Anda di halaman 1dari 19

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Landasan Perubahan Undang-Undang MD3

Pasca perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945, sistem ketatanegaraan Indonesia mengalami
banyak perubahan termasuk lembaga permusyawaratan/
perwakilan, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (MPR, DPR, DPD, dan DPRD).
Undang-undang No. 17 tahun 2014 merupakan perubahan
dari Undang-undang No.27 tahun 2009 yang membahas tentang
MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Perubahan dimaksud
bertujuan secara hukum mewujudkan lembaga
permusyawaratan/perwakilan yang lebih demokratis, efektif, dan
akuntabel.1
Undang-Undang MD3 Nomor 27 Tahun 2009 yang
mengatur keempat lembaga tersebut, pada dasarnya sudah membuat
pengaturan menuju terwujudnya lembaga permusyawaratan/
perwakilan yang demokratis, efektif, dan akuntabel. Akan tetapi,
sejak Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang MD3
diundangkan, masih terdapat beberapa hal yang dipandang perlu
untuk ditata kembali melalui penggantian Undang-Undang Nomor
27 Tahun 2009. Penggantian terhadap Undang-Undang Nomor 27

1
www. www.hukumonline.com/ Konsideran Undang-undang No. 17 tahun
2014

61
62

Tahun 2009 didasarkan pada materi muatan baru yang telah


melebihi 50% (lima puluh persen) dari substansi Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2009 tersebut.
Penggantian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009
terutama dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan perkembangan
ketatatanegaraan, seperti dalam pembentukan Undang-Undang
berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 tentang pengujian Undang-
Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3, yang membatalkan
beberapa ketentuan yang mereduksi kewenangan DPD dalam
proses pembentukan undang-undang. Perkembangan lainnya adalah
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 /PUU-XI/2013 tentang
Pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 yang
mengurangi kewenangan DPR dalam pembahasan Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN).2
Di samping perkembangan sistem ketatanegaraan,
pembentukan Undang-Undang tentang MD3 dimaksudkan pula
sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja masing-masing lembaga
perwakilan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berdasarkan
prinsip saling mengimbangi checks and balances, yang dilandasi
prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa
serta sekaligus meningkatkan kewibawaan dan kepercayaan
masyarakat terhadap fungsi representasi lembaga perwakilan yang
memperjuangkan aspirasi masyarakat.

2
http://makalahlengkap-kap.blogspot.co.id/2015/03/makalah-uud-md3.html,
di akses pada tanggal 5 agustus 2017, pukul 21:44 WIB
63

Sejalan dengan pemikiran di atas serta untuk mewujudkan


lembaga perwakilan rakyat yang demokratis, efektif, dan akuntabel,
Undang-Undang ini memperkuat dan memperjelas mekanisme
pelaksanaan fungsi, wewenang, dan tugas MPR, DPR, DPD, dan
DPRD seperti mekanisme pembentukan undang-undang dan
penguatan fungsi aspirasi, penguatan peran komisi sebagai ujung
tombak pelaksanaan tiga fungsi dewan yang bermitra dengan
Pemerintah, serta pentingnya penguatan sistem pendukung, baik
Sekretariat Jenderal maupun Badan Keahlian DPR.
Sementara itu perolehan kursi untuk DPR 2014-2019
sudah diketahui. Secara akumulasi, jumlah perolehan kursi Koalisis
Merah Putih (KMP) jauh lebih banyak daripada Koalisi Indonesia
Hebat (KIH). Maka KMP melihat bahwa mereka harus segera
menjalankan strategi memanfaatkan kekuatan koalisi mereka di
parlemen itu, untuk mengantisipasi jika Jokowi benar-benar
memenangi Pilpres. Dari sinilah kemudian muncul usulan untuk
mengubah tata cara pemilihan pimpinan DPR dan MPR, serta
pimpinan alat kelengkapan DPR lainnya, menjadi seperti yang
sekarang termaktub di UU MD3 No.17 Tahun 2014. Hal tersbut
jelas menjadi landasan perubahan dari UUMD3 dari segi Politik,
karena pengaruh dari salah satu peta kekuasan partai politik yang
ada di pusat.
Menurut Asep Rahmatullah:

“ Perubahan MD3 harusnya konsisten. Tidak dalam hal


konteks setiap saat dilakukan perubahan berdasarkan
dasar-dasar kepentingan kelompok dan golongan. Kenapa
PDIP menjadi kelompok pemenang pada waktu itu, yang
pada waktu itu secara otomatis menjadi pimpinan DPR,
64

cuman karena dinamika politik DPR dan juga mampu


membuat sebuah peraturan artinya kemarenkan
persyaratannya dirubah. Didukung oleh fraksi, secara
dinamika politik yang terjadi adalah Demokrat tidak
melakukan sikap pilihan. Adanya di tengah. Ini mencederai
sebuah konsep persoalan secara kepercayaan yang sudah
diberikan oleh rakyat. Terhadap kepentingan kelompok
dan golongan.”3

Jika dilihat dari konteks politik, perubahan Undang-undang


tersebut mencerminkan adanya kepentingan politik pribadi atau
kelompok. Bila dilihat dari pengertian Partai Politik yaitu sebagai
sarana bagi warga negara untuk turut serta atau berpatisipasi dalam
proses pengelolaan negara. Namun saat ini banyak yang menganggap
dengan membentuk parpol dan merekrut banyak orang sehingga
membentuk wadah organisasi mereka yang bisa menyatukan orang-
orang yang mempunyai pikiran serupa. Dengan begitu pengaruh
mereka bisa lebih besar dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan
dengan pikiran dan orientasi mereka yang bisa dikondisionalkan.
Perubahan Undang-undang MD3 No.17 tahun 2014 sudah
melalui perubahan formal materilnya. Meskipun sempat adanya
judicial review untuk meninjau ulang UUMD3 ini, namun uji materi
yang diajukan di tolak semua oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Perubahan tersebut merubah beberapa pasal dan isinya. Berikut poin
perubahan yang terjadi karena revisi UU MD3:
1. Badan Kehormatan Dewan akan diperkuat menjadi
Mahkamah Kehormatan

3
Wawancara dengan Asep Rahmatullah (Ketua DPRD Provinsi Banten
Periode 2014-2019), tanggal 8 Agustus 2017.
65

2. Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) akan


ditiadakan dan digabung ke Badan Keahlian Dewan
3. Badan Anggaran (Banggar) akhirnya disetujui menjadi alat
kelengkapan tetap DPR
4. Pemilihan pimpinan dewan akan diubah, tidak lagi
berdasarkan partai pemenang kursi terbanyak di pemilu
legislatif
5. Pemanggilan dan permintaan keterangan anggota dewan yang
terlibat tindak pidana harus mendapat persetujuan presiden.
Kecuali yang bersangkutan tertangkap tangan atau diancam
dengan pidana mati atau seumur hidup.
6. Perubahan tata cara pemanggilan paksa dan penyanderaan
terhadap anggota dewan.
Di dalam perubahan Undang-undang MD3 No. 17 Tahun
2014 disebutkan dalam bagian kedelapan pasal 326 sampai 329
tentang alat Kelengkapan DPRD Provinsi, bahwa UUMD3 terbaru
tidak mengalami perubahan untuk komposisinya. Yang berbeda dari
UUMD3 sebelumnya yaitu adanya pasal yang mengatur tentang
penyidikan. Seperti yang dijelaskan pada UUMD3 No. 27 tahun
2009 pasal 340 ayat (1) yaitu: Pemanggilan dan permintaan
keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPRD provinsi yang
disangka melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan
tertulis dari Menteri Dalam Negeri.
66

B. Pandangan Anggota DPRD Provinsi Banten Terhadap


Perubahan Undang- Undang MD3
Meskipun di DPRD Provinsi tidak berpengaruh terhadap
perubahan yang terjadi di Pusat namun mengenai pandangan dan
pendapat tentang Perubahan UUMD3 setiap anggota partai
memiliki pandangan yang berbeda-beda. Dari 12 Parpol yang ada di
Provinsi Banten, ada 10 Parpol yang menduduki Kursi di DPRD.
Lima diantaranya dimintai pandangan mengenai perubahan
UUMD3 No. 17 tahun 2014 yaitu Asep Rahmatullah dari PDI-P
dengan perolehan kursi sebanyak 15 dan perolehan suara 842.690,
lalu Adde Rosi dari Golkar dengan 15 kursi mendapat suara
sebayak 808.902, Ali Zamroni dari Gerindra 10 kursi dengan suara
sebanyak 576.193, Nur‟aeni dari Demokrat sebanyak 8 kursi
dengan jumlah suara 474.996 dan Muflikhah dari PPP sebanyak 8
kursi dengan perolehan suara 394.543.
Demokrasi menurut asal katanya berarti rakyat berkuasa
atau government by the people, dalam bahasa Yunani demos berarti
rakyat, kratos/kratein berarti kekuasaan atau berkuasa.4 Secara garis
besar dapat dikatakan bahwa demokrasi merupakan bentuk
pemerintahan dimana formulasi kebijakan, secara langsung dan
tidak langsung ditentukan oleh suara terbanyak dari masyarakat
yang memiliki hak memilih dan dipilih, melalui wadah
pembentukan suaranya dalam keadaan bebas dan tanpa paksaan.5
Indonesia menganut sistem demokrasi sehingga jika berkaca
kepada UUMD3 khususnya terkait susunan dan kedudukan

4
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h. 105
5
Suryo Sakti Hadiwijoyo, Negara, Demokrasi dan Civil Society, h.33
67

pimpinan DPR jelas ini mencederai kontek rakyat karena secara


kebijakan politik jelas akan mempengaruhi dan menciptakan
Transaksional politik. Karena nilai reward terhadap partai politik
yang sudah berjuang di pemilu sehingga menang karena dipercaya
oleh rakyat tapi tidak jadi apa-apa.
Hal ini dipertegas oleh Asep dalam wawancaranya:

“Idealnya partai pemenang secara konstitusional


mempersentaikan konteks rakyat, memberikan
kepercayaannya sehingga otomatis menjadi pemimpin. Itu
seharusnya bukan menjadi suatu perdebatan. Cuman
karena memang di DPR RI juga ada lembaga politik yang
memang dan ia juga yang membuat peraturan Undang-
undang yang ada didalamnya sehingga apa yang menjadi
suatu buah keharusan jadi pemimpin itu bisa dirubah
dengan mengedepankan kepentingan golongan politik itu
sendiri. Seharusnya kalau mereka ingin jadi pemimpin
harus berjuang dimata rakyat. Sehingga secara langsung
menolak hasil perubahan UUMD3”.6

Dalam teori tentang partai politik dijelaskan bahwa tujuan


adanya kelompok atau partai poltik ini yaitu untuk memperoleh
kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik, biasanya dengan
cara konstitusional untuk melaksanakan program tersebut. Sehingga
dalam Perubahan UUMD3 tersebut PDI-P konsisten untuk kembali
kepada UU sebelumnya atau menolak adanya perubahan UUMD3
tersebut. Mengingat Indonesia menganut sistem demokrasi.

6
Wawancara dengan Asep Rahmatullah (Ketua DPRD Provinsi Banten
Periode 2014-2019), tanggal 8 Agustus 2017.
68

Nur‟aeni dalam wawancaranya mengatakan:

“Kalau DPR di Provinsi kedudukannya sama tapi


kewenangannya berbeda beda. Kalau di pusat sebagai
pejabat negara, di Provinsi hanya sebagai penyelenggara
pemerintah. Kaitannya dengan UUMD3 yaitu sepanjang
memang Undang-undang tersebut di buat dari hasilnya
kesepakatan, apa saja bisa terjadi.”7

Jika dilihat Indonesia menganut sistem presidensial yang


kekuatan baik dari presiden atau parlemen di pusat itu sama. Produk
dan juga hasilnya yang ditentukan secara mufakat adalah
kewenangan dari DPR RI, sehingga mau tidak mau harus
dijalankan. Kecuali, di daerah diberikan kewenangan untuk
membuat produk hukum untuk bisa dijadikan aturan di daerah pasti
di dalam isinya DPRD Provinsi bisa menenntukan apasaja seperti
evaluasi atau rapat yang bekaitan tentang sesuatu hal. Sehingga
perlu sekali apabila UUMD3 ada yang mengevaluasinya, namun
selama ini tidak ada.
Nur‟aeni menjelaskan bahwa jika untuk pembelajaran
demokrasi atau politik, maka sebagai lembaga negara harus
memberikan pembelajaran yang konsisiten. Jangan bentar-bentar di
ganti yang nanti akan menyulitkan, membiaskan dan
membingungkan.
Ada dua sudut pandang yang bisa dilihat dari perubahan
UUMD3 ini, yaitu jika dilihat dari sudut pandang seorang politisi
jelas perbahan ini mengandung syarat kepentingan. Namun jika
dilihat dari sudut pandang seorang rakyat akan menimbulkan

7
Wawancara dengan Nur‟aeni (Wakil DPRD Provinsi Banten Periode 2014-
2019), tanggal 7 September 2017.
69

berbagai macam pandangan seperti tidak konsisten dan mencederai


demokrasi yang seharusnya Undang-undang berlaku tanpa
pengecualiaan. Selain itu Tidak mendidik secara demokrasi,
dampak pemilihan seperti itu menimbulkan efek money politic
sehingga munculnya korupsi.
Kaitannya tentang regulasi UU, Parlemen memiliki hak
otoritas untuk membuat, menyusun, mengendahkan UU karena
kewenangan DPR itu hampir setara dengan Presiden. Jadi, jika
produk hukum perundang-undangan tersebut atas dasar kepentingan
dan dorongan DPR yang di pusat dan hasilnya juga atas keputusan
bersama, maka harus tetap dijalankan.
Setelah suasana yang panas itu mereda dan mereka yang
sudah duduk di posisinya masing masing, diharapkan tidak ada elit
politik a atau b. Sekarang saatnya mereka sama-sama merangkul,
mendengarkan aspirasi-aspirasi rakyatnya.
Berbeda dengan Ali Zamroni:

“Koalisi-koalisi yang ada di pusat itu tidak seiring sejalan.


Contonya pemilu di tingkat Kab/Kota, koalisi diatas bisa
saja saat mengusung kepala daerah akan pecah, sehingga
ini bukan merupakan koalisi permanen. Hal ini lebih
melihat kepentingan partai poltik tersebut dalam sebuah
wilayah, dalam politik ini sah-sah saja.”8

Secara sifat politik itu dinamis, sehingga sewaktu-waktu


dapat berubah. Pada saat RUUMD3 ada dua kekuatan besar KMP
dan KIH. KMP yang menang maka dibuatlah UUMD3 khusus

8
Wawancara dengan Ali Zamroni (Wakil DPRD Provinsi Banten Periode
2014-2019), tanggal 7 September 2017.
70

untuk di pusat posisi ketua DPRnya itu dipilih. Ada perbedaan


signifikan, tapi itu tidak ada yang salah. Sedangkan DPRD tingkat I
dan II itu berdasarkan urutan partai pemenang pemilu di wilayah
tersebut. Perbedaan tersebut di karenakan suasana kebijakan politik
pada saat diputuskan berdasarkan instruksi dari pusat, jadi DPR
menganggap biarlah pertarungan ini hanya terjadi di pusat saja.
Ada Positif dan negatifnya jika kita perhatikan pada
perubahan UUMD3 ini. Partai pemenang itu identiknya partai calon
presiden yang menang, ketika partai pemenang itu duduk sebagai
ketua DPR baik itu Pusat/Provinsi/Kab/Kota akan lebih
memuluskan koordinasi antar pemerintah legislatif dan eksekutif.
Negatifnya, dikhawatirkan akan ada penyalahgunaan kekuasaan
pemerintah eksskutif dan legislatif berada di satu partai, sehingga
tidak ada check and balances dan hal itu tidak ada kontrol,
semacam memuluskan keinginan dari eksekutif dan parlemen.
Berdasarkan politik yang sehat pemilihan ketua itu harus
dipilih, namun hal itu apakah menjamin bahwa ketika dipilih bisa
melakukan pengawasan yang maksimal. Kedua, kalaupun
ditetapkan tinggal menguatkan fungsi legislasi, penganggaran dan
pengawasannya.
Ali menjelaskan bahwa pemilihan berdasarkan voting itu
mencedarai kedaulatan rakyat, hal itu tidak menjadi ukuran. Karena
dalam posisi apapun mereka adalah wakil rakyat, tidak harus
menjadi ketua dan wakil-wakilnya. Ketika kebijakan tersebut tidak
pro rakyat, rakyat bisa mengajukan gugatan atau protes. Politik itu
dinamis, bagaimana si pemenang ini bisa mengkosolidasikan
71

seluruh partai, kalau bisa maka akan muncul kekuatan absolut


sehingga harus ada oposisi yang selalu mengkritisinya.
Menurut Adde Rosi:

“Adanya revisi terhadap UU MD3 ini, mengenai apa yang


terjadi didalamnya, itu semua merupakan bagain dari hasil
dinamika demokrasi yang ada di DPR RI melalui saluran
permusyawarahan yang memang diatur didalamnya. Jadi
bukan sesuatu yang tabuh bagi DPR untuk melakukan
perubahan, ketika melihat suatu aturan atau undang-
undang memang sudah tidak sejalan dengan alam dan
waktunya.” 9

Bila DPRD provinsi mengikuti UUMD3, maka konstalasi


politik yang ada di parlemen akan lebih berwarna seperti yang ada
di pusat. Kepentingan antara parlemen yang ada di pusat dan di
daerah memiliki kewengan yang berbeda-beda sehingga tidak bisa
di samaratakan. Perubahan tersebut merupakan strategi politik,
dimana politik itu adalah suatu cara bagaimana kita meraih peluang,
pucuk kepeminpinan, kepercayaan masyarakat dan sekeliling agar
tujuan kita bisa tercapai.
Adde menjelaskan menjadi anggota dewan perwakilan
rakyat itu adalah amanah rakyat, perubahan yang terjadi di pusat itu
bentuk dari kepentingan politik. Kalau sudah membawa nama
daerah, tidak melihat daerah mana yang kita wakili, walaupun ada
dapilnya. Seluruh Indonesia harus terwakili kalau kita menjadi
anggota dewan pusat. Jadi, walaupun yang menjadi ketuanya bukan

9
Wawancara dengan Adde Rosi (Wakil DPRD Provinsi Banten Periode
2014-2019), tanggal 11 September 2017.
72

dari partai kursi terbanyak, hal itu tidak menyalahi mandat rakyat,
mereka tetap menjalankan amanat rakyat, mendengar aspirasi
rakyat. Mekanisme yang ditempuh sama.
Muflikhah menegaskan:

“Ada atau tidaknya revisi UU MD3 adalah aturan yang


harus saya jalankan. Sebagai pelaksana dari adanya sebuah
revisi Undang-undang tersebut siap melaksanakan aturan
yang memang di keluarkan oleh pusat, bukan untuk
melakukan perlawanan atau diskusi berkaitan adanya revisi
tersebut.” 10

Ada dua pendekatan yang bisa kita lihat dengan adanya


perubahan Undang-undang ini. Pertama, secara personality adanya
perubahan UUMD3 dipengaruhi faktor kepentingan untuk
menempati posisi tententu. Artinya, seorang politisi akan
diuntungkan karena hasil perjuangan politik politisi akan terbayar
ketika dia terpilih menjadi anggota DPR dan mendapat penghargaan
sebagai orang yang terpilih menjadi unsur pimpinan DPR.
Kedua, dengan adanya perubahan ini akan memperkuat
posisi politik dari anggota atau kelompok politik tersebut sehingga
untuk melakukan sebuah perubahan aturan akan lebih muda.
Namun, belum tentu partai pemenang pemilu atau partai pemilik
suara kursi mayoritas, juga memiliki kader dengan suara terbanyak.
Secara Politik, perubahan itu akan menghasilkan dampak,
baik langsung maupun tidak langsung terhadap perorangan ataupun

10
Wawancara dengan Muflikhah (Wakil DPRD Provinsi Banten Periode
2014-2019), tanggal 16 Juli 2017.
73

kelembagaan dalam hal ini anggota DPRD maupun Partai


pengusungnya.
Jika dianalisis dari jawaban kelima pimpinan DPRD, ada
yang setuju dengan adanya perubahan undang-undang MD3
tersebut dan adapula yang menolaknya. Berikut klasifikasinya:
Tabel 6
Klasifikasi pendapat pimpinan DPRD tentang perubahan UUMD3

Nama Nama
NO. Menolak Menerima Alasan
Pimpinan Partai
1. Asep PDI-P  Mencederai kontek
Rahmatullah demokrasi rakyat. Sebab
rakyat sudah memilih siapa
yang ingin merka jadikan
pemimpinnya. Namun tidak
terlaksana karena adanya
hasil voting.
2. Adde Rosi Golkar  Walaupun yang menjadi
ketua DPRD bukan dari
partai pemenang terbanyak,
hal itu tidak menyalahi
mandat rakyat. Mereka
yang terpilih tetap
menjalankan amanat rakyat
dan menjalankan tugas dan
fungsi nantinya.
3. Ali Zamroni Gerindra  Jika ada pendapat yang
mengatakan bahwa
pemilihan berdasarkan
voting itu mencedarai
kedaulatan rakyat, hal itu
tidak menjadi ukuran.
Karena dalam posisi
apapun mereka adalah
wakil rakyat, tidak harus
menjadi ketua dan wakil-
wakilnya. Ketika kebijakan
74

tersebut tidak pro rakyat,


rakyat bisa mengajukan
gugatan atau protes. Sebab
politik itu dinamis.
4. Muflikhah PPP  Ada atau tidaknya revisi
UU MD3 sebagai anggota
DPRD dan juga sebagai
lembaga pelaksana dari
adanya sebuah revisi
Undang-undang tersebut
harus siap melaksanakan
aturan yang memang di
keluarkan oleh pusat.
5. Nur‟aeni Demokrat  Jika untuk pembelajaran
demokrasi atau politik,
perubahan UUMD3 akan
menimbulkan berbagai
macam pandangan seperti
Tidak konsisten dan
mencederai demokrasi
yang seharusnya Undang-
undang berlaku tanpa
pengecualiaan. Selain itu
Tidak mendidik secara
demokrasi dan dampak
pemilihan seperti itu
menimbulkan efek money
politic sehingga munculnya
korupsi.

Meskipun tidak berpengaruh pada susunan dan


kedudukan pimpinan dewan di DPRD Provinsi Banten, namun
pandangan anggota dewan DPRD Provinsi Banten dari kelima
partai yang di wawancarai memiliki persamaan pandangan
mengenai perubahan UUMD3 tersebut baik dari partai-partai yang
menolak atau menerima perubahnnya.
75

C. Pandangan Islam tentang Pemilihan Pimpinan


Keberadaan seorang pemimpin sangatlah mutlak diperlukan
dalam sebuah negara, karena pemimpin merupakan faktor penentu
dalam menjalankan perintahan yang diembannya, dan keberadaan
pemimpin tidak terlepas dari syarat-syarat yang menunjangnya dan
tidak terlepas dari dukungan umat atau masyarakat wilayah.
Pengangkatan atau pemilihan kepala negara sangat penting
demi terorganisirnya sebuah perintah, karena tidak akan tercipta sebuah
negara tanpa adanya seorang atau diangkatnya seorang pemimpin.
Berangkat dari permasalahn tersebut, banyak para ulama yang berbeda
pendapat dalam proses pemilihan atau pengangkatan seorang kepala
negara.
Dari beberapa pendapat pendapat para ulama seperti Al-
Baqilani, Al-Mawardi, Ibnu Hazm, Golongan Asy‟ari, al-kamal bin
Hamam dan al-Kamal bin Abi Syarif dan Al-„Iezy dan Sayyid Syarif
al-Jurjani tentang cara pengangkatan atau pemilihan kepala negara
mengatakan pada dasarnya keberadaan seorang pemimpin layak
diperlukan melalui proses pemilihan dan pengangkatan tetapi ada
metode-metode tertentu dalam cara pengangkatan. Cara-cara tersebut
meliputi; pembaiatan atau penunjukan langsung kepala negara, tetapi
banyak silang pendapat diantara mereka tentang adanya nash rasulullah
atas terpilihnya pemimpin setelah beliau wafat.11
Dalam Cara pemilihan kepala negara dikenal ahlul halli wal
aqdi, mereka yang berwenang mengikat dan melepaskan yakni para
ulama, cendekiawan dan pemuka masyarakat atau disebut juga ahl al

11
B. Syafuri, Pemikiran Politik dalam Islam, (Serang, FSEI Press, 2010),
h.68
76

iktiya. Tugasnya antara lain memilih khalifah, imam, kepala negara


secara langsung.
Jika kita mengamati secara seksama sifat dasar pembentukan
masyarakat islam pada periode awal, akan kita dapatkan bahwa para
khilafah telah menerapkan prinsip-prinsip bermusyawarah secara benar
dengan menyelenggarakan pemilihan “Ahlus Syura”, merupakan wakil-
wakil rakyat.
Dalam Hadits panjang dari „Irbath bin Sariah ra, Sabda
Rasulullah saw,
“....maka wajib atas kalian berpegangan pada sunnahku
dan sunnah para al-khulafa’ ar-rasyidin setelahku. Gigitlah
(peganglah)ia dengan gigigeraham; dan hati-hati kalian dari
perkara-perkara yang baru sebabsetiap perkara yang baru itu
adalah bid’ah...”.12

Dalam sitem Demokrasi yang dilakukan di Indonesia dalam


pemilihan Kepala negara atau Presiden, pemungutan suara atau biasa
disebut dengan voting sering digunakan oleh lembaga-lembaga atau
organisasi-organisasi baik dalam sebuah negara maupun dalam sebuah
perkumpulan biasa, di dalam mengambil sebuah sikap atau dalam
memilih seorang pimpinan dan lain-lain. Sistem ini dirasa baik, karena
semua permasalahan diselesaikan dengan cara mengambil suara
mayoritas atau dengan pemungutan suara itu. Dengan pemungutan
suara secara otomatis siapa saja / masyarakat umum bisa dilibatkan di
sini. Padahal kan banyak diantara masyarakat yang kurang paham. Dan
dalam memilih seorang pemimpin umat pun cara itulah yang

12
Rapung Samuddin, Fiqh Demokrasi: Menguak Kekeliruan Haramnya
Umat Terlibat Pemilu dan Politik, h. 90
77

digunakan, walaupun orang itu tidak tahu apa dan bagaimana kriteria
seorang pemimpin umat menurut konsep Islam.
Pemungutan suara atau voting boleh digunakan dalam
pengambilan sebuah sikap atau keputusan, tapi tidak untuk menentukan
pemimpin umat. Sebab, ini menyangkut kehidupan berbangsa dan
bernegara yang cakupannya sangat luas. Voting dibolehkan dalam
pengambilan sebuah keputusan atau sikap, karena pada zaman Nabi
Muhammad SAW banyak sekali bentuk praktek voting di zaman nabi
Muhammad SAW, yang intinya memang menggunakan jumlah suara
sebagai penentu dalam pengambilan keputusan. 13
Sedangkan dalam Islam metode pemungutan suara ini tidak
dibenarkan (penentuan seorang pemimpin ummat), yang digunakan
adalah metode musyawarah (syuro) dan mengajarkan bahwa kedaulatan
itu bukan berada di tangan manusia, tetapi berada di tangan Allah SWT
dan Rasul-Nya dan berpegang teguh kepada Al-Qur‟an dan Hadits.
Voting memang bukan jalan satu-satunya dalam musyawarah. Boleh
dibilang voting itu hanya jalan ke luar terakhir dari sebuah deadlock
musyawarah.
Sebelum voting diambil, seharusnya ada brainstorming, atau
ibda’ur-ra’yi. Dari sana akan dibahas dan diperhitungkan secara eksak
faktor keuntungan dan kerugiannya. Tentu dengan mengaitkan dengan
semua faktor yang ada.
Secara umum demokrasi dan syura berbeda dari segi konsep,
asal dan aplikasinya dalam kehidupan bernegara. Namun, jika dikaji
lebih dalam akan tersikap beberapa sisi yang nampak mirip pada kedua

13
Abdul Ghaffar Aziz, islam Politik: Pro dan Kontra, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1993), h.124
78

aturan tersebut. Sebagimana diungkapkan oleh Syaikh Abdul Hamid al-


Jum‟ah dalam risalahnya al-ahzab fi al-islam, diantaranya:
a. Pencalonan kepala negara dan proses pemilihannya berasal dari
rakyat.
b. Menolak seluruh bentuk kekuasaan mutlak, diktator dan
theokrasi (menurut pemahaman Barat).
c. Pengakuan akan (kebolehan) berbilangnya partai-partai.
Kendati untuk syura harus sesuai dengan aturan syariat
sedangkan demokrasi berjalan sesuai dengan hukum demokrasi.
d. Penyerahan kebebasan umum apalagi urusan as-siyasah
(pengaturan) dibawah peraturan dan undang-undang umum.
e. Hak bagi rakyat untuk memilih dan menentukan wakil mereka
untuk menyalurkan aspirasi.
f. Tidak diakuinya perkara-perkara yang dapat mendatangi fitnah
(bagi negara) atau revolusi; demikian pula cara-cara kekerasan
hukum yang dilakukan pihak penguasa.
g. Ada keterlibatan antara penguasa dan rakyat dalam persoalan
(pengawasan) hukum.
Adapun sisi-sisi perbedaan anatar kedua aturan diatas, sebagai
berikut:
a. Sumber dan sandaran demokrasi rakyat, sedangkan sumber dari
pijakan syura adalah wahyu ilahi.
b. Kedaulatan dan kekuasaan menurut demokrasi berada di tangan
rakyat, sedangkan syura, kedaulatan milik hukum syariat dan
kekuasaan di serahkan pada rakyat.
c. Aturan dan undang-undang demokrasi tergantung pikiran
manusia (rakyat) yang rentan salah dan berubah, sedangkan
79

syura berpijak pada hukum syariat, yakni al-Quran, as-sunnah,


ijma‟, qiyas dan sebagainya.
d. Kebebasan dalam pengertian demokrasi (kebanyakan) sifatnya
tidak terbatas melainkan jika mengganggu kebebasan orang
lain, sedangkan kebebasan dalam sistem syura tidak boleh
keluar dari batas norma-norma kemuliaan serta akhlak islami.
e. Hukum demokrasi dalam artian benar atau salah tegak atas
pijakan suara mayoritas secara mutlak, sedangkan hukum dalam
syura tegak atas dalil-dalil syariat, dan tidak mutlak pada suara
mayoritas.14

14
Rapung Samuddin, Fiqh Demokrasi: Menguak Kekeliruan Haramnya
Umat Terlibat Pemilu dan Politik, h. 172

Anda mungkin juga menyukai