1
www. www.hukumonline.com/ Konsideran Undang-undang No. 17 tahun
2014
61
62
2
http://makalahlengkap-kap.blogspot.co.id/2015/03/makalah-uud-md3.html,
di akses pada tanggal 5 agustus 2017, pukul 21:44 WIB
63
3
Wawancara dengan Asep Rahmatullah (Ketua DPRD Provinsi Banten
Periode 2014-2019), tanggal 8 Agustus 2017.
65
4
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h. 105
5
Suryo Sakti Hadiwijoyo, Negara, Demokrasi dan Civil Society, h.33
67
6
Wawancara dengan Asep Rahmatullah (Ketua DPRD Provinsi Banten
Periode 2014-2019), tanggal 8 Agustus 2017.
68
7
Wawancara dengan Nur‟aeni (Wakil DPRD Provinsi Banten Periode 2014-
2019), tanggal 7 September 2017.
69
8
Wawancara dengan Ali Zamroni (Wakil DPRD Provinsi Banten Periode
2014-2019), tanggal 7 September 2017.
70
9
Wawancara dengan Adde Rosi (Wakil DPRD Provinsi Banten Periode
2014-2019), tanggal 11 September 2017.
72
dari partai kursi terbanyak, hal itu tidak menyalahi mandat rakyat,
mereka tetap menjalankan amanat rakyat, mendengar aspirasi
rakyat. Mekanisme yang ditempuh sama.
Muflikhah menegaskan:
10
Wawancara dengan Muflikhah (Wakil DPRD Provinsi Banten Periode
2014-2019), tanggal 16 Juli 2017.
73
Nama Nama
NO. Menolak Menerima Alasan
Pimpinan Partai
1. Asep PDI-P Mencederai kontek
Rahmatullah demokrasi rakyat. Sebab
rakyat sudah memilih siapa
yang ingin merka jadikan
pemimpinnya. Namun tidak
terlaksana karena adanya
hasil voting.
2. Adde Rosi Golkar Walaupun yang menjadi
ketua DPRD bukan dari
partai pemenang terbanyak,
hal itu tidak menyalahi
mandat rakyat. Mereka
yang terpilih tetap
menjalankan amanat rakyat
dan menjalankan tugas dan
fungsi nantinya.
3. Ali Zamroni Gerindra Jika ada pendapat yang
mengatakan bahwa
pemilihan berdasarkan
voting itu mencedarai
kedaulatan rakyat, hal itu
tidak menjadi ukuran.
Karena dalam posisi
apapun mereka adalah
wakil rakyat, tidak harus
menjadi ketua dan wakil-
wakilnya. Ketika kebijakan
74
11
B. Syafuri, Pemikiran Politik dalam Islam, (Serang, FSEI Press, 2010),
h.68
76
12
Rapung Samuddin, Fiqh Demokrasi: Menguak Kekeliruan Haramnya
Umat Terlibat Pemilu dan Politik, h. 90
77
digunakan, walaupun orang itu tidak tahu apa dan bagaimana kriteria
seorang pemimpin umat menurut konsep Islam.
Pemungutan suara atau voting boleh digunakan dalam
pengambilan sebuah sikap atau keputusan, tapi tidak untuk menentukan
pemimpin umat. Sebab, ini menyangkut kehidupan berbangsa dan
bernegara yang cakupannya sangat luas. Voting dibolehkan dalam
pengambilan sebuah keputusan atau sikap, karena pada zaman Nabi
Muhammad SAW banyak sekali bentuk praktek voting di zaman nabi
Muhammad SAW, yang intinya memang menggunakan jumlah suara
sebagai penentu dalam pengambilan keputusan. 13
Sedangkan dalam Islam metode pemungutan suara ini tidak
dibenarkan (penentuan seorang pemimpin ummat), yang digunakan
adalah metode musyawarah (syuro) dan mengajarkan bahwa kedaulatan
itu bukan berada di tangan manusia, tetapi berada di tangan Allah SWT
dan Rasul-Nya dan berpegang teguh kepada Al-Qur‟an dan Hadits.
Voting memang bukan jalan satu-satunya dalam musyawarah. Boleh
dibilang voting itu hanya jalan ke luar terakhir dari sebuah deadlock
musyawarah.
Sebelum voting diambil, seharusnya ada brainstorming, atau
ibda’ur-ra’yi. Dari sana akan dibahas dan diperhitungkan secara eksak
faktor keuntungan dan kerugiannya. Tentu dengan mengaitkan dengan
semua faktor yang ada.
Secara umum demokrasi dan syura berbeda dari segi konsep,
asal dan aplikasinya dalam kehidupan bernegara. Namun, jika dikaji
lebih dalam akan tersikap beberapa sisi yang nampak mirip pada kedua
13
Abdul Ghaffar Aziz, islam Politik: Pro dan Kontra, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1993), h.124
78
14
Rapung Samuddin, Fiqh Demokrasi: Menguak Kekeliruan Haramnya
Umat Terlibat Pemilu dan Politik, h. 172