Teknik Aseptis
Uji Sterilitas
F EBI IS HFAHANI
Steril
2
Cara Fisika :
1. Pemanasan
2. Penyaringan (Filtrasi)
3. Radiasi pengion
Cara Kimia:
1. Aliran Gas
2. Desinfektan
Alat: Autoklaf
Paling efektif dan memberikan hasil
memuaskan
Tekanan berlebih dari uap air menaikkan
suhu di atas 1000C .
Uap air jenuh suhu 1210C mematikan
m.o vegetatif dalam 1-2 menit dan
mematikan semua spora bakteri tahan
asam.
Efektifitas sterilisasi tergantung :
Suhu yang tinggi
Banyaknya panas laten
Kemampuan mengadakan kondensasi
Penurunan volume uap air saat terjadi
kondensasi
UDARA KERING
7
Sterilisasi dilakukan
dalam ruang/chamber
sterilisasi
udara 14
pernapasan
tangan
pakaian
rambut
permukaan kerja
peralatan
Apa yg harus di sterilisasi dalam proses
aseptic? 15
media biakan
cairan atau pelarut
pereaksi
wadah
peralatan
Teknik Aspetik secara Umum
16
1. Lakukan desinfeksi area kerja sebelum kerja untuk
mengurangi potensi kontaminasi pada permukaan
meja kerja
Lakukan desinfeksi kembali setelah selesai kerja
untuk melindungi yang lain dari kontaminasi
Teknik Aspetik secara Umum
17
2. Pijarkan alat inokulasi (jarum ose) sebelum dan
sesudah mentransfer bakteri
Jangan simpan ose di permukaan meja jika tidak
yakin ose tersebut sudah dipijar. (Jika ragu, pijarkan
dahulu)
Teknik Aspetik secara Umum
18
2. Pijarkan alat inokulasi (jarum ose) sebelum dan
sesudah mentransfer bakteri
Jangan simpan ose di permukaan meja jika tidak
yakin ose tersebut sudah dipijar. (Jika ragu, pijarkan
dahulu)
Teknik Aspetik secara Umum
19
3. Pijarkan bagian mulut tabung reaksi atau alat
gelas yang terbuka sebelum mengambil
bakteri dari alat tersebut, dan pijar juga
setelahnya
dengan Katalis
Enzim
pada
manusia
Pencernaan karbohidrat
Kerja amilase
Enzim amilase mengkatalisis
pemecahan pati menjadi
gula
Sumber Amilase
• Tanaman
• Hewan
• Mikroba
Tanaman mengandung Amilum
Subtrat produksi amilase mikroba
Isolasi Mikroba Penghasil Enzim Amilase
Stok
Isolasi Mikroba Penghasil Enzim Amilase
+
9 Tabung
9 mL air steril
Isolasi Mikroba Penghasil Enzim Amilase
NA + Pati
Isolasi Mikroba Penghasil Enzim Amilase
Isolasi Mikroba Penghasil Enzim Amilase
Inkubasi
48 sd 72 jam
teteskan
Lugol (Iodine)
Isolasi Mikroba Penghasil Enzim Amilase
teteskan
Lugol (Iodine)
Isolasi Mikroba Penghasil Enzim Amilase
teteskan
Lugol (Iodine)
Disentrifugasi
Supernatan diambil
mengandung
Pelet Sel dibuang enzim amilase
sel bakteri
+ Amonium Sulfat
Amilase mengendap
Ambil endapan dg sentrifugasi
+ Buffer Posfat
Febi Ishfahani
Fungsi pewarnaan
• Memberi warna pada sel-sel atau bagian- bagian lain,
sehingga menambah daya kontras dan tampak jelas
• Menunjukkan struktur sel
• Menunjukkan distribusi dan susunan kimia sel
• Membedakan mikroba satu dengan lainnya
Cara pembuatan sediaan
Pewarnaan Negatif
• Agar struktur bisa diwarnai, harus memiliki
afinitas tinggi terhadap pewarna.
• pewarnaan negatif = struktur tdk berwarna yg
lain berwarna
• Contoh yg tdk terwarnai adalah kapsul bakteri
• Kapsul mengandung polisakarida tertentu yang
melapisi bakteri
Pewarnaan Negatif
• Sifat fisika: molekul zat warna > pori bakteri
• Sifat kimia: muata bakteri dan zat warna sama
(negatif)
Pewarnaan Negatif vs Positif
Bakteri Gram Positif
• Lapisan tebal peptidoglikan 50-
90%
• Contoh:
o Escherichia coli
Bakteri Gram
Negatif
• Lapisan peptidoglikan
tipis hanya 10% terletak
di antara membran dalam
dan membran luar
• Umumnya bakteri
golongan ini bersifat
pathogen
• Contoh:
o Staphylococcus aureus
o Pseudomonas aeruginosa
Peptidoglikan
• adalah komponen utama
dinding sel bakteri, kaku,
bertanggungjawab menjaga
integritas sel dan
menentukan bentuknya.
• merupakan polisakarida
yang terdiri dari dua gula
turunan yaitu asam-N-
asetil glukosamin (NAG)
serta asam N-
asetilmuramat (NAM), dan
sebuah rantai peptida
Pewarnaan
gram
• Kristal Violet (KV) terdisosiasi
menjadi ion positif KV+ dan ion
negative klorida (Cl-)
• Ion-ion tersebut akan
berpenetrasi ke dinding sel
gram+ dan gram-
• Iodida (I− atau I3-) berinteraksi
dengan KV+
Mikrobiologi Farmasi
Antiseptik & Desinfektan
Febi ishfahani
1
Definisi
• Antiseptik vs Desinfektan, apa bedanya
? Desinfeksi ??
2
Definisi
• -sid, -sidal
membunuh
• -statik, -statis
mencegah
pertumbuhan
3
Sejarah
• Bangsa Arab mengenal
bahwa membakar luka
dengan logam yang
membara (kai) dapat
mencegah infeksi.
• Ahli bedah Prancis
menggunakan kuning
telur (suplai lisozim),
terpentin (bahan
pembakar kimiawi), dll.,
untuk mengobati luka 4
Sejarah (lanjutan)
• Semmelweis menggunakan
chlorinated lime untuk mencuci
tangan para dokter bedah.
• J.Lister menggunakan asam karbol
untuk mencegah infeksi akibat
pembedahan.
5
Dasar pemilihan
antiseptik/desinfektan
• Karakteristik senyawa
• Tantangan Mikrobiologi
– Mycobacterium
– Sel vegetatif bakteri
– Spora bakteri
– Fungi
– Virus
– Protozoa
– Prion
6
Dasar pemilihan
antiseptik/desinfektan
(lanjutan)
• Aplikasi
• Faktor Lingkungan
• Toksisitas
7
Faktor yang mempengaruhi
Efektivitas Antiseptik
• lama pemaparan
• Lingkungan fisika/kimia (pH)
• Keberadaan senyawa organik
• Suhu
• Jenis & jumlah Organisme
• Komposisi senyawa
8
Mekanisme Kerja Antiseptik
• mendehidrasi (mengeringkan)
• mengoksidasi
• mengkoagulasi
9
Asam Borat
• Antiseptik lemah
• Non-iritan
• optimum saat dilarutkan dalam air
perbandingan 1:20
10
Triclosan
• dalam sabun, pasta gigi, obat kumur,
deodoran, dan lain-lain.
• daya antimikroba spektrum luas dan
sifat toksisitas minim.
11
Triclosan (lanjutan)
• Mekanisme:
menghambat
biosintesis lipid
membran
mikroba
kehilangan
kekuatan dan
fungsinya
12
Desinfektan
13
Kriteria – Desinfektan Ideal
15
Variabel – dalam Desinfektan
1. Konsentrasi
2. Waktu
3. Suhu
4. Keadaan medium sekeliling
PH dan benda asing akan
mempengarui proses desinfeksi
16
Kategori – Aktivitas Desinfektan
1. Aktivitas Tinggi
2. Aktivitas
menengah
3. Aktivitas Rendah
17
Desinfektan – Aktivitas tinggi
• Contoh: Glutaraldehid, Hidrogen Peroksida,
Peracetic Acid dan Senyawa Klorin.
• Digunakan untuk sterilisasi alat:
• Endoskopi dan Sitoskopi
• Peralatan bedah dengan komponen
plastik
18
Desinfektan – Aktivitas menengah
• Tidak efektif
membunuh spora
• Termasuk: Alkohol,
Iodophore, dan
Fenol
• Digunakan untuk:
– Laringoskopi
– Endoskopi
19
Desinfektan – Aktivitas rendah
20
Klasifikasi Antiseptik
Desinfektan
1. Halogen (Klorin, Iodin)
2. Alkohol
3. Amonium kuartener
4. Aldehid (Formaldehid, Gulataraldehid)
5. Kalium permanganat
6. Fenol
7. Senyawa Pengoksidasi
8. Garam Logam Berat
9. Senyawa Aktif Permukaan
10. Desinfektan bentuk gas
21
1. Golongan – Halogen
Halogen:
i. Klorin & Klorofor
ii. Iodin
iii. Iodofor
Biasa digunakan
sebagai desinfektan
Bacterisidal,
sporisidal and
virusidal
22
1a. Klorin dan Klorofor
Dalam bentuk:
• Bubuk pemutih,
• Natrium Hipoklorit (NaOCl)
• Kloramin
Desinfeksi akan melepaskan klorin bebas.
Bereaksi dengan air membentuk Asam
Hipoklorit (HOCl).
Bersifat Bacterisidal, virusidal, fungisidal and
sporisidal.
Digunakan dalam pengolahan water, kolam
renang, industri makanan dan minuman.
23
1a. Klorin dan Klorofor
• Mekanisme kerjanya adalah menghambat
oksidasi glukosa dalam sel mikroorganisme
dengan cara menghambat enzim-enzim yang
terlibat dalam metabolisme karbohidrat.
• Kelebihan : spektrum luas (bakterisid, sporosid,
fungisid, dan virusidal)
• Kelemahan: menimbulkan korosi pd PH rendah
• Klorofor adalah persenyawaan yang bisa
melepaskan asam hipoklorid serta bersifat
germisidal. Banyak digunakan untuk desinfektan
benda mati dan alat bedah.
24
1b. Iodin
• Iodin merupakan disinfektan yang
efektif untuk proses desinfeksi air
dalam skala kecil.
• Dua tetes iodine 2% dalam larutan
etanol cukup untuk mendesinfeksi 1
liter air jernih.
• Kelebihan :Sifatnya stabil, memiliki
waktu simpan yang cukup panjang,
aktif mematikan hampir semua sel
bakteri
25
1b. Iodin
26
1c. Iodofor
28
2. Alkohol
30
2b. Alkohol - Isopropanol
31
2c. Alkohol – Benzil alkohol
32
3. Amonium Quarterner
33
4. Aldehid
• Formaldehida
• Glutaraldehid
34
4a. Aldehid - Formaldehida
• Formaldehida atau dikenal juga
sebagai formalin, dengan konsentasi
efektif sekitar 8%
• Formaldehida merupakan disinfektan
yang bersifat karsinogenik pada
konsentrasi tinggi namun tidak korosif
terhadap metal, dapat menyebabkan
iritasi pada mata, kulit, dan
pernapasan.
35
4a. Aldehid - Formaldehida
• Aktivitas: bakterisid, sporosid, virusidal
• Digunakan dalam bentuk: gas, cairan
• Jarang dipakai sebagai antiseptik lokal
karena tidak aman.
• Kegunaan:
– Sterilisasi vaksin bakteri
– Persiapan pembuatan vaksin toxoid dari
toksin
– Membunuh suspensi dan biakan bakteri
– Menghancurkan spora antrax di rambut dan
wool
36
4b. Aldehid - Glutaraldehid
• Efektif melawan bakteri, jamur, dan virus
(10x lebih kuat dari formaldehida).
• Toksisitas dan Iritan terhadap kulit dan
mata lebih kecil dibanding formaldehid
• Jenis: Glutaraldehid fenat dan Suksinid
aldehid
• Digunakan sebagai:
Sterilisasi: sitoskopi, endoskopi, bronkoskopi
Untuk sterilisasi masker wajah, dll alat bedah
plastik
Desinfektan alat hemodialisis
37
5. Kalium Permanganat
38
6. Fenol
39
6. Fenol
40
6. Fenol (lanjutan)
• Senyawa turunan fenol yang sering
digunakan:
1. Kresol
2. Klorhexidin
3. Klorxylenol
4. Hexaklorophene
41
6a. Fenol - KRESOL
• Lysol adalah
larutan kresol
dalam sabun.
• Spektrum luas.
• Digunakan untuk:
1. Sterilisasi bahan
gelas
2. Pembersih lantai
42
6b. Fenol - KLORHEXSIDIN
Contoh: Savlon – (Chlorhexidine
and Cetrimide)
Aktif melawan Gram positif
dibanding Gram negatif
Kerja baik sebagai fungisidal.
Tidak aktif terhadap spora dan
sedikit aktivitas terhadap virus
43
6c. Fenol - KLORHYLENOL
Contoh: Dettol
Toksisitas dan iritasi kecil.
Mudah diaktivasi oleh
senyawa organik
Tidak aktif terhadap
Pseudomonas.
44
6b. Fenol - HEXAKLOROFEN
46
8. Garam Logam Berat
Garam dari logam berat bersifat toksik terhadap
bakteri.
• Garam tembaga, perak dan raksa
digunakan sebagai desinfektan.
• Bekerja dengan cara mengkoagulasi
protein bakteri.
• Raksa Klorida, pernah digunakan sebagai
desinfektan (sangat beracun).
• Thimersol dan mercurochrome sedikit
beracun
• Garam tembaga digunakan sebagai
fungisida.
47
9. Senyawa Aktif Permukaan
• Bahan yang mempengaruhi sifat
tegangan permukaan disebut
senyawa aktif permukaan atau
Surfaktan.
• Jenis:
Anionik
Kationik
Nonionik
Amfoterik
48
9a. Anionik
• Contoh: sabun
• Bersifat detergen kuat tapi antimikroba
lemah.
• Aktifitas kuat pada pH asam.
• Efektif terhadap Gram Positif.
49
9b. Kationik
:
• Senyawa Amonium Quarterner
adalah surfaktan kationik paling
penting.
• Bakterisid untuk berbagai organisme
(Gram positif lebih reaktif).
• Contoh:
– Acetyl trimethyl ammonium bromide
(cetavalon atau Cetrimide)
– Benzalkonium chloride.
50
9c. Senyawa amfoterik
• Memiliki aktifitas anionik sebagai
detergen dan kationik sebagai
antimikroba.
• Spektrum luas terhadap Gram positif,
gram negatif, dan beberapa virus.
51
10. Desinfektan Bentuk Gas
• Gas formaldehid
• Gas Ethylene
oxide
• Betapropiolacton
e
52
10a. Gas Formaldehid:
53
10b. Gas Etilen oksida:
• Cairan tidak berwarna dengan titik didih
10.7°C.
• Efektif terhadap semua jenis mikroorganisme
termasuk spora bakteri dan virus.
• Berbahaya terhadap manusia: karsinogenik,
mutagenik
• Mudah terbakar.
• Digunakan untuk sterilisasi peralatan berbahan
plastik dan karet, respirator, mesin pacu
jantung, peralatan kedokteran gigi, dll.
54
10c. Gas Betapropiolactone :
• Merupakan produk hasil kondensasi dari
Ketane dan formaldehid.
• Titik didih = 163°C.
• Konsentrasi pemakaian 0.2%.
• Efektif melawan semua jenis organisme
termasuk virus.
• Lebih efisien dibanding formaldehid
untuk fumigasi.
• Digunakan pada proses inaktivasi
produksi vaksin.
55
Koefision Fenol
• adalah perbandingan ukuran
keampuhan suatu bahan antimikroba
dibanding dengan fenol.
• Dengan persetujuan para ahli dan
peneliti, fenol dijadikan standar
pembanding untuk menentukan
aktivitas suatu antiseptik/disinfektan.
• Koefisien fenol yang kurang dari 1
menunjukkan bahwa bahan
antimikrobial tersebut kurang efektif
dibandingkan fenol. Dan Sebaliknya.
56
Uji Koefision Fenol
• Prinsip: membandingkan aktivitas suatu
produk (antiseptik/desinfektan) dengan
daya bunuh fenol dalam kondisi tes
yang sama
• Cara uji koefesien fenol adalah
Perbandingan aktivitas fenol dengan
pengenceran baku terhadap aktivitas
sampel dengan pengenceran tertentu
57
Selesai
59
Febi Ishfahani
1
Bahan baku
Air murni (Purified Water)
Produk Farmasi Steril (Sterile
Pharmaceuticals)
Produk Farmasi Non-Steril (Non-Sterile
Pharmaceuticals)
2
3
Bahan baku untuk produk farmasi dapat
berupa bahan kimia atau bahan yang berasal
dari alam
Bahan yang berasal dari alam lebih cenderung
terkontaminasi mikroorganisme lebih berat
dibandingkan bahan sintetik kimia
4
1. Bahan baku hasil sintesis atau ekstrak
bahan alam yang sudah dimurnikan (rata-
rata 10 cfu/g atau mL)
2. Bahan baku hasil sintesis dan dari bahan
alam (rata-rata 102 cfu/g atau mL)
3. Ekstrak tanaman (rata-rata 103 cfu/g atau
mL)
4. Produk hewan atau tanaman yang sedikit
mengalami proses (rata-rata 104 cfu/g
atau mL)
5. Produk hewan atau tanaman yang tidak
mengalami proses (rata-rata 105 cfu/g
atau mL)
5
Bacillus
Enterobacteriaceae
Staphylococcus
Aspergillus
Penicillium E.coli
Mucor
Rhizopus
Salmonella
6
Air minum (potable water) : tidak boleh
ada Coliform bacilli per 100 ml
Air untuk injeksi :
◦ < 0,25 endotoksin unit (EU) per ml.
◦ Batas mikroba < 10 cfu per 100 ml
◦ Tidak ada Pseudomonas
Air untuk sediaan non-steril :
o Kisaran dari <10 sampai < 100 cfu per 100
ml
o Tidak ada Pseudomonas
7
Untuk produk parenteral, sediaan obat mata,
termasuk larutan lensa kontak , dan produk-
produk yang diberikan pada luka terbuka atau
untuk proses irigasi rongga tubuh.
Uji sterilitas perlu dilakukan
Syarat Steril : Sterility Assurance Level dengan
probabilitas sama atau lebih baik dari 10 -6,
artinya dalam satu juta sediaan steril hanya
boleh maksimum 1 yang tidak steril.
Analisis sterilitas adalah berdasarkan tidak
adanya pertumbuhan mikroba pada media
Fluid Thioglycollate (FTM) dan Soyabean Casein
Digest (SCD)pada 30-35°C (bakteri) dan 20-
25°C (fungi) selama 7 dan 14 hari.
8
Tidak ada aturan tunggal yang mengatur,
tergantung pada farmakope negara
masing-masing
Tidak mengandung mikroba yang dapat
menyebabkan infeksi akibat penggunaan
obat tersebut (medication-borne infection)
TVC (Total Viable Count) dalam jumlah
tertentu dan tidak adanya patogen enterik
dalam bahan baku nya.
9
Gol. Jenis Sediaan Persyaratan
2 Sed. topikal pada lesi kulit, Mikroba yg memp.daya hidup maks 102 /g atau
hidung, tenggorokan (resiko mL, dan tidak mengandung Enterobacteriaceae,
tinggi) P.aeruginosa, S.aureus
12
Dilakukan untuk memperkirakan jumlah
mikroba aerob viabel di dalam semua jenia
perbekalan farmasi, mulai dari bahan baku
hinga sediaan jadi
Untuk menyatakan bahwa perbekalan farmasi
tersebut bebas dari spesies mikroba tertentu
Pengerjaan harus dilakukan secara aseptik
Jika tidak dinyatakan lain, “inkubasi” adalah
menempatkan wadah di dalam ruang terkendali
secara termostatik pada suhu antara 30 – 35°C
selama 24 – 48 jam
Istilah “tumbuh” ditujukan untuk pengertian
adanya dan kemungkinan adanya
perkembangan mikroba viabel
13
Pengertian Pengawet Antimikroba : zat yang
ditambahkan pada sediaan obat untuk melindungi
sediaan terhadap kontaminasi mikroba.
Pengawet terutama digunakan pada wadah dosis
ganda
Pengawet tidak boleh digunakan semata-mata
untuk menurunkan jumlah mikroba viabel sebagai
pengganti cara produksi yang tidak baik
Kadar yang digunakan harus serendah mungkin
Pengujian dalam farmakope dimaksudkan untuk
menguji efektivitas pengawet yang ditambahkan
pada sediaan dosis ganda yang dibuat dengan
dasar atau bahan pembawa cairan
Pengujian dan persyaratan hanya berlaku pada
produk di dalam wadah asli yang belum dibuka ,
yang didistribusikan oleh produsen
14
Digunakan untuk menetapkan apakah bahan
atau produk farmasi yang harus steril
memenuhi syarat berkenaan dengan uji
sterilitas seperti yang tertera pada masing-
masing monografi bahan atau produk
Untuk penggunaan prosedur uji sterilitas
sebagai bagian dari pengawasan mutu di
industri, tertera pada <1371> Sterilisasi dan
Jaminan Sterilitas Bahan Kompendia
Mengingat kemungkinan hasil positif dapat
disebabkan oleh pengerjaan yang salah atau
kontaminasi lingkungan, diberlakukan
pengujian 2 tahap seperti yang tertera pada
bagian :
Penafsiran Hasil Uji Sterilitas
15
Prosedur alternatif dapat digunakan asal hasil
yang diperoleh sekurang-kurangnya setara
keandalannya → Lihat Prosedur pada Uji dan
Penetapan dalam Ketentuan Umum
Jika timbul perbedaan, dan adanya kontaminasi
terdapat pada hasil dari prosedur Farmakope,
maka hasil harus dinyatakan sebagai tidak
memenuhi syarat.
16
Dilakukan menggunakan bakteri uji
Lactobacillus leichmanii dengan metode
turbidimetri
Pembanding larutan baku Sianokobalamin
BPFI berkisar antara 0,01 – 0,04 ng per mL.
Blanko menggunakan air.
Metode spektrofotometri pada panjang
gelombang 530 nm.
Penetapan kadar dihitung melalui kurva
baku
17
Dilakukan menggunakan bakteri uji
Lactobacillus plantarum dengan metode
turbidimetri
Pembanding larutan baku Kalsium
pantotenat BPFI berkisar antara 0,01 – 0,04
µg per mL. Blanko menggunakan air.
Metode spektrofotometri pada panjang
gelombang 660 nm.
Penetapan kadar dihitung melalui kurva
baku
18
Aktivitas (potensi) suatu antibiotik dapat
ditunjukkan pada kondisi sesuai dengan
efek daya hambatnya terhadap mikroba uji
Perbedaan kadar dan potensi
Dua metode umum : cara lempeng dan cara
tabung
Cara lempeng : menggunakan kertas
cakram atau selinder baja, efek difusi
antibiotik pada medium agar.
Cara tabung : turbidimetri, efek larutan
antibiotik terhadap turbiditas mikroba
19
20
Metode pemeriksaan harus memperhitungkan
sifat-sifat dari bahan atau sediaan yang akan
diperiksa, terutama terhadap :
◦ Kelarutan
◦ Adanya zat antimikroba
◦ Derajat kontaminasi
Tergantung dari sifat dan macamnya, bahan
tersebut harus :
Di encerkan
Di larutkan
Di suspensikan
Di emusikan
dalam cairan pendispersi yang sesuai.
Jika mengandung zat antimikroba, maka harus
dihilangkan dengan jalan:di encerkan, di
netralisasi atau di saring.
Sejumlah tertentu sediaan yang
akan diperiksa:- dilarutkan, atau di
suspensikan, atau di emulsikan
dengan cairan pendispersi, kalau
perlu memakai alat mekanik.
Setelah pengenceran, diuji batas
mikroba yang ada untuk
menentukan bebas tidaknya dari
mikroba tertentu
1. Metode Lempeng
Medium padat
Dalam cawan petri
Hasil : penghitungan koloni, misal dengan colony
counter
2. Metode Tabung
medium cair
Dalam tabung reaksi
Hasil : kekeruhan/ turbidimetry (Spectrometry)
3. Metode Membran Filter
1 ml 1 ml 1 ml 1 ml 1 ml
9 ml 9 ml 9 ml 9 ml 9 ml
bakteri 15 ml – 20 ml
NA/SCDA
15 ml – 20 ml
jamur SDA/PDA
Cawan petri di inkubasi pada suhu 37 oC
selama 48-72 j
FSCD / FCDSLP
Prosedur Kerja
1 ml sampel 1 ml
sampel
9 ml
media
1 (100”) A
2 (“10”) 100 mg 1 ml
Kontrol
Media FSCD
steril
3 (“1”) B
10 mg sampel
1. Sampel di masukkan ke dalam kelompok 1 (“100”)
dan A
3 3 3 > 1100
3 3 2 1100
3 3 1 500
3 3 0 200
3 2 3 290
3 2 2 210
3 2 1 150
3 2 0 90
3 1 3 160
3 1 2 120
3 1 1 70
3 1 0 40
1. Pre enrichment → jika perlu
2. Enrichment → media selektif/ tidak selektif
3. Isolasi → media selektif : jika tumbuh → positif
Jika negatif → percobaan stop → bebas mikroba
4. Konfirmasi → test biokimia→ test gen DNA
5. Identifikasi → jika perlu
1. Sampel
Jumlah sampel : - representatif, - mewakili batch
MAKANAN
Tergantung tingkat bahaya :
Salmonella → 100 g
Bakteri lain → 25 g
OBAT / KOSMETIKA
10 g
MAHAL → 1 atau 5 g
Penyiapan sampel
◦ Homogenkan → gerus dalam lumpang steril
homogenizer lain
◦ Pengadukan
Tujuan: membebaskan bakteri dari sampel tetapi tidak
merusak mikroba lainnya
Umum: kecepatan sampai 20.000 rpm selama 2 – 3
menit
Metode Difusi
Metode Dilusi
Agar
• Metode Cakram • Uji KHM dengan
• Metode Sumur tabung reaksi
• Metode • Uji dengan
Slilinder Microtube
Mengapa Antimikroba perlu
ditentukan Potensinya ?
• Penggunaan antimikroba yg meningkat kadarnya,
menyebabkan meningkat pula resistensi berbagai
mikroba patogen terhadapnya
• Efektivitas antimikroba sangat tergantung pada kadar
dan kekuatan zat aktifnya
• Kadar jumlah per satuan berat/volume
• Potensi ukuran kekuatan atau daya bunuh zat aktif
terhadap mikroba
• Respons mikroba thd antimikroba berbeda-beda,
umumnya bersifat SPESIFIK dan SENSITIF
Prinsip Uji Potensi Antimikroba
(berdasar FI IV 1995)
Approx. cell density (1X10^8 CFU/mL) 1.5 3.0 6.0 9.0 12.0
18
Baku Pembanding (Biological Reference)
Select colonies
Mix well
Standardize inoculum
suspension
Swab plate
Remove sample
Incubate overnight
Add disks
Measure Zones
Inoculate
purity plate
Read MICs
Examining purity plate
>64 >64
Epsilo-meter test
• It’s a new technique for direct detection of MIC, a
graduated increasing concentration of the antibiotic
is fixed along a rectangular plastic test strip which is
applied to the surface of an inoculated agar plate,
after over night incubation a tear drop shaped
inhibition zone is seen.
Cawan Petri
Goresan silang
Fungi Uji
Kertas filter
mengandung
antibiotik uji
Koloni
Zona hambat
Fungi
pertumbuhan fungi
Uji
• Terimakasih
MIKROBIOLOGI FARMASI
ANTIMIKROBA
2
DEFINISI
ANTIBIOTIK
3
Penemuan Antimikroba
Salvarsan adalah pengobatan pertama
menggunakan senyawa kimia sebagai anti
mikroba, ditemukan oleh Paul Ehrlich.
4
Penemuan Antimikroba
1928, Alexander Fleming mengamati pada
cawan petri adanya hambatan hambatan
terhadap Staphylococcus aureus diarea
pertumbuhan Penicillium notatum. Isolasi
selanjutnya senyawa penghambat ini disebut
Penisilin.
5
Penemuan Antimikroba
Dalam pengembangan antibiotik modern,
antibiotik dari galur murni diproduksi secara
modern dan proses pemurnian menghasilkan
antibiotik murni.
6
7
Penemuan Antimikroba
Beberapa antibiotik murni dimodifikasi secara
kimia menghasilkan senyawa antibiotik
turunannya yang mempunyai karakteristik baru
misalnya sifat stabilitas-nya yang lebih baik,
toksisitas lebih rendah, dll.
Proses ini disebut semisintetik.
8
Toksisitas Selektif
Adalah sifat antimikroba sebagai racun pada
mikroba tapi tidak pada manusia.
9
Kerja Antimikroba
Bakteriostatik -> menghambat pertumbuhan
mikroba
• Menghambat pertumbuhan mikroba,
sampai mikroba dikeluarkan dari tubuh
Bakterisidal ->
membunuh mikroba
• Saat kondisi
kekebalan tidak
dapat diandalkan
• Menghilangkan
mikroba patogen
10
Spektrum Aktivitas
Spektrum Luas
• Bekerja terhadap jenis mikroba yang lebih
luas
• Pengobatan akut saat tidak cukup waktu
untuk kultur dan identifikasi mikroba
penyebab penyakit
• Potensi efek samping lebih besar
Spektrum Sempit
• Bekerja terhadap mikroba jenis tertentu
• Pengobatan kronis
• Potensi efek samping lebih kecil 11
Spektrum Aktivitas
12
Efek kombinasi antimikroba
Sinergis
ketika suatu antimikroba menunjang efek
antimikroba lainnya
Antagonis
ketika suatu antimikroba
berlawanan/mengurangi efek antimikroba
lainnya
Aditif
Efek selain sinergis dan antagonis
13
Efek Samping
• Alergi
• Efek toksik
• Menekan pertumbuhan flora normal
14
Antibiotik Ideal
• Spektrum kerja luas, mampu mematikan
berbagai jenis spesies mikroorganisme
patogen
• Tidak toksik bagi inang dan tanpa efek
samping yang tidak diinginkan
• Tidak alergenik terhadap inang
• Tidak memusnahkan/mengeliminasi flora
normal
• Dapat mencapai tempat/jaringan/organ yang
terinfeksi
• Murah dan mudah diproduksi
• Secara kimia bersifat stabil (long shelf-life) 15
• Tidak terjadi atau jarang menimbulkan
Mekanisme kerja Antibakteri
1. Menghambat sintesis dinding sel
2. Menghambat sintesis protein
3. Menghambat sintesis asam nukleat
4. Menghambat sintesis metabolit esensial
5. Mempengaruhi integritas membran sel
16
MEKANISME KERJA ANTIBIOTIK
MEKANISME KERJA ANTIBIOTIK
Mekanisme kerja Antibakteri
Menghambat sintesis dinding sel
19
Mekanisme kerja Antibakteri
Menghambat sintesis dinding sel
20
Menentukan Potensi
Antibiotik
Metoda Umum
• Lempeng
(Silinder/Kertas
Cakram)
• Turbidimetri
(Tabung)
21
Menentukan Potensi Antibiotik
22
Menentukan Potensi Antibiotik
Konsentrasi Hambat minimum (MIC):
Konsentrasi terendah antibiotika yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroba tertentu.
23
Menentukan Potensi Antibiotik
Konsentrasi Hambat minimum (MIC):
24
Metoda Turbidimetri/Pengenceran
25
Menentukan Potensi Antibiotik
26
MIC vs MBC
27
Resistensi Antimikroba
28
Jenis Resistensi Antimikroba
1. Resistensi Primer
2. Resistensi Sekunder
3. Resistensi Episomal
29
Bagaimana Resistensi Antimikroba
terjadi?
30
Jenis Resistensi Antimikroba
1. Resistensi Primer
Merupakan resistensi yang menjadi sifat
alami mikroorganisme.
31
Jenis Resistensi Antimikroba
2. Resistensi Sekunder
• Diperoleh akibat kontak dengan agen anti-
mikroba dalam waktu yang cukup lama
dengan frekuensi yang cukup tinggi, sehingga
memungkinkan terjadinya mutasi pada
mikroorganisme.
• Contoh : Salmonella
Mekanisme Resistensi
Antimikroba
a) Enzim yang menginaktivasi obat
b) Mengubah molekul target
c) Menurunkan serapan obat
d) Meningkatkan eliminasi obat
34
Mekanisme Resistensi
Antimikroba
a) Enzim yang menginaktivasi obat
Beberapa organisme memproduksi enzim yang
secara kimia dapat memodifikasi obat tertentu
sehingga menjadi tidak efektif.
Contoh enzim:
- Enzim Penisilase → inaktivasi antibiotik
Penisilin
- Enzim Kloramfenikol Asetil Transferase →
inaktivasi antibiotik Kloramfenikol
35
Mekanisme Resistensi
Antimikroba
b) Mengubah molekul target
Perubahan molekul target sebagai hasil mutasi
dapat mencegah ikatan obat.
36
Mekanisme Resistensi
Antimikroba
c) Menurunkan serapan obat
Protein Porin pada membran luar bakteri Gram
Negatif dapat secara selektif mengizinkan
jumlah tertentu molekul yang masuk ke dalam
sel.
37
38
Mekanisme Resistensi
Antimikroba
d) Meningkatkan eliminasi obat
Sistem yang mengeluarkan komponen sel yang
merugikan dari dalam sel keluar sel disebut
Eflux Pump.
39
Mekanisme Resistensi
Antimikroba
40
RESISTENSI BAKTERI
1. Penghambatan aktivitas antibiotik secara
enzimatik, Obat dirusak secara
enzimatik dan modifikasi inaktifasi
pada molekul antibiotic (Penicillin/ beta
laktam, kloramfenikol, aminoglikosida;
melalui plasmid, asetilase, fosforilasi,
adenilasi,)
2. Perubahan protein yang merupakan
target antibiotik, perubahan site actif
enzim, perubahan ribosom (mutasi, c/
aminoglikosida) sehingga terjadi
eliminasi atau penurunan ikatan
antibiotic dengan sel target (c/ beta
laktam, erythromycin, lincomycin0
3.Perubahan jalur metabolik, bakteri
menggunakan jalur metabolisme baru,
efektivitas obat tidak lama
4. Efluks antibiotik, obat yang masuk
dengan aktif dipompa keluar sehingga
obat tidak bertahan lama dalam sel
bakteri.(C/ tetrasiklin)
RESISTENSI BAKTERI LANJUTAN
5.Perubahan permeabilitas membran, perubahan sistem
transpor protein c/(aminoglikosida) dan menurunkan
uptake dalam sel (c/ Kloramfenikol)
6. Metabolisme cepat pada penghambatan (c/ Sulfoamid
dan trimetoprim)
7. Produksi target antibiotik berlebih (c/ Sulfoamid dan
trimetoprim)
8. Mutasi genetik tunggal. Perkembangan resistensi
terhadap obat-obat antituberkulos, seperti streptomisin,
merupakan contoh klasik dari perubahan tipe ini.
Secara teoretis ada kemungkinan untuk mengatasi
resistensi mutasional dengan pemberian suatu
kombinasi antibiotik dalam dosis yang cukup untuk
eradikasi infeksi sehingga mencegah penyebaran
bakteri resisten orang ke orang. Namun. Contoh lain
resistensi mutasional yang penting adalah
perkembangan resistensi fluoroquinolone pada
stafilokokki, Pseudomonas aeruginosa, dan patogen lain
melalui perubahan pada DNA topoisomerase.
RESISTENSI BAKTERI LANJUTAN
2. Sensitasi : obat topical yang bila digunakan dapat menimbulkan kepekaan yang
berlebihan (menjadi hipersensitifitas), bila obat tersebut diberikan sistemik akan
menimbulkan alergi.
Alergi ringan : ruam kulit, pruritus, biduran obat antihistamin
Alergi berat : sesak nafas, bronkospasme,udema, henti jantung, syok anafilaktik
efineprin, antihistamin dan bronkodilator.
Co/ Penisilin, Kloramfenikol, Sulfonamide, Neomisin dan Basitrasin
3. Supra infeksi : infeksi sekunder dengan parasit yang berlainan yang timbul atas
infeksi primer, dapat terjadi karena pemakaian antibioti broad spectrum
(spectrum luas) atau pemekaian atibiotik dalam jangka waktu yang lama
sehingga mengganggu keseimbangan bakteri normal pada mulut, pernafasan,
usus dll.
45
Obat Antivirus
Replikasi (Multiplikasi) Virus
2. Uptake
• Setelah adsorpsi, selubung virus akan berfusi
dengan membran inang
• Virus melepas nucleocapsid-nya ke dalam
sitoplasma.
• Sebagian virus ada yang masuk ke dalam
sitoplasma dengan cara endositosis yaitu
invaginasi membran sel membentuk vesikel
dalam sitoplasma.
46
Obat Antivirus
Replikasi (Multiplikasi) Virus
3. Uncoating
Penglepasan genom virus dari protective capsid
sehingga asam nukleatnya dapat ditranspor
dalam sitoplasma dan memungkinkan
dimulainya replikasi/transkripsi untuk
membentuk new progeny virions.
47
Obat Antivirus
Replikasi (Multiplikasi) Virus
4. Genomic activation
yaitu mRNA ditranskripsi dari DNA virus atau
terbentuk langsung pada virus (+) strand RNA
kemudian ditranslasi menjadi protein.
48
Obat Antivirus
Replikasi (Multiplikasi) Virus
5. Assembly
yaitu perakitan nukleokapsid.
• terjadi di nukleus (herpes virus, adenovirus),
• sitoplasma (polio virus), atau
• pada permukaan sel misalnya "budding"
virus influenza. .
49
Obat Antivirus
Replikasi (Multiplikasi) Virus
6. Release
yaitu penglepasan virion baru.
50
Obat Antivirus
Replikasi (Multiplikasi) Virus
6. Release – Budding virus
51
Obat Antivirus
Replikasi (Multiplikasi) Virus
6. Release – melalui aparatus golgi
52
Obat Antivirus
Replikasi (Multiplikasi) Viru
53
Obat Antivirus
Penggolongan Antivirus
1. Analog Nukleotide
2. Interferon
54
Obat Antivirus
Penggolongan Antivirus
1. Analog Nukleotida
• Merupakan senyawa sintetik mirip
nukleotida normal.
• Menyebabkan kesalahan pada sintesis
nukleotida virus sehingga sintesis DNA
virus terhenti.
55
Obat Antivirus
Penggolongan Antivirus
2. Interferon
• Secara alami disintesis oleh sel inang
• Fungsi: melindungi sel-sel disekitarnya
dari infeksi mikroorganisme, sehingga
dapat membatasi infeksi.
56
Selesai
57
Mikrobiologi Farmasi
Vaksin (Pendahuluan)
2
Sejarah
Lady Mary Wortley Montague memperkenalkan teknik
variolasi, teknik vaksinasi pertama di dunia.
Sang Lady melihat teknik ini dipraktekkan di
kekhalifahan Utsmaniyyah, tempat suaminya bekerja
sebagai duta besar.
3
Sejarah
Tahun 1796, Edward Jenner, (dokter dari Inggris),
meneliti seorang pekerja harian yang terkena penyakit
cacar sapi (cowpox).
Dia mengambil beberapa cairan dari luka penderita
cacar sapi dan menggoreskan di permukaan lengan
anak berusia 8.
4
Sejarah
Tahun 1875-1910
Louis Pasteur, menemukan beberapa vaksin:
• Vaksin Antrax
• Vaksin Rabies
5
Sejarah
Tahun 1896
Robert Koch, menemukan vaksin dari Vibrio cholerae
6
Pengertian
• Vaksin adalah sediaan yang berasal dari senyawa
penyebab penyakit atau produknya yang digunakan
untuk menginduksi respon imun atau kekebalan
aktif tubuh terhadap penyakit penginfeksi.
• Vaksin dapat berupa galur virus atau bakteri yang
telah dilemahkan sehingga tidak menimbulkan
penyakit.
• Vaksin dapat juga berupa organisme mati atau
hasil-hasil pemurniannya (protein, peptida, partikel
serupa virus, dsb.).
7
Pengertian
• Vaksin mempersiapkan sistem kekebalan
manusia atau hewan untuk bertahan terhadap
serangan patogen tertentu, terutama bakteri, virus,
atau toksin.
• Vaksin juga membantu sistem kekebalan melawan
sel-sel degeneratif maupun kanker.
8
Konsep Obat vs Vaksin
Konsep Obat
• Membunuh/menghambat senyawa patogen
Konsep Vaksin
• Membentuk sel memori
• Melatih sistem pertahanan tubuh untuk mengenali
senyawa penyebab penyakit
9
Vaksin vs Serum
Vaksin
• Substansi yang bersifat antigen
• Berasal dari mikroorganisme (bakteri/virus) atau
ajuvan.
Serum
• Substansi yang bersifat antibiotik
• Contoh: Protein
10
Vaksin vs Serum
Vaksin Serum
Imunisasi aktif ( Induksi Imunisasi pasif (transfer
sistem imun) produk imun)
Kerja : waktu lama Kerja: Waktu cepat
pembentukan mereduksi
antibodi patogen patogen
Diberikan pada orang Diberikan pada orang
sehat yang sakit
Pemberian : Waktu pemberian: Tertentu
•Single dose bergantung hasil diagnosis
•Multiple dose ( booster )
11
Kegunaan vaksin
1. untuk profilaksis
• Mencegah serangan infeksi mikroba patogen.
2. untuk therapeutik
• Untuk pengobatan penyakit (contoh: kanker)
12
Syarat vaksin yang baik:
1. Mampu meningkatkan respon imun terhadap
penyakit tertentu.
2. Mempunyai daya proteksi yang lama
3. Aman
• Tidak menimbulkan penyakit.
4. Stabil
• Tidak berubah dalam penyimpanan sebelum
digunakan
5. Biaya murah
13
Bagaimana vaksin bekerja?
• Mikroorganisme patogen saat memasuki tubuh akan
menginduksi respon imun.
• Respon ini meniru respon alamiah tubuh dalam
merespon infeksi.
• Vaksin dibuat dari komponen yang
dibatasi/dihilangkan kemampuannya menyebabkan
penyakit.
14
Perkembangan generasi Vaksin
1. Generasi Pertama
• Menggunakan mikroba patogen yang dilemahkan.
2. Generasi Kedua
• Menggunakan mikroba patogen yang dimatikan.
3. Generasi Ketiga
• Vaksin rekombinan/vaksin sub unit
• Mengandung fragmen antigenik dari mikroba yang
dimatikan
• dari protein yang dimurnikan.
4. Generasi Keempat
• Vaksin DNA
15
Berbagai cara produksi vaksin
1. Mikroorganisme hidup yang dilemahkan
• Biasanya dari pembiakan dengan kondisi
dibawah optimal.
• Atau, dari modifikasi genetik yang menyebabkan
kehilangan kemampuannya menyebabkan sakit.
16
Berbagai cara produksi vaksin
2. Dari sel mikroorganisme yang sudah di-inaktivasi
dengan cara kimia, panas, atau cara lainnya.
17
Berbagai cara produksi vaksin
3. Dari komponen sel mikroorganisme penyebab
penyakit, seperti:
• Polisakarida dan protein spesifik
• Asam nukleat
18
Berbagai cara produksi vaksin
4. Dari toksin yang di-inaktivasi (dari bakteri
penghasil toksin).
19
Berbagai cara produksi vaksin
5. Dari hasil konjugasi polisakarida dan protein (yang
meningkatkan efektivitas vaksin)
20
Jenis Vaksin
1. Live attenuated vaccine
2. Inactivated vaccine (Killed vaccine)
3. Vaksin Toksoid
4. Vaksin Acellular dan Subunit
5. Vaksin Idiotipe
6. Vaksin Rekombinan
7. Vaksin DNA (Plasmid DNA Vaccines)
21
Jenis Vaksin - Uraian
1. Live attenuated vaccine
(Hidup, dilemahkan)
Adalah vaksin hidup yang dibuat dari bakteri atau
virus yang sudah dilemahkan daya virulensinya
dengan cara kultur dan perlakuan yang berulang-
ulang, namun masih mampu menimbulkan reaksi
imunologi yang mirip dengan infeksi alamiah.
22
Jenis Vaksin - Uraian
1. Live attenuated vaccine
Sifat vaksin live attenuated vaccine, yaitu :
1. Vaksin dapat tumbuh dan berkembang biak sampai
menimbulkan respon imun sehingga diberikan dalam
bentuk dosis kecil antigen
2. Respon imun yang diberikan mirip dengan infeksi
alamiah, tidak perlu dosis berganda
3. Dipengaruhi oleh circulating antibody sehingga ada
efek netralisasi jika waktu pemberiannya tidak tepat.
4. Vaksin virus hidup dapat bermutasi menjadi bentuk
patogenik
23
Jenis Vaksin - Uraian
1. Live attenuated vaccine
Sifat vaksin live attenuated vaccine, yaitu : (lanjutan)
5. Dapat menimbulkan penyakit yang serupa dengan
infeksi alamiah
6. Mempunyai kemampuan proteksi jangka panjang
dengan keefektifan mencapai 95%
7. Virus yang telah dilemahkan dapat bereplikasi di
dalam tubuh, meningkatkan dosisi asli dan berperan
sebagai imunisasi ulangan
24
Jenis Vaksin - Uraian
1. Live attenuated vaccine
Contoh cara pelemahan:
• virus rinderpest yang patogen terhadap sapi,
dilemahkan dengan menumbuhkannya pada
kambing.
• Virus influenza pada ayam dilemahkan dengan
menumbuhkan pada telur burung dara.
25
Jenis Vaksin - Uraian
1. Live attenuated vaccine
• vaksin polio (Sabin), • gondongan, dan
• vaksin MMR, • cacar air (varisela).
• vaksin TBC/BCG • Rabies
• vaksin demam tifoid
• vaksin campak,
26
Jenis Vaksin - Uraian
2. Inactivated vaccine
(dari sel yang dimatikan)
27
Jenis Vaksin - Uraian
2. Inactivated vaccine
Sifat vaksin inactivated vaccine, yaitu :
1. Vaksin tidak dapat hidup sehingga seluruh dosis
antigen dapat dimasukkan dalam bentuk antigen
2. Respon imun yang timbul sebagian besar adalah
humoral dan hanya sedikit atau tidak menimbulkan
imunitas seluler
3. Titer antibodi dapat menurun setelah beberapa waktu
sehingga diperlukan dosis ulangan, dosis pertama tidak
menghasilkan imunitas protektif tetapi hanya memacu
dan menyiapkan system imun, respon imunprotektif
baru barumuncul setelah dosis kedua dan ketiga
28
Jenis Vaksin - Uraian
2. Inactivated vaccine
Sifat vaksin inactivated vaccine, yaitu : (lanjutan)
4. Tidak dipengaruhi oleh circulating antibody
5. Vaksin tidak dapat bermutasi menjadi bentuk
patogenik
6. Tidak dapat menimbulkan penyakit yang serupa
dengan infeksi alamiah
Contoh : vaksin polio (Salk), vaksin pneumonia
pneumokokal, vaksin kolera, vaksin pertusis, dan vaksin
demam tifoid.
29
Jenis Vaksin - Uraian
3. Vaksin Toksoid
• Vaksin yang dibuat dari beberapa jenis bakteri yang
menimbulkan penyakit dengan memasukkan racun
dilemahkan ke dalam aliran darah.
• Bahan bersifat imunogenik yang dibuat dari toksin
kuman.
• Hasil pembuatan bahan toksoid yang jadi disebut sebagai
natural fluid plain toxoid yang mampu merangsang
terbentuknya antibodi antitoksin.
• Imunisasi bakteri toksoid efektif selama satu tahun.
Bahan ajuvan digunakan untuk memperlama rangsangan
antigenik dan meningkatkan imunogenesitasnya.
• Contoh : Vaksin Difteri dan Tetanus 30
Jenis Vaksin - Uraian
4. Vaksin Accelular/komponen
• Vaksin yang dibuat dari bagian tertentu dalam virus atau
bakteri dengan melakukan kloning dari gen virus atau
bakteri melalui rekombinasi DNA, vaksin vektor virus dan
vaksin antiidiotipe.
• Contoh vaksin hepatitis B, Vaksin influenza
31
Jenis Vaksin - Uraian
5. Vaksin Idiotipe
• Vaksin yang dibuat berdasarkan sifat bahwa Fab
(fragment antigen binding) dari antibodi yang dihasilkan
oleh tiap klon sel B mengandung asam amino yang
disebut sebagai idiotipe atau determinan idiotipe yang
dapat bertindak sebagai antigen.
• Vaksin ini dapat menghambat pertumbuhan virus melalui
netralisasai dan pemblokiran terhadap reseptor pre sel B
32
Jenis Vaksin - Uraian
6. Vaksin Rekombinan
• Vaksin rekombinan memungkinkan produksi protein virus
dalam jumlah besar.
• Gen virus yang diinginkan diekspresikan dalam sel
prokariot atau eukariot. Sistem ekspresi eukariot meliputi
sel bakteri E.coli, yeast, dan baculovirus.
• Dengan teknologi DNA rekombinan selain dihasilkan
vaksin protein juga dihasilkan vaksin DNA.
33
Jenis Vaksin - Uraian
6. Vaksin Rekombinan
• Penggunaan virus sebagai vektor untuk membawa gen
sebagai antigen pelindung dari virus lainnya, misalnya gen
untuk antigen dari berbagai virus disatukan ke dalam
genom dari virus vaksinia dan imunisasi hewan dengan
vaksin bervektor ini menghasilkan respon antibodi yang
baik.
• Susunan vaksin ini (misal hepatitis B) memerlukan epitop
organisme yang patogen.
• Sintesis dari antigen vaksin tersebut melalui isolasi dan
penentuan kode gen epitop bagi sel penerima vaksin.
34
Jenis Vaksin - Uraian
6. Vaksin DNA
• Vaksin dengan pendekatan baru dalam teknologi vaksin
yang memiliki potensi dalam menginduksi imunitas
seluler.
• Dalam vaksin DNA gen tertentu dari mikroba diklon ke
dalam suatu plasmid bakteri yang direkayasa untuk
meningkatkan ekspresi gen yang diinsersikan ke dalam sel
mamalia.
• Setelah disuntikkan DNA plasmid akan menetap dalam
nukleus sebagai episom, tidak berintegrasi kedalam DNA
sel (kromosom), selanjutnya mensintesis antigen yang
dikodenya.
35
Jenis Vaksin - Uraian
6. Vaksin DNA
• Selain itu vektor plasmid mengandung sekuens
nukleotida yang bersifat imunostimulan yang akan
menginduksi imunitas seluler. Vaksin ini berdasarkan
isolasi DNA mikroba yang mengandung kode antigenyang
patogen dan saat ini sedang dalam perkembangan
penelitian.
• Hasil akhir penelitian pada binatang percobaan
menunjukkan bahwa vaksin DNA (virus dan bakteri)
merangsang respon humoral dan selular yang cukup
kuat,sedangkan penelitian klinis pada manusia saat ini
sedang dilakukan.
36
Keterbatasan vaksin tradisional
1. Tidak dapat menumbuhkan semua organisme di
dalam kultur
2. Keamanan untuk personal lab
3. Biaya tinggi
4. Dapat muncul kembali sifat patogen
5. Perlu pendinginan
6. Tidak bekerja untuk semua patogen
37
Komponen Vaksin
Terdiri dari:
Komponen Utama
• Bahan aktif (antigen)
Senyawa Additif
• Ajuvan
• Diluen (air atau garam)
• Stabilisator
• Pengawet
• Komponen lain (sisa antibiotik, inaktivator)
38
Komponen Vaksin
Ajuvan
Ajuvan berfungsi untuk meningkatkan respon imun
terhadap antigen vaksin.
39
Komponen Vaksin
Pengawet
Pengawet berfungsi untuk mencegah pertumbuhan
mikroorganisme pada sediaan vaksin.
40
Selesai
Mikrobiologi Farmasi
Vaksin (Produksi)
3
Prinsip Produksi
Vaksin virus hidup yang dilemahkan
• Pelemahan dilakukan dengan menumbuhkan virus pada inang
yang lain yang berbeda dari sel inang normal seperti telur ayam
berembrio, atau dengan media kultur jaringan.
4
Prinsip Produksi
Vaksin virus hidup yang dilemahkan
• Virus akan berkembang pada media dalam telur ayam.
• Selanjutnya virus dan media akan dipisahkan melalui metode
pemurnian (sentrifugasi, filtrasi, kromatografi).
Prinsip Produksi
Vaksin virus hidup yang dilemahkan
• Mutan yang mampu berkembang biak lebih baik dibanding virus
tipe liar (wild type) pada kondisi selektif tersebut akan
meningkat selama replikasi virus.
• Jika mutan tersebut diisolasi, dimurnikan, dan diuji patogenisitas
pada model yang tepat, beberapa tipe mutan dapat memiliki
sifat patogen yang lebih rendah dibandingkan induknya.
• Mutant tersebut merupakan kandidat yang baik sebagai vaksin
karena mereka tidak lagi berkembang dengan baik pada inang
alaminya tetapi memiliki kemampuan bereplikasi yang cukup
tinggi sehingga dapat menstimulasi respons imun, tetapi tidak
menimbulkan penyakit.
6
Prinsip Produksi
Vaksin virus inaktif (mati)
• Pada metoda ini, virus yang secara alami bersifat patogen
diproduksi dalam jumlah besar dan diinaktifkan dengan
menggunakan bahan kimia atau prosedur fisik yang dirancang
untuk menghilangkan sifat infektif dari virus tanpa kehilangan
sifat antigenisitasnya (yaitu kemampuan untuk memicu respons
imun yang diinginkan).
• Contoh bahan kimia untuk inaktivasi:
• formalin
• beta propriolaktin
• Contoh Vaksin virus inaktif : Vaksin Influenza, Poliovirus (Salk
Vaccine), Rabies.
7
Prinsip Produksi
Vaksin subunit
• Mengambil hanya suatu bagian protein virus untuk dibuat
menjadi suatu vaksin, contoh : vaksin hepatitis B dan vaksin
influenza.
• atau Vaksin diformulasikan hanya dengan beberapa komponen
yang dimurnikan dari virus (tanpa memasukkan seluruh bagian
virus) disebut dengan vaksin subunit.
• Komponen virus yang diambil adalah protein virus yang dikenali
oleh antibodi.
• Pada banyak kasus, protein yang digunakan adalah protein
struktural virus, khususnya protein yang ditemukan pada
permukaan virion, yang merupakan target utama dari respons
imun.
8
Prinsip Produksi
Vaksin subunit
• Teknik Rekombinan DNA : mengklon suatu gen virus yang cocok
pada virus non patogen, bakteri, ragi, atau sel serangga atau sel
tanaman untuk memproduksi protein yang imunogenik.
Keuntungan dari Vaksin Subunit :
• Hanya genom virus yang digunakan dalam sistem ini, maka tidak
ada kemungkinan kontaminasi dari virus terhadap vaksin yang
dihasilkan
• Protein virus dapat diproduksi dengan biaya terjangkau dalam
jumlah besar dengan rekayasa organisme pada kondisi yang
mempermudah pemurnian dan kontrol kualitas
Sebagai contoh, masalah dengan alergi telur setelah vaksinasi dapat dieliminasi
apabila protein NA dan HA pada virus influenza diproduksi pada E. coli atau ragi.
9
Prinsip Produksi
• Kultur sel diperlukan oleh vaksin virus karena virus hanya dapat
ditumbuhkan dalam sel hidup.
• Mutant tersebut merupakan kandidat yang baik sebagai vaksin
karena mereka tidak lagi berkembang dengan baik pada inang
alaminya tetapi memiliki kemampuan bereplikasi yang cukup
tinggi sehingga dapat menstimulasi respons imun, tetapi tidak
menimbulkan penyakit.
10
Tahapan produksi
vaksin
Tahap produksi umum
Memilih galur mikroba untuk produksi
Menumbuhkan mikroba
Inaktivasi mikroba
sentrifugasi
virus
Sel inang (pembenihan)
filttrasi
Inactivation
Tambah:
Pelarut, pengencer
Ajuvan Stabilizer
Pengawet
13
Pembiakan benih
Produksi vaksin Influenza menggnakan
telur ayam berembrio
Tahap 1
• Telur ditaruh dalam inkubator hingga usia yang tepat
(embrio berumur 9-11 hari).
• Kemudian telur dilihat dibawah lampu untuk
memisahkan telur yang mengandung embrio dan telur
yang embrionya tidak tumbuh.
15
Produksi vaksin Influenza menggnakan
telur ayam berembrio
16
Produksi vaksin Influenza menggnakan
telur ayam berembrio
Tahap 2
• Setelah cangkang telur disterilkan, maka telur
diinokulasi dengan cara menyuntikkan virus
influenza spesifik ke dalam bagian allantoic dari
telur.
17
Produksi vaksin Influenza menggnakan
telur ayam berembrio
Tahap 3
• Telur diinkubasi untuk waktu yang optimal (biasanya
48-96 jam) pada suhu optimal (33-36 0C) dan kemudian
dilihat lagi dibawah lampu untuk memisahkan telur
yang mati (nonviable eggs).
18
Produksi vaksin Influenza menggnakan
telur ayam berembrio
19
Produksi vaksin Influenza menggnakan
telur ayam berembrio
20
Produksi vaksin Influenza menggnakan
telur ayam berembrio
Tahap 4
• Telur didinginkan (chilled) terlebih dahulu dalam lemari
pendingin untuk meningkatkan hasil pada saat
pemanenan dari cairan allantoic yang terinfeksi.
• Cairan allantoic atau cairan kultur jaringan kemudian
diproses lebih lanjut untuk menghilangkan protein telur
atau protein sel dan sisa-sisa sel, kemudian diinaktivasi
secara kimia, dan disimpan sebagai vaksin ruah hingga
proses formulasi berlangsung
21
Produksi vaksin Influenza menggnakan
telur ayam berembrio
Tahap 5
• Cairan allantoic yang dipanen harus dijernihkan dengan
cara filtrasi dan/ atau sentrifuga sebelum proses
pemurnian lebih lanjut.
22
Produksi vaksin Influenza menggnakan
telur ayam berembrio
Tahap 6
• Penetapan potensi dilakukan pada setiap kelompok
vaksin monovalen menggunakan antigen standar yang
diketahui jumlah HA (Hemaglutinin)-nya dan suatu
antiserum HA spesifik.
23
Kekurangan sistem produksi dengan telur
berembrio
Tahun 1997 Hongkong Avian flu menyebabkan produksi
dengan telur tidak dapat dilakukan.
Selain itu, virus demikian dapat memusnahkan ayam
betina, sehingga tidak dapat bertelur untuk memenuhi
kebutuhan telur berembrio.
24
Kekurangan sistem produksi dengan telur
berembrio
1. Perlu ribuan telur per-minggu, sekitar 1-2 telur untuk
1 dosis vaksin (cth.influenza), sehingga untuk jutaan
dosis vaksin, perlu lebih dari 1 juta telur berembrio
yang harus diolah
25
Kekurangan sistem produksi dengan telur
berembrio
2. Pada prosesnya, telur harus disinari satu per satu
untuk melihat pertumbuhan embrio. Cangkang telur
harus disterilkan, dan setiap telur harus diinokulasi
dengan menyuntikkan sejumlah virus ke dalam bagian
allantoic telur
26
Kekurangan sistem produksi dengan telur
berembrio
3. Telur kemudian diinkubasi selama 48-96 jam dan
kemudian harus disinari kembali satu persatu untuk
memisahkan telur yang embrionya tumbuh dan yang
mati.
4. Selain itu, produksi
vaksin dengan metoda
telur berembrio
memiliki risiko alergi
pada pasien terhadap
protein yang berasal
dari telur (egg proteins).
27
VERO cell
• Teknik pembuatan dengan media lain telah
dikembangkan, antara lain dengan menggunakan teknik
lini sel menggunakan VERO (African Green Monkey) Cells.
28
A Novel Vero Cell – Derived Influenza
Vaccine (produksi : Baxter Vaccine AG)
• Asal : sel ginjal monyet hijau afrika (Cercopithecus
aethiops)
29
Keuntungan Vero-Derived Influenza Vaccine
1. Kemungkinan kontaminasi lebih kecil (pada telur
mungkin terkontaminasi avian retroviruses)
2. Pengawet (misalnya thiomersal) tetap penting untuk egg
derived vaccines; tapi tidak perlu untuk Vero derived
vaccine
30
Keuntungan Vero-Derived Influenza Vaccine
3. Residu antibiotik ada pada egg derived vaccines; tetapi
tidak ada eVero derived vaccine
4. Bebas protein telur
5. Mengurangi kemungkinan kandungan endotoksin (kira-
kira 10 kali)
31
Vaksin dari Tanaman
• Berkat kemajuan dan pencapaian dalam bidang
bioteknologi. Tanaman memberikan alternatif
kemungkinan dalam pembuatan dan pengembangan
vaksin.
• Banyak antigen penyakit yang bisa dipergunakan
untuk pembuatan vaksin telah bisa dikembangkan
dalam sejumlah besar tanaman, sehingga hal ini
memungkinkan pembuatan vaksin dari bahan
tanaman dimasa depan.
32
Sejarah Vaksin dari Tanaman
• Pada tahun 1990 ilmuwan bernama Curtis dan
Cardineu berhasil menemukan mutan Protein A dari
antigen permukaan kuman Streptococcus di
tanaman tembakau.
• Sejak saat itu timbul ide bahwa tanaman bisa
dijadikan bio-reaktor untuk memproduksi molekul
bahan farmasi dan sebagai reaktor pembuat vaksin
sub-unit
33
Selesai
Presentation File:
Mikrobiologi Farmasi
Uji Endotoksin
1
Produk Farmasi Parenteral
• Produk-produk farmasi parenteral harus steril karena
pemberian langsung ke sistem sirkulasi pembuluh
darah
2
Produk Farmasi Parenteral
• Salah satu tahap : Sterilisasi
• Produk parenteral terkadang terkontaminasi oleh
ENDOTOKSIN
3
Bagaimana produk parenteral
dapat terkontaminasi endotoksin?
• Pada proses sterilisasi produk parenteral (menggunakan
panas), bakteri gram negatif yang mungkin ada dalam
produk, akan mati dan terjadi lisis, kemudian endotoksin
akan terlepas dari sel bakteri dan tetap tinggal di dalam
produk parenteral tsb.
4
Pemantauan Endotoksin
6
Endotoksin & Pirogen
• Pirogen (dari kata Pyro: “demam”, gen=“menghasilkan”)
• Pirogen adalah senyawa yang menyebabkan kenaikan suhu
tubuh akibat penggunaan produk farmasi yang diberikan secara
intravena.
7
Klasfikasi Pirogen
Sifat Pirogen
• Thermostabil, proses sterilisasi > 200ºC.
• Larut dalam air. Sehingga tidak bisa memakai
penyaring bakteri.
• Tidak dipengaruhi oleh bakterisida yang biasa.
• Tidak menguap
• Berat molekul (BM) antara 15.000 – 4.000.000
• Ukuran umumnya 1 – 50 milli-µm
9
Endotoksin vs Exotoksin
Karakteristik Endotoksin Exotoksin
Pelepasan toksin Lisis sel sel yang baik
10
Endotoksin & Pirogen
• Semua endotoksin bersifat pirogen, tetapi tidak
semua senyawa pirogen itu merupakan endotoksin
• Endotoksin bakteri terdiri dari Lipopolisakarida (LPS),
umumnya terikat pada protein dan fosfolipid. LPS ini
menyusun membran luar bakteri gram negatif.
11
Endotoksin
Struktur LPS
Contoh: LPS dari Salmonella terdiri dari bagian Lipid A yang
hidrofob yang terikat pada suatu daerah inti yang mengandung
molekul KDO (2-keto-3-deoksioktonat)
13
Efek endotoksin bagi tubuh
• Menyebabkan demam
• aktivasi sistem sitokin
• rusaknya sel-sel endotelial
• permeabilitas pembuluh darah berubah
sehingga menyebabkan turunnya tekanan
darah
• dll.
14
Perkembangan regulasi tentang uji
pirogen
• Bacterial Endotoxin Test (BET) merupakan salah satu uji yang
penting terhadap produk parenteral dan alat kesehatan
• 1912 : uji pirogen dilakukan dengan metode kelinci (Rabbit test)
• Digunakan dalam USP XII pada tahun 1942 sampai 40 tahun
kemudian
• 1980 : metode baru diterapkan yaitu Limulus amoebocyte lysate
(LAL) test
16
LAL Test
• Limulus Amebocyte Lysate (LAL) test adalah uji in vitro
untuk deteksi dan analisis endotoksin bakteri.
Metode Gel-Clot
• Metode analisis LAL yang dilakukan mencakup teknik
gel-clot, turbidimetri kinetik, dan kromogenik
(kolorimetri) 17
Mengapa LAL test?
• LAL test merupakan metode alternatif terhadap rabbit pyrogen
test yang difokuskan pada deteksi senyawa pirogen dalam
produk, untuk menghindari penggunaan hewan/binatang dalam
percobaan
• Metode lebih akurat
18
Apa LAL?
• Adalah ekstrak dari sel darah kepiting tapal kuda yang
menggumpal bila bereaksi dengan endotoksin dari
bakteri gram negatif.
19
Limulus amebocyte lysate
Lisat diperoleh dari amubosit kepiting ladam kuda
(Limulus polyphemus)
20
Limulus amebocyte lysate
• Penggunaan LAL untuk deteksi endotoksin berawal dari
pengamatan Bang (1956) bahwa infeksi bakteri gram negatif
pada Limulus polyphemus menyebabkan koagulasi
intravaskular yang parah.
21
Limulus amebocyte lysate
• Solum (1970, 1973) dan Young (1972), melakukan pemurnian
dan karaterisasi protein yang dapat bergumpal dari reaksi LAL
dan menunjukkan bahwa reaksi dengan endotoksin merupakan
reaksi enzimatik.
22
Limulus polyphemus (horseshoe crab)
Fosil Limulus polyphemus
23
Limulus polyphemus (horseshoe crab)
Ukuran bervariasi
24
Limulus polyphemus (horseshoe crab)
Penangkapan oleh nelayan
• Untuk memperoleh LAL, horseshoe crabs yang berukuran besar
ditangkap.
25
Limulus polyphemus (horseshoe crab)
Pengumpulan
26
Limulus polyphemus (horseshoe crab)
Pembersihan, cek kesehatan
27
Limulus polyphemus (horseshoe crab)
Darah diambil dengan jarum suntik
28
Limulus polyphemus (horseshoe crab)
Dilepas kembali 70-80 mil dari tempat ditangkap
29
Limulus polyphemus (horseshoe crab)
Isolasi dan sentrifuge untuk mendapat amoebocyte
30
Limulus polyphemus (horseshoe crab)
sentrifuge
31
Limulus polyphemus (horseshoe crab)
Pengisian dengan filling machine
32
Limulus polyphemus (horseshoe crab)
Amoebocyte lalu di freeze-dried dan diproses untuk
digunakan.
33
Limulus polyphemus (horseshoe crab)
Quality Control sebelum release
34
Metode LAL yang direkomendasi
oleh FDA – USA
1. Gel-Clot
2. Kinetik turbidimetri
3. Kromogenik
35
Metode LAL yang direkomendasi
oleh FDA – USA
1. Metode Gel-Clot : prinsip bahwa LAL menggumpal dengan
adanya endotoksin
2. Metode kinetik turbidimetri : menggunakan kecepatan
pembentukan gel untuk menentukan kandungan endotoksin
3. Metode Kromogenik : menggunakan substrat kromogenik
sintetik, dengan adanya LAL dan endotoksin, menghasilkan
warna kuning dan secara linier ekuivalen dengan konsentrasi
endotoksin yang ada
36
Metode LAL yang direkomendasi
oleh FDA – USA
# Metode kromogenik ada 2 :
End point chromogenic
Kinetic chromogenic
37
Nama Indonesia
• Kepiting Ladam Kuda
• Kepiting Tapal Kuda
38
Prinsip LAL test
1. Uji LAL memanfaatkan dasar respon imun dari kepiting landam
kuda terhadap invasi bakteri gram negatif.
2. Bahan-bahan yang terkandung dalam amubosit kepiting
landam kuda terdiri dari berbagai protein, faktor, kofaktor dan
ion-ion yang berinteraksi menyebabkan koagulasi
3. Endotoksin Gram negatif mengkatalisis aktivasi proenzim dalam
lisat amubosit Limulus. Kecepatan awal aktivasi ditentukan oleh
konsentrasi endotoksin
39
Prinsip LAL test ..2
4. Selanjutnya enzim yang diaktivasi (enzim koagulase)
menghidrolisis ikatan spesifik dalam suatu protein penggumpal
(koagulogen) yang juga terdapat pada lisat amubosit Limulus
menghasilkan koagulin.
5. Sekali terhidrolisis, koagulin yang dihasilkan bergabung dengan
sendirinya dan membentuk suatu gumpalan/bekuan seperti gel
40
Skema reaksi enzimatik pada
penggumpalan LAL
41
Penetapan batas endotoksin
• 1983 : FDA menentukan batas endotoksin berdasarkan dosis
maksimum sediaan obat untuk manusia atau kelinci
• dan penyesuaian batas endotoksin untuk semua obat (kecuali
intratekal) dari 2,5 EU kg -1 sampai 5,0 EU kg -1
• EU = Endotoxin Unit
• Batas deteksi untuk beberapa produk diperoleh dari monografi
USP atau EP. Kalau tidak dinyatakan dalam farmakope, batas
endotoksin harus dihitung dari dosis maksimum manusia
42
Beberapa istilah lain untuk
batas deteksi endotoksin
• EL: Endotoksin Limit
• MAEC: Maximum Allowable Endotoxin
Concentration
• „ERL: Endotoxin Release Limit
• „ELC: Endotoxin Limit Concentration
43
Endotoksin Limit
EL = Endotoksin Limit
K = konstanta, 5 EU atau IU per kg berat badan,
M = dosis maksimum untuk manusia per kg per jam.
44
LAL test untuk alat kesehatan
• Kadar endotoksin pada alat kesehatan diperoleh
dengan prosedur ekstraksi, yaitu dengan cara
merendam sejumlah alat pada cairan pengekstraksi
bebas pirogen.
• Nilai batas 20 EU per alat dinyatakan dalam USP, jadi
batas maksimum konsentrasi endotoksin yang diijinkan
dalam cairan hasil ekstraksi dihitung dengan rumus:
• ERL = K x N/V
K = 20 EU, N = jumlah alat, V = total volume larutan ekstraksi
45
Metode Gel-Clot
• Pada metode ini, hasil akhir dapat dideteksi berupa
pembentukkan gel permanen (tidak tumpah saat
dibalikkan 180 derajat)
• Perlu pembanding, berupa Control Standard Endotoxin
(CSE)
• Peralatan gelas yang digunakan harus di “depirogenasi”
46
Prinsip uji dan prosedur
• 100 ul CSE dimasukkan ke dalam tabung gelas depirogen
(positive control)
• LRW = LAL Reagent Water (air bebas pirogen)
• Sampel jumlah sama
• + 100 ul lysate
• Inkubasi 37°C di atas penangas air selama 1 jam
• Tabung lalu dibalik perlahan (180° ) untuk melihat Gel padat
yang terbentuk
47
Hal yang harus diperhatikan dalam
metode gel-clot
• Untuk membuat alat-alat depirogen : pemanasan pada 180°C,
selama 4 jam atau 250°C selama 30 menit
• Teknik pengerjaan pada saat membalik tabung kira-kira selama 2
detik
• pH sampel 7,0 – 8,0. Jika diperlukan pH diatur menggunakan
asam atau basa bebas pirogen.
48
Metode kromogenik
• Metode kromogenik merupakan metode LAL test yang banyak
digunakan saat ini karena lebih mudah dan murah
• Sesuai untuk jumlah produk yang diuji tidak banyak dan tidak
sering (infrequent)
• Digunakan untuk uji sampel serum pada uji klinis
49
Prinsip uji dan prosedur
• Endotoksin akan mengkatalisis aktivasi suatu proenzim
• Enzim yang teraktivasi akan mengkatalisis terpecahnya PNA dari
substrat.
• PNA yang dilepaskan diukur secara spektrofotometri pada 405
nm
• Nilai absorbans
sebanding dengan
jumlah endotoksin ,
dibandingkan
terhadap
endotoksin standard
menggunakan kurva
standard
50
Aplikasi Endotoksin Testing
• Obat Injeksi
• Alat Kesehatan
• Produk Biologi
• Media Kultur Jaringan
• Larutan Hemodialisa
• Produk Air
• Uji Air Murni untuk industri
semi konduktor
• Makanan/minuman
• Penelitian klinik
51
Selesai
Mikrobiologi Farmasi
Tes Serologi Mikroba
M. Ikhwan Setiawan
1
Cara Deteksi Penyakit Mikroba
• Penyakit yang disebabkan mikroba patogen dapat
dideteksi melalui:
• Komponen sel mikroba
• Metabolit mikroba
2
Kendala kultur mikrobiologi
Kendala kultur mikrobiologi:
• Mikroba menunjukkan morfologi berbeda pada
medium yang berbeda
• Beberapa mikroba tidak dapat dikultur secara
invitro atau sangat lambat
3
Respon imun
• Bagian sel mikroba bila masuk ke dalam tubuh
manusia dapat dianggap sebagai senyawa asing
(“Antigen”) oleh tubuh manusia.
• Dapat menginduksi sistem pertahanan tubuh
manusia dimana tubuh mengeluarkan antibodi
sehingga terjadi reaksi antigen-antibodi (disebut
respon imun)
4
Antigen
• Antigen = Antibodi Generator
• Adalah senyawa yang dapat menginduksi antibodi
5
Reaksi Antigen-Antibodi
• Antibodi umumnya terdapat dalam serum darah.
• Antigen bereaksi dengan antibodi secara spesifik
• Metode analisa/deteksi suatu penyakit dengan
mekanisme reaksi antigen-antibodi merupakan
dasar metode SEROLOGI
6
Contoh tes Reaksi Antigen-Antibodi
• Tes kulit (tes hipersensitivitas, dll) merupakan salah
satu metode yang melibatkan reaksi antigen-
antibodi
7
Pemeriksaan Serologi
• Adalah pengujian yang menggunakan serum
sebagai sampel dengan mekanisme reaksi antigen
antibodi.
8
Istilah dalam serologi
Antigenik
Senyawa yang dapat bereaksi spesifik dengan antibodi
Antitoksin
Adalah antibodi yang dikeluarkan sebagai respon
terhadap keberadaan toksin yang dihasilkan oleh
mikroba.
• Reaksi antitioksin dan toksin biasanya berupa
pengendapan (presipitasi)
9
Antibodi
• Hasil reaksi hormonal sel B dalam limpa manusia
• Bekerja secara spesifik terhadap antigen
• Imunoglobulin: IgA, IgD, IgE, IgG, IgM
10
Cara antibodi bekerja
Berbagai jenis Antibodi bekerja dengan berbagai cara
dalam melawan Antigen:
1. Aglutinin: menggumpalkan antigen (aglutinasi). Tejadi
apabila antibodi bersatu dengan sel permukaan bakteri.
2. Presipitin: mengendapkan antigen (presipitasi). Terjadi
bila antibodi bertemu dengan antigen terlarut.
3. Lisin: menghancurkan antigen (lisis).
4. Opsonin: merangsang leukosit (sel darah putih) untuk
menyerang antigen.
11
Ab dibentuk berdasarkan Ag
yang menginduksinya
12
Fab (Fragment antigen binding): lokasi pada antibodi tempat
berikatan dengan antigen (patogen)
Fc (Fragment christalizable): tidak dapat mengikat antigen
Interaksi Ag-Ab
Langsung dapat divisualisasi (tak berlabel)
• Aglutinasi
• Koagulasi
• Presipitasi
Tidak langsung dapat divisualisasi (berlabel)
• Diberi penandaan/label untuk pengukurannya:
metode Imunokimia
14
Senyawa Label
• Adalah senyawa yang dikonjugasi pada Ag atau Ab untuk
dapat mem-visualisasi reaksi Ag-Ab
• Dapat berupa enzim, senyawa berfluoresensi, radioaktif,
dll.
• Reaksi amplifikasi dapat dilakukan sehingga dapat
diukur secara fisikokimia.
15
Contoh Label
• Enzim: Horse radish peroxidase (HRP), : Horse radish
peroxidase (HRP), Alkaline Phosphatase Alkaline
Phosphatase
• Senyawa berfluoresensi: Fluorescein, : Fluorescein,
Umbelliferon, Tetrametil rodhamin
• Senyawa luminescence: Luciferin
• Partikel: Tanned erythrocyte, Colloidal, microsphere ,
gold, silver
• Vesikel: Liposom
16
Metode Imunokimia
• EIA/ELISA (Enzym Linkage Immunosorbent Assay)
• RIA (Radio Immuno Assay)
• IFA (Immuno Fluorescence Assay)
• LIA (Luminesence Immuno Assay)
17
Metode Imunokimia
Immunoassay adalah suatu cara pemeriksaan untuk
mengukur derajat imunitas atau kadar antibodi dan
antigen dalam cairan tubuh atau serum seseorang.
18
Pengamatan Imunokimia
19
ELISA
20
ELISA
Keunggulan:
• Teknik pengerjaan relatif sederhana
• Ekonomis
• Sensitivitas cukup tinggi
21
ELISA
Ada 2 jenis:
• Competitive Assay
• Konjugasi Ag-Enzim
• Konjugasi Ab-Enzim
• Non-Competitive Assay
• dengan 2 Antibodi
• Ab ke-2 dikonjugasikan dg Enzim sbg indikator
• Sering disebut teknik “Sandwich”
22
RIA (Radio Immuno Assay)
• Versi radioaktif suatu zat, atau isotop dari substansi,
dicampur dengan Ab atau Ag kemudian direaksikan
dengan sampel.
• Radioaktivitas memberikan sinyal, yang menunjukkan
apakah Ag atau Ab hadir dalam sampel.
23
Aplikasi bidang farmasi
• Diagnosis klinik
• Monitoring Obat
• Penelitian Kanker
• Studi Protein
24
Selesai