Anda di halaman 1dari 8

Pro Kontra Putusan Mahkamah Agung terhadap Caleg Eks Koruptor

Kelas Internasional

Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung

2018

A. Awal Mula Sengketa Permaslahan


Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sedang menyusun peraturan KPU
(PKPU) mengenai larangan mantan narapidana korupsi maju sebagai calon
legislatif untuk DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota di
Pemilu2019. 
Selain  soal larangan tersebut, caleg juga diminta menyerahkan Laporan Harta
Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sebagai salah syaratnya. 

Seperti dilansir dari situs resmi KPU RI, www.kpu.go.id, Komisi Pemilihan


Umum (KPU) telah menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018
tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota dalam Pemilu 2019, Sabtu 30 Juni 2018. PKPU ini akan menjadi
pedoman KPU melaksanakan tahapan pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan
DPRD Kabupaten/Kota dalam Pemilu 2019. Salah satu poin di PKPU itu
mengatur mengenai larangan mantan koruptor maju sebagai caleg. Aturan itu
tertera pada Pasal 7 Ayat 1 huruf h, berbunyi “Bukan mantan terpidana
bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi,”.

Ditetapkannya Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018, maka ketentuan


tentang larangan eks koruptor mencalonkan diri menjadi anggota legislatif sudah bisa
diterapkan pada masa pendaftaran bakal caleg mendatang. Selain itu, KPU juga telah
mempersiapkan pelaksanaan tahapan pengajuan bakal calon Anggota DPR, DPRD
Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dalam Pemilu 2019, seperti formulir-formulir
pencalonan dan daftar rumah sakit yang memenuhi syarat sebagai tempat pemeriksaan
kesehatan dalam rangka pemenuhan syarat calon. Adapun pendaftaran bakal calon

1
anggota DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten atau kota untuk Pemilu 2019
akan dibuka mulai 4 hingga 17 Juli 2018.

Seperti biasanya, kebijakan yang akan dikeluarkan itu menyulut sikap pro
dan kontra. Ada yang setuju ada juga yang menentangnya. Mereka
menyampaikan pandangan dan alasan masing masing kenapa harus menerima dan
kenapa pula harus menolaknya.  Pihak KPU sendiri yang berencana
mengeluarkan ketentuan tersebut menjelaskan alasan kenapa harus keluar
peraturan yang melarang mantan narapidana  korupsi menjadi caleg atau pejabat
negara. Pengaturan mantan narapidana kasus korupsi tidak diperbolehkan nyaleg,
tujuannya adalah supaya masyarakat bisa mendapatkan pemimpin dan wakil yang
bersih dari penyalahgunaan kekuasaannya. 1
Sementara itu Ray Rangkuti, Direktur Eksekutif Lingkar Madani, juga sepakat
tidak dibolehkannya mantan napi korupsi menjadi caleg. Menurut Ray, menjadi aneh
kalau mereka yang telah berbuat jahat terhadap negara namun, masih diberikan
peluang untuk kembali dapat menempati posisi-posisi penting di negara. Sebab,
politik merupakan hajat besar dan titik pertemuan kepentingan setiap warga negara
untuk berbagai kebaikan sosial. Sedangkan korupsi adalah penghianatan atas
komitmen sosial tersebut. 

Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat masih tak sependapat


dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ihwal penetapan peraturan yang melarang
mantan narapidana korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg). Ahmad
Riza Patria Wakil Ketua Komisi Pemerintahan DPR-RI dari Fraksi Partai
Gerindra mengatakan komisi telah melaporkan polemik itu kepada pimpinan DPR
untuk mencari jalan keluar.

Saat ini Komisi Pemerintahan tengah mencari solusi untuk


menengahi perbedaan pendapat ihwal PKPU tersebut. Ia berharap segera ada jalan
keluar yang menjadi kesepakatan bersama. kata politikus Partai Gerindra ini. Komisi
Pemerintahan pernah menyampaikan beberapa opsi kepada KPU. Salah satunya, kata
dia, yakni pemberian imbauan kepada partai-partai politik agar tidak mengajukan eks
1
https://law-justice.co/mantan-napi-korupsi-jadi-caleg-apa-salahnya-.html Di kunjungi
9/10/2018, jam 15.07.00

2
koruptor menjadi caleg. KPU juga dapat mengumumkan kepada masyarakat caleg
mana saja yang pernah menjadi terpidana korupsi. Namun sementara ini, Riza
mempersilakan pihak-pihak yang keberatan dengan PKPU itu melakukan gugatan uji
materi ke Mahkamah Agung.

Sedangkan, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo dari


Partai Golkar ngotot menolak Peraturan Komisi Pemilihan Umum atau PKPU
yang melarang mantan narapidana korupsi menjadi calon anggota legislatif. Menurut
Bambang larangan yang tertuang dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU)
itu bertentangan dengan Undang-undang. Idealnya mantan napi korupsi memang
dilarang mengikuti pemilihan legislatif. Namun peraturan terkait itu tetap harus
merujuk kepada undang-undang. Ia menyinggung kemungkinan munculnya
kekisruhan dengan penetapan PKPU itu. Seharusnya sebagai pejabat dalam negara
patokannya adalah UU, eggak bisa mengambil langkah sendiri-sendiri. KPU
berlebihan karena berkukuh menetapkan aturan itu dalam PKPU. Diusung dan dipilih
atau tidaknya mantan koruptor seharusnya dikembalikan kepada partai dan
masyarakat. Tidak perlu membangun pencitraan, patuhi saja aturan.2

Komisioner Badan Pengawad Pemilu (Bawaslu) Republik


Indonesia mengatakan Bawaslu menyatakan tetap menolak aturan yang melarang
mantan narapidana korupsi maju menjadi calon legislatif di Pemilu 2019. Bawaslu
juga mendukung Pemilu melahirkan wakil rakyat yang bersih dan bebas dari koruptor.
akan tetapi semangat tersebut tidak boleh bertabrakan dengan peraturan perundang-
undangan. Sebagai penyelenggara Pemilu, Bawaslu memiliki tugas untuk menjamin
hak konstitusional setiap warga negara. Akan sangat berbahaya jika penyelenggara
pemilu melakukan pembatasan hak-hak konstitusional warga negara. Karena bisa
terjadi penyalahgunaan kewenangan.

Bawaslu akan melakukan pendekatan dengan partai-partai politik.


Bawaslu ingin membangun kesadaran partai-partai politik agar tidak mencalonkan
eks napi korupsi menjadi Caleg. Kesadaran ini sesungguhnya yang perlu
dibangun oleh parpol peserta Pemilu. Moralitas politik yang tinggi untuk
melahirkan penyelenggara negara yang bersih. Bawaslu telah menyusun jadwal
2
https://jurnalpolitik.id/2018/09/09/daftar-34-eks-koruptor-nyaleg-di-2019-gerindra-
terbanyak-disusul-pan/ Di kunjungi 5/10/2018, jam 03.57.00

3
pertemuan dengan partai-partai politik dan akan mengunjungi markas-markas
partai politik dimulai sejak Selasa 3 Juli 2018. Ahmad Baidowi Anggota Komisi II
dari Fraksi PPP menilai aturan PKPU yang melarang mantan narapidana korupsi maju
menjadi calon legislatif melanggar beberapa UU. Atas terbitnya aturan itu, Komisi II
mempertimbangkan untuk menggunakan hak angket kepada KPU. Sejumlah aturan
yang ditabrak oleh KPU dengan terbitnya PKPU tersebut. Aturan pertama yakni pasal
240 ayat 1 huruf g UU Nomor 7 tahun 2017. Dalam pasal 240 ayat 1 huruf g
menyebutkan caleg tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dengan ancaman hukuman 5 tahun atau
lebih kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa
yang bersangkutan mantan terpidana. UU 7/2017 pasal 240 ayat 1 huruf g secara
nyata dan tegas tidak ada larangan bagi mantan napi untuk jadi caleg asalkan yang
bersangkutan secara terbuka menyatakan dirinya sebagai mantan napi. Pasal kedua
yang dilanggar yakni pasal 75 ayat 4. Pasal tersebut mengatur kewajiban KPU
berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah dalam menyusun PKPU. KPU juga
berpotensi melanggar UU Nomor 17 tahun 2014 jo UU 2 tahun 2018 tentang MD3
pasal 74 ayat 2 tentang MD3. Hal ini karena KPU menolak hasil RDP bersama DPR
dan Pemerintah terkait aturan larangan eks napi korupsi menjadi Caleg. Padahal pasal
itu mewajibkan setiap lembaga negara termasuk badan hukum menindaklanjuti hasil
RDP. Maka dari itu sebenarnya aturan dari KPU khusus larangan mantan napi korupsi
melanggar UU. Termasuk juga PKPU yg belum diundangkan menkumham juga batal
demi hukum. PKPU ini tidak begitu berpengaruh terhadap proses rekrutmen
Caleg dari partai PPP. PPP telah menerapkan syarat yang melarang mantan
koruptor maju sebagai Caleg sejak Pemilu 2014 silam. Yasonna Laoly Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa dirinya tidak akan
menandatangani draf Peraturan Komisi Pemilihan Umum ( PKPU) yang mengatur
larangan mantan narapidana kasus korupsi untuk maju dalam Pemilu Legislatif 2019.
PKPU tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017
tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Pasal 240 ayat 1 huruf g UU Pemilu
menyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama
lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang
bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.
Dengan demikian mantan narapidana korupsi, menurut UU Pemilu, dapat
mencalonkan diri sebagai caleg. KPU tidak memiliki kewenangan untuk

4
menghilangkan hak politik seseorang selama tidak diatur dalam undang-undang.
peraturan KPU tersebut tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Putusan MK tahun 2016 terkait uji materi Undang-Undang Nomor Nomor 10 Tahun
2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada) menyebut,
terpidana atau terdakwa masih boleh mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah
selama tindak pidana yang ancaman hukumannya di bawah 5 tahun penjara.
Diketahui, niat KPU melarang mantan napi kasus korupsi untuk menjadi caleg ini
sebelumnya mendapat penolakan dari DPR, Kementerian Dalam Negeri, hingga
Bawaslu. Bahkan kini, penolakan tersebut juga datang dari Presiden Joko Widodo.
Namun, KPU menegaskan akan tetap membuat aturan tersebut dan memasukkannya
dalam Peraturan KPU tentang pencalonan anggota  DPR, DPRD provinsi dan
kabupaten/kota 2019. 3

Sedangkan berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW), pada


periode 2004-2017, KPK telah memproses perkara korupsi terhadap 144
anggota legislatif di semua level, baik pusat, provinsi, hingga kabupaten.

Seharusnya pemerintah dan “Parpol lama” haruslah mendukung


“ijtihad politik” lembaga penyelenggara Pemilu seperti KPU RI untuk
memberantas korupsi dengan memberikan “halangan” agar para eks koruptor
dicalonkan oleh Parpol untuk menjadi wakil rakyat.

Faktanya malah terjadi perbedaan pendapat yang diametral dan


posisi pemerintah yang menolak PKPU ini adalah “blunder politik” yang
akan mengikis deviden politik bagi Jokowi jika maju dalam Pilpres
mendatang, karena pemilih yang semakin cerdas mempertanyakan langkah
konkrit pemerintah memberantas korupsi yang selama ini didengung-dengungkan
terus menerus.

Penolakan terhadap PKPU ini juga rentan memicu terjadinya sikap


apolitik dalam bentuk Golput pada Pilpres 2019 mendatang, termasuk sikap
pemerintah yang tidak mendukung PKPU ini juga akan menjadi “munisi politik”
yang dipelintir dan dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh lawan-lawan
3
https://jurnalintelijen.net/2018/07/09/seharusnya-didukung-peraturan-kpu-yang-
melarang-mantan-narapidana-korupsi-daftar-calon-legislatif/ Di kunjungi tanggal 6/10/18, jam
14.20.00

5
politik pemerintah saat ini. Seharusnya PKPU ini didukung, bukan ditolak ramai-
ramai.

B. Kajian Putusan Mahkamah Agung


Jadi apa yang bisa dilakukan pemerintah, DPR dan Bawaslu agar para caleg
yang mempunyai catatan kejahatan tetap dapat mengikuti Pilkada DPR dan DPRD?
KPU menyatakan satu-satunya jalan yang adil bagi semua pihak adalah mengajukan
uji materi di Mahkamah Agung.
Sementara Titi Anggraini dari Perludem mengatakan KPU tetap harus
menerapkan peraturannya meskipun terdapat penolakan dari berbagai pihak.
Saat ini KPU terus melanjutkan konsultasi dengan pemerintah, Menteri Koordinator
Politik Hukum dan Keamanan dan presiden agar PKPU ini bisa segera diundangkan.
Sementara batas waktu pendaftaran caleg sudah semakin dekat, dari tanggal 4 sampai
17 Juli 2018.4
Sampai sejauh belum diketahui adanya pihak yang sudah mengajukan uji
materi, yang memang baru bisa dilakukan setelah PKPU bersangkutan diundangkan
oleh pemerintah.
Dengan demikian, maka aturan tentang pendaftaran caleg dikembalikan sesuai
dengan yang ada dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Dalam aturan UU itu,
larangan eks koruptor menjadi caleg tidak disebutkan secara eksplisit.  Suhadi
kemudian menjelaskan tentang pertimbangan hukum yang menjadi dasar putusan
MA. Pertama, MA memandang jika kedua PKPU bertentangan dengan aturan di
atasnya, yakni UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
Secara rinci, larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota
DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota tertuang dalam pasal 4 ayat (3)
PKPU Nomor 20 Tahun 2018. Pasal itu berbunyi 'dalam seleksi bakal calon secara
demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2), (partai politik) tidak
menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan
korupsi'.

4
http://www.tribunnews.com/nasional/2018/09/18/bolehkan-mantan-koruptor-jadi-calon-
legislatif-ma-beri-penjelasan-landasan-hukum-yang-dipakai Di kunjungi tanggal 3/10/ 2018, jam :
19.54.00

6
Sementara itu, larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon
anggota DPD tertuang dalam pasal 60 huruf (j) PKPU Nomor 26 Tahun 2018. Pasal
tersebut menyatakan, 'perseorangan peserta pemilu dapat menjadi bakal calon
perseorangan peserta pemilu anggota DPD setelah memenuhi syarat bukan mantan
terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi'.
Mahkamah Agung (MA) telah memutus uji materi Pasal 60 huruf j Peraturan Komisi
Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang tentang Pencalonan
Anggota DPR dan DPRD Kabupaten/kota terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) pada Kamis (13/9/2018) lalu.5
Pasal yang diuji materikan itu mengatur soal larangan bagi mantan narapidana
kasus korupsi, mantan bandar narkoba dan kejahatan seksual pada anak untuk maju
menjadi calon legislatif.
Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa larangan mantan narapidana kasus
korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg) bertentangan dengan UU Pemilu.
Sebelumnya, larangan bagi eks koruptor jadi legislator menuai polemik.
Itu lantaran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) meloloskan para mantan narapidana
kasus korupsi sebagai bakal calon legislatif. Bawaslu merujuk pada UU Pemilu yang
membolehkan eks koruptor jadi caleg. Sementara KPU tetap bersikeras bahwa mereka
tak jadi wakil rakyat.6

C. Kesimpulan

Rencana KPU melarang mantan narapidana kasus korupsi ikut dalam


Pemilihan Legislatif 2019 pada dasarnya merupakan sebuah langkah progresif. Sebab,
rencana ini bisa mewujudkan pemilu yang demokratis sekaligus berintegritas. Jika
aturan itu jadi dibuat, tentu menjadi sebuah terobosan besar dalam pesta demokrasi
Pemilu 2019.  Dengan dilarangnya eks koruptor menjadi calon legislator akan
memaksa partai politik benar-benar menjaring calon wakil rakyat yang jejak
rekamnya tak bermasalah. Setidaknya, partai dipaksa untuk tak asal menyorongkan

5
https://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/18/09/17/pf74i3354-mendagri-
putusan-ma-soal-caleg-eks-napi-korupsi-mengikat Di kunjungi 5/10/2018, jam 03.25.00
6
http://aceh.tribunnews.com/2018/09/14/mahkamah-agung-putusan-mantan-napi-
koruptor-boleh-jadi-calon-legislatif Di kunjungi tanggal 7/10/2018, jam : 09.21.00

7
calon wakil rakyat. Diharapkan dengan adanya pelarangan itu, para pemilih mendapat
pilihan yang berkualitas.
Nantinya akan menjadi pekerjaan rumah bagi partai politik untuk menyeleksi
calon wakil rakyat yang bener-bener bersih. Dengan demikian adanya peraturan untuk
tidak membolehkan mantan napi korupsi maju menjadi caleg merupakan langkah
KPU yang cukup baik untuk memberikan batasan kepada mantan koruptor untuk
maju dalam pemilihan legislatif.  Dengan adanya pembatasan itu, tentu akan
melindungi pemilih dari calon yang cacat jejak rekamnya bermasalah, apalagi kasus
korupsi. Karena seorang yang sudah terbukti secara sah dan meyakinkan
menyalahgunakan wewenang, menerima suap, dan melakukan tindak pidana korupsi
lainnya tidak patut kembali mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, maupun
jabatan politik lainnya.  Hak mereka seyogyanya memang dicabut untuk memberikan
efek jera kepada yang lainnya. Oleh karena itu adanya rencana peraturan KPU yang
akan melarang mantan napi korupsi untuk mengajukan diri sebagai caleg perlu
dimaknai sebagai upaya rekayasa sosial untuk mendapatkan wakil-wakil rakyat yang
berkualitas . Hal ini tentumya demi kepentingan umum, kepentingan bersama. Kalau
kemudian Peraturan KPU yang akan dibuat itu bertentangan dengan ketentuan
perundang-undangan yang ada maka yang dibutuhkan perlu mencari solusi atau jalan
keluarnya. Kira pemerintah bisa mencarikan formula bagaimana mengupayakan
ketentuan hukum yang lebih baik demi kemaslahatan bersama tanpa melanggar
ketentuan yang sudah ada.
Asalkan hal tesebut tidaklah melanggar ketentuan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku sebagaimana pasal 28 J ayat 1yang mengangkat materi
mengenai hak asasi manusia di dalamnya, sebagaimana bunyi ayat tersebut :
” Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara “.

Anda mungkin juga menyukai