Anda di halaman 1dari 3

Satu Hari Bersama DEBINTAL

Aksi terorisme memang tidak bisa dilihat sekadar aksi extra-judicial crime, apalagi sebagai tindak
kriminal biasa. Terorisme sebagai aksi kriminalitas yang didasari oleh ajaran-ajaran, ideologi, dan
kepentingan-kepentingan politik kekuasan, sampai saat ini terus berkembang di masyarakat membentuk
sebuah komunitas masyarakat yang eksklusif dan hampir kasat mata namun berdaya efek yang luar
biasa. Tidak hanya dapat menghancurkan sendi nilai berbangsa dan bernegara, namun juga bisa
meluluhlantakkan nyawa dan Negara. Dari Afghanistan, Irak hingga Suriah, banyak Negara yang telah
menjadi korbannya.

Dan seiring aksi terorisme yang masih marak dan kian meluas di tanah air dengan berbagai dalih dan
kepentingannya, berbagai upaya untuk menanggulanginya pun terus dilakukan. Lembaga-lembaga baik
Lembaga Negara maupun LSM (NGO) dan berbagai perkumpulan masyarakat terus berupaya
membangun sebuah kekuatan untuk meng-counter penyebaran ideologi teror dan aksi terorisme. Tak
terkecuali dengan upaya yang juga dilakukan oleh dan melibatkan para saudara-saudara yang pernah
terjerumus di lingkaran hitam terorisme. Peran mereka sebagai para praktisi yang mengerti juga
dibutuhkan dan wajib untuk didukung sepenuh hati.

Peran saudara-saudara yang pernah terjerumus dalam lingkaran terorisme untuk menanggulangi dan
meng-counter terorisme memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Di berbagai wilayah di Nusantara,
telah berdiri berbagai Yayasan yang diinisiasi mereka. Salahsatunya adalah Yayasan Debintal. Yayasan
yang berdiri pada 1 Februari 2021 ini didirikan oleh para saudara-saudara (ikhwan) pernah terlibat aksi
terorisme dan kini telah kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.

Yayasan Debintal yang berada di Bekasi, Jawa Barat ini berada dalam pembinaan dan pengawasan dari
Direktorat Identifikasi dan Sosialisasi Datasemen Khusus 88 Anti terror Mabes Polri (Densus 88).
Memang belum banyak yang tahu bahwa Densus 88 yang selama ini dikenal sebagai Pasukan Pemburu
Teroris juga memiliki Direktorat yang membina para mantan teroris. Namun seiring perjalanan waktu
dan keberadaan yayasan-yayasan seperti Debintal, peran Densus 88 sebagai Pembina Deradikalisasi kian
dikenal masyarakat dan dirasakan oleh para mantan teroris sebagai Mitra Deradikalisasi.

Yayasan Debintal Tidak Sekadar Mewadahi

Saat saya mengunjungi Yayasan tersebut, kesan pertama yang muncul dalam benak saya memang tak
lebih dari aktifitas bersilaturahmi. Pemandangan yang saya dapatkan pun tak lebih dari sebuah Rumah
Potong Hewan yang baru berdiri dan baru merintis dengan segala suka-duka dan optimisme
membangun usahanya. Namun kesan tersebut perlahan surut dan menghilang saat saya membersamai
para saudara-saudara tersebut dalam kegiatan-kegiatan mereka, juga dengan obrolan dengan Ketua dan
para anggota Yayasan tersebut.
Rumah Potong Hewan sebagai salahsatu usaha yang dirintis oleh Yayasan Debintal, ternyata tak hanya
menyimpan optimisme usaha dan upaya melanjutkan hidup para Mitra Deradikalisasi, namun ternyata
dari Rumah potong Hewan tersebut banyak sekali aktifitas para pengurus yang anggotanya yang luar
biasa. Sebagaimana yang diceritakan Hendro dan Gamal, Sekjen dan Ketua Debintal, aktifitas mereka
tidak hanya berkutat pada pembangunan ekonomi anggotanya. Lebih jauh dari itu, mereka pun terjun
dalam upaya kontra-radikalisme, membangun kesadaran orang-orang yang terpapar radikalisme-
terorisme, para mantan teroris dan keluarganya.

Berbagai aktifitas positif tersebut mereka tunjukkan dalam berbagai kegiatan. Saya sempat
membersamai mereka saat mereka berkunjung ke Rutan Khusus Terorisme. Mereka mengunjungi
saudara-saudara yang terlibat aksi terorisme, memberikan tausiyah dan membagi pengalaman mereka
dalam upaya mengubah narasi-narasi radikalisme yang ada dibenak para saudara tersebut. Tak hanya di
Rutan Khusus terorisme, mereka pun kerap mengunjungi saudara-saudara ke beberapa lembaga
pemasyarakatan dan melakukan muhibah, terutama ke Nusa Kambangan.

Dalam kunjungan tersebut, mereka tidak hanya memberikan tausiyah dan sharing pengalaman, namun
mereka juga mendengar dan berupaya memfasilitasi berbagai keluh-kesah yang disampaikan. Baik
keluh-kesah seputar kondisi pribadi para tahanan kasus terorisme namun keluh-kesah seputar
permasalahan keluarganya.

Tak berhenti disitu, dengan bekerjasama dengan Densus 88 Anti-Teror Polri dan lembaga lainnya,
mereka pun aktif dalam mengantarkan saudara-saudara yang telah menjalani masa hukuman mereka
setelah terlibat aksi terorisme untuk kembali ke keluarga dan masyarakat. Mereka juga membantu
saudara-saudaranya yang baru kembali itu dengan meyakinkan Aparatur Pemerintah Daerah dan
masyarakat, dalam proses asimilasi dan reintergrasi bahwa saudara-saudaranya tersebut telah kembali
ke pangkuan NKRI dan agar masyarakat dapat menerima kehadiran kembali saudara-saudara tersebut,
menjauhkan stigma-stigma negatif dan membentuk support-system di lingkungannya.

Setelah berkunjung ke Rutan Khusus Terorisme, pengurus Debintal kemudian mengajak saya
bersilaturrahim ke rumah salah seorang mitra Deradikalisasi yang telah menghirup udara bebas di
Purwakarta, Jawa Barat. Mitra Deradikalisasi itu pun bercerita banyak tentang kehidupannya pasca
bebas. Dari ketidakbersediaan masyarakat tempat asalnya di Garut untuk menerima kembalinya, hingga
sampainya beliau di Purwakarta dan memulai kembali kehidupannya dengan usaha pengobatan herbal
alternatif sesuai bidang keahliannya.

Pengurus Yayasan Debintal pun datang merangkulnya, mengajaknya untuk aktif agar Mitra
Deradikalisasi tersebut dapat turut bahu-membahu bersama saudara-saudaranya yang lain ikut serta
tidak hanya membangun kebersamaan seperti sebuah jamaah dan membangun kembali ekonominya.
Tapi juga ikut serta bersama-sama menyadarkan rekan-rekan lain yang juga terjerumus dalam terorisme
untuk menyadari kesalahannya dan melawan narasi-narasi radikalisme.
Bukan Pekerjaan Mudah

Menurut saya, apa yang sedang dilakukan oleh saudara-saudara di Yayasan debintal dengan pembinaan
dan pengawasan Dit Idensos Densus 88 AT ini bukan sebuah pekerjaan yang mudah. Banyak kerikil
tajam dan tebing yang tinggi menghadang. Berinteraksi dengan rekan-rekannya dulu yang belum
menyadari kesalahannya dengan terlibat terorisme bukan tanpa resiko. Resistensi dari pelaku dan
kelompoknya kerap hadir untuk menghalangi. Ancaman pun kadang datang dari kelompoknya dulu.
Namun kesadaran para pengurus Yayasan Debintal telah menghujam. Inilah yang membuat mereka
tetap bersemangat menebarkan segala potensi kebaikan yang dimilikinya.

Upaya-upaya maksimal yang dilakukan saudara-saudara di Yayasan Debintal tidak hanya patut untuk
mendapatkan apresiasi yang layak, namun patut untuk mendapatkan dukungan sepenuh hati dari
seluruh elemen masyarakat.

“Kami nggak akan berhenti disini atau berpuas diri dengan apa yang kami lakukan. Ke depan kami ingin
bisa melakukan lebih banyak hal lagi. Kami ingin bisa menyediakan rumah singgah bagi keluarga para
ikhwan yang sudah sadar tapi masih menjalani hukuman karena kami tahu jika kami tidak memberikan
mereka perhatian, maka kelompok-kelompok radikal itu akan mengambil momen untuk merekrut
mereka kembali. Dan itu salahsatu hal yang membuat rantai radikalisme sulit untuk diputus. Kami juga
ingin membuat media bagi para ikhwan untuk turut menyuarakan perdamaian dan melawan narasi-
narasi kekerasan dan terorisme.” Ujar Hendro.

Inilah satu hari saya bersama sahabat dan saudara-saudara di Yayasan Debintal. Bagi saya mereka bukan
hanya agen-agen perubahan. Tapi mereka agen-agen penyemai bibit perdamaian dengan semangatnya
untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apa yang dilakukan oleh Yayasan
Debintal dan pembinanya dari Dit Idensos Densus 88 AT sangat patut untuk mendapatkan dukungan
dari seluruh komponen bangsa. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memudahkan perjuangan rekan-rekan di
Yayasan Debintal dan keutuhan serta kedamaian lestari di Bumi Nusantara.[mk]

Anda mungkin juga menyukai