Anda di halaman 1dari 87

Digital

Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

OPTIMASI HYDROXYPROPYL METHYLCELLULOSE DAN


SODIUM CARBOXYMETHYL CELLULOSE DALAM
SEDIAAN BUCCAL FILM SALBUTAMOL SULFAT

SKRIPSI

Oleh
Devi Ayu Aprillia
NIM 142210101052

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2018
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

OPTIMASI HYDROXYPROPYL METHYLCELLULOSE DAN


SODIUM CARBOXYMETHYL CELLULOSE DALAM
SEDIAAN BUCCAL FILM SALBUTAMOL SULFAT

SKRIPSI

Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan Pendidikan Strata Satu Fakultas Farmasi
dan mencapai gelar Sarjana Farmasi

Oleh
Devi Ayu Aprillia
NIM 142210101052

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2018

ii
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk :


1. Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan anugerah-Nya kepada
setiap hamba-Nya yang selalu berjuang di jalan-Nya dalam kebaikan dan
menuntut ilmu.
2. Orang tua penulis, ayah Deddy Imansyah dan ibu Elfi Yuli Daheris tercinta, serta
adik Imanda Ayu Oktavia, terima kasih atas do’a, kasih sayang, pengorbanan,
perhatian, nasihat, dan dukungan yang tidak pernah putus.
3. Guru-guru penulis sejak TK sampai SMA, dosen, dan segenap civitas akademika
Universitas Jember khususnya Fakultas Farmasi, yang telah menjadi tempat
menimba ilmu dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran.
4. Teman-teman seperjuangan dan almamater Fakultas Farmasi Universitas Jember.

iii
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

MOTO
Jangan mengkhawatirkan hal-hal yang ada di luar kendalimu. Khawatirkan hal yang
sebenarnya dapat kamu lakukan, tetapi tidak pernah kamu lakukan.
(Anonim)

iv
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Devi Ayu Aprillia
NIM : 142210101052
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul “Optimasi
Hydroxypropyl Methylcellulose dan Sodium Carboxymethyl Cellulose dalam Sediaan
Buccal Film Salbutamol Sulfat” adalah benar hasil karya sendiri, kecuali kutipan
yang sudah saya sebutkan sumbernya, belum pernah diajukan pada institusi
manapun, dan bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan
kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada tekanan dan
paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata
dikemudian hari tidak benar.

Jember, Juli 2018


Yang menyatakan,

Devi Ayu Aprillia


142210101052

v
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

SKRIPSI
HALAMAN PEMBIMBINGAN

OPTIMASI HYDROXYPROPYL METHYLCELLULOSE DAN SODIUM


CARBOXYMETHYL CELLULOSE DALAM SEDIAAN BUCCAL FILM
SALBUTAMOL SULFAT

Oleh
Devi Ayu Aprillia
NIM 142210101052

Pembimbing
Dosen Pembimbing Utama : Viddy Agustian R., S. Farm., M. Sc., Apt.
Dosen Pembimbing Anggota : Lusia Oktora R.K.S., S.F., M.Sc., Apt.
.

vi
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

PENGESAHAN

Skripsi berjudul “Optimasi Hydroxypropyl Methylcellulose dan Sodium


Carboxymethyl Cellulose dalam Sediaan Buccal Film Salbutamol Sulfat” telah diuji
dan disahkan pada :
Hari, tanggal : Selasa, 24 Juli 2018
Tempat : Fakultas Farmasi Universitas Jember

Tim Pembimbing

Dosen Pembimbing Utama, Dosen Pembimbing Anggota,

Viddy Agustian R., S. Farm., M. Sc., Apt. Lusia Oktora R.K.S., S.F., M.Sc., Apt.
NIP. 198608302009121007 NIP. 197910032003122001

Tim Penguji

Dosen Penguji I, Dosen Penguji II,

Lidya Ameliana, S. Si., Apt., M. Farm. Eka Deddy Irawan, S. Si., M.Sc., Apt.
NIP. 198004052005012005 NIP. 19753009200121001

Mengesahkan,
Dekan,

Lestyo Wulandari, S. Si., Apt., M. Farm.


NIP. 197604142002122001

vii
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

RINGKASAN

Optimasi Hydroxypropyl Methylcellulose dan Sodium Carboxymethyl Cellulose


dalam Sediaan Buccal Film Salbutamol Sulfat; Devi Ayu Aprillia, 142210101052;
2018; 116 halaman; Fakultas Farmasi Universitas Jember.

Salbutamol sulfat merupakan bronkodilator yang diindikasikan untuk


pengobatan asma, bronkospasme, dan penyakit paru obstruktif kronik seperti
bronkitis kronis dan emfisema (Somepalli et al., 2013). Obat ini banyak digunakan
karena merupakan bronkodilator yang paling aman dan efektif. Obat ini tersedia
dalam beberapa bentuk sediaan seperti tablet, injeksi, sirup, serta inhalasi aerosol dan
nebulizer. Obat ini tidak cocok diberikan secara peroral karena mengalami first pass
metabolism di hati dan terdegradasi di usus besar sehingga menyebabkan
bioavailabilitas obat yang kecil yaitu hanya sebesar 40% (Puratchikody et al., 2011).
Salbutamol sulfat paling sering digunakan dengan cara inhalasi, namun harga
sediaan ini tergolong mahal dan hampir 90% pasien menggunakan inhaler dengan
cara yang salah (NACA, 2008). Penggunaan inhaler yang kurang tepat dapat
menyebabkan ketidakakuratan dosis obat yang masuk ke saluran nafas (NACA,
2008). Penggunaan inhaler yang salah menyebabkan hilangnya efek bronkodilator
sehingga terapi menjadi tidak optimal dan berakibat pada kontrol asma yang lebih
buruk (Lindgren et al., 1987).
Sistem penghantaran obat yang tepat untuk salbutamol sulfat perlu
dikembangkan dengan tujuan mengatasi masalah first pass metabolism sehingga
dapat meningkatkan bioavailabilitas. Buccal mucoadhesive merupakan sistem
penghantaran obat dengan cara meletakkan obat pada gusi atau pada membran pipi
bagian dalam. Bentuk sediaan ini dapat menghindari terjadinya first-pass
metabolism, memungkinkan obat secara langsung masuk dalam sirkulasi sistemik,
menghindari degradasi obat di saluran cerna, dan mudah dihentikan apabila terjadi
reaksi yang tidak diinginkan (Garg dan Kumar, 2007).

viii
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

Faktor yang mempengaruhi efektivitas sediaan buccal film, antara lain


swelling index, kekuatan mucoadhesive, dan waktu tinggal in vitro. Polimer yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Hydroxypropyl Methylcellulose (HPMC) dan
Sodium Carboxymethyl Cellulose (CMC Na). Polimer tersebut dipilih karena
masing-masing merupakan film forming agent dan memiliki kemampuan
mucoadhesive yang baik (Morales dan McConville, 2011). Sediaan buccal film yang
dihasilkan selanjutnya dievaluasi dengan melakukan pengujian organoleptis,
ketahanan lipat, keseragaman bobot, keseragaman ketebalan, pH permukaan, kadar
salbutamol sulfat dalam sediaan buccal film, swelling index, kekuatan mucoadhesive,
waktu tinggal in vitro, FTIR, dan % pelepasan obat.
Hasil pengujian swelling index menunjukkan kemampuan swelling
F1<F2<F3, yaitu 3,522; 3,948; 4,225. Hasil uji kekuatan mucoadhesive menunjukkan
F1<F3<F2 dengan hasil uji 16,67 gF, 25,43 gF, dan 48,7 gF. Hasil pengujian waktu
tinggal in vitro menunjukkan bahwa F1<F3<F2 dengan hasil uji 276 menit, 294,7
menit, dan 301,3 menit. Masing-masing respon yang dihasilkan kemudian dioptimasi
dengan metode simplex lattice design menggunakan software Design Expert trial
versi 10.0.1. Formula optimum yang dihasilkan dari analisis data tersebut adalah
kombinasi HPMC dan CMC Na dengan komposisi HPMC 11,346 mg dan CMC Na
13,654 mg. Hasil uji verifikasi formula optimum menunjukkan hasil uji swelling
index sebesar 3,985, kekuatan mucoadhesive sebesar 36,1 gF, dan waktu tinggal
selama 300 menit.

ix
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala


rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Optimasi Hydroxypropyl Methylcellulose dan Sodium Carboxymethyl Cellulose
dalam Sediaan Buccal Film Salbutamol Sulfat”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi
salah satu syarat menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada Fakultas Farmasi
Universitas Jember.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Ayah dan ibu tercinta, Deddy Imansyah dan Elfi Yuli Daheris yang tiada
hentinya berdo’a untuk kebaikanku dan masa depanku. Terima kasih atas
jerih payah, pengorbanan, kasih sayangnya yang tiada batasnya;
2. Ibu Lestyo Wulandari, S. Si., M. Farm., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Jember;
3. Ibu Endah Puspitasari., S. Farm., M. Sc., Apt. selaku Dosen Pembimbing
Akademik, terima kasih telah membimbing penulis dan memberikan arahan
selama menjadi mahasiswa;
4. Bapak Viddy Agustian Rosyidi, S. Farm., M. Sc., Apt. selaku Dosen
Pembimbing Utama dan Ibu Lusia Oktora R.K.S., S.F., M.Sc., Apt. selaku
Dosen Pembimbing Anggota, terima kasih telah dengan sabar memberikan
bimbingan, arahan, dorongan, meluangkan waktu dan pikiran, serta
memberikan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi ini sehingga
dapat terlaksana dengan baik;
5. Ibu Lidya Ameliana, S. Si., Apt., M. Farm. selaku Dosen Penguji I dan Bapak
Eka Deddy Irawan, S. Si., M. Sc., Apt. selaku Dosen Penguji II, terima kasih
telah banyak memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini;

x
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

6. Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Jember,


terima kasih atas ilmu yang diberikan, bimbingan, dan bantuannya selama ini;
7. Ibu Solihatus Sallamah, A. Md. Dan Ibu Titin Nur Farida, S. Farm., Apt.
selaku teknisi Laboratorium Farmasetika Fakultas Farmasi, terima kasih atas
segala bimbingan dan bantuannya selama proses penyelesaian skripsi ini;
8. Sahabat seperjuangan skripsi “Bismillah Cepat Lulus”, Virgina Sekar Ayu,
Cahyanti Dyah Ayu Sinta Dewi dan Tya Uswatun Hasanah, terima kasih atas
kerja sama, semangat, dukungan, dorongan, dan kebersamaan untuk
menjalani suka duka selama penelitian ini serta terima kasih quotes “sebaik-
baik skripsi adalah yang tidak menunda resepsi” yang sangat memotivasi;
9. Sahabat “Calon Pendamping Dokter”, Cahyanti Dyah, Catur Nindita,
Fanitika, Inasa Hazrina, Luna Ivanka, Desy Wulandari, Virgina Sekar,
Ulfatul Munawaroh, terima kasih telah memberikan motivasi, semangat,
dukungan, dan do’a selama menjadi mahasiswa dan selama mengerjakan
skripsi ini;
10. Auda Ryan Setiawan yang selalu mau mendengarkan semua keluh kesah
selama mengerjakan skripsi ini, serta Audi Ryan Setiawan dan Azaria
Pralingga yang selalu mau meluangkan waktu dan menghibur ketika sedang
stress berat dengan skripsi;
11. Mas Adi dan Miss Nila, terimakasih telah meluangkan waktu memberi arahan
dan nasihat demi terselesaikannya skripsi ini, serta keluarga yang selalu
bertanya kabar skripsi, terima kasih telah memotivasiku untuk cepat
menyelesaikannya;
12. Sahabat Frisda Savira, Vinsensia Meykarlina, Alfia Septiana, terima kasih
sudah mau direpotkan, terima kasih atas bimbingan, motivasi, dorongan, dan
dukungan selama penulisan skripsi;
13. Teman main, NoName Family, MJEI, terima kasih atas dukungan dan
semangat untuk penyelesaian skripsi ini;

xi
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

14. Keluarga besar PHARMAGEN yang telah berjuang bersama-sama demi


sebuah gelar Sarjana Farmasi, yang telah saling memberikan dukungan,
motivasi, dorongan dan do’a yang tiada henti;
15. Teman-teman sekolah dari TK hingga SMA;
16. Keluarga Subali KKN UMD-SDGs 76 Desa Kembang: Candra Winata,
Dheka, Fariz Irsyat, Feri Pradana, Ika Kurnia, Dila, Aly, Verdi Andrian dan
Yustiti Satria, teman berbagi tugas rumah tangga selama 45 hari, terima kasih
sudah memberi semangat untuk cepat lulus;
17. Serta untuk setiap nama yang tidak dapat tertulis satu persatu, terima kasih
kepada semua pihak yang membantu keberhasilan penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada skripsi ini sehingga
penulis menerima saran dan kritik dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.
Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Jember, Juli 2018


Penulis

xii
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ iii
HALAMAN MOTO .......................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... v
HALAMAN PEMBIMBINGAN ...................................................................... vi
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... vii
RINGKASAN ................................................................................................... vii
PRAKATA ......................................................................................................... x
DAFTAR ISI................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 3
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 5
2.1 Tinjauan Mukosa Oral ....................................................................... 5
2.1.1 Struktur Mukosa Oral .................................................................. 5
2.1.2 Saliva dan Mukus ........................................................................ 7
2.2 Sistem Penghantaran Obat Buccal ..................................................... 8
2.2.1 Karakteristik Ideal Sistem Buccal Mucoadhesive ....................... 10
2.2.2 Syarat Obat untuk Sistem Penghantaran Obat melalui Buccal .... 11
2.2.3 Keuntungan Penghantaran Obat Secara Buccal .......................... 11
2.2.4 Kerugian dan Keterbatasan Penghantaran Obat Secara Buccal... 12
2.3 Mucoadhesive..................................................................................... 13

xiii
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

2.3.1 Sistem Mucoadhesive ................................................................ 13


2.3.2 Mekanisme Mucoadhesive......................................................... 14
2.4 Metode Pembuatan Film................................................................... 15
2.4.1 Solvent casting .......................................................................... 15
2.4.2 Hot-melt Extrusion .................................................................... 16
2.4.3 Solid Dispersion Extrusion ........................................................ 16
2.4.4 Rolling Method.......................................................................... 16
2.5 Tinjauan Bahan Penelitian ............................................................... 16
2.5.1 Salbutamol Sulfat ...................................................................... 16
2.5.2 Hydroxypropyl Methylcellulose (HPMC) ................................... 18
2.5.3 Sodium Carboxymethyl Cellulose (CMC Na) ............................. 20
2.6 Metode Simplex Lattice Design ......................................................... 21
BAB 3. METODE PENELITIAN.................................................................... 23
3.1 Rancangan Penelitian ....................................................................... 23
3.2 Alat dan Bahan.................................................................................. 23
3.2.1 Alat ........................................................................................... 23
3.2.2 Bahan ........................................................................................ 23
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 24
3.4 Prosedur Penelitian ........................................................................... 25
3.4.1 Formulasi .................................................................................. 25
3.4.2 Pembuatan Buccal Film Salbutamol Sulfat ................................ 26
3.4.3 Evaluasi Sediaan Buccal Film Salbutamol Sulfat ....................... 27
3.5 Analisis Data ..................................................................................... 31
3.6 Karakterisasi ..................................................................................... 32
3.6.1 Fourier Transform Infra Red (FTIR) ......................................... 32
3.6.2 Uji Pelepasan Salbutamol Sulfat In vitro ................................... 33
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 34
4.1 Pembuatan Sediaan Buccal Film Salbutamol Sulfat ....................... 34

xiv
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

4.2 Evaluasi Hasil Sediaan Buccal Film Salbutamol Sulfat .................. 35


4.2.1 Pengujian Organoleptis ............................................................. 35
4.2.2 Pengujian Keseragaman Bobot ................................................. 36
4.2.3 Pengujian Keseragaman Ketebalan Film .................................... 38
4.2.4 Pengujian Ketahanan Lipat ........................................................ 39
4.2.5 Pengujian pH Permukaan .......................................................... 40
4.2.6 Penentuan Kadar Salbutamol Sulfat .......................................... 41
4.2.7 Pengujian Swelling Index........................................................... 44
4.2.8 Uji Kekuatan Mucoadhesive In vitro ......................................... 47
4.2.9 Uji Waktu Tinggal Mucoadhesive In vitro ................................. 50
4.3 Penentuan Formula Optimum .......................................................... 52
4.4 Hasil Uji Verifikasi dan Karakterisasi ............................................. 56
4.4.1 Evaluasi formula optimum ........................................................ 56
4.4.2 Pengujian FTIR ......................................................................... 58
4.4.3 Pengujian % Pelepasan Salbutamol Sulfat ................................. 61
BAB 5. PENUTUP ........................................................................................... 63
5.1 Kesimpulan........................................................................................ 63
5.2 Saran.................................................................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 64
LAMPIRAN ............................................................................................ 69

xv
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 3.1 Rancangan formula berdasarkan simplex lattice design ...................... 25
Tabel 3.2 Susunan formula buccal film salbutamol sulfat ................................... 26
Tabel 3.3 Kriteria respon yang dikehendaki ....................................................... 32
Tabel 4.1 Komposisi kombinasi HPMC dan CMC Na ........................................ 34
Tabel 4.2 Hasil pengujian organoleptis sediaan buccal film ................................ 35
Tabel 4.3 Hasil pengujian keseragaman bobot sediaan film ................................ 37
Tabel 4.4 Hasil pengujian keseragaman ketebalan film ....................................... 38
Tabel 4.5 Hasil pengujian daya lipat .................................................................. 39
Tabel 4.6 Hasil pengukuran pH permukaan film ................................................. 40
Tabel 4.7 Hasil pengujian kadar salbutamol sulfat dalam sediaan film ................ 43
Tabel 4.8 Hasil pengujian swelling index film .................................................... 44
Tabel 4.9 Hasil uji kekuatan mucoadhesive buccal film ..................................... 47
Tabel 4.10 Hasil Pengujian waktu tinggal in vitro .............................................. 50
Tabel 4.11 Hasil respon masing-masing formula ................................................ 53
Tabel 4.12 Hasil formula optimum ..................................................................... 56
Tabel 4.13 Hasil evaluasi formula optimum ....................................................... 57
Tabel 4.14 Hasil pengujian FTIR ....................................................................... 59
Tabel 4.15 Hasil pengujian pelepasan salbutamol sulfat ..................................... 61

xvi
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Struktur anatomi mukosa oral ........................................................... 5
Gambar 2.2 Struktur mukosa buccal .................................................................... 7
Gambar 2.3 Rute transeluler dan paraseluler ....................................................... 9
Gambar 2.4 Tahap kontak konsolidasi mucoadhesive ......................................... 15
Gambar 2.5 Struktur kimia salbutamol sulfat ..................................................... 17
Gambar 2.6 Struktur kimia HPMC ..................................................................... 19
Gambar 2.7 Struktur kimia CMC Na .................................................................. 20
Gambar 3.1 Skema langkah keja penelitian ........................................................ 24
Gambar 4.1 Sediaan buccal film salbutamol sulfat ............................................. 36
Gambar 4.2 Kurva penentuan panjang gelombang maksimum............................ 41
Gambar 4.3 Kurva baku salbutamol sulfat .......................................................... 42
Gambar 4.4 Contour plot swelling index ............................................................ 46
Gambar 4.5 Contour plot kekuatan mucoadhesive .............................................. 50
Gambar 4.6 Contour plot waktu tinggal mucoadhesive in-vitro .......................... 52
Gambar 4.7 Kurva hubungan antara komposisi dengan desirability .................... 54
Gambar 4.8 Kurva prediksi swelling index formula optimum ............................. 54
Gambar 4.9 Kurva prediksi kekuatan mucoadhesive formula optimum ............... 55
Gambar 4.10 Kurva prediksi waktu tinggal in vitro formula optimum ................ 55
Gambar 4.11 Spektra FTIR ................................................................................ 60
Gambar 4.12 Hasil uji % pelepasan salbutamol sulfat ........................................ 62

xvii
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salbutamol sulfat merupakan bronkodilator yang diindikasikan untuk
pengobatan asma, bronkospasme, dan penyakit paru obstruktif kronik seperti
bronkitis kronis dan emfisema (Somepalli et al., 2013). Obat ini banyak digunakan
karena merupakan bronkodilator yang paling aman dan efektif. Obat ini tersedia
dalam beberapa bentuk sediaan seperti tablet, injeksi, sirup, serta inhalasi aerosol dan
nebulizer. Obat ini tidak cocok diberikan secara peroral karena mengalami first pass
metabolism di hati dan terdegradasi di usus besar (Puratchikody et al., 2011). Hal ini
menyebabkan bioavailabilitas obat yang kecil yaitu hanya sebesar 40% dengan
waktu paruh 4-6 jam apabila digunakan secara peroral (Somepalli et al., 2013;
Puratchikody et al., 2011).
Salbutamol sulfat paling efektif digunakan dengan cara inhalasi, namun
hampir 90% pasien menggunakan inhaler dengan cara yang salah (NACA, 2008).
Inhaler memiliki beberapa kelemahan diantaranya: mahal, memerlukan cara
penggunaan yang khusus, risiko terjadi kesalahan penggunaan inhaler sangat tinggi,
serta penggunaan alat yang kurang benar dapat menyebabkan ketidakakuratan dosis
obat yang masuk ke saluran nafas (NACA, 2008). Penggunaan inhaler yang salah
menyebabkan hilangnya efek bronkodilator sehingga terapi menjadi tidak optimal
dan berakibat pada kontrol asma yang lebih buruk (Lindgren et al., 1987).
Sistem penghantaran obat yang tepat untuk salbutamol sulfat perlu
dikembangkan dengan tujuan mengatasi masalah first pass metabolism sehingga
dapat meningkatkan bioavailabilitas dan mengurangi dosis penggunaan obat. Rute
transmukosal dapat menjadi salah satu rute alternatif pilihan untuk mengatasi
masalah-masalah tersebut. Rute transmukosal dapat menghantarkan obat langsung ke
sirkulasi sistemik dengan cara memanfaatkan mukosa sublingual dan mukosa buccal
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
2

sebagai tempat penyerapan obat dengan dua tujuan terapi yang berbeda (Kumar et
al., 2014).
Buccal mucoadhesive merupakan sistem penghantaran obat dengan cara
meletakkan obat pada gusi atau pada membran pipi bagian dalam. Dibandingkan
dengan bentuk sediaan buccal mucoadhesive yang lain seperti tablet, obat dengan
bentuk sediaan film memiliki fleksibilitas yang tinggi dan lebih nyaman digunakan
(Madhavi et al., 2013). Bentuk sediaan film juga tidak seperti sediaan gel mkosa oral
yang mudah hilang karena terbilas oleh saliva (Muzib dan Kumari, 2011). Bentuk
sediaan ini dipilih karena belum ada salbutamol sulfat yang dibuat dengan bentuk
sediaan buccal film. Sediaan ini memiliki keuntungan antara lain: dapat menghindari
first-pass metabolism, obat secara langsung masuk dalam sirkulasi sistemik, dapat
menghindari degradasi obat di saluran cerna, waktu tinggal lama, dapat mengurangi
frekuensi pemberian obat, dan mudah dihentikan apabila terjadi reaksi yang tidak
diinginkan (Garg dan Kumar, 2007).
Polimer berfungsi untuk mengontrol kecepatan pelepasan obat dari sediaan
(Ansel et al., 1989). Penggunaan polimer mucoadhesive dalam formulasi sediaan
buccal film sangat disarankan, karena kontak antara film dan mukosa buccal adalah
salah satu faktor kunci tercapainya penghantaran buccal yang diinginkan. Polimer
yang digunakan untuk buccal film salbutamol sulfat adalah Hydroxypropyl
Methylcellulose (HPMC) dan Sodium Carboxymethyl Cellulose (CMC Na). Polimer
tersebut dipilih karena masing-masing merupakan film forming agent dan memiliki
kemampuan mucoadhesive yang baik (Morales dan McConville, 2011). HPMC
memiliki acceptability yang sangat baik dan merupakan polimer yang dapat
mengendalikan kecepatan pelepasan obat (Majumder et al., 2016). Pada sediaan
buccal mucoadhesive, CMC Na juga diketahui berperan sebagai bahan tambahan
yang berfungsi melindungi perlekatan produk dari kerusakan jaringan mukosa (Rowe
et al., 2009). HPMC yang digunakan secara tunggal menghasilkan karakteristik film
yang rapuh, sedangkan CMC Na yang digunakan secara tunggal menghasilkan
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
3

karakteristik film yang lengket. HPMC dan CMC Na menghasilkan karakteristik film
yang lebih baik ketika keduanya dikombinasikan (Winarti, 2015).
Pada penelitian ini dilakukan optimasi kombinasi polimer HPMC dan CMC
Na sebagai bahan pembentuk sediaan buccal film salbutamol sulfat dengan metode
simplex lattice design. Evaluasi sediaan dilakukan dengan uji organoleptis, ketahanan
lipat, keseragaman bobot, keseragaman ketebalan, pH permukaan sediaan, swelling
index, kadar obat dalam sediaan, FTIR, kekuatan mucoadhesive, dan waktu tinggal
mucoadhesive in vitro. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan formula
buccal film yang memiliki karakteristik yang memenuhi persyaratan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengaruh penggunaan polimer HPMC dan CMC Na terhadap swelling
index, kekuatan mucoadhesive dan waktu tinggal mucoadhesive in vitro sediaan
buccal film salbutamol sulfat ?
2. Berapakah komposisi penggunaan polimer HPMC dan CMC Na pada sediaan
buccal film salbutamol sulfat yang memberikan respon optimum?
3. Bagaimana karakteristik formula optimum buccal film yang dihasilkan
berdasarkan uji FTIR dan % pelepasan salbutamol sulfat?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui pengaruh penggunaan polimer HPMC dan CMC Na terhadap
swelling index, kekuatan mucoadhesive dan waktu tinggal mucoadhesive in vitro
sediaan buccal film salbutamol sulfat.
2. Mengetahui komposisi kombinasi polimer HPMC dan CMC Na pada sediaan
buccal film salbutamol sulfat yang memberikan respon optimum.
3. Mengetahui karakteristik formula optimum buccal film yang dihasilkan
berdasarkan uji FTIR dan % pelepasan salbutamol sulfat.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
4

1.4 Manfaat Penelitian


Data ilmiah yang diperoleh dari hasil penelitian yaitu komposisi optimum
HPMC dan CMC Na dalam sediaan buccal film salbutamol sulfat diharapkan dapat
digunakan sebagai dasar pengembangan formulasi buccal film salbutamol sulfat
selanjutnya.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Mukosa Oral


2.1.1 Struktur Mukosa Oral

Rongga mulut terdiri dari bibir, pipi, lidah, langit-langit mulut dan bagian
dasar mulut. Sebagian besar daerah pada rongga mulut dibentuk oleh palatal keras
dan lunak, bagian dasar mulut dan pangkal lidah membentuk batas bawah mulut,
sedangkan bagian belakang rongga mulut dibatasi oleh bagian tenggorokan dan
amandel (Squier, 2011). Pada mukosa oral, terdapat cukup banyak variasi struktural
di berbagai daerah rongga mulut, namun terdapat tiga jenis mukosa utama yang dapat
dikenali dan diidentifikasi sesuai dengan fungsi utamanya yaitu masticatory,
specialized, dan lining mukosa. Secara kuantitatif, lining mukosa merupakan bagian
dari mukosa oral dengan luas permukaan paling besar, sedangkan masticatory
mukosa dan specialized mukosa menempati area dengan bagian yang relatif lebih
kecil (Squier, 2011). Anatomi dari masing-masing jenis mukosa ditunjukkan pada
Gambar 2.1.

Bibir

atas Pangkal lidah


Mukosa alveolar

Palatal keras
Gusi
Palatal
Pipi
Dasar mulut
lunak

Lidah
Bibir bawah

Mukosa Masticatory
Mukosa Lining
Mukosa Specialized

Gambar 2.1 Struktur anatomi dari tiga tipe utama mukosa oral manusia
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
6

Masticatory mukosa berada di daerah rongga mulut yang sangat rentan


terhadap gesekan akibat aktivitas pengunyahan, yaitu meliputi bagian gusi dan hard
plate. Daerah masticatory mencakup 25% dari rongga mulut dan memiliki lapisan
keratin pada bagian permukaannya. Specialized mukosa mencakup 15% dari rongga
mulut dan merupakan jaringan bertingkat yang terdiri dari bagian dengan keratin dan
non keratin. Lining mukosa menempati bagian dengan luas permukaan yang paling
besar dari rongga mulut yaitu sekitar 60% dari total area pada rongga mulut yang
terdiri dari bagian dasar mulut, pipi bagian dalam (buccal) dan bagian bawah lidah
(sublingual). Epitel pada lapisan ini bertingkat dan tidak memiliki keratin pada
bagian permukaannya (Morales dan McConville, 2011).
Terdapat empat bagian pada rongga mulut yang digunakan untuk tujuan
pemberian obat, yaitu rongga buccal, area lingual, langit-langit mulut (palatal), dan
gingiva (gusi). Bagian yang paling umum digunakan sebagai target pemberian obat
adalah mukosa buccal (Madhavi et al., 2013). Mukosa buccal menggambarkan
lapisan dalam pipi sebagai daerah antara gusi dan bibir atas dan bawah yang
memiliki luas permukaan rata-rata 100 cm2. Mukosa buccal secara struktural terdiri
dari bagian epithelium, basal laminar dan didukung oleh jaringan ikat yang terdiri
dari lamina propria dan submukosa (Harris dan Robinson, 1992). Epitel buccal
adalah skuamosa berlapis jaringan non-keratinis yang terdiri dari 40-50 lapisan sel
(Gandhi dan Robinson, 1994). Mukosa buccal sangat mendukung proses mekanis
dan pada bagian ini tidak ada penghalang untuk penetrasi zat aktif (Morales dan
McConville, 2011).
Lamina propria berisi pembuluh darah yang mengalir ke vena lingual, facial,
dan retromandibular yang kemudian tergabung ke vena jugularis internal. Hal ini
merupakan salah satu keuntungan dari rute buccal, karena pada rute ini obat akan
diabsorpsi melalui sel epitel buccal sehingga dapat menghindari kondisi pada saluran
pencernaan seperti enzim, pH lambung, dan juga metabolisme lintas pertama akibat
dari absorpsi langsung melalui vena portal (Morales dan McConville, 2011). Mukosa
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
7

oral merupakan permukaan yang ideal untuk pengaplikasian sistem penghantaran


retentif seperti buccal film karena mengandung jaringan halus yang luas dan tidak
bergerak (Patel et al., 2011). Struktur mukosa buccal ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Mukus/saliva

Lapisan superfisial

Lapisan tengah

Lapisan prickle cell

Lapisan basal
Membran dasar

Lamina propria

Submukosa

Gambar 2.2 Struktur mukosa buccal

2.1.2 Saliva dan Mukus

Saliva adalah cairan berair cukup kental yang disekresi oleh kelenjar parotid,
submandibular, sublingual dan kelenjar ludah minor di submukosa. Saliva berfungsi
sebagai pelindung, pelumas, pembasahan, membantu pengunyahan makanan,
mencegah demineralisasi gigi, berperan dalam metabolisme karbohidrat serta
aktivitas imun adaptif dan bawaan (Montero-Padilla et al., 2016).
Komponen utama saliva adalah lendir, protein, garam mineral, dan enzim.
Saliva dianggap sebagai sistem buffer lemah dengan pH sekitar 5,5-7. Kisaran pH
tergantung pada komposisi ionik dan laju alirnya (Behra et al., 2012). Komposisi
ionik dan laju aliran saliva dipengaruhi oleh waktu, jenis stimulus dan tingkat
stimulasi (bau, rasa, dan jenis makanan). Laju aliran saliva normal adalah sekitar 0,5
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
8

mL/menit yang menghasilkan total sekresi harian antara 0,5 dan 2 L, tetapi karena
terus menelan volume konstan saliva di mulut adalah 1,1 mL (Gilles dan Ghazali,
1996). Salah satu faktor yang paling penting terkait pengaruh saliva dalam formulasi
buccal adalah laju aliran saliva, yang secara langsung mempengaruhi tingkat retensi
obat pada lokasi penyerapan (Montero-Padilla et al., 2016). Laju aliran saliva dapat
mempengaruhi hidrasi pada sedian buccal yang menjadi penentu rentang waktu obat
dilepaskan.
Mukus merupakan hasil sekresi yang transparan dan kental seperti gel, yang
merupakan konstituen saliva dari kelenjar ludah mayor dan minor. Mukus melekat
pada permukaan epitel mukosa dan berperan sebagai pelindung dan pelumas
membran mukosa (Alexander et al., 2011). Mukus sebagian besar komponennya
adalah air (95-99%) dengan komponen makromolekul utama glikoprotein yang
disebut mucin (1-5%). Mucin merupakan molekul besar dengan massa molekul 0,5-
20 Mda. Muatan negatif pada mucin memungkinkan mucin untuk berikatan dengan
permukaan sel-sel epitel membentuk lapisan seperti gelatin. Perpaduan antara
polimer dan mucin yang saling berlekatan akan memberikan ikatan dan berpengaruh
terhadap retensi sediaan pada tempat penghantarannya (Patel et al., 2011).
Saliva dan mukus memiliki peranan penting dalam membantu proses absorpsi
obat karena dua alasan utama yaitu dengan adanya mukus memungkinkan permeasi
obat melalui membran mukosa oral terjadi dengan lebih mudah. Selain itu,
penghantaran obat dengan menggunakan rute buccal pada umumnya menggunakan
sediaan padat sehingga obat perlu didisolusikan oleh saliva sebelum selanjutnya
diabsorpsi melalui mukosa oral (Swarbrick, 2007).

2.2 Sistem Penghantaran Obat Buccal


Sistem penghantaran buccal merupakan suatu cara pemberian obat melalui
mukosa buccal (membran mukosa yang terletak pada pipi bagian dalam) ke sirkulasi
sistemik (Rao et al., 2013). Terdapat dua jalur permeasi untuk penghantaran obat
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
9

secara transpor pasif di mukosa oral yaitu rute paraseluler dan rute transselular. Obat
dapat melintasi kedua rute tersebut secara bersamaan, akan tetapi salah satu rute
dapat lebih efektif dibandingkan rute yang lain tergantung dari sifat fisikokimia obat
yang akan melewatinya (Shojaei et al., 2001). Koefisien permeabilitas untuk mukosa
oral diketahui memiliki nilai antara 1x10-5 ‒ 2x10-9 cm/s (Swarbrick, 2007). Rute
transeluler dan paraseluler untuk penghantaran buccal mucoadhesive ditunjukkan
pada Gambar 2.3.

paraseluler transeluler

Gambar 2.3 Rute transeluler dan paraseluler pada penghantaran buccal mucoadhesive

Terdapat tiga rute penghantaran obat yang berbeda yang terjadi dalam rongga
mulut manusia yaitu sublingual, buccal, dan lokal.
a. Penghantaran sublingual merupakan penghantaran obat sistemik melalui
membran mukosa yang melapisi bagian dasar mulut
b. Penghantaran buccal merupakan penghantaran obat melalui membran
mukosa yang melapisi bagian dalam pipi (mukosa buccal)
c. Penghantaran lokal merupakan penghantaran obat ke dalam rongga mulut
(Bobade et al., 2013).
Rute sublingual sering digunakan untuk pengobatan gangguan akut,
sedangkan rute buccal untuk pengobatan gangguan kronis yang membutuhkan
perpanjangan pelepasan bahan aktif (Kumar et al., 2014). Hal ini terkait dengan
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
10

perbedaan karakteristik permeabilitas antara kedua tempat yaitu mukosa sublingual


diketahui relatif permeable dan dapat memberikan penyerapan yang cepat sedangkan
mukosa buccal relatif kurang permeabel dibandingkan dengan area sublingual
(Harris dan Robinson, 1992). Daerah sublingual tidak memiliki mukosa halus yang
luas, sering bergerak dan terus-menerus terbilas oleh saliva dengan jumlah yang
besar sehingga membuat penempatan sediaan menjadi sulit, sedangkan mukosa
buccal cenderung halus dan tidak bergerak-gerak sehingga cocok digunakan sebagai
rute penghantaran obat yang retentive (Gandhi dan Robinson, 1994).
Proses absorpsi obat yang terjadi pada rongga mulut tidak sama dengan
masuknya obat secara langsung ke sirkulasi sistemik. Absorpsi pada sistem
penghantaran buccal memungkinkan obat seakan-akan disimpan dalam membran
buccal atau dikenal dengan membrane reservoir effect (Swarbrick, 2007).
Karakteristik fisikokimia obat yang mempengaruhi penetrasi obat melewati mukosa
buccal antara lain:
a) Berat molekul, molekul menembus mukosa oral lebih cepat daripada ion,
molekul yang lebih kecil menembus lebih cepat daripada molekul yang lebih
besar.
b) Derajat ionisasi, permeasi maksimal obat terjadi pada pH obat ketika hanya
sebagian kecil obat yang berada dalam bentuk terionisasi.
c) Kelarutan dalam lipid, untuk senyawa yang tidak terionisasi, semakin tinggi
lipofilisitasnya maka permeabilitas obat juga akan semakin meningkat
(Swarbrick, 2007).

2.2.1 Karakteristik Ideal Sistem Buccal Mucoadhesive

Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar sediaan buccal mucoadhesive


dapat dikatakan memiliki karakteristik yang ideal yaitu: (1) sediaan harus dapat
menempel pada mukosa oral yaitu pada bagian dalam pipi dalam waktu beberapa
jam, (2) sediaan yang diaplikasikan harus dapat melepaskan obat ke arah mukosa, (3)
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
11

sediaan dapat melepaskan obat secara terkontrol, (4) dapat memfasilitasi penyerapan
obat, (5) tidak menimbulkan iritasi atau ketidaknyamanan pada saat digunakan (6)
tidak mengganggu fungsi normal pada mulut seperti berbicara dan minum (Patel et
al., 2013).

2.2.2 Syarat Obat untuk Sistem Penghantaran Obat melalui Buccal

Kriteria sifat fisikokimia obat yang ideal untuk dibuat sediaan dengan sistem
penghantaran melalui buccal yaitu sebagai berikut :

a. Dosis tunggal obat konvensional harus kecil.


b. Obat-obatan yang memiliki waktu paruh biologis antara 2-8 jam adalah
kandidat yang baik untuk pengiriman obat terkontrol.
c. Tmax obat menunjukkan fluktuasi yang lebih luas atau nilai yang lebih tinggi
ketika diberikan secara peroral.
d. Obat mengalami first pass metabolism atau eliminasi presistemik ketika
diberikan melalui rute oral.
e. Obat diabsorpsi secara difusi pasif (Rao et al., 2013).
Sistem penghantaran obat buccal mucoadhesive yang baik sifatnya nyaman
dan tidak menonjol pada tempat sediaan diaplikasikan, sediaan buccal lebih baik
diformulasikan untuk obat dengan pelepasan berkepanjangan, dan menggunakan
eksipien yang tidak menimbulkan terjadinya iritasi pada mukosa oral (Swarbrick,
2007).

2.2.3 Keuntungan Penghantaran Obat Secara Buccal

Sistem penghantaran buccal mucoadhesive memiliki keuntungan dibanding


sistem penghantaran lainnya. Keuntungan sistem penghantaran obat secara buccal
antara lain:
a. Daerah buccal memiliki ketersediaan darah yang lebih banyak dibanding
jaringan mukosal lainnya
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
12

b. Rute ini memungkinkan obat terhindar dari metabolisme lintas pertama (first
pass metabolism) di hati dan kondisi lainnya dalam saluran pencernaan,
seperti degradasi oleh enzim, pH dan waktu pengosongan lambung
c. Pemberian obat dengan rute ini lebih nyaman digunakan dibandingkan
dengan sediaan non-oral lainnya sehingga meningkatkan kenyamanan pasien.
d. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat
e. Dapat meningkatkan kemampuan obat untuk kontak dengan mukosa sehingga
kontak menjadi lebih lama
f. Mengurangi efek samping yang ditimbulkan dari kelebihan dosis
g. Meningkatkan bioavailabilitas obat di dalam tubuh
h. Penghantaran obat melalui transmucosal memiliki variabilitas intersubyek
yang lebih rendah dibandingkan dengan patch transdermal.
i. Dapat digunakan pada pasien yang tidak dapat menelan obat
j. Dapat digunakan untuk formulasi obat dengan sistem terkontrol.
k. Penggunaan obat dapat segera dihentikan apabila terjadi reaksi alergi, gejala
toksisitas atau hal yang tidak diinginkan lainnya dengan cara melepas sediaan
dari rongga mulut.
l. Pemberian obat dapat dilakukan dengan cara yang mudah.
m. Obat dapat diserap dengan cepat karena memiliki vaskularisasi yang baik.
n. Permukaan kontak yang besar dari rongga mulut berkontribusi terhadap
penyerapan obat yang cepat dan luas (Patel et al., 2013; Khairnar dan Sayyad,
2010)

2.2.4 Kerugian dan Keterbatasan Penghantaran Obat Secara Buccal

Sistem penghantaran secara buccal mucoadhesive masih memiliki beberapa


keterbatasan, antara lain :
a. Permeabilitas membran buccal lebih rendah dibanding sublingual.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
13

b. Adanya keterbatasan area absorpsi. Luas permukaan membran mukosa oral


adalah 170 cm2, tetapi hanya ada 50 cm2 area non-keratin, termasuk membran
buccal.
c. Sekresi saliva yang terus menerus (0,5-2 L/hari) menyebabkan pengenceran
obat yang ditargetkan dengan pelepasan terkontrol.
d. Bahaya tersedak atau tertelannya sediaan akibat menelan makanan.
e. Menelan saliva (saat makan dan minum) dapat menyebabkan obat terlarut
atau tersuspensi sehingga dapat menyebabkan hilangnya obat dari sediaan
secara tidak disengaja.
f. Obat yang tidak stabil pada pH buccal tidak dapat diberikan melalui rute ini.
g. Proses hidrasi pada sediaan dapat menyebabkan permukaan licin sehingga
untuk beberapa saat obat digunakan, pasien akan merasa tidak nyaman.
h. Obat yang dapat mengiritasi mukosa, obat yang memiliki rasa pahit dan
berbau tidak sedap tidak dapat diberikan dengan rute ini.
i. Hanya obat dengan dosis kecil dan diserap melalui difusi pasif yang dapat
diberikan dengan rute ini (Rao et al., 2013; Salamat-Miller et al., 2005).

2.3 Mucoadhesive
2.3.1 Sistem Mucoadhesive

Mucoadhesive merupakan kondisi terjadinya penarikan molekul antara


polimer dan permukaan jaringan mukosa sehingga memungkinkan polimer untuk
bertahan pada permukaan jaringan biologi dalam jangka waktu lama (Carvalho et al.,
2010). Lapisan mukosa terdapat pada beberapa daerah tubuh yaitu pada hidung,
saluran pencernaan, saluran urongenital, saluran pernafasan, telinga, dan mata (Patel
et al., 2011). Sistem penghantaran obat dengan cara mucoadhesion memanfaatkan
sifat mucoadhesive polimer tertentu sebagai perekat sehingga dapat digunakan untuk
menargetkan obat pada daerah tertentu di tubuh untuk jangka waktu tertentu.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
14

Karakteristik ideal polimer yang dapat digunakan untuk sistem penghantaran


melalui buccal antara lain:
a. Polimer harus bersifat inert dan kompatibel dengan lingkungan
b. Polimer dan produk degradasinya harus bersifat non-toksik dan dapat diabsorpsi
dari lapisan mukosa.
c. Harus cepat melekat pada permukaan jaringan dan harus memiliki situs spesifik
d. Polimer tidak boleh terdekomposisi selama penyimpanan atau selama umur
simpan dari bentuk sediaan.
e. Polimer mudah didapatkan dan harganya terjangkau.
f. Polimer harus memungkinkan penggabungan obat yang mudah ketika formulasi
(Rao et al., 2013)

2.3.2 Mekanisme Mucoadhesive

Mekanisme mucoadhesion dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap kontak dan


tahap konsolidasi. Tahap pertama yaitu tahap kontak, diawali dengan terjadinya
kontak antara polimer mucoadhesive dengan jaringan biologis (membran mukosa)
karena adanya pembasahan dan pembengkakan pada polimer. Tahap kedua yaitu
tahap konsolidasi, pada tahap ini polimer mucoadhesive diaktifkan sehingga terjadi
proses penetrasi masuk ke dalam celah-celah jaringan, menyebabkan interpenetrasi
antara rantai polimer mucoadhesive dan membran mukosa menghasilkan
terbentuknya ikatan kimia (Patel et al., 2011). Kontak intensif yang terjadi antara
polimer dengan barrier epitel memungkinkan terjadinya perpanjangan waktu tinggal
di tempat absorpsi (Carvalho et al., 2010). Kedua tahap tersebut dapat dilihat pada
Gambar 2.4.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
15

Tahap kontak Tahap konsolidasi

Mucoadhesive film

Daerah interaksi

Mukus

Epitelium

Permeasi obat

Gambar 2.4 Tahap kontak konsolidasi mucoadhesive (Morales dan McConville, 2011)

2.4 Metode Pembuatan Film


Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam pembuatan film, proses
pembuatan dapat dilakukan dengan satu atau kombinasi dari beberapa metode seperti
solvent casting, hot-melt extrusion, semisolid casting, dan rolling method (Malke et
al., 2009).

2.4.1 Solvent casting

Metode solvent casting merupakan metode yang paling banyak digunakan


untuk proses pembuatan film terutama karena prosesnya yang mudah dan untuk skala
penelitian laboratorium biaya yang dibutuhkan relative sedikit. Prosesnya terdiri dari
enam langkah, yaitu: persiapan, deaerasi larutan (penghilangan gas-gas yang
terkandung dalam larutan), pemindahan larutan ke dalam cetakan, pengeringan,
pemotongan bentuk sediaan akhir sehingga mengandung sejumlah bahan aktif yang
diinginkan, dan yang terakhir adalah pengemasan (Morales dan McConville, 2011)
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
16

2.4.2 Hot-melt Extrusion

Metode Hot-melt Extrusion dilakukan dengan menggunakan proses pemanasan


untuk membentuk polimer menjadi bentuk sediaan film. Campuran obat dan polimer
diisikan ke dalam hopper, dicampur dan dilelehkan dengan ekstruder. Die akan
membentuk lelehan menjadi bentuk film yang diinginkan. (Morales dan McConville,
2011).

2.4.3 Solid Dispersion Extrusion

Metode solid dispersion extrusion dilakukan dengan cara mendispersi satu atau
lebih zat aktif dalam pembawa inert dalam bentuk padat dengan menggunakan
polimer hidrofilik amorf, dan selanjutnya digunakan metode seperti hot-melt
extrusion (Malke et al., 2009). Pada metode ini, komponen yang tidak dapat larut
diekstrusi dengan obat, kemudian dibuat dispersi padat. Dispersi padat selanjutnya
dibentuk menjadi film dengan menggunakan dies (Arya et al., 2010).

2.4.4 Rolling Method

Metode ini dilakukan dengan cara larutan atau suspensi yang mengandung
bahan aktif digulirkan pada bahan pembawa. Pelarut yang sering digunakan adalah
air dan campuran air-alkohol. Film selanjutnya dikeringkan pada roller dan dipotong
menjadi bentuk dan ukuran yang diinginkan. (Ghodake et al., 2013).

2.5 Tinjauan Bahan Penelitian


2.5.1 Salbutamol Sulfat

Salbutamol sulfat atau dikenal juga dengan nama albuterol sulfat adalah short
acting agonis β-2 adrenergik yang berfungsi melebarkan saluran nafas sehingga
diindikasikan untuk mengobati asma dan penyakit paru obstruktif kronik seperti
bronkitis kronis dan emfisema (Somepalli et al., 2013). Salbutamol sulfat adalah
garam sulfat dari agen simpatomimetik (adrenergik) kerja pendek salbutamol dengan
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
17

campuran rasemat 1:1 (R)-salbutamol dan (S)-salbutamol yang mempunyai aktivitas


bronkodilator. Nama kimia USP salbutamol sulfat adalah garam α'-[(tert-
butylamino)methyl]-4-hydroxy-m-xylene-α,α'-diol sulfat. Salbutamol sulfat memiliki
rumus molekul C13H21NO3•H2SO4. dengan berat molekul 337,387 g/mol. Pemerian
salbutamol sulfat yaitu berbentuk serbuk, berwarna putih, mudah larut dalam air dan
sedikit larut dalam etanol (Sweetman, 2009). Salbutamol sulfat adalah obat bersifat
hidrofilik dengan konstanta disosiasi (pKa) 9,2 dan nilai log P 0,11 (Somepalli et al.,
2013). Salbutamol sulfat stabil dalam larutan dapar fosfat, stabilitasnya berkurang
dengan meningkatnya pH diatas 6,9. Setelah pemberian oral, salbutamol sulfat
diserap perlahan dengan rata-rata waktu untuk mencapai konsentrasi puncak plasma
sekitar 3 jam (Ahrens dan Smith, 1984). Obat ini mengalami first pass metabolism
dan juga terdegradasi di usus besar sehingga memiliki bioavailabilitas yang rendah
yaitu hanya sebesar 40% dengan masa paruh plasma 4–6 jam (Puratchikody et al.,
2011; Somepalli et al., 2013). Struktur kimia salbutamol sulfat dapat dilihat pada
Gambar 2.5.

OH

H
N OH
HO O
S
O
HO HO

Gambar 2.5 Struktur kimia salbutamol sulfat

Mekanisme kerja dari salbutamol sulfat (agonis β-2 adrenergik) yaitu


merangsang reseptor β-adrenergik di otot polos bronkus dengan cara mengaktifkan
enzim adenyl cyclase (Ahrens dan Smith, 1984). Ketika diaktifkan, adenosine
triphosphate (ATP) diubah menjadi 3’-5’-cyclic adenosine monophosphate (cAMP).
CAMP kemudian memicu serangkaian proses intraseluler, yang menghasilkan efek
fisiologis menghambat kontraksi otot polos bronkus, sehingga menyebabkan
relaksasi otot polos dan bronkodilasi (Ahrens dan Smith, 1984; Libretto, 1994).
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
18

Selain itu, bronkodilator mengurangi edema mukosa; bersifat antiinflamasi; dan


merangsang sekresi mukosa saluran napas, menghasilkan sekresi yang tidak begitu
kental dan meningkatkan aktivitas siliaris (Vaughan, 2003).
Dosis pemberian oral mengandung 2 atau 4 mg salbutamol setara dengan 2,4
atau 4,8 mg salbutamol sulfat. Efek Samping dari obat ini adalah sakit kepala,
insomnia, gugup, tremor,lemas, pusing, mengantuk, gelisah, takikardia, palpitasi,
kram otot, mual, dan lain-lain. Efek teratogenik pada ibu hamil adalah pada kategori
C (Lacy et al., 2009).

2.5.2 Hydroxypropyl Methylcellulose (HPMC)

Hydroxypropyl Methylcellulose (HPMC) atau dikenal juga dengan nama lain


hypromellose, methocel, hydroxypropilmethylcellulse, metolose, pharmacoat. HPMC
memiliki rumus kimia CH3CH(OH)CH2. HPMC merupakan serbuk putih atau putih
kekuningan, tidak berbau dan hambar, larut dalam air dingin, membentuk cairan
yang kental, praktis tidak larut dalam kloroform, larut dalam etanol (95%) dan eter.
HPMC memiliki bobot molekul antara 10.000-1.500.000 dengan titik lebur 190-
200ºC. HPMC merupakan polimer hidrofilik yang kelarutannya tidak dipengaruhi
oleh pH, polimer ini mengandung gugus metoksi 19,0-24,0 % dan hidroksipropil 4,0-
12,0 % (Rowe et al., 2009).
HPMC banyak digunakan sebagai eksipien dalam formulasi sediaan topikal
dan oral. Polimer ini bersifat stabil meskipun higroskopis setelah pengeringan dan
akan mengalami penurunan viskositas pada kenaikan temperatur yang tinggi (Rowe
et al., 2009). Struktur kimia HPMC dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
19

RO
O

O
OR OH
RO

O
O OR
OR

O
H OR n/2
dimana R adalah H, CH3, atau CH3CH(OH)CH2

Gambar 2.6 Struktur kimia HPMC (Rowe et al., 2009)

HPMC dalam formulasi sediaan farmasi dapat digunakan sebagai polimer


bioadhesive, agen pelepasan terkontrol, agen pendispersi, pengemulsi, penambah
kelarutan, agen pelepasan diperpanjang, film forming agent, agen pembentuk granul,
agen pelepasan termodifikasi, mucoadhesive, stabilizer agent, agen peningkat
viskositas, dan lain sebagainya. Polimer ini menghasilkan larutan berair dengan
kejernihan yang lebih baik ketika dibandingkan dengan metilselulosa (Rowe et al.,
2009). Terdapat berbagai macam jenis HPMC yang dibedakan berdasarkan
viskositas, kelarutannya dalam air dan perbandingan jumlah gugus metoksi dan
hidroksi propil (Majumder et al., 2016). HPMC sering digunakan untuk membuat
bentuk sediaan dengan mekanisme pelepasan terkendali dengan cara memperlama
waktu tinggal obat dalam mukosa. Tujuannya adalah untuk menghambat pelepasan
zat aktif. HPMC memiliki rantai polimer yang panjang sehingga ketika kontak
dengan media disolusi akan membentuk lapisan gel yang semakin tebal dengan
semakin bertambahnya waktu. Semakin panjang rantai polimer maka lapisan gel
yang terbentuk juga semakin tebal, hal ini menyebabkan penghalang yang harus
dilewati oleh zat aktif obat untuk berdifusi keluar dari matrik semakin sulit ketika
berinteraksi dengan medium disolusi (Buang, 2006)
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
20

2.5.3 Sodium Carboxymethyl Cellulose (CMC Na)

Sodium Carboxymethyl Cellulose (CMC Na) adalah garam natrium dari


polikarboksimetil eter selulosa. CMC Na mengandung tidak kurang dari 6,5 % dan
tidak lebih dari 9,5 % natrium (Na) dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
(Ditjen POM, 1995). CMC Na memiliki nama lain akucell, aqualon CMC, aquasorb,
blanose, carbose D, carmellosum natricum, cel-O-Brandt, gum selulosa, cethylose,
dan CMC sodium. Polimer ini memiliki pemerian berupa serbuk atau granul
berwarna putih sampai krem, tidak berbau dan tidak berasa. CMC Na diketahui
merupakan senyawa yang bersifat higroskopis setelah adanya pengeringan. CMC Na
praktis tidak larut dalam etanol 95%, aseton, eter, dan toluena, mudah larut dan
terdipersi dalam air membentuk larutan koloidal. Kelarutannya dalam air
bervariasi dengan bertambahnya suhu. CMC Na stabil pada pH 4-10, pH
optimumnya yaitu pada pH netral (Rowe et al., 2009). Rumus struktur Na-CMC
dapat dilihat pada gambar 2.7.
O

ONa

O O

ONa
O OH
O
OH

O
O

OH OH

O
H
OH n/2

Gambar 2.7 Struktur kimia CMC Na (Rowe et al., 2009).

CMC Na dalam pengaplikasiannya pada formulasi sediaan farmasi banyak


digunakan sebagai bahan penyalut, agen penstabil, agen pensuspensi, bahan
pengikat pada tablet, bahan penghancur pada tablet dan kapsul, agen peningkat
viskositas, dan agen water-absorbing (Rowe et al., 2009). Pada pembuatan sediaan
buccal film, CMC Na dipilih sebagai film forming agent karena dapat membentuk
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
21

film dengan penampilan fisik yang baik, memiliki sifat mucoadhesive serta memiliki
kemampuan mengembang yang tinggi (Morales dan McConville, 2011). Selain itu,
pada sediaan buccal mucoadhesive, Na-CMC juga dapat berperan sebagai bahan
tambahan yang berfungsi melindungi perlekatan produk dari kerusakan jaringan
mukosa (Rowe et al., 2009).
Berdasarkan penggolongan polimer mucoadhesive, golongan polyacrylates dan
turunan dari karbohidrat seperti karboksimetil selulosa dan kitosan mempunyai daya
lekat yang tinggi sebagai polimer mucoadhesive (Bernkop-Schnurch, 2013).
Golongan polisakarida seperti karragenan, Na-CMC, alginat dan asam hiluronik
diketahui sebagai polimer mucoadhesive yang bagus (Grabovac et al., 2005).

2.6 Metode Simplex Lattice Design


Optimasi merupakan suatu metode atau desain eksperimental
untukmemudahkan penyusunan dan interpretesi data secara matematis. Simplex
Lattice Design atau disebut juga desain campuran adalah suatu tehnik analisis data
untuk memprediksi profil sifat campuran bahan dengan jumlah total bahan yang
dioptimasi harus konstan. Profil tersebut selanjutnya digunakan untuk memprediksi
perbandingan komposisi campuran bahan yang memberikan sifat optimum.
Prosedur Simplex Lattice Design diawali dengan penyiapan berbagai
formulasi dengan variasi kombinasi yang berbeda dari bahan yang akan dioptimasi.
Hasil penelitian digunakan untuk menghitung persamaan polinomial (sederhana)
yang selanjutnyadigunakan untuk memperkirakan respon atau hasil. Pendekatan
dalam desain ini menghasilkan persamaan sebagai berikut (Bolton dan Bon, 2004):
Y=B1(A)+B2(B)+B12(A)(B)......................................................................(1)
Keterangan :
Y = Respon
B1, B2, dan B12 = Koefisien
A, B = Konsentrasi dari masing-masing bahan
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
22

Koefisien diketahui dari perhitungan regresi dan Y adalah respon yang


diinginkan. Setelah semua nilai didapatkan, selanjutnya dimasukkan ke dalam garis
sehingga akan didapatkan contour plot yang diinginkan. Hasil kombinasi formula
Simplex Lattice Design dapat digunakan untuk menetapkan respon yang optimal
sehingga dapat digunakan untuk memproduksi suatu sediaan yang memenuhi syarat.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
23

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Penelitian dilakukan secara eksperimental laboratorik menggunakan Simplex
Lattice Design untuk menentukan kombinasi optimum polimer HPMC dan CMC Na
dalam sediaan buccal film salbutamol sulfat. Tahapan penelitian yang dilakukan
yaitu : 1) Membuat rancangan formula; 2) Membuat sediaan buccal film salbutamol
sulfat; 3) Melakukan uji evaluasi pada sediaan buccal film salbutamol sulfat; 4)
Menentukan formula optimum menggunakan metode Simplex Lattice Design; 5)
Verifikasi formula hasil optimasi; 6) Karakterisasi formula optimum.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat

Spektrofotometer FT-IR AlpHa Bruker, TA.XT plus Texture Analyzer,


spektrofotometer (Genesys 10S UV-Vis, Thermo Scientific, USA), pH meter
(Elmetron CP-502), alat uji disolusi tipe dayung (Logan), oven (Memmert,
TM
Germany), timbangan analitik (Adventurer Ohaus, USA), hot plate (IKA C-MAG
HS 4), stirrer, desikator (Normax), mortir, stamper, mikrometer sekrup, alat-alat
gelas, software Design Expert trial versi 10.0.1 dan software validation methode of
analysis.

3.2.2 Bahan

Salbutamol sulfat (PT. Phapros, Indonesia), HPMC (PT. BrataChem), CMC


Na (PT. BrataChem), Propylene Glycol/PG (PT. BrataChem), KH2PO4 (PT.
BrataChem), NaOH (PT. BrataChem), HCl (PT. BrataChem), Sorbitol, Aquadest,
dan mukosa buccal kambing jantan usia ± 1 tahun (diperoleh dari tempat
penjagalan).
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
24

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Sediaan Likuid dan
Semisolid Bagian Farmasetika, Fakultas Farmasi, Universitas Jember pada bulan
April–Juni 2018. Rancangan penelitian secara skematis dapat dilihat pada Gambar
3.1.
HPMC CMC Na Salbutamol sulfat (SS) +Sorbitol
=
dikembangkan dikembangkan dilarutkan
dengan aquadest aquadest
dengan aquadest
panas

diaduk hingga
homogen
Larutan polimer Larutan SS

Campuran larutan polimer


dan larutan SS + PG

dicampur, ditambahkan aquadest, diaduk 15


menit, 1000 rpm

Larutan film SS

dituang ke cetakan, didiamkan semalam,


dioven 50ºC, 24 jam

Film kering
dipotong dengan ukuran 2x1 cm

Sediaan buccal film SS

EVALUASI UTAMA EVALUASI PENDUKUNG


• Uji kekuatan mucoadhesive • Uji organoleptis
in-vitro • Uji keseragaman ketebalan film
• Uji swelling index • Uji keseragaman bobot
• Uji waktu tinggal in-vitro • Uji ketahanan lipat
• Uji pH permukaan
analisis data • Penentuan kadar SS dalam sediaan
Formula optimum terpilih
uji verifikasi dan karakterisasi
• FTIR
• Uji pelepasan in-vitro
Gambar 3.1 Skema langkah keja penelitian
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
25

3.4 Prosedur Penelitian


3.4.1 Formulasi

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode simplex lattice design


untuk menentukan formula optimum sediaan buccal film salbutamol sulfat.
Penelitian dilakukan menggunakan tiga rancangan formula dengan tiga variabel
terikat Y (respon) dan dua variabel bebas X (faktor). Variabel terikat Y merupakan
respon yang ingin diketahui dari hasil penelitian yaitu: Y1 adalah kekuatan
mucoadhesive, Y2 adalah swelling index dan Y3 adalah waktu tinggal in-vitro.
Variabel bebas X merupakan faktor yang diubah-ubah, XA adalah jumlah polimer
HPMC dan XB adalah jumlah polimer CMC Na. Jumlah HPMC dan CMC Na
ditentukan berdasarkan rancangan metode optimasi simplex lattice design. Variabel
terkendali merupakan komponen yang tidak diubah-ubah, variabel terkendali pada
penelitian ini antara lain: jumlah bahan aktif salbutamol sulfat, suhu dan lama
pengeringan film, jumlah plasticizer, serta jumlah pemanis yang digunakan.
Rancangan formula untuk satu film ukuran 2×1 cm berdasarkan metode optimasi
simplex lattice design menggunakan software Design Expert trial versi 10.0.1. dapat
dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Rancangan formula berdasarkan metode optimasi simplex lattice design

Formula (mg)
Proporsi
1 2 3
HPMC 20 12,5 5
CMC Na 5 12,5 20

Formula yang digunakan untuk pembuatan sediaan buccal film salbutamol


sulfat dalam 1 cetakan dapat menghasilkan sebanyak 36 film dengan ukuran 2x1 cm
dengan dosis masing-masing film adalah ±4 mg. Susunan formula yang digunakan
untuk 1 kali pembuatan buccal film salbutamol sulfat dalam 1 cetakan (36 film) dapat
dilihat pada Tabel 3.2
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
26

Tabel 3.2 Susunan formula buccal film salbutamol sulfat

Komposisi Jumlah bahan (mg)


Fungsi
1 2 3
Salbutamol sulfat Bahan aktif 144 144 144
HPMC Polimer hidrofilik 720 450 180
CMC Na Polimer hidrofilik 180 450 720
Propilen glikol Plasticizer 1.038 1.038 1.038
Sorbitol Pemanis 1.490 1.490 1.490
Aquadest Pelarut 30 mL 30 mL 30 mL

3.4.2 Pembuatan Buccal Film Salbutamol Sulfat

Pembuatan sediaan buccal film salbutamol sulfat dilakukan dengan metode


solvent casting. Langkah awal yang dilakukan adalah melakukan penimbangan
masing-masing bahan dan menyiakan aquadest sebanyak 30 mL. Selanjutnya dibuat
larutan polimer dengan cara mengembangkan HPMC dengan aquadest dan
didiamkan hingga beberapa jam, sedangkan CMC Na dilarutkan air panas. Masing-
masing polimer selanjutnya diaduk perlahan hingga homogen. Kedua larutan polimer
selanjutnya dicampur menjadi satu kemudian ditambah propilen glikol (PG) sebagai
plasticizer. Bahan aktif salbutamol sulfat dilarutkan dengan sedikit aquadest
kemudian ditambah dengan pemanis sorbitol lalu dituang ke dalam campuran
polimer. Langkah selanjutnya adalah penambahan sisa aquadest hingga total
aquadest yang digunakan adalah 30 mL. Semua campuran diaduk sampai homogen
lalu dituang ke dalam beaker glass 50 mL untuk selanjutnya dihomogenkan
menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan 1000 rpm selama 15 menit.
Campuran selanjutnya dituang ke dalam cetakan lalu ditutup dengan aluminium foil
dan didiamkan selama semalam pada suhu ruang untuk mendapatkan larutan yang
jernih dan bebas gelembung udara. Tahap selanjutnya yaitu pengeringan
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
27

menggunakan oven dengan suhu 50◦C yang dilakukan selama 24 jam. Film kering
yang dihasilkan kemudian dilepaskan dari cetakan secara perlahan lalu dipotong
menggunakan cutter dengan ukuran 2x1 cm. Sampel dikemas dalam aluminium foil
dan disimpan di desikator.

3.4.3 Evaluasi Sediaan Buccal Film Salbutamol Sulfat

a. Pengujian Organoleptis
Uji organoleptis sediaan buccal film salbutamol sulfat dilakukan dengan cara
mengamati warna, bau, rasa, bentuk, serta tekstur permukaan sediaan yang
dihasilkan.
b. Pengujian Keseragaman Bobot
Keseragaman bobot film diuji dengan cara mengambil 3 film secara acak dari
setiap formula lalu ditimbang satu persatu menggunakan timbangan analitik
(Madhavi et al., 2013). Selanjutnya dihitung nilai rata-rata dan standar deviasinya
(El-Maghraby dan Abdelzaher, 2015)
c. Pengujian Keseragaman Ketebalan Film
Uji keseragaman ketebalan film dilakukan dengan mengambil 3 film secara
acak dari setiap formula lalu diukur ketebalannya pada 5 titik yang berbeda (bagian
tengah dan 4 sudut film) menggunakan alat mikrometer, kemudian dihitung nilai
rata-ratanya untuk masing-masing formula (Rao et al., 2013).
d. Pengujian Ketahanan Lipat
Uji ketahanan lipat film dilakukan dengan cara melipat film secara berulang di
tempat yang sama hingga 300 kali atau hingga film rusak. Replikasi dilakukan 3 kali,
film dikatakan baik apabila memiliki ketahanan lipat hingga 300 kali atau lebih
(Abha et al., 2011).
e. Pengujian pH Permukaan
Uji pH permukaan sediaan buccal film salbutamol sulfat dilakukan dengan
cara merendam sediaan dalam 5 mL aquadest selama 1 jam (sampai sediaan
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
28

mengembang). Selanjutnya pH permukaan film diukur menggunakan alat pH meter


dan dilakukan replikasi sebanyak 3 kali. Nilai pH permukaan sediaan yang tidak
mengiritasi mukosa adalah sesuai dengan rentang pH buccal yaitu 5,5-7 (El-
Maghraby dan Abdelzaher, 2015).
f. Penentuan Kadar Salbutamol Sulfat dalam Sediaan Buccal Film
1. Pembuatan Larutan Dapar Fosfat pH 6,8
Pembuatan 1000 mL larutan dapar fosfat pH 6,8 dilakukan dengan cara
menimbang 27,22 gram KH2PO4 dan dilarutkan dalam 1000 mL aquadest, lalu
sebanyak 250 mL larutan diambil dan dimasukkan ke labu ukur 1000 mL. Tahap
berikutnya yaitu sebanyak 112 mL NaOH 0,2 M ditambahkan ke dalam labu ukur
lalu dilarutkan dengan aquadest hingga tanda batas. Uji pH dilakukan dengan
menggunakan alat pH meter hingga didapatkan pH 6,8 (Dirjen POM RI, 1995).
2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Salbutamol Sulfat dalam Larutan
Dapar Fosfat pH 6,8
Tahap pertama yang dilakukan dalam menentukan panjang gelombang
maksimum salbutamol sulfat adalah menimbang bahan aktif salbutamol sulfat
sebanyak 20 mg kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan
dilarutkan dengan larutan dapar fosfat pH 6,8 hingga tanda batas sehingga
diperoleh larutan dengan konsentrasi 200 ppm. Selanjutnya 3 mL larutan dipipet
dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan larutan dapar fosfat
hingga tanda batas sehingga menghasilkan larutan dengan konsentrasi 60 ppm.
Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan mengamati serapan
yang dihasilkan pada panjang gelombang 200-400 nm menggunakan alat
spektrofotometer UV-Vis.
3. Pembuatan Kurva Baku Salbutamol Sulfat dalam Larutan Dapar Fosfat pH
6,8
Pembuatan kurva baku salbutamol sulfat dilakukan dengan cara
menimbang 10 mg dan 20 mg bahan aktif salbutamol sulfat yang selanjutnya
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
29

dimasukkan ke dalam labu ukur berukuran 50 mL dan ditambahkan dengan


larutan dapar fosfat pH 6,8 hingga tanda batas. Hasilnya yaitu larutan baku induk
dengan konsentrasi 200 ppm dan 400 ppm. Larutan induk tersebut selanjutnya
diencerkan sehingga menghasilkan larutan dengan konsentrasi 40 ppm, 48 ppm,
60 ppm, 80 ppm, 100 ppm dan 120 ppm. Masing-masing konsentrasi diamati
serapannya pada panjang gelombang maksimum menggunakan alat
spektrofotometer UV-Vis, kemudian dibuat kurva kadar salbutamol sulfat
terhadap absorbansi lalu di tentukan persamaan regresinya. Selanjutnya dilakukan
uji linieritas menggunakan software validation methode of analysis. Kriteria
penerimaan untuk linieritas adalah nilai koefisien korelasi (r) ≥ 0,99 sedangkan
parameter relative process standard deviation value (Vx0) dipersyaratkan kurang
dari 5%. Niai Xp dikatakan baik apabila memiliki nilai yang lebih rendah dari
konsentrasi terkecil yang dianalisis yaitu < 40,00.
4. Penentuan Kadar Salbutamol Sulfat dalam Sediaan Buccal Film
Sediaan buccal film yang sudah dipotong menjadi ukuran 2x1 cm
(mengandung 4 mg bahan aktif salbutamol sulfat) dimasukkan ke dalam labu ukur
10 mL lalu dilarutkan menggunakan larutan dapar fosfat pH 6,8 sehingga
menghasilkan larutan dengan konsentrasi 400 ppm. Larutan ini selanjutnya
digunakan untuk melakukan pengenceran dengan cara memipet 1,5 mL larutan
dengan konsentrasi 400 ppm, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL
dan ditambahkan larutan dapar fosfat sehingga tanda batas sehingga dihasilkan
larutan dengan konsentrasi 60 ppm. Tahap selanjutnya yaitu mengamati
serapannya menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
maksimum dengan menggunakan dapar fosfat pH 6,8 sebagai blanko. Percobaan
dilakukan dengan replikasi sebanyak 3 kali. Kadar salbutamol sulfat dalam
sediaan buccal film selanjutnya dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
% Kandungan Bahan Aktif = (hasil percobaan/teoritis) x 100% ............ (3)
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
30

Pada pengujian penentuan kadar dalam sediaan, nilai rata-rata % recovery


yang dipersyaratkan untuk konsentrasi bahan aktif dalam sediaan <100 ppm
adalah sebesar 90-107% dengan nilai CV < 5,3% (Huber, 2007).
g. Pengujian Swelling Index
Uji swelling index dilakukan dengan menimbang berat film awal (W0)
kemudian film dibiarkan mengembang dengan cara memasukkan film ke dalam
cawan petri berisi dapar fosfat pH 6,8. Berat akhir film (Wt) diukur dengan
menimbang sampel pada interval waktu 5, 10, 15, 30 menit dan pengujian terus
dilakukan sampai beratnya konstan. Swelling index selanjutnya dihitung
menggunakan rumus berikut:

Swelling index (%) : (Wt - W0) / W0 x 100................................................ (2)

dengan keterangan W0 adalah berat awal sediaan buccal film sebelum


dimasukkan ke dalam dapar fosfat pH 6,8 dan Wt adalah berat akhir sediaan buccal
film setelah mengembang pada waktu t (El-Maghraby dan Abdelzaher, 2015).
h. Uji Kekuatan Mucoadhesive In vitro
Uji kekuatan mucoadhesive pada sediaan buccal film salbutamol sulfat
dilakukan dengan alat Texture Analyzer yang telah dimodifikasi, alat dihubungkan
dengan komputer dan dioperasikan menggunakan XTRA Dimension Software.
Langkah pertama pada uji kekuatan mucoadhesive yaitu memisahkan jaringan buccal
kambing dengan jaringan lemak yang masih melekat. Buccal kambing selanjutnya
dicuci bersih menggunakan larutan dapar fosfat pH 6,8, lalu dipotong-potong dan
dicuci kembali dengan larutan dapar fosfat dengan pH yang sama (Padsala et al.,
2014). Sediaan buccal film salbutamol sulfat dipotong sesuai ukuran probe,
kemudian diletakkan pada ujung probe dengan menggunakan double tape (Skulason
et al., 2009). Buccal kambing yang sudah siap selanjutnya dilekatkan pada lempeng
dengan posisi mukosa menghadap keluar dan diberikan cairan mirip saliva. Lempeng
diposisikan berada di bagian bawah probe sehingga posisi jaringan buccal tepat
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
31

berada di bawah probe. Alat dinyalakan dan probe diatur agar memberikan gaya
sebesar 500 gF dengan kecepatan 0,5 mm/detik untuk waktu kontak 10 detik. Setelah
itu probe diangkat dengan kecepatan 1 mm/detik ke jarak 10 mm. Alat akan
menghasilkan kurva yang menunjukkan hubungan antara waktu dengan besar gaya
yang diperlukan untuk melepaskan sediaan film dari jaringan mukosa buccal. Kurva
akan terekam dan ditampilkan pada layar komputer dengan menghasilkan nilai yang
menunjukkan kekuatan mucoadhesive dalam satuan gram force (gF). Pengujian
dilakukan dengan 3 kali replikasi (Peh dan Wong, 1999).
i. Uji Waktu Tinggal Mucoadhesive In vitro
Pengujian terhadap waktu tinggal in vitro sediaan buccal film salbutamol
sulfat dilakukan dengan melekatkan film pada jaringan buccal mukosa kambing yang
sebelumnya sudah dibersihkan dan dibilas dengan dapar fosfat pH 6,8. Langkah
pertama, jaringan buccal mukosa kambing ditempatkan pada object glass dengan
perekat lalu diletakkan di tepi beaker glass berukuran 250 mL. Salah satu sisi
sediaan buccal film selanjutnya dibasahi dengan dapar fosfat pH 6,8 kemudian
dilekatkan pada jaringan buccal mukosa kambing dengan bantuan ujung jari selama
30 detik tanpa penekanan. Langkah selanjutnya, beaker glass diisi dengan dapar
fosfat pH 6,8 sebanyak 200 mL dan disimpan pada suhu 37±0,5°C disertai
pengadukan dengan kecepatan 50 rpm menggunakan magnetic stirrer. Waktu tinggal
in vitro diamati selama 6 jam, pengukuran dimulai dari waktu sediaan buccal film
dilekatkan hingga sediaan terlepas dari jaringan buccal mukosa kambing. Kriteria
yang diinginkan untuk respon waktu tinggal in vitro pada sediaan buccal film
salbutamol sulfat adalah 4-6 jam (Rao et al., 2013).

3.5 Analisis Data


Formula optimum pada sediaan buccal film salbutamol sulfat ditentukan
dengan analisis data menggunakan metode simplex lattice design. Respon yang
digunakan dalam penelitian ini adalah swelling index, kekuatan mucoadhesive dan
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
32

waktu tinggal in vitro mucoadhesive sediaan buccal film salbutamol sulfat. Setelah
didapatkan nilai untuk masing-masing respon, selanjutnya didapatkan persamaan
umum hubungan antara faktor dan respon. Berdasarkan persamaan umum, Y =
B1(A)+B2(B)+B12(A)(B) maka dapat dihitung B1, B2, dan B12 sehingga dapat
diketahui efek faktor terhadap respon serta efek kombinasi faktor terhadap respon.
Hasil perhitungan selanjutnya digunakan untuk memperoleh contour plot antara
ketiga respon dengan menggunakan software Design Expert trial versi 10.0.1.
Berdasarkan hasil dari contour plot dan desirability index, maka dapat diketahui
komposisi optimum kombinasi polimer HPMC dan CMC Na terhadap swelling
index, kekuatan mucoadhesive dan waktu tinggal in vitro mucoadhesive sediaan
buccal film salbutamol sulfat sehingga formula optimum dapat ditentukan. Kriteria
respon yang dikehendaki dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Kriteria respon yang dikehendaki

No Respon Nilai respon yang dikehendaki


1. Kekuatan mucoadhesive > 5 gF
2. Swelling index > 2 setelah 60 menit
3. Waktu tinggal in vitro mucoadhesive 240-360 menit

3.6 Karakterisasi
3.6.1 Fourier Transform Infra Red (FTIR)

Pada sediaan buccal film salbutamol sulfat dilakukan uji FTIR untuk
mengetahui ada tidaknya interaksi antara bahan aktif salbutamol sulfat dengan
polimer yang digunakan. Uji FTIR dilakukan dengan menggunakan alat
spektrofotometer FTIR pada bilangan gelombang 4000-600 cm-¹. Scanning
dilakukan pada masing-masing polimer, salbutamol sulfat murni dan sampel formula
optimum buccal film salbutamol sulfat. Spektra yang dihasilkan oleh masing-masing
sampel selanjutnya dibandingkan dan digunakan untuk melihat ada tidaknya interaksi
pada formula yang diuji. Jika hasil pengujian menunjukkan tidak ada pergeseran pita
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
33

serapan yang signifikan (fluktuasi) pada panjang gelombang salbutamol sulfat, maka
dapat disimpulkan bahwa pada formula yang diuji tidak ada interaksi gugus fungsi
yang dapat mempengaruhi efek terapi salbutamol sulfat (El-Maghraby dan
Abdelzaher, 2015).

3.6.2 Uji Pelepasan Salbutamol Sulfat In vitro

Uji pelepasan obat pada sediaan buccal film salbutamol sulfat dilakukan
menggunakan alat uji disolusi tipe dayung. Medium disolusi yang digunakan adalah
100 mL larutan dapar fosfat pH 6,8 dan uji pelepasan dilakukan pada suhu 37±0,5oC
dengan kecepatan pengadukan 50 rpm. Sediaan buccal film yang mengandung 4 mg
salbutamol sulfat dilekatkan pada slide kaca dengan bantuan sianoakrilat pada satu
sisi. Uji pelepasan dilakukan selama 5 jam dengan pengambilan 5 mL sampel
dilakukan pada menit ke-0, 5, 10, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 150, 180, 210, 240, 270,
dan 300. Jumlah volume sampel yg diambil digantikan dengan medium disolusi
dengan volume yang sama pada tiap pengambilan sampel. Sampel kemudian disaring
dan dianalisis dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang maksimum. Jumlah obat yang dilepaskan pada interval waktu tersebut
dan jumlah kumulatif obat yang dilepaskan dihitung untuk menentukan kurva profil
pelepasan obat (El-Maghraby dan Abdelzaher, 2015).
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
63

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan:


1. Kombinasi komposisi HPMC dan CMC Na yang sama dapat meningkatkan
kekuatan mucoadhesive dan menghasilkan waktu tinggal yang lebih lama
dibandingkan penggunaan polimer kombinasi konsentrasi dominan HPMC
atau CMC Na. Tetapi, kombinasi komposisi dominan CMC Na menghasilkan
swelling index yang tinggi dibandingkan dua formula lainnya.
2. Komposisi kombinasi HPMC dan CMC Na yang memberikan respon optimum
pada sediaan buccal film salbutamol sulfat yaitu HPMC 11,346 mg dan CMC
Na 13,654 mg. Formula yang sudah dioptimasi menghasilkan swelling index
yang tinggi serta waktu tinggal yang lama, namun kekuatan mucoadhesive
yang dihasilkan lebih kecil dari nilai prediksi respon.
3. Uji FTIR pada sediaan buccal film salbutamol sulfat menunjukkan tidak ada
pergeseran gelombang yang signifikan dan profil pelepasan obat menunjukkan
obat lepas > 90% dalam waktu 5 jam.
5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disarankan :


1. Pada pembuatan sediaan, faktor lain harus berhasil dikendalikan agar tidak
mempengaruhi respon yang dihasilkan.
2. Dilakukan optimasi suhu dan waktu pengeringan sediaan buccal film
salbutamol sulfat.
3. Dilakukan uji stabilitas terhadap sediaan buccal film salbutamol sulfat.
4. Dilakukan uji % moisture content untuk mengetahui kadar air dalam sediaan.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
64

DAFTAR PUSTAKA

Abha, D., K. Sheeja dan J. Bhagyashri. 2011. Design and Evaluation of Buccal Film
of Diclofenac Sodium. International Journal of Pharmacy and Biological
Sciences. 1 (1): 17–30.

Ahrens, R. dan G. Smith. 1984. Albuterol: an adrenergic agent for use in the
treatment of asthma pharmacology, pharmacokinetics and clinical use.
Pharmacotherapy. (4): 105–121.

Alexander, A., D. K. Tripathi, T. Verma, J. Maurya dan S. Patel. 2011. Review


article: Mechanism Responsible for Mucoadhesion of Mucoadhesive Drug
Delivery System : A Review. International Journal of Applied Biology and
Pharmaceutical Technology. 2 (1): 434–445.

Arya, R. K., A. Garud, N. K. Jain dan G. Navneet. 2010. Development and


evaluation of mucoadhesive buccal tablets of salbutamol sulphate. International
Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 2 (2): 40–42.

Ansel, H. C., N. G. Popovich dan L. V. Allen. 1989. Ansel’s Pharmaceutical Dosage


Forms and Drug Delivery Systems. Seventh Edition, London: Williams and
Wilkins

Bahri-Njafi, R., N. Tvakoli, M. Senemar, dan M. Peikanpour. 2014. Preparation and


Pharmaceutical Evaluation of Glibenclamide Slow Release Mucoadhesive
Buccal Film. Res. Pharm. Sci.9(3): 213-223.

Behra, A., T. K. Giri, D. K. Tripathi, Ajazuddin dan A. Alexander. 2012. An


exhaustive review on recent advancement in pharmaceutical bioadhesive used
for systemic drug delivery through oral mucosa for achieving maximum
pharmacological response and effect. International Journal of Pharmacology. 8
(5): 285–305.

Bernkop-Schnurch, A. 2013. Thiomers : A New Generation of Mucoadhesive


Polymers. Advanced Drug Delivery Reviews. 5 (2): 1–3.

Bobade, N. N., S. C. Atram, V. P. Wankhade, S. D. Pande dan K. K. Tapar. 2013.


Review Article A Review on Buccal Drug Delivery System. International
Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science Research. 3 (1): 35–40.

Bolton, S. dan C. Bon. 2004. Pharmaceutical Statistics Practical and Clinical.


Applications. 4th edition. New York: Marcel Dekker Inc.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
65

Buang, A. 2006. Pengaruh kadar HPMC 90 SH 4000 SR terhadap pelepasan atenolol


berbasis matrik kombinasi dengan HPMC 90 SH 100 000 SR.

Carvalho, F. C., M. L. Bruschi, R. C. Evangelista dan G. M. P. D. 2010.


Mucoadhesive drug delivery systems. Brazilian Journal of Pharmaceutical
Sciences. 46 (1): 1–18.

Dirjen POM RI. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

El-Maghraby, G. M. dan M. M. Abdelzaher. 2015. Formulation and evaluation of


simvastatin buccal film. Journal of Applied Pharmaceutical Science. 5 (4): 70–
77.

Gandhi, R. B. dan J. R. Robinson. 1994. Oral cavity as a site for bioadhesive drug
delivery 13: 43–74.

Garg, S. dan G. Kumar. 2007. Development and evaluation of a buccal bioadhesive


system for smoking cessation therapy. Pharmazie. 62 (4): 266–272.

Ghodake, P. P., K. M. Karande, R. A. Osmani, R. R. Bhosale, B. R. Harkare dan B.


B. Kale. 2013. Mouth Dissolving Films : Innovative Vehicle for Oral Drug
Delivery. International Journal of Pharma Research & Review. 2 (10): 41–47.

Gilles, P. dan F.A. Ghazali. 1996. "Systemic oral mucosal drug delivery systems and
delivery systems”. Dalam: Rathbone, M.J. (Ed.). Oral Mucosal Drug Delivery.
New York: Marcel Dekker Inc.

Grabovac, V., D. Guggi dan A. Bernkop-Schnürch. 2005. Comparison of the


mucoadhesive properties of various polymers. Advanced Drug Delivery
Reviews. 57 (11): 1713–1723.

Harris, D. dan J. R. Robinson. 1992. Drug delivery via the mucoas membranes of the
oral cavity. Journal of Pharmaceutical Science. 81 (1): 1–10.

Huber, L. 2007. Validation and Qualification in Analytical Laboratories Second


Edition. New York: Informa Healthcare USA.

Kaul, M., S. Saini, A. Rawat dan S. Verma. 2011. An Overview on Buccal Drug
Delivery System. International Journal of Pharmaceutical Sciences and
Research. 2 (6): 1303–1321.

Khairnar, G. A. dan F. J. Sayyad. 2010. Development of buccal drug delivery system


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
66

based on mucoadhesive polymers. International Journal of PharmTech


Research. 2 (1): 719–735.

Kumar, G. P., R. Geethika, T. Anusha, S. Jaweria dan G. Prathyusha. 2014. The


Potential of Statins for Buccal Delivery. Journal of Molecular Pharmaceutics &
Organic Process Research. 02 (01): 1–7.

Lacy, C. F., L. L. Amstrong, M. P. Goldman dan L. L. Lance. 2009. Drug


Information Handbook. 17th Ed. American PHarmacist Association. Lexi-
Comp Inc.

Libretto, S. E. 1994. A review of the toxicology of salbutamol (albuterol). Arch


Toxicol. (68): 213–216.

Lindgren, S., B. Bake dan S. Larsson. 1987. Clinical consequences of inadequate


inhalation technique in asthma therapy. European journal of respiratory
diseases. 70 (2): 93–8.

Madhavi, R., V. S. Murthy, P. R. A dan D. K. Gattu. 2013. Buccal Film Drug


Delivery System-An Innovative and Emerging Technology. Journal of
Molecular Pharmaceutics & Organic Process Research. 1 (3).

Majumder, T., G. R. Biswas dan S. B. Majee. 2016. Hydroxy Propyl Methyl


Cellulose: Different Aspects in Drug Delivery. Journal of Pharmacy and
Pharmacology. 4 (8): 381–385.

Malke, S., S. Shidhaye, J. Desai, V. Kadam, S. Malke, S. Shidhaye, J. Desai, V. K.


Oral, F. Patient, C. Dosage, F. For, P. The dan I. Journal. 2009. Oral Films -
Patient Compliant Dosage Form For Pediatrics 11 (2): 1–7.

Montero-Padilla, S., S. Velaga dan J. O. Morales. 2016. Buccal Dosage Forms:


General Considerations for Pediatric Patients. AAPS PharmSciTech.

Morales, J. O. dan J. T. McConville. 2011. Manufacture and characterization of


mucoadhesive buccal films. European Journal of Pharmaceutics and
Biopharmaceutics. 77 (2): 187–199.

Muzib, Y. I. dan K. S. Kumari. 2011. Mucoadhesive buccal films of glibenclamide :


Development and evaluation 1 (1): 1–6.

NACA. 2008. Inhaler technique in adults with asthma or COPD. National Asthma
Council Australia. South Melbourne.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
67

Prabhu, Prabhakara, R. Malli, M. Koland, K. Vijaynarayana, U. D'Souza, N. M.


Harish, C. S. Shastry, dan R. N. Charyulu. 2011. Formulation and Evaluation
of Fast Dissolving Films of Levocitirizine Dihydrochloride. Int. J. Pharm.
Investig. 1(2): 99-104.

Padsala, K. R., K. Desai dan S. M. V. B. Swamy. 2014. Formulation, evaluation and


optimization of mucoadhesive buccal tablet of simvastatin. An International
Journal of Pharmaceutical Sciences. 5 (2): 55–79.

Patel, P. S., A. M. Parmar, N. S. Doshi, H. V. Patel, R. R. Patel dan C. Nayee. 2013.


Buccal Drug Delivery System: A Review. Int. J. Drug Dev. & Res. 5 (3): 35–
48.

Patel, R. S. dan S. S. Poddar. 2009. Design and characterization of mucoadhesive


buccal patches of salbutamol sulphate. Current Drug Delivery. 6: 140–144.

Patel, V. F., F. Liu dan M. B. Brown. 2011. Advances in oral transmucosal drug
delivery. Journal of Controlled Release. 153 (2): 106–116.

Peh, K. K. dan C. F. Wong. 1999. Polymeric films as vehicle for buccal delivery:
swelling, mechanical, and bioadhesive properties. Journal of pharmacy &
pharmaceutical sciences. 2 (2): 53–61.

Prasanna, R. Indira dan K Uma Sankari. 2012. Design, Evaluation, and in vitro-in
vivo Corellation of Glibenclamide Buccoadhesive Film. Jpi. Vol 2(1): 26-33.

Puratchikody, A., V. V. Prasanth, S. T. Mathew dan B. A. Kumar. 2011.


Development and characterization of mucoadhesive patches of salbutamol
sulfate for unidirectional buccal drug delivery. Acta Pharmaceutica. 61 (2):
157–170.

Rao, N. G. R., B. Shravani dan M. S. Reddy. 2013. Overview on buccal drug


delivery systems. Journal of Pharmaceutical Sciences and Research. 5 (4): 80–
88.

Riyanto. 2014. Validasi dan Verifikasi Metode Uji. Jakarta: CV Budi Utama

Rowe, R., P. Sheskey dan M. Quinn. 2009. Handbook of pharmaceutical excipients,


Sixth edition. London: Pharmaceutical Press.

Salamat-Miller, N., M. Chittchang dan T. P. Johnston. 2005. The use of


mucoadhesive polymers in buccal drug delivery. Advanced Drug Delivery
Reviews. 57 (11): 1666–1691.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
68

Semalty, A., Mona Semalty, dan U. Nautiyal. 2010. Formulation and Evaluation of
Mucoadhesive Buccal Films of Enalapril Maleate. Indian J. Pharm. Sci. 72(5):
571-575.

Shojaei, A. H., R. K. Chang, X. Guo, B. A. Burnside dan R. A. Couch. 2001.


Systemic Drug Delivery via the Buccal Mucosal Route. Pharmaceutical
Technology. (June): 70–81.

Skulason, S., M. S. Asgeirsdottir, J. P. Magnusson dan T. Kristmundsdottir. 2009.


Evaluation of polymeric films for buccal drug delivery. Pharmazie. 64 (3): 197–
201.

Somepalli, N., C. S. Moru, D. B. Gottipati dan V. K. Voruganti. 2013. Formulation


and Evaluation of Buccal Films of Salbutamol Sulphate. Mintage Journal of
Pharmaceutical & Medical Sciences. 2 (3): 37–40.

Squier, C. dan Brogden. Kim A. 2011. Human Oral Mucosa: Development,


Structure, and Function. John Wiley & Sons, Inc

Swarbrick, J. 2007. Encyclopedia of Pharmaceutical Technology. Third Edition.


New York: Informa Healthcare USA, Inc.

Sweetman, S. C. 2007. Martindale The Complete Drug Reference. 36th Ed. London:
Pharmaceutical Press.

Vaughan, D. 2003. Pharmacokinetics of Albuterol and Butorphanol Administered


Intravenously and via a Buccal Patch. Thesis. Texas A&M University

Winarti, L. 2015. Optimasi Kombinasi HPMC dan CMC Na Sebagai Bahan


Pembentuk Film Oral Serta Pengaruh Nanonisasi Terhadap Pelepasan
Piroksikam dari Sediaan Film Oral. Penelitian Dosen Pemula.Universitas
Jember
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
69

LAMPIRAN

A. Tabulasi Hasil Absorbansi Salbutamol Sulfat dalam Dapar Fosfat pH 6,8


pada Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

λ Abs λ Abs λ Abs λ Abs λ Abs


200 1,618 241 0,110 282 0,314 323 0,024 364 0,035
201 1,890 242 0,093 283 0,295 324 0,025 365 0,035
202 2,141 243 0,086 284 0,270 325 0,025 366 0,034
203 2,141 244 0,083 285 0,2345 326 0,026 367 0,034
204 2,296 245 0,079 286 0,203 327 0,026 368 0,033
205 2,294 246 0,078 287 0,172 328 0,026 369 0,033
206 1,867 247 0,079 288 0,142 329 0,027 370 0,032
207 1,637 248 0,082 289 0,110 330 0,029 371 0,032
208 1,464 249 0,085 290 0,086 331 0,028 372 0,030
209 1,381 250 0,089 291 0,070 332 0,030 373 0,030
210 1,328 251 0,093 292 0,058 333 0,031 374 0,030
211 1,297 252 0,096 293 0,046 334 0,031 375 0,029
212 1,297 253 0,101 294 0,040 335 0,031 376 0,028
213 1,306 254 0,105 295 0,035 336 0,032 377 0,027
214 1,320 255 0,113 296 0,031 337 0,032 378 0,027
215 1,337 256 0,121 297 0,030 338 0,032 379 0,027
216 1,359 257 0,129 298 0,028 339 0,034 380 0,025
217 1,384 258 0,137 299 0,027 340 0,034 381 0,024
218 1,409 259 0,146 300 0,026 341 0,035 382 0,023
219 1,430 260 0,156 301 0,025 342 0,035 383 0,023
220 1,453 261 0,166 302 0,023 343 0,035 384 0,022
221 1,474 262 0,179 303 0,023 344 0,036 385 0,022
222 1,497 263 0,193 304 0,022 345 0,037 386 0,021
223 1,512 264 0,206 305 0,021 346 0,037 387 0,019
224 1,520 265 0,220 306 0,021 347 0,038 388 0,019
225 1,514 266 0,236 307 0,021 348 0,039 389 0,018
226 1,490 267 0,253 308 0,020 349 0,037 390 0,018
227 1,441 268 0,266 309 0,021 350 0,039 391 0,017
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
70

228 1,379 269 0,282 310 0,020 351 0,038 392 0,017
229 1,311 270 0,298 311 0,020 352 0,037 393 0,016
230 1,230 271 0,313 312 0,020 353 0,038 394 0,015
231 1,096 272 0,325 313 0,021 354 0,038 395 0,015
232 0,956 273 0,337 314 0,020 355 0,037 396 0,014
233 0,797 274 0,345 315 0,021 356 0,038 397 0,013
234 0,651 275 0,349 316 0,021 357 0,037 398 0,014
235 0,513 276 0,352 317 0,021 358 0,038 399 0,014
236 0,400 277 0,352 318 0,022 359 0,037 400 0,013
237 0,309 278 0,350 319 0,022 360 0,036
238 0,229 279 0,345 320 0,022 361 0,034
239 0,175 280 0,338 321 0,022 362 0,037
240 0.135 281 0,328 322 0,021 363 0,035

B. Hasil Perhitungan Kurva Baku Salbutamol Sulfat dalam Larutan Dapar


Fosfat pH 6,8

 Preparasi larutan induk salbutamol sulfat 200 ppm dan 400 ppm
20 𝑚𝑔
- Menimbang salbutamol sulfat 20 mg : 100 𝑚𝑙 x 1000 = 200 ppm
40 𝑚𝑔
- Menimbang salbutamol sulfat 40 mg : 100 𝑚𝑙 x 1000 = 400 ppm

 Pengenceran larutan kurva baku salbutamol sulfat


5 𝑚𝑙
- Konsentrasi 40 ppm : 50 𝑚𝑙 x 200 ppm = 40 ppm
3 𝑚𝑙
- Konsentrasi 50 ppm : 25 𝑚𝑙 x 400 ppm = 48 ppm
3 𝑚𝑙
- Konsentrasi 60 ppm : 10 𝑚𝑙 x 200 ppm = 60 ppm
5 𝑚𝑙
- Konsentrasi 80 ppm : 25 𝑚𝑙 x 400 ppm = 80 ppm
5 𝑚𝑙
- Konsentrasi 100 ppm : 10 𝑚𝑙 x 200 ppm = 100 ppm
3 𝑚𝑙
- Konsentrasi 120 ppm : 10 𝑚𝑙 x 400 ppm = 120 ppm
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
71

 Kurva baku salbutamol sulfat dalam larutan dapar fosfat pH 6,8

Konsentrasi standar (ppm) Absorbansi


40 0,233
48 0,275
60 0,346
80 0,461
100 0,562
120 0,702

Persamaan regresi : y = 0,00578 – 0,00147


Koefisien korelasi = 0,9990
 Uji Linieritas menggunakan software validation methode of analysis
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
72

C. Tabulasi Hasil Penentuan Kadar Salbutamol Sulfat

Persamaan regresi penetapan kadar salbutamol sulfat sediaan


𝑦 = 0,00578. 𝑥  0,00147
Kadar salbutamol sulfat secara teoritis :
Menimbang salbutamol sulfat 4 mg pada titik tengah (60 ppm)
4 𝑚𝑔
= 10 𝑚𝐿 × 1000 𝑝𝑝𝑚 = 400 𝑝𝑝𝑚.
1,5 𝑚𝐿
Pengenceran = 10 𝑚𝐿 × 400 𝑝𝑝𝑚 = 60 𝑝𝑝𝑚

a) Tabulasi Hasil Penentuan Kadar Salbutamol Sulfat dari Film Formula 1

Replikasi Absorbansi Kadar (ppm) Recovery (%)


1 0,331 57,520 95,736
2 0,358 62,192 103,295
3 0,326 56,656 94,230
Rata-rata ± SD 97,754 ± 4,858
CV 4,969

 Perhitungan
 Replikasi 1
57,520 𝑝𝑝𝑚
% 𝑅𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = × 100% = 95,736 %
60,083 𝑝𝑝𝑚
 Replikasi 2
62 ,192 𝑝𝑝𝑚
% 𝑅𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = × 100% = 103,295 %
60,208 𝑝𝑝𝑚
 Replikasi 3
56,656 𝑝𝑝𝑚
% 𝑅𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = × 100% = 94,230 %
60,125 𝑝𝑝𝑚

b) Tabulasi Hasil Penentuan Recovery Salbutamol Sulfat dari Film Formula 2

Replikasi Absorbansi Kadar (ppm) Recovery (%)


1 0,316 54,926 91,416
2 0,312 54,234 90,264
3 0,300 52,157 86,748
Rata-rata ± SD 89,476 ± 2,432
CV 2,718
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
73

 Perhitungan
 Replikasi 1
54,926 𝑝𝑝𝑚
% 𝑅𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = × 100% = 91,416 %
60,083 𝑝𝑝𝑚
 Replikasi 2
54,234 𝑝𝑝𝑚
% 𝑅𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = × 100% = 90,264 %
60,083 𝑝𝑝𝑚
 Replikasi 3
52,157 𝑝𝑝𝑚
% 𝑅𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = × 100% = 86,748 %
60,125 𝑝𝑝𝑚

c) Tabulasi Hasil Penentuan Recovery Salbutamol sulfat dari Film Formula 3

Replikasi Absorbansi Kadar (ppm) Recovery (%)


1 0,356 61,846 102,721
2 0,341 59,251 98,546
3 0,331 57,520 95,736
Rata-rata ± SD 99,001 ± 3,515
CV 3,550

 Perhitungan
- Replikasi 1
61,846 𝑝𝑝𝑚
% 𝑅𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = × 100% = 102,721 %
60,208 𝑝𝑝𝑚
- Replikasi 2
59,251 𝑝𝑝𝑚
% 𝑅𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = × 100% = 98,546 %
60,125 𝑝𝑝𝑚
- Replikasi 3
57,520 𝑝𝑝𝑚
% 𝑅𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = × 100% = 95,736 %
60,083 𝑝𝑝𝑚

D. Tabulasi Hasil Pengujian Swelling Index


𝑊𝑡 − 𝑊0
𝑆𝑤𝑒𝑙𝑙𝑖𝑛𝑔 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑥 𝑆𝐼 =
𝑊0
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
74

Keterangan :
Wt = berat film pada waktu ke-t
W0 = berat film awal
a) Tabulasi Hasil Pengujian Swelling Index Formula 1

t ke- (menit) Swelling Index


Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
5 1,249 1,304 1,314
10 1,918 1,981 2,197
15 2,562 2,645 2,937
30 3,229 3,396 3,351
60 3,448 3,748 3,371
Rata-rata setelah
3,522
menit ke-60
SD 0,199

Perhitungan:
Replikasi 1
W0 = 0,0573 g
t ke-5 menit
0,1289 − 0,0573
𝑆𝐼 = = 1,249
0,0573
t ke-10 menit
0,1672 − 0,0573
𝑆𝐼 = = 1,918
0,0573
t ke-15 menit
0,2041 − 0,0573
𝑆𝐼 = = 2,562
0,0573
t ke-30 menit
0,2423 − 0,0573
𝑆𝐼 = = 3,229
0,0573
t ke-60 menit
0,2549 − 0,0573
𝑆𝐼 = = 3,448
0,0573
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
75

Replikasi 2
W0 = 0,0583 g
t ke-5 menit
0,1343 − 0,0583
𝑆𝐼 = = 1,304
0,0583
t ke-10 menit
0,1738 − 0,0583
𝑆𝐼 = = 1,981
0,0583
t ke-15 menit
0,2125 − 0,0583
𝑆𝐼 = = 2,645
0,0583
t ke-30 menit
0,2563 − 0,0583
𝑆𝐼 = = 3,396
0,0583
t ke-60 menit
0,2768 − 0,0583
𝑆𝐼 = = 3,748
0,0583

Replikasi 3
W0 = 0,0569 g
t ke-5 menit
0,1317 − 0,0569
𝑆𝐼 = = 1,314
0,0569
t ke-10 menit
0,1819 − 0,0569
𝑆𝐼 = = 2,197
0,0569
t ke-15 menit
0,2240 − 0,0569
𝑆𝐼 = = 2,937
0,0569
t ke-30 menit
0,2476 − 0,0569
𝑆𝐼 = = 3,351
0,0569
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
76

t ke-60 menit
0,2487 − 0,0569
𝑆𝐼 = = 3,371
0,0569

b) Tabulasi Hasil Pengujian Swelling Index Formula 2

t ke- (menit) Swelling Index


Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
5 1,807 1,403 1,753
10 2,342 2,046 2,515
15 3,210 2,688 3,227
30 3,784 3,456 3,670
60 3,942 3,782 4,119
Rata-rata setelah
3,948
menit ke-60
SD 0,168

Perhitungan:
Replikasi 1
W0 = 0,0538 g
t ke-5 menit
0,1510 − 0,0538
𝑆𝐼 = = 1,807
0,0538
t ke-10 menit
0,1798 − 0,0538
𝑆𝐼 = = 2,342
0,0538
t ke-15 menit
0,2265 − 0,0538
𝑆𝐼 = = 3,210
0,0538
t ke-30 menit
0,2574 − 0,0538
𝑆𝐼 = = 3,784
0,0538
t ke-60 menit
0,2659 − 0,0538
𝑆𝐼 = = 3,942
0,0538
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
77

Replikasi 2
W0 = 0,0529 g
t ke-5 menit
0,1271 − 0,0529
𝑆𝐼 = = 1,403
0,0529
t ke-10 menit
0,1600 − 0,0529
𝑆𝐼 = = 2,046
0,0529
t ke-15 menit
0,1951 − 0,0529
𝑆𝐼 = = 2,688
0,0529
t ke-30 menit
0,2357 − 0,0529
𝑆𝐼 = = 3,456
0,0529
t ke-60 menit
0,253 − 0,0529
𝑆𝐼 = = 3,782
0,0529

Replikasi 3
W0 = 0,0546 g
t ke-5 menit
0,1503 − 0,0546
𝑆𝐼 = = 1,753
0,0546
t ke-10 menit
0,1919 − 0,0546
𝑆𝐼 = = 2,515
0,0546
t ke-15 menit
0,2308 − 0,0546
𝑆𝐼 = = 3,227
0,0546
t ke-30 menit
0,2550 − 0,0546
𝑆𝐼 = = 3,670
0,0546
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
78

t ke-60 menit
0,2795 − 0,0546
𝑆𝐼 = = 4,119
0,0546

c) Tabulasi Hasil Pengujian Swelling Index Formula 3

t ke- (menit) Swelling Index


Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
5 0,976 1,401 1,553
10 2,058 2,299 2,660
15 2,839 3,166 3,176
30 3,420 3,646 3,708
60 3,961 4,099 4,616
Rata-rata setelah
4,225
menit ke-60
SD 0,345

Perhitungan:
Replikasi 1
W0 = 0,0721 g
t ke-5 menit
0,1425 − 0,0721
𝑆𝐼 = = 0,976
0,0721
t ke-10 menit
0,2205 − 0,0721
𝑆𝐼 = = 2,058
0,0721
t ke-15 menit
0,2768 − 0,0721
𝑆𝐼 = = 2,839
0,0721
t ke-30 menit
0,3187 − 0,0721
𝑆𝐼 = = 3,420
0,0721
t ke-60 menit
0,3577 − 0,0721
𝑆𝐼 = = 3,961
0,0721
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
79

Replikasi 2
W0 = 0,0709 g
t ke-5 menit
0,1702 − 0,0709
𝑆𝐼 = = 1,401
0,0709
t ke-10 menit
0,2339 − 0,0709
𝑆𝐼 = = 2,299
0,0709
t ke-15 menit
0,2954 − 0,0709
𝑆𝐼 = = 3,166
0,0709
t ke-30 menit
0,3294 − 0,0709
𝑆𝐼 = = 3,646
0,0709
t ke-60 menit
0,3615 − 0,0709
𝑆𝐼 = = 4,099
0,0709

Replikasi 3
W0 = 0,0729 g
t ke-5 menit
0,1861 − 0,0729
𝑆𝐼 = = 1,553
0,0729
t ke-10 menit
0,2668 − 0,0729
𝑆𝐼 = = 2,660
0,0729
t ke-15 menit
0,3044 − 0,0729
𝑆𝐼 = = 3,176
0,0729
t ke-30 menit
0,3432 − 0,0729
𝑆𝐼 = = 3,708
0,0729
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
80

t ke-60 menit
0,4094 − 0,0729
𝑆𝐼 = = 4,616
0,0729

E. Tabulasi hasil uji % pelepasan pada formula optimum buccal film


salbutamol sulfat

(% Pelepasan Obat)
Waktu (menit)
R1 R2 R3
0 0 0 0
5 1,498 4,095 3,643
10 3,720 15,531 9,880
15 15,156 20,175 12,101
30 21,074 22,871 16,542
45 28,115 32,559 24,651
60 38,502 34,906 30,963
90 42,422 40,230 40,559
120 45,593 47,640 44,951
150 61,773 65,393 55,083
180 73,059 69,688 61,309
210 78,726 77,303 72,046
240 85,818 82,996 75,855
270 90,512 88,814 81,865
300 95,705 93,458 88,458
Rata-rata ± SD 92,540 ± 3,710
CV 4,009

Rumus koreksi Wurster

𝑉𝑠 𝑛−1
𝑄𝑛 =Cn + 𝑡=0 𝐶𝑛
𝑉𝑚
Keterangan:
Qn = Jumlah obat terdisolusi pada waktu n (mg)
Vm = volume medium disolusi (mL)
Cn = konsentrasi obat terdisolusi pada waktu n (ppm)
Vs = volume pengambilan sampel (mL)
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
81

Contoh perhitungan % pelepasan:

t = 5 menit  absorbansi = 0,002

Y = 0,00578x + (-0,00147)

0,002 = 0,00578x + (-0,00147)

x = 0,600 ppm
5 µ𝑔
Cn = 0,600 + 100 x 0 = 0,600 ppm = 0,600 𝑚𝐿

µ𝑔
Qn = 0,600 𝑚𝐿 x 100 mL = 60 µ𝑔 = 0,06 mg

𝑄𝑛
% pelepasan = 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 x 100%

0,06 𝑚𝑔
% pelepasan = x 100% = 1,498 %
4,005

t = 10 menit  absorbansi = 0,007


Y = 0,00578x + (-0,00147)

0,007 = 0,00578x + (-0,00147)

x = 1,465 ppm
5 µ𝑔
Cn = 1,465 + 100 x (0 + 0,600) = 1,495 ppm = 1,495 𝑚𝐿

µ𝑔
Qn = 1,495 𝑚𝐿 x 100 mL = 149,5 µ𝑔 = 0,149 mg

𝑄𝑛
% pelepasan = 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 x 100%

0,149 𝑚𝑔
% pelepasan = x 100% = 3,720 %
4,005
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
82

F. Hasil analisis statistik menggunakan SPSS 16.0.

 Swelling index

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

FORMULA Statistic df Sig. Statistic df Sig.


SwellingIndex Formula 1 .312 3 . .896 3 .371
Formula 2 .180 3 . .999 3 .944
Formula 3 .309 3 . .900 3 .384

Multiple Comparisons
SwellingIndex
LSD
95% Confidence Interval
Mean Difference Upper
(I) FORMULA (J) FORMULA (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Bound
Formula 1 Formula 2 -.425333 .204026 .082 -.92457 .07390
*
Formula 3 -.703000 .204026 .014 -1.20223 -.20377
Formula 2 Formula 1 .425333 .204026 .082 -.07390 .92457
Formula 3 -.277667 .204026 .222 -.77690 .22157
Formula 3 Formula 1 .703000* .204026 .014 .20377 1.20223
Formula 2 .277667 .204026 .222 -.22157 .77690
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

ANOVA
SwellingIndex
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between
.752 2 .376 6.024 .037
Groups
Within Groups .375 6 .062
Total 1.127 8
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
83

 Kekuatan mucoadhesive

Tests of Normality

a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

FORMULA Statistic df Sig. Statistic df Sig.


Mucoadhesive Formula 1 .204 3 . .993 3 .843
Formula 2 .223 3 . .985 3 .765
Formula 3 .354 3 . .821 3 .165

Multiple Comparisons
Mucoadhesive
LSD
95% Confidence Interval
Mean Difference
(I) FORMULA (J) FORMULA (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
*
Formula 1 Formula 2 -32.0333 2.7206 .000 -38.690 -25.376
*
Formula 3 -8.7667 2.7206 .018 -15.424 -2.110
Formula 2 Formula 1 32.0333* 2.7206 .000 25.376 38.690
Formula 3 23.2667* 2.7206 .000 16.610 29.924
Formula 3 Formula 1 8.7667* 2.7206 .018 2.110 15.424
*
Formula 2 -23.2667 2.7206 .000 -29.924 -16.610
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

ANOVA
Mucoadhesive
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1644.327 2 822.163 74.054 .000
Within Groups 66.613 6 11.102
Total 1710.940 8
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
84

 Waktu tinggal in vitro

Tests of Normality

a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

FORMULA Statistic df Sig. Statistic Df Sig.


WaktuTinggal Formula 1 .232 3 . .980 3 .726
Formula 2 .219 3 . .987 3 .780
Formula 3 .253 3 . .964 3 .637

Multiple Comparisons
WaktuTinggal
LSD
95% Confidence Interval
Mean Difference
(I) FORMULA (J) FORMULA (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Formula 1 Formula 2 -23.0000* 4.7140 .003 -34.535 -11.465
*
Formula 3 -16.3333 4.7140 .013 -27.868 -4.798
*
Formula 2 Formula 1 23.0000 4.7140 .003 11.465 34.535
Formula 3 6.6667 4.7140 .207 -4.868 18.202
*
Formula 3 Formula 1 16.3333 4.7140 .013 4.798 27.868
Formula 2 -6.6667 4.7140 .207 -18.202 4.868
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

ANOVA
WaktuTinggal
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 840.222 2 420.111 12.603 .007
Within Groups 200.000 6 33.333
Total 1040.222 8
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
85

G. Hasil analisis data penentuan formula optimum menggunakan software


Design Expert trial versi 10.0.01
a. Hasil analisis respon swelling index
Summary (detailed tables shown below)
Sequential Lack of Fit Adjusted Predicted
Source p-value p-value R-Squared R-Squared
Linear 0.0080 0.6906 0.6090 0.3811 Suggested
Quadratic 0.6906 0.5567 0.2520
Cubic Aliased

Sequential Model Sum of Squares [Type I]


Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Prob > F
Mean vs Total 136.78 1 136.78
Linear vs Mean 0.74 1 0.74 13.46 0.0080 Suggested
Quadratic vs Linear 0.011 1 0.011 0.17 0.6906
Cubic vs Quadratic 0.000 0 Aliased
Residual 0.37 6 0.062
Total 137.91 9 15.32

Lack of Fit Tests


Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Prob > F
Linear 0.011 1 0.011 0.17 0.6906 Suggested
Quadratic 0.000 0
Cubic 0.000 0 Aliased
Pure Error 0.37 6 0.062

Model Summary Statistics


Std. Adjusted Predicted
Source Dev. R-Squared R-Squared R-Squared PRESS
Linear 0.23 0.6579 0.6090 0.3811 0.70 Suggested
Quadratic 0.25 0.6675 0.5567 0.2520 0.84
Cubic + Aliased
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
86

ANOVA for Quadratic Mixture model


*** Mixture Component Coding is L_Pseudo. ***
Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III]
Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Prob > F
significan
Model 0.75 2 0.38 6.02 0.0367
t
1
Linear Mixture 0.74 1 0.74 11.87 0.0137
AB 0.011 1 0.011 0.17 0.6906
Pure Error 0.37 6 0.062
Cor Total 1.13 8
The Model F-value of 6.02 implies the model is significant. There is only a 3.67%
chance that an F-value this large could occur due to noise. Values of "Prob > F" less
than 0.0500 indicate model terms are significant. In this case A, B are significant
model terms.Values greater than 0.1000 indicate the model terms are not significant.
If there are many insignificant model terms (not counting those required to support
hierarchy), model reduction may improve your model.

Std. Dev. 0.25 R-Squared 0.6675


Mean 3.90 Adj R-Squared 0.5567
C.V. % 6.41 Pred R-Squared 0.2520
PRESS 0.84 Adeq Precision 4.873
-2 Log Likelihood -3.07 BIC 1.32
AICc 2.93
The "Pred R-Squared" of 0.2520 is not as close to the "Adj R-Squared" of 0.5567 as
one might normally expect; i.e. the difference is more than 0.2. This may indicate a
large block effect or a possible problem with your model and/or data. Things to
consider are model reduction, response transformation, outliers, etc. All empirical
models should be tested by doing confirmation runs. "Adeq Precision" measures the
signal to noise ratio. A ratio greater than 4 is desirable. Your ratio of 4.873 indicates
an adequate signal. This model can be used to navigate the design space.

Coefficient Standard 95% CI 95% CI


Component Estimate df Error Low High VIF
A-HPMC 3.52 1 0.14 3.17 3.88 1.25
B-CMC Na 4.23 1 0.14 3.87 4.58 1.25
AB 0.30 1 0.71 -1.43 2.02 1.50
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
87

Final Equation in Terms of L_Pseudo Components:


Swelling Index =
+3.52 * A
+4.23 * B
+0.30 * AB

The equation in terms of coded factors can be used to make predictions about the
response for given levels of each factor. By default, the high levels of the factors are
coded as +1 and the low levels of the factors are coded as -1. The coded equation is
useful for identifying the relative impact of the factors by comparing the factor
coefficients.

Final Equation in Terms of Real Components:


Swelling Index =
+3.15674 * HPMC
+4.32841 * CMC Na
+0.82037 * HPMC * CMC Na

The equation in terms of actual factors can be used to make predictions about the
response for given levels of each factor. Here, the levels should be specified in the
original units for each factor. This equation should not be used to determine the
relative impact of each factor because the coefficients are scaled to accommodate the
units of each factor and the intercept is not at the center of the design space.

Final Equation in Terms of Actual Components:


Swelling Index =
+0.12627 * HPMC
+0.17314 * CMC Na
+1.31259E-003 * HPMC * CMC Na

The equation in terms of actual factors can be used to make predictions about the
response for given levels of each factor. Here, the levels should be specified in the
original units for each factor. This equation should not be used to determine the
relative impact of each factor because the coefficients are scaled to accommodate the
units of each factor and the intercept is not at the center of the design space.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
88

b. Hasil Analisis Respon Kekuatan Mucoadhesive

Summary (detailed tables shown below)


Sequential Lack of Fit Adjusted Predicted
Source p-value p-value R-Squared R-Squared
Linear 0.5000 < 0.0001 -0.0659 -0.3756
Quadratic < 0.0001 0.9481 0.9124 Suggested
Cubic Aliased

Sequential Model Sum of Squares [Type I]


Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Prob > F
Mean vs Total 8244.64 1 8244.64
Linear vs Mean 115.28 1 115.28 0.51 0.5000
Quadratic vs Linear 1529.05 1 1529.05 137.72 < 0.0001 Suggested
Cubic vs Quadratic 0.000 0 Aliased
Residual 66.61 6 11.10
Total 9955.58 9 1106.18

Lack of Fit Tests


Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Prob > F
Linear 1529.05 1 1529.05 137.72 < 0.0001
Quadratic 0.000 0 Suggested
Cubic 0.000 0 Aliased
Pure Error 66.61 6 11.10

Model Summary Statistics


Std. Adjusted Predicted
Source Dev. R-Squared R-Squared R-Squared PRESS
Linear 15.10 0.0674 -0.0659 -0.3756 2353.49
Quadratic 3.33 0.9611 0.9481 0.9124 149.88 Suggested
Cubic + Aliased
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
89

ANOVA for Quadratic Mixture model


*** Mixture Component Coding is L_Pseudo. ***
Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III]
Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Prob > F
Model 1644.33 2 822.16 74.05 < 0.0001 significant
1
Linear Mixture 115.28 1 115.28 10.38 0.0181
AB 1529.05 1 1529.05 137.72 < 0.0001
Pure Error 66.61 6 11.10
Cor Total 1710.94 8

The Model F-value of 74.05 implies the model is significant. There is only a 0.01%
chance that an F-value this large could occur due to noise. Values of "Prob > F" less
than 0.0500 indicate model terms are significant. In this case A, B, AB are
significant model terms. Values greater than 0.1000 indicate the model terms are not
significant. If there are many insignificant model terms (not counting those required
to support hierarchy), model reduction may improve your model.

Std. Dev. 3.33 R-Squared 0.9611


Mean 30.27 Adj R-Squared 0.9481
C.V. % 11.01 Pred R-Squared 0.9124
PRESS 149.88 Adeq Precision 16.652
-2 Log Likelihood 43.56 BIC 47.95
AICc 49.56

The "Pred R-Squared" of 0.9124 is in reasonable agreement with the "Adj R-


Squared" of 0.9481; i.e. the difference is less than 0.2. "Adeq Precision" measures
the signal to noise ratio. A ratio greater than 4 is desirable. Your ratio of 16.652
indicates an adequate signal. This model can be used to navigate the design space.

Coefficient Standard 95% CI 95% CI


Component Estimate df Error Low High VIF
A-HPMC 16.67 1 1.92 11.96 21.37 1.25
B-CMC Na 25.43 1 1.92 20.73 30.14 1.25
AB 110.60 1 9.42 87.54 133.66 1.50
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
90

Final Equation in Terms of L_Pseudo Components:


Kekuatan Mucoadhesive =
+16.67 *A
+25.43 *B
+110.60 * AB

The equation in terms of coded factors can be used to make predictions about the
response for given levels of each factor. By default, the high levels of the factors are
coded as +1 and the low levels of the factors are coded as -1. The coded equation is
useful for identifying the relative impact of the factors by comparing the factor
coefficients.

Final Equation in Terms of Real Components:


Kekuatan Mucoadhesive =
-35.41111 * HPMC
-20.80000 * CMC Na
+307.22222 * HPMC * CMC Na

The equation in terms of actual factors can be used to make predictions about the
response for given levels of each factor. Here, the levels should be specified in the
original units for each factor. This equation should not be used to determine the
relative impact of each factor because the coefficients are scaled to accommodate the
units of each factor and the intercept is not at the center of the design space.

Final Equation in Terms of Actual Components:


Kekuatan Mucoadhesive =
-1.41644 * HPMC
-0.83200 * CMC Na
+0.49156 * HPMC * CMC Na

The equation in terms of actual factors can be used to make predictions about the
response for given levels of each factor. Here, the levels should be specified in the
original units for each factor. This equation should not be used to determine the
relative impact of each factor because the coefficients are scaled to accommodate the
units of each factor and the intercept is not at the center of the design space.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
91

c.Hasil Analisis Respon Waktu Tinggal In Vitro

Summary (detailed tables shown below)


Sequential Lack of Fit Adjusted Predicted
Source p-value p-value R-Squared R-Squared
Linear 0.0459 0.0019 0.3784 0.1801
Quadratic 0.0019 0.8705 0.7814 Suggested
Cubic Aliased

Sequential Model Sum of Squares [Type I]


Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Prob > F
Mean vs Total 7.604E+005 1 7.604E+005
Linear vs Mean 522.67 1 522.67 5.87 0.0459
Quadratic vs Linear 512.00 1 512.00 27.59 0.0019 Suggested
Cubic vs Quadratic 0.000 0 Aliased
Residual 111.33 6 18.56
Total 7.615E+005 9 84614.44

Lack of Fit Tests


Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Prob > F
Linear 512.00 1 512.00 27.59 0.0019
Quadratic 0.000 0 Suggested
Cubic 0.000 0 Aliased
Pure Error 111.33 6 18.56

Model Summary Statistics


Std. Adjusted Predicted
Source Dev. R-Squared R-Squared R-Squared PRESS
Linear 9.44 0.4561 0.3784 0.1801 939.63
Quadratic 4.31 0.9029 0.8705 0.7814 250.50 Suggested
Cubic + Aliased
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
92

ANOVA for Quadratic Mixture model


*** Mixture Component Coding is L_Pseudo. ***
Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III]
Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Prob > F
significan
Model 1034.67 2 517.33 27.88 0.0009
t
1
Linear Mixture 522.67 1 522.67 28.17 0.0018
AB 512.00 1 512.00 27.59 0.0019
Pure Error 111.33 6 18.56
Cor Total 1146.00 8

The Model F-value of 27.88 implies the model is significant. There is only a 0.09%
chance that an F-value this large could occur due to noise. Values of "Prob > F" less
than 0.0500 indicate model terms are significant. In this case A, B, AB are
significant model terms. Values greater than 0.1000 indicate the model terms are not
significant. If there are many insignificant model terms (not counting those required
to support hierarchy), model reduction may improve your model.

Std. Dev. 4.31 R-Squared 0.9029


Mean 290.67 Adj R-Squared 0.8705
C.V. % 1.48 Pred R-Squared 0.7814
PRESS 250.50 Adeq Precision 10.186
-2 Log Likelihood 48.18 BIC 52.57
AICc 54.18

The "Pred R-Squared" of 0.7814 is in reasonable agreement with the "Adj R-


Squared" of 0.8705; i.e. the difference is less than 0.2. "Adeq Precision" measures
the signal to noise ratio. A ratio greater than 4 is desirable. Your ratio of 10.186
indicates an adequate signal. This model can be used to navigate the design space.

Coefficient Standard 95% CI 95% CI


Component Estimate df Error Low High VIF
A-HPMC 276.00 1 2.49 269.91 282.09 1.25
B-CMC Na 294.67 1 2.49 288.58 300.75 1.25
AB 64.00 1 12.18 34.19 93.81 1.50
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
93

Final Equation in Terms of L_Pseudo Components:


Waktu Tinggal =
+276.00 * A
+294.67 * B
+64.00 * AB

Final Equation in Terms of Real Components:


Waktu Tinggal =
+241.33333 * HPMC
+272.44444 * CMC Na
+177.77778 * HPMC * CMC Na
The equation in terms of actual factors can be used to make predictions about the
response for given levels of each factor. Here, the levels should be specified in the
original units for each factor. This equation should not be used to determine the
relative impact of each factor because the coefficients are scaled to accommodate the
units of each factor and the intercept is not at the center of the design space.

Final Equation in Terms of Actual Components:


Waktu Tinggal =
+9.65333 * HPMC
+10.89778 * CMC Na
+0.28444 * HPMC * CMC Na
The equation in terms of actual factors can be used to make predictions about the
response for given levels of each factor. Here, the levels should be specified in the
original units for each factor. This equation should not be used to determine the
relative impact of each factor because the coefficients are scaled to accommodate the
units of each factor and the intercept is not at the center of the design space.

Lower Upper Lower Upper


Name Goal Limit Limit Weight Weight Importance
A:HPMC is in range 5 20 1 1 3
B:CMC Na is in range 5 20 1 1 3
Kekuatan Mucoadhesive maximize 5 53.9 1 1 5
Swelling Index maximize 2 4 1 1 3
Waktu Tinggal maximize 240 360 1 1 3
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
94

CMC Kekuatan Swelling Waktu


Number HPMC Desirability
Na Mucoadhesive Index Tinggal
1 11.346 13.654 48.720 4.000 302.391 0.795 Selected

H. Hasil Uji T menggunakan SPSS

a. Swelling index

Group Statistics

Formula optimum N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Hasil uji verifikasi Formula verifikasi 3 3.9853 .31921 .18430

Formula prediksi 3 4.0000 .00000 .00000

Independent Samples Test


Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of
Sig. (2- Mean Std. Error the Difference
F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper
Hasil uji Equal
verifikasi variances 4.534 .100 -.080 4 .940 -.01467 .18430 -.52635 .49702
assumed
Equal
variances not -.080 2.000 .944 -.01467 .18430 -.80763 .77829
assumed

b. Kekuatan mucoadhesive

Group Statistics

Formula optimum N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Hasil uji verifikasi Formula verifikasi 3 36.1000 4.77598 2.75741

Formula prediksi 3 48.7200 .00000 .00000


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
95

Independent Samples Test


Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of
the Difference
Sig. (2- Mean Std. Error
F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper
Hasil uji Equal
verifikasi variances 15.259 .017 -4.577 4 .010 -12.62000 2.75741 -20.27581 -4.96419
assumed
Equal
variances -4.577 2.000 .045 -12.62000 2.75741 -24.48420 -.75580
not assumed

c. Waktu tinggal in vitro

Group Statistics

Formula optimum N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Hasil uji verifikasi Formula verifikasi 3 300.0000 9.53939 5.50757

Formula prediksi 3 302.3910 .00000 .00000

Independent Samples Test


Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval
of the Difference
Sig. (2- Mean Std. Error
F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper
Hasil uji Equal variances
5.479 .079 -.434 4 .687 -2.39100 5.50757 -17.68247 12.90047
verifikasi assumed
Equal variances
-.434 2.000 .707 -2.39100 5.50757 -26.08816 21.30616
not assumed
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

DOKUMENTASI PENELITIAN d. Uji penentuan kadar

a. Uji keseragaman bobot

e. Uji swelling index


b. Uji keseragaman ketebalan

c. Uji pH permukaan f. Uji kekuatan mucoadhesive


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

g. Data uji kekuatan mucoadhesive

 F1

 F2

 F3
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
98

h. Uji waktu tinggal in-vitro

i. Uji FTIR

j. Uji % pelepasan obat dari sediaan buccal film salbutamol sulfat


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
99

k. Certificate of Analysis Salbutamol Sulfat

Anda mungkin juga menyukai