Anda di halaman 1dari 17

TUGAS

MATA KULIAH ATLM

PENULARAN PENYAKIT HIV/AIDS MELALUI TRANSFUSI DARAH

OLEH

KELOMPOK 3

Eko Winarty

Girik Br Bangun

Shara Mawar Nisa

Irma Wardani

Roma Sari

Rati Ruzlia Septi Giarti

Nanang Veryanto

STIKES SYEDZA SYAINTIKA


PADANG
ABSTRAK

Human immunodeficiency virus (HIV) adalah suatu virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang dapat
menyebabkan penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Penularan HIV
salah satunya melalui transfusi darah. Infeksi HIV pada transfusi dapat dihindari melalui
skrining ulang pra transfusi sehingga darah yang ditransfusikan benar-benar layak untuk
transfusi.

Kasus HIV semakin mengkhawatirkan seiring bertambah banyaknya korban. Data


Kementrian Kesehatan menjelaskan, dari 514 Kabupaten/Kota di 34 Provinsi , kasus ini
dikelompokkan di 443 lokasi atau sekitar 84,2%. Kementrian Kesehatan juga mencatat,
sampai Juni 2018 dilaporkan ada 301.959 kasus dari estimasi orang dengan HIV/AIDS
(ODHA) sebanyak 640.443 jiwa. Dari data ini, ditemukan fakta bahwa DKI Jakarta adalah
provinsi dengan pasien HIV+ paling banyak dengan angka kasus 55.099. Sementara itu
provinsi lain yang tercatat adalah Jawa Timur (43.399), Jawa Barat (31.293), Papua (30.699),
Jawa Tengah (24.757). Data tersebut juga menjelaskan bahwa kasus HIV+ banyak terjadi
dikelompok usia 24-49 tahun dan 20-24 tahun. Jumlah kasus HIV dilaporkan terus meningkat
setiap tahunnya, sementara jumlah HIV/AIDS relatif stabil. Hal ini menunjukkan
keberhasilan bahwa semakin banyak orang dengan HIV/AIDS yang diketahui statusnya
masih dalam fase terinfeksi (HIV positif) dan belum masuk ke stadium AIDS.

Menurut dokumen Mukernas Palang Merah Indonesia Tahun 2014 No. 5 tentang
Laporan Kegiatan Pelayanan Darah PMI tahun 2013 bahwa hasil data uji saring Infeksi
Menular Lewat Transfusi Darah (IMLTD) tahun 2013 di Unit Donor Darah (UDD) PMI di
Indonesia adalah 480 reaktif HIV. Metode pemeriksaan yang dipergunakan adalah rapid test,
ELISA, dan nucleic acid amplification technology (NAAT). Sesuai Peraturan Menkes RI No.
83 Tahun 2014 Pasal 2 ayat 1, Unit Transfusi Darah (UTD) hanya boleh diselenggarakan
oleh pemerintah atau PMI. Berdasarkan atas tingkatan dan kemampuan pelayanan UTD
Kabupaten/ Kota memiliki kemampuan melakukan uji saring darah terhadap IMLTD pada
darah donor dengan ELISA dan rapid test.
Hasil tes HIV terhadap darah donor sendiri bergantung pula pada masa jendela
(window period). Berdasarkan atas tingkatan dan kemampuan pelayanan Unit Transfusi
Darah (UTD) Kabupaten/ Kota memiliki kemampuan melakukan uji saring darah terhadap
Infeksi Menular Lewat Transfusi Darah (IMLTD) pada darah donor dengan ELISA dan rapid
test. Biarpun seorang sudah tertular HIV tetapi dalam rentang waktu enam bulan sejak
tertular antibodi didalam darahnya belum bisa dideteksi melalui tes HIV.
Ditahun 2008 seorang wanita berusia 44 tahun di Medan Sumatera Utara terjangkit
virus HIV/AIDS dari transfusi darah saat melahirkan ananknya.
Ditahun 2017 seorang gadis berusia 17 tahun asal Buleleng Singaraja Nusa Bali
penderita Leukimia divonis positif terjangkit virus HIV. Di duga penularan virus itu terjadi
saat mendapatkan darah dari pendonor yang belum terdeteksi dimasa windows period, 0-6
bulan pasca terinfeksi.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Donor darah adalah proses pengambilan darah dari seseorang secara sukarela untuk
disimpan di bank darah kemudian dipakai pada transfusi darah, Transfusi darah
merupakan sebuah prosedur terapetik dimana fungsinya sebagai penyembuhan, namun
transfusi darah yang terkontaminasi dapat mentransmisikan penyakit infeksi dan dapat
membahayakan kehidupan daripada menyelamatkan kehidupan. Pelayanan transfusi
darah yang aman merupakan landasan dari efektifnya sistem pelayanan kesehatan
(Adisasmito dan Wiku. 2008).
Palang Merah Indonesia (PMI) sebagai bank darah di Indonesia telah melakukan
uji saring atas 4 parameter penyakit yang sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 7 Tahun 2011 yaitu Sifilis, Hepatitis B, Hepatitis C, dan
HIV/AIDS sehingga peran PMI sangat penting dalam mengurangi risiko penularan
penyakit infeksi melalui transfusi darah. Ada banyak indikasi kenapa seseorang
menerima transfusi darah, antara lain untuk menggantikan darah yang hilang waktu
operasi, terjadinya perdarahan masif, ataupun karena penyakit tertentu yang memerlukan
transfusi darah. Namun transfusi darah merupakan faktor risiko untuk beberapa penyakit
infeksi melalui darah antara lain HIV, Hepatitis B, Hepatitis C, dan Sifilis serta penyakit
infeksi lainnya (Kemenkes RI ,2014).
Menurut dokumen Mukernas Palang Merah Indonesia Tahun 2014 No. 5 tentang
Laporan Kegiatan Pelayanan Darah PMI tahun 2013 bahwa hasil data uji saring infeksi
menular lewat transfusi darah (IMLTD) tahun 2013 di Unit Donor Darah (UDD) PMI di
Indonesia adalah 480 reaktif HIV. Metode pemeriksaan yang dipergunakan adalah rapid
test, ELISA, dan nucleic acid amplification technology (NAAT). Sesuai Peraturan
Menkes RI No. 83 Tahun 2014 Pasal 2 ayat 1, Unit Transfusi Darah (UTD) hanya boleh
diselenggarakan oleh pemerintah atau PMI. Berdasarkan atas tingkatan dan kemampuan
pelayanan UTD Kabupaten/ Kota memiliki kemampuan melakukan uji saring darah
terhadap IMLTD pada darah donor dengan ELISA dan rapid test.
Hasil tes HIV terhadap darah donor sendiri bergantung pula pada masa jendela
(window period). Biarpun seorang sudah tertular HIV tetapi dalam rentang waktu enam
bulan sejak tertular antibodi didalam darahnya belum bisa dideteksi melalui tes HIV.
Dalam kaitan itulah diperlukan kejujuran donor. Salah satu cara untuk mengetahui
perilaku donor adalah melalui kuisioner atau daftar pertanyaan.
Penularan HIV melalui transfusi darah pertama kali diketahui pada akhir tahun
1981 dan awal 1983. Pada tahun 1983 Public Health Service (Amerika Serikat)
merekomendasikan orang yang berisiko tinggi terinfeksi HIV untuk tidak
menyumbangkan darah. Bank darah juga mulai menanyakan kepada donor mengenai
berbagai perilaku berisiko tinggi, bahkan sebelum skrining antibodi HIV dilaksanakan,
hal tersebut ternyata telah mampu mengurangi jumlah infeksi HIV yang ditularkan
melalui transfusi ( Wati evita 2013).
Resiko tertular HIV melalui darah yang terkontaminasi HIV lebih dari 90%. Oleh
sebab itu setiap orang yang menerima transfusi darah berhak mendapatkan darah yang
bebas dari HIV. Laporan Kegiatan Pelayanan Darah oleh PMI (Palang Merah Indonesia)
pada tahun 2016, terdapat 2 dari 10.000 orang yang terinfeksi HIVsetelah melakukan
transfusi darah.
Kasus HIV semakin mengkhawatirkan seiring bertambah banyaknya korban. Data
Kementrian Kesehatan menjelaskan, dari 514 Kabupaten/Kota di 34 Provinsi , kasus ini
dikelompokkan di 443 lokasi atau sekitar 84,2%. Kementrian Kesehatan juga mencatat,
sampai Juni 2018 dilaporkan ada 301.959 kasus dari estimasi orang dengan HIV/AIDS
(ODHA) sebanyak 640.443 jiwa. Dari data ini, ditemukan fakta bahwa DKI Jakarta
adalah provinsi dengan pasien HIV+ paling banyak dengan angka kasus 55.099.
Sementara itu provinsi lain yang tercatat adalah Jawa Timur (43.399), Jawa Barat
(31.293), Papua (30.699), Jawa Tengah (24.757). Data tersebut juga menjelaskan bahwa
kasus HIV+ banyak terjadi dikelompok usia 24-49 tahun dan 20-24 tahun. Jumlah kasus
HIV dilaporkan terus meningkat setiap tahunnya, sementara jumlah HIV/AIDS relatif
stabil. Hal ini menunjukkan keberhasilan bahwa semakin banyak orang dengan
HIV/AIDS yang diketahui statusnya masih dalam fase terinfeksi (HIV positif) dan belum
masuk ke stadium AIDS.
Ditahun 2008 seorang wanita berusia 44 tahun di Medan Sumatera Utara
terjangkit virus HIV/AIDS dari transfusi darah saat melahirkan anaknya.
Ditahun 2017 seorang gadis berusia 17 tahun asal Buleleng Singaraja Nusa Bali
penderita Leukimia divonis positif terjangkit virus HIV. Di duga penularan virus itu
terjadi saat mendapatkan darah dari pendonor yang belum terdeteksi dimasa windows
period, 0-3 bulan pasca terinfeksi.
1.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimanakah penularan penyakit HIV terjadi melalui transfusi darah?


BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 PENYAKIT HIV/AIDS
2.1.1 Pengertian HIV/AIDS
HIV adalah sebutan untuk virus yang menyerang dan merusak sistem kekebalan
tubuh kita sehingga tidak bisa bertahan terhadap penyakit –penyakityang menyerang
tubuh kita. HIV adalah kependekan dari Human Immunodeficiency Virus. Virus HIV
adalah virus yang menyerang tubuh inangnya dengan cara menyerang sistem kekebalan
tubuhnya. Bila sistem kekebalan tubuh sudah rusak atau lemah, maka seseorang akan
dengan mudahnya terserang berbagai penyakit yangada di sekitar kita seperti TBC, diare,
sakit kulit, dan lain-lain. Kumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh kita itulah
yang disebut AIDS. AIDS adalah Acquired (didapat), Immune (kekebalan tubuh),
Deficiency (kekurangan), Syndrome (gejala).
Jadi HIV adalah virusnya, sementara AIDS adalah gejala penyakit yang menyerang
tubuh akibat daya tahan tubuh atau sistem imunitas yang melemah akibat infeksi HIV.
2.1.2 Cara Penularan HIV
Penderita infeksi HIV adalah seseorang yang berpontensi untuk menularkan penyakit
yang dideritanya kepada orang lain. HIV hanya bisa hidup didalam cairan tubuh seperti :
darah, cairan vagina, cairan sperma, Air Susu Ibu (ASI).
HIV adalah virus yang hanya hidup dicairan tubuh tertentu dan tidak hidup dipermukaan
tangan atau permukaan kulit penderita. Maka dari itu, penularan HIV juga hanya dapat terjadi
melalui cara tertentu, yaitu melalui :
1. Hubungan seks dengan orangyang mengidap HIV atau AIDS, berhubungan seks dengan
pasangan yang berganti-ganti dan tidak menggunakan alat pelindung (kondom).
2. Kontak darah atau luka dan transfunsi darah yang sudah tercemar virus HIV.
3. Penggunaan jarum suntik atau jarum tindik secara bersama atau bergantian dengan orang
yang terinfeksi HIV.
4. Dari ibu yang terinfeksi HIV kepada bayi yang dikandungnya.
HIV tidak menular melalui : gigitan nyamuk, orang bersalaman, berciuman, orang
berpelukan, makan bersama, tinggal serumah.
Infeksi HIV adalah penyakit yangtidak dapat di tularkan hanya dengan berkontak fisik yang
simpel seperti bersalaman atau bersinggungan dengan penderita. Selama tidak melakukan
hal-hal yang berisiko menularkan HIV, kita tetap aman untuk berinteraksi dengan penderita.
Maka dari itu, pendampingan intensif terhadap penderita HIV atau AIDS ini sangat
dianjurkan untuk mencegah kondisi mental dan tubuh pasien HIV menjadi semakin
memburuk.
2.1.3 Bagaimana Cara Mendeteksi HIV
HIV adalah virus yang tidak langsung memperlihatkan gejala infeksi ketika sudah
masuk kedalam tubuh seseorang. Sampai tiga atau enam bulan setelah masuknya virus HIV,
belum tentu virus itu bisa ditemukan dalm tubuh karena ia tersembunyi. Masa belum bisa
dilihatnya virus itu disebut masa jendela. Walaupun belum bisa terlihat orang yang sudah
tertular HIV bisa menularkannya kepada orang lain. Setelah enam bulan biasanya virus
mulai dapat ditemukan atau dilihat kalau orang itu menjalani tes darah. Belum ada cara lain
untuk menemukan virus selain melalui tes darah. Kalau sudah ditemukan, maka
pengidapnya disebut HIV positif. Pada masa ini, ia masih bisa hidup normal dan melakukan
semua kegiatan seperti biasa. Masa HIV positif ini bisa sampai 10 tahun kalau daya tahan
tubuhnya kuat. Tetapi, bila daya tahan tubuhnya lemah maka orang tersebut bisa cepat
terserang berbagai penyakit lain. Tanda yang menyolok pada penderita AIDS adalah diare
yang terus menerus, pembengkakan kelenjar getah bening, kanker kulit, sariawan, dan berat
badan yang turun secara menyolok. Pada saat seperti itu orang tersebut dikatakan sudah
sampai pada tahap AIDS dan disebut ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). Pada tahap AIDS
ini biasanya daya tahan sudah sangat lemah sehingg kemungkinan orang itu akan
meninggal. Sampai saat ini belum ada obat ampuh untuk membunuh virus HIV atau
menyembuhkan orang dengan AIDS.
2.1.4 Perjalanan HIV/AIDS
Secara singkat, perjalan hiv atau AIDS dapat dibagi empat stadium yaitu :
1. Stadium pertama : HIV
Infeksi dimulai dengan masuknya virus HIV dan diikuti terjadinya perubahan serologik
ketika antibodi terhadap virus tersebut dari negatif berubah menjadi positif. Rentang
waktu sejak HIV masuk kedalam tubuh sampai test antibodi terhadap HIV menjadi positif
disebut window periode. Lama window periode ini antara 1-3 bulan, bahkan ada yang
berlangsung samapi 6 bulan
2. Stadium kedua : Asimptomatik ( tanpa gejala)
Asimptomatik berarti bahwa didalam organ tubuh terdapat HIV tetapi tubuh tidak
menunjukkan gejala-gejala. Keadaan ini dapt berlangsung rata-rata 5-10 tahun. Cairan
tubuh ODHA yang tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain.
3. Stadium ketiga : Pembesaran Kelenjar Limfe
Fase ini ditandai dengan pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata (persistent
generalized lymphadenopthy), idak hanya muncul pada suatu tempat dan berlangsung
lebih dari satu bulan.
4. Stadium keempat : AIDS
Keadaan ini disertai bermacam-macam penyakit, antara lain penyakit konstitusional,
penyakit saraf, dan penyakit infeksi sekunder (Pusdiknakes, 1997:42).
2.1.5 Gejala HIV dan AIDS
Menurut Pundiknakes (1997 : 44) gejala klinis pada stadium AIDS adalah :
1. Gejala utama HIV atau AIDS
Demam berkepanjangan lebih dari tiga bulan, diare kronis lebih dari satu bulan berulang
maupun terus-menerus, penurunan berat badan lebih dari 10 % dalam tiga bulan.
2. Gejala Minor HIV atau AIDS
Batuk kronis selama lebih dari satu bulan, infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan
oleh jamur Candida Albikan, pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap
diseluruh tubuh, munculnya herpes zoster berulang, bercak-bercak gatal diseluruh tubuh.
2.2 DONOR DARAH
Donor darah adalah proses pengambilan darah dari seseorang secara sukarela untuk
disimpan di bank darah untuk kemudian dipakai pada transfusi darah (Gaol HL, Tanto
2014 )
Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan no 1457 tahun 2003 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang kesehatan di Kabupaten/Kota dinyatakan bahwa salah satu
indicatornya adalah ketersediaan darah yang aman. Yang dimaksud dengan ketersediaan
darah yang aman adalah :
a. Darah yang bebas dari penyakit infeksi yang dapat menular lewat transfusi darah
( IMLTD).
b. Darah mudah didapat dan tepat waktu, dalam jumlah yang cukup sesuai kebutuhan.
c. Transfusi darah diberikan atas indikasi yang tepat
d. Didistribusikan dalam system distribusi tertutup (cold chain).
e. Aman dari praktek jual beli.
f. Rumah Sakit Pemerintah dan RS Swasta ( Bank darah RS) berperan untuk
melaksanakan transfusi darah bagi pasien di RS yang membutuhkan transfusi
dengan indikasi yang tepat (rasional), dengan mengaktifkan peran Komite Transfusi
Darah Rumah Sakit.
Gambar 7 .pendonor. https://www.alodokter.com

2.3 TRANSFUSI DARAH

Dari darah yang didonasikan, terkadang ditransfer keseluruhan (whole blood) atau
hanya diambil satu atau beberapa komponen saja tergantung kebutuhan pasien. Oleh
karenanya, ada beberapa jenis transfusi darah, sebagai berikut:
1. Transfusi darah Whole blood atau secara keseluruhan sel- sel darah
2. Transfusi sel darah merah
Transfusi sel darah merah biasanya diperlukan bagi mereka yang mengalami
anemia (kekurangan sel darah merah). Mereka memerlukan pasokan sel darah
merah untuk membawa oksigen ke seluruh sel dalam tubuh. Transfusi ini biasanya
diperlukan apabila level hemoglobin lebih rendah dari batas normal (12-18 g/dL).
Selain penderita anemia, jenis transfusi ini juga diperlukan selama atau sesudah
operasi untuk mengganti darah yang hilang.
3. Transfusi plasma
Proses transfusi plasma disebut aphresis atau plasmapheresis. Pendonor akan
dihubungkan ke mesin yang memisahkan plasma dari darah dan memasukkan
plasma ke wadah khusus. Mesin akan mengembalikan darah yang sudah
dipisahkan dari plasma ke aliran darah pendonor. Plasma biasanya ditransfer ke
pasien yang mengalami pendarahan karena darahnya tidak membeku sebagaimana
mestinya dan mereka yang mengalami luka bakar serius. Pasien kanker juga perlu
diberikan fresh frozen plasma apabila ia mengalami disseminated intravascular
coagulation (DIC) yaitu suatu kondisi terbentuknya bekuan darah yang sangat
banyak sehingga menyebabkan pendarahan hebat di seluruh tubuh.
1. Transfusi platelet
Transfusi platelet biasanya dibutuhkan pasien kanker apabila sumsum tulang
mereka tidak memproduksi cukup platelet. Hal ini terjadi karena sel sumsum
tulang yang memproduksi platelet rusak akibat kemoterapi atau sel kanker.
Jumlah platelet normal sekitar 150,000 – 400,000 per milimeter kubik (mm 3),
ketika jumlahnya berkurang pada level tertentu (biasanya 20,000/mm 3), maka
pasien berisiko mengalami pendarahan hebat. Untuk itu diperlukan transfusi
platelet. Apabila platelet rendah namun tidak ditemukan gejala pendarahan,
maka transfusi platelet kemungkinan tidak diperlukan.
2. Transfusi sel darah putih
Pada awalnya, jenis transfusi ini biasanya diberikan pada pasien kanker yang
memiliki sel darah putih rendah. Namun sekarang transfusi ini jarang
dilakukan karena alasan tertentu, salah satunya ketidakjelasan apakah
transfusi ini benar-benar membantu mengurangi risiko infeksi serius. Selain
itu, transfusi ini dapat menyebabkan demam yang disebut febrile transfusion
reaction. Transfusi sel darah putih juga terkadang dapat mengirimkan
penyakit menular, seperti cytomegalovirus (CMV) yang berbahaya bagi
orang yang memiliki sistem imun lemah.

Manfaat Transfusi Darah


Manfat transfusi darah di diantaranya :

1. Kekurangan darah akibat melahirkan


Ada beberapa wanita yang mengalami pendarahan hebat setelah melahirkan atau
sering disebut pendarahan postpartum. Kondisi ini bisa menyebabkan anemia
(kekurangan sel darah merah) dan memicu kematian. Transfusi sel darah merah
dibutuhkan untuk kondisi ini.
2. Menjalani operasi.
 Saat operasi Anda mungkin kehilangan banyak darah yang mengakibatkan
penurunan jumlah sel darah merah.
3. Infeksi dan luka bakar
Transfusi plasma darah mungkin diperlukan untuk mengatasi kondisi luka bakar
yang luas. Pada infeksi berat atau sepsis juga terkadang perlu mendapatkan
transfusi darah.
4. Menderita kanker
Kanker bisa menurunkan produksi sel darah merah, sel darah putih, dan
trombosit dalam tubuh Anda. Hal itu diperparah pula oleh obat-obatan yang
digunakan dalam kemoterapi. Obat kemoterapi bisa juga menurunkan produksi
darah.
5. Gagal atau kerusakan hati yang parah
Penderita gagal hati mungkin memerlukan transfusi plasma darah, terlebih jika
produksi zat pembekuan darah di dalam tubuh sudah terganggu.
6. Kelainan darah
Penderita kelainan darah dan pasien yang menjalani pengobatan transplantasi sel
induk, mungkin akan membutuhkan transfusi sel darah merah dan trombosit.
7. Pengidap thalasemia
Thalasemia adalah kondisi di mana penderitanya mengalami gangguan pada
hemoglobin dalam sel darah merah. Jika kondisi sudah parah, penderita
mungkin akan memerlukan transfusi darah secara rutin.
Resiko Transfusi Darah
Umumnya, jika dilakukan sesuai prosedur, transfusi darah jarang mengakibatkan
komplikasi. Namun tetap ada risiko di balik langkah medis ini.
1. Demam
Reaksi demam bisa terjadi dengan cepat selama atau setelah transfusi dilakukan.
Umumnya, ini bukan pertanda serius. Namun, ada pula beberapa reaksi serius
yang ditandai oleh demam. Untuk berjaga-jaga, dokter akan menghentikan
transfusi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
2. Alergi
Ini terjadi karena sistem kekebalan tubuh bereaksi terhadap protein atau zat lain
dalam darah yang Anda terima. Reaksi ini biasanya terjadi cepat selama atau
setelah transfusi. Anda akan merasakan gejala-gejala alergi yang umum, seperti
kulit kemerahan.
3. Infeksi
Sebelum mendonorkan darah, setiap orang pasti diperiksa jika dia menderita
infeksi yang mungkin ditularkan melalui darah. Walau demikian, kadang bisa
terjadi kesalahan dan darah yang terkontaminasi itu lolos pemeriksaan.

4. Kelebihan cairan
Kondisi ini bisa menyebabkan jantung tidak mampu memompa cukup darah ke
seluruh tubuh. Sesak napas juga bisa terjadi akibat paru-paru dipenuhi oleh
cairan. Risiko kelebihan cairan lebih tinggi pada orang lanjut usia yang
memiliki penyakit serius, seperti penyakit jantung.

5. Kelebihan zat besi


Transfusi darah bisa memicu kelebihan zat besi dalam darah Anda. Hal ini bisa
berdampak buruk pada organ tertentu, seperti hati dan ginjal
BAB III

PEMBAHASAN

Kasus HIV semakin mengkhawatirkan seiring bertambah banyaknya korban. Data


Kementrian Kesehatan menjelaskan, dari 514 Kabupaten/Kota di 34 Provinsi , kasus ini
dikelompokkan di 443 lokasi atau sekitar 84,2%. Kementrian Kesehatan juga mencatat,
sampai Juni 2018 dilaporkan ada 301.959 kasus dari estimasi orang dengan HIV/AIDS
(ODHA) sebanyak 640.443 jiwa. Dari data ini, ditemukan fakta bahwa DKI Jakarta adalah
provinsi dengan pasien HIV+ paling banyak dengan angka kasus 55.099. Sementara itu
provinsi lain yang tercatat adalah Jawa Timur (43.399), Jawa Barat (31.293), Papua (30.699),
Jawa Tengah (24.757). Data tersebut juga menjelaskan bahwa kasus HIV+ banyak terjadi
dikelompok usia 24-49 tahun dan 20-24 tahun. Jumlah kasus HIV dilaporkan terus meningkat
setiap tahunnya, sementara jumlah HIV/AIDS relatif stabil. Hal ini menunjukkan
keberhasilan bahwa semakin banyak orang dengan HIV/AIDS yang diketahui statusnya
masih dalam fase terinfeksi (HIV positif) dan belum masuk ke stadium AIDS.
Penyakit HIV dapat dengan mudah tersebar melalui proses transfusi darah.Penularan
tersebut seringkali tidak disadari karena keberadaan virus yang sulit terdeteksi. Resiko
tertular HIV melalui darah yang terkontaminasi HIV lebih dari 90%. Oleh sebab itu setiap
orang yang menerima transfusi darah berhak mendapatkan darah yang bebas dari HIV.
Laporan Kegiatan Pelayanan Darah oleh PMI (Palang Merah Indonesia) pada tahun 2016,
terdapat 2 dari 10.000 orang yang terinfeksi HIVsetelah melakukan transfusi darah.
Menurut dokumen Mukernas Palang Merah Indonesia Tahun 2014 No. 5 tentang
Laporan Kegiatan Pelayanan Darah PMI tahun 2013 bahwa hasil data uji saring Infeksi
Menular Lewat Transfusi Darah (IMLTD) tahun 2013 di Unit Donor Darah (UDD) PMI di
Indonesia adalah 480 reaktif HIV. Metode pemeriksaan yang dipergunakan adalah rapid test,
ELISA, dan nucleic acid amplification technology (NAAT). Sesuai Peraturan Menkes RI No.
83 Tahun 2014 Pasal 2 ayat 1, Unit Transfusi Darah (UTD) hanya boleh diselenggarakan
oleh pemerintah atau PMI. Berdasarkan atas tingkatan dan kemampuan pelayanan UTD
Kabupaten/ Kota memiliki kemampuan melakukan uji saring darah terhadap IMLTD pada
darah donor dengan ELISA dan rapid test.
Hasil tes HIV terhadap darah donor sendiri bergantung pula pada masa jendela
(window period). Berdasarkan atas tingkatan dan kemampuan pelayanan Unit Transfusi
Darah (UTD) Kabupaten/ Kota memiliki kemampuan melakukan uji saring darah terhadap
Infeksi Menular Lewat Transfusi Darah (IMLTD) pada darah donor dengan ELISA dan rapid
test. Biarpun seorang sudah tertular HIV tetapi dalam rentang waktu enam bulan sejak
tertular antibodi didalam darahnya belum bisa dideteksi melalui tes HIV.
Ditahun 2008 seorang wanita berusia 44 tahun di Medan Sumatera Utara terjangkit
virus HIV/AIDS dari transfusi darah saat melahirkan anaknya.
Ditahun 2017 seorang gadis berusia 17 tahun asal Buleleng Singaraja Nusa Bali penderita
Leukimia divonis positif terjangkit virus HIV. Di duga penularan virus itu terjadi saat
mendapatkan darah dari pendonor yang belum terdeteksi dimasa windows period, 0-6 bulan
pasca terinfeksi.
Infeksi HIV pada transfusi dapat dihindari melalui skrining ulang pra transfusi sehingga
darah yang ditransfusikan benar-benar layak untuk transfusi. Untuk itu perlu, adanya langkah
preventif untuk melengkapi perangkat aktivitas transfusi darah yaitu melalui alat uji saring
Nuclec Acid Test (NAT). Yaitu teknologi uji saring yang mampu mendeteksi keberadaan
deoxyribo nucleic acid (DNA) virus dengan masa jendela yang lebih pendek untuk
meningkatkan keamanan darah secara signifikan. Teknologi ini sensitif mendeteksi
keberadaan DNA atau RNA virus sehingga dapat melindungi pasien dari infeksi tertular
penyakit. Selain itu diperlukan kejujuran pendonor. Salah satu cara untuk mengetahui
perilaku donor adalah melalui kuisioner atau daftar pertanyaan.
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Penyakit HIV dapat dengan mudah tersebar melalui proses transfusi darah.Penularan
tersebut seringkali tidak disadari karena keberadaan virus yang sulit terdeteksi. Resiko
tertular HIV melalui darah yang terkontaminasi HIV lebih dari 90%. Oleh sebab itu setiap
orang yang menerima transfusi darah berhak mendapatkan darah yang bebas dari HIV.
Laporan Kegiatan Pelayanan Darah oleh PMI (Palang Merah Indonesia) pada tahun 2016,
terdapat 2 dari 10.000 orang yang terinfeksi HIVsetelah melakukan transfusi darah.
Hasil tes HIV terhadap darah donor sendiri bergantung pula pada masa jendela
(window period). Test HIV yang selama ini dilakukan berdasarkan atas tingkatan dan
kemampuan pelayanan Unit Transfusi Darah (UTD) Kabupaten/ Kota memiliki kemampuan
melakukan uji saring darah terhadap Infeksi Menular Lewat Transfusi Darah (IMLTD) pada
darah donor dengan ELISA dan rapid test .Biarpun seorang sudah tertular HIV tetapi dalam
rentang waktu enam bulan sejak tertular antibodi didalam darahnya belum bisa dideteksi
melalui tes HIV.

4.2 SARAN

Untuk itu perlu, adanya langkah preventif untuk melengkapi perangkat aktivitas
transfusi darah yaitu melalui alat uji saring Nuclec Acid Test (NAT). Yaitu teknologi uji
saring yang mampu mendeteksi keberadaan deoxyribo nucleic acid (DNA) virus dengan
masa jendela yang lebih pendek untuk meningkatkan keamanan darah secara signifikan.
Teknologi ini sensitif mendeteksi keberadaan DNA atau RNA virus sehingga dapat
melindungi pasien dari infeksi tertular penyakit. Selain itu diperlukan kejujuran pendonor.
Salah satu cara untuk mengetahui perilaku donor adalah melalui kuisioner atau daftar
pertanyaan.
DAFTAR PUSTAKA

Formulas, E. (2004). Symbols & Circuits by Forrest M. Mims III javascript: void (0).

Kompasiana (2011, 05 Mei). Hak Bebas HIV Melalui Transfusi Darah. Diakses pada 06
Januari 2020, dari
https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/infokespro/hak-bebas-hiv-
melalui-transfusi-darah-55500bfd0813311001efa7c75

Sumut Pos. Co ( 2015, 28 Mei). Kisah Sri, Penderita HIV/AIDS Terjangkit setelah Dapat
Transfusi Darah. Diakses pada 06 Januari 2020, dari https://sumut pos.co/2013/05/28/kisah-
sri-penderita hiv/aids-terjangkit-setelah-dapat-transfusi-darah/

Nusa Bali.com (2018, 13 Februari). Gadis 17 Tahun HIV setelah Transfusi Darah. Diakses
pada 06 Januari 2020, dari https://www.nusabali.com/berita/25422/gadis-17-tahun-hiv-
setelah-tranfusi-darah

Detik Health (2018,27 September). Bagaimana PMI Pastikan Kantong Darah Bebas HIV dan
Hepatitis?. Diakses pada 06 Januari 2020, dari https://m.detik.com/health/berita-
detikhealth/d-4231744/bagaimana-pmi-pastikan-kantong-darah-bebas-hiv-dan-hepatitis

Tempo.co (2018, 28 Oktober). Waspada Penularan Penyakit lewat Transfusi Darah, Cek
Solusinya. Diakses pada 06 Januari 2020, dari
https://www.google.com//amp/s/gaya.tempo.co/amp/1140631/waspada-penularan penyakit-
lewat-tranfusi-darah-cek-solusinya

Okezone com (2018, 18 Desember). Data Kemenkes : Jakarta Kota Penderita HIV Terbanyak
di Indonesia !. Diakses pada 06 Januari 2020, dari
https://www.google.com/amp/s/lifestyle.okezone.Com/amp/2018/12/18/481/1992720/data-
kemenkes-jakarta-kota-penderita-hiv-terbanyak-di-indonesia

Anda mungkin juga menyukai