OLEH
KELOMPOK 3
Eko Winarty
Girik Br Bangun
Irma Wardani
Roma Sari
Nanang Veryanto
Human immunodeficiency virus (HIV) adalah suatu virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang dapat
menyebabkan penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Penularan HIV
salah satunya melalui transfusi darah. Infeksi HIV pada transfusi dapat dihindari melalui
skrining ulang pra transfusi sehingga darah yang ditransfusikan benar-benar layak untuk
transfusi.
Menurut dokumen Mukernas Palang Merah Indonesia Tahun 2014 No. 5 tentang
Laporan Kegiatan Pelayanan Darah PMI tahun 2013 bahwa hasil data uji saring Infeksi
Menular Lewat Transfusi Darah (IMLTD) tahun 2013 di Unit Donor Darah (UDD) PMI di
Indonesia adalah 480 reaktif HIV. Metode pemeriksaan yang dipergunakan adalah rapid test,
ELISA, dan nucleic acid amplification technology (NAAT). Sesuai Peraturan Menkes RI No.
83 Tahun 2014 Pasal 2 ayat 1, Unit Transfusi Darah (UTD) hanya boleh diselenggarakan
oleh pemerintah atau PMI. Berdasarkan atas tingkatan dan kemampuan pelayanan UTD
Kabupaten/ Kota memiliki kemampuan melakukan uji saring darah terhadap IMLTD pada
darah donor dengan ELISA dan rapid test.
Hasil tes HIV terhadap darah donor sendiri bergantung pula pada masa jendela
(window period). Berdasarkan atas tingkatan dan kemampuan pelayanan Unit Transfusi
Darah (UTD) Kabupaten/ Kota memiliki kemampuan melakukan uji saring darah terhadap
Infeksi Menular Lewat Transfusi Darah (IMLTD) pada darah donor dengan ELISA dan rapid
test. Biarpun seorang sudah tertular HIV tetapi dalam rentang waktu enam bulan sejak
tertular antibodi didalam darahnya belum bisa dideteksi melalui tes HIV.
Ditahun 2008 seorang wanita berusia 44 tahun di Medan Sumatera Utara terjangkit
virus HIV/AIDS dari transfusi darah saat melahirkan ananknya.
Ditahun 2017 seorang gadis berusia 17 tahun asal Buleleng Singaraja Nusa Bali
penderita Leukimia divonis positif terjangkit virus HIV. Di duga penularan virus itu terjadi
saat mendapatkan darah dari pendonor yang belum terdeteksi dimasa windows period, 0-6
bulan pasca terinfeksi.
BAB I
PENDAHULUAN
Donor darah adalah proses pengambilan darah dari seseorang secara sukarela untuk
disimpan di bank darah kemudian dipakai pada transfusi darah, Transfusi darah
merupakan sebuah prosedur terapetik dimana fungsinya sebagai penyembuhan, namun
transfusi darah yang terkontaminasi dapat mentransmisikan penyakit infeksi dan dapat
membahayakan kehidupan daripada menyelamatkan kehidupan. Pelayanan transfusi
darah yang aman merupakan landasan dari efektifnya sistem pelayanan kesehatan
(Adisasmito dan Wiku. 2008).
Palang Merah Indonesia (PMI) sebagai bank darah di Indonesia telah melakukan
uji saring atas 4 parameter penyakit yang sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 7 Tahun 2011 yaitu Sifilis, Hepatitis B, Hepatitis C, dan
HIV/AIDS sehingga peran PMI sangat penting dalam mengurangi risiko penularan
penyakit infeksi melalui transfusi darah. Ada banyak indikasi kenapa seseorang
menerima transfusi darah, antara lain untuk menggantikan darah yang hilang waktu
operasi, terjadinya perdarahan masif, ataupun karena penyakit tertentu yang memerlukan
transfusi darah. Namun transfusi darah merupakan faktor risiko untuk beberapa penyakit
infeksi melalui darah antara lain HIV, Hepatitis B, Hepatitis C, dan Sifilis serta penyakit
infeksi lainnya (Kemenkes RI ,2014).
Menurut dokumen Mukernas Palang Merah Indonesia Tahun 2014 No. 5 tentang
Laporan Kegiatan Pelayanan Darah PMI tahun 2013 bahwa hasil data uji saring infeksi
menular lewat transfusi darah (IMLTD) tahun 2013 di Unit Donor Darah (UDD) PMI di
Indonesia adalah 480 reaktif HIV. Metode pemeriksaan yang dipergunakan adalah rapid
test, ELISA, dan nucleic acid amplification technology (NAAT). Sesuai Peraturan
Menkes RI No. 83 Tahun 2014 Pasal 2 ayat 1, Unit Transfusi Darah (UTD) hanya boleh
diselenggarakan oleh pemerintah atau PMI. Berdasarkan atas tingkatan dan kemampuan
pelayanan UTD Kabupaten/ Kota memiliki kemampuan melakukan uji saring darah
terhadap IMLTD pada darah donor dengan ELISA dan rapid test.
Hasil tes HIV terhadap darah donor sendiri bergantung pula pada masa jendela
(window period). Biarpun seorang sudah tertular HIV tetapi dalam rentang waktu enam
bulan sejak tertular antibodi didalam darahnya belum bisa dideteksi melalui tes HIV.
Dalam kaitan itulah diperlukan kejujuran donor. Salah satu cara untuk mengetahui
perilaku donor adalah melalui kuisioner atau daftar pertanyaan.
Penularan HIV melalui transfusi darah pertama kali diketahui pada akhir tahun
1981 dan awal 1983. Pada tahun 1983 Public Health Service (Amerika Serikat)
merekomendasikan orang yang berisiko tinggi terinfeksi HIV untuk tidak
menyumbangkan darah. Bank darah juga mulai menanyakan kepada donor mengenai
berbagai perilaku berisiko tinggi, bahkan sebelum skrining antibodi HIV dilaksanakan,
hal tersebut ternyata telah mampu mengurangi jumlah infeksi HIV yang ditularkan
melalui transfusi ( Wati evita 2013).
Resiko tertular HIV melalui darah yang terkontaminasi HIV lebih dari 90%. Oleh
sebab itu setiap orang yang menerima transfusi darah berhak mendapatkan darah yang
bebas dari HIV. Laporan Kegiatan Pelayanan Darah oleh PMI (Palang Merah Indonesia)
pada tahun 2016, terdapat 2 dari 10.000 orang yang terinfeksi HIVsetelah melakukan
transfusi darah.
Kasus HIV semakin mengkhawatirkan seiring bertambah banyaknya korban. Data
Kementrian Kesehatan menjelaskan, dari 514 Kabupaten/Kota di 34 Provinsi , kasus ini
dikelompokkan di 443 lokasi atau sekitar 84,2%. Kementrian Kesehatan juga mencatat,
sampai Juni 2018 dilaporkan ada 301.959 kasus dari estimasi orang dengan HIV/AIDS
(ODHA) sebanyak 640.443 jiwa. Dari data ini, ditemukan fakta bahwa DKI Jakarta
adalah provinsi dengan pasien HIV+ paling banyak dengan angka kasus 55.099.
Sementara itu provinsi lain yang tercatat adalah Jawa Timur (43.399), Jawa Barat
(31.293), Papua (30.699), Jawa Tengah (24.757). Data tersebut juga menjelaskan bahwa
kasus HIV+ banyak terjadi dikelompok usia 24-49 tahun dan 20-24 tahun. Jumlah kasus
HIV dilaporkan terus meningkat setiap tahunnya, sementara jumlah HIV/AIDS relatif
stabil. Hal ini menunjukkan keberhasilan bahwa semakin banyak orang dengan
HIV/AIDS yang diketahui statusnya masih dalam fase terinfeksi (HIV positif) dan belum
masuk ke stadium AIDS.
Ditahun 2008 seorang wanita berusia 44 tahun di Medan Sumatera Utara
terjangkit virus HIV/AIDS dari transfusi darah saat melahirkan anaknya.
Ditahun 2017 seorang gadis berusia 17 tahun asal Buleleng Singaraja Nusa Bali
penderita Leukimia divonis positif terjangkit virus HIV. Di duga penularan virus itu
terjadi saat mendapatkan darah dari pendonor yang belum terdeteksi dimasa windows
period, 0-3 bulan pasca terinfeksi.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari darah yang didonasikan, terkadang ditransfer keseluruhan (whole blood) atau
hanya diambil satu atau beberapa komponen saja tergantung kebutuhan pasien. Oleh
karenanya, ada beberapa jenis transfusi darah, sebagai berikut:
1. Transfusi darah Whole blood atau secara keseluruhan sel- sel darah
2. Transfusi sel darah merah
Transfusi sel darah merah biasanya diperlukan bagi mereka yang mengalami
anemia (kekurangan sel darah merah). Mereka memerlukan pasokan sel darah
merah untuk membawa oksigen ke seluruh sel dalam tubuh. Transfusi ini biasanya
diperlukan apabila level hemoglobin lebih rendah dari batas normal (12-18 g/dL).
Selain penderita anemia, jenis transfusi ini juga diperlukan selama atau sesudah
operasi untuk mengganti darah yang hilang.
3. Transfusi plasma
Proses transfusi plasma disebut aphresis atau plasmapheresis. Pendonor akan
dihubungkan ke mesin yang memisahkan plasma dari darah dan memasukkan
plasma ke wadah khusus. Mesin akan mengembalikan darah yang sudah
dipisahkan dari plasma ke aliran darah pendonor. Plasma biasanya ditransfer ke
pasien yang mengalami pendarahan karena darahnya tidak membeku sebagaimana
mestinya dan mereka yang mengalami luka bakar serius. Pasien kanker juga perlu
diberikan fresh frozen plasma apabila ia mengalami disseminated intravascular
coagulation (DIC) yaitu suatu kondisi terbentuknya bekuan darah yang sangat
banyak sehingga menyebabkan pendarahan hebat di seluruh tubuh.
1. Transfusi platelet
Transfusi platelet biasanya dibutuhkan pasien kanker apabila sumsum tulang
mereka tidak memproduksi cukup platelet. Hal ini terjadi karena sel sumsum
tulang yang memproduksi platelet rusak akibat kemoterapi atau sel kanker.
Jumlah platelet normal sekitar 150,000 – 400,000 per milimeter kubik (mm 3),
ketika jumlahnya berkurang pada level tertentu (biasanya 20,000/mm 3), maka
pasien berisiko mengalami pendarahan hebat. Untuk itu diperlukan transfusi
platelet. Apabila platelet rendah namun tidak ditemukan gejala pendarahan,
maka transfusi platelet kemungkinan tidak diperlukan.
2. Transfusi sel darah putih
Pada awalnya, jenis transfusi ini biasanya diberikan pada pasien kanker yang
memiliki sel darah putih rendah. Namun sekarang transfusi ini jarang
dilakukan karena alasan tertentu, salah satunya ketidakjelasan apakah
transfusi ini benar-benar membantu mengurangi risiko infeksi serius. Selain
itu, transfusi ini dapat menyebabkan demam yang disebut febrile transfusion
reaction. Transfusi sel darah putih juga terkadang dapat mengirimkan
penyakit menular, seperti cytomegalovirus (CMV) yang berbahaya bagi
orang yang memiliki sistem imun lemah.
4. Kelebihan cairan
Kondisi ini bisa menyebabkan jantung tidak mampu memompa cukup darah ke
seluruh tubuh. Sesak napas juga bisa terjadi akibat paru-paru dipenuhi oleh
cairan. Risiko kelebihan cairan lebih tinggi pada orang lanjut usia yang
memiliki penyakit serius, seperti penyakit jantung.
PEMBAHASAN
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Penyakit HIV dapat dengan mudah tersebar melalui proses transfusi darah.Penularan
tersebut seringkali tidak disadari karena keberadaan virus yang sulit terdeteksi. Resiko
tertular HIV melalui darah yang terkontaminasi HIV lebih dari 90%. Oleh sebab itu setiap
orang yang menerima transfusi darah berhak mendapatkan darah yang bebas dari HIV.
Laporan Kegiatan Pelayanan Darah oleh PMI (Palang Merah Indonesia) pada tahun 2016,
terdapat 2 dari 10.000 orang yang terinfeksi HIVsetelah melakukan transfusi darah.
Hasil tes HIV terhadap darah donor sendiri bergantung pula pada masa jendela
(window period). Test HIV yang selama ini dilakukan berdasarkan atas tingkatan dan
kemampuan pelayanan Unit Transfusi Darah (UTD) Kabupaten/ Kota memiliki kemampuan
melakukan uji saring darah terhadap Infeksi Menular Lewat Transfusi Darah (IMLTD) pada
darah donor dengan ELISA dan rapid test .Biarpun seorang sudah tertular HIV tetapi dalam
rentang waktu enam bulan sejak tertular antibodi didalam darahnya belum bisa dideteksi
melalui tes HIV.
4.2 SARAN
Untuk itu perlu, adanya langkah preventif untuk melengkapi perangkat aktivitas
transfusi darah yaitu melalui alat uji saring Nuclec Acid Test (NAT). Yaitu teknologi uji
saring yang mampu mendeteksi keberadaan deoxyribo nucleic acid (DNA) virus dengan
masa jendela yang lebih pendek untuk meningkatkan keamanan darah secara signifikan.
Teknologi ini sensitif mendeteksi keberadaan DNA atau RNA virus sehingga dapat
melindungi pasien dari infeksi tertular penyakit. Selain itu diperlukan kejujuran pendonor.
Salah satu cara untuk mengetahui perilaku donor adalah melalui kuisioner atau daftar
pertanyaan.
DAFTAR PUSTAKA
Formulas, E. (2004). Symbols & Circuits by Forrest M. Mims III javascript: void (0).
Kompasiana (2011, 05 Mei). Hak Bebas HIV Melalui Transfusi Darah. Diakses pada 06
Januari 2020, dari
https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/infokespro/hak-bebas-hiv-
melalui-transfusi-darah-55500bfd0813311001efa7c75
Sumut Pos. Co ( 2015, 28 Mei). Kisah Sri, Penderita HIV/AIDS Terjangkit setelah Dapat
Transfusi Darah. Diakses pada 06 Januari 2020, dari https://sumut pos.co/2013/05/28/kisah-
sri-penderita hiv/aids-terjangkit-setelah-dapat-transfusi-darah/
Nusa Bali.com (2018, 13 Februari). Gadis 17 Tahun HIV setelah Transfusi Darah. Diakses
pada 06 Januari 2020, dari https://www.nusabali.com/berita/25422/gadis-17-tahun-hiv-
setelah-tranfusi-darah
Detik Health (2018,27 September). Bagaimana PMI Pastikan Kantong Darah Bebas HIV dan
Hepatitis?. Diakses pada 06 Januari 2020, dari https://m.detik.com/health/berita-
detikhealth/d-4231744/bagaimana-pmi-pastikan-kantong-darah-bebas-hiv-dan-hepatitis
Tempo.co (2018, 28 Oktober). Waspada Penularan Penyakit lewat Transfusi Darah, Cek
Solusinya. Diakses pada 06 Januari 2020, dari
https://www.google.com//amp/s/gaya.tempo.co/amp/1140631/waspada-penularan penyakit-
lewat-tranfusi-darah-cek-solusinya
Okezone com (2018, 18 Desember). Data Kemenkes : Jakarta Kota Penderita HIV Terbanyak
di Indonesia !. Diakses pada 06 Januari 2020, dari
https://www.google.com/amp/s/lifestyle.okezone.Com/amp/2018/12/18/481/1992720/data-
kemenkes-jakarta-kota-penderita-hiv-terbanyak-di-indonesia