan rusak akibat sulfat dan dapat hilang melalui urin (ATSDR,
1998).

47
Gas SO2 masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan. SO2 memiliki daya
larut yang tinggi, memiliki ukuran partikulat sangat kecil dan dapat masuk hingga ke
alveoli, dapat mengiritasi dinding bronkus sehingga terjadi peradangan dan produksi
lendir meningkat pada bronkiolus dan alveolus. Oleh sebab itu, resistensi saluran
pernapasan meningkat dan menyebabkan konstruksi bronkus (Mukono, 2008).

b. NO2

Inhalasi NO2 dapat menyebabkan gangguan paru dan saluran pernapasan


kemudian dapat masuk ke dalam peredaran darah dan menimbulkan akibat di organ
tubuh lain. Kelarutan NO2 dalam air rendah sehingga dapat mudah melewati trakea,
bronkus, dan sampai ke alveoli. Di dalam saluran pernapasan NO2 akan terhidrolisis
membentuk asam nitrit (HNO2) dan asam nitrat (HNO3) yang bersifat korosif
terhadap mukosa permukaan saluran napas (Handayani, dkk, 2003).

c. PM 2.5
PM 2,5 dengan gampang memasuki sistem pernapasan manusia. Itulah mengapa
PM 2,5 menjadi partikel udara paling mematikan bagi manusia secara pelan-pelan
tanpa korban sadari. PM 2,5 yang menumpuk di paru-paru dan organ lain bisa
menyebabkan munculnya penyakit pernapasan, asma, hingga penyakit jantung. PM
2,5 juga ampuh untuk membuat penyakit-penyakit tersebut makin parah hingga bisa
memicu kematian dini.
4. Populasi Reseptor
Pencemaran SO2, NO2, PM2,5 berasal dari proses pembakaran batu bara, apabila
terpapar terus-menerus dalam konsentrasi yang tinggi dapat berpengaruh pada
lingkungan dan kesehatan manusia. Media pemajanan SO2, NO2, dan PM2,5 adalah
melalui udara. Polutan tersebut mencemari udara menuju lingkungan. Sehingga populasi
terpajan adalah penduduk yang berada di wilayah PLTU dan lingkungan masyarakat
sekitar PLTU.
5. Jalur Pemajanan Riil dan Potensial
Jalur pemajanan diatas merupakan jalur pemajanan riil, hal ini dapat dilihat dari
kelima elemen jalur pemajanan yang menghubungkan sumber pencemar ke populasi
reseptor.

48
6. Dampak Kesehatan
a. Evaluasi Toksikologi
1) Memperkirakan potensi pemajanan
2) Membandingkan perkiraan pemajanan dengan baku mutu lingkungan
3) Mencatat dampak kesehatan yang berkaitan dengan pemajanan
4) Mengevaluasi faktor yang mempengaruhi dampak kesehatan
5) memperkirakan dampak kesehatan oleh bahaya fisik dan bahaya lain
Permasalahan pada Pembangunan PLTU terjadi dan ada keluhan
masyarakat terhadap pencemaran, akibat beroperasinya pembangunan PLTU ini
sehingga jalur pemajanan SO, NO, dan PM2,5 perlu dibahas lebih lanjut dan perlu
dilakukan pengendalian dan pengelolaan pada sumber pencemarnya.
b. Evaluasi Kepedulian Masyarakat
Dari adanya pembangunan PLTU ini, masyarakat mengalami dampak positif, dan
dampak negative, dampak positifnya yaitu peningkatan taraf hidup masyarakat dari
segi perekonomian, berkurangnya jumlah pengangguran, Dampak selanjutnya dilihat
dari dan pengaruh sampingan yang positif diluar program yang ditetapkan, dimana
lembaga di Desa Tubanan mendapatkan batuan yang diberikan kepada kelompok-
kelompok seperti peternakan, pertanian, sepakbola, sehingga membuat organisasi
tersebut semakin maju. Untuk sistem sosial masyarakat lebih merasakan dampak
positif pada peran PLTU pada kegiatan bakti sosial atau bantuan yang diberikan
kepada masyarakat.
Dari banyaknya dampak positif yang dirasakan, terdapat juga dampak negatif
yang diterima oleh masyarakat yaitu banyaknya zat-zat atau gas-gas berbahaya yang
muncul dari pembangunan tersebut, keberadaan gas-gas tersebut membahayakan
pekerja PLTU, maupun masyarakat disekitarnya. Zat-zat atau gas-gas berbahaya
tersebut diantaranya SO2, NO2, dan PM2,5
c. Evaluasi Dampak Kesehatan
1) SO2
Sulfur dioksida (SO2) di udara mempunyai pengaruh langsung terhadap
manusia terutama karena sifat iritasi dari gas itu sendiri. Lebih dari 95 % dari
SO2 dengan kadar tinggi yang dihirup melalui pernafasan akan diserap oleh

49
bagian atas saluran pernafasan. Karena sifatnya yang dapat mengganggu
pernafasan, SO2 ini dapat membuat penderita bronchitis, emphisemia dan
penderita penyakit saluran pernafasan lain – lain menjadi lebih parah
keadaannya. Hal ini karena SOx yang mudah menjadi asam tersebut menyerang
selaput lendir pada hidung, tenggorokan, dan saluran nafas yang lain sampai ke
paru-paru. Iritasi pada saluran pernafasan dapat menyebabkan pergerakan silia
menjadi lambat, bahkan dapat terhenti, sehingga tidak dapat membersihkan
saluran pernafasan, hal ini dapat meningkatkan produksi lendir dan penyempitan
saluran pernafasan. Akibatnya terjadi kesulitan bernafas, sehingga benda asing
termasuk bakteri/ mikroorganisme lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran
pernafasan dan hal ini memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan.
Standar baku mutu emisi sulfur yang berlaku sebesar 750 mg/Nm3.
Tabel Tingkatan Kadar SO2 Pada Sistem Pernapasan Manusia

2) NO2
Kadar NO2 di udara jika terlalu tinggi diatas Indeks Standar Pencemaran
Udara (ISPU) 100 akan mengakibatkan dampak negatif, yaitu: terjadinya hujan
asam, menyebabkan kesulitan bernafas bagi penderita asma, menyebabkan batuk
untuk anak-anak dan orang tua, menurunan visibilitas dan berbagai gangguan
pernafasan, serta dapat menyebabkan kematian. Selain itu, masyarakat perlu
mengetahui kadar nitrogen dioksida (NO2) yang aman bagi kesehatan. NO2

50
dapat meracuni paru-paru. Jika terpapar NO2 pada kadar 5 ppm setelah 5 menit
dapat menimbulkan sesak nafas dan pada kadar 100 ppm dapat menimbulkan
kematian. Gangguan sistem pernapasan yang terjadi dapat menjadi
empisema. Bila kondisinya kronis dapat berpotensi menjadi bronkitis serta
akan terjadi penimbunan nitrogen oksida (NOx) dan dapat menjadi sumber
karsinogenik atau penyebab timbulnya kanker
Emisi NOx sangat bervariasi tergantung pada jenis bahan bakar dan jenis
pembakaran. Dampak NO2 pada kesehatan bervariasi dengan tingkat paparan.
Paparan dari beberapa menit sampai dengan satu jam pada level antara 50-100
ppm NO2, menyebabkan membengkaknya kulit paru-paru selama 6-8 minggu.
Paparan pada 150-200 ppm NO2 menyebabkan hilangnya fibrasi tenggorokan
(bronchiolitis fibrosa obliterans), suatu kondisi yang fatal dalam 3-5 minggu
setelah terpapar. Kematian akan datang jika terpapar NO2 sebanyak 500 ppm
atau lebih dalam waktu 2-10 hari.
3) PM2,5
PM2,5 yang berasal dari kegiatan industri biasanya mengeluarkan berbagai
material logam berat dan sulfur dioksida. Environmental Protection Agency
dalam World Bank, mengestimasikan 90% dari PM2,5 yang dikeluarkan ke
udara mengandung sulfur dioksida (SO2). Berbagai material tersebut dapat
menyebabkan berbagai gangguan saluran pernapasan seperti infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA), kanker paru-paru, penyakit kardiovaskular, kematian
dini, dan penyakit paru-paru obstruktif kronis. Gangguan tersebut disebabkan
oleh inflamasi dan injuri oleh pajanan PM2,5 yang masuk ke dalam saluran
pernapasan.

51
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Lokasi bangunan PLTU Tanjung Jati B Unit 5 & 6 secara administratif berada di Desa
Tubanan, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah, ± 32 km di Utara
Jepara. Lokasi pembangkit berada di wilayah pesisir dengan jarak 1 km di sebelah Timur dari
muara sungai Banjaran, dan jarak 0,5 km di sebelah Barat dari muara Sungai Ngarengan.
Pemilihan lokasi ini sudah mempertimbangkan kebutuhan kedalaman laut dan kestabilan arus
laut untuk mendukung transportasi bahan bakar melalui laut dan kebutuhan air laut untuk
proses pendinginan. PLTU Tanjung Jati B unit 5 dan 6 terletak di Kecamatan Kembang yang
secara geografi Kecamatan Kembang mempunyai ketinggian 0 s/d 700 meter dari permukaan
air laut dan luas wilayah keseluruhan 10.812,38 Ha. Terdiri dari 11 Desa yaitu Dudakawu,
Sumanding, Bucu, Cepogo, Pendem, Jinggotan, Kancilan, Dermolo, Balong, Tubanan, dan
Kaliaman. Jumlah penduduk Kecamatan Kembang pada tahun 2015 sejumlah 69.912 jiwa.
Tumbuhan yang terdapat disekitar PLTU Tanjung Jati B 5 & 6 adalah pohon beringin, pohon
jati super, pohon sono keling, pohon mahoni, pohon jambu air, dan pohon sengon. Di sekitar
PLTU Tanjung Jati B Unit 5 & 6 terdapat perusahaan sejenis yaitu PT Satyamitra Surya
Perkasa, Indocement at PLTU TJB, PT. Komipo Pembangkitan Jawa Bali.
Sumber pencemar SO2, NO2, dan PM 2.5 berasal dari hasil kegiatan operasional berupa
proses pembakaran batubara PLTU Tanjung Jati B. Media lingkungan dan mekanisme
penyebaran SO2, NO2, dan PM 2.5 melalui udara. titik pemajanan atau area terjadinya
kontak antara manusia dengan lingkungan pencemar udara yaitu udara di PLTU Tanjung Jati
B dan lingkungan sekitar PLTU Tanjung Jati B. Cara pemajanan SO2, NO2, dan PM 2.5
melalui saluran pernapasan dengan terhirupnya udara yang tercemar. Penduduk berisiko
terpajan SO2, NO2, dan PM 2.5 adalah penduduk yang tinggal di daerah PLTU Tanjung Jati
B maupun lingkungan sekitar PLTU Tanjung Jati B, khususnya adalah para pekerja yang
bekerja di PLTU Tanjung Jati B dengan daerah yang udaranya tercemar SO2, NO2, dan PM
2.5.
Polutan tersebut bisa berdampak ke manusia, penurunan fungsi paru, sesak napas, bahkan
menyebabkan kematian. NO2 merangsang terjadinya sesak napas dan berbahaya bagi sistem

52
pernapasan manusia. Pajanan NO2 menyebabkan risiko non karsinogenik. Untuk risiko non
karsinogenik maka digunakan data sekunder dosis referensi untuk inhalasi (reference dose,
RfC) yang ditetapkan oleh IRIS dari US-EPA yaitu sebesar 0,02 mg/kg/hari dengan efek
kritis gangguan saluran pernapasan. Salah satu penyakit yang timbul akibat pajanan NO2
adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). SO2 dapat menimbulkan hujan asam
apabila bereaksi dengan uap air dan menghasilkan H2SO4. SO2 berdampak buruk terhadap
kesehatan manusia dengan menimbulkan iritasi saluran pernapasan dan penurunan fungsi
paru. PM2,5 dapat berdampak buruk bagi kesehatan pekerja, antara lain dapat mengganggu
fungsi paru dan memperburuk penyakit asma dan jantung.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.15/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019 tentang Baku Mutu Emisi Pembangkit Listrik
Tenaga Termal. Dalam peraturan ini memuat baku mutu emisi PLTU pada parameter Sulfur
Dioksida (SO2) memiliki kadar maksimum batu bara sebesar 200 mg/Nm3, Nitrogen Oksida
200 mg/Nm3, dan Partikulat (PM) sebesar 50 mg/Nm3.
Dampak lingkungan hidup yang dirasakan masyarakat adalah perubahan cuaca yang
semakin panas, intensitas hujan yang sangat sedikit dan polusi yang semakin banyak, ruang
terbuka hijau yang semakin berkurang, selain itu keadaan air laut yang berubah sehingga
mempengaruhi habitat di dalamnya, sehingga membuat masyarakat mulai resah dengan
keadaan lingkungan tersebut.

B. Rekomendasi
1. Pemilik sumber pencemar

a. Hasil pengukuran pembakaran batubara di PLTU pada suhu ~ 1700 oC akan dihasilkan
limbah berupa abu terbang (fly ash). Fly ash mengandung berbagai polutan beracun
ke udara seperti NOx, Sox, dan PM 2,5. Meskipun hasil pengukuran masih dibawah
baku mutu, dapat dilakukan langkah pencegahan ataupun pengendalian selanjutnya.
b. Pemilik/ pengurus harus berusaha memenuhi RKL RPL yang telah dibuat dan
disahkan. pelaporan pelaksanaan RKL RPL dilakukan setiap 6 bulan sekali.
c. Lebih fokus dan intensif dalam melakukan perawatan mesin pembakaran batu bara
agar meminimalisir pencemaran debu yang ditimbulkan dari proses pembakaran.
Untuk cerobong (pengendalian emisi yang bersumber dari pembakaran batubara): -

53
Persyaratan minimum cerobong perlu diperhatikan, apakah telah sesuai dengan
Kepka Bapedal No. 205/1996.
Perlu diperhatikan apa teknologi pengendalian pencemaran udara yang dijanjikan
dalam RKL. Pilihan teknologi pencemar udara terkait dengan masing-masing
parameter, yaitu:
1) SOx – FGD (flue gas desulfurization)
2) NOx – SCNR atau low NOx burner
3) PM (total partikulat) – bag filter dan/atau ESP/EP

Untuk penimbunan dan pembongkaran batubara, beberapa opsi pendekatan


teknologi yang mungkin ada:

1) Penimbunan batubara di tempat tertutup Kemungkinan opsi yang ada adalah


menggunakan shelter atau menggunakan paranet yang lebih tinggi dari timbunan
2) Pembuatan sabuk hijau (greenbelt)
3) Penyiraman batubara secara berkala
4) Pemindahan batubara menggunakan conveyor belt dengan sistem tertutup

Untuk penimbunan abu sisa pembakaran batubara (penyebaran abu dari tempat
penimbunan abu batubara), beberapa opsi pendekatan teknologi yang mungkin ada:

1) Menggunakan tempat penyimpanan abu tertutup (silo) untuk tempat


penampungan sementara abu terbang
2) Memanfaatkan kembali abu batubara secara sendiri atau bekerja sama dengan
pemegang izin pemanfaatan limbah B3
3) Pengangkutan abu terbang menggunakan truk kapsul (tertutup)
4) Penyiraman penimbunan abu secara periodik dengan air
5) Pembuatan greenbelt untuk menahan penyebaran abu
d. Penanaman tanaman yang rapat dan tertata rapi disekitar PLTU Tanjung B untuk
masyarakat yang terdampak pencemaran udara ( SO2,NO2, PM 2.5 ). Penanaman
tanaman dapat menjadi cara pengendalian pencemaran udara yang tetap
mengutamakan nilai estetika
1) Jenis Vegetasi

54
Pada umumnya debu atau partikel berasal dari material yang kasar melayang
di udara dan bersifat toksik yang membahayakan bagi kesehatan manusia. Selain
itu bahan-bahan pencemar tersebut juga akan menimbulkan dampak negatif
lainnya seperti penurunan kualitas udara di sekitarnya dan juga dapat
membahayakan kehidupan makhluk hidup lainnya seperti hewan dan tumbuhan
(Fransiska, 2016). Oleh karena pentingnya kualitas udara, maka perlu adanya
pengelolaan kualitas udara yang salah satunya adalah dengan pemantauan kualitas
udara. Terbatasnya alat pemantau dan dana, sehingga diperlukan suatu
pertimbangan atau cara alternatif tentang pengendalian lingkungan dengan cara
lain yang pembiayaannya lebih murah, sederhana, akurat yaitu dengan melakukan
peningkatan tanaman/vegetasi.
Pencemaran udara perlu dilakukan pengendalian ramah lingkungan dengan
peningkatan jumlah vegetasi atau penghijauan dengan menanam spesies tanaman
yang memiliki kemampuan tumbuh sertadapat menyerap gas polutan maupun
menjerap partikel debu dalam kondisi lingkungan yang tercemar. Peningkatan
jumlah vegetasi atau cara penghijauan dengan menanam pohon-pohon merupakan
solusi dalam mengatasi masalah pencemaran udara di industri pabrik, sehingga
konsentrasi partikel debu di sekitar pabrik menurun. Peningkatan jumlah vegetasi
juga berfungsi sebagai penyaring dan penetral bahan-bahan pencemar udara
sehingga dapat dijadikan suatu bioindikator untuk pemantauan kualitas udara,
serta sebagai penghasil oksigen (O2) yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup.
Penanggulangan pencemaran udara oleh vegetasi/tumbuhan dapat dilakukan
melalui 2 (dua) proses yaitu proses penyerapan (absorpsi) dan penjerapan
(adsorpsi) (Al-Hakim, 2014). Tanaman akan menyerap dan menjerap polutan
yang dihasilkan melalui daun. Tanaman berperan efektif dalam menyerap
(absorbsi) polutan udara dan mampu membersihkan polutan tersebut dari udara
Adapun jenis- jenis tanaman yang memiliki kemampuan serapan terhadap
Nitrogen adalah Jati Super (Tectona grandis), Mahoni (Swietenia mahagoni),
Asam Jawa (Tamarindus indica), Cemara Angin (Casuarina equisetifolia), Jati
Putih (Gimelina arborea) , Gayam (Inocarpus vagiferus) , Tusam (Agatis alba),
Dadap Merah (Erythrina variegate). Selain itu, Adapun jenis- jenis tanaman yang

55
memiliki kemampuan serapan terhadap kandungan Sulfur Dioksida adalah
Beringin (Ficus sp.), Eucalyptus (Eucalyptus urograndis), Agathis Damar
(Agathis dammara), Mangium/ Acasia (Acasia mangium), Jambu (Psidium
guava), Kemiri (Alleurites moluccana), Nangka (Artocarpus integra). Adapun
jenis- jenis tanaman yang memiliki kemampuan serapan terhadap debu partikulat
adalah Asam Keranji (Dialium indum), Sonokeling (Dalbergia latifolia) , Mindi
(Melia azedarach), Sengon (Albizia chinensis), Jambu Air (Syzyangium aqueum).
2) Analisa vegetasi
Tahap identifikasi jenis vegetasi yang ditanam dilakukan secara deskriptif
dengan pengamatan langsung secara visual untuk mengetahui jenis-jenis pohon
yang ditanam di kawasan pabrik semen. Jenis pohon pada tapak yang terpapar
polusi dibatasi atau dipilih yang dominan pada Kawasan PLTU TJB. Analisis
dilakukan secara deskriptif terhadap fungsi ekologis kawasan hijau yaitu fungsi
ekologis untuk mengurangi polusi udara, yang kemudian dibagi menjadi fungsi
menyerap gas polutan dan menjerap debu (Al-Hakim, 2014). Fungsi menyerap
polutan gas dan menjerap debu dibedakan berdasarkan mekanisme tanaman
dalam mengurangi zat pencemar tersebut.

Aspek Fungsi Pohon Kriterua Penilaian


Penyerap gas polutan 1. Kepadatan tajuk
2.Terdiri atas beberapa lapis tanaman
dan terdiri dari kombinasi semak,
perdu, dan ground over
3. Daun tipis
4. Jumlah daun banyak
5. Jarak tanam rapat
Penyerap debu 1. Struktur permukaan, tepi daun
kasar, berlekuk, berbulu/bertrikoma
2. Daun jarum atau daun lebar
3. Kepadatan tajuk
4. Tekstur kulit batang dan ranting
kasar, ranting berduri

56
5. Kepadatan ranting
Sumber: Al-Hakim (2014)

Pohon yang dapat menyerap polusi dengan baik memiliki beberapa


kriteria diantaranya harus mempunyai tingkat kepadatan tajuk yang padat, terdiri
dari kombinasi semak, perdu, dan tanaman penutup tanah dan memiliki jumlah
daun yang banyak. Menurut Nasrullah (2001), untuk mengurangi jumlah polutan
yang telah terlepas pada lingkungan dapat dikurangi dengan adanya vegetasi.
Salah satu mekanisme tanaman dalam mereduksi polusi udara yaitu dengan proses
difusi yaitu pemencaran polutan ke atmosfir yang lebih luas dengan menggunakan
tajuk pohon. Ketika tajuk pohon memiliki ketinggian yang cukup, maka tajuk
pohon dapat membelokkan hembusan angin ke atsmosfer yang lebih luas,
sehingga konsentrasi polutan dapat menurun. Selain itu, daun yang mempunyai
jumlah banyak serta kombinasi antara semak, perdu, dan tanaman penutup tanah
dapat mengoptimalkan proses absorbsi yaitu suatu proses yang dilakukan oleh
tanaman dalam melakukan penyerapan polutan gas melalui stotama dan masuk
melalui jaringan daun.

3) Pohon yang dapat menyerap polusi dengan baik

Sifat daun yang tipis dimiliki pohon juga punya kemampuan dalam
menyerap polusi yang baik. Daun pada suatu tanaman yang memiliki ketebalan
yang tipis lebih mudah menyerap polutan dibandingkan daun yang tebal. Pohon
yang mempunyai daun yang tebal, pada umumnya mempunyai jaringan yang
tebal sehingga sulit untuk ditembus oleh polutan.

Berikut adalah beberapa jenis pohon yang disarankan untuk ditanam di area
PLTU Tanjung Jati B unit 5 dan 6 :

57
No Jenis Fungsi Gambar
Tanaman
1 Pohon Beringin Tanaman merupakan
penyaring udara yang
mampu menyerap gas
polutan seperti SO2. Daya
serap terhadap SO2
0,3444%. Menghilangkan
43,5 pon SO2 per tahun
jika konsentrasi SO2 di
atmosfer 0,25 ppm.
Disamping itu tanaman
juga mampu menyerap
debu dari jalan. Polutan
diserap oleh jaringan
tanaman yang aktif,
terutama di daun dan
dijerap pada permukaan
tanaman (Harris et al,
1999).
2. Pohon Jati Tanaman merupakan
Super
penyaring udara yang
mampu menyerap gas
polutan seperti SO2. Dapat
menyerap Nitrogen
sebanyak 8,23 (%S)

58
3 Pohon Sono Sonokeling atau sanakeling
Keling
adalah nama sejenis pohon
penghasil kayu keras dan
indah, anggota dari suku
Fabaceae. tanaman
sokokeling memiliki
kemampuan untuk
menyerap debu sebanyak
41,6 g/m3
4 Pohon Mahoni Pohon mahoni merupakan
tanaman yang dapat
mencapai ketinggian 5-40
meter dengan diameter
mencapai 120 cm,
batangnya lurus dan
berbentuk silindris,
memiliki akar tunggang,
batang bulat, banyak
cabang, daunhya majemuk
menyirip genap dan
berbentuk bulat telur.
Tanaman mahoni
( Swietenia Mahagoby
Jacq) berasal dari keluarga
Meliaceae, dapat tumbuh
dimana daja dan
pertumbuhannya cukup
cepat. Pohon mahoni dapat
menyerap nitrogen
sebanyak 39,02
(µg/g/24jam)

59
5 Pohon Jambu Pohon Jambu Air dapat
Air
menyerap debu partikulat
sebanyak 34,1 % (g/m3)

6. Pohon Sengon Sengon memiliki nama


ilmiah Albizia chinensis.
Pohon ini merupakan
tanaman kayu yang
tumbuh dengan cepat.
Tingginya bisa mencapai
30 hingga 45 meter. Pohon
ini dapat menyerap debu
partikulat 34.6 (g/m3)

3. Pemerintah/ Dinas Terkait

60
a. Pemerintah secara rutin melakukan pemeriksaaan lingkungan udara di Kawasan PLTU
Tanjung Jati B dan Kawasan permukiman terdekatnya.

b. Pemerintah bertindak tegas dengan mewajibkan kepada pemilik perusahaan untuk


melakukan pengujian dan pemeriksaan sumber pencemar.

c. Pemerintah memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai bahaya akibat


pembakaran batu bara dan memberikan solusi pencegahan gangguan kesehatan seperti,
penggunaan masker, rajin membersihkan rumah, sering CTPS, dll.

4. Masyarakat Terpajan

a. Masyarakat rajin membersihkan area dalam dan luar rumah secara berkala agar tidak
terjadi penumpukan debu di rumah masyarakat..

b. Masyarakat disarankan sering- sering untuk menggunakan masker apabila berada di


sekitar wilayah pembakaran batu bara.

c. Masyarakat menanam tanaman yang rapat guna mengurangi pencemaran udara


hingga ke area permukiman.

d. Masyarakat direkomendasikan segera memeriksa kesehatan apabila mengalami


gangguan pernafasan seperti sesak nafas, batuk hingga kanker paru- paru. Apabila
gangguan pernafasan tersebut terjadi karena adanya pencemaran udara di sekitar
PLTU yang terus- menerus terjadi, maka riwayat penyakit tersebut dapat dijadikan
bukti keluhan terhadap PLTU TJB B.

61
DAFTAR PUSTAKA

Chaulya, S.K., 2005. Air Quality Status of an Open Pit Mining Area in India. Environmental
Monitoring and Assessment vol. 105, pp. 369-389.

CPCB-MOEF, 2007. Phytoremediation of Particulate Matter from Ambient Environment


through Dust Capturing Plant Species. Central Pollution Control Board (Ministry of
Environment and Forests. www.cpcb.nic.in. diakses tanggal 5 April 2021

Darmawan, R. (2018). Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Kadar NO 2 Serta Keluhan


Kesehatan Petugas Pemungut Karcis Tol . Departemen Kesehatan Llingkungan Fakultas
Kesehatan Masyarakat.

Engineers, P. (2016) ‘Penilaian Dampak Lingkungan dan Sosial Proyek PLTU Jawa Tengah’,
Penilaian Dampak Lingkungan dan Sosial Proyek PLTU Jawa Tengah.

Erou, A. (2018) ‘Pencemaran Udara’, Memastikan Pencemaran Udara Pengendalian Pemenuhan


Kewajiban Stb: Pltu Batubara, 2(Pencemaran Udara).

Ertika, R. F. (2015). Analisis Kadar Gas Sulfur Dioksida (So2) di Udara Ambien pada Industri
Makanan Ringan yang Menggunakan Briket Batubara dan Keluhan Saluran Pernafasan pada
Masyarakat di Desa Bakaran Batu Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang Tahun
2013. Lingkungan dan Keselamatan Kerja, 3(2), 14479.

Hermawan, Nuri. 2020. Hubungan Paparan PM2.5 dan PM10 dengan Kerusakan DNA.
http://news.unair.ac.id/2020/01/29/hubungan-paparan-pm2-5-dan-pm10-dengan-kerusakan-
dna/ (diakses tanggal 1 Mei 2021)

Mansur, I dan F.D. Tuheteru. 2010. Kayu Jabon. Penebar Swadaya. Jakarta.

Nugrainy, G. S., Sudarno, S., & Cahyadi, C. (2015). Upaya Penurunan Emisi SO2 Dari Bahan
Bakar Batubara Kualitas Rendah (Tipe: Subbituminous) dengan Campuran Batu Kapur
(Limestone) pada Proses Pembakaran (Doctoral dissertation, Diponegoro University).

Pembangunan, J. E., Ekonomi, F. and Semarang, U. N. (2020) ‘No Title’, Dampak Ekonomi Dan
Lingkungan Keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (Pltu) Tanjung Jati B Terhadap
Masyarakat Di Desa Tubanan Kecamatan Kembang Kabupaten Jepara.

62
Pratiningsih, W. A., & Putri, D. A. (2019). Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Paparan Gas
Nitrogen Dioksida (No2) Pada Pekerja Pltu Biomassa Pt Rimba Palma Sejahtera Lestari
Kota Jambi (Doctoral dissertation, Sriwijaya University).

Ramadhan, W. M. (2017). Kajian Desain Cerobong Asap Terhadap Emisi PM10 dan SO2 Akibat
Pembakaran Batubara di PLTU PT. X. Jurnal Reka Lingkungan, 5(1).

Rizki Firmansyah Setya Budi, S. (2013) ‘PERHITUNGAN FAKTOR EMISI CO 2’, Jurnal
Pengembangan Energi Nuklir Vol., vol 15, pp. 1–8.

Susanto J.P. dan Wage K.(2018) 'Pembangunan Green Belt Sebagai Antisipasi Pencemaran
Udara Industri Pupuk Di Kalimantan Timur'. Jurnal Teknologi Lingkungan 19(2): 155-163.

Susetyo, A. R., Nas, C., & Suliestyah, S. (2021). Analisis Kebutuhan Udara Untuk Pembakaran
Batubara Pada Boiler Unit 3 Di Pltu Suralaya. Indonesian Mining and Energy Journal, 3(2),
36-41.

Talayansa, L., Widodo, S., & Anshariah, A. (2017). Analisis Emisi SO2 Hasil Pembakaran
Batubara Pada PLTU Jeneponto. Jurnal Geomine, 5

63
64

Anda mungkin juga menyukai