Anda di halaman 1dari 4

usulan untuk mengembalikan GBHN seperti pada era sebelum reformasi akan memperlemah sistem

presidensial, karena Presiden tidak lagi mempunyai otoritas penuh sebagai Chief Executive, untuk
merumuskan rencana kerja pemerintahan. Posisi Presiden sebagai Chief Executive salah satunya
tampak melalui ditetapkannya UU Nomor 17 tahun 2007, tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005 – 2025.

Dalam pembentukan undang-undang, belum sepenuhnya ideal. Kehadiran DPR dan DPD yang oleh
UUD 1945 keduanya diberi kewenangan bidang legislasi,  praktek checks and balances belum dapat
dijalankan sepenuhnya karena kedudukan dan kewenangan antara DPR dan DPD tidak seimbang.
Sehingga dalam pembentukan undang-undang lebih didominasi oleh DPR. Andaipun ada usulan RUU
dari DPD, disain UUD 1945 belum memungkinkan DPD ikut membahas RUU tersebut bersama-sama
DPR dan Presiden.

Dalam pengujian peraturan perundang-undangan juga belum ideal karena terpecahnya kewenangan
untuk menguji peraturan di bawah UU terhadap UU ada pada Mahkamah Agung, dan Mahkamah
Konstitusi menguji UU terhadap UUD. Undang-Undang sebagai produk DPR dan Presiden, manakala
menurut pengujian Mahkamah Konstitusi norma-norma di dalamnya bertentangan dengan UUD 1945,
dapat dibatalkannya. Bahkan dalam beberapa hal putusan Mahkamah Konstitusi tidak hanya
menyatakan norma tertentu atau undang-undang bertentangan dengan UUD, tetapi juga menambah
norma baru, sehingga fungsinya sebagai negative legislator bergeser menjadi positive legislator.

Pengawasan terhadap perilaku hakim yang kewenangannya dilimpahkan ke Komisi Yudisial juga
belum ideal, karena hakim konstitusi tidak dapat diawasi oleh Komisi Yudisial. Ke depan harus lebih
ditegaskan dalam UUD 1945 apa yang menjadi kewenangan Komisi Yudisial.

Berbagai perkembangan ketatanegaraan Indonesia setelah 13 tahun reformasi sudah sepatutnya


menjadi bahan pencermatan MPR untuk mengkaji kembali disain UUD 1945 dan kelembagaan
kenegaraannya agar lebih efektif dan efisien.

Prinsip checks and balances dimaksudkan agar tidak terjadi tumpang tindih antara kewenangan
lembaga negara karena adanya pemisahan kekuasaan antara lembaga negara, sehingga kekuasaan
dalam negara haruslah diatur dengan seksama.

Prinsip check and balances harus menjadi pertimbangan utama dalam mengkonsturksi hubungan


eksekutif-legislatif untuk menghindarkan dominasi kekuasaan satu lembaga politik atas lembaga-
lembaga politik yang lain.
1. Menurut saya, pada PPT halaman 10, BAB 3 tentang kekuasaan pemerintahan negara yaitu
pengusulan pemberhentian presiden dan wakil presiden. Bisa dikatakan memperlemah sistem
presidensil karena menurut saya ketika presiden sudah melakukan pelanggaran hukum
ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat, bisa dikatakan bahwa presiden sudah perperilaku
yang tidak baik. Negara indonesia menganut sistem quasi atau sistem pemerintahan campuran
antara sistem pemerintahan presidensil dan sistem pemerintahan parlementer. Dalam sistem
campuran ini berupaya mencari titik temu antara sistem pemerintahan presidensial dan sistem
pemerintahan parlementer, sehingga bisa dikatakan bahwa sistem pemerintahan keduanya ini
sama-sama kuat. Presiden diberhentikan atas usul DPR yang diterima dan pemegang
kekuasaan tertinggi berpindah ke tangan parlemen sehingga dapat memperlemah sistem
pemerintahan presidensil dan akan memperkuat sistem pemerintahan parlementer. Terjadilah
pengosongan kekuasaan. Lain lagi jika usul DPR tidak diterima, presiden dan wakil presiden
akan terus menjabat sehingga dapat memperkuat sistem pemerintahan presidensil itu sendiri.
2. Pada BAB 3 tentang kekuasaan pemerintahan negara yaitu pengusulan pemberhentian
presiden dan wakil presiden. Undang-Udang Dasar 1945 mengatur sistem kontrol dan
keseimbangan (check and balances) diantara tiga cabang kekuasaan negara yang saling
terpisah dan masing-masing memiliki kekuasaan yang berbeda. Legislatif adalah  lembaga
pembentuk UU, eksekutif adalah lembaga pelaksana UU, dan yudikatif adalah lembaga yang
mengadili bagi pelanggar UU. Sistem check and balances dimaksudkan untuk mencegah satu
cabang kekuasaan menguasai cabang kekuasaan yang lain. Ketiga lembaga tersebut saling
berhubungan dalam proses pemberhentian presiden. Jika presiden dan wakil presiden
melakukan pelanggaran hukum ataupun tidak memenuhi syarat lagi, maka DPR bertindak
pengajukan permintaan kepada MK yang hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-
kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota,. Selanjutnya MK wajib memeriksa, mengadili,
dan memutuskan paling lama 90 hari setelah permintaan diterima. Jika terbukti bahwa
presiden telah melakukan pelanggaran, DPR akan menyelenggarakan sidang paripurna untuk
meneruskan usul pemberhentian kepada MPR. Sidang tersebut diselenggarakan paling lambat
30 hari sejak usul diterima dan keputusan tersebut harus dihadiri sekurang-kurangnya ¾
jumlah anggota, disetujui sekurang-kurangnya 2/3 jumlah yang hadir, setelah presiden dan
wakil presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan. Jika usulan DPR diterima maka
presiden dan wakilnya diberhentikan, sebaliknya jika usulan DPR tidak diterima maka
presiden dan wakilnya akan terus menjabat.
Dalam mekanisme pemakzulan dapat ditemukan prinsip-prinsip negara hukum yang
demokratis, karena terdapat fungsi saling mengawasi dan mengimbangi antara lembaga
legislatif dan yudikatif terhadap lembaga eksekutif.

4.Pemerintah daerah dipilih secara demokratis, dikutip pada UUD 1945 pasal 18 ayat yang
berbunyi, “ Gubernur, bupati, dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah
provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.” Dipilih secara demokratis dilakukan
dengan cara langsung maupun tidak langsung. Dipilih secara demokrasi ini memiliki kekurangan
dan kelebihan. Jika pemilihan langsung oleh DPRD, maka yang paling banyak diuntungkan
adalah partai-partai besar yang memiliki perwakilan yang banyak di DPRD karena mereka
memiliki suara dukungan yang banyak, maka merekalah yang memungkinkan besar
memenangkan setiap pemilihan. Sedangkan keuntungan pemilihan oleh DPRD, dapat mengurangi
cost politics yang dinilai sangat besar, selain itu, tidak akan menelan waktu yang lama dalam
pelaksanaannya akan lebih efisien, sengketa pilkada juga akan menurun, sehingga tugas dari
mahkamah konstitusi  juga menjadi lebih ringan. Selain itu akan lebih mengurangi kemungkinan
korupsi oleh para kandidat terpilih, karena biaya yang mereka keluarkan saat mencalonkan diri
tidak terlalu banyak, seperti untuk kampanye, kegiatan sosial, maupun atribut-atribut promosi.
Sedangkan pemilihan secara langsung oleh rakyat, memiliki kelemahan yakni menghabiskan
biaya yang lebih banyak dan tidak sedikit. Selain itu political cost yg dikeluarkan oleh kandidat
juga sangat besar, bahkan banyak sekali kesempatan para kandidat juga membayar langsung pada
para pemilih agar bisa memenangkan pertarungan. Sehingga memicu tingginya tingkat
kemungkinan korupsi oleh para kandidat yang nantinya terpilih, untuk menggantikan biaya yang
sebelumnya telah ai keluarkan.

3.Adanya syarat Presiden harus memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (MA) adalah agar
terdapat check and balances antara eksekutif dan yudikatif. Jadi setiap pemberian grasi harus
memperhatikan pertimbangan MA karena grasi mengenai atau menyangkut putusan hakim. Presiden
juga berhak untuk mengabulkan atau menolak grasi yang telah mendapatkan pertimbangan dari MA.
Grasi pada praktiknya diberikan atas dasar alasan kemanusiaan termasuk kesehatan, pembatasan
setahun sejak inkracht dan hanya sekali, selain alasan kemanusiaan grasi juga dapat diberikan juga
atas dasar pemohon sudah berkelakuan baik dan menjadi teladan bagi narapidana yang lain. Presiden
dalam membuat keputusan terkait dengan abolisi dan amnesti harus memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), hal ini bertujuan agar tidak ada penyalahgunaan. Dalam
pelaksanaannya amnesti diberikan hanya pada orang-orang yang telah melakukan tindak pidana
politik. Amnesti dapat diberikan kepada pelaku tindak pidana politik sebelum maupun sesudah
dilakukan penyidikan ataupun sebelum maupun yang sudah mendapat putusan dari pengadilan.
Dengan  adanya ketentuan itu maka kepentingan dan aspirasi rakyat dapat diwujudkan melalui
keharusan memperoleh persetujuan DPR apabila Presiden hendak menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. Presiden dicegah oleh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 melakukan hal-hal tersebut sesuai dengan kehendak dan
keinginannya sendiri karena dampak putusannya membawa akibat yang luas kepada kehi-dupan
negara dan kepentingan rakyat banyak. Dengan adanya ketentuan ini juga merupakan salah satu
pelaksanaan saling mengawasi dan saling mengimbangi antarlembaga negara, yakni antara Presiden
dan DPR.

Anda mungkin juga menyukai