Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

KELOMPOK 2

1. Muhamad Rizki
2. Yelidia Roza
3. Rima Seprima
4. Adhe Irma Yunita
5. Anggi Alga Prima
6. Novalina

STIKES ALIFAH PADANG


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu
penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi. Kausa gangguan jiwa selama ini
dikenali meliputi kausa pada area organobiologis, area psikoedukatif, dan area sosiokultural.
Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptive dikostrukkan sebagai tahapan
mulai adanya factor predisposisi, factor presipitasi dalam bentuk stressor pencetus,
kemampuan penilaian terhadap stressor, sumber koping yang dimiliki, dan bagaimana
mekanisme koping yang dipilih oleh seorang individu. Dari sini kemudian baru menentukan
apakah perilaku individu tersebut adaptif atau maladaptive.
Banyak ahli dalam kesehatan jiwa memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap apa
yang dimaksud gangguan jiwa dan bagaimana gangguan perilaku terjadi. Perbedaan
pandangan tersebut tertuang dalam bentuk model konseptual kesehatan jiwa. Pandangan
model psikoanalisa berbeda dengan pandangan model social, model perilaku, model
eksistensial, model medical, berbeda pula dengan model stress – adaptasi. Masing-masing
model memiliki pendekatan unik dalam terapi gangguan jiwa.
Berbagai pendekatan penanganan klien gangguan jiwa inilah yang dimaksud dengan
terapi modalitas. Suatu pendekatan penanganan klien gangguan yang bervariasi yang
bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa dengan perilaku maladaptifnya menjadi
perilaku yang adaptif.
1.2 Rumusan Masalah
1. apa yang di maksud dengan Terapi individual ?
2. Bagaimana terapi individu pada pasien Autisme ?
3. Bagaimana terapi individu pada pasien skizofrenia ?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan pendekatan
hubungan individual antara seorang terapis dengan seorang klien. Suatu hubungan yang
terstruktur yang terjalin antara perawat dan klien untuk mengubah perilaku klien. Hubungan
yang dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan
sistematis (terstruktur) sehingga melalui hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku klien
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal hubungan.
Hubungan terstruktur dalam terapi individual bertujuan agar klien mampu
menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain itu klien juga diharapkan mampu meredakan
penderitaan (distress) emosional, serta mengembangkan cara yang sesuai dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya.
Tahapan hubungan dalam terapi individual meliputi:
- Tahapan orientasi
- Tahapan kerja
- Tahapan terminasi
Tahapan orientasi dilaksanakan ketika perawat memulai interaksi dengan klien. Yang
pertama harus dilakukan dalam tahapan ini adalah membina hubungan saling percaya dengan
klien. Hubungan saling percaya sangat penting untuk mengawali hubungan agar klien
bersedia mengekspresikan segala masalah yang dihadapi dan mau bekerja sama untuk
mengatasi masalah tersebut sepanjang berhubungan dengan perawat. Setelah klien
mempercayai perawat, tahapan selanjutnya adalah klien bersama perawat mendiskusikan apa
yang menjadi latar belakang munculnya masalah pada klien, apa konflik yang terjadi, juga
penderitaan yang klien hadapi. Tahapan orientasi diakhiri dengan kesepakatan antara perawat
dan klien untuk menentukan tujuan yang hendak dicapai dalam hubungan perawat-klien dan
bagaimana kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut.
Perawat melakukan intervensi keperawatan setelah klien mempercayai perawat
sebagai terapis. Ini dilakukan di fase kerja, di mana klien melakukan eksplorasi diri. Klien
mengungkapkan apa yang dialaminya. Untuk itu perawat tidak hanya memperhatikan konteks
cerita klien akan tetapi harus memperhatikan juga bagaimana perasaan klien saat
menceritakan masalahnya. Dalam fase ini klien dibantu untuk dapat mengembangkan
pemahaman tentang siapa dirinya, apa yang terjadi dengan dirinya, serta didorong untuk
berani mengambil risiko berubah perilaku dari perilaku maladaptive menjadi perilaku adaptif.
Setelah kedua fihak (klien dan perawat) menyepakati bahwa masalah yang mengawali
terjalinnya hubungan terapeutik telah mereda dan lebih terkendali maka perawat dapat
melakukan terminasi dengan klien. Pertimbangan lain untuk melakukan terminasi adalah
apabila klien telah merasa lebih baik, terjadi peningkatan fungsi diri, social dan pekerjaan,
serta yang lebih penting adalah tujuan terapi telah tercapai.
2.1.1        KONSELING
            Beberapa kegiatan yang termasuk dalam terapi perseorangan antara lain:
1. Memberikan bimbingan Sosial kepada orang yang menderita penyakit parah (terminal
illnes), dan stress.
2. Membantu para pegawai yang menghadapi pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam
memperoleh pelatihan dan pekerjaan baru.
3. Memberikan bimbingan sosial kepada pasangan muda yang baru menikah atau pelatihan
perenting skills kepada pasangan yang baru memiliki anak.

2.1.2        KONSELING PROFESIONAL


            Orang yang profesional karena pelatihan dan pengalamannya memiliki kemungkinan
berhasil yang lebih tinggi,tetapi kompetensi dan hubungan baik merupakan kedua aspek
penting yang menentukan keberhasilan konseling daripada sekedar gelar atau sertifikat.
2.1.3   PROSES KONSELING
1. Konseling berdasarkan perspektif pekerja sosial
A.    Membangun relasi
B.     Menggali Masalah Secara Mendalam
C.     Menggali Soslusi alternatif
2. Konseling berdasarkan perspektif klien
A.    Kesadaran Masalah (problem Awareness)
B.     Relasi dengan konselor (Relationship to Counselor)
C.     Motivasi (Motivation)
D.    Konseptualisasi Masalah (Conceptualizing the Problem)
E.     Penggalian Stretegi-strategi Pemecahan Masalah (Exploring Resolution Strategies)
F.      Pemilihan Strategi (Selection of Strategy)
G.    Implementasi Strategi (Implementation of the Strategy)
H.    Evaluasi (Evaluation)
2.1.4        PENDEKATAN KONSELING
Terdapat tiga area kemampuan yang perlu dimiliki oleh konselor,yaitu:
A.    Kemampuan Membangun Relasi Kerja Sama
B.     Kemampuan Menggali Masalah Secara Mendalam
C.     Kemampuan Menggali Alternatif Pemecahan Masalah

2.2 Terapi Individu Pada Autisme


Bila ada pertanyaan mengenai terapi apa yang efektif? Maka jawaban atas pertanyaan
ini sangat kompleks, bahkan para orang tua dari anak-anak dengan autisme pun merasa
bingung ketika dihadapkan dengan banyaknya treatment dan proses pendidikan yang
ditawarkan bagi anak mereka. Beberapa jenis terapi bersifat tradisional dan telah teruji dari
waktu ke waktu sementara terapi lainnya mungkin baru saja muncul. Tidak seperti gangguan
perkembangan lainnya, tidak banyak petunjuk treatment yang telah dipublikasikan apalagi
prosedur yang standar dalam menangani autisme. Bagaimanapun juga para ahli sependapat
bahwa terapi harus dimulai sejak awal dan harus diarahkan pada hambatan maupun
keterlambatan yang secara umum dimiliki oleh setiap anak autis, misalnya; komunikasi dan
persoalan-persolan perilaku. Treatment yang komprehensif umumnya meliputi; Terapi
Wicara (Speech Therapy), Okupasi Terapi (Occupational Therapy) dan Applied Behavior
Analisis (ABA) untuk mengubah serta memodifikasi perilaku.
Berikut ini adalah suatu uraian sederhana dari berbagai literatur yang ada dan
ringkasan penjelasan yang tidak menyeluruh dari beberapa treatment yang diakui saat ini.
Menjadi keharusan bagi orang tua untuk mencari tahu dan mengenali treatment yang
dipilihnya langsung kepada orang-orang yang profesional dibidangnya. Sebagian dari teknik
ini adalah program menyeluruh, sedang yang lain dirancang menuju target tertentu yang
menjadi hambatan atau kesulitan para penyandangnya.
• Educational Treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: Applied Behavior Analysis
(ABA) yang prinsip-prinsipnya digunakan dalam penelitian Lovaas sehingga sering
disamakan dengan Discrete Trial Training atau Intervensi Perilaku Intensif.
• Pendekatan developmental yang dikaitkan dengan pendidikan yang dikenal sebagai
Floortime.
• TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related Communication –
Handicapped Children).
• Biological Treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: diet, pemberian vitamin dan
pemberian obat-obatan untuk mengurangi perilaku-perilaku tertentu (agresivitas, hiperaktif,
melukai diri sendiri, dsb.).
• Speech – Language Therapy (Terapi Wicara), meliputi tetapi tidak terbatas pada usaha
penanganan gangguan asosiasi dan gangguan proses auditory/pendengaran.
• Komunikasi, peningkatan kemampuan komunikasi, seperti PECS (Picture Exchange
Communication System), bahasa isyarat, strategi visual menggunakan gambar dalam
berkomunikasi dan pendukung-pendukung komunikasi lainnya.
• Pelayanan Autisme Intensif, meliputi kerja team dari berbagai disiplin ilmu yang
memberikan intervensi baik di rumah, sekolah maupun lngkungan sosial lainnya.
• Terapi yang bersifat Sensoris, meliputi tetapi tidak terbatas pada Occupational Therapy
(OT), Sensory Integration Therapy (SI) dan Auditory Integration Training (AIT).
Dengan adanya berbagai jenis terapi yang dapat dipilih oleh orang tua, maka sangat
penting bagi mereka untuk memilih salah satu jenis terapi yang dapat meningkatkan
fungsionalitas anak dan mengurangi gangguan serta hambatan autisme. Sangat disayangkan
masih minim data ilmiah yang mampu mendukung berbagai jenis terapi yang dapat dipilih
orang tua di Indonesia saat ini. Fakta menyebutkan bahwa sangat sulit membuat suatu
penelitian mengenai autisme. Sangat banyak variabel-variabel yang dimiliki anak, dari
tingkat keparahan gangguannya hingga lingkungan sekitarnya dan belum lagi etika yang ada
didalamnya untuk membuat suatu penelitian itu sungguh-sungguh terkontrol. Sangat tidak
mungkin mengkontrol semua variabel yang ada sehingga data yang dihasilkan dari
penelitian-penelitian sebelumnya mungkin secara statistik tidak akurat.
Tidak ada satupun jenis terapi yang berhasil bagi semua anak. Terapi harus
disesuaikan dengan kebutuhan anak, berdasarkan pada potensinya, kekurangannya dan tentu
saja sesuai dengan minat anak sendiri. Terapi harus dilakukan secara multidisiplin ilmu,
misalnya menggunakan; okupasi terapi, terapi wicara dan terapi perilaku sebagai basisnya.
Tenaga ahli yang menangani anak harus mampu mengarahkan pilihan-pilihan anda terhadap
berbagai jenis terapi yang ada saat ini. Tidak ada jaminan apakah terapi yang dipilih oleh
orang tua maupun keluarga sungguh-sungguh akan berjalan efektif. Namun demikian,
tentukan salah satu jenis terapi dan laksanakan secara konsisten, bila tidak terlihat perubahan
atau kemajuan yang nyata selama 3 bulan dapat melakukan perubahan terapi. Bimbingan dan
arahan yang diberikan harus dilaksanakan oleh orang tua secara konsisten. Bila terlihat
kemajuan yang signifikan selama 3 bulan maka bentuk intervensi lainnya dapat ditambahkan.
Tetap bersikap obyektif dan tanyakan kepada para ahli bila terjadi perubahan-perubahan
perilaku lainnya.

2.3 Terapi Individu pada Pasien Skizofrenia


                Terapi aktifitas individu adalah merupakan suatu proses pemberian bimbingan atau
nasehat kepada penderita, yang di lakukan dengan menggali perasaan penderita agar mampu
mengungkapkan masalahnya. Dalam pemberian terapi aktifitas individu ini seorang perawat
menggunakan tehnik komunikasi terapeutik. Penderita skizofrenia dengan disertai halusinasi
pendengaran akan kesulitan dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber
internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls dan stimulus eksternal.
Berbagai macam jenis terapi untuk penderita yang mengalami halusinasi pendengaran
termasuk diantaranya terapi aktifitas individu yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan
kemampuan penderita dalam mengidentifikasi dan mengontrol halusinasi pendengaran.
Populasi dalam penelitian ini adalah penderita skizofrenia yang di rawat inap di RSJ. DR
Radjiman Wediodiningrat Lawang Kab. Malang, jumlah sampel sebanyak 20 orang penderita
yang berasal dari ruang rawat inap Kakak Tua. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel
intervensi: terapi aktifitas individu, pemberian terapi aktifitas individu dilaksanakan oleh
peneliti sendiri sebanyak 1 kali dalam masing-masing sesi, waktu pelaksanaanya pada pagi
hari antara pukul 09.00-10.00 WIB, dan variabel hasil: kemampuan penderita dalam
mengidentifikasi dan mengontrol halusinasi pendengaran. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut dapat di simpulkan bahwa terapi aktifitas individu mampu meningkatkan
kemampuan penderita skizofrenia dalam mengidentifikasi dan mengontrol halusinasi
pendengaran.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan pendekatan
hubungan individual antara seorang terapis dengan seorang klien. Suatu hubungan yang
terstruktur yang terjalin antara perawat dan klien untuk mengubah perilaku klien. Hubungan
yang dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan
sistematis (terstruktur) sehingga melalui hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku klien
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal hubungan.
Hubungan terstruktur dalam terapi individual bertujuan agar klien mampu
menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain itu klien juga diharapkan mampu meredakan
penderitaan (distress) emosional, serta mengembangkan cara yang sesuai dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya.

Daftar Pustaka
Guze, B., Richeimer, S., dan Siegel, D.J. (1990). The Handbook of Psychiatry. California:
Year Book Medical Publishers
Kaplan, H.I., Sadock, B.J., dan Grebb, J.A. (1996). Synopsis of Psychiatry. New York:
Williams and Wilkins
Stuart, G.W. dan Laraia, M.T. (2001). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. (Ed ke-
7). St. Louis: Mosby, Inc.

Anda mungkin juga menyukai