Anda di halaman 1dari 6

PERKEMBANGAN POLITIK HUKUM DI

LEMBAGA DPR RI
(DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA)

Tugas Makalah

Mata Kuliah Politik Hukum Kepolisian

Dosen: Dr. Hotma P Sibuea,S.H.,M. Hum.

Oleh Mahasiswa:

Noviansyah

202120251046

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM

FAKULTAS ILMU HUKUM UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA


RAYA

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perjalanan historis mengenai partai politik dan penjaminan hak berserikat atas
pembentukan partai politik setelah kemerdekaan Indonesia ialah diatur dalam UUD
1945 dengan berbagai kandungan perlindungan jaminan tersebut, maka dari itu
yang perlu digali lebih mendalam ialah hubungan antara partai politik dalam hal ini
fraksi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sejak masa orde baru
hingga masa pasca reformasi dengan berbagai perkembangannya. Berdasarkan apa
yang telah dijelaskan di atas, munculah rumusan Pasal 19 Bab VII UUD 1945 (Asli)
dan Setelah Amandemen, dimana sebelum amandemen UUD 1945 bahwa Pasal 19
menyangkut Susunan Dewan Perwakilan Rakyat ditetapkan oleh undang-undang.
Kemudian, Pasca amandemen UUD 1945 pada Pasal 19 menjelaskan bahwa anggota
DPR dipilih melalui pemilihan umum serta di ayat 2 nya bahwa susunan DPR
ditetapkan oleh undang-undang. Dan Lembaga tersebut dalam perjalananya dalam
setiap periode yang dilewati mengalami pergerseran dalam politik hukumnya demi
menjaga keberlangsungan pelaksanaan visi- misi partai serta aspirasi rakyat di DPR
RI yang terus berkembang.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dikemukakan rumusan masalah


sebagai berikut: pertama, bagaimana perubahan dan pergeseran unsur-unsur
hubungan fraksi dalam sistem demokrasi berdasarkan perundang- undangan yang
berlaku di Indonesia?
BAB II

PEMBAHASAN

Perubahan dan pergeseran unsur-unsur hubungan fraksi dalam sistem


demokrasi berdasarkan perundang- undangan yang berlaku di Indonesia

Berikut ini pembagian masa pasca reformasi berdasarkan Undang-Undang


Pemilu, Undang-Undang MD3, dan Undang-Undang Partai Politik.

1. DPR RI Periode 1999-2004

Pada DPR RI masa 1999 hingga 2004 ini menghilangkan hak recall yang
dilakukan oleh partai politik.1 Hal tersebut bertujuan untuk menghindari oligarki-
sentralistik pada elit partai.2

DPR RI periode ini, sesungguhnya rakyat tidak memiliki instrumen yang


efektif untuk mengevaluasi anggota dewan selain dari proses penyelenggaraan
pemilu. Sehingga, ciri dan sifat utama sistem perwakilan politik di Indonesia pada
periode ini tetap kurang menunjukan kemajuan yang berarti dalam hal penguatan
hubungan antara rakyat, partai politik, dan wakil-wakilnya di parlemen.

2. DPR RI Periode 2004-2014

Dalam periode ini terdapat konstalasi perpolitikan dalam hubungannya antara


partai politik dengan lembaga DPR RI semakin progresif. Hal demikian dibuktikan
dengan diaktifkannya kembali hak recall bagi partai politik yang memiliki anggota
1
Indonesia, Undang-Undang No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD,
Pasal 14. Dalam rezim undang-undang ini tidak lagi mencantumkan proses penggantian antar waktu
yang disebabkan oleh usulan dari partai politik pengusung anggota dewan di DPR RI. Namun, klasul
pasal tentang hak recall partai politik yang sebelumnya ada di Pasal 14 Undang-Undang No. 16 Tahun
1969 jo Undang- Undang No. 5 Tahun 1995 tentang Susduk MPR, DPR, dan DPRD dirubah menjadi
ketentuan Pasal 14 dan Pasal 42 Undang-Undang No. 4 Tahun 1999 dengan pelanggaran yang
dilakukan oleh anggota DPR RI yang kedapatan melakukan usaha atau kegiatan yang menguntungkan
pribadinya dengan uang yang berasan dari APBN.
2
T.A. Legowo (ed), Lembaga Perwakilan Rakyat di Indonesia: Studi Analisis Sebelum dan Setelah
Perubahan UUD 1945 (Kritik, Masalah, dan Solusi) Op. Cit., h. 34.
dewan di DPR RI. Apabila terdapat hal-hal yang tidak sejalan dengan visi dan misi
partai politik, maka tidak segan partai politik mengajukan penggantian antar waktu
(recall) terhadap anggota DPR RI yang bersangkutan

Pada DPR RI periode 2009-2004 terdapat Undang-Undang No. 10 Tahun


2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Kemudian hal tersebut
memperoleh tanggapan masyarakat melalui banyaknya judicial review di Mahkamah
Konstitusi.

3. DPR RI Periode 2014-2019-sampai berjalan sekarang

Pada demokrasi perwakilan yang terjadi pada proses penyelenggaraan sistem


politik periode 2014-2019 terdapat pemahaman yang lebih matang mengenai konsep
aspirasi rakyat melalui partai politik dalam lembaga DPR RI dengan menggunakan
salah satunya system Carry over

Ketentuan mengenai Carry over mengatur RUU yang telah memasuki tahap
pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) pada periode keanggotaan DPR
dapat dimasukan ke Prolegnas Jangka Menengah maupun Prolegnas Prioritas
Tahunan keanggotaan DPR periode berikutnya berdasarkan kesepakatan DPR,
Presiden, dan/atau DPD. Munculnya ketentuan Pasal 71A Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2019 diharapkan akan memberikan penghematan dan efektivitas, baik dari segi
sumber daya, waktu, tenaga, maupun anggaran. Maksud daripada ketentuan ini pula
adalah untuk memastikan keberlanjutan proses pembahasan RUU yang sudah disusun
sebelumnya dapat dilanjutkan, hingga nantinya dapat diundangkan, yang diawali dari
perencanaan RUU tersebut pada Prolegnas.

Konsep Carry over prosesnya tidak perlu mengulang dari awal lagi sehingga
menghemat waktu dan tenaga. Namun terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan yakni
RUU tersebut telah masuk dalam tahap Pembahasan DIM (sudah masuk dalam Tahap
Pembahasan pada Pembicaraan Tingkat I) serta ada kesepakatan antara DPR,
Presiden dan/atau DPD untuk memasukan RUU tersebut dalam daftar prolegnas
jangka menengah dan/atau prolegnas prioritas, sehingga Carry over ini pada akhirnya
menjadi tidak mutlak/otomatis terjadi meskipun RUU sudah masuk dalam tahap
Pembahasan DIM.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa 2 (dua) dari 4


(empat) diantaranya RUU yang di Carry over, sudah sejak awal pada DPR masa
periode sebelumnya (masa 2014-2019) disampaikan bahwa RUU tersebut akan di
Carry over sebagaimana diuraikan dalam bagian latar belakang, yakni RUU tentang
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan RUU tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Pada tanggal 30 September
2019 dibacakan pada pidato pimpinan DPR dalam Rapat Paripurna untuk RUU
tersebut masuk Carry over periode berikutnya. Begitupun sebenarnya banyak pula
RUU lainnya yang dikemukakan dalam Rapa Paripurna Periode DPR Tahun 2014-
2019 yang di akhir masa periodenya menyatakan bahwa akan melakukan Carry over,
namun pada akhirnya RUU yang mana dapat di Carry over merupakan politik hukum
atau kesepakatan daripada DPR, Presiden, dan/atau DPD pada periode selanjutnya
(Periode DPR Tahun 2019-2024).

BAB III

PENUTUP

Simpulan :

Pola hubungan antara partai politik dengan DPR RI cukup sederhana, yaitu partai
politik memiliki hak untuk ikut serta dalam proses pemilihan umum anggota legislatif
di DPR RI, kemudian di dalam lembaga DPR yaitu terdiri atas anggota partai politik
peserta pemilihan umum yang akan berkembang melalui tahapan – tahapan
periodenya di DPR RI guna menjaga keberlangsungan pelaksanaan visi- misi partai
serta aspirasi rakyat di DPR RI. Konsep Carry over dalam pembentukan undang-
undang di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 adalah
berlaku dalam hal suatu RUU telah memasuki pembahasan Daftar Inventarisasi
Masalah pada periode masa keanggotaan DPR saat itu, hasil pembahasan RUU
tersebut disampaikan kepada DPR periode berikutnya dan berdasarkan kesepakatan
DPR, Presiden, dan/atau DPD, RUU tersebut dapat dimasukkan kembali ke dalam
daftar Prolegnas jangka menengah dan/atau Prolegnas prioritas tahunan. Carry over
dalan pembentukan undang-undang berdasarkan Pasal 71A Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2019 terjadi antar periode masa keanggotaan DPR RI sebelumnya ke masa
periode keanggotaan DPR RI selanjutnya. Konsep Carry over dapat bermanfaat untuk
mencapai efisiensi tenaga, waktu, dan anggaran dalam pembentukan undang-undang
di Indonesia. Politik hukum konsep Carry over dalam pembentukan undang-undang
yang baik adalah politik hukum dalam pembentukan undang-undang dengan konsep
Carry over yang memperhatikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, yang
diawali dari tahap perencanaan melalui penyusunan Prolegnas hingga tahap
pengundangan dalam proses pembentukan undang-undang. Latar belakang lahirnya
konsep Carry over ini harus diperhatikan bagi setiap pemangku kepentingan dan
dalam mengimplementasikan seluruh tahapan pembentukan undang-undang harus
memperhatikan nilai-nilai Pancasila.

Anda mungkin juga menyukai