Oleh :
ANDRI AJIS
1710003421041
Puji syukur penulis ucapkan kehadiran Allah SWT yang telah memberi rahmat
nikmat beserta karunia-Nya sehingga penulis sdapat menyelesaikan skripsi
ini.Adapun tujiuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Teknik Elektro pada Universitas Ekasakti Padang.
Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan yang
diberikan dari berbagai pihak kepada penulis. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kepada Ayah dan Ibu yang telah memberikan dorongan baik dari segi perhatian
maupun materi
2. Kepada Bapak Drs. Risal Abu, ST., M.Eng selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Ekasakti
3. Kepa Ibu Rosnita Rauf, ST., MT selaku Ketua Program Studi Teknik Elektro
Universitas Ekasakti
4. Kepada Bapak Yani Ridal, ST., MT selaku Dosen Pembimbing I
5. Kepada Bapak Chairul Nazalul Anzhar, S.Pd., M.PdT selaku Dosen
Pembimbing II
6. Kepada Bapak / Ibu Staf Pengajar dan karyawan/ti Fakultas Teknik Universitas
Ekasakti
Semoga segala amal kebaikannya yang diberikan kepada penulis akan mendapat
pahala yang setimpal dari Allah SWT, Aamiin.
Peneliti
i
Abstrak
STUDI ANALISA GROUNDING PADA TRANSFORMATOR DISTRIBUSI 20
KV PT. PLN (PERSERO) ULP SIJUNJUNG FEEDER KUMANIS
Pada pentanahan trafo yang diteliti di feeder Kumanis menggunakan elektroda
jenis batang dengan panjang 2,7 m dan diamenter 0,016 m serta terdapat nilai
pentanahan yang belum layak berdasarkan PUIL 2000 yang dimana standar nilai
pentanahan dibawah 5 Ω, maka perlu dilakuakan reduksi pentanahan agar nilai
pentanahan pada trafo tersebut sesuai standar. Trafo T147 dengan kapasitas 50 kVA
dan nilai pentanahan 17,18 Ω, dengan 1 batang elektroda yang ditanam berhasil
direduksi dengan cara menambahkan 2 batang elektroda yang disusun secara paralel
dengan nilai hasil reduksi sebesar 4,062 Ω. Trafo T167 dengan kapasitas 50 kVA dan
nilai pentanahan 16,80 Ω, dengan 1 batang elektroda yang ditanam berhasil direduksi
dengan cara menambahkan 2 batang elektroda yang disusun secara paralel dengan
nilai hasil reduksi sebesar 3,8987 Ω. Trafo T166 dengan kapasitas 25 kVA dan nilai
pentanahan 9,34 Ω, dengan 1 batang elektroda yang ditanam berhasil direduksi
dengan cara menambahkan 1 batang elektroda yang disusun secara paralel dengan
nilai hasil reduksi sebesar 2,7238 Ω. Trafo T319 dengan kapasitas 50 kVA dan nilai
pentanahan 9,02 Ω, dengan 1 batang elektroda yang ditanam berhasil direduksi
dengan cara menambahkan 1 batang elektroda yang disusun secara paralel dengan
nilai hasil reduksi sebesar 2,6310 Ω. Trafo T168 dengan kapasitas 50 kVA dan nilai
pentanahan 8,30 Ω, dengan 1 batang elektroda yang ditanam berhasil direduksi
dengan cara menambahkan 1 batang elektroda yang disusun secara paralel dengan
nilai hasil reduksi sebesar 2,4209 Ω. Dengan dilakukannya reduksi pentanahan pada
trafo tersebut maka dapat mengurangi nilai rugi-rugi (losses) pentanahan (grounding)
pada trafo yang nilai pentanahan nya belum layak.
Kata kunci : elektroda batang, reduksi, grounding, losses
ii
DAFTAR ISI
iii
3.2. Lokasi Waktu Penelitian .................................................................................. 36
3.3.Data-Data yang Dibutuhkan .............................................................................. 36
3.4.Parameter Yang Di Ukur ................................................................................... 36
3.5. Langkah-Langkah Penelitian ............................................................................ 37
BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS ..................................................... 39
4.1. Data Penelitian ................................................................................................. 39
4.2. Perhitungan Pentanahan Transformator .......................................................... 41
4.3. Perhitungan Rugi-Rugi (Losses) Saluran Dan Rugi-Rugi (Losses) Grounding...
....................................................................................................................... 49
4.4. Analisa Data ..................................................................................................... 58
Bab V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 61
5.1. Kesimpulan ...................................................................................................... 61
5.2. Saran ................................................................................................................ 62
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 63
LAMPIRAN
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
balik arus hubung singkat ke tanah. Bila arus hubung singkat ke tanah dipaksakan
mengalir melalui tanah dengan tahanan yang tinggi akan menimbulkan perbedaan
tegangan yag besar dan berbahaya.
Sistem pentanahan pada jaringan distribsui digunakan sebagai pengaman
langsung terhadap peralatan dan manusia bila terjadinya gangguan tanah atau
kebocoran arus akibat kegagalan isolasi dan tegangan lebih pada perakatan jaringan
distribusi. Petir dapat menghasilkan arus gangguan dan juga tegangan lebih dimana
gangguan tersebut dapat dialirkan ke tanah dengan menggunakan sistem pentanahan.
Agar sistem pentanahan dapat bekerja secara efektif, harus memenuhi
persyaratan yaitu : membuat jalur impedansi rendah ke tanah untuk pengamanan
personil dan peralatan menggunakan rangkaia yang efektif, dapat melawan da
menyebarkan gangguan berulang dan arus akitar surja hubung (surge current),
mengguanakn bahan tahan terhadap korosi terhadap berbagai kondisi kimiawi tanah.
Untuk meyakinkan kontinuitas penampilan sepanjang umur peralatan yang dilindungi
dan menggunakan sistem mekanik yang kuat namun mudah dalam pelanyanannya.
Secara umum tujuan dari sistem pentanahan dan grounding pengaman yaitu :
mencegah terjadinya perbedaan potensial antara bagian tertentu dari instalasi secara
aman, mengalirkan arus gangguan ke tanah sehingga aman bagi manusia dan
peralatan, mencegah timbul bahaya sentuh tidak langsung yang menyebabkan
tegangan kejut.
Sistem pentanahn ada dua yaitu yang pertama : pentanahan sistem (pentanhan
netral) yang berfungsi sebagai melindungi peralatan / saluran dari bahaya kerusakan
yang diakibatkan oleh adanya gangguan fasa ke tanah, melindungi peralatan / saluran
dari bahaya kerusakan isolasi yang diakibatkan oleh tegangan lebih, untuk keperluan
proteksi jaringan dan melindungi makhluk hidup terhadap tegangan langkah (step
voltage). Yang kedua : pentanhan umum (pentanhan peralatan) yang berfungi sebagai
melindungi makhluk hisup dari tegangan sentuh dan melindungi peralatan dari
tegangan lebih.
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menghitung besar tahanan pentanahan transformator
distribusi ?
2. Apa jenis tanah pentanahn trafo pada feeder Kumanis ?
3. Bagaimana cara mengatasi jika nilai tahanan pentanahan masih dalam kondisi
yang belum layak ?
3
1.6 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Menjelaskan tentang latar belakang, permasalahan, batasan
permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan dan sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tentang pengertian dan teori-teori penunjang yang berhubungan
dengan maslaah diatas.
BAB V PENUTUP
Berisikan tentang kesimpulan dan saran dari pembahasaan penelitiana
ini.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
1) Semakin dalam kedalaman elektroda batanag yang ditanama maka nilai tahanan
pembumian semakin rendah.
2) Semen konduktif bisa digunakan disemua jenis tanah apabila memeliki tahanan
yang tinggi seperti tanah kering dan bebatuan.
3) Semen konduktif memeliki sifat non korosif, sekaligus melindungi ground rod
yang ditanam.
Secara umum pengertian Sistem Tenaga Listrik adalah sekumpulan Pusat Listrik
dan Gardu Induk (Pusat Beban) yang satu sama lain dihubungkan oleh jaringan
Transmisi sehingga merupakan sebuah kesatuan sistem. Pada dasarnya sistem tenaga
listrik terdiri dari beberapa komponen yaitu Sistem Pembangkitan, Sistem transmisi
dan sistem distribusi tenaga listrik. Sistem pembangkitan adalah salah satu bagian
utama dalam struktur sistem tenaga listrik, pembangkit pada sistem tenaga listrik
berperan untuk menghasilkan energi. Sumber energi utama pada pembangkit berasal
dari sumber energi primer yang tersedia dari alam, kemudian dikonversikan menjadi
energi listrik. Sistem pembangkitan adalah tempat dimana proses Pembangkitan
Tenaga Listrik.
6
2.2 Gardu Distribusi
Pengertian umum gardu distribusi tenaga listrik yang paling dikenal adalah suatu
bangunan gardu listrik berisi atau terdiri dari instalasi Perlengkapan Hubung Bagi
Tegangan Menengah (PHB-TM), Transformator Distribusi (TD) dan Perlengkapan
Hubung Bagi Tegangan Rendah (PHB-TR) untuk memasok kebutuhan tenaga listrik
bagi para pelanggan baik dengan Tegangan Menengah (TM 20 kV) maupun
Tegangan Rendah (TR 230/400V).
Untuk transformator Distribusi fase tiga , merujuk pada SPLN, ada tiga tipe
vektor grup yang digunakan oleh PLN, yaitu Yzn5, Dyn5 dan Ynyn0. Titik netral
langsung dihubungkan dengan tanah. Untuk konstruksi, peralatan transformator
distribusi sepenuhnya harus merujuk pada SPLN D3.002-1: 2007. Transformator
gardu pasangan luar dilengkapi bushing tegangan menengah isolator keramik,
sedangkan Transformator gardu pasangan dalam dilengkapi bushing tegangan
menengah isolator keramik atau menggunakan isolator plug-in premoulded.
7
Table 2.1 Vektor Group dan Daya Transformator
NO Vektor
Daya [kVA] Keterangan
Group
25
50
Untuk sistem 3
1 Yzn5 100
kawat
160
200
250
315
400 Untuk sistem 3
2 Dyn5
500 kawat
630
50
100
160
200
250
315
3 Ynyn0 400 Untuk sistem 4
500 kawat
630
Konstruksi gardu distribusi dirancang berdasarkan optimalisasi biaya terhadap
maksud dan tujuan penggunaannya yang kadang kala harus disesuaikan dengan
peraturan pemda setempat.
8
Jenis penggunaannya:
1. Gardu Pelanggan Umum
2. Gardu Pelanggan Khusus.
2. Gardu portal
Umumnya konfigurasi gardu portal dipergunakan dengan penghantar saluran
udara tegangan menengah ( SUTM ). Kapasitas transformator = 100, 250, 315, 400
kVA kedap air. Peralatan pengaman pengaman lebur Cut-Out (FCO) sebagai
pengaman hubung singkat transformator dengan elemen pelebur dan Lightning
Arrester (LA) =24 kV, 5 kA atau 10 kA sebagai sarana pencegah naiknya tegangan
pada transformator akibat surja petir dan pembumian ( < 5 Ω).
9
Gambar 2.3 Gardu portal
3. Gardu cantol
Pada gardu distribusi jenis cantol, transformator yang terpasang adalah
transformator dengan daya ≤ 100 kVA Fase 3 atau Fase 1. Transformator terpasang
adalah jenis CSP (Completely Self Protected Transformer) yaitu peralatan switching
dan proteksinya sudah terpasang lengkap dalam tangki transformator.
4. Gardu beton.
Seluruh komponen utama instalasi yaitu transformator dan peralatan
switching/proteksi, terangkai didalam bangunan sipil yang dirancang, dibangun dan
difungsikan dengan konstruksi pasangan batu dan beton (masonrywall building).
Konstruksi ini dimaksudkan untuk pemenuhan persyaratan terbaik bagi keselamatan
ketenagalistrikan.
11
Gambar 2.6 Gardu Kios
Gardu ini dibangun pada tempat-tempat yang tidak diperbolehkan membangun
gardu beton. Karena sifat mobilitasnya, maka kapasitas transformator distribusi yang
terpasang terbatas. Kapasitas maksimum adalah 400 kVA, dengan 4 jurusan tegangan
rendah.
6. Gardu mobil
Pemakaian gardu mobil ini bersifat sementara, hanya untuk mengatasi adanya
pemadaman listrik karena adanya kerusakan pada gardu distribusi (trafo tenaga,
cubicle dll). Pasokan listriknya mempergunakan tegangan rendah 230-400V.
12
1. Pemisah-Disconnecting Switch (DS)
Berfungsi sebagai pemisah atau penghubung instalasi listrik 20 kV.Pemisah hanya
dapat dioperasikan dalam keadaan tidak berbeban.
15
Gambar 2.8 Transformator Arus
Arrester petir atau disingkat arrester adalah suatu alat pelindung bagi peralatan
system tenaga listrik terhadap surya petir. Tahanan Lightning Arrester yang
dikutip dari buku Hendrianto Lisanuddin Pedoman sertifikasi laik operasi instalasi
distribusi tenaga listrik yaitu untuk tahanan pembumian Lightning Arrester tidak
16
melebihi 1 Ohm dengan arus pengenal 10 kA pada taing pertama dan ujung serta
5 kA pada tiang tengah. Alat pelindung terhadap gangguan surya ini berfungsi
melindungi peralatan system tenaga listrik dengan cara membatasi surja tegangan
lebih yang datang dan mengalirkannya ketanah seperti Gambar berikut:
17
b) Lightning Arrester Jenis Thyrite
c) Lightning Arrester Jenis Katup
d) Lightning Arrester Jenis Katup
2) Alat Pengaman Arus Lebih
Pengaman lebur untuk gardu distribusi pasangan luar dipasang pada Fused Cut
Out (FCO) dalam bentuk Fuse Link. Terdapat 3 jenis karakteristik Fuse Link, tipe- K
(cepat), tipe–T (lambat) dan tipe–H yang tahan terhadap arus surja. Data aplikasi
pengaman lebur dan kapasitas transformatornya dapat dilihat pada tabel. Apabila
tidak terdapat petunjuk yang lengkap, nilai arus pengenal pengaman lebur sisi primer
tidak melebihi 2,5 kali arus nominal primer tranformator.
Jika sadapan Lighning Arrester (LA) sesudah Fused Cut Out, dipilih Fuse Link
tipe–H. jika sebelum Fused Cut Out (FCO) dipilih Fuse Link tipe–K. Sesuai Publikasi
IEC 282-2 (1970)/NEMA) di sisi primer berupa pelebur jenis pembatas arus. Arus
pengenal pelebur jenis letupan (expulsion) tipe-H (tahan surja kilat) tipe-T (lambat)
dan tipe-K (cepat) menurut publikasi IEC No. 282-2 (1974) – NEMA untuk pengaman
berbagai daya pengenal transformator, dengan atau tanpa koordinasi dengan
pengamanan sisi sekunder.
Fuse cut out (sekring) adalah suatu alat pengaman yang melindungi jaringan
terhadap arus beban lebih (over load current) yang mengalir melebihi dari batas
maksimum, yang disebabkan karena hubung singkat (short circuit) atau beban lebih
(over load). Konstruksi dari fuse cut out ini jauh lebih sederhana bila dibandingkan
dengan pemutus beban (circuit breaker) yang terdapat di Gardu Induk (sub-station).
Akan tetapi fuse cut out ini mempunyai kemampuan yang sama dengan pemutus
beban tadi. Fuse cut out ini hanya dapat memutuskan satu saluran kawat jaringan di
dalam satu alat. Apabila diperlukan pemutus saluran tiga fasa maka dibutuhkan fuse
cut out sebanyak tiga buah.
Penggunaan fuse cut out ini merupakan bagian yang terlemah di dalam jaringan
distribusi. Sebab fuse cut out boleh dikatakan hanya berupa sehelai kawat yang
memiliki penampang disesuaikan dengan besarnya arus maksimum yang
18
diperkenankan mengalir di dalam kawat tersebut. Pemilihan kawat yang digunakan
pada fuse cut out ini didasarkan pada faktor lumer yang rendah dan harus memiliki
daya hantar (conductivity) yang tinggi. Faktor lumer ini ditentukan oleh temperatur
bahan tersebut. Biasanya bahan-bahan yang digunakan untuk fuse cut out ini adalah
kawat perak, kawat tembaga, kawat seng, kawat timbel atau kawat paduan dari
bahan-bahan tersebut.
Mengingat kawat perak memiliki konduktivitas 60,6 mho/cm lebih tinggi dari
kawat tembaga, dan memiliki temperatur 960°C, maka pada jaringan distribusi
banyak digunakan. Kawat perak ini dipasangkan di dalam tabung porselin yang diisi
dengan pasir putih sebagai pemadam busur api, dan menghubungkan kawat tersebut
pada kawat fasa, sehingga arus mengalir melaluinya. Jenis fuse cut out ini utnuk
jaringan distribusi dugunakan dengan saklar pemisah.
Pada ujung atas dihubungkan dengan kontak-kontak yang berupa pisau yang
dapatdilepaskan. Sedangkan pada ujung bawah dihubungkan dengan sebuah engsel.
Kalau arus beban lebih melampaui batas yang diperkenankan, maka kawat
perak di dalam tabung porselin akan putus dan arus yang membahayakan dapat
dihentikan. Pada waktu kawat putus terjadi busur api, yang segera dipadamkan oleh
pasir yang berada di dalam tabung porselin. Karena udara yang berada di dalam
porselin itu kecil maka kemungkinan timbulnya ledakan akan berkurang karena
diredam oleh pasir putih. Panas yang ditimbulkan sebagian besar akan diserap oleh
19
pasir putih tersebut. Apabila kawat perak menjadi lumer karena tenaga arus yang
melebihi maksimum, maka waktu itu kawat akan hancur.
Karena adanya gaya hentakan, maka tabung porselin akan terlempar keluar dari
kontaknya. Dengan terlepasnya tabung porselin ini yang berfungsi sebagai saklar
pemisah, maka terhidarlah peralatan jaringan distribusi dari gangguan arus beban
lebih atau arus hubung singkat. Umur dari fuse cut out ini tergantung pada arus yang
melaluinya. Bila arus yang melalui fuse cut out tersebut melebihi batas
maksimum, maka umur fuse cut out lebih pendek.
Oleh karena itu pemasangan fuse cut out pada jaringan distribusi hendaknya yang
memiliki kemampuan lebih besar dari kualitas tegangan jaringan, lebih kurangtiga
sampai lima kali arus nominal yang diperkenankan. fuse cut out ini biasanya
ditempatkan sebagai pengaman tansformator distribusi, dan pengaman pada cabang-
cabang saluran feeder yang menuju ke jaringan distribusi sekunder
20
tahanan pembumian jaringan tegangan rendah dan jaringan tegangan menengah
secara menyeluruh maksimum 5 Ohm. Untuk trafo 50 kVA fasa tunggal atau 150
kVA fasa tiga nilai tahanan pembumian maksimal 10 Ohm dan juga untuk konsumen
rendah.
Pembumian ini tidak membatasi arus gangguan tanah, oleh karena itu diperlukan
suatu pengaman yang cepat. Tindakan pengamanan harus dilakukan sebaik- baiknya
agar tegangan sentuh yang terlalu tinggi akibat dari kegagalan isolasi tidak terjadi
dan membahayakan manusia serta peralatan itu sendiri. Pada pembumian peralatan
tegangan sentuh yang sering adalah tegangan sentuh tidak langsung sebagaimana
dijelaskan dalam PUIL 2000 (3.5.1.1) bahwa tegangan sentuh tidak langsung adalah
tegangan sentuh pada bagian konduktor terbuka (BKT) perlengkapan atau instalasi
listrik yang menjadi bertegangan akibat kegagalan isolasi.
Agar sistem pembumian dapat bekerja secara efektif, harus memenuhi
persyaratansebagai berikut:
21
tegangan kerja minimal.
Pada jaringan distribusi tenaga listrik terdapat sejumlah titik pembumian
baikpada sisi tegangan menengah maupun pada sisi Tegangan Rendah yaitu:
1. Pembumian pada konstruksi jaringan distribusi ialah sebagai berikut:
a. Pembumian titik netral transformator Gardu Induk.
b. Pembumian titik netral transformator sisi tegangan rendah (sekunder) pada
gardu distribusi.
c. Pembumian penghantar netral sisi tegangan menengah dan tegangan rendah.
d. Pembumian penghantar tanah (shield wire) sisi Tegangan Rendah.
e. Pembumian pelindung lapisan tembaga, baja pada kabel bawah tanah.
2. Pembumian alat proteksi dan alat ukur sebagai berikut:
a. Pembumian Lightning Arrester.
b. Pembumian CT/PT.
3. Pembumian Bagian Konduktif Terbuka (BKT) sebagai berikut:
a. Pembumian badan (panel) PHB‐TM, PHB‐TR, Kabel Tray/Rak Kabel.
b. Pembumian Palang (cross arm/travers).
23
Gambar 2.13 System TN-C-S (Terra Neutral Combined Separated)
4. TN-S (Terra Neutral-Separated) : saluran (kabel) tanah dan netral-dipisahkan
Pada sistem pembumian ini, saluran netral dan saluran pengaman terdapat pada
sistem secara keseluruhan. Oleh karena itu, semua sistem mempunyai dua saluran N
dan PE secara sendiri sendiri (separated).
25
No. Jenis tanah Tahanan jenis tanah Ω
1 Tanah rawa 10 – 40
2 Tanah liat dan tanah ladang 20 – 100
3 Pasir basah 50 – 200
4 Krikil basah 200 – 3000
5 Tanah berbatu 2000 – 3000
6 Pasir dan krikil < 10000
7 Air laut dan air tawar 10 - 100
Table 2.2 Tahanan Jenis Tanah
2. Pengaruh unsur kimia
Kandungan zat-zat kimia dalam tanah terutama sejumlah zat organic maupun
anorganik yang dapat larut perlu untuk diperhatikan pula. Didaerah yang mempunyai
tingkat curah hujan tinggi biasanya mempunyai tahanan jenis tanah yang tinggi
disebabkan garam yang terkandung pada lapisan atas larut. Pada daerah yang
demikian ini untuk memperoleh pembumian yang efektif yaitu dengan menanam
elektroda pada kedalaman yang lebih dalam dimana larutan garam masih terdapat.
Untuk mendapatkan tahanan jenis tanah yang lebih rendah, sering dicoba dengan
mengubah komposisi kimia tanah dengan memberikan garam pada tanah dekat
elektroda pembumian ditanam. Cara ini hanya baik untuk sementara sebab proses
penggaraman harus dilakukan secara periodik, sedikitnya 6 (enam) bulan sekali.
3. Pengaruh iklim
Untuk mengurangi variasi tahanan jenis tanah akibat pengaruh musim,
pembumian dapat dilakukan dengan menanam elektroda pembumian sampai
mencapai kedalaman dimana terdapat air tanah yang konstan. Kadangkala
pembenaman elektroda pembumian memungkinkan kelembaban dan temperatur
bervariasi sehingga harga tahanan jenis tanah harus diambil untuk keadaan yang
paling buruk, yaitu tanah kering dan dingin. Proses mengalirnya arus listrik di
dalam tanah sebagian besar akibat dari proses elektrolisa, oleh karena itu air di dalam
tanah akan mempengaruhi konduktivitas atau daya hantar listrik dalam tanah tersebut.
Dengan demikian tahanan jenis tanah akan dipengaruhi pula oleh besar kecilnya
konsentrasi air tanah atau kelembaban tanah, maka konduktivitas daripada tanah akan
26
semakin besar sehingga tahanan tanah semakin kecil.
4. Pengaruh temperatur tanah
Temperatur tanah sekitar elektroda pembumian juga berpengaruh pada besarnya
tahanan jenis tanah. Hal ini terlihat sekali pengaruhnya pada temperatur di bawah
titik beku air (0°C), dibawah harga ini penurunan temperature yang sedikit saja akan
menyebabkan kenaikan harga tahanan jenis tanah dengan cepat.
Gejala diatas dapat dijelaskan dimana pada temperatur di bawah titik beku air
(0°C) , air di dalam tanah akan membeku, molekul-molekul air dalam tanah sulit
untuk bergerak, sehingga daya hantar listrik tanah menjadi rendah sekali. Bila
temperatur anah naik, air akan berubah menjadi fase cair, molekul-molekul dan ion-
ion bebas bergerak sehingga daya hantar listrik tanah menjadi besar atau tahanan
jenis tanah turun.
Baja digalvanisasi
dengan proses
No Bahan jenis Baja berlapis Tembaga
pemanasan
elektrode tembaga
-Pita baja 100 mm2 Pita tembaga
50 mm2 tebal
setebal minimum 50 mm2
minimum
3 mm
2 mm
1 Elektrode pita
-Penghantar pilin 95
mm2 (bukan kawat Penghantar
pilin 35 mm2
halus)
(bukan kawat
halus)
-Pipa baja 25 mm2
-Baja profil (mm)
L 65 x 65 x 7 Baja
berdiameter 15
Elektrode batang U 6,5
mm dilapisi
2 T 6 x 50 x 3
tembaga setebal
- Batang profil lain 250 mm
yang setaraf
Pelat besi tebal 3 mm Pelat
tembaga tebal
luas 0,5 mm2
2 mm luas 0,5
3 Elektrode pelat sampai 1 mm2 m2 sampai 1
mm2
28
Besar tahanan dari berbagai elektroda tanah telah diturunkan oleh Dwight, dan
hasil-hasilnya diberikan pada tabel di bawah. Rumus-Rumus Pendekatan Untuk
Menghitung Tahanan Tanah yang diambil dari buku ir.T.S.HUTAHURUK M.Sc.
Pengetanahan Netral Sistem Tenaga Dan Pengetanahan Peralatan 145-166 ialah
sebagai berikut:
Adapun jenis-jenis elektroda yang digunakan dalam pembumian
adalahsebagaiberikut:
1) Elektroda batang
Elektroda batang adalah elektroda dari pipa besi baja profil atau batangan logam
lainnya yang dipancangkan ke dalam tanah secara dalam. Panjang elektroda yang
digunakan sesuai dengan pembumian yang diperlukan. Untuk menentukan besarnya
tahanan pembumian dengan satu buah elektroda batang dipergunakan rumus sebagai
berikut:
(2.1)
Dimana:
Rbt = tahanan pembumian elektroda batang [ Ω ]
ρ = tahanan jenis tanah [ Ω-m ]
L = panjang batang yang tertanam [ m ]
d = diameter elektroda batang [ m ]
29
Setelah didapatkan nilai tahanan pentahanan dengan satu buah elektroda batang,
dimana belum didapatkan nilai tahanan yang diinginkan, maka tahanan pembumian
dapat diperkecil dengan memperbanyak elektroda yang ditanahkan dan dihubungkan
paralel. Perhitungan tahanan pembumian elektroda batang lebih dari satu bila
tahanan pembumian yang dikehendaki tidak dapat dicapai
oleh elektroda tunggal (single rod) maka dua elektroda atau lebih dapat
dipergunakan. Beberapa konfigurasi pemasangan elektroda batang lebih dari satu
sebagai berikut :
a) Konfigurasi double straight
c) Konfigurasi Triangle
30
d) Konfigurasi Square
e) Konfigurasi crosscicle
(2.2)
31
Untuk triple straight menggunakan rumus:
(2.4)
(2.5)
(2.6)
(2.7)
Dimana:
(2.8)
(2.9)
(2.10)
(2.11)
(2.12)
(2.13)
Bila tahanan pembumian dikehendaki tidak dapat dicapai oleh satu elektroda
batang, maka dua elektroda atau lebih dapat dipergunakan. Untuk jumlah
elektroda yang sedikit cenderung mengikuti rumus tahanan hubungan paralel
yaitu:
32
(2.14)
33
Keterangan gambar:
L = panjang plat
t = kedalaman tertanam
b = lebar plat
Untuk menghitung besar tahanan pembumian elektroda platmenggunakan rumus
sebagai berikut :
(2.16)
dimana :
Rpl = tahanan pembumian elektroda plat [ Ω ]
ρ = tahanan jenis tanah [ Ω-m ]
L = panjang elektroda plat [ m ]b = lebar plat [ m ]
t = kedalaman plat tertanam dari permukaan tanah [ m ]
(2.17)
dimana:
Rpt = tahanan pembumian elektroda pita [ Ω]
ρ = tahanan jenis tanah [ Ω-m ]
L = panjang elektroda pita yang tertanam [ m ]
d = lebar pita/diameter elektroda pita kalau bulat [ m ]
34
Disamping itu, ternyata tahanan pembumian yang dihasilkan sangat dipengaruhi
oleh bentuk konfigurasi elektrodanya, seperti dalam bentuk melingkar, radial atau
kombinasi antar keduanya berikut rumus dari perhitungannya:
(2.18)
dimana:
RW = Tahanan dengan kisi-kisi (grid) kawat (Ohm)
ρ = Tahanan jenis tanah (Ohm-meter)
LW = Panjang total grid kawat (m)
dW = diameter kawat (m)
ZW = kedalamam penanaman (m)
AW = luasan yang dicakup oleh grid (m2)
35
Spesifikasi Alat Ukur Digital Earth TesterMerk
Model : KYORITSU
Batas pengukuran :
X 20Ω = 0 – 19,99 Ω
X 200Ω = 20 –199,9 Ω
AC 0 – 200 Volt
Pengukuran tahanan jenis tanah biasanya dilakukan dengan cara metode tiga
titik (three-point methode) dimaksudkan untuk mengukur tahanan pembumian.
Misalkan tiga buah batang pembumian dimana batang 1 yang tahanannya hendak
diukur dan batang-batang 2 dan 3 sebagai batang pengentanahan pembantu yang juga
belum diketahui tahanannya.
(2.19)
36
BAB III
METODE PENELITIAN
37
1.5. Langkah-Langkah Penelitian
Mulai
Rg Trafo
Analisa Hasil
Penarikan kesimpulan
Selesai
38
1. Mulai
Ditahap ini peneliti mulai merencanakan segala sesuatu yang menyangkut
dengan kelancaran skripsi penulis, mulai dari survei kelokasi penelitian dan
berdiskusi dengan dosen pembimbing tentang masalah judul yang akan diangkat oleh
peneliti.
2. Pengumpulan Data
Pada tahp ini peneliti melakukan pengumpulan data apa-apa saja yang
dibutuhkan untuk menyiapkan skripsi peneliti mulai drai data trafo pada jaringan
distribusi dari PT. PLN (Persero) ULP Sijunjung, data teknis tahanan pentanahan
pada trafo distribusi PT. PLN (Persero) ULP Sijunjung dan data gangguan pada
jaringan distribusi.
5. Analisa hasil
Pada tahap ini peneliti melakukan pengkajian ulang tentang penelitian yang
telah dilakukan.
6. Penarikan kesimpulan
Pada tahap ini peneliti merumuskan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah
peneliti lakukan.
39
BAB IV
PERHITUNGAN DAN ANALISA
40
Tabel 4.1 Data transformator feeder Kumanis
Nama Seri Kapsitas Tahun
No No Trafo Merk
Gardu Gardu (kVA) Pembuatan
JC479STGTRS
1 seitampung 5131151 25 2005 Trafindo
0166
JC479STGTRS
2 sipuah 12041486 50 2012 voltra
T147
JC479STGTRS
3 sisawah 5131163 50 2005 voltra
T167
JC479STGTRS Koto
4 12041717 50 2012 Trafindo
T168 sisawah
JC479STGTRS
5 tamparungo 170866 50 2017 Trafindo
T319
Jenis elektroda yang terpasang adalah elektroda batang, dengan panjang = 2,7 m,
diamaeter = 16 mm untuk semua gardu.
Berdasarkan data arus beban puncak masing-masing fasa disisi tegangan rendah
dapat dilihat seperti tabel 4.3 sebgai berikut.
41
Tabel 4.3. Tabel pengukuran arus beban trafo feeder Kumanis
No No.trafro Kapasitas Beban (A)
(kVA) R S T N
1 JC479STG0166 25 Kva 1 1 3 4
2 JC479STGTRS T147 50 Kva 36 17 20 38
3 JC479STGTRS T167 50 kVA 22 12 33 51
4 JC479STGTRS T168 50 kVA 46 46 52 98
5 JC479STGTRS T319 50 kVA 22 15 17 36
Berdasarkan data panjang saluran pada sisi tegangan rendah masing- gardu ,
saluran yang diigunakan adalah kabel (Tc Al 3 ×35mm + 1 × 50mm) dengan tahanan
untuk konduktor 0,867 Ω dan konduktor netral 0,581 Ω seperti tabel 4.5 sebagai
berikut :
42
Tabel 4.5. Tabel panjang saluran tegangan rendah keluaran trafo feeder Kumanis
Panjang Saluran (kms)
No No Trafo kVA
R S T N G
1 JC479STGTRS0166 25 0,85 0,85 0,85 0,85 0,01
2 JC479STGTRS T147 50 1,05 1,05 1,05 1,05 0,01
3 JC479STGTRS T167 50 0,95 0,95 0,95 0,95 0,01
4 JC479STGTRS T168 50 1,35 1,35 1,35 1,35 0,01
5 JC479STGTRS T319 50 1 1 1 1 0,01
( )
( )
Berdasarkan nilai tahanan jenis tanah yang tela dihitung , tanah tersebut adalah
tanah rawa
Maka reduksi pentanahan dilakukan dengan menambahkan sebuah elektroda
batang dan dengan perhitungan sebagai berikut agar tahanan yang nilainya masih
blum masuk kategori standar SPLN.
43
S=6m
Untuk nilai reduksi yang diinginkan maka 2 buah batang elektroda ditanam
didalam tanah dengan jarak 6 meter dengan konfigurasi double straight lalu untuk
menghitung tahanan pembumian total (Rpt) konfigurasi diatas, makadipakai rumus:
dimana :
k
3 5,3 7,6 9,9
44
, maka k yang dipakai adalah 3
2. Trafo JC479ST0319 dengan kapasitas 50 kVA dengan nilai tahan pentanahan 9,02
Ω dengan panjang elektroda batang 2,7 m dan diameter 0,016 mm.
( )
( )
Berdasarkan nilai tahanan jenis tanah yang tela dihitung , tanah tersebut adalah
tanah rawa
S= 6 m
Untuk nilai reduksi yang diinginkan maka 2 buah batang elektroda ditanam
didalam tanah dengan jarak 4 meter.
45
k = faktor pengali elektroda
Untuk nilai reduksi yang diinginkan maka 2 buah batang elektroda ditanam
didalam tanah dengan jarak 6 meter dengan konfigurasi double straight lalu untuk
menghitung tahanan pembumian total (Rpt) konfigurasi diatas, maka dipakai
rumus:
dimana :
46
3. Trafo JC479ST0168 dengan kapasitas 50 kVA dengan nilai tahan pentanahan 8,30
Ω dengan panjang elektroda batang 2,7 m dan diameter 0,016 mm.
( )
( )
Berdasarkan nilai tahanan jenis tanah yang telah dihitung, tanah tersebut adalah
tanah rawa
Maka reduksi pentanahan dilakukan dengan menambahkan sebuah elektroda
batang dan dengan perhitungan sebagai berikut agar tahanan yang nilainya masih
blum masuk kategori standar SPLN.
S=6m
Untuk nilai reduksi yang diinginkan maka 2 buah batang elektroda ditanam
didalam tanah dengan jarak 6 meter dengan konfigurasi double straight lalu untuk
menghitung tahanan pembumian total (Rpt) konfigurasi diatas, maka dipakai
rumus:
47
dimana :
k
3 5,3 7,6 9,9
3m 3m
( )
48
( )
Berdasarkan nilai tahanan jenis tanah yang tela dihitung , tanah tersebut adalah
tanah rawa tanah liat
Untuk nilai reduksi yang diinginkan maka 3 buah batang elektroda ditanam
didalam tanah dengan jarak 6 meter dengan konfigurasi triple straight lalu untuk
menghitung tahanan pembumian total (Rpt) konfigurasi diatas, maka dipakai
rumus:
( )
( )
( ) ( )
k
3 5,3 7,6 9,9
( )
( )
49
5. Trafo JC479ST0147 dengan kapasitas 50 kVA dengan nilai tahan pentanahan
17,18 Ω dengan panjang elektroda batang 2,7 m dan diameter 0,016 mm.
3m 3m
( )
( )
Berdasarkan nilai tahanan jenis tanah yang tela dihitung , tanah tersebut adalah
tanah rawa tanah liat
Untuk nilai reduksi yang diinginkan maka 3 buah batang elektroda ditanam
didalam tanah dengan jarak 3 meter dengan konfigurasi triple straight lalu untuk
menghitung tahanan pembumian total (Rpt) konfigurasi diatas, maka dipakai
rumus:
( )
( )
( ) ( )
50
Tabel 4.10 Faktor pengali konfigurasi elektroda pentanahan
20 200 2.000 20.000
k
3 5,3 7,6 9,9
( )
( )
Maka total rugi-rugi (losses) trafo transformator berdasarkan data dari PLN :
53
54
Maka total rugi-rugi daya (losses) trafo transformator berdasarkan data dari PLN :
55
Maka total rugi-rugi (losses) trafo transformator berdasarkan data dari PLN :
56
Maka total rugi-rugi (losses) trafo transformator berdasarkan reduksi nilai
pentanahan :
57
Maka total rugi-rugi (losses) trafo transformator berdasarkan data dari PLN :
58
Maka total rugi-rugi (losses) trafo transformator berdasarkan reduksi nilai
pentanahan :
59
Karena beban tidak seimbang maka timbul arus di netral, maka =
60
4.4 Analisa Hasil
Berdasarkan perhitungan tahanan jenis tanah, ada 2 jenis tanah yang terdapat
pada daerah penanaman elektroda batang tersebut yaitu jenis tanah rawa dan tanah
liat, setelah perhitungan reduksi pentanahan maka nilai pentanahan pada data PLN
dapat di perkecil dengan penambahan jumlah batang elektroda dengan konfigurasi
yang berbeda dan jika jarak antara beberapa batang elektroda di perbesar maka nilai
pentanahan semakin kecil dan jika jarak beberapa batang elektroda di perkecil maka
nilai pentanhan semakin besar, dimana perbandingannya dapat dilihat pada tabel
berikut :
61
Tabel 4.13 jumlah elektroda yang terpasang berdasarkan data dan setelah
dilakukan reduksi
Dan setelah dilakukan reduksi pentanahan, maka nilai rugi-rugi daya semakin
kecil pula, dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.14. Perbandingan rugi- rugi daya grounding berdasarkan data dan
reduksi pentanahan
62
Tabel 4.15. Perbandingan total rugi-rugi daya berdasarkan data dan reduksi
pentanahan
63
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian yang telah dilaksanakan ialah sebagai berikut
1. Berdasarkan PUIL 2000 nilai tahanan maksimum pentanahan ialah 5 Ohm ,
maka dari hasi reduksi yang dilakukan pada sistem pentanahan trafo distribusi
yang diteliti pada feeder Kumanis terdapat perubahan nilai gronding yang sudah
layak berdasarkan nilai standar pentanhan tersebut, dimana :
a. Trafo Jc479STGTRS0166 dengan kapasitas 25 kVA dan nilai pentanahan
awal 9,34 Ω dan elektroda yang tertanam 1 elektroda batang, setelah
dilakukan reduksi maka nilai pentanahan menjadi lebih kecil yaitu sebesar
2,7238 Ω dengan menambah 1 batang elektroda sehingga menjadi 2 buah
elektroda yang di hubungkan secara parallel Dengan dilakukan reduksi
pentanahan maka dapat pula memperkecil rugi-rugi grounding pada trafo
tersebut.
b. Trafo Jc479STGTRS0147 dengan kapasitas 50 kVA dan nilai pentanahan
awal 17,18 Ω dan elektroda yang tertanam 1 elektroda batang, setelah
dilakukan reduksi maka nilai pentanahan menjadi lebih kecil yaitu sebesar
4,062 Ω dengan menambah 2 batang elektroda sehingga menjadi 3 buah
elektroda yang di hubungkan secara parallel Dengan dilakukan reduksi
pentanahan maka dapat pula memperkecil rugi-rugi grounding pada trafo
tersebut.
c. Trafo Jc479STGTRS0167 dengan kapasitas 50 kVA dan nilai pentanahan
awal 16,80 Ω dan elektroda yang tertanam 1 elektroda batang, setelah
dilakukan reduksi maka nilai pentanahan menjadi lebih kecil yaitu sebesar
3,8987 Ω dengan menambah 2 batang elektroda sehingga menjadi 3 buah
elektroda yang di hubungkan secara parallel Dengan dilakukan reduksi
64
pentanahan maka dapat pula memperkecil rugi-rugi grounding pada trafo
tersebut
d. Trafo Jc479STGTRS0168 dengan kapasitas 50 kVA dan nilai pentanahan
awal 8,30 Ω dan elektroda yang tertanam 1 elektroda batang, setelah
dilakukan reduksi maka nilai pentanahan menjadi lebih kecil yaitu sebesar
2,4209 Ω dengan menambah 1 batang elektroda sehingga menjadi 2 buah
elektroda yang di hubungkan secara parallel Dengan dilakukan reduksi
pentanahan maka dapat pula memperkecil rugi-rugi grounding pada trafo
tersebut.
e. Trafo Jc479STGTRS0319 dengan kapasitas 50 kVA dan nilai pentanahan
awal 9,02 Ω dan elektroda yang tertanam 1 elektroda batang, setelah
dilakukan reduksi maka nilai pentanahan menjadi lebih kecil yaitu sebesar
2,6310 Ω dengan menambah 1 batang elektroda sehingga menjadi 2 buah
elektroda yang di hubungkan secara parallel Dengan dilakukan reduksi
pentanahan maka dapat pula memperkecil rugi-rugi grounding pada trafo
tersebut
5.2 Saran
Adapun saran dari penelitian ini, diharapkan untuk penelitian yang akan
dilakukan selanjutnya, kiranya peneliti berikutnya mampu mencari referensi tentang
mengatasi masalah pentanahan pada trafo distribusi agar semakin layak dan handal
dalam sistem penanganan gangguan dan semakin handal dalam proses pelayanan
beban pada trafo distribusi serta kiranya nilai tahanan pentanahan sebaiknya sekecil
mungkin di cari agar rugi daya akibat beban tidak seimbang semakin kecil.
65
DAFTAR PUSTAKA
A.Aris Munandar, dr. MSc. dan Susumu Kawahara, Dr. Teknik Tenaga Listrik II
Transmisi, Distribusi, Pradnya Paramita, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional BSN, Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL
2000)
Sistim Distribusi Daya Listrik 2011. Sekolah Tinggi Teknik-PLN. PT.PLN
(Persero) Jakarta.
T.S. Hutauruk Ir., M.E.E. 1991. Pengetanahan Netral Sistem Tenaga Dan
Pengetanahan Peralatan. Institute Teknologi Bandung Dan Uiversitas Trisakti
suswanto daman, Sistem Distribusi Tenaga Listrik
66